Pendidikan Humanistik

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

Teori Belajar Humanistik

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


Teori Belajar dan Pembelajaran
Yang dibina oleh Ibu Dr.Hj. Suti’ah M.Pd

Oleh :
Beny Adianto (12110028)
Ayusta Maulana (12110020)
M.Bahroin (12110057)
Novia Ayuningtyas (12110027)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2013
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya yang
telah dilimpahkan kepada kami sehingga kami dengan lancar dan pada waktu yang
telah ditentukan dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori Humanistik”
yang merupakan salah satu tugas terstruktur mata kuliah Teori Belajar &
Pembelajaran pada semester tiga.

Dalam makalah ini kami membahas mengenai teori humanistik dari berbagai
pandangan para ahli. Sehingga memberikan pengetahuan yang lebih luas mengenai
teori humanistik yang diterapkan didalam sistem pendidikan di Indonesia.

Dalam kesempatan ini tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu
Dr.Hj.Suti’ah M.Pd selaku dosen pembimbing dan pengampu mata kuliah ini.

Dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari kekurangan dan
kelemahan, sehingga saran dan kritik sangat kami harapkan untuk menambah
wawasan kita tentang teori belajar & pembelajaran khususnya pada teori humanistik.
Semoga amal baik kita semua diberkahi Allah SWT.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih dan mohon ma’af apabila ada
kekurangan atau kesalahan dalam mengerjakan tugas ini.

Malang, Oktober 2013

Penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................................................. i

Daftar Isi.....................................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan

Latar belakang………………………………………………………..............1

Rumusan masalah……………………………………………………….........2

Tujuan…………………………………………………………………….......3

Bab II Pembahasan

Pengertian Teori Humanistik ..................................……………………….....4

Pendapat para ahli tentang teori humanistik.....................................................5

Belajar menurut teori humanistik.................................................................. 11

Aplikasi teori humanistik dalam pendidikan..................................................11

Relevansi teori humanistik ............................................................................13

Bab III Penutup

Kesimpulan…………………………………………………………….........16

Saran…...……………………………………………………………...….....16

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan perkembangan jaman banyak negara yang mengakui bahwa
persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik. Namun semuanya merasakan
bahwa pendidikan merupakan salah satu tugas negara yang amat penting. Bangsa
yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan
dunia tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu
bangsa. Pengemasan pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran sekarang ini belum
optimal seperti yang diharapkan. Hal ini terlihat dengan kekacauan-kekacauan yang
muncul di masyarakat bangsa ini, diduga bermula dari apa yang dihasilkan oleh
dunia pendidikan. Pendidikan yang sesungguhnya paling besar memberikan
kontribusi terhadap kekacauan ini.
Tantangan dunia pendidikan ke depan adalah mewujudkan proses
demokratisasi belajar. Pembelajaran yang mengakui hak anak untuk melakukan
tindakan belajar sesuai karakteristiknya. Hal penting yang perlu ada dalam
lingkungan belajar yang demokratis adalah reallness. Sadar bahwa anak memiliki
kekuatan disamping kelemahan, memiliki keberanian di samping rasa takut dan
kecemasan, bisa marah di samping juga bisa gembira. Realness bukan hanya harus
dimiliki oleh anak, tetapi juga orang yang terlibat dalam proses pembelajaran.
Lingkungan belajar yang bebas dan didasari oleh realness dari semua pihak yang
telibat dalam proses pembelajaran akan dapat menumbuhkan sikap dan persepsi yang
positif terhadap belajar.
Bagi para guru, menciptkan kondisi yang paling efektif untuk menciptakan
perubahan yang diinginkan dalam tingkah laku merupakan salah satu tugas yang
paling penting tentang belajar dengan kata lain, guru memiliki tanggungan
mengemas teori belajar sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Sebelum kita
menjawab pertanyaan tersebut, kita harus melihat pada penjelasan-penjelasan
psikologis tentang belajar.
Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang
psikologi atau bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah
membicarakan sosok manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang
harus mendapat perhatian. anah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan
ranah psikomotor. Akan tetapi manusia sebagai makhluk yang berpikir, berbeda
dengan binatang. Binatang adalah juga makhluk yang dapat diberi pelajaran, tetapi
tidak menggunakan pikiran dan akal budi. Ivan Petrovich Pavlov, ahli psikologi
Rusia berpengalaman dalam melakukan serangkaian percobaan. Dalam percobaan
itu ia melatih anjingnya untuk mengeluarkan air liur karena stimulus yang dikaitkan
dengan makanan. Proses belajar ini terdiri atas pembentukan asosiasi (pembentukan
hubungan antara gagasan, ingatan atau kegiatan pancaindra) dengan makanan.
Proses belajar yang digambarkan seperti itu menurut Pavlov terdiri atas
pembentukan asosiasi antara stimulus dan respons refleksif.
Dasar penemuan Pavlov tersebut, menurut J.B. Watson diberi istilah
behaviorisme. Watson berpendapat bahwa perilaku manusia harus dipelajari secara
objektif. la menolak gagasan mentalistik yang bertalian dengan bawaan dan naluri.
Watson menggunakan teori classical conditioning untuk semuanya yang bertalian
dengan pembelajaran. Pada umumnya ahli psikologi mendukung proses mekanistik.
Maksudnya kejadian lingkungan secara otomatis akan menghasilkan tanggapan.
Proses pembelajaran itu bergerak dengan pandangan secara menyeluruh dari situasi
menuju segmen (satuan bahasa yang diabstraksikan dari kesatuan wicara atau teks)
bahasa tertentu. Materi yang disajikan mirip dengan metode dengar ucap.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami menyimpulkan ada beberapa masalah
yang akan kami angkat untuk dibahas dalam makalah ini :

1. Apa pengertian teori humanistik ?


2. Bagaimana para ahli berpendapat mengenai teori tersebut ?
3. Bagaimana teori humanistik berpandangan mengenai belajar ?
4. Bagaimana aplikasi teori humanistik dalam dunia pendidikan ?
5. Bagaimana relevansi teori humanistik dalam pendidikan di Indonesia saat
ini?
1.3 Tujuan

Penulisan makalah ini diharapkan memberikan pemahaman kepada penulis serta


kepada pembaca, selain itu diharapkan :

1. Untuk memahami pengertian teori humanistik


2. Untuk mengetahui berbagai pendapat mengenai teori humanistik
3. Untuk mengetahui hakikat belajar menurut teori humanistik
4. Untuk mengetahui kegunaan teori humanistik dalam praktek pendidikan
5. Untuk mengetahui apakah masih relevan jika teori humanistik dijadikan
sebagai acuan dalam proses kegiatan belajar-mengajar
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Humanistik

Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan


aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula.
Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik
dalam pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik Education?”, Krischenbaum
menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik
dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan
humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum
dalam psikologi humanistik.
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic
Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan
behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah
potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan
kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti
yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah
“sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk
melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut
sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya
memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif
yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga
relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan,
penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal,
dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas
ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.
Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang
beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu
anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi,
mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistik
mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai perilaku manusia.
“Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? Dan bagaimana aku bisa
membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan lebih baik?
Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak
bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan.
Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara
humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi
adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran
humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan
pendidikan emosi sama dengan mengabaikansalah satu potensi terbesar manusia.
Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari
pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang
menitikberatkan kognisi.

2.2 Pendapat Para Ahli tentang Teori Humanistik


Adapun pendapat dari para ahli mengenai teori humanistik sebagai berikut.
1. Abraham Maslow
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Menurut Maslow, manusia
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-
kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, adapun hirarki kebutuhan
tersebut adalah
a. Kebutuhan aktualisasi diri
b. Kebutuhan untuk dihargai
c. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
d. Kebutuhan akan rasa tenteram dan aman
e. Kebutuhan fisiologi/dasar
2. Arthur Combs
Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan
dengan kehidupan siswa. Guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba
memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah
perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang
ada. Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua
lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu yaitu lingkaran kecil dan
lingkaran besar.
3. Carl Roger
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanisme yang menekankan perlunya
sikapsaling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu
mengatasi masalahmasalah kehidupannya. Menurut Rogers yang terpenting
dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip
pendidikan dan pembelajaran.
4. KOLB(EXPERIENTIAL LEARNING THEORY)
Teori ini dikembangkan oleh David Kolb pada sekitar awal tahun 1980-an.
Dalam teorinya, Kolb mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan
diciptakan melalui transformasi pengalaman. Pengetahuan dianggap sebagai
perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman.
Experiential Learninng Theory kemudian menjadi dasar model pembelajaran
experiential learning yang menekankan pada sebuah model pembelajaran yang
holistik dalam proses belajar. Pengalaman kemudian mempunyai peran sentral
dalam proses belajar.
Lebih lanjut, Kolb membagi belajar menjadi 4 tahap :
a) Tahap pengamalan konkrit (Concrete Experience)
Merupakan tahap paling awal, yakni seseorang mengalami sesuatu
peristiwa sebagaimana adanya (hanya merasakan, melihat, dan
menceritakan kembali peristiwa itu).Dalam tahap ini seseorang belum
memiliki kesadaran tentang hakikat peristiwa tersebut, apa yang
sesungguhnya terjadi, dan mengapa hal itu terjadi.
b) Tahap Pengalaman Aktif dan Reflektif (Reflection Observation)
Pada tahap ini sudah ada observasi terhadap peristiwa yang dialami,
mencari jawaban, melaksanakan refleksi, mengembangkan pertanyaan-
pertanyaan bagaimana peristiwa terjadi, dan mengapa terjadi.
c) Tahap Konseptualisasi (Abstract Conseptualization)
Pada tahap ini seseorang sudah berupaya membuat sebuah abstraksi,
mengembangkan suatu teori, konsep, prosedur tentang sesuatu yang
sedang menjadi objek perhatian.
d) Tahap Eksperimentasi Aktif (Active Experimentation)
Pada tahap ini sudah ada upaya melakukan eksperimen secara aktif,
dan mampu mengaplikasikan konsep, teori ke dalam situasi nyata.
Pada dasarnya, tahap-tahap tersebut berlangsung diluar kesadaran orang
yang belajar, (begitu saja terjadi).

Experiential Learning merupakan model pembelajaran yang sangat


memperhatikan perbedaan atau keunikan yang dimiliki siswa, karenanya
model ini memiliki tujuan untuk mengakomodasi perbedaan dan keunikan
yang dimiliki oleh masing-masing individu. Dengan mengamati inventori
gaya belajar (learning style inventory) yang dikembangkan masing-masing
siswa, David Kolb mengklasifikasikan gaya belajar seseorang menjadi empat
kategori sebagai berikut :

a. Converger
Tipe ini lebih suka belajar jika menghadapi soal yang
mempunyai jawaban tertentu. Orang dengan tipe ini tidak emosional
dan lebih suka menghadapi benda daripada manusia. Mereka tertarik
pada ilmu pengetahuan alam dan teknik.
b. Diverger
Tipe ini memandang sesuatu dari berbagai segi dan kemudian
menghubungkannya menjadi suatu kesatuan yang utuh. Orang dengan
tipe ini lebih suka berhubungan dengan manusia. mereka lebih suka
mendalami bahasa, kesusastraan, sejarah dan ilmu-ilmu sosial
lainnya.
c. Assimilation
Tipe ini lebih tertarik pada konsep-konsep yang abstrak.
Orang dengan tipe ini tidak terlalu memperhatikan penerapan praksis
dari ide-ide mereka. Bidang studi yang diminati adalah bidang
keilmuan(science) dan matematika.
d. Accomodator
Tipe ini berminat pada penngembangan konse-konsep. Orang
dengan tipe ini berminat pada hal-hal yang konkret dan eksperimen.
Bidang studi yang sesuai untuk tipe ini adalah lapangan usaha dan
teknik sedangkan pekerjaan yang sesuai antara lain penjualan dan
pemasaran.

Dari keempat gaya tersebut, tidak berarti manusia harus digolongkan


secara permanen dalam masing-masing kategori. Menurut Kolb, belajar
merupakan suatu perkembangan yang melalui tiga fase yaitu, pengumpulan
pengetahuan (acquisition), pemusatan perhatian pada bidang tertentu
(specialization) dan menaruh minat pada bidang yang kurang diminati
sehingga muncul minat dan tujuan hidup baru. Sehingga, walaupun pada
tahap awal individu lebih dominan pada gaya belajar tertentu, namun pada
proses perkembangannya diharapkan mereka dapat mengintegrasikan semua
kategori belajar.

5) HONEY DAN MUMFORD

Pandangan tentang belajar Honey dan Mumford banyak dipengaruhi oleh


Kolb. Mereka kemudian menggolong-golongkan orang belajar menjadi empat
macam golongan yaitu:

a) Kelompok aktivis
Karakteristik:
 Senang melibatkan diri dan berpartisipasi dalam suatu
kegiatan untuk meperoleh pengalaman yang baru
 Mudah diajak berdialog
 Mempunyai pemikiran yang terbuka
 Menghargai pendapat orang lain
 Mudah percaya pada orang lain
 Kurang pertimbangan yang matang dalam melangkah.
b) Kelompok reflektor
Karakteristik:
 Sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan dalam mengambil
keputusan
 Tidak mudah dipengaruhi orang lain
 Cenderung bersifat konservatif
c) Kelompok teoris
Karakteristik:
 Sangat kritis
 Suka menganalisis
 Selalu berpikir rasional dengan menggunakan penalaran
 Segala sesuatu dikembalikan pada teori dan konsep
 Tidak menyukai pendapat / penilaian yang subyektif
 Tidak menyukai hal-hal yang spekulatif
 Mempunyai pendirian yang kuat
 Tidak mudah dipengaruhi orang lain
d) Kelompok pragmatis
Karakteristik:
 Praktis, tidak suka bertele-tele dengan suatu teori/konsep
 Memandang sesuatu berguna apabila dapat dilaksakanan/
dipraktekkan bagi kehidupan manusia
6) HABERMAS
Menurut Habermas, proses belajar terjadi apabila terjadi interaksi antara
individu dengan lingkungannya, baik lingkungan alam maupun sosial.
Ada 3 tipe belajar :

a) Belajar Teknik (Tehnical Learning )


Yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan
alam secara benar. Seseorang harus menguasai pengetahuan dan ketrampilan
agar dapat menguasai dan mengelola lingkungan dengan benar.Dal hal ini
ilmu alam sangat diperlukan.
b) Belajar Praktis (Practical Learning)
Yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan
social ( orang-orang yang ada disekeliling ) secara baik. Bidang ilmu
sosiologi, komunikasi, psikologi, antropologi dan seenisnya sangtlah
dibutuhkan dalam belajar praktis. Namun demikian tidak berarti lingkungan
alam diabaikan.
c) Belajar Emansipatoris (Emancipatory Learning)
Belajar emansipatoris menekankan pada upaya seseorang mencapai suatu
pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau
transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya. Ilmu-ilmu yang
berhubungan dengan bahasa dan budaya sangat dibutuhkan. Tahap ini oleh
Habermas dianggap tahap belajar yang paling tinggi, karena transformasi
kultural adalah tujuan pendidikan yang tertinggi.
7) BLOOM DAN KRATHWOHL
Pandangan ini menekankan pada apa yang harus dikuasai oleh individu
( sebagai tujuan belajar ) setelah melalui peristiwa belajar. Tujuan belajar telah
dirangkum dalam tiga kawasan yang disebut Taksonomi Bloom, yakni :
1) Domain Kognitif, terdiri atas 6 tingkatan , yaitu :
a) Pengetahuan ( mengingat, menghafal )
b) Pemahaman ( menginterprestasikan )
c) Aplikasi ( menggunakan konsep untuk memecahkan masalah )
d) Analisis ( menjabarkan suatu konsep )
e) Sintesis ( menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi sebuah
konsep yang utuh )
f) Evaluasi ( membandingkan nilai – nilai, ide, metode , dll )
2) Domain Psikomotor, terdiri dari 5 tingkatan, yaitu :
a) Peniruan ( menirukan gerak )
b) Penggunaan ( menggunakan konsep untuk melakukan gerak )
c) Ketepatan ( melakukan gerak dengan benar )
d) Perangkaian ( melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar )
e) Naturalisasi ( melakukan gerak secara wajar )
3) Domain afektif , terdiri dari 5 tingkatan, yaitu :
a) Pengenalan ( ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu )
b) Merespon ( aktif berpartisipasi )
c) Penghargaan ( menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu )
d) Pengorganisasian ( menghubungkan nilai yang dipercayainya )
e) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola
hidupnya)

2.3 Belajar dalam Pandangan Teori Humanistik

Menurut teori humanistik belajar harus dimulai dan ditujukan untuk


kepentingan memanusiakan manusia. Teori belajar humanistik sifatnya abstrak dan
lebih mendekaji kajian filsafat. Teori ini lebih banyak berbicara tentang konsep-
konsep. Dalam teori pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses yang
dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Memanusiakan
manusia, yakni untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri
orang yang belajar secara optimal. Dal hal ini, maka teori humanistik ini bersifat
eklektik (memanfaatkan / merangkum semua teori apapun dengan tujuan untuk
memanusiakan manusia).

Salah satu ide penting dalam teori belajar humanistik adalah siswa harus
mempunyai kemampuan untuk mengarahkan sendiri perilakunya dalam belajar (self
regulated learning), apa yang akan dipelajari dan sampai tingkatan mana, kapan dan
bagaimana mereka akan belajar. Siswa belajar mengarahkan sekaligus memotivasi
diri sendiri dalam belajar daripada sekedar menjadi penerima pasif dalam proses
belajar. Siswa juga belajar menilai kegunaan belajar itu bagi dirinya sendiri.

Aliran humanistik memandang belajar sebagai sebuah proses yang terjadi


dalam individu yang melibatkan seluruh bagian atau domain yang ada yang meliputi
domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan kata lain, pendekatan humanistik
menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai
yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, metode pembelajaran humanistik
mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa. Guru, oleh
karenanya, disarankan untuk menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu,
dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses
pembelajaran.

2.4 Aplikasi Teori Humanistik


Belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat eklektik,
tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Menurut
aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan
merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan
alami untuk berkembang, untuk lebih baik, dan juga belajar. Jadi sekoah harus
berhati-hati supaya tidak membunuh insting ini dengan memaksakan anak belajar
sesuatu sebelum mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk
belajar sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan.
Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai konselor seperti
dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme.
Secara singkatnya, pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada
perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk
mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan
kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode
untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati
keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun
diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena
keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-
baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa
untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan
siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan
diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan
pendapatny masing-masing di depan kelas. Guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk bertanya apabila kurang mengerti terhadap materi yang diajarkan.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-
materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan
sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini
adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi
perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki rasa humor, adil,
menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan
wajar.Ruang kelads lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan.
Sedangkan guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang
rendah ,mudah menjadi tidak sabar ,suka melukai perasaan siswa dengan komentsr
ysng menyakitkan,bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang
ada.

2.5 Relevansi Teori Humanistik dalam Pendidikan di Indonesia


Pada umumnya tiap teori akan selalu diikuti dengan kelebihan dan kekurangan,
tak terkecuali pada teori humanistik ini juga. Pada teori humanistik, dapat ditemukan
beberapa kekurangan dan kelebihan di dalamnya. Pada aspek kelebihan teori belajar
humanistik, dapat dijelaskan sebagai berikut1 :
1. Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian,hati nurani,perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial.
2. Indikator keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa
senang,berinisiatif dalam belajar, dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku, serta
sikap atas kemauan sendiri.
3. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan,norma,disiplin, atau
etika yang berlaku
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan.Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa.
Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk

1
Muhammad Thobroni, Belajar dan Pembelajaran (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011) hal 176
memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama (student
center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa
memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan
meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar.
Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1) Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2) Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat
jelas , jujur dan positif.
3) Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar
atas inisiatif sendiri,
4) Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran
secara mandiri
5) Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya
sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko
dariperilaku yang ditunjukkan.
6) Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa,
tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk
bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7) Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8) Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa

Teori humanistik mempunyai pengaruh yang signifikan pada ilmu psikologi dan
budaya populer. Sekarang ini banyak psikolog yang menerima gagasan ini ketika
teori tersebut membahas tentang kepribadian, pengalaman subjektif manusi
mempunyai bobot yang lebih tinggi daripada relitas objektif. Psikolog humanistik
yang terfokus pada manusia sehat daripada manusia yang bermasalah, juga telah
menjadi suatu kontribusi yang bermanfaat. Meskipun demikian, kritik dari teori
humanistik tetap mempunyai beberapa argumentasi:

1) Teori humanistik terlalu optimistik secara naif dan gagal untuk memberikan
pendekatan pada sisi buruk dari sifat alamiah manusia
2) Teori humanistik, seperti halnya teori psikodinamik, tidak bisa diuji dengan
mudah
3) Banyak konsep dalam psikologi humanistik, seperti misalnya orang yang
telah berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif.
Beberapa kritisi menyangkal bahwa konsep ini bisa saja mencerminkan nilai
dan idealisme.
4) Psikologi humanistik mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis
5) Teori humanistik ini dikritik karena sukar digunakan dalam konteks yang
lebih praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan dunia filsafat daripada
dunia pendidikan.
6) Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan
siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman serta
membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Teori belajar humanistik berusaha memahami perilaku belajar dari sudut


pandang perilakunya bukan sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para
pendidik adalah mambantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu
masing- masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
Teori yang digambarkan oleh Maslow tersebut memfokuskan pada 5
tingkatan kebutuhan (needs) yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, harga diri,
dan aktualisasi diri. Hierarki kebutuhan Maslow dapat membantu guru memahami
siswa dan menciptakan lingkungan untuk meningkatkan pembelajaran.

3.2 SARAN
Dalam proses penulisan ini, kami masih menemukan berbagai macam
permasalahan,akan tetapi permasalahan yang cukup berdampak yaitu kurangnya
sumber literatur yang dapat dijadikan referensi. Oleh karena itu, kami sangat
membutuhkan saran dari pembaca sekalian, untuk memperbaiki penulisan makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA

Baihagi, MIF. 2008. Psikologi Pertumbuhan : Kepribadian Sehat Untuk


Mengembangkan Optimisme. Bandung : Rosda

Budiningsih, Asri C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Darsono, Max. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.

Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenanda Media


Grup
Rumini, S. dkk. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
Dimyati & Mudjiono.2009. Belajar & Pembelajaran.Jakarta : Rineka Cipta
http://ariefian84.wordpress.com/2010/07/21/teori-belajar

Anda mungkin juga menyukai