Disusun Oleh:
PO713241171044
D.III FISIOTERAPI/TK.II
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat allah SWT karenanya kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Analisis Gerak Shoulder Kompleks Pada
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi
namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan yang kami terima selama ini sehingga
kendala-kendala yang kami hadapi bisa teratasi dan kami juga sadar jika masih
banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini,maka dari itu kritik dan saran dari
Kami berharap Semoga materi yang ada dalam makalah ini dapat bermamfaat
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Frozen shoulder identik dengan capsulitis atau periarthritis sendi bahu yang
menimbulkan nyeri dan keterbatasan lingkup gerak (LGS) baik secara aktif maupun pasif
pada seluruh pola gerak sendi glenohumeral, Callient (1997). Adanya rasa nyeri dapat
mengganggu penderita dalam melakukan aktifitas, biasanya nyeri ini akan timbul saat
melakukan aktifitas, seperti : mengangkat tangan ke atas waktu menyisir rambut, menggosok
punggung sewaktu mandi, menulis dipapan tulis, mengambil sesuatu dari saku belakang
celana, mengambil atau menaruh sesuatu di atas dan kesulitan saat memakai atau melepas
baju. Hal ini akan menyebabkan pasien enggan menggerakkan sendi bahunya yang akhirnya
dapat memperberat kondisi yang ada sehingga dapat menimbulkan gangguan dalam gerak
dan aktifitas fungsional keseharian (Wiratno, 1988).
Secara epidemiologi frozen shoulder terjadi sekitar usia 40-65 tahun. Dari 2-5 %
populasi sekitar 60 % dari kasus frozen shoulder lebih banyak mengenai perempuan
dibanding laki-laki. Frozen shoulder juga terjadi pada 10-20 % dari penderita diabetus
mellitus yang merupakan salah satu faktor resiko frozen shoulder (Sandor, 2004).
Kasus frozen shoulder memiliki masalah yang komplek bila dibandingkan dengan tendinitis
dan bursitis karena terjadi keterbatasan gerak yang lebih berat dan prognosis kesembuhan
yang lebih buruk dibandingkan dengan tendinitis dan bursitis (Calliet, 1991).
PEMBAHASAN
Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri
atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga
memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan
aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi
bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada bahu. Sendi bahu
merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh tulang-tulang yaitu :
scapula (shoulder blade), clavicula (collar bone) , humerus (upper arm bone), dan sternum.
Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular,
sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut
bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi glenohumera lsangat luas lingkup geraknya
karena caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal
(Sidharta, 1984). Berbeda dngan cara berpikir murni anatomis tentang gelang bahu, maka bila
dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada 4 fungsi persendian yang kompleks,
yaitu:
1. Sendi Glenohumeralis
Sendi ini merupakan sendi synovial yang menghubungkan tulang humerus (caput
humerus) dengan scapula (cavitas glenoidalis). Caput humerus berbentuk hampir setengah
bola berdiameter 3 centimeter bernilai sudut 153° dan cavitas glenoidalis bernilai sudut 75º,
keadaan ini yang membuat sendi tidak stabil. Adanya labrium glenoidalis, jaringan
fibrocartilaginous dan menghadapnya fossa glenoidalis agak ke atas membuat sendi ini
sedikit lebih stabil lagi. Ada 9 buah otot yang menggerakkan sendi ini, yaitu : m.deltoideus,
m.supraspinatus, m.infraspinatus, m.subscapularis, m.teres minor, m.latasimus dorsi, m.teres
mayor, m.coracobracialis dan m.pectoralis mayor. m.deltoideus dan otot-otot rotator cuff
(m.supraspinatus, m.infraspinatus, m.subscapularis, m.teres minor) tergolong prime mover
(otot penting dalam memindahkan barang) dan fungsinya sebagai abduktor lengan.
Gerakan abduksi sendi Glenohumeralis dipengaruhi oleh rotasi humerus pada sumbu
panjangnya. Dari posisi lengan menggantung ke bawah dan telapak tangan menghadap tubuh,
gerakan abduksi lengan secara aktif hanya mungkin sampai 90° saja (bila dilakukan secara
pasif bisa sampai 120°) dan gerakan elevasi selanjutnya hanya mungkin apabila disertai rotasi
ke luar dari humerus pada sumbunya. Hal ini dilakukan agar turbeculum mayus humeri
berputar ke belakang acromion, sehingga gerakan selanjutnya ke atas tidak terhalang lagi.
Sebaliknya bila lengan berada dalam rotasi ke dalam, maka gerakan abduksi hanya mungkin
sampai 60° saja.
2. Sendi Acromioclavicular
Sendi ini merupakan persendian antara acromion dan extermitas acromialis clavicula.
Kedua bagian tulang ini di dalam ruang sendinya dihubungkan melalui suatu cakram yang
terdiri dari jaringan fibrocartilaginous dan sendi ini diperkuat oleh ligamentum
acromioclavicularis superior dan inferior. Pada waktu scapula rotasi ke atas (saat lengan
elevasi) maka terjadi rotasi clavicula mengitari sumbu panjangnya. Rotasi ini akan
menyebabkan elevasi clavicula. Elevasi pada sudut 30° pertama terjadi pada sendi
sternoclavicularis kemudian 30° berikutnya terjadi akibat rotasi clavicula ini.
3. Sendi Sternoclavicularis
Sendi ini merupakan persendian antara sternum dan extermitas sternalis clavicula.
Kedua bagian tulang ini di dalam ruang sendinya juga dihubungkan melalui suatu cakram.
Sendi ini diperkuat oleh ligamentum clavicularis dan costo clavicularis. Adanya ligamen ini
maka sendi costosternalis dan costovertebralis (costa 1) secara tidak langsung mempengaruhi
gerakan sendi glenohumeralis secara keseluruhan.
4. Sendi Suprahumeral
Sendi ini bukan merupakan sendi sebenarnya, tetapi hanya merupakan articulatio
(persendian) protektif antara caput humeri dengan suatu arcus yang dibentuk oleh
ligamentum coracoacromialis yang melebar. Ligamen ini fungsinya untuk melindungi sendi
glenohumeralis terhadap trauma dari atas dan sebaliknya mencegah dislokasi ke atas dari
caput humeri. Ligamen ini juga menjadi hambatan pada waktu abduksi lengan. Di dalam
sendi yang sempit ini terdapat struktur-struktur yang sensitif yaitu: cursae subacromialis dan
subcoracoideus, tendon m.supraspinatus, bagian atas kapsul sendi glenohumeralis, tendon m.
biceps serta jaringan ikat.
Join play movement adalah istilah yang digunakan pada Manipulative therapy untuk
menggambarkan apa yang terjadi didalam sendi ketika dilakukan gerakan translasi,gerakan-
gerakan tersebut dilakukan secara pasif oleh terapis pada saat pemeriksaan maupun terapi.
Ada 3 macam joint play movement: (1). Traction/ traksi, (2). Compression/ kompresi,
(3). Gliding.
1. Gliding
Gliding yaitu gerakan permukaan sendi dimana hanya ada satu titik kontak pada satu
permukaan sendi yang selalu kontak dengan titik kontak yang baru (selalu berubah)
pada permukaan sendi laannya. Arah gliding permukaan sendi sesuai dengan
hukum konkaf konvek yaitu : jika permukaan sendi konkaf, maka
arah gliding berlawanan dengan gerakan tulang. Sedangkan bila permukaan sendi
konvek maka arah gliding searah dengan gerakan tulang. Untuk sendi bahu
arah gliding berlawanan dengan arah gerakan tulang, karena pertmukaan
sendi konfek bergerak peda permukaan sendi konkaf (caput humei dengan cavitas
glenoidal).
2. Traksi
Traksi adalah gerakan translasi tulang yang arah geraknya tegak lurus dan menjauhi
bidang terapi sehimgga terjadi peregangan sendi, biasanya dapat mengurangi nyeri
pada sendi,
3. Kompresi
Kompresi adalah gerakan translasi tulang yang arahnyategak lurus tetapi kedua
pernukaan sendi saling mendekati, biasanya akan menimbulkan nyeri (mudatsir,
2007).
IMPINGAMENT SHOULDER :
Impingement Syndrome didefinisikan sebagai kompresi dan abrasi mekanik
dari rotator cuff, bursa Subacromial dan tendon biceps saat melewati bawah lengkung
acromial dan ligamen coracoacromial terutama pada saat gerak elevasi lengan.
Impingement syndrome adalah nyeri yang disebabkan oleh penekanan dari
tendon ototsupraspinatus diantara acromion dan tuberositas humerus. Nyeri pada
Subacromial impingement syndrome menyebabkan penurunan aktivitas fungsional
bahu untuk melakukanaktivitas sehari%hari, seperti sehari%hari seperti mandi ketika
keramas, menyisir, mengenakan pakaian, mengancing baju, mengenakan celana,
mengambil dompet disaku belakang, menulisdi papan tulis, adanya gangguan
menggunakan lengan untuk menggapai sesuatu teruamaletaknya agak di atas kepala,
mengangkat benda, menurunkan benda, melempar dan semuaaktivitas yang
mengharuskan tangannya terangkat melebihi kepalanya serta gangguanaktivitas
bekerja seperti profesi guru, kuli panggul, pembantu rumah tangga, olahraga( softball,
swimmer, basket ball, badminton), rekreasi (panjat tebing) hingga kualitas hidup ( self
care).
a. Musculus Supraspinatus
Dimulainya dari fossa supraspinatus dan otot ini melewati kapsula artikularisdan bersatu untuk
mencapai fasies superior tuberculum mayor. Otot ini memperkuathumerus pada lekuk sendi,
menegangkan kapsula artikularis dan abduksi lengan. Kadang-kadang terdapat bursa sinovial
dekat cavitas glenoidalis. Persarafan: n.supraskapularis(C4-C6). Kepentingan klinik: tendonopati
m. Supraspinatus disebabkan regangan berlebihan atau trauma yang sering terjadi. Tendonopati
ini berhubungan dengan kalsifikasi pada tendon dekat tuberkulum mayor dan menimbulkan rasa
nyeri hebat pada abduksi setelah usia 40 tahun ruptur tendon jugasering terjadi.
b. Musculus Infraspinatus
Dimulai dari fossa intraspinatus, spina scapula dan fasia infraspinatus dan berjalan menuju
tuberculum major : permukaan tengah, m. infrasipantus memperkuat kapsula artikularis sendi
bahu, fungsi utamanya adalah rotasi eksterna lengan. Dekat dengan lekuk sendi sering terdapat
bursa subtendinea m. infraspinatus. Persarafan: n.suprascapularis (C4-C6) variasi: seringkali
bergabung dengan m. teres minor.
c. Musculus Subskapularis
Berasal dari fossa subskapularis dan berinsertio pada tuberculum minor dan pada bagian
pro2imal krista tubercoli minoris. Dekat perlekatan antara m.subskapularis dan kapsula
artikularis terdapat bursa subtendinea m. subskapularis dan diantara bursa tendinea dan basis
processus coracoideus terletak bursa sub coracoidea. Kedua bursa berhubungan dengan cavum
articularis. Otot ini bekerja untuk rotasimedialis lengan atas. Persarafan n. subskapularis (C5-
C8). Kepentingan klinik : paralis m subskapularis mengakibatkan maksimal rotasi lateralis
(eksternalis) anggota badan atas, yang menunjukkan bahwa otot ini adalah rotator medialis kuat
lenganatas.
Dimulai dari pinggir lateral skapula superior terhadap origo m. teres major dan berinsertio pada
permukaan bawah tuberkulum mayor. Otot ini bekerja sebagai rotasilateral lengan. Persarafan:
n. aksillaris (C5-C6) variasi: otot ini dapat bersatu dengan m. infraspinatus.
B. Patologi
Frozen shoulder dapat pula terjadi karena ada penimbunan kristal kalsium fosfat dan
karbonat pada rotator cuff. Garam ini tertimbun dalam tendon, ligamen, kapsul serta dinding
pembuluh darah. Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon lalu kepermukaan dan
menyebar keruang bawah bursa subdeltoid sehingga terjadi rardang bursa, terjadi berulang-
ulang karena tekiri terus-menerus menyebabkan penebalan dinding bursa, pengentalan cairan
bursa, perlengketan dinding dasar dengan bursa sehingga timbul pericapsulitis adhesive
akhirnya terjadi frozen shoulder.
Faktor immobilisasi juga merupakan salah satu faktor terpenting yang juga dapat
menyebabkan perlekatan intra, ekstra selular pada kapsul dan ligamen, kemudian kelenturan
jaringan menjadi menurun dan menimbulkan kekakuan. Semua organ yang disekeliling
jaringan lunak, terutama tendon supraspinatus terlibat dalam perubahan patologi. Fibrotic
ligamen coracohumeral cenderung normal dari tendon bicep caput longum juga rusak
(robek). Keterlibatan tendon bicep berpengaruh secara signifikan dalam penyebaran nyeri ke
anterior sendi glenohumeral yang berhubungan dengan adhesive capsulitis.
1. Pain (Freezing) : ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerakan
sendi bahu menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini berakhir sampai 10-
36 minggu.
2. Stiffness (Frozen) : ditandai dengan nyeri saat bergerak, kekakuan atau perlengketan
yang nyata dan keterbatasan gerak dari glenohumeral yang diikuti oleh keterbatasan
gerak scapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan.
3. Recovery (Thawing) : pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada
synovitis tetapi terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang nyata. Fase ini
berakhir 6-24 bulan atau lebih.
Frozen shoulder merupakan gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan
keterbatasan luas gerak sendi (LGS) pada sendi glenohumeral. Adanya rasa nyeri dapat
mengganggu penderita dalam melakukan aktifitas. Biasanya nyeri ini akan timbul saat
melakukan aktifitas, seperti : mengangkat tangan ke atas waktu menyisir rambut, menggosok
punggung sewaktu mandi, menulis dipapan tulis, mengambil sesuatu dari saku belakang
celana, mengambil atau menaruh sesuatu di atas dan kesulitan saat memakai atau melepas
baju. Hal ini akan menyebabkan pasien enggan menggerakkan sendi bahunya yang akhirnya
dapat memperberat kondisi yang ada sehingga dapat menimbulkan gangguan dalam gerak
dan aktifitas fungsional keseharian (Wiratno, 1988).
Sedangkan sifat keterbatasan frozen shoulder ditandai dengan : (1) mengikuti pola
kapsular (capsular pattern), yang ditandai dengan gerak eksorotasi lebih nyeri dan terbatas
dari gerakan abduksi serta lebih terbatas lagi dari endorotasi. (eksorotasi > abduksi >
endorotasi), (2) bukan pola kapsuler (non capsular pattern), yaitu keterbatasan gerak dan
nyeri terjadi pada arah gerak tertentu, tergantung dari topis lesi, misalnya keterbatasan ke
arah endorotasi atau abduksi saja (Heru Purbo Kuntono, 2007).
Problematika pada frozen shoulder berupa nyeri dan keterbatasan gerak akan
menyebabkan keluhan pada keterbatasan fungsi berupa ketidakmampuan untuk menggosok
punggung saat mandi, menyisir rambut, kesulitan dalam berpakaian, mengambil dompet dari
saku belakang, kesulitan memakai pakaian dalam bagi wanita dan gerakan- gerakan
fungsional yang lain yang melibatkan sendi bahu (Apley, 1993). Akibat selanjutnya
penderita frozen shoulder akan mendapatkan hambatan dalam aktifitas sosial masyarakat
karena keadaannya.
a. Nyeri
Pasien berumur 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma, seringkali ringan,
diikuti sakit pada bahu dan lengan nyeri secara berangsur-angsur bertambah berat
dan pasien sering tidak dapat tidur pada sisi yang terkena. Setelah beberapa lama
nyeri berkurang, tetapi sementara itu kekakuan semakin terjadi, berlanjut terus
selama 6-12 bulan setelah nyeri menghilang. Secara berangsur-angsur pasien
dapat bergerak kembali, tetapi tidak lagi normal.
Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam hari
sering sampai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya
kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita
akan melakukan dengan mengangkat bahunya (srugging).
- ROM : 0° - 40°
- ROM : 0° - 10°
- Arah gerakan : Menggerakkan tulang belikat
ke depan ( anterior ) menjauhi tubuh.
Protraksi
- Axis Gerak : Axis longitudional
- ROM : 0° - 20°
- Ligament yg berperan :
- Ligament yg bekerja :
- Otot yang bekerja :
Primemover : M. Levator scapula dan M.
Rhomboid minor
Asisten agonis : M. Pectoralis minor
Antagonis :
- ROM : 0-17◦
- Ligament :
- ROM :
SHOULDER JOINT
Fleksi - Arah gerakan : Gerakan menekuk sendi atau
memperkecil sudut antar dua tulang.
- ROM : 0-90◦
- ROM : 0-45◦
- ROM : 1800
- ROM : 0 – 450
- ROM : 0-450
Internal Rotasi - Arah gerakan : Gerakan sendi dengan cara
memutar sumbu vertical tulang ke bagian dalam.
- ROM : 0-300
- Ligament yg berperan :
- ROM : 130°
Adduksi horizontal - Arah gerakan : Gerakan lengan yang menjauhi
tubuh dalam posisi abduksi lengan 90 derajat dan
mencapai jarak gerak sendi 145 derajat yang
dimulai posisi anatomis.
- Ligament yg berperan :
- ROM : 130°