Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘Alamin, segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan karunia-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan

penyusunan Makalah ini dengan baik dan lancar. Pada kesempatan ini penulis

ingin menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan laporan ini, pihak – pihak yang terkait.

Tangerang Selatan, Agustus 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ............................................................................................... i


Kata Pengantar ............................................................................................... iii
Daftar Isi ........................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................. 4


1.2 Rumusan Masalah ............................................. 5
1.3 Tujuan Penulisan .............................................. 5

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Ijarah ............................................... 6


2.2 Landasan Syara’atau Dasar Hukum Ijarah ....... 9
2.3 Rukun Ijarah ..................................................... 10
2.4 Syarat – Syarat Ijarah ........................................ 11
2.5 Sifat Ijarah ........................................................ 12
2.6 Hukum Ijarah..................................................... 12
2.7 Macam - Macam Ijarah ..................................... 13
2.8 Perbedaan Diantara Yang Akad ....................... 14
2.9 Berakhirnya Akad Ijarah ................................... 14

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan ........................................................... 16


Daftar Pustaka ............................................................................................... 15

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebelum dijelaskan mengenai ijarah, terlebih dahulu akan dikemukakan


mengenai makna operasional ijarah itu sendiri. Idris Ahmad dalam bukunya yang
berjudul Fiqh Syafi’I, berpendapat bahwa ijarah berarti upah-mengupah, hal ini
terlihat ketika beliau menerangkan rukun dan syarat upah-mengupah, mu’jir dan
musta’jir, sedangkan Kamaluddin A. Marzuki sebagai penerjemah Fiqh Sunnah
karya Sayyid Sabiq menjelaskan makna ijarah dengan sewa-menyewa.

Dari dua buku tersebut ada perbedaan terjemahan kata ijarah dari bahasa
Arab ke dalam bahasa Indonesia, antara sewa dan upah juga ada perbedaan makna
operasional, sewa biasanya digunakan untuk benda, sedangkan upah digunkan
untuk tenaga. Namun dalam bahasa Arab ijarah adalah sewa dan upah. Sehingga
ketika kita melihat bagaimana aplikasi dari ijarah itu sendiri dilapangan, maka
kita bisa mendapati sebagai mana yang akan dibasas dalam makalah ini.
Yangmana diharapkan dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan masukan
ilmu pengetahuan kepad kaum muslimin mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
sewa-menyewa.

Ijarah merupakan menjual manfaat yang dilakukan oleh seseorang dengan


orang lain dengan menggunakan ketentuan syari’at islam. Kegiatan ijarah ini tidak
dapat dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari baik dilingkungan keluarga
maupun masyarakat sekitar kita. Oleh sebab itu kita harus mengetahui apa
pengertian dari ijarah yang sebenarnya, rukun dan syarat ijarah, dasar hukum
ijarah, manfaat ijarah dan lain sebagainya mengenai ijarah. Karena begitu
pentingnya masalah tersebut maka permasalahan ini akan dijelaskan dalam
pembahasan makalah ini.

3
1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas bisa memunculkan beberapa pertanyaan yang


penting untuk dibahas diantaranya ;

1. Apa yang dimaksud dengan Ijarah?


2. Apa saja yang menjadi Rukun dan syarat Ijarah?
3. Apa saja yang menjadi dasar hukum Ijarah?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian Ijarah.


2. Untuk mengetahui Rukun dan syarat-syarat Ijarah.
3. Untuk mengetahui dasar hukum Ijarah.
4. Dan lain hal mengenai Ijarah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ijarah

Kata Al-ijarah sendiri berasal dari kata Al ajru yang diartikan sebagai Al 'Iwadhu
yang mempunyai arti ”ganti”, al-kira`, yang mempunyai arti ”bersamaan” dan al-
ujrah yang memiliki arti ”upah”.

Menurut etimologi, ijarah adalah ‫( بيع المنفعة‬menjual manfaat).Ijarah menurut


terminologi adalah transaksi untuk mengambil kemanfaatan yang diperbolehkan
dari barang yang telah ditentukan dalam jangka waktu yang diketahui atau
transaksi jasa yang diketahui dengan alat tukar yang diketahui pula atau Ijarah
merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi keperluan
manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa perhotelan dan lain-
lain.

Pengertian al-ijarah menurut istilah syariat Islam terdapat beberapa pendapat


Imam Mazhab Fiqh Islam sebagai berikut:

a. Para ulama dari golongan Hanafiyah berpendapat, bahwa al-ijarah adalah suatu
transaksi yang memberi faedah pemilikan suatu manfaat yang dapat diketahui
kadarnya untuk suatu maksud tertentu dari barang yang disewakan dengan
adanya imbalan.
b. Ulama Mazhab Malikiyah mengatakan, selain al-ijarah dalam masalah ini ada
yang diistilahkan dengan kata al-kira`, yang mempunyai arti bersamaan, akan
tetapi untuk istilah al-ijarah mereka berpendapat adalah suatu `aqad atau
perjanjian terhadap manfaat dari al-Adamy (manusia) dan benda-benda
bergerak lainnya, selain kapal laut dan binatang, sedangkan untuk al-kira`
menurut istilah mereka, digunakan untuk `aqad sewa-menyewa pada benda-
benda tetap, namun demikian dalam hal tertentu, penggunaan istilah tersebut
kadang-kadang juga digunakan.
5
c. Ulama Syafi`iyah berpendapat, al-ijarah adalah suatu aqad atas suatu manfaat
yang dibolehkan oleh Syara` dan merupakan tujuan dari transaksi tersebut,
dapat diberikan dan dibolehkan menurut Syara` disertai sejumlah imbalan yang
diketahui.
d. Hanabilah berpendapat, al-ijarah adalah `aqad atas suatu manfaat yang
dibolehkan menurut Syara` dan diketahui besarnya manfaat tersebut yang
diambilkan sedikit demi sedikit dalam waktu tertentu dengan adanya `iwadah.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa dalam


hal `aqad ijarah dimaksud terdapat tiga unsur pokok, yaitu pertama, unsur pihak-
pihak yang membuat transaksi, yaitu majikan dan pekerja. Kedua, unsur
perjanjian yaitu ijab dan qabul, dan yang ketiga, unsur materi yang diperjanjikan,
berupa kerja dan ujrah atau upah.

Demikian pula artinya menurut terminologi syara’. Untuk lebih jelasnya, dibawah
ini akan dikemukakan beberapa definisi ijarah menurut pendapat beberapa ulama
fiqih:

a. Ulama Hanafiyah:

‫عقد على المنافع بعوض‬

Artinya:

“Akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.”

b. Ulama Asy-Syafi’iyah:

.‫عقد على منفعة مقصودة معلومة مباحة قابلة للبذل واالءباحة بعوض معلوم‬

Artinya:

“Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah,
serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.”
6
c. Ulama Malikiyah dan Hanabilah:

.‫تمليك منافع شىء مباحة مدة معلومة بعوض‬

Artinya:

“Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan
pengganti.”

Ada yang menterjemahkan, ijarah sebagai jual beli jasa (upah-mengupah),


yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang menterjemahkan sewa-
menyewa, yakni mengambil manfaat dari barang. Jadi ijarah dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu ijarah atas jasa dan ijarah atas benda.

Jumhur ulama fiqh berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan
yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya. Oleh karena itu,
mereka melarang menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk
diambil susunya, sumur untuk diambil airnya, dan lain-lain, sebab semua itu
bukan manfaatnya, tetapi bendanya. Namun sebagian ulama memperbolehkan
mengambil upah mengajar Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan yang bersangkutan
dengan agama, sekedar untuk memenuhi kaperluan hidup, karena mengajar itu
telah memakai waktu yang seharusnya dapat mereka gunakan untuk pekerjaan
mereka yang lain.1

2.2 Landasan Syara’ atau Dasar Hukum Ijarah

1
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), (Bandung: Sinar Baru Algensido,
1994), h.304

7
Hampir semua ulama fiqh sepakat bahwa ijarah disyari’atkan dalam Islam.
Namun ada sebagian yang tidak menyepakati dengan alasan bahwa ijarah adalah
jual-beli barang yang tidak dapat dipegang (tidak ada). Sesuatu yang tidak ada
tidak dapat dikategorikan jual beli. Dalam menjawab pandangan ulama yang tidak
menyepakati ijarah tersebut, Ibn Rusyd berpendapat bahwa kemanfaatan
walaupun tidak berbentuk, dapat dijadikan alat pembayaran menurut kebiasan
(adat). Dan mengenai hal ini dapat dikatakan bahwa meski tidak terdapat manfaat
pada saat terjadinya akad, tetapi pada dasarnya akan dapat dipenuhi. Sedang dari
manfaat-manfaat tersebut, hukum syara’ hanya memperhatikan apa yang ada pada
dasarnya yang akan dapat dipenuhi, atau adanya keseimbangan antara dapat
dipenuhi dan tidak dapat dipenuhi.2

Landasan ijarah menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut:

a. Al-Qur’an

)6 :‫فان ارضعن لكم فاتوهن اجورهن (الطالق‬

Artinya:

Jika mereka menyusukan (anak-anakmu)untukmu, maka berikanlah mereka


upahnya.” (QS. Ath-Thalaq: 6)

b. As-Sunnah

)‫ (رواه ابن ماجه عن ابن عمر‬.‫اعطوا االجير اجره قبل ان يجف عرقه‬

Artinya:

“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibn Majah dari Ibn
Umar)

2
Ibnu Rusyd, Tarjamah Bidayatu’l Mujtahid, (Semarang: Asy-Syifa, 1990), h. 196

8
c. Ijma’

Umat Islam pada masa sahabat telah berijma’ bahwa ijarah dibolehkan
sebab bermanfaat bagi manusia.

2.3 Rukun Ijarah

Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijarah itu hanya satu, yaitu ijab (ungkapan
menyewakan) dan qabul (persetujuan terhadap sewa-menyewa), antara lain
dengan menggunakan kalimat: al-ijarah, al-isti’jar, al-ikhtira’, dan al-ikra.
Adapun menurut jumhur ulama mengatakan bahwa rukun ijarah ada empat (4),
yaitu:

1. ‘Aqid (orang yang berakad)


2. Shighat akad
3. Ujrah (upah)
4. Manfaat3
a. Manfaat yang berharga
b. Keadaan manfaat dapat diberikan oleh yang mempersewakan.
c. Diketahui kadarnya, dengan jangka waktu seperti menyewa rumah satu
bulan atau satu tahun, atau diketahui dengan pekerjaan, seperti menyewa
mobil dari Jakarta sampai ke Bogor.

Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa orang yang berakad, sewa/imbalan,


dan manfaat, termasuk syarat-syarat ijarah, bukan rukunnya.4

3Sulaiman Rasjid, Ibid, h.304

4Nasrun
Haroen, Op.Cit, h.231

9
2.4 Syarat-Syarat Ijarah.

Sebagai sebuah transaksi umum, ijarah dianggap sah apabila telah


memenuhi rukun dan syaratnya, sebagaimana yang berlaku secara umum dalam
transaksi lainnya. Adapun syarat-syarat ijarah adalah sebagai berikut:

a. Al-Muta’aqidain (kedua orang yang berakad). 5


1) Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah: baligh dan berakal.
2) Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah: tidak harus mencapai baligh,
anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad ijarah dan dianggap
sah apabila disetujui oleh walinya
b. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaan untuk melakukan akad
ijarah
c. Manfaat yang menjadi obyek ijarah harus diketahui secara sempurna,
sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari.
d. Obyek ijarah boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak
bercacat.
e. Obyek ijarah adalah sesuatu yang dihalalkan oleh syara’.
f. Yang disewakan adalah bukan suatu kewajiban bagi penyewa.
g. Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan, seperti rumah,
mobil, dan hewan tunggangan.
h. Upah/sewa dalam akad ijarah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai
harta.
i. Ulama Hanafiyah mengatakan sewa/upah itu tidak sejenis dengan manfaat
yang disewa.

2.5 Sifat Ijarah

5
Nasrun Haroen, Op.Cit,

10
Para ulama fiqh berbeda pendapat tentang sifat ijarah, apakah bersifat mengikat
kedua belah pihak atau tidak. Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa akad ijarah
itu mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari
salah satu pihak yang berakad, seperti salah satu pihak wafat atau kehilangan
kecakapan bertindak hukum. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad
ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh
dimanfaatkan.6 Akibat perbedaan pendapat ini terlihat dalam kasus apabil;a salah
seorang meninggal dunia, maka akad ijarah batal, karena manfaat tidak boleh
diwariskan. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa manfaat itu boleh
diwariskan karena termasuk harta (al-mal). Oleh sebab itu, kematian salah satu
pihak yang berakad tidak membatalakn akad ijarah.

2.6 Hukum Ijarah 7

Hukum ijarah shahih adalah tetapnya kemanfaatan bagi penyewa, dan


tetapnya upah bagi pekerja atau orang yang menyewakan ma’qud ‘alaih, sebab
ijarah termasuk jual beli pertukaran, hanya saja dengan kemanfaatan. Adapun
hukum ijarah rusak, menerut ulama Hanafiyah, jika penyewa telah mendapatkan
manfaat tetapi orang yang menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih kecil dari
kesepakatan pada waktu akad. Ini bila kerusakan tersebut terjadi pada syarat.
Akan tetapi, jika kerusakan disebabkan penyewa tidak memberitahukan jenis
pekerjaan perjanjiannya, upah harus diberikan semestinya. Jafar dan ulama
Syafi’iyah berpendapat bahwa ijarah fasid sama dengan jual beli fasid, yakni
harus dibayar sesuai dengan nilai atau ukuran yang dicapai oleh barang sewaan.

2.7 Macam-Macam Ijarah

6
Rachmat Syafe’I, OP.Cit, h. 130

7
Rachmat Syafe’I, OP.Cit, h. 131

11
Ijarah terbagi menjadi dua bagian, yaitu:8

a. Ijarah yang bersifat manfaat, umpamanya adalah sewa-menyewa rumah, toko,


kendaraan, pakaian, dan pehiasan. Apabila manfaat itu merupakan manfaat
yang dibolehkan syara’ untuk dipergunakan, maka para ulama sepakat
menyatakan boleh dijadikan objek sewa-menyewa, jadi penyewaan barang-
barang tersebut tergantung pada kemanfaatannya.
b. Ijarah yang bersifat pekerjaan (jasa) ialah dengan cara mempekerjakan
seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Menurut para ulama ijarah ini
hukumnya boleh apabila pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan, tukang
jahit, buruh pabrik, tukang sepatu dan lain-lain. Ijarah ini ada yang bersifat
pribadi seperti menggaji pembantu rumah tangga, dan ada yang bersifat
serikat, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menjual jasanya untuk
kepentingan orang banyak, seperti tukang sepatu, tukang jahit dan lain-lain.
Kedua bentuk ijarah ini menurut para ulama fiqh hukumnya boleh.

2.8 Perbedaan Diantara Yang Akad

Seringkali terjadi perbedaan pendapat diantara kedua pihak yang melakukan


akad (sewa-menyewa) tentang jumlah upah yang harus diterima atau diberikan
padahal ijarah dikategorikan shahih, baik sebelum jasa diberikan maupun sesudah
jasa diberikan.

Apabila terjadi perbedaan sebelum diterimanya jasa, keduanya harus


bersumpah, sebagaimana disebutkan pada hadist Rasulullah s.a.w.:

8
Moh. Zuhri, Terjemah Fiqh Empat Madzhab, (Semarang: Asy-Syifa, 1993), h.169-170

12
)‫ (رواه اصحاب السنن االربعة واحمد والشافع‬.‫اذا اختلف المتبايعان تحالفا وترادا‬

Artinya:

“Jika terjadi perbedaan di antar orang yang berjual beli, keduanya harus saling
bersumpah dan mengembalikan.” (HR. Ashab Sunan Al-Arba’ah, Ahmad, dan
Imam Syafi’I)

Hadist tersebut meskipun berkaitan dengan jual-beli, juga relevan dengan


ijarah. Dengan demikian, jika keduanya bersumpah, ijarah menjadi batal.

2.9 Berakhirnya Akad ijarah

Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad ijarah akan berakhir apabila:

a. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah telah berakhir.


b. Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya seorang yang berakad, karena kad ijarah,
menurut mereka, tidak boleh diwariskan. Sedangkan menurut jumhur ulama,
akad ijarahtidak batal dengan wafatnya salah seorang berakad, karena
manfaat, menurut mereka, boleh diwariskan dan ijaraha sama denganjual beli,
yaitu mengikat kedua belah pihak yang berakad.
c. Objek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar.
d. Menurut ulama Hanafiyah, apabila ada uzur dari salah satu pihak, seperti
rumah yang disewakan disita negara karena terkait utang yang banyak, maka
akad iajarah batal. Uzur-uzur yang dapat membatalkan akad ijarah itu,
menurut ulama Hanafiyah adalah salah satu pihak jatuh muflis, dan berpindah
tempatnya penyewa, misalnya, seorang digaji untuk menggali sumur disuatu
desa, sebelum sumur itu selesai, penduduk desa itu pindah kedesa lain. Akan
tetapi, menurut jumhur ulama, uzur yamng boleh mebatalkan akad ijarah itu
hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atau manfaatnya yang dituju
dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.

13
BAB III

KESIMPULAN

Menurut etimologi, ijarah adalah ‫( بيع المنفعة‬menjual manfaat).Ijarah


menurut terminologi adalah transaksi untuk mengambil kemanfaatan yang
diperbolehkan dari barang yang telah ditentukan dalam jangka waktu yang
diketahui atau transaksi jasa yang diketahui dengan alat tukar yang diketahui pula
atau Ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi
keperluan manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa perhotelan
dan lain-lain.

Landasan ijarah menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut:

a. Al-Qur’an (QS. Ath-Thalaq: 6)


b. As-Sunnah (HR. Ibn Majah dari Ibn Umar)
c. Ijma’

Adapun menurut jumhur ulama mengatakan bahwa rukun ijarah ada empat (4),
yaitu:

1. ‘Aqid (orang yang berakad)


2. Shighat akad
3. Ujrah (upah)
4. Manfaat

Adapun syarat-syarat ijarah adalah sebagai berikut:

a. Al-Muta’aqidain (kedua orang yang berakad).


b. Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah: baligh dan berakal.
c. Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah: tidak harus mencapai baligh, anak
yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad ijarah dan dianggap sah
apabila disetujui oleh walinya

14
d. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaan untuk melakukan akad
ijarah
e. Manfaat yang menjadi obyek ijarah harus diketahui secara sempurna,
sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari.
f. Obyek ijarah boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak
bercacat.
g. Obyek ijarah adalah sesuatu yang dihalalkan oleh syara’.
h. Yang disewakan adalah bukan suatu kewajiban bagi penyewa.
i. Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan, seperti rumah,
mobil, dan hewan tunggangan.
j. Upah/sewa dalam akad ijarah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai
harta.
k. Ulama Hanafiyah mengatakan sewa/upah itu tidak sejenis dengan manfaat
yang disewa.

15
DAFTAR PUSTAKA

Pengertian Ijarah
https://www.google.co.id/amp/s/zahrasysyauqillah.wordpress.com/2015/05/2
5/makalah-ijarah-sewa-menyewa/amp/ di akses pada tanggal 11 Agutus 2018

Rukun Ijarah, Dasar Hukum Ijarah


baihaqi-annizar.blogspot.com/2017/08/makalah-fikih-muamalah-tentang-al-
ijarah.html?m=1 di akses pada tanggal 11 Agutus 2018

16

Anda mungkin juga menyukai