Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

GERAKAN SHOLAT UNTUK MENURUNKAN TEKANAN


DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI
DI PSTW BUDI MULIA 2 CENGKARENG
Gelombang 2

Disusun Oleh:

NAMA MAHASISWA : ADISTINA VERA

NIM : 18. 14901. 016

RUANG PRAKTIK : WISMA MANGGA

TANGGAL PRAKTIK : 24 JUNI 2019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
TAHUN 2018-2019
Pre Planning Terapi Aktifitas Kelompok

A. Latar Belakang

Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses


penuaan yang ditandai dengan bertambahnya dan meningkatnya jumlah
maupun proporsi penduduk lanjut usia (lansia). Jumlah lansia di Indonesia
mencapai 19,3 juta (8,37% dari total keseluruhan penduduk Indonesia) pada
tahun 2009 menurut Komnas Lansia (2010). Hampir 1 miliar atau sekitar
seperempat dari seluruh jumlah populasi orang dewasa di dunia menderita
tekanan darah tinggi, jumlah ini ada kecenderungan terus menerus mengalami
peningkatan. Hasil riset kesehatan dasar Balitbangkes tahun 2013 didapatkan
hipertensi menunjukkan prevalensi secara nasional mencapai 25,8%.
Hipertensi ini merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan
tuberculosis, yakni sebesar 6,7 % dari populasi kematian pada semua umur di
Indonesia (Depkes, 2013).
Sesuai dengan program pemerintah yang menetapkan umur harapan hidup
yaitu 65 tahun diharapkan lansia dapat tetap mempertahankan kesehatannya
agar tetap produktif dalam kehidupannya. Secara individu, pada usia diatas 55
tahun terjadi proses penuaan secara alamiah. Hal ini tentu saja menimbulkan
masalah fisik, mental, sosial, ekonomi, terutama psikologis
Population aging merupakan peningkatan populasi penduduk pada lanjut
usia. Hampir seluruh negara berkembang mengalami fenomena global
meningkatnya penduduk lanjut usia. Fertilitas dan peningkatan angka harapan
hidup merupakan penyebab peningkatan jumlah penduduk lanjut usia (Badan
Pusat Statistik, 2015). Lansia adalah seseorang yang berumur 60 tahun atau
lebih (Azizah, 2011). Pada lansia umumnya mengalami beberapa
kemundurun, seperti kemunduran biologis, psikogis, sosial, dan spiritual.
Bertambahnya usia merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
peningkatan tekanan darah atau hipertensi, bertambahnya usia menyebabkan
penurunan fungsi dari organ tubuh, ditandai dengan menurunnya elastisitas
arteri dan terjadinya kekakuan pada pembuluh darah sehingga akan sangat
rentan sekali terjadi peningkatan tekanan darah pada lanjut usia. Hipertensi
merupakan salah faktor risiko primer terjadinya penyakit jantung dan stroke,
saat ini hipertensi merupakan faktor resiko ketiga terbesar yang menyebabkan
kematian secara dini. Hipertensi menyebabkan 62% penyakit kardiovaskular
dan 49% penyakit jantung. Penyakit ini telah membunuh 9,4 juta warga dunia
setiap tahunnya. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization)
memprediksi jumlah hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah
penduduk yang membesar. Pada tahun 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar
29% atau sekitar 1,6 miliar orang di seluruh dunia mengalami hipertensi
(Tedjasukmana, 2012).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi memiliki beberapa penatalaksanaan,
salah satunya adalah penatalaksaan non-farmakologik yaitu pengobatan yang
tidak menggunakan obat-obatan dengan bahan kimia, sama halnya dengan
pengobatan komplementer. Pengobatan komplemeter merupakan terapi
pengobatan alami, pengobatan alami lebih cenderung menangani penyebab
dari penyakit yang diderita serta berupaya agar tubuh dengan sendirinya dapat
menyembuhkan diri dari, sedangkan pengobatan kedokteran pada umumnya
lebih mengutamakan pada penanganan gejala dari penyakit.
Suatu upaya pengobatan yang termasuk dalam terapi nonfarmakologi yaitu
terapi komplementer (pelengkap) yang bisa mempercepat proses
penyembuhan. Terapi komplementer yang murah dan mudah serta dapat
menurunkan tekanan darah terutama pada lansia penderita hipertensi, antara
lain terapi Tertawa, Teknik Relaksasi Otot Progresif, Aromaterapi dan Terapi
Musik Klasik (Widyastuti, 2015). Jenis pengobatan komplementer yang lain
diantaranya adalah sholat, sholat dapat berfungsi sebagai exercise, karena
sholat mengandung aktivitas pikir, aktivitas lisan, dan aktivitas fisik, dalam
hal ini pikiran, lisan dan fisik betul-betul terkoordinasi menjadi satu bagian
sedemikian rupa sehingga dianggap sebagai suatu exercise yang menyeluruh,
meskipun tidak dalam arti menggunakan energi yang maksimal akan tetapi,
manfaatnya bisa saja akan terasa lebih optimal dibandingkan dengan exercise
lain. Oleh karena itu, sholat hendaknya betul-betul dilakukan dengan
kekhusyu’an segenap pikiran, ucapan-ucapan doa dengan lisan, dan perbuatan
yang dilakukan oleh anggota badan dalam gerakan-gerakan sholat (Sagiran,
2012). Gerakan-gerakan dalam sholat mampu bertindak sebagai terapi
kesehatan fisik dan teknik pergerakan di dalam sholat merupakan seni yang
berkesan untuk mencegah dan merawat berbagai macam penyakit. Kajian
ilmiah juga membuktikan bahwa terapi sholat memberi kesan yang lebih baik
dari terapi musik karena terdapatnya gelombang gamma yang lebih tinggi
selepas menunaikan sholat berbanding selepas mendengar musik, ini memberi
kesan yang baik untuk membantu mengurangi tekanan dan stress sehingga
dapat meningkatkan kualitas kerja.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal
29 Juni 2019 di PSTW Budi Mulya 2 Cengkareng, khususnya di Wisma
Mangga didapatkan data bahwa terdapat 70 lanjut usia seluruhnya perempuan.
Menurut pengelola panti dan catatan daftar status kesehatan WBS tahun 2019
terdapat 30 lansia yang mengalami Hipertensi, Dengan demikian kami
kelompok 2 Praktik Profesi Keperawatan Gerontik Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Tangerang akan melaksanakan kegiatan Terapi
Aktifitas Kelompok Terapi Komplementer Geralan Sholat Untuk Menurunkan
Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi. Diharapkan setelah
pelaksanaan kegiatan ini tekanan darah lansia dapat menjadi normal.
Terapi aktifitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada kelompok lansia yang memiliki masalah
keperawatan yang sama. Di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 2
Cengkareng merupakan salah satu tempat pengasuhan lansia yang
memerlukan perhatian khusus, Salah satunya yaitu wisma mangga dengan
kondisi lansia yang mayoritas mengalami sakit fisik.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan kegiatan “Terapi Aktifitas Kelompok terapi
komplementer gerakan shalat untuk menurunkan tekanan darah pada
lansia” diharapkan tekanan darah lansia dalam rentang normal.

2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti terapi aktifitas kelompok ini diharapkan lansia mampu:
a. Klien mampu melakukan terapi komplementer gerakan sholat dengan
mandiri
b. Klien mampu menyebutkan manfaat terapi komplementer gerakan
sholat
c. Klien mampu mengikuti terapi komplementer gerakan sholat

C. Manfaat
1. Dapat menurunkan tekanan darah
2. Dapat meningkatkan kesehatan fisik
3. Mencegah berbagai macam penyakit
4. Mengurangi tekanan dan stress

D. Sub Pokok Bahasan


1. Definisi Terapi Komplementer

2. Klasifikasi terapi komplementer

3. Peran perawat dalam penerapan terapi komplementer

4. Manfaat gerakan shalat

E. Sasaran
1. Lansia PSTW Budi Mulia 2 Cengkareng di Wisma Mangga
2. Lansia yang mampu melakukan aktifitas fisik partial dan mandiri sekitar
10 orang
3. Lansia yang kooperatif dan mampu diajak bekerja sama
4. Lansia yang tidak mengalami nyeri sendi

F. Metode
1. Metode
Ceramah
Tanya jawab
2. Media dan alat peraga
Karpet atau pengalas
G. Pengorganisasian
1. Waktu
a. Tanggal : 2 Juli 2019
b. Hari : Selasa
c. Pukul : 10.00 s/d 10.45 WIB
d. Tempat : Ruang Jeruk di PSTW Budi Mulia 2 Cengkareng
e. Topik : Terapi Komplementer Gerakan Sholat
2. Panitia Pelaksana
Melaksanakan kegiatan sosialisasi agar berjalan dengan baik, maka
panitia pelaksana yang akan melaksanakan harus terdiri dari Leader,
Fasilitator, Observer, Dokumentasi. Adapun pembagian tugas untuk
melaksanakan kegiatan penyuluhan kesehatan terdiri dari
a. Leader : Aditina Vera, S.Kep
Tugas :
1) Mengarahkan proses Sosialisasi dalam mencapai tujuan dengan
cara memberikan motivasi kepada anggota yang terlibat dalam
kegiatan mewarnai
2) Memfasilitasi setiap sikap anggota kelompok untuk
mengekpresikan perasaannya, mengajukan pendapat dan
memberikan umpan balik
3) Sebagai role model
4) Membuka dan menutup kegiatan
5) Bertangggung jawab mengkoordinir persiapan dan pelaksanaan
terapi aktifitas kelompok stimulasi sensori.

b. Moderator: Dea Mardiana, S.kep


Tugas : untuk mengatur jalannya acara

c. Fasilitator:
jamaludin Al-afgani, S.kep
Hanifah, S.kep
Tugas:
1) Memfasilitasi klien yang kurang aktif
2) Berperan sebagai role model bagi klien selama kegiatan.

d. Observer: Uun Munayah, S.Kep


Tugas :
1) Mengobservasi setiap respon klien
2) Mengamati dan mencatat semua proses yang terjadi dan semua
perubahan perilaku klien (jumlah peserta yang hadir, daftar
hadir, yang memberikan ide dan pendapat, topic dan diskusi,
respon verbal dan non verbal)
3) Memberikan umpan balik kepada kelompok
4) Mengobservasi respon anggota kelompok
5) Mengidentifikasi strategi yang akan digunakan leader
6) Mencatat modifikasi strategi untuk kegiatan kelompok
berikutnya

e. Dokumentasi: Kemas Fathur Rahman, S.kep


1) mendokumentasikan dari awal sampai akhir acara
H. Setting Tempat

Keterangan :

Observer

Fasilitator

Klien

Co. leader

Leader
I. Proses Pelaksanaan

No. Jam Uraian Kegiatan Metode Media Penanggung


Jawab

1. 10.00 Pendahuluan : Ceramah Lisan Moderator


-10.05 (Dea Mardiana,
a. Memberi salam
S.Kep)
b. Memperkenalkan diri dan
pembimbing
c. Menjelaskan tujuan
b. Kontrak waktu
2. 10.05- Pelaksanaan  Ceramah Lisan dan Adistina Vera,
10.40  Diskusi gerakan S.Kep
a. Menjelaskan cara dan
 Tanya
peraturan melakukan Jamaludin Al-
jawab
terapi afgani, S.Kep

b. Meminta lansia untuk Hanifah, S.kep


melihat cara melakukan
terapi yang diberikan
oleh leader

c. Meminta lansia untuk


mengikuti terapi yang
diberikan oleh leader

d. Sementara lansia
melakukan terapi,
fasilitator
memperhatikan lansia
dan memberikan
motivasi agar lansia
tetap mengikuti terapi
yang diberikan

e. Lalu setelah selesai


meminta lansia untuk
melakukan kembali
terapi yang telah
diberikan

f. Memberikan
reinforcement (tepuk
tangan)
3. 10.40- Penutup Ceramah Lisan Adistina Vera,
10.45 S.Kep
a. Menanyakan perasaan para
lansia setelah mengikuti TAK
b. Memberikan pujian atas
keberhasilan para lansia
c. Rencana tindak lanjut
d. Memberi salam

J. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Media dan alat memadai
b. Waktu dan tempat TAK sesuai dengan rencana kegiatan
c. Peran dan fungsi masing-masing sesuai dengan yang telah direncanakan
d. Rapat 2 kali
e. Konsultasi proposal 1 kali
2. Evaluasi Proses
a. Pelaksanaan sesuai dengan jadwal yang direncanakan
b. Peserta tidak meninggalkan tempat saat TAK berlangsung
c. Peserta kooperatif dan aktif berpartisipasi selama proses TAK
d. Jumlah peserta sasaran lebih dari 50%

3. Evaluasi kegiatan
a. 50% peserta mampu melakukan terapi yang diberikan
b. 50% peserta mampu menyebutkan manfaat terapi komplementer
gerakan shalat
Lampiran 1

MATERI TERAPI KOMPLEMENTER GERAKAN SHALAT

A. Definisi terapi komplementer


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terapi adalah usaha
untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit, pengobatan penyakit,
perawatan penyakit. Komplementer adalah bersifat melengkapi, bersifat
menyempurnakan. Pengobatan komplementer dilakukan dengan tujuan
melengkapi pengobatan medis konvensional dan bersifat rasional yang tidak
bertentangan dengan nilai dan hukum kesehatan di Indonesia. Standar praktek
pengobatan komplementer telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
Menurut WHO (World Health Organization), pengobatan komplementer
adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang
bersangkutan, sehingga untuk Indonesia jamu misalnya, bukan termasuk
pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional.
Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari
zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun – temurun pada suatu
negara.
Terapi komplementer adalah sebuah kelompok dari macam - macam
sistem pengobatan dan perawatan kesehatan, praktik dan produk yang secara
umum tidak menjadi bagian dari pengobatan konvensional (Widyatuti, 2012).
Pendapat lain menyebutkan terapi komplementer dan alternatif sebagai
sebuah domain luas dalam sumber daya pengobatan yang meliputi sistem
kesehatan, modalitas, praktik dan ditandai dengan teori dan keyakinan, dengan
cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang umum di masyarakat atau
budaya yang ada (Complementary and alternative medicine/CAM Research
Methodology Conference, 1997 dalam Snyder & Lindquis, 2002). Terapi
komplementer dan alternatif termasuk didalamnya seluruh praktik dan ide
yang didefinisikan oleh pengguna sebagai pencegahan atau pengobatan
penyakit atau promosi kesehatan dan kesejahteraan.
Definisi tersebut menunjukkan terapi komplemeter sebagai pengembangan
terapi tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan terapi modern yang
mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek biologis, psikologis, dan
spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada yang telah lulus uji
klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern. Kondisi ini sesuai
dengan prinsip keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk yang
holistik (bio, psiko, sosial, dan spiritual). Prinsip holistik pada keperawatan ini
perlu didukung kemampuan perawat dalam menguasai berbagai bentuk terapi
keperawatan termasuk terapi komplementer. Penerapan terapi komplementer
pada keperawatan perlu mengacu kembali pada teori-teori yang mendasari
praktik keperawatan. Misalnya teori Rogers yang memandang manusia
sebagai sistem terbuka, kompleks, mempunyai berbagai dimensi dan energi.
Teori ini dapat mengembangkan pengobatan tradisional yang
menggunakan energi misalnya tai chi, chikung, dan reiki. Teori keperawatan
yang ada dapat dijadikan dasar bagi perawat dalam mengembangkan terapi
komplementer misalnya teori transkultural yang dalam praktiknya mengaitkan
ilmu fisiologi, anatomi, patofisiologi, dan lain-lain. Hal ini didukung dalam
catatan keperawatan Florence Nightingale yang telah menekankan pentingnya
mengembangkan lingkungan untuk penyembuhan dan pentingnya terapi
seperti musik dalam proses penyembuhan. Selain itu, terapi komplementer
meningkatkan kesempatan perawat dalam menunjukkan caring pada klien
(Snyder & Lindquis, 2002).
Pengobatan dengan menggunakan terapi komplementer mempunyai
manfaat selain dapat meningkatkan kesehatan secara lebih menyeluruh juga
lebih murah. Terapi komplementer terutama akan dirasakan lebih murah bila
klien dengan penyakit kronis yang harus rutin mengeluarkan dana.
Pengalaman klien yang awalnya menggunakan terapi modern menunjukkan
bahwa biaya membeli obat berkurang 200-300 dolar dalam beberapa bulan
setelah menggunakan terapi komplementer (Nezabudkin, 2007). Minat
masyarakat Indonesia terhadap terapi komplementer ataupun yang masih
tradisional mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengunjung
praktik terapi komplementer dan tradisional di berbagai tempat. Selain itu,
sekolah-sekolah khusus ataupun kursuskursus terapi semakin banyak dibuka.
Ini dapat dibandingkan dengan Cina yang telah memasukkan terapi tradisional
Cina atau traditional Chinese Medicine (TCM) ke dalam perguruan tinggi di
negara tersebut (Snyder & Lindquis, 2008).
Kebutuhan perawat dalam meningkatnya kemampuan perawat untuk
praktik keperawatan juga semakin meningkat. Hal ini didasari dari
berkembangnya kesempatan praktik mandiri. Apabila perawat mempunyai
kemampuan yang dapat dipertanggungjawabkan akan meningkatkan hasil
yang lebih baik dalam pelayanan keperawatan.
B. Klasifikasi Terapi Komplementer
1. Mind-body therapy: intervensi dengan teknik untuk memfasilitasi
kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi berpikir
yang mempengaruhi fisik dan fungsi tubuh (imagery, yogo, terapi musik,
berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan hypnoterapy).
2. Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang
mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis (cundarismo,
homeopathy, nautraphaty).
3. Terapi biologis yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilya
misalnya herbal, dan makanan.
4. Terapi manipulatif dan sistem tubuh (didasari oleh manupulasi dan
pergerakan tubuh misalnya kiropraksi, macam-macam pijat, rolfiing,
terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi.
5. Terapi energi: terapi yang berfokus pada energi tubuh (biofields) atau
mendapatkan energi dari luat tubuh (terapetik sentuhan, pengobatan
sentuhan, reiki, external qi gong magnet) terapi ini kombinasi antar energi
dan bioelektromagnetik.

C. Peran Perawat Dalam Penerapan Terapi Komplementer


Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi
komplementer diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti,
pemberi pelayanan langsung, koordinator dan sebagai advokat. Sebagai
konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya, konsultasi, dan diskusi
apabila klien membutuhkan informasi ataupun sebelum mengambil keputusan.
Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi pendidik bagi perawat di
sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di Australia dengan lebih
dahulu mengembangkan kurikulum pendidikan (Crips & Taylor, 2011). Peran
perawat sebagai peneliti di antaranya dengan melakukan berbagai penelitian
yang dikembangkan dari hasilhasil evidence-based practice.
Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya
dalam praktik pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi
komplementer (Snyder & Lindquis, 2008). Perawat lebih banyak berinteraksi
dengan klien sehingga peran koordinator dalam terapi komplementer juga
sangat penting. Perawat dapat mendiskusikan terapi komplementer dengan
dokter yang merawat dan unit manajer terkait. Sedangkan sebagai advokat
perawat berperan untuk memenuhi permintaan kebutuhan perawatan
komplementer yang mungkin diberikan termasuk perawatan alternatif (Smith
et al.,2007).
Ketertarikan pada terapi medis alternatif dan komplementer meningkat
secara signifikan pada 20 tahun terakhir. Pendekatan kedokteran terintegrasi
konsisten dengan pendekatan holistik yang dipelajari perawat untuk
dipraktikkan. Perawat memiliki potensi untuk menjadi partisipan utama dalam
jenis filosofi pelayanan kesehatan ini. Banyak perawat sudah mempraktikkan
manfaat sentuhan. Pahami terapi medis alternatif atau komplementer untuk
membuat rekomendasi yang tepat kepada penyelenggaraan pelayanan primer
alopatik tentang terapi mana yang bermanfaat bagi klien. Selain itu, berikan
nasihat kepada klien tentang kapan waktu yang tepat untuk mencari terapi
konvensional atau terapi medis alternatif dan komplementer. Perawat bekerja
sangat dekat dengan klien mereka dan berada dalam posisi mengenali titik
pandang budaya spiritual klien. Perawat biasanya dapat menentukan terapi
medis alternatif atau komplementer mana yang lebih sesuai dengan
kepercayaan dan menawarkan rekomendasi yang sesuai (Potter, Perry, 2009).

D. Manfaat gerakan shalat


Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam satu hari kita diperintahkan untuk
melaksanakan shalat wajib 5 waktu yang totalnya berjumlah 17 rakaat. Setiap
satu rakaat salat terdiri dari beberapa gerakan dan ternyata, setiap gerakan
salat tersebut memiliki manfaat tersendiri untuk kesehatan tubuh.
1. Takbiratul Ihram.
a. Postur: berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar telinga, lalu
melipatnya di depan perut atau dada bagian bawah
b. Manfaat: Gerakan ini melancarkan aliran darah, getah bening (limfe)
dan kekuatan otot lengan. Posisi jantung di bawah otak memungkinkan
darah mengalir lancar ke s! eluruh tubuh. Saat mengangkat kedua
tangan, otot bahu meregang sehingga aliran darah kaya oksigen
menjadi lancar. Kemudian kedua tangan didekapkan di depan perut
atau dada bagian bawah. Sikap ini menghindarkan dari berbagai
gangguan persendian, khususnya pada tubuh bagian atas.
2. Rukuk.
a. Postur: Rukuk yang sempurna ditandai tulang belakang yang lurus
sehingga bila diletakkan segelas air di atas punggung tersebut tak akan
tumpah. Posisi kepala lurus dengan tulang belakang.
b. Manfaat: Postur ini menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang
belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat syaraf.
Posisi jantung sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada
tubuh bagian tengah. Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi
relaksasi bagi otot – otot bahu hingga ke bawah. Selain itu, rukuk
adalah latihan kemih untuk mencegah gangguan prostat.
3. I’tidal
a. Postur: Bangun dari rukuk, tubuh kembali tegak setelah, mengangkat
kedua tangan setinggi telinga.
b. Manfaat: Itidal adalah variasi postur setelah rukuk dan sebelum sujud.
Gerak berdiri bungkuk berdiri sujud merupakan latihan pencernaan
yang baik. Organ organ pencernaan di dalam perut mengalami
pemijatan dan pelonggaran secara bergantian. Efeknya, pencernaan
menjadi lebih lancar.
4. Sujud
a. Postur: Menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung
kaki, dan dahi pada lantai.
b. Manfaat: Aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak.
Posisi jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen
bisamengalir maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir
seseorang. Karena itu, lakukan sujud dengan tuma’ninah, jangan
tergesa – gesa agar darah mencukupi kapasitasnya di otak. Postur ini
juga menghindarkan gangguan wasir. Khusus bagi wanita, baik rukuk
maupun sujud memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan
kesehatan organ kewanitaan.
5. Duduk
a. Postur: Duduk ada dua macam, yaitu iftirosy (tahiyyat awal) dan
tawarruk (tahiyyat akhir). Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki.
b. Manfaat: Saat iftirosy, kita bertumpu pada pangkal paha yang
terhubung dengan syaraf nervus Ischiadius. Posisi ini menghindarkan
nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak
mampu berjalan. Duduk tawarruk sangat baik bagi pria sebab tumit
menekan aliran kandung kemih (urethra), kelenjar kelamin pria
( prostata ) dan saluran vas deferens. Jika dilakukan. dengan benar,
postur irfi mencegah impotensi. Variasi posisi telapak kaki pada
iftirosy dan tawarruk menyebabkan seluruh otot tungkai turut
meregang dan kemudian relaks kembali. Gerak dan tekanan harmonis
inilah yang menjaga. kelenturan dan kekuatan organ-organ gerak kita.
6. Salam
a. Gerakan: Memutar kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal.
b. Manfaat: Relaksasi otot sekitar leher dan kepala menyempurnakan
aliran darah di kepala. Gerakan ini mencegah sakit kepala dan menjaga
kekencangan kulit wajah. Beribadah secara, kontinyu bukan saja
menyuburkan iman, tetapi mempercantik diri wanita luar dan dalam.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Badan Pusat Statistik. (2015). Profil Statistik Kesehatan 2015. Jakarta: CV

Budiman Makmur. https://www.bps.go.id/index.php/publikasi/index.

Depkes, R. I. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian


Kesehatan. Jakarta: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).

Komisi Nasional Lanjut Usia. 2010. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009. Jakarta:
Komnas Nasional Lanjut Usia.

Nezabudkin, V. 2007. How to research alternatif treatment before using them.

Potter & perry. 2009. Fundamental keperawatan. Jakarta: salemba medika.

Sagiran. 2012. Mukjizat Gerakan Sholat. Penelitian Dokter Ahli Bedah dalam
Pencegahan & Penyembuhan Penyakit. Jakarta: Qultum Media

Snyder, M. & Lindquist, R. 2008. Complementary/alternative therapies in nursing.


4th ed. New York: Springer.

Smith, S.F., Duell, D.J., Martin, B.C. 2007. Clinical nursing skills: Basic to
advanced skills. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Tedjasukmana P. 2012. Tata Laksana Hipertensi. Departemen Kardiologi, RS


Premier Jatinegara dan RS Grha Kedoya, Jakarta, Indonesia.

Widyastuti, I. W. 2015. Pengaruh Terapi Murottal Surah Ar-Rahman Terhadap


Perubahan Tekanan Darah Pada Lanjut Usia (Lansia) Penderita Hipertensi
Di Posyandu Lansia Kenanga Wilayah Kerja UPK Puskesmas Siantan
Hulu Kecamatan Pontianak Utara. ProNers.

Anda mungkin juga menyukai