Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma masih merupakan penyebab kematian paling sering di empat
dekade pertama kehidupan, dan masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang utama di setiap negara (Gad et al, 2012).
Sepuluh persen dari kematian di seluruh dunia disebabkan oleh trauma
(Maegel, 2010).
Diperkirakan bahwa pada tahun 2020, 8.4 juta orang akan meninggal
setiap tahun karena trauma, dan trauma akibat kecelakaan lalu lintas jalan
akan menjadi peringkat ketiga yang menyebabkan kecacatan di seluruh
dunia dan peringkat kedua di negara berkembang (Udeani, 2013).
Di Indonesia tahun 2011 jumlah kecelakaan lalu lintas sebanyak 108.696
dengan korban meninggal sebanyak 31.195 jiwa (BPS, 2011).
Trauma abdomen menduduki peringkat ketiga dari seluruh kejadian
trauma dan sekitar 25% dari kasus memerlukan tindakan operasi
(Hemmila, 2008). Trauma abdomen diklasifikasikan menjadi trauma
tumpul dan trauma tembus. Trauma tembus abdomen biasanya dapat
didiagnosis dengan mudah dan andal, sedangkan trauma tumpul abdomen
sering terlewat karena tanda-tanda klinis yang kurang jelas (Jansen et al,
2008).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penanganan pada Trauma Abdomen?
2. Bagaimana proses Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Trauma
Abdomen?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan asuhan keperawatan
gawat darurat dengan trauma abdomen.
3. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa memahami definisi trauma abdomen
b. Agar mahasiswa mengenal anatomi fisiologi abdomen
c. Agar mahasiswa memahami mekanisme trauma abdomen
d. Agar mahasiswa memahami etiologi trauma abdomen
e. Agar mahasiswa memahami patofisiologi trauma abdomen
f. Agar mahasiswa memahami manifestasi klinis trauma abdomen
g. Agar mahasiswa memahami penanganan pada trauma abdomen
h. Agar mahasiswa memahami pemeriksaan pada trauma abdomen
i. Agar mahasiswa memahami komplikasi pada trauma abdomen
BAB II
TINJAUAN TEORI
1) Penanganan
Rupture andung kemih ekstraperitoneal ditunjukan dengan
ekstraasasi berbentuk api dari kontras pada sitogram
(figure, 8-2) rupture tersebut diatasi secara nonoperatif.
Sitogram halus diulang kemudian untuk menebtukan
penutupan rupture. Kateter foley adalah manajemen yang
paling kuat untuk mengeluarkan urin dn menghasilkan hari
kateterisasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan
manajemen menggunakan slang suprapubik. Rupture
kandung kemih intraperitoneal memerlukan perbaikan
operasi dan drainase urin yang merembes. Hematoma
pelvis dibiarkan utuh.
Jika diduga terjadicedera uretra, kateter foley tidak
dipasang untuk menghindari memburunya cedera parsial
menjadi robekan penuh. Cedera uretra anterior diatasi
secara nonoperatif dengan pemasangan kateter dan slang
suprapubik. Cedera uretra posterior dapat diatasi dengan
rekontruksi perineum tertunda atau reposisi endoskopi
primer. Repsisi primer lebih sederhana memberikan waktu
yang lebih singkat untuk berkemih sepontan, dan
penurunan insiden striktur, sehingga menghindari
uretroplasti bedah dimasa yang akan datang.
i. Gentalia Pria.
Testis, skrotum, dan penis sebagai satu kesatuan yang jarang
mengalam cedera sekalipun rentan terhada trauma tembus.
Identifikasi cepat cedera testis sangat penting untuk
menyelamatkan testisitu sendiri. Cedera penis, meskipun jarang,
juga dapat terjadi akibat terjepit dan dapat menyebabkan amputasi.
1) Penanganan: Cedera testis akan mumbutuhkan intervensi bedah
segera untuk mengevakuasi bekuan darah, memeriksa tingkat
cedera, dan perbaikan terkadang orkiektomi diperluka jika
cedera tidak dapat diperbaiki. Keterlambatan pengobatan dapat
mengakibatkan atrofi testis atau infeksi.
Pada cedera skrotum dapat dilakukan perbaikan atau
rekontruksi. Jika avulsi skrotum tidak dapat diperbaiki,
implantasi bedah testis kedalam paha memungkinkan
penyelamatanya dalam situasi ini. Skrotum juga harus
ditinggikan pada gulungan handuk dan dipantau untuk
mencegah dekubitus dengan pembengkakan. Peembengkakan
skrotum juga dapat terjadi pad fraktur pelvis tanpa cedera
lansung pada skrotum. Perawatan yang sama juga harus di
berikan. Cedera penis sangat berkaitan dengan cedera intra
abdomen. Pengkajian abdomen total tidak boleh diabaikan
dengan adanya cedera penis. Cedera penis dapat diatasi secara
nonoperatif dengan elevasi kompres es, dan obat anti inflamasi.
Analgesic untuk nyeri juga penting. Hematoma mungkin
memerlukan evakuasi bedah. Komplikasi meliputi devormitas
permanen, dan/atau ereksi yang tidak adekuat. Dukungan
psikososial mungkin diperlukanuntum menghadapi perubahan
citra diridan fungsi seksual
j. Cedera Diafragma
Pada trauma tumpul abdomen, robekan diafragma dapat
terjadi pada bagian manapun pada kedua diafragma. Yang paling
penting dan berbahaya jika mengenai diafragma kiri, berhubungan
dengan organ sekitarnya. Lokasi cedera biasanya pada daerah
paskaero lateral dari diafragma kiri. Pada pemeriksaan foto thorak
awal akan terlihat diafragma yang labih tinggi ataupun kabur,
biasanya berupa hematoraks, ataupun adanya bayangan udara yang
membuat kaburnya gambaran diafragma, ataupun terlihat NGT
yang terpasang dalam gaster terlihat di thorak. Pada sebagian kecil
foto thorak tidak memperlihatkan adanya kelainan. Cedera
diafragma dapat dilihat dari pemeriksaan CT scan abdomen pada
pasien trauma tumpul abdomen.
4. Etiologi
b. Trauma tumpul
Trauma tumpul kadang tidak menimbulkan kelainan yang
jelas pada permukaan tubuh, tetapi dapat mengakibatkan cedera
berupa kerusakan daerah organ sekitar, patah tulang iga, cedera
perlambatan (deselerasi), cedera kompresi, peningkatan mendadak
tekanan darah, pecahnya viskus berongga, kontusi atau laserasi
jaringan maupun organ dibawahnya.
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan
adanya Deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak
mempunyai kelenturan (non complient organ) seperti hati, lien,
pankreas, dan ginjal. Secara umum mekanisme terjadinya trauma
tumpul abdomen yaitu:
1) Saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di
antara struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan
menyebabkan robeknya organ berongga, organ padat, organ
visceral dan pembuluh darah, khususnya pada bagian distal
organ yang terkena. Contoh pada aorta distal yang mengenai
tulang torakal mengakibatkan gaya potong pada aorta dapat
menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi pada
pembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic junction.
2) Isi intra abdominal hancur diantara dinding abdomen anterior
dan columna vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat
menyebabkan ruptur, biasanya terjadi pada organ-organ padat
seperti lien, hati, dan ginjal.
6. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non penetrasi kemungkinan
terjadi perdarahan intra abdomen yang serius, pasien akan
memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel
darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila
suatu organ visceral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi,
tanda-tanda iritasi peritoneum cepat tampak. Tanda-tanda dalam
trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri
lepas, dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi
peritonitis umum. Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami
takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis.
Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase
awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila
terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdiomen, maka operasi
harus dilakukan.
Patofisiologi cedera intra-abdomen pada trauma tumpul abdomen
berhubungan dengan mekanisme trauma yang terjadi. Pasien yang
mengalami trauma dengan energi yang tinggi akan mengalami
goncangan fisik yang berat sehingga menyebabkan cedera organ.
(Mehta, Babu and Venugopal, 2014). Ada beberapa mekanisme cedera
pada trauma tumpul abdomen yang dapat menyebabkan cedera organ
intra-abdomen, yaitu:
a. Benturan langsung terhadap organ intra-abdomen diantara dinding
abdomen anterior dan paskaerior
b. Cedera avulsi yang diakibatkan oleh gaya deselerasi pada
kecelakaan dengan kecepatan tinggi atau jatuh dari ketinggian.
Gaya deselerasi dibagi menjadi deselerasi horizontal dan deselerasi
vertikal. Pada mekanisme ini terjadi peregangan pada struktur-
struktur organ yang terfiksir seperti pedikel dan ligamen yang
dapat menyebabkan perdarahan atau iskemik.
c. Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan
intra-abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya biasanya
menyebabkan cedera organ berongga. Berat ringannya perforasi
tergantung dari gaya dan luas permukaan organ yang terkena
cedera
d. Laserasi organ intra-abdomen yang disebabkan oleh fragmen
tulang (fraktur pelvis, fraktur tulang iga)
e. Peningkatan tekanan intra-abdomen yang masif dan mendadak
dapat menyebabkan cedera diafragma bahkan cedera kardiak.
Trauma langsung abdomen atau deselerasi cepat menyebabkan
rusaknya organ intra-abdomen yang tidak mempunyai kelenturan
(noncomplient organ) seperti hati, limpa, ginjal dan pankreas. Pola
injuri pada trauma tumpul abdomen sering disebabkan karena
kecelakaan antar kendaraan bermotor, pejalan kaki yang ditabrak
kendaraan bermotor, jatuh dari ketinggian dan pemukulan dengan
benda tumpul. Trauma tumpul abdomen terjadi karena kompresi
langsung abdomen dengan objek padat yang mengakibatkan
robeknya subscapular organ padat seperti hati atau limpa. Bisa juga
karena gaya deselerasi yang menyebabkan robeknya organ dan
pembuluh darah pada regio yang terfiksir dari abdomen (hati atau
arteri renalis). Atau bisa karena kompresi eksternal yang
menyebabkan peningkatan intraluminal yang menyebabkan cedera
organ berongga (usus halus). Trauma tumpul abdomen yang
mayoritas sering mengenai organ limpa sekitar 40% - 55%, hati
35% - 45% dan usus halus 5%-10%.
7. Manifestasi Klinis
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis
menurut Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah
abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah,
takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
a. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen
b. Terjadi perdarahan intra abdominal.
c. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga
fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan
peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
d. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam
setelah trauma.
e. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio
pada dinding abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
a. Terdapat luka robekan pada abdomen.
b. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
c. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak
perdarahan/memperparah keadaan.
d. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam
andomen.
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen,
yaitu:
a. Nyeri
b. Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat.
Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat
nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
c. Darah dan cairan
d. Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.
e. Cairan atau udara dibawah diafragma
f. Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa.
Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
g. Mual dan muntah
h. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
i. Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal
shock hemoragi.
8. Penatalaksanan
a. Pre-hospital untuk trauma tajam dan tumpul.
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi
di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABCDE jika
ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan
bersihkan jalan napas.
Primari survey:
1) Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas
menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan
mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat
mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan,
darah atau benda asing lainnya.
2) Breathing.
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10
detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak.
Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3) Circulation.
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat
dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan
resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan
bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada
dan 2 kali bantuan napas).
4) Disabillity
Tidak jarang trauma abdomen disertai dengan trauma kapitis.
Selaluh priksa tingkat kesadaran (den GCS) dengan laterallisasi
(pupil anisokor dan motoric yang lebih lemah suatu sisi).
5) Exposure
Apabilah ditemukan usus yang menonjol keluar (eviserasi),
cukup menutupnya dengan kasa steril supaya usus tidak kering.
Apabilah ada benda menacap jamgan dicabut, tetapi lakukan
fiksasi pada benda tersebut terhadap dinding perut.
Untuk penanganan awal trauma abdomen, dilihat dari trauma
nonpenetrasi dan trauma penetrasi, yaitu:
Penanganan awal pada trauma abdomen non-penetrasi
1) Stop makanan dan minuman
2) Imobilisasi
3) Kirim kerumah sakit
4) Diagnostik Peritoneal Lavage
Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen,
dengan tujuan untuk mengetahui lokasi perdarahan. Indikasi untuk
dilakukan DPL, antara lain:
1) Nyeri abdomen yang tidak dapat diterangkan sebabnya
2) Trauma pada bagian bawah dari dada
3) Hipotensi, hematocrit turun tanpa alasan yang jelas
4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,
alcohol, cedera otak)
5) Pasien cedera abdominalis dan cedera medulla spinalis
6) Patah tulang pelvis
Pemeriksan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapat darah segar
dalam BAB atau daerah sekitar anus maka berarti ada perdarahan
di bagian kolon atau usus besar akibat trauma non penetrasi
(trauma tumpul). Adapun kontra indikasi tindakan DPL yaitu:
1) Hamil
2) Pernah operasi abdominal
3) Penolong tidak berpengalaman
b. Penanganan awal pada trauma abdomen penetrasi (trauma tajam)
1) Bila terjadi luka tusuk, maka pisau atau benda yang tertusuk
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis di rumah
sakit
2) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan
dengan kain kasa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi
pisau agar tidak memperparah luka/perdarahan
3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut
tidak di anjurkan di masukkan kembali kedalam tubuh, akan
tetapi di balut dengan kain bersih atau bila ada perban steril
4) Imobilisasi pasien
5) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan
menekan
7) Bawa ke rumah sakit
Secondary survy:
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABCDE pasien sudah stabil.
Bila sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita
harus kembali mengulangi Primary Survey. Semua prosedur yang
dilakukan harus dicatat dengan baik. Pemeriksaan dari kepala
sampaike jari kaki (head-to-toe examination) dilakukan dengan
perhatian utama:
1) Pemeriksaan kepala.
a) Kelainan kulit kepala dan bola mata
b) Telinga bagian luar dan membrana timpani
c) Cedera jaringan lunak periorbital
2) Pemeriksaan leher
a) Luka tembus leher
b) Emfisema subkutan
c) Deviasi trachea
d) Vena leher yang mengembang
3) Pemeriksaan neurologis
a) Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
b) Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motoric
c) Penilaian rasa raba / sensasi dan reflex
4) Pemeriksaan dada
a) Clavicula dan semua tulang iga
b) Suara napas dan jantung
c) Pemantauan ECG (bila tersedia)
5) Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
a) Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
b) Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul
abdomen kecuali bila ada trauma wajah
c) Periksa dubur (rectal toucher)
d) Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus
externus
6) Pelvis dan ekstremitas
a) Cari adanya fraktur (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan
melakukan tes gerakanapapun karena memperberat
perdarahan)
b) Cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah trauma
c) Cari luka, memar dan cedera lain
3) Hidung
Bentuk simetris, ada/tidak polip maupun sekret, peradangan
mucosa.
4) Telinga
Simetris kanan-kiri, ada/tidak penumpukan serumen, ada/tidak
menggunakan alat bantu pendengaran.
5) Mulut
Ada/tidak perdarahan pada gusi, periksa adanya radang mukosa
(stomatitis), ada/tidak sariawan, tonsil diperiksa apakah
meradang atau tidak.
6) Leher
Kelenjar tyroid diperiksa apakah terjadi pembesaran kelenjar
tyroid, ada/tidak peningkatan JVP (Jugularis Vena Pressure).
7) Pernafasan (paru)
Bentuk thorax normal/tidak, pengembangan dada simetris
antara kanan- kiri, normal pernafasan: 16-22 x/menit, amati
suara batuk yang terdengar
P : Sonor/pekak
P : Fremitus vokal sama antara kanan- kiri.
A : Suara nafas (vesikuler/broncho-vesicular, bronchial),
suara tambahan (rales, ronchi, wheezing, dan pleural friction-
rub)
8) Sirkulasi (jantung)
I : Ictus cordis tampak/tidak
P : Ictus cordis teraba kuat/pelan di mid klavikula intercosta
V : sinistra, ada/tidaknya thill
P : Pekak/sonor
A : Bunyi jantung (S1- S2) reguler, ada/tidak suara jantung
tambahan.
9) Neurologi
Kaji skala nyeri PQRST (P: Provoke, Palliates, Precipitation;
Q: quality; R: radiance; S: severity; T: time.
10) Abdomen
Abdomen membusung/membuncit atau datar, tepi perut (flank)
menonjolatau tidak, umbilicus menonjol atau tidak. Amati
bayangan/gambaran bendungan pembuluh darah vena di kulit
abdomen, tampak benjolan massa atau tidak. Adanya distensi
pada abdomen (kemungkinan ada pneumo pertonium, dilatasi
gastric atau ileus akibat iritasi peritoneal). Pergerakan
pernapasan abdomen (kemungkinan ada peritonitis).
A : Peristaltikusus 5-35 kali permenit
P : Ada nyeri tekan atau tidak, hepar dan lien teraba atau
tidak
P : Tympani/hipertympani, massa padat atau cairan
menimbulkan suara pekak.
11) Genitoririnaria
(a) Pria:
Kulit sekitar kalamin mengalami infeksi/jamur/kutu, teraba
testis kiri/kanan,
(b) Wanita
Amati vula secara keseluruhan adakah prolapsus uteri,
benjolan kelenjar Bartholin
12) Kulit
Turgor kulit elastis, kembali kurang dari 3 detik, tidak ada lesi,
tidak ada kelainan pada kulit.
13) Ekstremitas
Pemeriksaan edema/tidak edema, rentak gerak, uji kekuatan
otot, reflek-reflek fisiologik, reflex patologik babinsk
3. Diagnosa Keperawatan
NANDA. 2015/2017, edisi 10
NIC
1) Kontrol infeksi
a) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk
pasien
b) Ganti peralatan perawat perpasien sesuai protocol institusi
c) Batasi jumlah pengunjung
d) Anjurkan pasien mengenai teknik mencuci tangan dengan
tepat
e) Pakai sarung tangan steril dengan tepat
f) Berikan terapi antibotik yang sesuai
g) Anjurkan pasien untuk minum antibiotic seperti yang
diresepkan
h) Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana
menghindari infeksi
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan…x24 jam diharapkan
kekurangan volume cairan dapat teratasi
NOC
1) Monitor tekanan darah dipertahankan pada skala…dan di
tingkatkan ke skala…
2) Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam dipertahankan
pada skala…dan di tingkatkan ke skala…
3) Turgor kulit dipertahankan pada skala…dan di tingkatkan ke
skala…
4) Bola mata cekung dan lembek dipertahankan pada skala…dan
di tingkatkan ke skala…
5) Pusing dipertahankan pada skala…dan di tingkatkan ke skala…
NIC:
1) Manajemen elektrolit dan cairan
a) Pantau tanda dan gejala dehidrasi mis mata cekung, edema,
nafas dangkal dan cepat
b) Berikan cairan yang sesuai
c) Berikan intravena yang tepat, tranfusi darah, atau laju aliran
internal
d) Monitor tanda-tanda vital yang sesuai
e) Monitor kehilangan cairan mis perdarahan, muntah
2) Manajemen Hipovolemik
a) Monitor adanya tanda-tanda dehidrasi (mis turgor kulit
buruk, kapilary refill terlambat, nadi lemah, sangat haus,
membrane mukosa kering, dan penurunan output urin)
b) Monitor adanya reaksi tranfusi darah dengan tepat
c) Monitor rongga mulut dari kekeringan
e. Resiko syok
Setelah dilakukan tindakan keperawatan…x24 jam diharapkan
pasien tidak menunjukkan tanda-tanda syok
NOC:
1) Keparahan syok hipovolemik:
a) Nadi lemah dan halus dipertahankan pada skala…dan di
tingkatkan ke skala…
b) Aritmia dipertahankan pada skala…dan di tingkatkan ke
skala…
c) Pernapasan dangkal dipertahankan pada skala…dan di
tingkatkan ke skala…
d) Memanjangnya waktu pembekuan darah dipertahankan
pada skala…dan di tingkatkan ke skala…
e) Penurunan tingkat kesadaran dipertahankan pada skala…
dan di tingkatkan ke skala…
NIC
1) Pengurangan Perdarahan
a) Identifikasi penyebab perdarahan
b) Berikan penekanan langsung atau penekanan pada balutan
jika sesuai
c) Monitor jumlah dan sifat kehilangan darah
d) Monitor pasien akan perdarahan secara ketat
e) Instruksikan pasien dan keluarga mengenai tingkat
keparahan kehilangan darah dan tindakan-tindakan yang
tepat untuk dilakukan
2) Pencegahan syok
a) Monitor terhadap adanya respon kompensasi awal syok
(misalnya, tekanan darah normal, tekanan nadi melemah,
hipotensi ortostatik ringan, (15 sampai 25 mmhg),
pelambatan pengisian kapiler, pucat atau dingin pada kulit,
atau kulit kemerahan, takipnea ringan, mual dan muntah,
peningkatan rasa haus, dan kelemahan.
b) Monitor EKG
c) Catat adanya memar patechiae dan kondisi membrane
mukosa.
d) Periksa urin terhadap adanya darah dan protein, sesuai
kebutuhan.
e) Monitor terhadap tanda dan gejalah asites dan nyeri
abdomen atau punggung
f) Anjurkan pasien dan keluarga mengenai factor-faktor
pemicu syok
f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan factor mekanik
(mis: daya gesek, tekanan imobilitas fisik).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…x24jam
diharapkan integritas kulit dapat diatasi dengan kriteria hasil:
NOC:
1) Penyembuhan luka skunder
a) Ukuran luka berkurang dipertahankan pada skala, dan di
tingkatkan ke skala
b) Lubang pada luka dipertahankan pada skala, dan di
tingkatkan ke skala
c) Pembentukan bekas luka pada skala, dan di tingkatkan ke
skala
2) Penyembuhan luka primer
a) Memperkirakan kondisi luka, pada skala, dan di tingkatkan
ke skala
b) Mempertahankan kondisi tepi luka pada skala, dan di
tingkatkan ke skala
c) Lebam dikulit sekitarnya pada skala, dan di tingkatkan ke
skala
NIC:
1) Pengurangan perdarahan: luka
a) Gunakan penekanan manual pada area yang berpotennsi
perdarahan
b) Gunakan balut tekan pada bagian yang berdarah
c) Ganti atau tambah balut tekan jika di perlukan
d) Monitor tanda-tanda vital jika diperlukan
d) Perawatan luka
e) Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna,
ukuran dan bau
f) Singkirkan benda-benda yang tajam pada luka
g) Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak
beracun dengan tepat
h) Oleskan salep yang sesuai dengan luka atau insisi
i) Berikan rawatan insisi pada luka, yang diperlukan
j) Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
k) Pertahankan teknik balutan steril, ketika melakukan
perawatan pada luka
l) Ganti balutan yang sesuai dengan jumlah eksudat dan
drainase
m) Anjurkan pada pasien dan keluarga agar mengenal tanda
dan gejala infeksi
n) Monitor ekstermitas bawah
o) Inspeksi terhadap kebersihan kulit yang buruk
p) nspeksi adanya edemapada ekstermitas bawah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran