Anda di halaman 1dari 16

STRATEGI DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UNTUK PENGUATAN SISTEM PERADILAN MILITER

STRATEGY ERADICATION OF CORRUPTION CRIMINAL ACT


FOR STRENGTHENING THE MILITARY CRIMINAL JUSTICE SYSTEM

Rony Suryandoko1, M.Adnan Madjid2, Resmanto Widodo Putro3


Program Studi Strategi Pertahanan Darat Universitas Pertahanan
(ronysuryandoko1@gmail.com, madjnun_8788@yahoo.com,
pusbangdik.lp3m@gmail.com)

Abstrak -- Tindak pidana korupsi di lingkungan Tentara Nasional Indonesia dikategorikan sebagai
extraordinary crime (kejahatan luar biasa) tidak hanya merugikan keuangan dan perekonomian
negara saja tetapi berdampak negatif pada pembinaan satuan dan Prajurit TNI serta
mempengaruhi pencapaian tugas pokok dan integritas TNI secara menyeluruh. Pemberantasan
Tipikor di lingkungan TNI sebagai ujung tombaknya terletak pada aparat penegak hukum yang
menjalankan Sistem Peradilan Militer terdiri dari : Hakim Militer, Polisi Militer dan Oditur Militer
dengan dasar hukum Undang-undang RI nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Penelitian
ini dirancang guna memperoleh pemahaman tentang koordinasi dalam pemberantasan tindak
pidana korupsi untuk penguatan Sistem Peradilan Militer. Tujuan penelitian untuk menganalisis
pelaksanaan koordinasi antar Penegak Hukum dan faktor-faktor penghambat penerapan Undang-
undang Tipikor di lingkungan TNI serta upaya pembenahan Sistem Peradilan Militer untuk
memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Prajurit TNI.
Penelitian menggunakan metode kualitatif. Data diperoleh melalui observasi, wawancara dan
studi kepustakaan. Teknik analisis data dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data saat
peneliti berada di lapangan, analisis data menggunakan analisis model Miles dan Huberman.
Lokasi penelitian di wilayah Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) penyelesaian perkara
tipikor berupa koordinasi antar instansi Penegak Hukum khususnya unsur penyidik belum berjalan
optimal yang mengakibatkan lambatnya penyelesaian perkara tipikor di Pengadilan Militer
sebagai institusi terakhir dalam penyelesaian perkara tipikor 2) strategi yang dilakukan sebagai
upaya pemberantasan tipikor untuk penguatan Sistem Peradilan Militer yaitu: koordinasi yang
sinergis antar lembaga penegak hukum, mengoptimalkan fungsi pengawasan dan pengendalian
Dansatker dan Kinerja Inspektorat tiap Matra/Kotama/Balakpus, mengefektifkan forum Komuniti
Hukum serta meningkatkan integritas aparat dan pimpinan instansi penegak hukum.
Kata Kunci: Strategi, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penguatan Sistem Peradilan Militer

Absract -- Corruption acts that occur within the military / Indonesian National Armed Forces are
categorized as extraordinary crime, not only detrimental to the state's finances and economy, but
have a negative impact on the formation of TNI units and Soldiers and affect the achievement of the

1
Mahasiswa Program Studi Strategi Pertahanan Darat Fakultas Strategi Pertahanan Cohort 5 Tahun 2018
Universitas Pertahanan Indonesia.
2
Wakil Dekan Fakultas Keamanan Nasional Universitas Pertahanan Indonesia.
3
Kapus Bang Dik LP.3M Universitas Pertahanan Indonesia.

Strategi Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi … | Suryandoko, Madjid, Putro | 51


TNI's main duties and integrity as a whole. Eradication of Corruption in the TNI as the spearhead lies
with law enforcement officers who run the Military Criminal Justice System consisting of: Military
Judges, Military Police and Military Prosecutors using the legal basis of RI Law number 31 of 1997
concerning Military Justice. This study was designed to gain an understanding of the coordination to
eradicate corruption to strengthen the Military Justice System. The aim of the research is to analyze
the implementation of coordination between Law Enforcement and the factors that hinder the
implementation of the Corruption Law within the TNI and the efforts to reform the Military Criminal
Justice System to examine and hear cases of corruption committed by TNI Soldiers. This study uses a
qualitative method. Data is obtained through observation, interviews and literature studies. More
data analysis techniques were carried out simultaneously with data collection when researchers were
in the field, analyzing data using the analysis of Miles and Huberman models. Research location in
Jakarta area. The results of the study show that: 1) the completion of corruption cases in the form of
coordination between Law Enforcement agencies, especially investigating elements, has not run
optimally resulting in the slow completion of corruption cases in the Military Court as the last
institution in the resolution of corruption cases. 2) strategy eradication of corruption criminal act for
strengthening the Military Criminal Justice System namely: synergistic coordination between law
enforcement agencies, optimizing the supervisory and control functions of the Chief of working unit
and the Performance of the Inspectorate of each Matra / Kotama / Balakpus, streamlining the Legal
Communities forum and improving the integrity of the apparatus and leaders of law enforcement
agencies.
Keywords: Strategy, Eradication of Corruption, Strengthening the Military Criminal Justice System

Pendahuluan hingga tindak pidana berat yang dapat

T
NI dilatih dan dituntut untuk memberi dampak negatif bagi TNI, salah
tunduk dan mematuhi semua satunya pelanggaran tindak pidana
peraturan yang berlaku di korupsi (tipikor).
Negara Indonesia, baik umum maupun Panglima TNI Gatot Nurmantyo saat
peraturan khusus yang berlaku bagi bertindak selaku Komandan Apel Luar
militer. Selain itu, Prajurit TNI juga harus Biasa mengawali pelaksanaan tugas-tugas
taat dan mematuhi segala perintah TNI pada tanggal 3 Januari 2017 di Markas
Atasan dengan tidak membantah Besar TNI berkomitmen dan menekankan
perintah atau putusan serta dituntut bahwa fokus TNI pada tahun 2017 untuk
untuk memiliki tingkat kedisiplinan yang memberantas praktek korupsi dan bersih-
tinggi dengan senantiasa menjaga bersih masalah korupsi serta memberikan
martabat dan jati diri TNI. sanksi berat bagi prajurit TNI yang
Pada kenyataannya, masih ada melakukan tipikor.4
beberapa oknum anggota TNI yang Dalam proses hukumnya, menurut
melakukan pelanggaran maupun ketentuan Undang-undang RI nomor 31
kesalahan baik pelanggaran disiplin 4
Nurmantyo, Gatot, “Korupsi Menghambat
Kemajuan Pembangunan TNI” Majalah Tentara
Nasional Indonesia “Patriot” edisi Maret 2017 h.7

52 | Jurnal Strategi Pertahanan Darat | Agustus 2018 | Volume 4 Nomor 2


tahun 1997 tentang Peradilan Militer, pasal-pasal penggelapan atau
setiap terjadi tindak pidana di lingkungan penyalahgunaan wewenang, terdapat
TNI berada di bawah kewenangan Sistem beberapa kasus yang sedang berjalan
Peradilan Militer (Military Criminal Justice dalam proses penyidikan hingga
System). Proses ini diawali dari Polisi persidangan di Pengadilan Militer dapat
Militer (POM) sebagai penanggung jawab dikualifikasikan melakukan tipikor namun
penyidikan, dilanjutkan penyerahan pada akhirnya hanya diputuskan dengan
berkas kepada Oditur Militer (Otmil) pasal penyalahgunaan wewenang dan
sebagai Penuntut Umum untuk meneliti penggelapan karena kesalahan
secara formil dan materiil apakah hasil penerapan pasal dari proses penyidikan.
penyidikan sudah lengkap atau belum5. Padahal, dari hasil penyidikan jelas
Setelah Otmil menyatakan berkas terungkap bahwa sumber dana yang
perkara lengkap, Otmil menyampaikan digunakan dalam penggelapan tersebut
pendapat hukum kepada Perwira berasal dari keuangan negara.
Penyerah Perkara (Papera) yang Belum optimalnya koordinasi antar
mempunyai 3 (tiga) wewenang yaitu instansi Penegak Hukum di lingkungan
menyerahkan atau menyelesaikan TNI dalam penyelesaian perkara tipikor
perkara ke Pengadilan, menyelesaikan khususnya unsur penyidik Pom dan Oditur
menurut Hukum Disiplin Prajurit, atau mengakibatkan lambatnya penyelesaian
ditutup demi kepentingan hukum, perkara tipikor di Pengadilan Militer
kepentingan umum, atau kepentingan sebagai institusi terakhir dalam
militer6. penyelesaian perkara tipikor merupakan
Proses penerapan pasal-pasal yang fenomena yang belakangan ini terjadi,
dimuat dalam berkas dakwaan Otmil mendorong adanya upaya penguatan
harus dibuat berdasarkan hasil penyidikan dalam Sistem Peradilan Militer.
POM. Pada proses inilah sering terjadi Dengan kajian permasalahan tersebut,
permasalahan yang mengakibatkan Penulis tertarik untuk mengambil
adanya beberapa kasus tipikor dalam penelitian dengan judul “Koordinasi
lingkungan TNI hanya dikenakan pada dalam Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Untuk Penguatan Sistem
5
Indonesia, Undang-undang nomor 31 tahun 1997 Peradilan Militer”.
tentang Peradilan Militer Pasal 124 ayat (1).
6
Ibid, Pasal 125 ayat (1).

Strategi Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi … | Suryandoko, Madjid, Putro | 53


Metode Penelitian Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999
Dalam penelitian ini menggunakan sebagaimana diubah dengan Undang-
metode kualitatif yaitu sebuah metode undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang
penelitian dengan maksud memahami Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
fenomena yang dialami oleh subyek dalam perkara Tipikor di lingkungan TNI
pelaku antara lain perilaku, persepsi, Proses mendapatkan barang bukti
motivasi, tindakan, dan lain-lain secara berupa dokumen/surat otentik dan alat
holistik , yang kemudian diungkapkan bukti lainnya Pom diakibatkan oleh
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, sulitnya berkoordinasi dengan instansi
secara alamiah dan dengan militer maupun non militer dalam rangka
memanfaatkan berbagai metode ilmiah proses penyidikan suatu perkara tipikor
7.Penelitian kualitatif ini dengan dengan berbagai alasan yang
menggunakan pendekatan deskriptif. dikemukakan oleh instansi yang diperiksa
Subyek penelitian adalah para informan sehingga menghambat, memperlambat
yang terkait dalam bidang tugasnya dan belum optimalnya proses
masing-masing, yaitu: a. Pengadilan pemberkasan perkara dan pelimpahan
Militer Tinggi (Dilmilti) II Jakarta : Kepala berkas perkara ke Oditur Militer yang
Dilmilti II dan Kelompok Hakim Militer mengakibatkan lambatnya penyelesaian
Tinggi pada Dilmilti II Jakarta; b. Oditurat perkara tipikor. Dampaknya kepada
Militer Tinggi (Otmilti) II Jakarta : Kepala instansi terakhir dari Sistem Peradilan
Otmilti II dan Oditur Militer Tinggi pada Militer, yaitu Pengadilan Militer Tinggi II
Otmilti II Jakarta; c. Pusat Polisi Militer Jakarta, dalam proses penyelesaian
TNI AD : Direktur Tindak Pidana Khusus perkara dianggap oleh masyarakat
(Dir Tipidsus) dan Penyidik Tipidsus pencari keadilan sebagai instansi yang
Puspomad. berkinerja lambat dan tidak serius dalam
penanganan pemberantasan tipikor di
Pembahasan lingkungan TNI. Padahal, apabila dianalisa
Belum optimalnya koordinasi antar dari sisi proses, maka keterlambatan
Penegak Hukum untuk menerapkan dalam penyelesaian perkara ini
diakibatkan oleh lemahnya Sistem
7
Moleong, Lexy J, ( 2012 ) Metode Penelitian Peradilan Militer yang tidak memberikan
Kualitatif ( edisi revisi ) PT Remaja Rosda
Karya, Bandung, hal 6. batas waktu dalam proses penyidikan,

54 | Jurnal Strategi Pertahanan Darat | Agustus 2018 | Volume 4 Nomor 2


penuntutan dan persidangan suatu tindak mengatur militer, meliputi hukum formil
pidana terhadap perkara biasa atau dan materiil. Sedangkan pada sisi budaya
perkara menonjol yang menarik perhatian hukum adalah sikap Prajurit, dalam hal ini
dari khalayak. adalah sejauh mana lembaga hukum yang
Pembahasan dalam penelitian ini dibangun untuk militer dapat
menggabungkan 2 (dua) teori yaitu Teori meningkatkan disiplin Prajurit, bukan
Strategi dan teori Sistem Hukum. Strategi sebaliknya membuat ketidaktaatan
menunjukkan keterkaitan 3 (tiga) unsur, Prajurit terhadap komandan atasan,
yakni cara (ways), sarana (means) dan sebagai pemegang kendali satuan. Dari
tujuan (ends atau goals). Bila dihubungkan kedua teori tersebut apabila digabungkan
dengan strategi dalam pemberantasan maka terdapat tiga unsur yang harus
tipikor untuk penguatan Sistem Peradilan diatur adalah:
Militer, Means merupakan sarana utama 1. Sarana (means) berupa struktur
berupa Sumber Daya Manusia yaitu para penegak hukum di lingkungan militer
penegak hukum di lingkungan TNI, yaitu Hakim Militer, Oditur Militer,
sedangkan Cara (ways) merupakan suatu Penasihat Hukum Militer dan Polisi
rencana (concepts) terpadu dan bertahap Militer.
mulai dari pembangunan kekuatan 2. Cara (ways) berupa substansi dari
sampai pada penggunaan kekuatan. ketentuan-ketentuan hukum yang
Sedangkan Tujuan (ends) merupakan mengatur militer, meliputi hukum
Sasaran (objectives) yang konkrit (jabaran formil dan materiil maupun peraturan
dari cita-cita) yang optimal. Ketiga unsur perundang-undangan lainnya.
(Means/Ways/Ends) tersebut saling 3. Tujuan (ends) berupa budaya hukum
ketergantungan satu sama lain. yaitu moril dan sikap Prajurit maupun
Sedangkan teori Sistem Hukum terdiri aparat penegak hukum yang memiliki
dari 3 (tiga) unsur yaitu Struktur, integritas, iman dan kepribadian yang
Substansi dan Budaya Hukum. Pada sisi baik.
struktur adalah aparat penegak hukum di Namun dalam prakteknya, apabila
lingkungan militer, seperti Hakim Militer, dikaitkan dalam pembahasan tentang
Oditur Militer, Penasihat Hukum Militer Sistem Peradilan Militer, macam
dan Polisi Militer. Pada sisi substansi ketergantungan yang harus diatur
adalah ketentuan-ketentuan hukum yang tersebut yaitu:

Strategi Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi … | Suryandoko, Madjid, Putro | 55


1. Means (sarana) berupa struktur bidang keuangan secara militer; f.
penegak hukum Terbatasnya sarana dan prasarana
Terjadi hambatan dalam penerapan dalam pengelolaan barang bukti
Undang-undang RI nomor 31 tahun berupa dana dan aset barang yang
1999 sebagaimana diubah dengan memiliki nilai ekonomis tinggi; g. Tidak
Undang-undang RI nomor 20 tahun adanya satuan khusus untuk
2001 tentang Pemberantasan Tindak pemberantasan tipikor dalam struktur
Pidana Korupsi dalam perkara Tipikor organisasi di Pom maupun Oditurat
di lingkungan TNI, diantaranya: a. militer.
Terbatasnya SDM baik unsur Penyidik 2. Cara (ways) berupa substansi dari
Pom, Oditur Militer dan Hakim Militer ketentuan-ketentuan hukum yang
dalam penerapan Undang-undang RI mengatur militer, meliputi hukum
nomor 31 tahun 1999 sebagaimana formil dan materiil maupun peraturan
diubah dengan Undang-undang RI perundang-undangan lainnya.
nomor 20 tahun 2001 tentang Untuk mempercepat proses
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; penyelesaian perkara di lingkungan
b. Penyidik tidak sanggup untuk TNI dibutuhkan hubungan prosedur
membuktikan dan menerapkan antar instansi penegak hukum, namun
Undang-undang RI nomor 31 tahun pada kenyataannya sering terjadi
1999 sebagaimana diubah dengan hambatan dalam koordinasi
Undang-undang RI nomor 20 tahun penyelesaian perkara diantaranya : a.
2001 tentang Pemberantasan Tindak Proses mendapatkan barang bukti
Pidana Korupsi terhadap perkara yang berupa dokumen/surat otentik yang
diduga dapat merugikan keuangan menghambat Penyidik Pom maupun
negara; c. Perbedaan skill dan ilmu Oditur militer diakibatkan oleh sulitnya
pengetahuan dari masing-masing berkoordinasi dengan instansi militer
Hakim yang menyidangkan perkara maupun non militer untuk
tipikor; d. Minimnya jumlah penyidik mendapatkan barang bukti dan alat
berkeahlian penyidikan perkara tipikor bukti lainnya dalam rangka proses
maupun ahli bidang tertentu yang penyidikan suatu perkara tipikor; b.
mendukung proses penyidikan; e. Sering terjadi kesalahan penanganan
Tidak adanya penyidik berkeahlian di terhadap suatu tindak pidana yang

56 | Jurnal Strategi Pertahanan Darat | Agustus 2018 | Volume 4 Nomor 2


dilakukan oleh prajurit TNI dengan diubah dengan Undang-undang RI
ditangani oleh atasannya sendiri bukan nomor 20 tahun 2001 tentang
oleh Polisi Militer; c. Biaya perkara Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
untuk melakukan penyidikan perkara c. Penyidik tidak sanggup untuk
tipikor masih terlalu kecil/minim; d. membuktikan dan menerapkan
Sulit melakukan pelacakan dan Undang-undang RI nomor 31 tahun
penelusuran dana maupun aset milik 1999 sebagaimana diubah dengan
terduga tipikor; e. Terbatasnya sarana Undang-undang RI nomor 20 tahun
dan prasarana dalam proses 2001 tentang Pemberantasan Tindak
penyidikan perkara tipikor. Pidana Korupsi terhadap perkara yang
3. Tujuan (ends) berupa budaya hukum diduga dapat merugikan keuangan
yaitu moril dan sikap Prajurit maupun negara; d. Minimnya jumlah penyidik
aparat penegak hukum yang memiliki berkeahlian penyidikan perkara tipikor
integritas, iman dan kepribadian yang maupun ahli bidang tertentu yang
baik. Tujuan dari pelaksanaan proses mendukung proses penyidikan; e.
penyelesaian perkara tipikor di Tidak adanya penyidik berkeahlian di
lingkungan TNI di sisi budaya hukum bidang keuangan secara militer; f.
terutama dibutuhkan moril dan sikap Terbatasnya sarana dan prasarana
prajurit penegak hukum yang memiliki dalam pengelolaan barang bukti
integritas, iman dan kepribadian yang berupa dana dan aset barang yang
baik. Namun pada kenyataannya sering memiliki nilai ekonomis tinggi; g.
terjadi permasalahan, diantaranya : a. Belum adanya penyidik Pom, Oditur
Adanya intervensi dari pihak luar baik dan Hakim Militer yang ditugaskan
secara perorangan maupun instansi khusus untuk menangani perkara
yang ingin mempengaruhi Hakim tipikor.
dalam melakukan pemeriksaan dan
pemberian berat maupun ringannya Faktor-faktor penghambat penerapan
pemidanaan dalam Putusan sidang; b. Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999
Terbatasnya SDM baik unsur Penyidik sebagaimana diubah dengan Undang-
Pom, Oditur Militer dan Hakim Militer undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang
dalam penerapan Undang-undang RI Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
nomor 31 tahun 1999 sebagaimana dalam perkara Tipikor di lingkungan TNI

Strategi Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi … | Suryandoko, Madjid, Putro | 57


Faktor yang menjadi penghambat penyidik yang mempunyai keahlian
yang berasal dari dalam berupa dalam proses penyidikan perkara
kelemahan yaitu faktor-faktor yang ada tipikor maupun ahli bidang tertentu; g.
dalam pemberantasan tipikor untuk Terbatasnya sarana dan prasarana
penguatan Sistem Peradilan Militer itu dalam proses penyidikan perkara
sendiri, sedangkan faktor penghambat tipikor.
yang datang dari luar berupa kendala. 2. Faktor Eksternal (Kendala),
1. Faktor Internal (Kelemahan), diantaranya : a. Masih adanya
diantaranya : a. Terbatasnya SDM baik anggapan dari masyarakat pencari
unsur Penyidik Pom, Oditur Militer dan keadilan dan insan jurnalistik/pers
Hakim Militer dalam penerapan bahwa persidangan di Pengadilan
Undang-undang RI nomor 31 tahun Militer dilaksanakan secara tertutup,
1999 sebagaimana diubah dengan tidak transparan dan tidak menjunjung
Undang-undang RI nomor 20 tahun tinggi rasa keadilan; b. Sering terjadi
2001 tentang Pemberantasan Tindak kesalahan penanganan terhadap suatu
Pidana Korupsi; b. Penyidik tidak tindak pidana yang dilakukan oleh
sanggup untuk membuktikan dan prajurit TNI dengan ditangani oleh
menerapkan Undang-undang RI nomor atasannya sendiri bukan oleh Polisi
31 tahun 1999 sebagaimana diubah Militer; c. Sulit melakukan pelacakan
dengan Undang-undang RI nomor 20 dan penelusuran dana maupun aset
tahun 2001 tentang Pemberantasan milik terduga tipikor dalam proses
Tindak Pidana Korupsi terhadap pengumpulan barang bukti hasil dari
perkara yang diduga dapat merugikan perbuatan tipikor.
keuangan negara; c. Perbedaan skill
dan ilmu pengetahuan dari masing- Upaya pembenahan sistem peradilan
masing Hakim yang menyidangkan militer untuk memeriksa dan mengadili
perkara tipikor; d. Adanya intervensi perkara tindak pidana korupsi yang
dari pihak luar baik secara perorangan dilakukan oleh Prajurit TNI dengan
maupun instansi yang ingin mengacu kepada Undang-undang RI
mempengaruhi Hakim; e. Biaya perkara nomor 31 tahun 1999 sebagaimana
untuk penyidikan perkara tipikor masih diubah dengan Undang-undang RI nomor
terlalu kecil/minim; f. Minimnya jumlah

58 | Jurnal Strategi Pertahanan Darat | Agustus 2018 | Volume 4 Nomor 2


20 tahun 2001 tentang Pemberantasan sekali untuk membahas percepatan
Tindak Pidana Korupsi penyelesaian perkara tipikor maupun
Dalam pelaksanaan penyelesaian perkara lainnya yang dilakukan secara
perkara tipikor, Sistem Peradilan Militer bergantian sebagai penyelenggaranya;
masih berjalan kurang optimal dan timbul b. Melakukan Nota Kesepahaman
kendala sehingga diperlukan upaya-upaya (Memory of Understanding/MoU)
untuk memperbaikinya melalui cara-cara antara TNI dengan Komisi
sebagai berikut: Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
1. Means (sarana) berupa struktur (KPK) dan antara TNI dengan
penegak hukum. Untuk menyelesaikan Kejaksaan Agung; c. Mengadakan
hambatan dalam penerapan Undang- Bimbingan Teknis secara bersama-
undang tipikor, dapat dilakukan sama bagi Penyidik, Oditur dan Hakim
langkah-langkah diantaranya : a. Militer minimal 2 kali setahun dengan
Melakukan kontrol dan pengawasan materi penerapan Undang-undang RI
ketat kepada setiap instansi dan nomor 31 tahun 1999 sebagaimana
aparatur penegak hukum; b. diubah dengan Undang-undang RI
Memberikan Reward and Punishment nomor 20 tahun 2001 tentang
kepada setiap instansi dan aparatur Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
penegak hukum untuk memacu sehingga memiliki kesamaan
integritas, semangat dan prestasi pengetahuan dan kemampuan dalam
kinerjanya. penyelesaian perkara tipikor; d.
2. Cara (ways) berupa substansi dari Adanya kesepakatan secara hukum
ketentuan-ketentuan hukum yang terhadap Audit Investigasi yang
mengatur militer, meliputi hukum dikeluarkan oleh Inspektorat
formil dan materiil maupun peraturan Kotama/masing-masing Matra setelah
perundang-undangan lainnya. diadakan Tim Pemeriksaan Dengan
Untuk mempercepat proses penyelesaian Tujuan Tertentu (PDTT) dapat
perkara tipikor, dapat dilakukan langkah- dijadikan sebagai barang bukti dalam
langkah diantaranya: perkara tipikor.
a. Melakukan pertemuan rutin dan 3. Tujuan (ends) berupa budaya hukum
berkala antar instansi penegak hukum yaitu moril dan sikap Prajurit maupun
di lingkungan TNI setiap 3 (tiga) bulan aparat penegak hukum yang memiliki

Strategi Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi … | Suryandoko, Madjid, Putro | 59


integritas, iman dan kepribadian yang Mengoptimalkan koordinasi yang
baik. sinergis antar lembaga penegak
Untuk mengatasi hambatan yang hukum di lingkungan TNI yang saling
terus menerus ada dalam perkara, memperkuat dengan komitmen dan
dapat dilakukan langkah-langkah konsistensi tinggi dalam
diantaranya: a. Memberikan dana lebih pemberantasan tipikor.
besar terhadap proses penyidikan dan Untuk mengatasi kendala tersebut
penuntutan perkara tipikor; b.Dan/Ka diperlukan upaya-upaya sebagai berikut :
tiap Satker memberikan penekanan a. Membangun koordinasi yang sinergis
kepada anggotanya agar antar lembaga penegak hukum di
melaksanakan perencanaan dan lingkungan TNI yang saling memperkuat
pelaksanaan anggaran sesuai dengan dengan komitmen dan konsistensi tinggi
peruntukannya; c. Melaksanakan demi mewujudkan koordinasi dalam
penggunaan anggaran secara pemberantasan tipikor untuk penguatan
transparan dan akuntabel; d. Sistem Peradilan Militer; b. Melakukan
Melengkapi sarana dan prasarana pertemuan rutin dan berkala antar
Penyidik Pom baik kemampuan teknis instansi penegak hukum di lingkungan
maupun alat pendukung elektronik TNI setiap 3 (tiga) bulan sekali untuk
dalam melakukan penyidikan. membahas percepatan penyelesaian
Selain pembahasan tentang upaya perkara tipikor maupun perkara lainnya
yang diambil dikaitkan dengan teori yang yang dilakukan secara bergantian sebagai
digunakan sebagai jalan untuk penyelenggaranya; c. Melakukan Nota
memecahkan masalah yang terjadi, Kesepahaman (Memory of
penulis juga akan membahas tentang Understanding/MoU) antara TNI dengan
strategi-strategi yang akan dilakukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
sebagai upaya pemberantasan tipikor Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung
untuk penguatan Sistem Peradilan Militer dalam hal Pendidikan dan Latihan
dikaitkan dengan hasil penelitian yang Penyidikan dan Penuntutan Tipikor
diperoleh dari informan sebagai praktisi dengan Penyidik TNI; Asistensi
penegak hukum, diantaranya sebagai penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
berikut: oleh KPK kepada Penyidik dan Oditur
1. Strategi-1. Militer; d. Mengadakan Bimbingan Teknis

60 | Jurnal Strategi Pertahanan Darat | Agustus 2018 | Volume 4 Nomor 2


secara bersama-sama bagi Penyidik, kinerja dan pelaksanaan program dan
Oditur dan Hakim Militer minimal 2 kali anggaran tiap-tiap satker dibawahnya
setahun dengan materi penerapan serta melakukan tindakan pencegahan
Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 dan penindakan terhadap adanya
sebagaimana diubah dengan Undang- pelanggaran/kesalahan yang harus segera
undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang dilakukan perbaikan; d. Adanya
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kesepakatan secara hukum terhadap
sehingga memiliki kesamaan Audit Investigasi yang dikeluarkan oleh
pengetahuan dan kemampuan dalam Inspektorat Kotama/masing-masing
penyelesaian perkara tipikor. Matra setelah diadakan Tim Pemeriksaan
2. Strategi-2 Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dapat
Mengoptimalkan fungsi pengawasan dijadikan sebagai barang bukti dalam
dan pengendalian Dansatker dan perkara tipikor.
Kinerja Inspektorat masing-masing 3. Strategi-3. Mengefektifkan forum
Matra/Kotama. Komuniti Hukum untuk meningkatkan
Diperlukan upaya-upaya sebagai berikut: pengetahuan dan kemampuan aparat
a. Membentuk Tim/Bagian penelusuran penegak hukum demi penyelesaian
dan pengelolaan aset maupun dana hasil perkara dalam pemberantasan tipikor
perbuatan tipikor di setiap masing-masing untuk penguatan Sistem Peradilan
instansi penegak hukum; b. Melakukan Militer. Strategi ini timbul karena
kesepakatan antar instansi penegak adanya keluhan dan pertanyaan dari
hukum perihal batasan waktu dalam para pencari keadilan di lingkungan
melakukan penyidikan, penuntutan dan Peradilan Militer maupun masyarakat
persidangan terhadap perkara tipikor luas yang sering mengeluhkan
biasa maksimal selesai dalam waktu 8 keterlambatan dalam proses
(delapan) bulan sedangkan perkara pemberkasan, pelimpahan dan
tipikor yang menonjol atau menarik penanganan perkara dalam sistem
perhatian masyarakat selesai dalam Peradilan Militer untuk memutuskan
waktu 6 (enam) bulan; c. Inspektorat perkara tipikor. Untuk mengatasi
masing-masing Matra/Kotama harus kendala tersebut diperlukan upaya-
berperan lebih aktif dalam melakukan upaya sebagai berikut : a. Membangun
pengawasan dan pemeriksaan terhadap koordinasi antara lembaga penegak

Strategi Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi … | Suryandoko, Madjid, Putro | 61


hukum di lingkungan TNI dengan Penanganan perkara tipikor di lingkungan
lembaga pendukung non militer TNI sangat tergantung kepada kinerja
seperti Badan Pengawas Keuangan instansi dan aparat penegak hukumnya.
(BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Untuk keberhasilan pelaksanaan tugas
Pembangunan (BPKP), Pusat pokoknya, masih ditemui beberapa
Pelaporan dan Analisa Transaksi kendala yang menjadi penghambat dalam
Keuangan (PPATK) dan Inspektorat proses penyelesaian perkara tipikor, oleh
Kementrian/Lembaga dalam karena itu diperlukan berbagai upaya-
mendapatkan alat bukti perkara upaya berupa : a. Melakukan kontrol dan
tipikor; b. Dan/Ka tiap-tiap Satker agar pengawasan ketat kepada setiap instansi
selalu memberikan penekanan kepada dan aparatur penegak hukum agar
unsur bawahan dan anggotanya agar melaksanakan tugas dan tanggung jawab
selalu melaksanakan perencanaan dan sesuai dengan penerapan Undang-
pelaksanaan anggaran sesuai dengan undang RI nomor 31 tahun 1999
peruntukannya untuk menghindari sebagaimana diubah dengan Undang-
penyelewengan penggunaan anggaran undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang
dan tipikor; c. Melaksanakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; b.
penggunaan anggaran secara Meningkatkan integritas aparat dan
transparan dan akuntabel ; d. pimpinan instansi penegak hukum
Melengkapi sarana dan prasarana dilingkungan TNI melalui peningkatan
Penyidik Pom baik kemampuan teknis kualitas moral dan spiritual aparaturnya;
maupun alat pendukung elektronik c. Memberikan Reward and Punishment
dalam melakukan penyidikan agar kepada setiap instansi dan aparatur
mendapatkan barang bukti otentik dan penegak hukum untuk memacu
mempercepat penyelesaian perkara. integritas, semangat dan prestasi
4. Strategi-4. kinerjanya; d. Memberikan dana yang
Meningkatkan integritas aparat dan lebih besar dari perkara biasa terhadap
pimpinan instansi penegak hukum di proses penyidikan dan penuntutan
lingkungan TNI melalui peningkatan perkara tipikor.
kualitas moral dan spiritual
aparaturnya.

62 | Jurnal Strategi Pertahanan Darat | Agustus 2018 | Volume 4 Nomor 2


Kesimpulan tipikor di Pengadilan Militer sebagai
Berdasarkan uraian dari hasil penelitian institusi terakhir dalam penyelesaian
dan pembahasan sebagaimana telah perkara tipikor. Hal ini dipicu oleh
diuraikan pada bagian terdahulu, maka terbatasnya kemampuan dan
dapat ditarik suatu simpulan, yakni : pengetahuan Sumber Daya Manusia
a. Pelaksanaan pemberantasan Tipikor di baik Hakim Militer, unsur Penyidik
lingkungan TNI, sebagai ujung Oditur Militer dan Polisi Militer tentang
tombaknya terletak pada aparat penerapan Undang-undang RI nomor
penegak hukum yang menjalankan 31 tahun 1999 sebagaimana diubah
Sistem Peradilan Militer (Military dengan Undang-undang RI nomor 20
Criminal Justice System) terdiri dari : tahun 2001 tentang Pemberantasan
Hakim Militer dalam memutuskan Tindak Pidana Korupsi serta minimnya
perkara di Pengadilan Militer, Polisi alat bukti yang dihadirkan oleh
Militer dan Oditur Militer sebagai Penyidik di persidangan terutama
penyidik dan penuntut umum dengan barang bukti surat berupa hasil audit
menggunakan dasar hukum yaitu investigasi pembuktian adanya
Undang-undang RI nomor 31 tahun kerugian keuangan negara yang pro
1999 sebagaimana diubah dengan justitia sehingga berdampak kepada
Undang-undang RI nomor 20 tahun Hakim Militer menemui banyak
2001 tentang Pemberantasan Tindak kesulitan dalam melakukan
Pidana Korupsi serta didukung dengan pembuktian perbuatan melanggar
Undang-undang RI Nomor 31 tahun hukum dan penentuan besarnya
1997 tentang Peradilan Militer sebagai kerugian keuangan negara serta straaf
legalitas/payung hukumnya. Namun, pemidanaannya.
dalam kenyataannya timbul b. Pemberantasan tipikor untuk
permasalahan dalam pemberantasan penguatan sistem peradilan militer
tipikor untuk penguatan sistem terdapat beberapa faktor-faktor
peradilan militer berupa koordinasi penghambat dalam penerapan
antar instansi Penegak Hukum Undang-undang RI nomor 31 tahun
khususnya unsur penyidik masih belum 1999 sebagaimana diubah dengan
berjalan optimal yang mengakibatkan Undang-undang RI nomor 20 tahun
lambatnya penyelesaian perkara 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Strategi Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi … | Suryandoko, Madjid, Putro | 63


Pidana Korupsi baik dari dalam 1999 sebagaimana diubah dengan
(internal) berupa kelemahan maupun Undang-undang RI nomor 20 tahun
dari luar (eksternal) berupa 2001 tentang Pemberantasan Tindak
kendalanya. Adapun faktor internal Pidana Korupsi perlu dilakukan upaya-
(kelemahan) diantaranya terbatasnya upaya diantaranya berupa
Sumber Daya Manusia baik unsur mengefektifkan forum Komuniti
Penyidik Pom, Oditur Militer dan Hakim Hukum untuk meningkatkan
Militer terutama kemampuan dan pengetahuan dan kemampuan aparat
pengetahuan tentang penerapan penegak hukum dalam penyelesaian
Undang-undang tipikor, perbedaan dalam pemberantasan tipikor untuk
skill dan ilmu pengetahuan dari penguatan Sistem Peradilan Militer
masing-masing Hakim yang dengan mengadakan Bimbingan Teknis
menyidangkan perkara tipikor dalam secara bersama-sama bagi Penyidik,
melakukan pembuktian tipikor dan Oditur dan Hakim Militer minimal 2 kali
biaya perkara untuk penyidikan setahun dengan materi penerapan
perkara tipikor masih terlalu Undang-undang RI nomor 31 tahun
kecil/minim. Sedangkan faktor 1999 sebagaimana diubah dengan
eksternal (kendala) diantaranya: Undang-undang RI nomor 20 tahun
anggapan masyarakat dan insan 2001 tentang Pemberantasan Tindak
jurnalistik bahwa persidangan di Pidana Korupsi sehingga memiliki
Pengadilan Militer dilaksanakan secara kesamaan pengetahuan dan
tertutup, tidak transparan dan tidak kemampuan dalam penyelesaian
menjunjung tinggi rasa keadilan; Sulit perkara tipikor.
melakukan pelacakan dan penelusuran
dana maupun aset milik terduga tipikor Rekomendasi
dalam proses pengumpulan barang a. Pengadilan Milter merupakan satu-
bukti hasil dari perbuatan tipikor. satunya pelaksana kekuasaan Yudikatif
c. Pembenahan sistem peradilan militer di lingkungan militer menurut Undang-
untuk memeriksa dan mengadili undang Dasar Negara Republik
perkara tipikor yang dilakukan oleh Indonesia tahun 1945 pasal 24 ayat (2)
Prajurit TNI dengan mengacu kepada yang diperkuat dengan pasal 1 Undang-
Undang-undang RI nomor 31 tahun undang RI nomor 31 tahun 1997

64 | Jurnal Strategi Pertahanan Darat | Agustus 2018 | Volume 4 Nomor 2


tentang Peradilan Militer. Sedangkan tipikor untuk penguatan Sistem
kompetensi absolut dari Pengadilan Peradilan Militer. Selain itu juga
Militer yaitu berwenang mengadili melakukan pertemuan rutin dan
perkara tindak pidana militer maupun berkala antar instansi penegak hukum
tindak pidana umum yang pelakunya di lingkungan TNI setiap 3 (tiga) bulan
adalah anggota militer atau pada saat sekali untuk membahas percepatan
tindak pidana dilakukan pelakunya penyelesaian perkara tipikor maupun
berstatus militer aktif yang didasari perkara lainnya yang dilakukan secara
oleh Undang-Undang RI Nomor 31 bergantian sebagai penyelenggaranya.
Tahun 1997 pasal 9 ayat (1). Walaupun Apabila diperlukan dan mendesak
muncul Undang-Undang RI Nomor 46 dalam menangani perkara menonjol
Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor yang menarik perhatian khalayak maka
yang di dalam salah satu pasalnya dapat dilakukan pertemuan secara
menyebutkan bahwa satu-satunya insidentil. Berkaitan kerjasama dengan
Pengadilan yang berhak menyidangkan lembaga non militer, dapat juga
perkara tipikor di Indonesia hanyalah dilakukan Nota Kesepahaman (Memory
Pengadilan Tipikor, namun of Understanding/MoU) antara TNI
berdasarkan kewenangan absolut dengan Komisi Pemberantasan Tindak
Pengadilan Militer, maka khusus Pidana Korupsi (KPK) dan Kejaksaan
Prajurit TNI yang melakukan tipikor Agung dalam hal Pendidikan dan
tetap diadili dan yustisiabel Pengadilan Latihan Penyidikan dan Penuntutan
Militer. Tipikor dengan Penyidik TNI; Asistensi
b. Untuk mengurangi keterlambatan dan penyelidikan, penyidikan dan
kurang transparannya penyelesaian penuntutan oleh KPK kepada Penyidik
perkara tipikor di lingkungan TNI, dan Oditur Militer.
upaya yang dilakukan yaitu
membangun koordinasi yang sinergis Daftar Pustaka
Achmad Ali, Keterpurukan Hukum Di
antar lembaga penegak hukum di
Indonesia: Penyebab dan Solusinya,
lingkungan TNI yang saling (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002).
Astim Riyanto, Filsafat Hukum,
memperkuat dengan komitmen dan
(Bandung:YAPEMDO, 2003).
konsistensi tinggi demi mewujudkan Lawrence M.Friedman, Hukum Amerika
Sebuah Pengantar ( American Law:
koordinasi dalam pemberantasan

Strategi Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi … | Suryandoko, Madjid, Putro | 65


An Introduction , 2nd Edition),
diterjemahkan oleh Wishnu Basuki,
(Jakarta: Tatanusa, 2001).
Lexy J, Moleong,( 2012 ) Metode
Penelitian Kualitatif ( edisi revisi )
PT Remaja Rosda Karya, Bandung.
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi
Penelitian Hukum Dan Jurimetri, (
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988).
Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum
(An Introduction To The Philosophy
Of Law), diterjemahkan oleh
Mohamad Radjab, (Jakarta:
Bhratara Niaga Media, 1996), h.35.
Saefudin, M. Organisasi dan Manajemen
Industri, (Yogyakarta : Liberty,
1993).
Nurmantyo, Gatot, “Korupsi
Menghambat Kemajuan
Pembangunan TNI” Majalah Tentara
Nasional Indonesia “Patriot” edisi
Maret 2017.
Peradilan Militer Dalam Kekuasaan
Kehakiman di Indonesia, oleh Tiarsen
Buaton (Jurnal Hukum Militer
STHM, Vol.1-No.2 Agustus 2007).
Indonesia, Undang-undang nomor 31 tahun
1997 tentang Peradilan Militer.
Indonesia, Undang-Undang nomor 31
tahun 1999 sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang No.20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.

66 | Jurnal Strategi Pertahanan Darat | Agustus 2018 | Volume 4 Nomor 2

Anda mungkin juga menyukai