Anda di halaman 1dari 64

Skenario 1

“Nyeri Dada”

Seorang laki-laki berusia 35 tahun dibawa keluarganya ke Instalasi Gawat


Darurat RS dengan keluhan nyeri dada mendadak saat sedang bekerja, nyeri dada
dirasakan seperti ditusuk, menjalar hingga lengan, keluhan disertai keringan
dingin. Pasien adalah seorang perokok berat dan obesitas. Pada pemeriksaan fisik
tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, pernafasan 28x/menit,
suhu 36,6. Pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya kelainan. Hasil
pemeriksaan enzim jantung belum diketahui. Sebagai penatalaksanaan awal
dokter memberikan oksigen dan nitrogliserin sublingual.

STEP 1

1. Nitrogliserin : obat golongan nitrat yang digunakan untuk


menurunkan nyeri dada pada penderita jantung
koroner, disediakan dalam bentuk tablet yang
dikonsumsi diletakan dibawah lidah, salah satu
agen vasodilatator dan menurunkan preload.
2. Obesitas : kondisi diartikan dengan penimbunan lemak
yang berlebih didalam tubuh, dianggap jika
injes masa tubuh (IMT lebih dari 30 kg/m2 .
3. EKG : pemeriksaan pada jantung dengan aktivitas
listrik yang dihasilkan jantung.
4. Pemeriksaan enzim jantung : dilakukan untuk mengetahui adakah
kerusakan pada jantung atau miokard.
5. Nnyeri dada : sensasi nyeri atau tertekan pada dada.

STEP 2

1. Faktor apa saja yang dapat menyebabkan keluhan tersebut ?


2. Bagaimana hubungan obesitas dan merokok dengan keluhan pada kasus ?
3. Mengapa bisa terjadi keluhan pada pasien ?
4. Penegakan diagnosis pada pasien ?

1
5. Mengapa penatalaksanaan awal menggunakan nitrogliserin dan oksigen ?
6. Bagaimana komplikasi penyakit pada kasus ini ?
7. Bagaimana klasifikasi nyeri dada ?

STEP 3

1. Faktor yang mempengaruhi


- Merokok
- Hipertensi
- Obesitas
- Dm
- Penyempitan pembuluh darah
- Peningkatan viskositas darah
- Inflamasi kronis dan substansi konstan dalam pembuluh darah
a. Dapat diubah
 Mayor : peningkatan lipid, merokok, DM
 Minor : aktivitas fisik jantung, stress
b. Tidak dapat diubah
 Usia
 Jenis kelamin
c. Primer : tidak diketahui
d. Sekunder : faktor resiko yang dapat diubah.

2. Hubungan obesitas dan merokok pada kasus


a. Rokok ( terdapat nikotin, tar ) → kelenturan PD tidak elastis →
penyumbatan → pasokan oksigen kurang → infark → keluhan pada
kasus.
b. Obesitas → penumpukan LDL.
c. Nikotin → berhubungan dengan hormon adrenalin → peningkatan
denyut jantung.

2
3. Keluhan pada pasien
a. Tipikal → aterosklerosis → suplai oksigen menurun → iskemik
miokardium → gliko anaerob → asam laktat → reseptor nyeri muncul
→ nyeri.
b. Fungsi endotel yang rusak akan membentuk plak → oksigen tidak
tersuplai → nyeri dada mendadak dan tiba-tiba.
c. Aliran darah terganggu → kompensasi sistem saraf simpatik → timbul
keringat.
d. Penyebab saraf simpatis → nyeri menjalar.

4. Penegakan diagnosis
a. Anamnesis
 Nyeri dada mendadak, seperti ditusuk.
 Nyeri menjalar ke lengan kiri.
 Keringat dingin.
b. Pemeriksaan fisik
 TD : 120/80 mmHg.
 Nadi : 80x/menit.
 Pernafasan : 24x/menit.
 Suhu : 36,6.
 Terdengar bunyi gallof, murmur, ronki basah.
c. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan EKG
 Pemeriksaan enzim jantung
 STEMI → elevasi segmen ST diikuti samapi inervasi gelombang
T kemudian muncul peningkatan gelombang Q.

5. Penatalaksanaan awal
a. Stabilisasi ABCDE
 Breathig → memastikan jalan nafas → oksigen digunakan untuk
menghindari penumpukan asam laktat dan kegagalan sistemik.
 Circulation

3
b. Nitrogliserin : agar PD vasodilatasi dan suplai oksigen ke seluruh
tubuh cukup.
6. Komplikasi
- Aritmia
- Disfungi p\otot jantung
- Ruptur miokard
- Iskemia pasca infark
7. Klasifikasi nyeri dada
 Terdapat kardiak dan non kardiak ‘
 Angina pectoralis stabil dan tidak stabil
 Berdasarkan beratnya candian cardiovaskular svatey nyeri dada dibagi
menjadi 4 kelas.

STEP 4

1. Faktor yang mempengaruhi


a. Obesitas
Lipid didalam tubuh disimpan dalam 2 tempat :
 Bagian visceral : yang berpengaruh pada obesitas. Karena terletak
di sekitar tubuh, akan meningkatkan kerusakan epitel. Asam
laktat akan menumpuk di epitel akan membuat plak →
penyumbatan.
 Bagian dermis
b. Usia
 Pria : < 45 thn, dua kalimlebih besar dari pada perempuan
 Wanita : < 55 thn
c. Riwayat keluarga
 Ayah < 55 thn
 Ibu < 65 thn.

4
d. Rokok
Mengeluarkan hormon adrenalin sehingga akan mengubah
metabolisme lemak dan menurunkan HDL dan juga akan
menyebabkan penyempitan PD (spasme).
e. Hipertensi → meningkatkan stress hemodinamik → penyempitan PD.
f. Aktivitas fisik kurang : meningkatkan nitritosid
g. Obesitas dan hipertensi → menyebabkan aterosklerosis → kompensasi
mengeluarkan nitrit oksid (NO) agar jadi vasodilatasi.
h. Peningkatan asam laktat → pH darah berubah → Banyak PCO2 →
kompensasi hiperventilasi
i. Bekerja/beraktivitas → suplai oksigen dibutuhkan banyak → suplai
oksigen menurun dikarenakan AP → aterosklerosis → hiperventilasi
→ konsentrasi CO2 dalam alveolus menurun/meningkat → gangguan
difusi → oksigen ke jaringan tidak memadai → gangguan perfusi
jaringan → kelelahan, hipoksia dan nyeri dada.
j. DM → merusak epitel, regulasi insulin terganggu.

2. Sudah cukup jelas di STEP 3.

3. Sudah cukup jelas di STEP 3.

4. Pemeriksaan penujang :
 Myoglobin
 CK-MB
 Troponin T/I

5. Sudah cukup jelas di STEP 3.

6. Sudah cukup jelas di STEP 3

7. Sudah cukup jelas di STEP 3.

5
MIND MAP

Penyakit Jantung
Koroner

Penegakan Klasifikasi nyeri


Komplikasi Tatalaksana Patomekanisme Faktor Resiko
Diagnosis dada

Dapat diubah

Tidak dapat
diubah

STEP 5
1. Patofisiologi PJK dihubungkan dengan homeostasis, etiologi dan
faktor resiko.
2. Penegakan diagnosis PJK dari gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang.
3. Tatalaksana PJK dan farmakologi.
4. Komplikasi PJK.

STEP 6

Belajar mandiri

STEP 7

1. Anatomi dan Fisiologi Jantung


Jantung adalah organ yang memompa darah melalui pembuluh
darah menuju ke seluruh jaringan tubuh. Sistem kardiovaskular terdiri
dari darah, jantung, dan pembuluh darah. Darah yang mencapai sel-sel
tubuh dan melakukan pertukaran zat dengan sel-sel tersebut harus di
pompa secara terus-menerus oleh jantung melalui pembuluh darah. Sisi
kanan dari jantung, memompa darah melewati paru-paru,
memungkinkan darah untuk melakukan pertukaran antara oksigen dan
karbondioksida.1

6
Ukuran jantung relatif kecil, pada umumnya memiliki ukuran yang
sama, tetapi memiliki bentuk yang berbeda seperti kepalan tangan
setiap orang. Dengan panjang 12cm, lebar 9cm, tebal 6cm, dan berat
250 gr pada wanita dewasa dan 300 gr pada pria dewasa.1

Gambar 1, Anatomi Jantung.1

A. Struktur Permukaan Jantung

Gambar 2, Permukaan Jantung.2

7
 Facies sternocostalis
Terutama dibentuk oleh atrium dextra dan ventriculus dextra, yang
dipisahkan satu sama lain oleh sulcus atrioventricularis.
 Facies diaphragmatic
Jantung terutama dibentuk oleh ventriculus dextra dan sinistra yang
dipisahkan oleh sulcus interventricularis posterior.
 Basis cordis
Atau facies posterior terutama dibentuk oleh atrium sinistra, tempat
bermuara empat vena pulmonalis, basis cordis terletak berlawanan dengan
apex cordis.2

B. Ruang Jantung dan Katup Jantung

Gambar 3, Ruang Jantung.2

 Atrium dextra
Terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil, auricula. Pada
permukaan jantung, pada tempat pertemuan atrium dextra dan auricula
dextra terdapat sebuah sulcus vetrikal, sulcus terminalis, yang pada
permukaan dalamnya berbentuk rigi disebut crista terminalis.
 Ventriculus dextra
Membentuk sebagian besar facies anterior cordis dan terletak anterior
terhadap ventriculus sinistra. Ventriculus dextra berhubungan dengan
atrium dextra melalui ostium atrioventriculare dan truncus pulmonalis
melalui ostium trunci pulmonalis.

8
 Atrium sinistra
Atrium sinistra terletak dibelakang atrium dextra dan membentuk
sebagian besar basis atau facies posterior jantung. Dibelakang atrium
sinistra terdapat esophagus yang dipisahkan oleh pericardium.
 Ventrikel sinistra
Terletak di belakang ventriculus dextra. Sebagian kecil menonjol ke
kiri dqan membentuk batas kiri jantung apex cordis. Ventriculus sinistra
berhubungan atrium sinistra melalui ostium atrioventrikularis sinistra dan
aorta melalui ostium aorta.2

Gambar 4, Valva Cordis.2

 Katup Trikuspid
Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila
katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju
ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran
darah menuju atrium kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi
ventrikel.
 Katup Pulmonal
Darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan melalui trunkus
pulmonalis sesaat setelah katup trikuspid tertutup. Trunkus pulmonalis

9
bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan
berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus
pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup yang
terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel
kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel
kanan menuju arteri pulmonalis.
 Katup Bikuspid
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri
menuju ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup
pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.
 Katup Aorta
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta.
Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga
darah akan mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup
pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk kembali
kedalam ventrikel kiri. Pembuluh darah yang terdiri dari arteri, arteriole,
kapiler dan venula serta vena merupakan pipa darah dimana didalamnya
terdapat sel-sel darah dan cairan plasma yang mengalir keseluruh tubuh.
Arteri, arteriole dan kapiler mengalirkan darah dari jantung keseluruh
tubuh, sebaliknya vena dan venula mengalirkan darah kembali ke jantung.2

C. Vaskularisasi Jantung
 Arteri
Jantung mendapat perdarahan dari arteri coronaria cordis yang
merupakan cabang dari aorta ascendens. Arteri coronaria cordis terdiri dari
2 macam yaitu: arteri coronaria dextra dan arteri coronaria sinistra. Arteri
coronaria dextra muncul dari sinus aorticus anterior, mula-mula berjalan
ke depan kemudian ke kanan untuk muncul 8 diantara truncus pulmonalis
dan auricula kanan, kemudian berjalan turun dan ke kanan pada bagian
kanan sulcus atrioventricularis menuju pertemuan margo dextra dan
inferior cordis.

10
Gambar 5, Vaskularisasi Jantung.2

o Arteri Coronaria Dextra berjalan didalam Sulcus Coronarius bagian


kanan, Sulcus mana memisah atrium kanan dengan Ventrikel kanan;
arteri ini menuju Facies Diaphragmatica kanan dan kemudian berada
di dalam Sulcus Longitudinalis Posterior yang berakhir dekat Apex
Cordis. A. Coronarius kanan ini terutama mendarahi dinding jantung
kanan, kemudian melalui cabang-cabang kecil mendarahi dinding
atrium kanan, juga mendarahi sebagian Septum Ventriculorum dan
bagian medial dinding Ventrikel kiri.
o Arteri Coronaria Sinistra mendarahi Ventrikel dan Atrium kiri yang
berjalan pada Sulcus Coronarius bagian kiri. Sulcus ini memisah
atrium kiri dengan Ventrikel kiri.2

Arteri Coronaria Sinistra ini segera bercabang 2 yaitu :


o Ramus Descendens Anterior yang mula-mula berjalan dibelakang
pangkal A. Pulmonalis, kemudian menuju kedepan berada pada Sulcus
Longitudinalis Anterior yang menuju lncissura Apicis Cordis dan

11
berbelok kebawah pada Facies Diaphragmatica. Arteri ini mendarahi
dinding Ventrikel kiri depan, Septum Ventriculorum dan sebagian
kecil untuk dinding Ventrikel kanan.
o Ramus Circumflexus yang mula-mula ditutupi oleh Auriculum
Sinister, kemudian menempati Sulcus Coronarius kiri menuju Facies
Diaphragmatica yang berjalan sejajar dan berdekatan dengan Sulcus
Longitudinalis Posterior. Arteri ini mendarahi dinding Ventrikel kiri
lateral bawah dan dinding dan dinding Atrium sinister.
 Vena
Vena dari jantung akan bermuara ke dalam sinus koronarius. Sinus
ini terletak dibagian posterior sulcus koronarius dan tertutup oleh
stratum musculare atrium kiri. Sinus koronarius berakhir di atrium
kanan, diantara muara vena kava inferior dan ostium atrioventrikularis.
Vena-vena yang bermuara ke sinus koronarius yaitu :
- Vena kordis magna
- Vena kordis parva
- Vena kordis media
- Vena ventrikuli sinistra posterior
- Vena obliqua sinistra.2

D. Inervasi Jantung
Inervasi bersifat autonom, yaitu :
a) Simpatis, mendapat cabang dari :
- Ganglion cervicalis superior. Cabangnya adalah n. cardiacus
superior
- Ganglion cervicalis media. Cabangnya adalah n. cardiacus media
- Ganglion cervicalis inferior. Cabangnya adalah n. cardiacus
inferior
b) Parasimpatis, cabangnya dari cranial, yaitu :
- Cardiacus superior
- Cardiacus medius
- Cardiacus inferior.2

12
Cabang simpatis dan parasimpatis membentuk plexus yaitu:
 Plexus cardiacus superficialis
 Plexus cardiacus profrundus
 Plexus coronaries.2

Gambar 6, Innervasi Jantung.2

E. STUKTUR MIKROSKOPIS JANTUNG


Struktur Dinding Lapisan Jantung
- Endokardium
Merupakan lapisan dinding jantung paling tipis. Terdiri atas selapis
sel endotel gepeng diatas lapisan tipis jaringan ikat longgar yang
didominasi serabut kolagen dan elastin, dan beberapa sel otot polos.
Di bawah endokardium terdapat lapisan subendokardium yang
memisahkan endokardium dengan miokardium. Lapisan ini lebih tebal
dari endokardium, terdiri atas jaringan ikat yang diantara serabutnya
dapat ditemukan vena, nervus dan di dinding ventrikel dapat
ditemukan pula serabut sistem konduksi jantung atau serabut
purkinje.3

13
Gambar 7, Mikroskopis lapisan endocardium dan myocardium.3

- Miokardium
Merupakan lapisan dinding jantung paling tebal. Serabut otot
jantung tersusun spiral dalam dinding jantung. Sel otot jantung
memiliki banyak ciri unik yang hanya ada pada sel otot jantung. Ciri
ciri ini menunjukkan susunan histologi yang mendukung fisiologinya
sebagai otot jantung. Ada 2 jenis serabut pada lapisan miokardium,
serabut kontraktil yang berfungsi untuk kontraksi jantung, dan serabut
sistem konduksi yang merupakan modifikasi serabut otot jantung.3
- Epikardium
Tersusun atas lapisan epitel skuamous selapis mesotel dan jaringan
ikat longgar tipis. Mesotel berperan dalam sekresi cairan perikardium.
Di bawah epikardium, ke arah luar terdapat lapisan subepikardium
yang mirip dengan lapisan subendokardium, berisikan arteri koroner,
vena, saraf serta sebagai ciri khasnya, memiliki adiposity.3

Gambar 8, Mikroskopis lapisan epicardium.3

14
Mikroskopis Otot Jantung

Bentuk sel-sel otot jantung yaitu silindris, bercabang, dan memanjang,


inti sel lebih dari satu terletak di tengah sel. Sel otot jantung bersifat
involunter dan termasuk saraf otonom, gerakannya tidak cepat lelah. Ciri
khas dari otot jantung yaitu diskus interkalaris.

Gambar 9, Mikroskopis sel otot jantung.3

Sel otot jantung memiliki diskus interkalaris, berupa garis gelap


melintang yang tersusun ireguler. Diskus ini merupakan kompleks pertautan
antar sel otot jantung untuk membantu kontraktilitas otot jantung. Pada diskus
interkalaris akan banyak ditemukan struktur hubungan antar sel seperti
desmosom, mengikat sel sel otot jantung dan mendukung kontraktilitas sel
otot jantung secara bersamaan.3

Lapisan pada pembuluh darah:


- Tunika intima
Merupakan lapisan paling tipis dan paling dalam yang kontak
langsung dengan darah. Tersusun atas endotel selapis dengan lapisan
subendotel jaringan ikat longgar yang kadang mengandung otot polos.
Pada arteri dan vena besar, di antara tunika intima dan media terdapat
lamina elastika interna yang terdiri atas serabut elastin dengan banyak
fenestra untuk difusi air dan nutrisi ke lapisan dalam pembuluh.3
- Tunika media
Merupakan lapisan paling tebal yang tersusun atas lapisan
konsentris otot polos. Di antara sel otot polos terdapat berbagai serabut
jaringan ikat elastin ; retikular kolagen; substansi dasar; substansi dasar

15
proteoglikan, glikoprotein. Tunika media jauh lebih tebal pada dinding
arteri, selain itu pada arteri, terdapat lamina elastika eksterna yang serupa
dengan lamina elastika interna.3

- Tunika adventitia
Tersusun atas serat kolagen tipe I dan elastin. Lapisan ini lebih
tebal pada vena dan akan menyatu dengan stroma jaringan ikat organ.3

Gambar 10, Lapisan pada pembuluh darah.3

 Arteri Besar
Aorta dan percabangannya yang didominasi serabut elastin pada tunika
media. Arteri jenis ini berperan menstabilkan aliran darah, sehingga makin
bertambah usia, makin tebal pula lamina elastika. Kedua lamina elastika
pada arteri ini tampak serupa, sedangkan tunika adventitia pada jenis ini
relatif kurang berkembang.3

Gambar 11, Mikroskopis arteri besar.3

16
 Arteri Sedang
Arteri yang membawa darah dari aorta dan percabangannya menuju
organ. Arteri jenis ini didominasi banyak lapisan sel otot polos pada
tunika media. Biasanya hanya tampak lamina elastika interna, lamina
elastika eksterna biasa hanya ada pada arteri yang berdekatan dengan
percabangan aorta.3
 Arteri Kecil
Merupakan percabangan arteri terkecil yang hanya memiliki 1-2 lapis
otot polos tunika media. Tunika intima hanya terdiri atas selapis endotel,
tanpa tunika adventitia. Arteriol umumnya sangat kecil dengan diameter
< 5mm. Pada beberapa jaringan dan organ seperti kulit tangan dan kaki,
terdapat anastomosis arteriovenosa berupa gabungan arteriol dan venula.
Pada anastomosis ini biasanya arteriol memiliki tunika media dan
adventitia yang tebal.3
o Vena besar
Memiliki tunika intima dengan lapisan subendotel. Tunika media tipis
didominasi elastin dengan sedikit otot polos, begitu pula tunika adventitia
juga didominasi elastin. Katup vena sangat mencolok pada vena besar,
katup terdiri atas lipatan tunika intima kaya elastin yang dilapisi endotel.3

Gambar 12, Mikroskopis vena besar.3

o Vena Sedang
Tunica intima sangat tipis, kalau ada strukturnya sama dengan vena
besar dengan tunica media dibatasi oleh anyaman serabut elastis. Tunica
media lebih tipis dibandingkan arteri yang didampinginya. Terdiri atas
serabut otot polos sirkuler yang dipisahkan oleh serabut kolagen yang

17
memanjang dan beberapa fibroblas. Tunica adventitia lebih tebal dari
tunica medianya dan merupakan jaringan pengikat longgar dengan
berkas-berkas serabut kolagen dan anyaman serabut elastis. 3
o Vena Kecil
Beberapa kapiler yang bermuara dalam sebuah pembuluh dengan
ukuran 15 – 20 mikron yang disebut venula. Dindingnya terdiri atas
selapis sel endotil yang diperkuat oleh serabut retikuler dan fibroblas.
Venula juga berperan dalam pertukaran zat.3

F. SIRKULASI SISTEMIK DAN PULMONAL :


a. Sirkulasi Sistemik :

Gambar 13, Sirkulasi Sistemik. 1


Ventrikel melakukan pemompaan, atrium membantu pengisian
ventrikel. Aliran satu arah melalui jantung dipertahankan oleh katup di
antara ruang-ruang dan saluran aliran keluar. Kontraksi jantung disebut
sistol, periode antara setiap sistol, saat jantung terisi darah disebut diastol.
Saat sistol, tekanan di ventrikel kiri meningkat dan darah diejeksikan di
dalam aorta. Peningkatan tekanan akan meregangkan dinding elastis aorta
dan arteri besar dan mendorong aliran darah. Tekanan sistolik adalah

18
tekanan arterial maksimum saat sistol. Saat sistol, aliran darah arteri
sebagian dipertahankan oleh rekoil elastis dinding arteri besar. Tekanan
minimum yang dicapai sebelum sistol berikutnya adalah tekanan diastolik.
Perbedaan antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik adalah tekanan
nadi. Arteri utama akan bercabang berulang kali menjadi arteri arteri
muskularis yang lebih kecil, arteri yang terkecil disebut arteriol. Aliran
darah jaringan diregulasi oleh kontriksi arteri kecil ini, sehingga arteri ini
disebut juga pembuluh darah resistensi.1
Arteriol akan bercabang-cabang menjadi jalinan padat kapiler di
jaringan, dan kapiler-kapiler ini akan bergabung kembali menjadi venula
yang kecil kemudian lebih besar, yang merupakan vena terkecil. Kapiler
dan venula kecil menyediakan permukaan pertukaran antara darah dengan
jaringan, yang tidak mengandung otot polos dan disebut pembuluh
pertukaran. Venula akan berkumpul menjadi satu menjadi vena dan
akhirnya menjadi vena kava. Vena kava membawa darah yang
terdeoksigenasi parsial dan CO2 ke atrium kanan. Tekanan pada vena
kava yang setinggi jantung disebut sebagai tekanan vena sentral.1
Jadi kesimpulan disebut sirkulasi sistemik dimulai dari darah yang
mengandung okesigen masuk melalui vena pulmonalis menuju atrium
sinistra lalu didorong ke ventrikel sinistra melewati katup bikuspidalis atau
valva mitral setelah itu dipompa keluar jantung dengan aorta melewati
katup aorta agar bisa dialirkan ke seluruh tubuh.1

b. Sirkulasi Pulmonal
Atrium dextra membantu mengisi ventrikel dextra, yang kemudiam
memompa darah ke arteri pulmonalis dan paru. Sirkulasi pulmonalis lebih
pendek daripada sirkulasi sistemik, dan memiliki resistensi aliran yang
lebih rendah. Sehingga, lebih sedikit tekanan yang diperlukan untuk
mendorong darah ke paru-paru. Pertukaran gas terjadi di kapiler yang
mengelilingi alveoli pada paru-paru. Kapiler-kapiler ini bergabung
membentuk venula dan vena pulmonalis, dan darah yang teroksigenasi

19
dibawa kembali melalui vena pulmonalis ke atrium sinistra, dan kemudian
ke ventrikel sinistra.1

Gambar 14, Sirkulasi Pulmonal.1

Jadi kesimpulannya pada sirkulasi pulmonal adalah pada saat darah yg


banyak mengandung CO2 dari seluruh tubuh ke atrium dextra melalui vena
kaca superior dan vena kava inferior lalu darah ke ventrikel dextra melalui
katup atau valva trikuspidalis dan setelah itu dipompa melalui katup
pulmonal ke arteri pulmonalis sinistra dan arteri pulmoalis dextra menuju
paru-paru dextra dan paru-paru sinistra lalu ke pembuluh kapiler dan
menyerap oksigen dan melepas CO2 dan berlanjut ke sirkulasi sistemik.1

Tabel 1. Perbedaan Antara Sirkulasi Sistemik dan Sirkulasi Pulmonal


Sirkulasi Sistemik Sirkulasi Pulmonal
Mengalirkan darah ke seluruh tubuh Mengalirkan darah ke paru-paru
Memenuhi kebutuhan organ berbeda Memenuhi kebutuhan paru-paru
Darah yang melewati arteri kaya O2 Darah yang melewati arteri kaya
CO2

20
Darah yang melewati vena kaya CO2 Darah yang melewati vena kaya O2
Mempunyai tekanan permulaan yang Mempunyai tekanan permulaan
besar yang rendah

c. Sirkulasi koroner
Walaupun jantung memompa darah keseluruh tubuh, jantung tidak
menerima nutrisi dari darah yang dipompanya. Nutrisi tidak dapat menyebar
cukup cepat dari darah yang ada dalam bilik jantung untuk memberi nutrisi
semua lapisan sel yang membentuk dinding jantung. Untuk alasan ini,
miokardium memiliki jaringan pembuluh darah sendiri, yaitu sirkulasi
coroner.1
Jantung kaya akan pasokan darah, yang berasal dari arteri koronaria kiri
dan kanan. Arteri-arteri ini muncul secara terpisah dari sinus aorta pada dasar
aorta, dibelakang tonjolan katup aorta. Arteri ini tidak di blockade oleh
tonjolan katup selama sistol karena adanya aliran sirkular dan tetap sepanjang
siklus jantung.1
Walaupun jantung memompa darah keseluruh tubuh, jantung tidak
menerima nutrisi dari darah yang dipompanya. Nutrisi tidak dapat menyebar
cukup cepat dari darah yang ada dalam bilik jantung untuk memberi nutrisi
semua lapisan sel yang membentuk dinding jantung. Untuk alasan ini,
miokardium memiliki jaringan pembuluh darah sendiri, yaitu sirkulasi
coroner.1
Jantung kaya akan pasokan darah, yang berasal dari arteri koronaria kiri
dan kanan. Arteri-arteri ini muncul secara terpisah dari sinus aorta pada dasar
aorta, dibelakang tonjolan katup aorta. Arteri ini tidak di blockade oleh
tonjolan katup selama sistol karena adanya aliran sirkular dan tetap sepanjang
siklus jantung.1
Arteri koronaria kanan berjalan diantara trunkus pulmonalis dan atrium
kanan, menuju sulkus AV. Saat arteri tersebut menuruni tepi bawah jantung,
arteri terbagi menjadi cabang descendens posterior dan cabang marginal
kanan. Arteri koronaria kiri berjalan dibelakang trunkus pulmonalis dan
kemudian berjalan diantara trunkus pulmonalis dan atrium kiri. Arteri ini

21
terbagi menjadi cabang sirkumfleksa, marginal kiri, dan descendens anterior.
Terdapat anastomosis antara cabang marginal kanan dan kiri, serta arteri
descendens anterior dan posterior, meskipun anastomosis ini tidak cukup
untuk mempertahankan perfusi jika salah satu sisi sirkulasi koroner
tersumbat.1
Sebagian besar darah kembali ke atrium kanan melalui sinus koronarius
dan vena jantung anterior. Vena koronaria besar dan kecil secara berturut-
turut terletak paralel terhadap arteri koronaria kiri dan kanan, dan berakhir di
dalam sinus. Banyak pembuluh-pembuluh kecil lainnya yang langsung
berakhir di dalam ruang jantung, termasuk vena thebesian dan pembuluh
arterisinusoidal. Sirkulasi koroner mampu membentuk sirkulasi tambahan
yang baik pada penyakit jantung iskemik , misalnya oleh plak ateromatosa.
Sebagian besar ventrikel kiri disuplai oleh arteri koronaria kiri, dan oleh
sebab itu adanya sumbatan pada arteri tersebut sangat berbahaya. AVN dan
nodus sinus disuplai oleh arteri koronaria kanan pada sebagian besar orang,
penyakit pada arteri ini dapat menyebabkan lambatnya denyut jantung dan
blockade AV.1

2. Patofisiologi
Aliran darah koroner mengangkut O2, nutrisi, sisa metabolik, CO2 dan
ion hydrogen. Penurunan oksigen, stenosis aorta, fibriotaksis dan keracunan
dapat menyebabkan kelainan arteri coroner.4
Iskemia miokardium dapat tinbul akibat kombinasi peningkatan
kebutuhan dan penurunan pasokan oksigen seperti penyalahgunaan kokain
yang dapat menghambat pengambilan ulang nonerpinefrin di ujung saraf
adregenik di jantung dan menimbulkan vasospasme.4
Aterosklerosis arteri-arteri coroner besar masih merupakan sebab
tersering dari angina dan infrak miokardium. Fatty streak yang menonjol dan
tampak bercak atau bergaris kekuningan di ditemukan di a. coroner pada
hampi di seluruh prevalensi usia 20 tahun. Endapan ini ditemukan terutama di
daerah-daerah yang terkena stress regangan tinggi, seperti di daerah belokan-
belokan dan percabangan serta diperkirakan berasal dari migrasi sel busa

22
makrofag ke daerah dengan cedera kronik minimal di lapisan intima dan
berlanjut tambahan sel busa, proliferasi otot polos, dan pengendapan lemak
dan kolagen eksternal.4
Pada pasien dengan angina stabil, biasanya terdapat penyempitan pada
satu atau beberapa arteri coroner. Lumen arteri harus mengecil hingga 90%
sebelum terjadinya iskemia sel ketika pasien dalam keadaan instirahat.4
Namun, saat berolah raga, penurunan luman bisa dapat mencapai 50%
dan dapat menyebabkan gejala. Pada pasien angina tidak stabil,
pemembentukan fisura pada plak aterosklerotik dapat menyebabkan
akumulasi trombosit dan serangan oklusi trombotik yang sesaat berlangsung
sekitar 10-20 menit. Selain itu, pengeluaran factor-faktor vasokonstriktif oleh
trombosit, seperti tromboksan A1 serotonin dan disfungsi endotel dapat
menyebabkan vasokonstriksi dan ikut menurunkan aliran. 4
Pada infrak miokardium, cedera plak dapat menebabkan terbentuknya
thrombus yang relative terfiksasi dan persisten.4
Jantung menerima energinya terutama dati ATP yang dihasilkan ole
fosforilasi oksidatif asam-asam, lemak bebas, glukosa dan karbohidrat.
Dalam 60 detik setelah oklusi a. coronaria, tekanan oksigen miokardium di
sel-sel yang terkena menurun hingga nyaris nol. Simpanan fosfat berenergi
tinggi di jantung cepat berkurang dan cepat berpindah ke metabolisme
anaerob dengan konsekuensi asam laktat. Dalam hitungan detik, terjadi
disfungsi relaksasi dan kontraksi miokardium, bahkan sebelum fosfat
berenergi tinggi terkuras.4

23
Berdasarkan Angina

Fatty Steak
Stabil (terjadi Tak stabil
(Lemak disekitar vasa penyempitan di satu
visceral) atau beberapa)

Pembentukan fissure
Menempel di vasa dan plak aterosklerois
stress tinggi (seperti di Lumen harus mengecil
(mengakibatkan
percabangan, sel busa 50-90% sebelum
akumulasi trombosit)
makrofag ke daerah terjadi iskemia
minimal lapisan
intima) Faktor kontratif Oklusi a. coronaria

Prolierasi sel otot


polos, tambahan sel Tromboksan A1 Terhambatnya nutrisi ,
busa, lemak dan (serotonin) dan oksigen dan sisa
ekstrasel kolagen disfungsi endotel metabolic keluar

Tersumbat
Ruptur Plak Simpanan energy
terkuras cepat

Nervus sekitar terangsang(simpatis dan


parasimpatis) Kompensasi dengan
pembentukan asam
laktat
Nyeri dan keluhan
klinis

3. Penegakan Diagnosis
A. Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang
tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal
berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher,
rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat
berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan

24
angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis,
mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop. Presentasi angina
atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina
tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat
diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal
ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut
(>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia.
Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan ini
patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas,
terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK).
Hilangnya keluhan angina setelah terapi nitrat sublingual tidak prediktif
terhadap diagnosis SKA.5

Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada
pasien dengan karakteristik sebagai berikut:
- Pria
- Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri
perifer / karotis)
- Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard,
bedah pintas koroner, atau IKP
- Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia,
diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas
risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP (National
Cholesterol Education Program). 5

Nyeri dengan gambaran di bawah ini bukan karakteristik iskemia miokard


(nyeri dada nonkardiak):
- Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau
batuk)
- Nyeri abdomen tengah atau bawah
- Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah apeks
ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
- Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi

25
- Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
- Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah Mengingat adanya
kesulitan memprediksi angina ekuivalen sebagai keluhan SKA, maka
terminologi angina dalam dokumen ini lebih mengarah padam keluhan
nyeri dada tipikal. Selain untuk tujuan penapisan diagnosis kerja,
anamnesis juga ditujukan untuk menapis indikasi kontra terapi fibrinolisis
seperti hipertensi, kemungkinan diseksi aorta (nyeri dada tajam dan berat
yang menjalar ke punggung disertai sesak napas atau sinkop), riwayat
perdarahan, atau riwayat penyakit serebrovaskular.

B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus
iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis
banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah
halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi
komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut,
hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan
kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis,
kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta,
pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu
dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA.5

C. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan elektrokardiogram

Gambar 15, Pemeriksaan elektrokardiogram

26
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan
sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan,
sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien
dengan perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior.
Sementara itu, sadapan V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina
yang mempunyai EKG awal nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG
dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat darurat.
Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul kembali.
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup
bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block)
baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit)
maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T. Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan
pada 2 sadapan yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk
diagnosis STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan
adalah 0,1 mV.
Pada sadapan V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung
pada usia dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-
3 pada pria usia ≥40 tahun adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah
≥0,25 mV. Sedangkan pada perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di
lead V1-3, tanpa memandang usia, adalah ≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita,
nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V3R dan V4R adalah ≥0,05 mV,
kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang ≥0,1 mV dianggap lebih tepat. Nilai
ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5 mV. Depresi segmen ST yang
resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST
elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi di
mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA dengan elevasi segmen ST
dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru
mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu
pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat
terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia. Lokasi

27
infark berdasarkan sadapan EKG Sadapan dengan Deviasi Segmen ST Lokasi
Iskemia atau Infark.5
Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG
pasien dengan LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi
segmen ST ≥1 mm pada sadapan dengan kompleks QRS positif dan depresi
segmen ST ≥1 mm di V1-V3. Perubahan segmen ST seperti ini disebut
sebagai perubahan konkordan yang mempunyai spesifisitas tinggi dan
sensitivitas rendah untuk diagnosis iskemik akut. Perubahan segmen ST yang
diskordan pada sadapan dengan kompleks QRS negatif mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas sangat rendah. Adanya keluhan angina akut dan
pemeriksaan EKG tidak ditemukan elevasi segmen ST yang persisten,
diagnosisnya adalah infark miokard dengan nonelevasi segmen ST
(NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP). Depresi segmen
ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥0,05 mV di sadapan V1-
V3 dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen ST,
dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20menit), dan
dapat terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris
≥0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk iskemia akut. Semua
perubahan EKG yang tidak sesuai dengan kriteria EKG yang diagnostik
dikategorikan sebagai perubahan EKG yang nondiagnostik.5

2) Pemeriksaan Marka Jantung


Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.
Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab
koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan
kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung,
hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang
dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas,
penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan

28
insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan troponin I memberikan
informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada
keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin mempunyai spesifisitas
yang lebih tinggi dari troponin T.
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T
menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA,
pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan
SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya
diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang
meningkat dapat dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot skeletal
(menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu paruh yang singkat
(48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih ke
Pemeriksaan marka jantung sebaiknya dilakukan di laboratorium sentral.
Pemeriksaan di ruang darurat atau ruang rawat intensif jantung (point of care
testing) pada umumnya berupa tes kualitatif atau semikuantitatif, lebih cepat
(15-20 menit) tetapi kurang sensitif. Point of care testing sebagai alat
diagnostik rutin SKA hanya dianjurkan jika waktu pemeriksaan di
laboratorium sentral memerlukan waktu >1 jam. Jika marka jantung secara
point of care testing menunjukkan hasil negatif maka pemeriksaan harus
diulang di laboratorium sentral.5

Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda:


- Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak
seluruhnya tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat-darurat.
- EKG normal atau nondiagnostik, dan
- Marka jantung normal

Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda:


- Angina tipikal.
- EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi
ST atau inversi T yang diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard, atau
LBBB baru/persangkaan baru.
- Peningkatan marka jantung

29
3) Pemeriksaan Foto Polos Dada
Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang gawat
darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus dilakukan di
ruang gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan pemeriksaan adalah untuk
membuat diagnosis banding, identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.5
Kapan PCI dilakukan
Percutaneous coronary interventions (PCI) merupakan tindakan reperfusi
invasif dengan balon angioplasti dengan atau tanpa pemasangan stent yang
mendukung terapi farmakologis untuk mencegah trombosis. Pasien yang
direkomendasikan mendapatkan PCI adalah pasien yang kontraindikasi
mendapat fibrinolitik, ketidakstabilan hemodinamik atau elektris, dan gejala
iskemik yang persisten. Pasien yang datang dengan gejala klinis STEMI dan
bukti ECG terdapat ST elevasi atau diduga terdapat left bundle-branch block,
segera direkomendasikan untuk mendapatkan reperfusi dengan PCI (jika
terdapat fasilitas PCI di rumah sakit). PCI diberikan kurang dari 90 menit
pertama (sejak pasien datang ke rumah sakit) atau kurang dari 2 jam (sejak
pasien merasakan gejala klinis STEMI). Namun jika tindakan PCI tidak dapat
dilakukan < 2 jam (sejak pasien merasakan gejala klinis STEMI), reperfusi
fibrinolitik harus segera mungkin diberikan dengan waktu < 30 menit pertama
(sejak pasien dating ke rumah sakit). Pemeriksaan ulang hasil ECG juga harus
dilakukan setelah 90 menit Terapi fibrinolitik, untuk memastikan apakah
reperfusi yang diberikan cukut adekuat atau tidak. Reperfusi fibrinolitik juga
harus segera diberikan pada pasien yang diindikasikan mendapatkan tindakan
PCI tetapi tidak tersedia fasilitasnya. Jika dengan terapi fibrinolitik tidak
berhasil maka pasien harus segera mendapatkan Rescue PCI segera mungkin,
dalam waktu kurang dari 12 jam pertama sejak pasien merasakan gejala klinis
STEMI.5
Rescue PCI adalah tindakan PCI yang dilakukan pada arteri koroner yang
masih atau tetap tersumbat meskipun sudah mendapatkan terapi fibrinolitik.
Identifikasi gagalnya terapi fibrinolitik masih menjadi masalah yang sulit
ditegakkan, namun jika ≤ 50% perubahan ST-segmen elevasi dari keadaan

30
awal (keadaan ST-elevasi tertinggi) setelah 60-90 menit fibrinolitik dapat
dijadikan tanda gagalnya terapi fibrinolitik.5
Evidence studi meta analisis dari RCT dengan jumlah 1177 pasien yang
mendapatkan fibrinolitik yang dievaluasi selama 6 bulan, menggambarkan
bahwa Rescue PCI tidak signifikan dapat mengurangi mortalitas (RR 0,69),
tetapi signifikan dapat mengurangi gagal jantung (RR 0,73) dan kejadian
infark kembali (RR 0,58) jika dibandingkan dengan terapi konservatif
(pengulangan terapi fibrinolitk). Pemberian terapi fibrinolitik yang kedua
tidak signifikan mengurangi mortalitas (RR 0,68) atau kejadian infark
kembali (RR 1,79). Rescue PCI (RR 4,58) dan terapi konservatif
(pengulangan terapi fibrinolitk) (RR 1,84) dapat meningkatkan resiko
pendarahan minor.5

Gambar 16, Skema Strategi Reperfusi3

31
Keterangan :
* door-to-balloon time untuk PCI, diberikan kurang dari 90 menit pertama
(sejak pasien datang ke rumah sakit) atau kurang dari 2 jam (sejak pasien
merasakan gejala klinis STEMI).
**Rescue PCI :dilakukan saat gagal fibrinolitik.
*** Angiography :dilakukan jika ada kemungkinan bahwa terapi
fibrinolisis berhasil (terjadi perubahan gelombang ST sebesar 50% pada 60-
90 menit pertama, hilangnya nyeri dada). Evidence meta analisis dari
sembilan RCT dengan jumlah pasien 4433 pasien, menggambarkan bahwa
PCI dengan pemasangan stent jika dibandingkan dengan balon angioplasti
(PCI tanpa stent) tidak dapat menurunkan mortalitas namun dapat
mengurangi kerusakan kembali pembuluh darah dan revaskularisasi
pembuluh darah.5

1) ANGINA PEKTORIS STABIL (APS)


Diagnosis
Angina pectoris stabil adalah adanya aterosklerosis yang
mempersempit arteri koronaria. Pada keadaan normal, saat aktivitas tinggi,
pembuluh darah memiliki kapasitas untuk menurunkan resistensinya,
sehingga pembuluh darah mampu untuk menerima aliran darah sebesar 5-6
kali lipat (sumbatan di lumrn pembuluh darah hanya sebesar <40%). Namun
apabila sumbatan aterosklerotik sudah mencapai >50%, sumbatan tersebut
dapat mencetuskan iskemik, karena, pembuluh darah coroner jantung sudah
tidak mampu untuk memenuhi metabolism otot jantung selama latihan atau
ketika mengalami stress emosional.5

 Gejala Klinis
- Keringat dingin
- Sesak napas
- Perasaan takut mati
- Seperti rasa ditususk tusuk
- Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat
- Nyeri dapat dipicu oleh stress baik fisik maupun emosional

32
- Kuantitas : nyeri yang pertama muncul biasanya agak nyata, dari
beberapa menit sampai kurang dari 20 menit.
- Nyeri tidak terus menerus, tapi hilang timbul dengan intensitas yang
makin bertambah atau makin berkurang sampai terkontrol.5

 Pemeriksaan Fisik
- Status generalis normal
- Pemeriksaan fisik yang dilakukan waktu nyeri dada dapat
menemukan adanya aritmia, gallop bahkan murmur
- Ronki basah dibagian basal paru
- Gejala diatas menghilang lagi pada waktu nyeri sudah berhenti
- Adanya tanda – tanda aterosklerosis
- Aneurisma abdominal.5

 Pemeriksaan Penunjang
- EKG Waktu Istirahat
Pemeriksaan ini dikerjakan bila belum dapat dipastikan bahwa
nyeri dada adalah non kardiak.Bila angina tidak tipikal. maka
pemeriksaan ini hanya positif pada 50% pasien. Kelainan EKG 12
leads yang khas adalah perubahan segmen ST-T yang sesuai dengan
iskemia miokardium. Akan tetapi perubahanperubahan lain ke arah
faktor resiko seperti LVH dan adanya Q abnormal sangat berarti untuk
diagnostik. Gambaran EKG lainnya tidak khas seperti aritmia, bundle
branch block (BBB), bi atau trifasikular biok, dan sebagainya.
Pemeriksaan ini yang dilakukan ketika nyeri dada dapat
menambah kemungkinan ditemukannya kelainan yang sesuai dengan
iskemia sampai 50% lagi, walaupun EKG waktu istirahat ini masih
normal. Depresi segmen ST-T 1 mm atau lebih merupakan pertanda
iskemia yang spesifik. sedangkan perubahan-perubahan lainnya
seperti takikardia. BBB, blok fasikular, dan Iain-lain, apalagi yang
kembali normal pada waktu nyeri hilang sesuai pula untuk iskemia. 5

33
- Foto Toraks
Pemeriksaan ini dapat melihat misalnya adanya kalsifikasi koroner
maupun katup jantung, tanda-tanda Iain, misalnya pasien juga
menderita gagal jantung, penyakit jantung katup. perikarditis,
aneurisma dan diseksi, serta pasienpasien yang cenderung nyeri dada
karena kelainan paru. 5
- EKG Waktu Aktivitas/Latihan
Pemeriksaan ini sangat penting dilakukan pada pasien pasien
yang amat dicurigai, termasuk kelainan EKG seperti BBB dan depresi
ST ringan, begitu pula pada pasien-pasien dengan angina vasospastik.5
- Ekokardiografi
Pemeriksaan ini sangat bermanfaat pada pasien dengan murmur
sistolik untuk memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta yang
signifikan atau kardiomiopati hipertrofik. Selain itu dapat pula
menentukan luasnya iskemia bila dilakukan waktu berlangsungnya
nyeri dada. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menganalisis fungsi
miokardium segmental bila hal ini telah terjadi pada pasien APS
kronik atau bila telah pernah infark jantung sebelurmya. walaupun hal
ini tidak dapat memperlihatkan adanya iskemia yang barn terjadi. Bila
ekokardiografi dilakukan dalam waktu sampai 30 menit dari serangan
angina. sangat mungkin masih dapat memperlihatkan adanya segmen
miokardium yang mengalami disfungsi karena iskemia akut.5

2) ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL DAN INFARK MIOKARD NON


ST ELEVASI
Diagnosis
Diagnosis angina pektoris tidak stabil (APTS/UAP) dan infark miokard
non ST elevasi (NSTEMI) ditegakkan atas dasar keluhan angina tipikal
yang dapat disertai dengan perubahan EKG spesifik, dengan atau tanpa
peningkatan markajantung. Jika marka jantung meningkat, diagnosis
mengarah NSTEMI, jika tidak meningkat, diagnosis mengarah UAP.
Sebagian besar pasien NSTEMI akan mengalami evolusi menjadi infark

34
miokard tanpa gelombang Q. Dibandingkan dengan STEMI, prevalensi
NSTEMI dan UAP lebih tinggi, di mana pasien-pasien biasanya berusia
lebih lanjut dan memiliki lebih banyak komorbiditas. Selain itu, mortalitas
awal NSTEMI lebih rendah dibandingkan STEMI namun setelah 6 bulan,
mortalitas keduanya berimbang dan secara jangka panjang, mortalitas
NSTEMI lebih tinggi.5
Strategi awal dalam penatalaksanaan pasien dengan NSTEMI dan UAP
adalah perawatan dalam Coronary Care Units, mengurangi iskemia yang
sedang terjadi beserta gejala yang dialami, serta mengawasi EKG, troponin
dan/atau CKMB. 5

 Gejala Klinik Nstemi Dan Uap Pada Umumnya Berupa:


- Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami
oleh sebagian besar pasien (80%)
- Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian
Cardiovascular Society. Terdapat pada 20% pasien.
- Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau
kresendo): menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin
berat; pedoman tatalaksana sindrom koroner akut 15 minimal kelas
III klasifikasi CCS.
- Angina pascainfark-miokard: angina yang terjadi dalam 2 minggu
setelah infark miokard.5
Gejala klinik lain yang dapat dijumpai adalah angina ekuivalen,
terutama pada wanita dan kaum lanjut usia. Keluhan yang paling sering
dijumpai adalah awitan baru atau perburukan sesak napas saat aktivitas.
Beberapa faktor yang menentukan bahwa keluhan tersebut presentasi dari
SKA adalah sifat keluhan, riwayat PJK, jenis kelamin, umur, dan jumlah
faktor risiko tradisional.5
Angina atipikal yang berulang pada seorang yang mempunyai
riwayat PJK, terutama infark miokard, berpeluang besar merupakan
presentasi dari SKA. Keluhan yang sama pada seorang pria berumur
lanjut (>70 tahun) dan menderita diabetes berpeluang menengah suatu
SKA. Angina equivalen atau yang tidak seutuhnya tipikal pada seseorang

35
tanpa karakteristik tersebut di atas berpeluang kecil merupakan presentasi
dari SKA.5

 Pemeriksaan fisik
Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk
menegakkan diagnosis banding dan mengidentifikasi pencetus.
Selain itu, pemeriksaan fisik jika digabungkan dengan keluhan
angina (anamnesis), dapat menunjukkan tingkat kemungkinan
keluhan nyeri dada sebagai representasi SKA.5

Pemeriksaan Penunjang
- Elektrokardiogram.
Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak
medis pertama. Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil
EKG sebelumnya dapat sangat membantu diagnosis. Setelah
perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu dilakukan
perekaman EKG serial atau pemantauan terus-menerus. EKG yang
mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain:
o Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai
dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit)
o Gelombang Q yang menetap
o Nondiagnostik
o Normal.5
Hasil EKG 12 sadapan yang normal tidak menyingkirkan
kemungkinan diagnosis SKA tanpa elevasi segmen ST, misalnya
akibat iskemia tersembunyidi daerah sirkumfleks atau keterlibatan
ventrikel kanan, oleh karena itu pada hasil EKG normal perlu
dipertimbangkan pemasangan sadapan tambahan.5
Depresi segmen ST ≥0,5 mm di dua atau lebih sadapan
berdekatan sugestif untuk diagnosis UAP atau NSTEMI, tetapi
mengingat kesulitan mengukur depresi segmen ST yang kecil,
diagnosis lebih relevan dihubungkan dengan depresi segmen ST ≥1

36
mm. Depresi segmen ST ≥1 mm dan/atau inversi gelombang T≥2
mm di beberapa sadapan prekordial sangat sugestif untuk
mendiagnosis UAP atau NSTEMI (tingkat peluang tinggi).
Gelombang Q ≥0,04 detik tanpa disertai depresi segmen ST dan/atau
inversi gelombang T menunjukkan tingkat persangkaan terhadap
SKA tidak tinggi sehingga diagnosis yang seharusnya dibuat adalah
Kemungkinan SKA atau Definitif SKA. Jika pemeriksaan EKG awal
menunjukkan kelainan nondiagnostik, sementara angina masih
berlangsung, pemeriksaan diulang 10 – 20 menit kemudian (rekam
juga V7-V9). Pada keadaan di mana EKG ulang tetap menunjukkan
kelainan yang nondiagnostik dan marka jantung negatif sementara
keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama
12-24 jam untuk dilakukan EKG ulang tiap 6 jam dan setiap terjadi
angina berulang.5

Tabel 2, Tingkat peluang SKA segmen ST non elevasi.5

Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya


depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T yang signifikan,

37
maka diagnosis UAP atau NSTEMI dapat dipastikan. Walaupun
demikian, depresi segmen ST yang kecil (0,5 mm) yang terdeteksi
saat nyeri dada dan mengalami normalisasi saat nyeri dada hilang
sangat sugestif diagnosis UAP atau NSTEMI. Stress test dapat
dilakukan untuk provokasi iskemia jika dalam masa pemantauan
nyeri dada tidak berulang, EKG tetap nondiagnostik, marka jantung
negatif, dan tidak terdapat tanda gagal jantung. Hasil stress test yang
positif meyakinkan diagnosis atau menunjukkan persangkaan tinggi
UAP atau NSTEMI. Hasil stress test negatif menunjukkan diagnosis
SKA diragukan dan dilanjutkan dengan rawat jalan.5

 Marka jantung
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam
diagnosis NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung
tersebut akan terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan
troponin I/T untuk diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan
kriteria lain yaitu keluhan angina dan perubahan EKG. Diagnosis
NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit
melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN). Dalam
menentukan kapan marka jantung hendak diulang seyogyanya
mempertimbangkan ketidakpastian dalam menentukan awitan
angina. Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard akut.5
Kadar troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di
dalam darah perifer 3 – 4 jam setelah awitan infark dan menetap
sampai 2 minggu. Peningkatan ringan kadar troponin biasanya
menghilang dalam 2 hingga 3 hari, namun bila terjadi nekrosis luas,
peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu.5
Mengingat troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah orang
sehat, nilai ambang peningkatan marka jantung ini ditetapkan sedikit
di atas nilai normal yang ditetapkan oleh laboratorium setempat.5

38
Perlu diingat bahwa selain akibat STEMI dan NSTEMI,
peningkatan kadar troponin juga dapat terjadi akibat:
o Takiaritmia atau bradiaritmia berat
o Miokarditis
o Dissecting aneurysm
o Emboli paru
o Gangguan ginjal akut atau kronik
o Stroke atau perdarahan subarakhnoid
o Penyakit kritis, terutama pada sepsis
Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan
CKMB dapat digunakan. CKMB akan meningkat dalam waktu 4
hingga 6 jam, mencapai puncaknya saat 12 jam, dan menetap sampai
2 hari.5

Gambar 17, Waktu timbulnya berbagai jenis marka jantung.5

- Pemeriksaan Noninvasif.
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat
memberikan gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan
berguna untuk menentukan diagnosis banding. Hipokinesia atau
akinesia segmental dari dinding ventrikel kiri dapat terlihat saat
iskemia dan menjadi normal saat iskemia menghilang. Selain itu,
diagnosis banding seperti stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik,
atau diseksi aorta dapat dideteksi melalui pemeriksaan
ekokardiografi. Jika memungkinkan, pemeriksaan ekokardiografi

39
transtorakal saat istirahat harus tersedia di ruang gawat darurat dan
dilakukan secara rutin dan sesegera mungkin bagi pasien tersangka
SKA.5
Stress test seperti exercise EKG yang telah dibahas sebelumnya
dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding PJK obstruktif
pada pasien-pasien tanpa rasa nyeri, EKG istirahat normal dan marka
jantung yang negatif.5
Multislice Cardiac CT (MSCT) dapat digunakan untuk
menyingkirkan PJK sebagai penyebab nyeri pada pasien dengan
kemungkinan PJK rendah hingga menengah dan jika pemeriksaan
troponin dan EKG tidak meyakinkan.5
- Pemeriksaan Invasif (Angiografi Koroner).
Angiografi koroner memberikan informasi mengenai
keberadaan dan tingkat keparahan PJK, sehingga dianjurkan segera
dilakukan untuk tujuan diagnostik pada pasien dengan risiko tinggi
dan diagnosis banding yang tidak jelas. Penemuan oklusi trombotik
akut, misalnya pada arteri sirkumfleksa, sangat penting pada pasien
yang sedang mengalami gejala atau peningkatan troponin namun
tidak ditemukan perubahan EKG diagnostik. Pada pasien dengan
penyakit pembuluh multipel dan mereka dengan stenosis arteri
utama kiri yang memiliki risiko tinggi untuk kejadian kardiovaskular
yang serius, angiografi koroner disertai perekaman EKG dan
abnormalitas gerakan dinding regional seringkali memungkinkan
identifikasi lesi yang menjadi penyebab. Penemuan angiografi yang
khas antara lain eksentrisitas, batas yang ireguler, ulserasi,
penampakkan yang kabur, dan filling defect yang mengesankan
adanya trombus intrakoroner.5

3) INFARK MIOKARD DENGAN ELEVASI SEGMEN ST


Karakteristik utama Sindrom Koroner Akut Segmen ST Elevasi
adalah angina tipikal dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi yang
diagnostik untuk STEMI. Sebagian besar pasien STEMI akan mengalami

40
peningkatan marka jantung, sehingga berlanjut menjadi infark miokard
dengan elevasi segmen ST (ST-Elevation Myocardial Infarction,
STEMI).5

Diagnosis
Diagnosis IMA dengan elevasi ST menurut European Society of
Cardiology/ACCF/AHA/World Heart Federation Task Force for the
Universal Delim'tion of Myocardial Infarction ditegakkan berdasarkan
anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST
baru pada titikJ 22 mm pada pria atau z 1.5 mm pada wanita, minimal
pada 2 sandapan VZ-V3 dan atau 21mm pada sandapan dada yang lain
atau sandapan ekstremitas. LBB baru atau diduga baru dipertimbangkan
sebagai STEMI equivalent. Adanya depresi ST pada banyak sandapan
prekordial (V1-V4) mungkin menunjukkan kerusakan posterior
transmural; depresi ST pada banyak sandapan dengan elevasi ST pada
sandapan aVR. ditemukan pada pasien dengan oklusi pada left main atau
arteri desendens antenior kiri proksimal. Pembahan gelombang T
hiperakut jarang dijumpai pada fase paling awal STEMI. sebelum
berkembang menjadi elevasi ST.5
Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat.
memperkuat diagnosis. namun keputusan memberikan terapi
revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat
dalam tatalaksana STEMI , prinsip utama penatalaksanaan adalah Iebih
cépat dilakukan revaskularisasi Iebih banyak otot jantung yang
diselamatkan (time ismuscle).5

 Gejala Klinis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan
anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau
dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung
perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu
dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta

41
faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia,
merokok, stres serta riwayat penyakit jantung koroner pada keluarga.5
Pada hampir setengah kasus. terdapat faktor pencetus sebelum
terjadi STEMI. seperti aktivitas fisik berat, stres emosi auu penyakit
medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau
malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam bebetapa jam
setelah bangun tidur.5
Nyeri Dada
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara
cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang
terlambat atau yang salah. dalam jangka panjang dapat menyebabkan
konsekuensi yang berat . Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala
kardinai pasien IMA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada
angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada Iainnya. karena
gejala ini mempakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat
nyeri dada angina sebagai berikut:
- Lokasi: substemal. retrostemal, dan prekordial.
- Sifat nyeri: rasa sakit. seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat. seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
- Penjalaran: biasanya ke Iengan kiri, dapat juga ke leher rahang
bawah, gigi, punggung/Interskapula, perut, dan dapat juga ke Iengan
kanan.
- Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
- Faktor pencetus: latihan iisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah
makan.
- Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bemapas, ketingat
dingin, cemas dan lemas.5
 Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah).
Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri
dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya
STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai

42
manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikandia dan/ atau hipotensi)
dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas
parasimpatis (bradikardia dan/ atau hipotensi). Tanda fisis lain pada
disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi
jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat
sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction
rub. Peningkatan suhu sampai 38°C dapat dijumpai dalam minggu
pertama pasca STEMI.5

 Pemeriksaan Penunjang
- Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua
pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI.
Pemeriksaan ini harus dilakulan segera dalam 10 menit sejak
kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD mempakan Iandasan
dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan
gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifIkasi pasien yang
bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG
awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik
dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-
10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus
dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen
ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus
diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel
kanan.5
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen
ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang
akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q, sebagian kecil
menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi
trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan
banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST.
Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tak stabil atau

43
non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang
tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q Sebelumnya
istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan
gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non
transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara
segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada
korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark
(mural/transmural) sehingga terminologi IMA gelombang Q dan non
Q menggantikan IMA mural, nontransmural. Pada gambar S dapat
dilihat EKG yang menyebabkan STEMI anterior ekstensif.5

Gambar 18, EKG menunjukkan STEMI anterior ekstensif.5

 Laboratorlum
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam
tatalaksana. pasien STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi
terapi repefusi.5

 Petanda (Biomarker) Kerusakan Jantung


Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan
cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial.
cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang
disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti

44
peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA,
terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada
pemeriksaan biomarker.5
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal
menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).5
- CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4
hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat
meningkatkan CKMB.
- cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn l. Enzim ini meningkat setelah
2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24
jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan
cTn I setelah 5-10 hari.5

Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:


- Mioglobinz-dapat dideteksi satujam setelah infark dan mencapai
puncak dalam 4-8 jam.
- Creatinin kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal
dalam 3-4 hari.
- Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada
infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal
dalam 8-14 hari.5
Garis horizontal menunjukkan upper reference limit (URL)
biomarker jantung pada laboratorium kimia klinis. URL adalah nilai yang
mempresentasikan 99th percentile kelompok kontrol tanpa STEMI.
Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis
polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset
nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-
15.000/ul.5

45
4. Penatalaksanaan
Berdasarkan stratifikasi risiko, dapat ditentukan kebutuhan untuk
dilakukan strategi invasif dan waktu pelaksanaan revaskularisasi. Strategi
invasif melibatkan dilakukannya angiografi, dan ditujukan pada pasien
dengan tingkat risiko tinggi hingga sangat tinggi. Waktu pelaksanaan
angiografi ditentukan berdasarkan beberapa parameter dan dibagi menjadi 4
kategori, yaitu:6
a. Strategi invasif segera (140 atau dengan salah satu kriteria risiko tinggi
(high risk) primer.
b. Strategi invasif awal (early) dalam 24 jam. Dilakukan bila pasien
memiliki skor GRACE >140 atau dengan salah satu kriteria risiko tinggi
(high risk) primer.
c. Strategi invasif awal (early) dalam 72 jam. Dilakukan bila pasien
memenuhi salah satu kriteria risiko tinggi (high risk) atau dengan gejala
berulang.
d. Strategi konservatif (tidak dilakukan angiografi) atau angiografi elektif.
Dalam strategi konservatif, evaluasi invasif awal tidak dilakukan secara
rutin.
e. Strategi ini dilakukan pada pasien yang tidak memenuhi kriteria risiko
tinggi dan dianggap memiliki risiko rendah, yaitu memenuhi kriteria
berikut ini:
- Nyeri dada tidak berulang
- Tidak ada tanda-tanda kegagalan jantung
- Tidak ada kelainan pada EKG awal atau kedua (dilakukan pada jam
ke-6 hingga 9)
- Tidak ada peningkatan nilai troponin (saat tiba atau antara jam ke-6
hingga 9)
- Tidak ada iskemia yang dapat ditimbulkan (inducible ischemia).6

Penentuan risiko rendah berdasarkan risk score seperti GRACE dan TIMI
juga dapat berguna dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan
strategi konservatif. Penatalaksanaan selanjutnya untuk pasien-pasien ini
berdasarkan evaluasi PJK. Sebelum dipulangkan, dapat dilakukan stress test

46
untuk menentukan adanya iskemi yang dapat ditimbulkan (inducible) untuk
perencanaan pengobatan dan sebelum dilakukan angiografi elektif. Risk
Score >3 menurut TIMI menunjukkan pasien memerlukan revaskularisasi.
Timing revaskularisasi dapat ditentukan berdasarkan penjelasan di atas.6

Obat-obatan yang diperlukan adalah:


o Oksigen
Suolemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat
diberikan oksigen selama 6 jam pertama.6
o Nitrogliserin ( NGT )
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4
mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.6
o Mengurangi / menghilangkan nyeri dada
Mengurangi / menghilangkan nyeri dada sangat penting karena nyeri
dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokontriksi
dan meningkatkan beban jantung.6
o Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin dengan dosis
2 – 4 mg dan dapat diulang dengan interval 5 – 15 menit sampai dosis
total 20 mg.6
o Aspirin
Aspirin bukkal dengan dosis 160 – 325 mg di ruang emergensi,
selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75 – 162 mg.6
o Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat
beta IV. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2
– 5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60
menit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik
dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. 15 menit setelah dosis
IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap
6 jam setelah 48 jam, dan dilanjutkan 100mg tiap 12 jam.6

47
A. Farmakologi
1) Nitrogliserin
 Mekanisme kerja obat
Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan
arteriol perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload
sehingga dapat mengurangi wall stess dan kebutuhan oksigen
(oxygen demand ). Nitrat ini juga menambah oksigen suplai dengan
vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah
kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin diberikan secara
sublingual atau melalui infus intravena.6
 Indikasi
Nitrat digunakan untuk pengobatan berbagai jenis angina
pectoris. Walaupun data yang ada tidak menunjukkan bahwa nitrat
menurunkan mortilitas atau kejadian infark jantung baru, obat ini
digunakan secara luas untuk angina tidak stabil. Untuk angina tidak
stabil, nitrat diberikan secara infus IV. Kekurangan cara IV ini
adalah toleransi yang cepat terjadi ( 24 – 48 jam setelah
pemberian), Untuk dosis dapat di tinggikan dan bila pasien bebas
angina selama 24 jam, maka pemberian obat IV diganti dengan
cara oral dengan interval bebas nitrat 6 – 8 jam.6
 Kontraindikasi
Penggunaan nitrat adalah hipotensi dan penggunaan sildenafil
atau inhibitor phosphodiesterase tipe 5 dalam 24 jam sampai 48
jam sebelumnya. Nitrat topikal kerja panjang dapat digunakan jika
pasien sudah bebas nyeri selama 12 sampai 24 jam. Penggunaan
dosis nitrat tergantung sediaan yang ada, diupayakan tercapai
kondisi bebas nitrat 8 sampai 10 jam sehingga dapat dicegah
terjadinya toleransi. Terapi nitat yang berkepanjangan dapat
diturunkan bertahap dalam terapi jangka panjang keculi telah
berkembang menjadi angina stabil kronik.6

48
 Efek samping
Pada awal terapi sering ditemukan sakit kepala, flushing
karena dilatasi arteri serebral. Sakit kepala biasanya berkurang
setelah beberapa kali pemakaian atau pengurangan dosis obat.
Dapat terjadi hipotensi postural, oleh karena itu pasien diminta
duduk sebelum mendapat nitrat dengan mula kerja cepat. Bila
hipotensi berat terjadi bersama refleks takikardi, hal ini dapat
memperburuk angina.6

2) Morfin
 Mekanisme kerja
Kontraksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis
sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung
dan tekanan arteri.6
 Indikasi
a) Terhadap nyeri
Morfin untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang
tidak dapat diobati dengan analgesik non – opioid. Morfin sering
diperlukan untuk nyeri yang menyertai :
- Infark miokard.
- Neoplasma.
- Kolik renal atau kolik empedu.
- Oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner.
- Perikarditis akut, pleuritis dan pneumotoraks spontan.
- Nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri
pascabedah.6
b) Terhadap batuk
Penghambatan refleks batuk dapat dipertanggungjawabkan pada
batuk yang tidak produktif dan hanya iritatif. Batuk demikian
mengganggu tidur dan menyebabkan pasien tidak dapat beristirahat
dan mungkin sekali disertai nyeri.6

49
c) Edema paru akut
Morfin intravena dapat dengan jelas mengurangi /
menghilangkan sesak napas akibat edema pulmonal yang menyertai
gagal jantung kiri. Mekanismenya tidak jelas, mungkin dengan
mengurangi presepsi pendeknya napas dan mengurangi kecemasan
pasien, serta mengurangi beban hulu dan beban hilir jantung.6
d) Efek antidiare
Morfin berguna untuk menghentikan diare berdasarkan efek
langsung terhadap otot polos usus. Pada pengobatan diare yang
disebabkan oleh intoksikasi makanan atau intoksikasi akut obat,
pemberian morfin harus didahului oleh pemberian garam katartik
untuk megeluarkan penyebab.6
 Kontraindikasi
Pasien akan tidur, sopor atau koma jika intoksikasi cukup berat.
Frekuensi napas lambat, 2 – 4 kali / menit, dan pernapasan
mungkin berupa Cheyne Stokes. Pasien sianotik, kulit muka merah
tidak merata dan agak kebiruan. Tekanan darah yang mula – mula
baik akan menurun sampai terjadi syok bila napas memburuk, dan
ini dapat diperbaiki dengan memberikan oksigen.6
 Efek samping
Dapat menyebabkan mual dan muntah terutama pada wanita wanita
berdasarkan idiosinkrasi. Bentuk idiosinkrasi lain ialah timbulnya
eksitasi dengan tremor, dan jarang – jarang delirium. Reaksi alergi
dapat timbul seperti urtikaria, eksantem, dermatitis kontak, pruritus
dan bersin.6
3) Aspirin
 Mekanisme kerja
Menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) di dalam trombosit
dan prostasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat
secara ireversibel enzim siklooksigenase (akan tetapi
siklooksigenase dapat dibentuk kembali oleh sel endotel).

50
Penghambatan enzim siklooksigenase terjadi karena aspirin
mengasetilasi enzim tersebut.6
 Indikasi
Pada infark miokard akut nampaknya aspirin bermanfaat untuk
mencegah kambuhnya miokard infark yang fatal dan non fatal.
Pada pasien TIA penggunaan aspirin jangka panjang juga
bermanfaat untuk mengurangi kekambuhan TIA, stroke karena
penyumbatan dan kematian akibat gangguan pembuluh darah.6
 Kontraindikasi
a) Kontraindikasi absolut
- Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV).
- Terdapat neoplasma intrakranial ganas (primer atau
metastasis).
- Dicurigai diseksi aorta.
- Stroke iskemik dalam 3 bulan kecuali stroke iskemik akut
dalam 3 jam.6
b) Kontraindikasi relatif
- Perdarahan internal baru (dalam 2-4 minggu)
- Pungsi vaskular yang tak terkompresi.
- Hipertensi berat tak terkendali saat masuk (TDS > 180
mgHG atau TDD > 110 mmHG)
- Ulkus peptikum aktif.6
 Efek samping
Rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan saluran cerna
biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari tidak lebih dari 325
mg.6
4) Penyekat beta
 Mekanisme obat
Jika mortin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat beta IV selain nitrat mungkin efektif.6
 Indikasi

51
Memperbaiki keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark dan
menurunkan resiko kejadian aritmia ventrikel yang serius.6
 Kontraindikasi
Pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik vebtrikel kiri
sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik.6

Gambar 19, algoritma tatalaksana ACS.6

52
5) Komplikasi
A. Gangguan hemodinamik
 Gagal Jantung
Dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali terjadi
disfungsi miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera dengan
IKP atau trombolisis, perbaikan fungsi ventrikel dapat segera terjadi,
namun apabila terjadi jejas transmural dan/atau obstruksi
mikrovaskular, terutama pada dinding anterior, dapat terjadi
komplikasi akut berupa kegagalan pompa dengan remodeling
patologis disertai tanda dan gejala klinis kegagalan jantung, yang
dapat berakhir dengan gagal jantung kronik. Gagal jantung juga dapat
terjadi sebagai konsekuensi dari aritmia yang berkelanjutan atau
sebagai komplikasi mekanis.5
Diagnosis gagal jantung secara klinis pada fase akut dan subakut
STEMI didasari oleh gejala-gejala khas seperti dispnea, tanda seperti
sinus takikardi, suara jantung ketiga atau ronkhi pulmonal, dan bukti-
bukti objektif disfungsi kardiak seperti dilatasi ventrikel kiri dan
berkurangnya fraksi ejeksi. Peningkatan marka jantung seperti BNP
dan N-terminal pro-BNP menandakan peningkatan stress dinding
miokardium dan telah terbukti berperan dalam menentukan diagnosis,
staging, perlunya rawat jalan atau pemulangan pasien dan mengenali
pasien yang berisiko mengalami kejadian klinis yang tidak
diharapkan. Selain itu, nilai marka jantung tersebut dipengaruhi
beberapa keadaan seperti hipertrofi ventrikel kiri, takikardia, iskemia,
disfungsi ginjal, usia lanjut, obesitas dan pengobatan yang sedang
dijalani. Sejauh ini belum ada nilai rujukan definitif pada pasien-
pasien dengan tanda dan gejala gagal jantung setelah infark akut, dan
nilai yang didapatkan perlu diinterpretasikan berdasarkan keadaan
klinis pasien.5
Disfungsi ventrikel kiri merupakan satu-satunya prediktor terkuat
untuk mortalitas setelah terjadinya STEMI. Mekanisme terjadinya
disfungsi ventrikel kiri dalam fase akut mencakup hilangnya dan

53
remodeling miokardium akibat infark, disfungsi iskemik (stunning),
aritmia atrial dan ventrikular serta disfungsi katup (baik yang sudah
ada atau baru). Komorbiditas seperti infeksi, penyakit paru, gangguan
ginjal, diabetes atau anemia seringkali menambah gejala yang terlihat
secara klinis. Derajat kegagalan jantung setelah infark dapat dibagi
menurut klasifikasi Killip yang dapat dilihat di bagian Stratifikasi
Risiko dalam bab NSTEMI.5
Penilaian hemodinamik dilakukan berdasarkan pemeriksaan fisik
lengkap, pemantauan EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan
pengukuran urine output setiap jam. Pasien yang dicurigai menderita
gagal jantung perlu dievaluasi segera menggunakan ekokardiografi
transtorakal atau Doppler. Ekokardiografi merupakan alat diagnosis
utama dan perlu dilakukan untuk menilai fungsi dan volume ventrikel
kiri, fungsi katup, derajat kerusakan miokardium, dan
untukmendeteksi adanya komplikasi mekanis. Evaluasi Doppler dapat
memberikan gambaran aliran, gradien, fungsi diastolik dan tekanan
pengisian. Pemeriksaan Roentgen dada dapat menilai derajat kongesti
paru dan mendeteksi keadaan penting lain seperti infeksi paru,
penyakit paru kronis dan efusi pleura.5
Pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan dengan cara-cara
konvensional yang terdeteksi sedang mengalami iskemia, elevasi
segmen ST atau LBBB baru, perlu dipertimbangkan revaskularisasi
lanjut. Pasien dengan jejas miokardium luas dalam fase akut dapat
menunjukkan tanda dan gejala gagal jantung kronik. Diagnosis ini
memerlukan penatalaksanaan sesuai panduan gagal jantung kronik.
Beberapa pasien dengan gagal jantung kronik simtomatis di mana
fraksi ejeksi berkurang atau terdapat dis-sinkroni elektrik yang
ditunjukkan dengan pemanjangan QRS memenuhi kriteria implantasi
defibrilator kardioverter, cardiac resynchronization therapy (CRT),
atau defibrilator terapi resinkronisasi jantung.5

54
 Hipotensi
Hipotensi ditandai oleh tekanan darah sistolik yang menetap di
bawah 90 mmHg. Keadaan ini dapat terjadi akibat gagal jantung,
namun dapat juga disebabkan oleh hipovolemia, gangguan irama atau
komplikasi mekanis. Bila berlanjut, hipotensi dapat menyebabkan
gangguan ginjal, acute tubular necrosis dan berkurangnya urine
output.5
 Kongesti paru
Kongesti paru ditandai dispnea dengan ronki basah paru di segmen
basal, berkurangnya saturasi oksigen arterial, kongesti paru pada
Roentgen dada dan perbaikan klinis terhadap diuretik dan/atau terapi
vasodilator.5
 Keadaan output rendah
Keadaan output rendah menggabungkan tanda perfusi perifer yang
burukdengan hipotensi, gangguan ginjal dan berkurangnya produksi
urin. Ekokardiografi dapat menunjukkan fungsi ventrikel kiri yang
buruk, komplikasi mekanis atau infark ventrikel kanan.5
 Syok kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi dalam 6-10% kasus STEMI dan
merupakan penyebab kematian utama, dengan laju mortalitas di
rumah sakit mendekati 50%. Meskipun syok seringkali terjadi di fase
awal setelah awitan infark miokard akut, ia biasanya tidak didiagnosis
saat pasien pertama tiba di rumah sakit. Penelitian registry SHOCK
(SHould we emergently revascularize Occluded coronaries for
Cardiogenic shoCK) menunjukkan bahwa 50% syok kardiogenik
terjadi dalam 6 jam dan 75% syok terjadi dalam 24 jam. Tanda dan
gejala klinis syok kardiogenik yang dapat ditemukan beragam dan
menentukan berat tidaknya syok serta berkaitan dengan luaran jangka
pendek. Pasien biasanya datang dengan hipotensi, bukti output kardiak
yang rendah (takikardia saat istirahat, perubahan status mental,
oliguria, ekstremitas dingin) dan kongesti paru.5

55
Kriteria hemodinamik syok kardiogenik adalah indeks jantung
<2,2, L/menit/ m2 dan peningkatan wedge pressure >18 mmHg.
Selain itu, diuresis biasanya <20 mL/jam. Pasien juga dianggap
menderita syok apabila agen inotropik intravena dan/atau IABP
dibutuhkan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik >90 mmHg.
Syok kardiogenik biasanya dikaitkan dengan kerusakan ventrikel kiri
luas, namun juga dapat terjadi pada infark ventrikel kanan. Baik
mortalitas jangka pendek maupun jangka panjang tampaknya
berkaitan dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri awal dan beratnya
regurgitasi mitral.
Adanya disfungsi ventrikel kanan pada ekokardiografi awal juga
merupakan prediktor penting prognosis yang buruk, terutama dalam
kasus disfungsi gabungan ventrikel kiri dan kanan. Indeks volume
sekuncup awal serta follow-up stroke work index merupakan prediktor
hemodinamik paling kuat untuk mortalitas 30 hari pada pasien dengan
syok kardiogenik dan lebih berguna daripada variabel hemodinamik
lainnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penilaian dan
tatalaksana syok kardiogenik tidak mementingkan pengukuran invasif
tekanan pengisian ventrikel kiri dan curah jantung melalui kateter
pulmonar namun fraksi ejeksi ventrikel kiri dan komplikasi mekanis
yang terkait perlu dinilai segera dengan ekokardiografi Doppler 2
dimensi.5
 Aritmia dan gangguan konduksi dalam fase akut
Aritmia dan gangguan konduksi sering ditemukan dalam beberapa
jam pertama setelah infark miokard. Monitor jantung yang dipasang
dalam 11 ±5 hari sejak infark miokard akut melaporkan insidensi
fibrilasi atrium awitan baru sebesar 28%, VT yang tidak berlanjut
sebesar 13%, blok AV derajat tinggi sebesar 10% (≤30 detak per
menit selama ≥8 detik), sinus bradikardi sebesar 7% (≤30 detak per
menit selama ≥8 detik), henti sinus sebesar 5% (≥5 detik), VT
berkelanjutan sebesar 3% dan VF sebesar 3%.5

56
Kepentingan prognostik jangka panjang VF yang terjadi awal (<48
jam) atau VT yang berkelanjutan pada pasien dengan infark miokard
akut masih kontroversial. Pada pasien dengan infark miokard akut,
VF/VT yang terjadi awal merupakan indikator peningkatan risiko
mortalitas 30 hari (22% vs 5%) dibandingkan dengan pasien tanpa
VF/VT. ACE-I atau ARB mengurangi mortalitas 30 hari pasien-pasien
ini. Studi-studi lain menyatakan bahwa pemberian penykat beta dalam
24 jam pertama setelah infark miokard akut pada pasien dengan
VF/VT yang berlanjut dikaitkan dengan berkurangnya mortalitas
tanpa diikuti perburukan gagal jantung.5
Aritmia yang terjadi setelah reperfusi awal dapat berupa
manifestasi dari kondisi berat yang mendasarinya, seperti iskemia
miokard, kegagalan pompa, perubahan tonus otonom, hipoksia, dan
gangguan elektrolit (seperti hipokalemia) dan gangguan asam-basa.
Keadaan-keadaan tersebut memerlukan perhatian dan penanganan
segera. Blok AV derajat tinggi dulunya merupakan prediktor yang
lebih kuat untuk kematian akibat jantung dibandingkan dengan
takiaritmia pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri <40%
setelah infark miokard.5
 Aritmia supraventrikular
Fibrilasi atrium merupakan komplikasi dari 6-28% infark miokard
dan sering dikaitkan dengan kerusakan ventrikel kiri yang berat dan
gagal jantung. Fibrilasi atrium dapat terjadi selama beberapa menit
hingga jam dan seringkali berulang. Seringkali aritmia dapat
ditoleransi dengan baik dan tidak memerlukan pengobatan selain
antikoagulasi. Dalam beberapa kasus laju ventrikel menjadi cepat dan
dapat menyebabkan gagal jantung sehingga perlu ditangani dengan
segera. Kendali laju yang cukup diperlukan untuk mengurangi
kebutuhan oksigen miokardium, dan dapat dicapai dengan pemberian
penyekat beta atau mungkin antagonis kalsium, baik secara oral
maupun intravena.5

57
Beberapa (namun tidak semua) penelitian menyatakan bahwa
terjadinya fibrilasi atrium dalam keadaan infark miokard akut
merupakan prediktor independen untuk all-cause mortality, dan tidak
tergantung dari pengobatan yang diberikan. Fibrilasi atrium tidak
hanya meningkatkan risiko stroke iskemik selama perawatan namun
juga selama follow-up, bahkan pada AF paroksismal yang telah
kembali menjadi irama sinus saat pasien dipulangkan. Pasien dengan
AF dan faktor risiko untuk tromboembolisme perlu menjalani terapi
antikoagulasi oral secara benar. Karena AF biasanya memerlukan
antikoagulasi, pemilihan stent DES saat re-stenosis perlu
dipertimbangkan secara hati-hati terhadap risiko perdarahan serius
yang dikaitkan dengan kombinasi tiga terapi antitrombotik yang
berkepanjangan.5
Takikardia supraventrikular jenis lain amat jarang terjadi, self-
limited dan biasanya membaik dengan manuver vagal. Adenosin
intravena dapat dipertimbangkan untuk keadaan ini bila kemungkinan
atrial flutter telah disingkirkan dan status hemodinamik stabil. Selama
pemberian, EKG pasien perlu terus diawasi. Bila tidak
diindikasikontrakan, penyekat beta juga dapatberguna. Bila aritmia
tidak dapat ditolerir dengan baik, kardioversi elektrik dapat diberikan.5
 Aritmia ventrikular
Ventricular premature beats hampir selalu terjadi dalam hari
pertama fase akut dan aritmia kompleks seperti kompleks multiform,
short runs atau fenomena R-on-T umum ditemukan. Mereka dianggap
tidak dapat dijadikan prediktor untuk terjadinya VF dan tidak
memerlukan terapi spesifik.5
Takikardi ventrikel perlu dibedakan dengan irama idioventrikular
yang terakselerasi. Irama tersebut terjadi akibat reperfusi, di mana laju
ventrikel <120 detak per menit dan biasanya tidak berbahaya. VT
yang tidak berlanjut (<30 detik) bukan prediktor yang baik untuk VF
awal dan dapat ditoleransi dengan baik, biasanya tidak memerlukan
pengobatan. Kejadian yang lebih lama dapat menyebabkan hipotensi

58
dan gagal jantung dan dapat memburuk menjadi VF. Tidak ada bukti
bahwa pengobatan VT yang tidak berlanjut dan tanpa gejala dapat
memperpanjang hidup, sehingga pengobatan untuk keadaan ini tidak
diindikasikan, kecuali bila terjadi ketidakstabilan hemodinamik. VT
yang berlanjut atau disertai keadaan hemodinamik yang tidak stabil
memerlukan terapi supresif.5
Fibrilasi ventrikel memerlukan defibrilasi segera. Meskipun
ditunjukan bahwa lidokain dapat mengurangi insidensi VF pada fase
akut infark miokard, obat ini meningkatkan risiko asistol. VF yang
berlanjut atau VF yang terjadi melewati fase akut awal (di mana
takiaritmia tersebut terjadi bukan karena penyebab yang reversibel
seperti gangguan elektrolit atau iskemi transien/reinfark) dapat
berulang dan dikaitkan dengan risiko kematian yang tinggi. Meskipun
kemungkinan iskemia miokard perlu selalu disingkirkan dalam kasus
aritmia ventrikel, perlu ditekankan bahwa revaskularisasi tidak dapat
mencegah henti jantung berulang pada pasien dengan fungsi ventrikel
kiri abnormal yang berat atau dengan VT monomorf yang berlanjut,
bahkan bila aritmia yang terjadi awalnya merupakan akibat dari
iskemia transien.5
 Sinus bradikardi dan blok jantung
Sinus bradikardi sering terjadi dalam beberapa jam awal STEMI,
terutama pada infark inferior. Dalam beberapa kasus, hal ini
disebabkan oleh karena opioid. Sinus bradikardi seringkali tidak
memerlukan pengobatan. Bila disertai dengan hipotensi berat, sinus
bradikardi perlu diterapi dengan atropin. Bila gagal dengan atropin,
dapat dipertimbangkan penggunaan pacing sementara.5
Blok jantung derajat satu tidak memerlukan pengobatan. Untuk
derajat dua tipe I (Mobitz I atau Wenckebach), blokade yang terjadi
biasanya dikaitkan dengan infark inferior dan jarang menyebabkan
efek hemodinamik yang buruk. Apabila terjadi perubahan
hemodinamik, berikan atropin dahulu, baru pertimbangkan pacing.
Hindari penggunaan agen-agen yang memperlambat konduksi AV

59
seperti penyekat beta, digitalis, verapamil atau amiodaron. Blok AV
derajat dua tipe II (Mobitz II) dan blok total dapat merupakan indikasi
pemasangan elektroda pacing, apalagi bila bradikardi disertai
hipotensi atau gagal jantung. Bila gangguan hemodinamik yang terjadi
berat, hati-hati dalam pemberian pacing AV sekuensial. Pada pasien
yang belum mendapatkan terapi reperfusi, revaskularisasi segera perlu
dipertimbangkan.5
Blok AV terkait infark dinding inferior biasanya terjadi di atas
bundle of HIS, dan menghasilkan bradikardia transien dengan escape
rhythm QRS sempit dengan laju lebih dari 40 detak per menit, dan
memiliki mortalitas yang rendah. Blok ini biasanya berhenti sendiri
tanpa pengobatan. Blok AV terkait infark dinding anterior biasanya
terletak di bawah HIS (di bawah nodus AV) dan menghasilkan QRS
lebar dengan low escape rhythm, serta laju mortalitas yang tinggi
(hingga 80%) akibat nekrosis miokardial luas. Terjadinya bundle
branch block baru atau blok sebagian biasanya menunjukkan infark
anterior luas, dan kemudian dapat terjadi blok AV komplit atau
kegagalan pompa.5 Asistol dapat terjadi setelah blok AV, blok bifasik
atau trifasik atau countershock elektrik. Bila elektroda pacing
terpasang, perlu dicoba dilakukan pacing. Apabila tidak, lakukan
kompresi dada dan napas buatan, serta lakukan pacing transtorakal.5
Elektroda pacing transvena perlu dimasukkan bila terdapat blok
AV lanjut dengan low escape rhythm seperti yang telah dijelaskan di
atas, dan dipertimbangkan apabila terjadi blok bifasik atau trifasik.
Rute subklavia sebaiknya dihindari setelah fibrinolisis atau bila
terdapat antikoagulasi, dan dipilih rute alternatif. Pacing permanen
diindikasikan pada pasien dengan blok AV derajat tiga persisten, atau
derajat dua persisten terkait bundle branch block, dan pada Mobitz II
transien atau blok jantung total terkait bundle branch block awitan
baru.5

60
B. Komplikasi kardiak
Usia lanjut, gejala Killip II-IV, penyakit 3 pembuluh, infark dinding
anterior, iskemia berkepanjangan atau berkurangnya aliran TIMI
merupakan faktor risiko terjadi komplikasi kardiak. Beberapa komplikasi
mekanis dapat terjadi secara akut dalam beberapa hari setelah STEMI,
meskipun insidensinya belakangan berkurang dengan meningkatnya
pemberian terapi reperfusi yang segera dan efektif. Semua komplikasi ini
mengancam nyawa dan memerlukan deteksi dan penanganan secepat
mungkin. Pemeriksaan klinis berulang (minimal dua kali sehari) dapat
menangkap murmur jantung baru, yang menunjukkan regurgitasi mitral
atau defek septum ventrikel, yang kemudian perlu dikonfirmasi dengan
ekokardiografi segera. CABG secara umum perlu dilakukan apabila pantas
saat operasi pada pasien yang memerlukan operasi darurat untuk
komplikasi mekanis yang berat.5
o Regurgitasi katup mitral
Regurgitasi katup mitral dapat terjadi selama fase subakut akibat
dilatasi ventrikel kiri, gangguan m. Papilaris, atau pecahnya ujung m.
Papilaris atau chordae tendinae. Keadaan ini biasanya ditandai dengan
perburukan hemodinamis dengan dispnea akut, kongesti paru dan
murmur sistolik baru, yang biasanya tidak terlalu diperhatikan dalam
konteks ini. Diagnosis ini dicurigai dengan pemeriksaan klinis dan
perlu segera dikonfirmasi dengan ekokardiografi darurat. Edema paru
dan syok kardiogenik dapat terjadi dengan cepat.5
o Ruptur jantung
Ruptur dinding bebas ventrikel kiri dapat terjadi pada fase
subakut setelah infark transmural, dan muncul sebagai nyeri tiba-tiba
dan kolaps kardiovaskular dengan disosiasi elektromekanis.
Hemoperikardium dan tamponade jantung kemudian akan terjadi
secara cepat dan bersifat fatal. Diagnosis dikonfirmasi dengan
ekokardiografi. Apabila tersumbat oleh formasi trombus, ruptur
dinding subakut yang terdeteksi dengan cepat dapat dilakukan
perikardiosentesis dan operasi segera.5

61
o Ruptur septum ventrikel
Ruptur septum ventrikel biasanya ditandai perburukan klinis
yang terjadi dengan cepat dengan gagal jantung akut dan mumur
sistolik yang kencang yang terjadi pada fase subakut. Diagnosis ini
dikonfirmasi dengan ekokardiografi, yang dapat membedakan
keadaan ini dengan regurgitasi mitral akut dan dapat menentukan
lokasi dan besarnya ruptur. Left-to-right shunt yang terjadi sebagai
akibat dari ruptur ini dapat menghasilkan tanda dan gejala gagal
jantung kanan akut awitan baru. Operasi segera dikaitkan dengan laju
mortalitas yang tinggi dan risiko ruptur ventrikel berulang, sementara
operasi yang ditunda memungkinkan perbaikan septum yang lebih
baik namun mengandung risiko terjadinya pelebaran ruptur,
tamponade dan kematian saat menunggu operasi. Mortalitas keadaan
ini tinggi untuk semua pasien dan lebih tinggi lagi pada pasien dengan
kelainan di inferobasal dibandingkan dengan di anteroapikal.5
o Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan dapat terjadi sendiri atau, lebih jarang lagi,
terkait dengan STEMI dinding inferior. Biasanya gejalanya muncul
sebagai triad hipotensi,lapangan paru yang bersih serta peningkatan
tekanan vena jugularis. Elevasi segmen ST ≥1 mV di V1 dan V4R
merupakan ciri infark ventrikel kanan dan perlu secara rutin dicari
pada pasien dengan STEMI inferior yang disertai dengan hipotensi.
Ekokardiografi Doppler biasanya menunjukkan dilatasi ventrikel
kanan, tekanan arteri pulmonal yang rendah, dilatasi vena hepatika
dan jejas dinding inferior dalam berbagai derajat. Meskipun terjadi
distensi vena jugularis, terapi tetap diberikan dengan tujuan
mempertahankan tekanan pengisian ventrikel kanan dan mencegah
atau mengobati hipotensi. Pemberian diuretik dan vasodilator perlu
dihindari karena dapat memperburuk hipotensi. Irama sinus dan
sinkronisitas atrioventrikular perlu dipertahankan dan AF atau blok
AV yang terjadi perlu segera ditangani.5

62
o Perikarditis
Insidensi perikarditis setelah STEMI semakin berkurang dengan
semakin majunya terapi reperfusi yang modern dan efektif. Gejala
perikarditis antara lain nyeri dada berulang, biasanya khas yaitu tajam
dan, bertentangan dengan iskemia rekuren, terkait dengan postur dan
pernapasan. Perikarditis dapat muncul sebagai re-elevasi segmen ST
dan biasanya ringan dan progresif, yang membedakannya dengan re-
elevasi segmen ST yang tiba-tiba seperti pada re-oklusi koroner akibat
trombosis stent, misalnya. Pericardial rub yang terus- menerus dapat
mengkonfirmasi diagnosis, namun sering tidak ditemukan, terutama
apabila terjadi efusi perikardial berat. Ekokardiografi dapat
mendeteksi dan menentukan besarnya efusi, bila ada, dan
menyingkirkan kecurigaan efusi hemoragik dengan tamponade. Nyeri
biasanya menghilang dengan pemberian aspirin dosis tinggi,
paracetamol atau kolkisin. Pemberian steroid dan NSAID jangka
panjang perlu dihindari karena dapat menyebabkan penipisan jaringan
parut dan pembentukan aneurisma atau ruptur. Perikardiosentesis
jarang diperlukan, namun perlu dilakukan apabila terdapat perburukan
hemodinamik dengan tanda-tanda tamponade. Bila terjadi efusi
perikardial, terapi antikoagulan yang sudah diberikan (misalnya
sebagai profilaksis tromboemboli vena) perlu dihentikan kecuali
apabila benar-benar diindikasikan pemberiannya.5
o Aneurisma ventrikel kiri
Pasien dengan infark transmural besar, terutama di dinding
anterolateral, dapat mengalami perluasan infark yang diikuti dengan
pembentukan aneurisma ventrikel kiri. Proses remodeling ini terjadi
akibat kombinasi gangguan sistolik dan diastolik dan, seringkali,
regurgitasi mitral. Ekokardiografi Doppler dapat menilai volume
ventrikel kiri, fraksi ejeksi, derajat dan luasnya abnormalitas gerakan
dinding, dan mendeteksi trombus yang memerlukan antikoagulasi.
ACE-I/ARB dan antagonis aldosteron telah terbukti memperlambat
proses remodeling dalam infark transmural dan meningkatkan

63
kemungkinan hidup, dan perlu diberikan segera sejak keadaan
hemodinamik stabil. Pasien seringkali akan menunjukkan tanda dan
gejala gagal jantung kronik dan perlu ditangani dengan sesuai.5
o Trombus ventrikel kiri
Frekuensi terjadinya trombus ventrikel kiri telah berkurang
terutama karena kemajuan dari terapi reperfusi, penggunaan obat-
obatan antitrombotik dalam STEMI, dan berkurangnya ukuran infark
miokardium akibat reperfusi miokardium yang segera dan efektif.
Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa hampir
seperempat infark miokard anterior memiliki trombus ventrikel kiri
yang dapat terdeteksi, keadaan ini dikaitkan dengan prognosis yang
buruk karena berhubungan dengan infark yang luas, terutama bagian
anterior dengan keterlibatan apikal, dan risiko embolisme sistemik.
Penelitian-penelitian yang relatif tua menunjukkan bahwa pemberian
antikoagulasi pada pasien-pasien dengan abnormalitas gerakan
dinding anterior besar mengurangi terjadinya trombus mural.5

64

Anda mungkin juga menyukai