Menurut pasal 4 ayat (1) huruf a UU No.36/2008 tentang Pajak Penghasilan, “Yang menjadi objek pajak
adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam
bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini”
Jadi, perusahaan wajib melakukan pemotongan pajak penghasilan dari gaji kotor karyawannya. Jumlah
pajak penghasilan yang harus dipotong, besarnya tergantung dari :
Contoh:
Sita Rianti adalah karyawati pada perusahaan PT. Onix Komunika dengan status menikah dan
mempunyai tiga anak. Suami Sita merupakan pegawai negeri sipil di Kementrian Komunikasi &
Informatika. Sita menerima gaji Rp 6.000.000 per bulan.
PT. Onix Komunika mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran
pensiun dari BPJS sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni senilai Rp 60.000 per bulan. Di samping itu
perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari
gaji, sedangkan Sita membayar iuran (JHT) setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-
masing sebesar 0,24% dan 0,3% dari gaji.
Pada bulan Juli 2016, di samping menerima pembayaran gaji, Sita juga menerima uang lembur (overtime)
senilai Rp 2.000.000.
Maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut
JK 0,3% 18.000
Pengurangan:
(581.620)
(54.000.000)