Anda di halaman 1dari 164

PERAN PEKERJA SOSIAL TERHADAP

PENYANDANG SKIZOFRENIA DI PANTI SOSIAL


BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 3

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh
EKO RADITYO ADI NUGROHO
NIM 1113054100005

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H / 2018 M
ABSTRAK

Eko Radityo Adi Nugroho


Peran Pekerja Sosial Terhadap Penyandang Skizofrenia di
panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
Skizofrenia merupakan salah satu dari masalah
kesehatan jiwa yang tergolong tinggi penderitanya di
Indonesia dengan kondisi dimana seseorang mengalami
kelemahan khusus pada proses berfikir sehingga memerlukan
peran pekerja sosial dalam pelayanan sosial. Salah satu
lembaga yang menangani orang dengan skizofrenia adalah
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3. Peran pekerja
sosial merupakan hal penting dalam pemulihan dan
peningkatan kualitas hidup warga binaan sosial.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran
pekerja sosial terhadap penyandang skizofrenia di Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu
peneliti mengumpulkan data, menyusun, mengklarifikasi dan
menganalisa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh
peneliti adalah secara triangulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada generalisasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran yang
dilakukan oleh pekerja sosial terhadap penyandang
Skizofrenia di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
diantaranya meliputi: fasilitator, broker, enabler dan
educator . Fasilitator merupakan peran yang paling dominan
di panti sosial Bina Laras Haarapan Sentosa 3, terutama
pada tahap pembinaan. Dalam proses penerapannya pekerja
sosial melakukan peran tersebut sesuai dengan tahapan
pelayanan yang sudah diatur dalam aturan panti sosial.
Sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Kata Kunci : Pekerja Sosial, Warga Binaan Sosial, Panti


Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3, Skizofrenia

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur bagi Allah


SWT, pemilik segala sumber ilmu dan kehidupan, yang dengan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “PERAN PEKERJA SOSIAL
TERHADAP PENYANDANG SKIZOFRENIA DI PANTI
SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 3”.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada
junjungan ummat Islam, Nabi Besar Muhammad SAW,
keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir
zaman.
Dalam proses penyusunan Skripsi ini, penulis
mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA Dekan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Suparto, M. Ed, Ph. D Wakil Dekan
Bidang Akademik. Dr. Roudhonah, MA Wakil Dekan
Bidang Administrasi Umum, Dr. Suhaimi, M.Si Wakil
Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial, Hj. Nunung Khairiyah, MA Sekretaris
Program Studi Kesejahteraan Sosial. Terima kasih atas
bimbingannya.

ii
3. Bapak Ismet Firdaus, M.Si Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah membantu membimbing dan memberikan masukan
serta support dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga
Allah SWT membalas segala kebaikan dan keikhlasan yang
telah beliau curahkan
4. Seluruh Dosen dan Staf Akademik Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan kepada
penulis selama kuliah.
5. Segenap pihak Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
Jakarta Barat yang sudah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian serta telah berpartisipasi untuk
membantu penulis dalam pengumpulan informasi untuk
penyelesaian skripsi ini.
6. Kedua Orang tuaku, Ayahanda Sidarto dan Ibunda Irna
Yusnita yang senantiasa mendo’akan, memberikan
dukungan tenaga dan semangat setiap harinya sehingga
penulis termotivasi untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Adikku tercinta Dwi Putera Anugrah yang selalu
memberikan dukungan dan kasih sayang kepada penulis.
8. Teman istimewa yang penulis sayangi yaitu Ayu
Khoirunnisa Muiz yang telah memberikan semangat tanpa
henti, dengan ocehan yang bermutu dan candaan sehingga
penulis tidak terbebani dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Immanuel Weldi Sebenaan Mooy, Nesti Syarawasti, Alvin
Ramanda Putra, Achmad Zaki Aji yang selalu memberikan
support

iii
kritik dan memberikan masukan satu sama lain dalam
mengejar gelar sarjana strata 1.
10. Erby Eko, Ichsan Kurnia, Ari Herlangga, Lisda Nur Asiah,
dan Indah Choirunnissa yang merupakan teman travelling
dan teman kuliner yang telah meluangkan waktunya untuk
menghibur penulis dikala jenuh dalam menyelesaikan
skripsi.
11. Teman-teman Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2013, yang telah memberikan warna
selama menjalankan perkuliahan dan berjuang bersama-
sama untuk mendapatkan gelar sarjana strata 1.
12. Sahabat terbaik Nanda Paramitha Putri yang telah
membantu penulis dari awal masuk perkuliahan hingga saat
ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi dan
perkuliahan.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, kepada Allah
SWT jualah penulis panjatkan doa dan harap, semoga kebaikan
mereka dicatat sebagai amal shaleh di hadapan Allah SWT dan
menjadi pemberat bagi timbangan kebaikan mereka kelak.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang
dimiliki dalam penulisan skripsi ini, baik dari segi isi maupun
dari segi penyusunannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran
yang bersifat membangun akan sangat berarti bagi penulis.

iv
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, 6 November 2018

Eko Radityo Adi Nugroho

v
DAFTAR ISI

ABSTRAK .......................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..............................................1

B. Identifikasi
Masalah……………………………………………….9

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..........................9

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian..................................10

E. Tinjauan Pustaka .......................................................11

F. Metodologi Penelitian ...............................................12

G. Sistematika Penulisan ................................................19

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Peran ............................................20

Tinjauan Sosiologi Tentang Peran ............................23

B. Tinjauan Tentang Pekerja Sosial ...............................24

1. Pengertian Pekerja Sosial ...................................24

2. Peranan Pekerja Sosial .......................................27

vi
3. Kode Etik Pekerja Sosial ....................................29

C. Pelayanan Sosial ........................................................32

1. Pengertian Pelayanan Sosial...............................32

2. Fungsi Pelayanan Sosial .....................................35

3. Tujuan Pelayanan Sosial ....................................36

4. Tahapan Pelayanan Sosial .................................37

D. Tinjauan Tentang Skizofrenia ...................................39

1. Pengertian Skizofrenia .......................................39

2. Gejala-Gejala Skizofrenia ..................................40

3. Penyebab Munculnya Penyakit Skizofrenia .......42

4. Tipe-tipe Skizofrenia ..........................................44

5. Tindak Lanjut Skizofrenia ..................................46

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA

A. Sejarah Singkat ..........................................................48

B. Visi dan Misi .............................................................49

C. Struktur Organisasi ....................................................50

D. Dasar Hukum .............................................................50

E. Tujuan Pelayanan ......................................................51

F. Tahapan Pelayanan Sosial .........................................51

vii
G. Sasaran dan Kriteria Warga Binaan Sosial................52

H. Ruang Lingkup Pelayanan ........................................53

I. Sarana Panti Sosial ....................................................54

J. Sumber daya Manusia ...............................................55

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Data Informan ...........................................................56

B. Tahapan Pelayanan Sosial .........................................59

1. Asal WBS ...........................................................59

2. Pendekatan Awal ................................................60

3. Penerimaan .........................................................63

4. Assesmen............................................................65

5. Pembinaan ..........................................................67

6. Resosialisasi .......................................................73

7. Penyaluran ..........................................................76

8. Bimbingan Lanjut ...............................................77

BAB V PEMBAHASAN

1. Fasilitator ...................................................................81

2. Broker ........................................................................85

3. Enabler/Pemungkin ...................................................88

4. Educator ....................................................................90

viii
BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................94

B. Saran ..........................................................................95

DAFTAR PUSTAKA........................................................96
LAMPIRAN ......................................................................99

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,


mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis
(Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992). Atas dasar definisi
tersebut, maka manusia selalu dilihat sebagai satu kesatuan
yang utuh (holistik). Dari unsur "badan" (organobiologik),
"jiwa" (psiko-edukatif) dan “sosial” (sosio-kultural), yang
tidak dititik beratkan pada “penyakit” tetapi pada kualitas
hidup yang terdiri dan "kesejahteraan" dan “produktivitas
sosial ekonomi”. Dan definisi tersebut juga tersirat bahwa
"Kesehatan Jiwa" merupakan bagian yang tidak terpisahkan
(integral) dari "Kesehatan" dan unsur utama dalam
menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh
(Eppang, 2016). Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana
seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual,dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri,dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja
secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya (Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014).

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan


kesehatan yang signifikan di dunia. Kesehatan jiwa masih
menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan

1
di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016),
terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang
terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta
terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor
biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman
penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus
bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara
dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.
Data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi ganggunan
mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala
depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai
sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk
Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak
1,7 per 1.000 penduduk.(Kemenkes, 2016)
Islam sebagai suatu agama yang bertujuan untuk
membahagiakan dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, sudah barang tentu dalam ajaran-ajaranya memiliki
konsep kesehatan mental. Begitu juga dengan kerasulan Nabi
Muhammad SAW adalah bertujuan untuk mendidik dan
memperbaiki dan membersihkan serta mensucikan jiwa dan
akhlak. Di dalam Al-Qur’an sebagai dasar dan sumber ajaran
islam banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan
ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil
dalam kesehatan mental. Ayat-ayat tersebut adalah:

2
255)
Artinya:
Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi
terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk,
dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di
bumi. Tiada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi
Allah melainkan dengan seizin-Nya. Allah mengetahui semua
apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan
apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan
bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya,
dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. (Q.S. 2: 255)

Keimanan akan adanya Allah seperti digambarkan oleh


ayat itu mempunyai arti yang sangat besar bagi kesehatan
jiwa manusia. Ia dapat mengeluh, mengadu, meminta tolong,
minta perlindungan dan minta keadilan dan sebagainya, di
saat apa pun dan di mana pun ia memerlukannya. Orang
yang beriman tidak akan merasa kesepian, karena ia merasa

3
bahwa Allah SWT selalu ada, jaga dan mengetahui apa saja.
Oleh karena itu ia akan terhindar dari salah satu penyebab
keresahan dan kecemasan, yaitu rasa kesepian dan tiada
tempat mengungkapkan perasaan. Tidak jarang orang
menderita gangguan kejiwaan karena merasa di tinggalkan
oleh orang yang disayanginya dan karena tidak mendapatkan
orang tempat mengeluh yang mau memahami dan
mendengarnya.

Selain itu, dengan kejelasan ayat Al-Qur’an diatas


dapat ditegaskan bahwa kesehatan mental dalam arti yang
luas adalah tujuan dari risalah Nabi Muhammad SAW
diangkat jadi rasul Allah SWT, karena asas, cirri,
karakteristik dan sifat dari orang yang bermental itu
terkandung dalam misi dan tujuan risalahnya. Dan juga
dalam hal ini al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk, obat,
rahmat dan mu’jizat (pengajaran) bagi kehidupan jiwa
manusia dalam menuju kebahagian dan peningkatan
kualitasnya.(Daradjat 1991,16)

Masalah sosial tentang penderita gangguan jiwa


merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan
sosial (PMKS) di Indonesia yang tergolong tinggi
penderitannya, ini juga merupakan salah satu fenomena
masalah sosial yang harus segera di tangani. Berdasarkan
data riset kesehatan dasar (riskesdas) Kementerian Kesehatan
2014 disebutkan bahwa terdapat sekitar 1 juta jiwa pasien
yang mengalami gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien

4
yang mengalami gangguan jiwa ringan di Indonesia.
Diantaranya sebanyak 385.700 jiwa atau sebesar 2,03 persen
pasien gangguan jiwa terdapat di Jakarta dan berada di
peringkat pertama nasional (Haryadi, 2013).

Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) di DKI


Jakarta tiap tahun mengalami peningkatan.Dinas Kesehatan
DKI mencatat jumlah pasien ODMK tahun lalu mencapai
2.962 orang.Tidak heran jika Jakarta menjadi kota yang
banyak dihuni penderita gangguan kejiwaan. Dalam sepekan,
Dinas Sosial mengangkut setidaknya 15 orang yang
mengalami gangguan kejiwaan. Dalam satu bulan saja,
contohnya September 2016, 79 orang gangguan kejiwaan
dibawa ke panti sosial. Data Januari sampai September 2016,
ada 1.658 ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) dan ODMK
(orang dengan masalah kejiwaan). Mereka yang stress dan
gangguan jiwa. Khusus ODGJ dan ODMK memang tinggi,
cenderung naik.

Mereka yang terjaring dinas sosial langsung dibawa ke


rumah sakit jiwa yang bekerja sama dengan Pemprov DKI
yakni RS Jiwa Dr Soeharto Heerdjan Grogol. Di sana mereka
mendapat perawatan secara medis sampai kondisi
psikologisnya terkendali. Setelah sudah dirasa cukup tenang,
mereka dibawa ke panti sosial khusus penderita kejiwaan
milik Pemprov DKI. Di sana mereka diberikan pembinaan
baik secara mental maupun spiritual alias pendekatan
agama(Gual, 2016).

5
Dinas Sosial Pemprov DKI memberikan pelayanan
sosial yang bekerja sama dengan Rumah Sakit, Kepolisian,
Sudin Sosial, Panti Sosial, dan masyarakat. Salah satu Panti
Sosial Dinas Sosial Pemprov DKI Jakarta adalah Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3. Di sana mereka mendapat
perawatan secara medis sampai kondisi psikologisnya
terkendali. Dari sekian banyak orang dengan gangguan jiwa
yang mendapat pelayanan di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3 tersebut, hampir sebagian besarnya
merupakan orang dengan Skizofrenia.

Skizofrenia adalah gangguan serius yang


mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, merasa dan
bertindak.Individu dengan kondisi ini sering mengalami
kesulitan membedakan realitas dari delusi mereka.
Akibatnya, mereka seringkali menjadi penyendiri dan
mengalami kesulitan bergaul dengan orang lain serta sulit
berurusan dengan situasi sosial (Fauziah, 2016). Komunitas
Peduli Skizofrenia Indonesia menjabarkan bahwasanya
Skizofrenia merupakan suatu gangguan kejiwaan kompleks
di mana seseorang mengalami kesulitan dalam proses
berpikir sehingga menimbulkan halusinasi, delusi, gangguan
berpikir dan bicara atau perilaku yang tidak biasa (dikenal
sebagai gejala psikotik). Karena gejala ini, orang dengan
skizofrenia dapat mengalami kesulitan untuk berinteraksi
dengan orang lain dan mungkin menarik diri dari aktivitas
sehari-hari dan dunia luar. Keadaan ini pada umumnya
dimanifestasikan dalam bentuk halusinasi, paranoid,

6
keyakinan atau pikiran yang salah yang tidak sesuai dengan
dunia nyata serta dibangun atas unsur yang tidak berdasarkan
logika, dan disertai dengan disfungsi sosial dan pekerjaan
yang signifikan. Skizofrenia merupakan penyakit gangguan
jiwa yang paling umum dan paling banyak ditemukan di
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3.

Dalam penanganannya, Panti Sosial Bina Laras


Harapan Sentosa 3 memberikan pelayanan yang holistik
terhadap kondisi pasien Skizofrenia. Dibutuhkan proses
penyembuhan dan penanganan yang baik. Proses
penyembuhan dan penanganan yang lebih layak terhadap
penderita gangguan jiwa harus dilakukan secara
komprehensif melalui multi-pendekatan, khususnya
pendekatan keluarga dan pendekatan para tim profesi baik
medis maupun non medis seperti dokter umum, dokter jiwa,
perawat, psikolog, terapis, dan pekerja sosial secara langsung
pada penderita. Pendekatan tersebut seperti pembinaan
suasana, pemberdayaan penderita gangguan jiwa, dan
pendampingan penderita gangguan jiwa agar mendapatkan
pelayanan kesehatan yang terus-menerus. Masing-masing
tenaga profesi saling membantu, sesuai dengan keterampilan
profesi dibidang masing-masing.

Dalam perkembangannya, profesi pekerja sosial sudah


diakui keberadaannya dalam UU No. 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial, profesi pekerja sosial bukan hanya
sekedar kesukarelaan dari seorang individu, tetapi seorang

7
yang telah mendapat pendidikan dan pelatihan sehingga
mempunyai kompetensi dalam bidang kesejahteraan sosial.
Pekerja Sosial sebagai salah satu profesi yang berfokus pada
keberfungsian sosial klien dan interaksi lingkungan sosial
klien sejatinya memiliki peran yang sangat penting dalam
proses pemulihan sosial bagi penyandang Skizofrenia.
Dengan menggunakan pemahaman sistem dasar pekerja
sosial, akan terlihat bagaimana lingkungan dapat menjadi
satu faktor yang sangat penting bagi proses penyembuhan.
Oleh karena itu, untuk membantu pemulihan bagi
penyandang Skizofrenia di suatu Panti Sosial diperlukan
tenaga pekerja sosial professional atau pendamping sosial
yang kompeten (terstandar). Walaupun dikatakan sebagai
profesi baru di Indonesia, namun keberadaanya telah diakui
khususnya di panti-panti sosial dan beberapa rumah sakit dan
juga unit layanan informasi sosial di Jakarta.

Salah satunya yang memiliki tenaga pekerja sosial


professional dalam memberikan pelayanan terhadap orang
dengan skizofrena yakni Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 yang terletak di Jl. Karya No.19, Kel.Wijaya
Kusuma, Kec. Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Panti ini
menerima berbagai bentuk pelayanan untuk mengakomodir
dan menjangkau kebutuhan orang dengan masalah kejiwaan.
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 merupakan salah
satu dari beberapa Panti Sosial dibawah naungan Dinas
Sosial Pemprov DKI Jakarta dimana pekerja sosial

8
melakukan pelayanan bersama dengan tim yang berasal dari
beberapa profesi.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik


untuk melakukan penelitian mengenai “Peran Pekerja
Sosial Terhadap Penyandang Skizofrenia di panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan
peneliti maka identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Peran Pekerja Sosial terhadap penyandang skizofrenia
penting karena tingginya masalah kesehatan jiwa yang
terjadi yang dapat berdampak pada masalah kesejahteraan
sosial
2. Peran pekerja sosial terhadap penyandang skizofrenia
sebagai upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi
warga binaan social sehingga dapat memulihkan
keberfungsian sosial dan interaksi lingkungan sosialnya

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah


1. Pembatasan Masalah
Dalam sebuah penelitian harus dibentuk sebuah
pembatasan masalah agar peneliti fokus untuk mencari
dan meneliti objek penelitiannya penulis mencoba
membatasi masalah yang akan dibahas dalam skripsi
ini adalah Peran Pekerja Sosial terhadap penyandang

9
Skizofrenia di panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
3.
2. Perumusan Masalah
Bagaimana Peran Pekerja Sosial terhadap penyandang
Skizofrenia di panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
3?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Peran Pekerja Sosial terhadap
penyandang Skizofrenia di panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademik
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat dan menambah wawasan
keilmuan bagi mahasiswa kesejahteraan
sosial tentang Peran Pekerja Sosial terhadap
penyandang Skizofrenia di panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 3.
2. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau
bahan kepustakaan bagi pengembangan ilmu
kesejahteraan sosial.

10
b. Manfaat praktis

Memberikan informasi tentang Peran


Pekerja Sosial terhadap penyandang Skizofrenia
di panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan


pustaka sebagai langkah dari penyusunan skripsi yang diteliti
agar terhindar dari kesamaan judul dan lain-lain. Dari skripsi
yang sudah ada sebelumnya, maka peneliti menemukan
skripsi yang berhubungan tentang peran pekerja sosial, tetapi
peneliti akan menemukan dari sudut yang berbeda, yaitu

Skripsi Pertama: “Peran Pekerja Sosial Dalam Proses


Resoliasi Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum (Studi
Kasus Penerima Manfaat Di Panti Sosial Marsudi Putra
Handayani Cipayung, Jakarta Timur)” oleh Sonia Pratiwi
Mubaraq(1111054100022), mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah, Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, tahun 1436 H/2015 M.
Perbedaan skripsi Sonia Pratiwi Mubaraq dengan
penelitian skripsi penulis adalah penelitian penulis
membahas tentang peran Peran Pekerja Sosial terhadap
penyandang skizofrenia di panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3.

11
Skripsi Kedua: “Peran Pekerja Sosial Terhadap
Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara Di Panti
Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta
Timur” oleh Ika Nurjayanti (1110054100045), mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah, Program Studi Kesejahteraan
Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, tahun
1435 H/2014 M.
Perbedaan skripsi Ika Nurjayanti dengan skripsi
penelitian penulis, adalah penulis meneliti peran pekerja
sosial terhadap penyandang skizofrenia. Karena sama-sama
membahas peran pekerja sosial. Akan tetapi perbedaannya,
bahwa skripsi penulis lebih menjurus kepada kasus
penanganan orang gangguan jiwa skizofrenia.

F. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
Peran Pekerja Sosial dalam menangani Peran Pekerja
Sosial dalam Pelayanan Sosial Warga Binaan Sosial
Skizofrenia di panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
3, dalam penelitian ini, pendekatan yang penulis
gunakan adalah pendekatan kualitatif, Metode
penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang
alamiah, (sebagai lawanya adalah eksperimen) dimana
peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik

12
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada
generalisasi.
Obyek dalam penelitian kualitatif adalah obyek
yang alamiah, atau natural setting, sehingga metode
penelitian ini sering disebut sebagai metode
naturalistik. Obyek yang alamiah adalah obyek yang
apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti sehingga
kondisi pada saat peneliti memasuki obyek, setelah
berada di obyek dan setelah keluar dari obyek relatif
tidak berubah.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti menjadi
instrumen. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif
instrumennya adalah orang atau human instrument.
Kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data
yang pasti. Yaitu data yang tidak hanya dilihat secara
langsung baik lisan atau perbuatan, tetapi juga makna
yang tersirat atau terkandung didalamnya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan kualitatif, karena penelitinya
bermaksud meneliti secara mendalam. Bogdan dan
Taylor menjelaskan bahwa metodologi kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati.

13
Teknik pemilihan informan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling yang memberikan
keleluasaan kepada peneliti dalam menyeleksi
informan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Karena
purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu.
Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang
dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan,
atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan
memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial
yang diteliti. Dan apa bila dalam proses pengumpulan
data sudah tidak lagi ditemukan variasi informan maka
peneliti tidak perlu untuk mencari informan baru,
proses pengumpulan informasi sudah selesai.

2. Tempat dan Waktu Penelitian


a) Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3 yang terletak di
Jl. Karya No.19, Kel.Wijaya Kusuma, Kec.
Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta.
b) Waktu Penelitian
Peneliti melakukan penelitian di Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3, pada bulan
Januari sampai dengan bulan April 2018

14
3. Sumber data
Sumber data yang penulis gunakan pada penelitian
ini terbagi menjadi dua sumber data yaitu sumber data
premier dan sumber data sekunder yang akan
dijelaskan sebagai berikut:
a) Data Primer yaitu berupa data yang diperoleh
dari sasaran penelitian atau partisipan. Data
primer yang penulis maksud ialah pengamatan
yang bersifat partisipatoris, artinya penulis
melihat langsung ke Peran Pekerja Sosial dalam
Pelayanan Sosial Warga Binaan Sosial
Skizofrenia di panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3.
b) Data Sekunder yaitu berupa catatan atau
dokumen yang diambil dari berbagai literatur,
buku-buku, internet atau tulisan yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti,
seperti brosur, arsip, dan lain sebagainya.

4. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah
yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan
utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian
tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar
data yang ditetapkan.Teknik pengumpulan data yang
digunakan:

15
a. Pengamatan, dalam hal ini penulis mengamati
bentuk Peran Pekerja Sosial dalam Pelayanan
Sosial Warga Binaan Sosial Skizofrenia di panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3.
b. Wawancara, peneliti mendapatkan informasi
melalui tanya jawab yang dilakukan kepada
pekerja sosial dan pihak yang terkait untuk
melengkapi data yang dibutuhkan oleh penulis.
c. Dokumentasi, hal ini digunakan untuk
mendapatkan data yang tidak diperoleh dengan
pengamatan dan interview, tetapi hanya dapat
diperoleh dengan cara melakukan penelusuran
data dengan menelaah buku, internet, majalah,
jurnal maupun sumber lainnya yang berkaitan
dengan apa yang sedang diteliti oleh penulis.

5. Teknik Analisis Data


Menurut Bogdan bahwa analisa data adalah
proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data
kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,
menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting
dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain.

16
6. Keabsahan Data
Keabsahan data adalah data yang diperoleh, data
yang telah teruji dan valid, dalam hal ini peneliti
menulis keabsahan data diujikan lewat diskusi atau
sharing terhadap teman sejawat, referensi teori dan
melihat realitas sosial serta tentang isu-isu yang sedang
berkembang, oleh karena itu peneliti melakukan
perbaikan-perbaikan untuk mendapatkan data-data
yang relevan. Dan teknik untuk keabsahan data dengan
triangulasi sumber, berarti untuk mendapatkan data
dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang
sama. Sebagai gambaran atas data yang telah
dikumpulkan dari sumber yang berbeda sebagai cara
perbandingan data yang didapat dari observasi dan
wawancara. Penulis melakukan wawancara dari
informan yang satu ke informan yang lain, dan
melakukan wawancara terhadap hasil dari observasi.

7. Teknik Penulisan
Adapun penulisan yang digunakan dengan
menggunakan gaya Chicago1 mengacu pada pedoman
penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi)
yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2017.

17
G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I: Merupakan bab pendahuluan yang


menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan masalah,
perumusahan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II: Dalam bab ini membahas tinjauan umum
mengenai Peran Pekerja Sosial dalam Pelayanan Sosial
Warga Binaan Sosial Skizofrenia yang meliputi: Tinjauan
tentang peran, Tinjauan tentang pekerja sosial, Pelayanan
sosial, Tinjauan tentang skizofrenia.
BAB III: Dalam bab ini membahas tentang gambaran
umum lembaga yang nantinya akan menjelaskan profil Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3.
BAB IV: Dalam bab ini berisi mengenai data dan
temuan penelitian tentang Peran Pekerja Sosial dalam
Pelayanan Sosial Warga Binaan Sosial Skizofrenia di Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3.
BAB V: Dalam bab ini berisi mengenai pembahasan
tentang Peran Pekerja Sosial dalam Pelayanan Sosial Warga
Binaan Sosial Skizofrenia di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3.
BAB VI : Merupakan bab penutup yang berisi
kesimpulan dari hasil penelitian, saran-saran. Pada bagian

18
akhir dari skripsi ini terdiri dari daftar pustaka dan berbagai
lampiran-lampiran yang terkait dengan penelitia

19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Peran


Teori peran memiliki sejarah panjang dalam teori
pekerjaan sosial, karena ia menjelaskan mengenai
interaksi kita dengan orang lain dan bagaimana harapan
serta reaksi mereka mempengaruhi kita untuk
meresponnya. Oleh karena itu, menurut Perlman (1968)
untuk memahami kepribadian seseorang di butuhkan
penjelasan sosial dan penjelasan psikologis.
Berikut adalah dua bentuk teori peran menurut
Malcolm Payne:
1. Teori Peran Structural Fungsional
Teori ini mengasumsikan bahwa manusia
memiliki kedudukan dalam struktur sosial. Setiap
posisi memiliki peran yang diasosiasikan dengan
posisi tersebut. Peran merupakan serangkaian
harapan atau perilaku yang diasosiasikan dengan
posisi seseorang dalam struktur masyarakat.
Bagaimana kita melihat peran mempengaruhi
seberapa baik kita mengelola perubahan. Howard
dan Johnson (1985) memberikan contoh keluarga
dengan orang tua tunggal. Peneliti Amerika Serikat
menemukan bahwa seseorang dengan asumsi
tradisional mengenai ketepatan peran yang harus

20
diemban dalam kehidupan rumah tangga normal
akan sulit dilakukan dalam rumah tangga jenis
orang tua tunggal, karena mereka tidak terbiasa
dengan penggantian peran tersebut.
2. Teori Peran Dramaturgical
Teori ini melihat peran sebagai
pengejawantahan dari harapan sosial yang
dilekatkan dalam status soial. Orang akan melabeli
sesorang dalam interaksi sosialnya. Kita
mempengaruhi pandangan orang lain terhadap kita
dengan cara mengelola informasi yang kita
berikan kepadanya. Performa memberikan kesan
yang tidak sesuai. Performa kita terkadang
diidealisasikan sehingga ia akan menyesuaikan
dengan harapan sosial.

Bagaimana mengaplikasikan teori tersebut dalam


praktik pekerjaan sosial. Major (2003) mengusulkan enam
tahap proses untuk mengeksplorasi isu-isu berkaitan
dengan peran klien, yakni cara menegosiasikan peran dan
perubahan peran yang dirangkum oleh Malcolm Payne
dari kerja Major dalam memberikan pengasuhan terhadap
anak-anak, yaitu:
1. Mengidentifikasi kebutuhan peran baru yang akan
di emban;

21
2. Mendefinisikan rangkaian peran terkait orang-
orang yang akan diajak terlibat beserta peran
masing-masing;
3. Mengakui hambatan yang diciptakan dari peran
saat ini dan konflik-konflik dengan peran baru;
4. Menegosiasikan secara detail tentang peran baru:
siapa melakukan apa, di mana dan kapan;
5. Bekerja dalam integrasi peran, misalnya dengan
membuat jadwal tentang siapa melakukan apa dan
kapan;
6. Menegosiasikan kembali peran-peran sebagai
umpan balik yang mengindikasikan perubahan
dibutuhkan.

Ide-ide tersebut sangat dekat dengan


interaksionisme simbolik yang menekankan bahwa
bagaimana peran dibentuk oleh ekspektasi sosial dan
pelabelan. Contohnya adalah sesorang akan bertindak dan
berperilaku “tidak waras” karena ia telah mendapat label
dari masyarakat bahwa ia tidak waras. Interaksionisme
simbiolik (IS) adalah nama yang diberikan kepada salah
satu teori tindakan yang paling terkenal. Melalui
interaksionisme simbolik, pernyataan-pernyataan seperti
“definisi situasi”, “realitas di mata pemiliknya”, dan “jika
orang mendefinisikan situasi itu nyata, maka nyatalah
situasi itu dalam konsekuensinya,” menjasi paling relevan.

22
Sedangkan teori labeling berpendapat bahwa
kadang-kadang proses labeling itu berlebihan karena sang
korban salah interpretasi bahkan tidak dapat melawan
dampaknya terhadap dirinya. Berhadapan dengan label
yang diterapkan dengan kuat, citra diri orang yang dilabeli
itu dapat runtuh. Ia akan memandang dirinya seperti citra
yang dilabelkan orang lain kepadanya (Napsiyah dan
Diawati 2011, 60).

1. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran


Dilihat dari pengertian peran yang telah dijabarkan
diatas, ada hubungan yang erat sekali antara peran dengan
kedudukan. Peranan (role) merupakan aspek dinamis
kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak
dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia
menjalankan suatu peranan. Keduanya tidak dapat
dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada pada
yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa
kedudukan atau kedudukan tanpa peranan.Seseorang
mempunyai peran dalam lingkungan sosial dikarenakan ia
mempuyai status sosial atau kedudukan dalam lingkungan
sosialnya di masyarakat. Peranan muncul akibat dari
proses interaksi sosial itu sendiri, sebab tanpa interaksi
sosial maka tidak akan ada peranan (Soekanto 1990, 268).

23
B. Tinjauan Tentang Pekerja Sosial
Pekerja Sosial merupakan suatu profesi yang baru
muncul di abad ke 20. Berbeda dengan profesi lain, yang
muncul lebih dulu yang mengembangkan spesifikasi
untuk mencapai kematangannya, maka pekerja sosial
berkembang dan dikembangkan dari berbagai spesifikasi
pada berbagai lapangan praktis. Dalam sejarah
perkembangannya, pengertian profesi pekerjaan sosial
sendiri mengalami perkembangan. Pekerjaan sosial
mengintervensi ketika seseorang berinteraksi dengan
lingkungannya. Prinsip-prinsip hak-hak manusia dan
keadilan sosial merupakan hal yang fundamental bagi
Pekerja Sosial (Rukminto 2005, 11).

1. Pengertian Pekerja Sosial


Tercatat ada beberapa ahli terkemuka tentang
pekerjaan sosial seperti berikut ini.
a. Walter A. Friedlander :Pekerja Sosial merupakan
suatu pelayanan proffesional yang prakteknya
didasarkan pada pengetahuan dan keterampilam
ilmiah dalam hubungan kemanusiaan yang
membantu individu-individu baik secara
perorangan maupun dalam kelompok untuk
mencapai kepuasan dan kebebasan sosial dan
pribadi.
b. Allan Pincus dan Anne Minahan: Pekerja Sosial
adalah menitikberatkan pada permasalahan

24
interaksi manusia dengan lingkungan sosialnya
sehingga mereka mampu melaksanakan tugas-
tugas kehidupan, mengurangi ketegangan, serta
mewujudkan aspirasidan nilai-nilai mereka. Jadi
Pekerja Sosial dalam konteks ini melihat masalah
yang dihadapi orang dengan melihat situasi sosial
tempat orang tersebut berada atau terlibat.
c. Leonora Serafica de Guzman: Pekerja Sosial
adalah profesi yang bidang utamanya
berkecimpung dalam kegiatan sosial yang
terorganisasi, di mana kegiatan tersebut bertujuan
untuk memberikan fasilitas dan memperkuat
relationship, khususnya dalam penyesuaian diri
secara timbal balik dan saling menguntungkan
antara individu dengan lingkungan sosialnya
dengan menggunakan metode pekerja sosial
sehingga individu maupun masyarakat dapat
menjadi lebih baik (Hermawati 2001, 1).
Diatas telah dikemukakan para ahli termuka,
beberapa mengenai pekerjaan sosial pun mendapatkan
perhatian yang luas dari ahli Ilmuan di Indonesia, dan
termasuk di dalamnya para akademisi. Pengertian Pekerja
Sosial yang dikemukakannya sebagai berikut.
Pekerja Sosial adalah suatu bidang keahlian yang
mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki dan
mengembangkan interaksi antara orang dengan
lingkungan sosial sehingga tugas-tugas kehidupan mereka
25
mengatasi kesulitan-kesulitan, serta mewujudkan aspirasi-
aspirasi dan nilai-nilai mereka.
Profesi pekerja sosial di Indonesia belum
sepopuler di Negara- Negara berkembang, masih banyak
orang yang menganggap rendah Pekerja Sosial, padahal di
Negara-negara berkembang pekerja sosial telah dianggap
sebagai sebuah profesi yang serius. Menjadi seorang
pekerja sosial tidak semata-mata tanpa mempunyai modal
keterampilan. Pekerja sosial sebagai pekerja professional
harus membekali diri mereka dengan keterampilan-
keterampilan khusus. Keberadaan Pekerja Sosial di
Indonesia telah mendapat pengakuan dari Pemerintah
Indonesia antara lain melalui Sebagaimana yang tertulis
dalam UU No. 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan
sosial, menyatakan bahwa yang disebut Pekerja Sosial
Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di
lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki
kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian
dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan, dan/ atau pengalaman praktik
pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas
pelayanan dan penanganan masalah sosial.
Sementara itu, definisi pekerja sosial menurut
Buku Panduan Pekerjaan Sosial, pekerja sosial adalah
pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melaksanakan pelayanan kesejahteraan
26
sosial dilingkungan instansi pemerintah maupun badan
atau organisasi sosial lainnya (Sosial Work Sketch 2014,
1).
Berbicara mengenai peran pekerja sosial terutama
mengenai kehidupan individu, kelompok dan masyarakat
akan membawa kita kepada diskusi yang panjang.
Seseorang pekerja sosial diharapkan dapat memainkan
perannya yang lebih besar dari peranan yang selama ini
dilakukan.

2. Peranan Pekerja Sosial


Menurut pandangan Zastrow, terdapat tujuh peran
yang biasa dilakukan oleh pekerja sosial dalam
memberikan pertolongan, antara lain :

1. Enabler

Pekerja sosial sebagai enabler adalah membantu


masyarakat agar dapat memahami kebutuhan mereka,
mengidentifikasikan masalah mereka, dan
mengembangkan kapasitas mereka agar dapat menangani
masalah yang mereka hadapi secara lebih efektif.

2. Broker

Seorang broker berperan dalam menghubungkan individu


ataupun kelompok dalam masyarakat membutuhkan
bantuan ataupun layanan masyarakat, tetapi mereka tidak

27
tahu di mana dan bagaimana mendapatkan pelayanan
tersebut.

3. Expert

Pekerja sosial sebagai tenaga ahli (expert) lebih banyak


memberikan saran dan dukungan informasi dalam
berbagai sektor. Tetapi saran dan usulan yang diberikan
merupakan sebagai masukan gagasan untuk bahan
pertimbangan masyarakat ataupun organisasi dalam
masyarakat tersebut.

4. Fasilitator

Pekerja social sebagaifasilitator sebagai tanggung jawab


untuk membantu klien menjadi mampumenangani
tekanan situasional atau transisional. Peranan pekerja
sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien
mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan
disepakati bersama.

5. Advocate

Pekerja sosial sebagai advokat dalam pengorganisasian


masyarakat merupakan bagian dari profesi hokum. Peran
ini mewakili individu ataupun kelompok masyarakat yang
membutuhkan suatu bantuan ataupun layanan hukum
untuk mencari keadilan.

28
6. Activist

Pekerja sosial sebagai activist melakukan perubahan


institusional yang lebih mendasar, yang tujuannya
mengalihkan sumber daya ataupun kekuasaan pada
kelompok yang kurang mendapatkan keuntungan.

7. Educator

Pekerja sosial sebagai pendidik (educator) diharapkan


mempunyai keterampilan sebagai pembicara dan
pendidik. Pekerja sosial harus mampu berbicara di depan
publik untuk menyampaikan informasi mengenai
beberapa hal, sesuai dengan bidang yang ditanganinya.

3. Kode Etik Pekerja Sosial


Pentingnya kode etik dalam profesi Pekerja Sosial
tidak dapat dihindarkan. Profesionalitas sebuah profesi
juga mengacu kepada pedoman yang mengatur tentang
apa yang baik dan tidak baik, apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan. Selain itu profesi tersebut juga akan
berhubungan dengan manusia atau klien, jika tidak
memiliki pedoman dan tidak ada kontrol sudah dapat
dipastikan akan ada kecenderungan yang merugikan.
Kecenderungan yang merugikan tersebut antara lain,
melaksanakan praktik yang salah, berorientasi hanya
kepada finansial tanpa mempertimbangkan kondisi klien,

29
tidak memahami aturan yang berlaku mengenai hubungan
dengan klien dan hubungan dengan rekan sesam Pekerja
Sosial. Hal-hal ini menjadi penting, sebab sangat
memungkinkan kesalahan dapat terjadi.
Berikut beberapa hal yang menjadi tujuan adanya
kode etik yaitu; pertama, untuk melindungi anggota
organisasi untuk menghadapi persaingan praktik profesi.
Kedua, mengembangkan tugas profesi sesuai dengan
kepentingan masyarakat. Ketiga, merangsang
pengembangan kualifikasi pendidikan dan praktik.
Keempat, menjalin hubungan bagi anggota profesi satu
sama lain dan menjaga nama baik profesi. Terakhir,
membentuk ikatan yang kuat bagai seluruh anggota dan
melindungi profesi terhadap pemberlakukan norma
hukum.
Selain itu kode etik juga memiliki fungsi bagi
profesi, sehingga penting untuk dipahami. Pertama,
sebagai pedoman bagi setiap anggota profesi tentang
prinsip profesionalitas yang ditetapkan. Kedua, mencegah
adanya campur tangan pihak luar dari organisasi profesi
terkait etika dalam keanggotaan sebuah profesi. Etika
profesi sangat dibutuhkan sebagai penyeimbang sekaligus
pengawal proses profesional. Ketiga, sebagai sarana
kontrol sosial bagi masyarakat atas sebuah profesi.
Berdasarkan tujuan dan fungsi diatas, sangat jelas
bahwa setiap profesi harus memiliki sebuah kode etik
sebagai pedoman dan juga pengawasan dalam
30
melaksanakan praktik atau kegiatan yang berkaitan
dengan profesi tersebut. Seluruh profesi yang ada di
Indonesia, seperti Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan
Akuntan Indonesia, PERADI, PWI dan organisasi profesi
lainnya memiliki kode etik dan dewan pengawas kode etik
yang bertugas untuk memastikan bahwa praktik yang
dilakukan tidak menyalahi aturan dan merugikan.
IPSPI juga memiliki kode etik sebagai pedoman
yang wajib dimiliki oleh Pekerja Sosial Profesional di
Indonesia. Kode etik tersebut terdiri dari 12 BAB dan 31
pasal, adapun hal-hal yang diatur dalam kode etik profesi
pekerjaan sosial antara lain:
1. Perilaku dan integritas pribadi
2. Kompetensi
3. Hubungan dengan klien
4. Hubungan dengan teman sejawat
5. Hubungan terhadap teman sejawat asing
6. Tanggung jawab terhadap profesi
7. Pelaksanaan kode etik
8. Pengawasan pelaksanaan kode etik profesi
9. Kode etik profesi & dewan pengawas kode etik
profesi
Harapannya para Pekerja Sosial profesional di
Indonesia mulai mengacu kepada kode etik sebagai
pedoman dalam melaksanakan praktik pekerjaan sosial.
Selain sebagai alat kontrol juga sebagai pelindung bagi
Pekerja Sosial dalam melakukan karya secara profesional.
31
Seorang Pekerja Sosial Profesional penting untuk
bergabung dan terlibat dengan organisasi profesi, selain
berada dalam payung organisasi yang jelas, juga dapat
memahami dan mengetahui perkembangan pengetahuan
dan pengalaman praktik dari sesama Pekerja Sosial yang
bernaung didalamnya. Dengan demikian, perkembangan
Pekerja Sosial menjadi semakin bertumbuh, kuat dan
profesional dalam bidang pelayanan privat maupun
(Sosial Work Sketch 2014, 1).

C. Pelayanan Sosial
1. Pengertian Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial merupakan aksi atau tindakan
untuk mengatasi masalah sosial. Pelayanan sossial dapat
diartikan sebagai seperangkatprogram yang di tujukan
untuk membantu individu atau kelompok yang
mengaalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Jika keadaan individu atau kelompok tersebut
di biarkan maka akan menimbulkan masalah sosial,
seperti kemiskinan, ketelantaran, dan bahkan kriminalitas.
Kategorisasi pelayanan sosial biasanya dikelompokkan
berdasarkan sasaran pelayanannya (misalnya: pelayanan
atau perawatan anak, remaja, lanjut usia), setting atau
tempatnya (misalnya: pelayanan sosial di sekolah, tempat
kerja, penjara, rumah sakit), atau berdasarkan jenis atau
sector(misalnya: pelayanan konseling, kesehatan mental,

32
pendidikan khusus, dan vokasionaal, jaminan sosial,
perumahan).
Pelayanan sosial berkaitan dengan konsep Negara
Kesejahteraan (welfare state). Negara kesejahteraan
merupakan sistem yang memberi peran kepada negara
untuk proaktif dan responsif dalam memberikan
pelayanan sosial kepada warganya. Selain itu, sebagai
sebuah aktivitas yang terorganisasi, pelayanan sosial tidak
dapat dipisahkan dengan pekerjaan sosial sebagai profesi
kemanusiaan yang memiliki tugas utama memberikan
atau mendistribusikan pelayanan sosial.
Pelayanan sosial dapat didefinisikan sebagai salah
satu bentuk kebijakan sosial yang ditujukan untuk
mempromosikan kesejahteraan, namun demikian,
pemberian pelayanan sosial bukan merupakan satu-
satunya strategi untuk meningkatkan kesejahteraan
penduduk. Ia hanyalah salah satu strategi kebijakan sosial
dalam pencapai tujuannya. Jika demikian, mengapa
pelayanan sosial dipandang sebagai bagian penting dari
kebijakan sosial? Mengacu pada perkembangan di
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris,
jawabannya adalah karena terkait aspek sejarah dan
ideologi (Spicker, 1995).
Secara historis perkembangan pelayanan sosial
tidak dapat dipisahkan dari berdirinya sistem negara
kesejahteraan khususnya di negara-negara Eropa Barat
segera setelah perang dunia 2 berakhir sistem negara
33
kesejahteraan mengacu pada konsep dan sekaligus
pendekatan yang menekankan pentingnya pemberian
pelayanan sosial dasar bagi setiap warga negara.
Secara ideologis pelayanan sosial didasari
keyakinan bahwa tindakan sosial dan pengorganisasian
sosial merupakan suatu wujud nyata dari kebijakan sosial
sebagai representasi publik dalam mempromosikan
kesejahteraan warga negara. Selain itu pentingnya
pelayanan sosial dilandasi oleh keyakinan bahwa
kebijakan ekonomi dan kebijakan publik lainnya tidak
selalu mampu mengatasi masalah sosial secara efektif.
Hampir selama dua abad kebijakan sosial dipandang
sebagai suatu strategi alternatif bagi ideologi kapitalisme
telah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan pasar
bebas yang dianut kapitalisme dan kini bermetamorfosa
menjadi paham neoliberalisme dengan kebijakan-
kebijakan penyesuaian struktural yang terbukti tidak
mampu mensejahterakan rakyat. Pengalaman di negara-
negara berkembang di Asia Afrika dan Amerika Latin
ketika dihadapkan pada krisis ekonomi tahun 1997
menunjukkan bahwa resep-resep neoliberalisme yang
disuntikkan Bank Dunia dan IMF terbukti tidak ampuh
bahkan beberapa kebijakan swastanisasi BUMN
restrukturisasi birokrasi, mergerisasi perbankan yang di
anjurkan dua lembaga ini malah memperburuk dan
memperpanjang krisis ekonomi yang kemudian
melahirkan krisis multi dimensi.
34
2. Fungsi Pelayanan Sosial
Kegiatan pelayanan sosial perlu dilaksanakan karena
berfungsi sangat urgent untuk membantu mengatasi
berbagai permasalahan sosial baik secara individu maupun
kelompok. Menurut Muhidin, program pelayanan sosial
berfungsi sebagai berikut (Warto 2009, 13).
a. Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan
pengembangan, dimaksudkan untuk mengadakan
perubahan dalam diri anak dan pemuda dalam
program pemeliharaan, pendidikan dan
pengembangan. Tujuannya adalah untuk
menanamkan nilai-nilai masyarakat dalam usaha
pengembangan kepribadian anak.
b. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan,
dan rehabilitasi, bertujuan untuk melaksanakan
pertolongan kepada seseorang baik secara individu
maupun secara kelompok (keluarga dan masyarakat)
agar mampu mengatasi masalahnya.
c. Pelayanan akses, yaitu pelayanan yang
membutuhkan adanya birokrasi modern, perbedaan
tingkat pengetahuan, dan pemahaman masyarakat
terhadap berbagai perbedaan kewajiban atau
tanggung jawab, diskriminasi dan jarak geografi
antara lembaga pelayanan dan orang-orang yang
memerlukan pelayanan sosial. Dengan keberadaan
kesenjangan tersebut, maka pelayanan sosial
mempunyai fungsi sebagai akses untuk menciptakan
35
hubungan secara sehat antara berbagai progam,
sehingga dapat berfungsi dan dimanfaatkan oleh
masyarakat.

Richard M. Titmuss mengemukakan bahwa fungsi


pelayanan sosial adalah sebagai berikut (Sulistyo 2005,
18).

a. Meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok,


serta masyarakat untuk masa sekarang dan
mendatang.
b. Melindungi masyarakat.
c. Investasi manusiawi yang diperlukan untuk
mencapai tujuan-tujuan sosial.
d. Sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang
tidak mendapat pelayanan sosial, misalnya
kompensasi kecelakaan industri.

3. Tujuan Pelayanan Sosial


Apabila dilihat dari segi pelaksanaannya, menurut
Abdul Untung, pelayanan sosial dilakukan dalam upaya
mencapai tujuan sebagai berikut (Warto 2009, 13).
a. Untuk membantu orang agar dapat mencapai
ataupun menggunakan pelayanan yang tersedia,
dalam hal ini dikenal bentuk pelayanan sosial yang
disebut pelayanan akses (access service) mencakup
pelayanan informasi, rujukan (referral),
perlindungan (advocacy) dan partisipasi.
36
b. Untuk pertolongan dan rehabilitasi, dikenal adanya
pelayanan terapi termasuk didalamnya perlindungan
dan perawatan seperti pelayanan yang diberikan oleh
badan yang menyediakan counseling, pelayanan
kesejahteraan anak, pelayanan pekerjaan sosial
medik dan sekolah, serta sejumlah program
koreksional, perawatan bagi orang lanjut usia atau
jompo, dan sebagainya.
c. Untuk pengembangan, dikenal dengan pelayanan
sosialisasi dan pengembangan seperti taman
penitipan bayi ataupun anak, keluarga berencana,
pendidikan keluarga, pelayanan rekreasi bagi
pemuda,
pusat kegiatan masyarakat dan sebagainya.

4. Tahapan Pelayanan Sosial


Pelayanan sosial memiliki beberapa tahapan diantaranya:
(Departemen Sosial 2004, 3).
a. Tahapan Pendekatan Awal
Yaitu suatu proses penjajagan awal, kondisi pihak-pihak
terkait, sosialisasi program pelayanan, identifikasi calon
penerima pelayanan, pemberian motivasi, seleksi,
perumusan kesepakatan, penempatan calon penerima
pelayanan, serta identifikasi sarana dan prasarana
pelayanan.
b. Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (asssesment)
Adalah suatu proses dan kegiatan pengumpulan dan
37
analisis data untuk mengungkapkan dan memahami
masalah, kebutuhan dan sistem sumber penerimaan klien.
c. Perencanaan Pemecahan Masalah (Planning)
Adalah suatu perumusan tujuan dan kegiatan pemecahan
masalah, serta penetapan sebagai sumber daya yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut.
d. Pelaksanaan Pemecahan Masalah ( Intervention)
Yaitu suatu proses penerapan rencana pemecahan
masalah yang telah dirumuskan. Kegiatan pemecahan
masalah yang dilaksanakan adalah melakukan
pemeliharaan, pemberian motivasi, dan pendampingan
kepada penerima pelayanan dalam bimbingan
psikososial, bimbingan sosial, pengembangan
masyarakat, resosiliasi dan advokasi.
e. Tahap Bimbingan
Tahapan pelayanan yang diberikan kepada klien untuk
memenuhi kebutuhan mental, jiwa dan raga klien.
Bimbingan ini terdiri dari fisik, keterampilan, psikososial,
sosial, resosialisasi dan advokasi.
f. Tahapan Pembinaan Lanjut
Adalah suatu proses pemberdayaan dan pengembangan
agar penerima pelayanan dapat melaksanakan tugas-tugas
kehidupan dan lingkungan sosialnya.
g. Tahapan Evaluasi
Yaitu suatu proses kegiatan untuk mengetahui efektivitas
dan efisiensi pencapaian tujuan pemecahan masalah atau
indikator-indikator keberhasilan pemecahan masalah.
38
h. Tahap Terminasi
Adalah suatu proses kegiatan pemutusan hubungan
pelayanan atau bantuan atau pertolongan antara lembaga
dan penerima pelayanan (klien).

D. Tinjauan Tentang Skizofrenia


Dalam pembahasan ini akan dijelaskan hal-hal
yang berkaitan dengan skizofernia seperti penjelasan
dibawah ini.

1. Pengertian Skizofrenia
Bleuler mendefinisikan skizofrenia diartikan
sebagai “kepribadian terbelah” (schizophrenia berasal dari
bahasa Yunani dan terdiri dari dua kata, yakni schistos =
terbelah dan phren = otak. Dengan demikian, skizofrenia
berarti otak terbelah atau kepribadian terbelah). Wechsler
– Bellevue dan Rorschach memperlihatkan bahwa
kelemahan- kelemahan khusus pada proses pikir dari
klien skizofrenia sebagai berikut: mencampurkan yang
kongkret dengan yang abstrak, segi- segi dari beberapa
konsep diringkaskan menjadi satu konsep, menetapkan
hubungan antara konsep- konsep di mana hubungan itu
sebenarnya tidak ada, menggunakan lambang- lambang
secara luas, menghilangkan batas antara yang nyata dan
yang dikhayalkan, serta menggunakan asosiasi dan
penjelasan yang sangat pribadi dan subjektif.

39
Dengan demikian, hasil pola- pola pikiran klien
skizofrenia adalah aneh dan hal ini disebabkan karena
pikirannya yang tidak teratur dan kebutuhan
emosionalnya yang dominan. Bleur dalam Richard
mengindentifikasi gangguan skizofrenia sebagai berikut
(Semiun 2006, 21):
1. Asosiasi: Gangguan berpikir dapat dibuktikan dari
adanya ucapan yang melantur dan tidak koheren.
2. Afek: Gangguan pengalaman dan ekspresi emosi,
misalnya tertawa secara tidak tepat dalam situasi
sedih.
3. Ambivalensi: Ketidakmampuan untuk membuat atau
mengikuti keputusan.
4. Autisme: Kecenderungan untuk
mempertahankan gaya eksemtrik dari
pemikiran dan perilaku egosentris.

2. Gejala-Gejala Skizofrenia
Sebelum seseorang secara nyata aktif
menunjukkan gejala- gejala skizofrenia, yang
bersangkutan terlebih dahulu menunjukkan gejala- gejala
awal yang disebut sebagai gejala prodromal. Sebaliknya
bila seorang penderita skizofrenia tidak lagi aktif
menunjukkan gejala- gejala skizofrenia, maka yang
bersangkutan menunjukkan gejala- gejala sisa yang
disebut sebagai gejala residual.
1. Gejala primer:

40
a. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah,
dan isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang
terdapat pada proses pikiran. Pikiran melayang
sering tidak ada hubungan antara emosi dan
pikiran, biasanya pikaran tidak dapat diikuti sama
sekali timbulnya lebih cepat.
b. Gangguan afek dan emosi. Adanya kedangkalan
afek dan emosi. Pasien lebih menjadi acuh tak
acuh terhadap hal-hal yang penting bagi dirinya
sendiri. Adanya kemampuan untuk mengadakan
hubungan emosi yang baik. Karena terpecahnya
kepribadian, maka dua hal yang berlawanan
terdapat bersama- sama, umpanya mencintai dan
membenci pada satu orang yang sama.
c. Gangguan kemauan. Skizofrenia mempunyai
kelemahan kemauan, yang tidak dapat mengambil
keputusan dan tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan. Mereka selalu memberikan alasan
walaupun alasan tersebut tidak jelas atau tidak
tepat.
d. Gejala psikomotor. Berupa gangguan perbuatan.
Gejala ini dapat pula dikelompokan pada gejala
sekunder
2. Gejala sekunder:
a. Delusi. Pada skizofrenia waham (isi pikir) sering
tidak logis sama sekali. Bagi pasien wahamnya
41
merupakan fakta yang tidak dapat diubah oleh
siapapun.
b. Halusinasi. Yang timbul tanpa penurunan
kesadaran dan ini merupakan suatu gejala. Paling
sering pada skizofrenia halusinasi pendengaran
dalam bentuk suara-suara. Yang terdengar suara
yang jelas yang tampaknya timbul diluar diri
sendiri, suara ini harus terdiri lebih dari bisikan,
gerutu yang tak dapat dipahami, atau kata tunggal
(Maramis 1980, 215).

3. Penyebab Munculnya Penyakit Skizofrenia


Sebab-sebab terjadinya skizofrenia karena
beberapa faktor. Berikut ini penjelasan mengenai faktor-
faktor tersebut.
a. Faktor Biologis
Berdasarkan teori yang mengintegrasikan faktor
biologis seseorang mungkin memiliki kerentanan
spesifik (diatesis) yang apabila diaktifkan oleh
pengaruh stress dapat memungkinkan berkembangnya
skizofrenia. Semakin besar kerentanan seseorang
semakin kecil pula menyebabkannya menjadi
skizofren, semakin kecil kerentanan maka butuh
stressor yang besar untuk menjadi penderita
skizofrenia.
b. Faktor Psikososial
Pengalaman yang penuh stress dapat memberikan

42
kontribusi terhadap perkembanagan skizofrenia pada
individu yang memiliki kerentanan secara genetis.
c. Faktor Kesalahan Belajar
Seseorang menjadi skizofrenia karena pada masa
kanak- kanak ia belajar pada model yang buruk.
Karena ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang
tidak rasional dengan meniru dari orang tuanya, yang
sebenarnya juga memiliki masalah emosional.
Orang tua atau pengasuh mungkin
memperlihatkan sikap kritis, dan sangat ingin ikut
campur dalam urusan anak. Banyak penelitian
menunjukan keluarga dengan ekspresi emosi yang
tinggi (dalam hal apa yang dikatakan maupun maksud
perkataan).
Bandura menyetujui keyakinan dasar
behaviorisme yang mempercayai bahwa kepribadian
dibentuk melalui belajar. Namun ia berpendapat
bahwa bukan proses yang mekanis, manusia menjadi
partisipan yang pasif. Sebaliknya manusia itu aktif
mencari dan memproses informasi tentang
lingkungannya, agar dapat memaksimalkan hasil yang
menyenangkan (Yusuf dan Nuhrisan 2007, 133).
d. Faktor-Faktor Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi
dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam
menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data
pendukung, namun penekanan saat ini adalah dalam
43
mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya
onset dan keparahan penyakit.
e. Faktor Religious
Dalam kenyataan sehari-hari banyak orang yang
tidak berhasil dalam mencapai kebahagiaan di dunia
lebih-lebih kebahagiaan di akhirat kelak. Akibatnya
kegagalan dan ketidakmampuan manusia mencapai
yang diinginkannya, maka ia akan dihinggapi oleh
rasa kecewa, khawatir, dan rasa takut tidak akan
berhasil dalam usaha apapun akibatnya ada di antara
mereka yng berkeluh kesah, bimbang dan rasa cemas
yang mendalam. Keadaan seperti itu banyak terjadi
yang tidak hanya pada orang-orang tertentu saja tetapi
dapat terjadi pada siapapun. Allah menyatakan bahwa
sifat manusia sering gelisah dan berkeluh kesah (Dewi
2007, 11).

4. Tipe-Tipe Skizofrenia
Terdapat beberapa tipe skizofrenia, yaitu:
a. Skizofrenia Yang Hebefrenik (Kanak-Kanak)
Permulaannya secara perlahan-lahan sering timbul
pada masa remaja dan dewasa awal antara 15-25
tahun. Ada reaksi sikap dan tingkah laku yang kegila-
gilaan, suka tertawa-tawa untuk kemudian menangis
tersedu-sedu. Sangat irritable atau mudah tersinggung.
Sering dihinggapi sarkasme (sindiran tajam) dan

44
menjadi meledak-ledak penuh kemarahan atau
menjadi explosif sekali tanpa sebab. Fikirannya selalu
melantur. Banyak tersenyum-senyum. Mukanya selalu
berekspresi aneh tanpa ada satu stimulus pun.
Halusinasinya dan delusinya biasanya bersifat aneh-
aneh, pendek-pendek dan cepat berganti- ganti.

b. Skizofrenia Yang Katatonic (Otot Yang Kaku)


Timbulnya pertama kali berkisar 15-30 tahun.
Biasanya sering didahului oleh stress emosional. Urat-
uratnya jadi kaku. Mengalami chorea-flexybility
(wax-flexibility), yaitu badan jadi beku-beku seperti
malam. Sering menderita catalepsy, yaitu dalam
keadaan tidak sadar seperti kondisi trance. Seluruh
badannyamenjadi kaku dan tidak bisa dibengkokkan.
Jika dia mengambil posisi tertentu, misalnya berdiri
miring, berlutut, jongkok, kepala di bawah dan lain-
lain, maka dia bertingkah sedemikian untuk berjam-
jam atau berhari-hari lamanya. Sering juga pasien
dalam keadaan tidur yang hypnotic, seperti kena sihir.
c. Skizofrenia Yang Paranoid
Dimulai sejak umur sesudah usia 30 tahun. Si
penderita diliputi oleh macam-macam delusi dan
halusinasi yang terus menerus berganti coraknya dan
tidak teratur sifatnya (misalnya delusion of grandeur
dan delusion of persecution). Sering merasa iri hati,
dendam, cemburu, dan curiga. Emosinya pada
45
umumnya beku dan apatis. Pasien tampak lebih waras
dan tidak seganjil aneh, jika dibandingkan dengan
penderita skizofrenia jenis lainnya. Akan tetapi,
biasanya bersikap bermusuhan terhadap siapapun juga
(Kartono 2005, 118).

5. Tindak Lanjut Skizofrenia


Diperkirakan tidak lebih dari 10% pasien
skizofrenia yang dapat berfungsi secara baik dengan
pendekatan yang hanya menekankan pada obat
antipsikotik dan perawatan rumah sakit singkat.
Sedangkan 90% sisanya membutuhkan berbagai
pendekatan dinamis termasuk farmokoterapi, terapi
individu, terapi kelompok, keluarga, dan perawatan rumah
sakit didalam perawatan skizofrenia. Oleh karenanya tidak
ada pendekatan tertentu yang dapat disebut sebagai
pengobatan untuk skizofrenia. Karena setiap intervensi
yang dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan untuk
setiap pasien. Pengobatan ataupun tindak lanjut dalam
penanganan pasien skizofrenia harus mempertimbangkan
beberapa hal, yaitu:
a. Penderita skizofrenia memiliki sifat individual, latar
belakang keluarga dan kondisi psikologis yang unik,
oleh sebab itu, penanganan mungkin berbeda antara
pasien yang satu dengan yang lainnya.
b. Perlu diperkirakan strategi penanganan yang sifatnya

46
nonkimiawi (tidak hanya melibatkan obat).
c. Skizofrenia merupakan gangguan yang kompleks,
pendekatan terapi tunggal kurang mencukupi
(Kartono 2005, 43).

47
BAB III
GAMBARAN UMUM
PANTI SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 3

A. Sejarah Singkat
Sejarah berdirinya Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 4 Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta
bermula pada tahun 1972, dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Gubernur Nomor CA 6/1/31972, sebagai Panti
yang menampung gelandangan dan Pengemis (gepeng)
sebagai tempat mempersiapkan calin-calon transmigran.
Berdasarkan SK Gubernur Nomor 736/1996, tentang
Organisasi dan Tata Kerja Panti-panti Sosial di
lingkungan Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, terjadi
perubahan sasaran Warga Binaan Sosial (WBS) menjadi
tempat penampungan penderita gangguan jiwa (Psikotik
terlantar), dengan kapasitas 100 orang dengan nama
Sasana Bina Laras Harapan Sentosa 3 yang berada di
bawah naungan PSBL HS 1.
Sejalan dengan era globalisasi yang membawa
dampak yang cukup signifikan terhadap meningkatnya
masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan akibat
berbagai tekanan ekonomi sosial dan ekonomi. Sehingga
pada tahun 2010 Sasana Bina Laras Harapan Sentosa 3
berubah bentuk menjadi Sasana Bina Laras Harapan
Sentosa 4, berdasarkan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta

48
Nomor 125 Tahun 2010, dengan daya tamping sebanyak
276 orang. Pada tahun 2012 gedung PSBL Harapan
Sentosa 4 dilakukan rehab total, sehingga kapasitasnya
menjadi 350 orang dengan sasaran pelayanan adalah WBS
Psikotik terlantar yang kooperatif.

B. Visi dan Misi


Berikut ini merupakan visi dan misi dari lembaga
yang bersangkutan.

a. Visi
Mengetaskan penyandang psikotik terlantar di
Provinsi DKI Jakarta, agar hidup layak normative
dan manusiawi.

b. Misi
1. Meningkatkan harkat, martabat serta kualitas
Warga Binaan Sosial, agar memiliki kemauan
dan kemampuan untuk mengembangkan fungsi
sosialnya.
2. Meningkatkan Sumber Daya Warga Binaan
Sosial menuju kemandirian.
3. Meningkatkan prakarsa serta peran Aktif
Keluarga, masyarakat dalam memberikan
dukungan dalam proses penyembuhan.

49
4. Meningkatkan Profesionalisme Pekerjaan
Sosial dan Petugas Panti dalam pelayanan dan
Rehabilitasi Warga Binaan Sosial.
5. Meningkatkan kerjasama dengan Organisasi
Sosial Dunia.

C. Struktur Organisasi
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3

KEPALA PANTI

KEPALA SUB BAGIAN TATA


USAHA

KASATPEL PEMBINAAN KASATPEL PELAYANAN


SOSIAL SOSIAL

SUB KELOMPOK JABATAN


FUNGSIONAL

D. Dasar Hukum
1. Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial;
2. Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan SOsial;

50
3. Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2011 tentang
Perlindungan Penyandang Disabilitas;
4. Peraturan Daerah No. 104 Tahun 2009 tentang
Organisasi dan tata Kerja Dinas Sosial
5. Peraturan Gubernur No. 45 tahun 2010 tentang
Penerapan dan Rencana Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Sosial;
6. Peraturan Gubernur No. 95 Tahun 2011 tentang
Pelayanan Kesehatan bagi Warga Binaan Sosial;
7. Peraturan Gubernur no. 300 Tahun 2014 tentang
Pembentukan Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa;
8. Peraturan Gubernur No. 18 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Sosial.

E. Tujuan Pelayanan
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
mempunyai tugas melaksanakan kegiatan Rehabilitasi
Sosial Penyandang Psikotik terlantar.

F. Tahapan Pelayanan Sosial Panti Sosial Bina Laras


Harapan Sentosa 3
1. Warga binaan sosial dapat berasal dari Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 1 dan Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 2
2. Pendekatan awal meliputi, obsevasi dan seleksi.
51
3. Penerimaan meliputi, identifikasi, pemeriksaan
dokumen, tanda tangan berita acara serah terima,
registrasi, penjelasan program, penempatan dalam
panti.
4. Asesmen meliputi, pengungkapan dan pemahaman
masalah, penelaahan data warga binaan sosial,
identifikasi potensi dan sumber-sumber dari warga
binaan sosial dan keluarga, case conference, rencana
pelayanan.
5. Pembinaan meliputi, bimbingan (fisik, mental
spiritual, sosial, keterampilan, rekreasi, terapi musik,
aktifitas kehidupan sehari-hari), konsultasi (keluarga
dan psikologis).
6. Resosialisasi meliputi, silaturahmi dengan keluarga
dan masyarakat, memperkenalkan panti sosial dan
lembaga rujukan, mengikutsertaan warga binaan
sosial dalam kegiatan.
7. Penyaluran meliputi, persiapan dan pelaksanaan
(keluarga, instansi/lembaga, rujukan, masyarakat)
8. Bina lanjut meliputi, monitoring, konsultasi,
penguatan dan evaluasi

G. Sasaran dan Kriteria Warga Binaan Sosial


1. Sasaran
Disabilitas psikotik terlantar

52
2. Kritreria
a. Psikotik terlantar
b. Warga DKI Jakarta dan sekitarnya
c. Laki-laki/perempuan
d. Usia 17 sampai 65 tahun
e. Berasal dari keluarga tidak mampu
f. Mampu didik dan mampu latih
g. Mampu melaksanakan aktifitas untuk keperluan
dirinya
h. Rujukan dari Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 1 dan Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 2

H. Ruang Lingkup Pelayanan


1. Pengobatan penyakit fisik gangguan jiwa
2. Pelayanan makanan bergizi
3. Pelayanan kesehatan/olah raga
4. Konseling psikologis
5. Bimbingan mental keagamaan
6. Bimbingan sosial individu
7. Bimbingan sosial kelompok
8. Pelayanan konsultasi keluarga warga binaan sosial
9. Pelayanan terapi musik
10. Pelayanan keterampilan kerja
11. Pembahasan kasus
12. Pelayanan rekreasi dan kesenian
13. Penyaluran (ke keluarga, daerah asal, bekerja)

53
14. Pembinaan lanjut bagi warga binaan sosial yang
sudah disalurkan
15. Pelayanan informasi bagi masyarakat

I. Sarana Panti Sosial


1. Kantor
Tempat kerja kepala panti, Kasubag kepala seksi
dan staf
2. Aula
Ruang pertemuan/kegiatan
3. Ruang asrama
Ruang tidur warga binaan sosial terdiri dari 21 unit
4. Rumah petugas
Ruang petugas atau pramusosial terdiri dari 3 unit
5. Rumah dinas
Rumah pegawai atau staf terdiri dari 6 unit
6. Poliklinik
Ruang pengobatan
7. Ruang workshop
Ruang keterampilan terdiri dari 4 unit
8. Mushola
Bimbingan Agama Islam
9. Dapur
Pengolahan bahan makanan
10. Isolasi

54
Tempat penampungan warga binaan sosial agresif
terdiri dari 2 unit
11. Ruang Laundry
Tempat cuci, jemur, dan setrika baju warga binaan
sosial

J. Sumber Daya Manusia


1. Dokter umum : 1 orang
2. Dokter jiwa : 1 orang
3. Psikolog : 1 orang
4. Pekerja sosial : 4 orang
5. Perawat : 2 orang
6. WBS : 490 orang

55
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Peneliti melakukan penelitian pada Panti Sosial Bina Laras


Harapan Sentosa 3. Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
merupakan panti dibawah naungan Dinas Sosial Provinsi DKI
Jakarta dengan sasaran WBS yaitu penderita gangguan jiwa
(Psikotik terlantar).
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang peran pekerja sosial
dalam pelayanan sosial pada WBS skizofrenia yang akan dikaji
berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti, juga akan
dijelaskan mengenai tahapan pelayanan sosial pada WBS yang
dilakukan oleh pekerja sosial, yang diawali pada tahap
penerimaan, rehabilitasi, dan resosialisasi kembali kepada
keluarga dan masyarakat.

a. Data Informan

1. Pekerja Sosial sebagai informan pertama


No. Data Pekerja Sosial
1 Nama Netty Rumanti
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Umur 25 tahun
4 Agama Islam
5 Pendidikan D IV Pekerja Sosial

56
2. Pekerja Sosial sebagai informan kedua
No. Data Pekerja Sosial
1 Nama Intan Lestari
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Umur 28 tahun
4 Agama Islam
5 Pendidikan D IV Pekerja Sosial

3. Pekerja Sosial sebagai informan ketiga


No. Data Pekerja Sosial
1 Nama Dwi Pasetyo Utomo
2 Jenis Kelamin Laki-laki
3 Umur 26 tahun
4 Agama Islam
5 Pendidikan D IV Pekerja Sosial

4. Warga Binaan Sosial sebagai informan keempat


No. Data Pekerja Sosial
1 Nama Aryo Agung Wibowo
2 Jenis Kelamin Laki-laki
3 Umur 46 tahun
4 Agama Islam

57
5. Warga Binaan Sosial sebagai informan keempat
No. Data Pekerja Sosial
1 Nama Syarum
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Umur 51 tahun
4 Agama Kristen

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pekerja sosial


sebagai informan dan observasi yang dilakukan peneliti, Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 adalah panti sosial Dinas
Sosial Provinsi DKI Jakarta yang menangani Orang Dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ) dalam kategori ringan atau kluster tiga.
Pengklusteran ini sesuai dengan ISPDS. ISPDS adalah Instrumen
Skrinning Psikotik Dinas Sosial yang dibuat untuk pengklusteran
di dinas sosial. Karena sudah masuk dalam kategori ringan atau
kluster tiga WBS di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
sudah komunikatif dan aktif, dapat berkomunikasi dengan baik
serta responsif. Selain mendapat pengobatan farmakoterapi dari
psikiater juga dibina bimbingan keterampilan, diantaranya adalah
keset, pel, mote-mote, sapu, sandal, dan salon. Pekerja Sosial di
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 berperan melakukan
pelayanan sosial kepada WBS dimulai dari penerimaan,
rehabilitasi, hingga resosialisasi. Tujuan utama Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 3 yaitu untuk dapat memulangkan
kembali WBS ke keluarganya dengan dibekali BPJS serta obat
rutin untuk tiga bulan bagi WBS yang bertempat tinggal di luar
kota dan obat rutin untuk satu bulan bagi WBS yang bertempat
58
tinggal di jakarta.

b. Tahapan Pelayanan Sosial

Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3


mempunyai tugas untuk melakukan pelayanan sosial dan
rehabilitasi sosial terhadap WBS dan menyelenggarakan kegiatan
resosialisasi. Tahapan pelayanan sosial yang ada di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3 yaitu :
1. Asal WBS
WBS di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
3 berasal dari Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1
dan Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2, tidak
menerima langsung dari jalan dan sebagainya.
Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Ibu
Netty sebagai Pekerja Sosial yaitu :

“Seluruh WBS berasal dari Panti Sosial Bina


Laras Harapan Sentosa 1 dan Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 2”

Dan juga pernyataan Ibu Intan sebagai Pekerja Sosial,


yakni:

“Asal WBS dari Panti Sosial Bina Laras 1 dan


Panti Sosial Bina Laras 2. WBS yang ditempatkan
di Panti Sosial Bina Laras 3 adalah WBS dari
PSBL Harapan Sentosa 1 dan PSBL Harapan
Sentosa 2 yang sudah hampir pulih, WBS yang
psikotik sudah membaik atau sudah ada
59
peningkatan hampir pulih sehingga dirujuk ke
panti ini.”
Selain itu, pernyataan Bapak Dwi sebagai Pekerja Sosial
yaitu :

“Rujukan dari Panti Sosial Bina Laras Harapan


Sentosa 1 dan Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 2. Penerimaan tidak langsung dari
jalanan.”

Pernyataan ketiga pekerja sosial tersebut, selaras dengan


observasi yang dilakukan peneliti, peneliti mengamati
pada saat pekerja sosial melakukan wawancara kepada
WBS. Pekerja sosial mengajukan pertanyaan kepada
WBS mengenai asal WBS, kemudian WBS menjawab
yaitu sebelumnya berada di cipayung (Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 2), dan juga di cengkareng (Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1).

2. Pendekatan Awal
Pekerja Sosial pada tahapan pendekatan awal melakukan
observasi dan seleksi.
a. Observasi
Observasi merupakan tugas yang dilakukan oleh
pekerja sosial yaitu aktivitas mengamati terhadap
WBS dengan maksud merasakan dan kemudian
memahami perilaku dan sikap WBS, untuk
mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan
untuk melanjutkan pada tahapan selanjutnya.
60
Seperti yang dilakukan oleh Ibu Netty, yang
menjabat sebagai peksos, menerangkan bahwa tugas
peksos diantaranya adalah melakukan observasi
terhadap WBS. Hal ini terungkap dalam penuturan Ibu
Netty, yaitu:

“Pada saat observasi pekerja sosial melakukan


pengamatan yang difokuskan pada pengamatan
fisik WBS. Jadi kita amati bagaimana perilaku
atau sikap WBS sehingga penempatan sesuai
kondisi WBS.”

Begitu pula dengan penuturan yang disampaikan


oleh Ibu Intan sebagai Pekerja Sosial terkait tugas
peksos pada tahap observasi, yaitu:

“Tugas pekerja sosial pada tahap observasi


fokusnya lebih ke fisik WBS jadi bisa mengetahui
kondisi WBS saat awal penerimaan salah satunya
yaitu mengamati kondisi kesehatan WBS.”

Selain itu penuturan yang disampaikan oleh Bapak


Dwi sebagai Pekerja Sosial terkait tugas peksos pada
tahap observasi, yaitu:

“Observasi pada WBS dilakukan dengan cara


mengamati dari apa yang kita lihat seperti
perilaku WBS kemudian dianalisa apakah WBS
tersebut pasif atau aktif.”

Pernyataan ketiga pekerja sosial tersebut selaras


dengan observasi yang dilakukan peneliti, peneliti
mengamati bahwa pekerja sosial menganalisis dan

61
melakukan pengamatan fisik terhadap WBS didasari
pada saat melakukan wawancara kepada WBS, pada
tahap tersebut akan terlihat bagaimana WBS dapat
merespons dan berkomunikasi. Hasil observasi
peneliti pada tahap ini yaitu, sebagian besar WBS
dapat menjawab dengan cukup baik pertanyaan yang
diajukan oleh pekerja sosial yang berarti WBS dapat
merespons dan berkomunikasi dengan cukup baik
serta sudah terlihat aktif. Selain itu peneliti juga
mengamati pada saat kegiatan pagi untuk berjemur,
ada WBS yang di kumpulkan terpisah dengan yang
lainnya karena sakit kulit hal tersebut merupakan hasil
observasi awal yang dilakukan oleh pekerja sosial.

b. Seleksi
Tahap terakhir dari pendekatan awal yaitu seleksi.
Seleksi adalah temu bahas kasus hasil assessment
sebagai langkah awal untuk mengungkapkan dan
memahami kondisi objektif pada aspek fisik, mental,
sosial, guna memprediksi sasaran program, kebutuhan
pelayanan rehabilitasi dan cara pendekatan pekerja
sosial kepada tiap WBS.
Hal ini terungkap dalam penuturan Ibu Netty
sebagai pekerja sosial, yaitu:

“Seleksi dilakukan dengan skrinning ISPDS jadi


kita tau WBS masuk dalam kluster 1 atau 2 atau 3

62
sehingga pelayanan sosial dapat diberikan secara
tepat. ISPDS adalah instrumen untuk menapis
masuk kategori mana WBS. Skrinning dilakukan
oleh pekerja sosial atau pendamping yang sudah
dilatih.”

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Ibu


Intan sebagai peksos, yaitu:

“Seleksi pada tahapan pendeketan awal terhadap


WBS adalah melakukan skrinning terhadap WBS.
Karna WBS di Panti Sosial Bina Laras 3 berasal
dari Panti Sosial Bina Laras 1 dan Panti Sosial
Bina Laras 2 jadi apabila WBS tidak sesuai
dengan kriteria kluster 3 akan dikembalikan ke
Panti Sosial Bina Laras asal. Seleksi dilakukan
oleh pekerja sosial serta dibantu dengan petugas
yang sudah mendapat pelatihan.”

Selain itu juga pernyataan Bapak Dwi sebagai


pekerja sosial adalah sebagai berikut:

“Dilakukan pemerikasaan ISPDS. Lalu hasil


pemeriksaan ISPDS dianalisa untuk dapat
mengoptimalkan pelayanan sosial kepada WBS
yang bersangkutan”

3. Penerimaan
Penerimaan adalah tahap kegiatan yang mengawali
keseluruhan proses pelayanan dan rehabilitasi bagi
WBS yang dilaksanakan di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3 untuk mempersiapkan pelaksanaan
kegiatan pelayanan sosial baik yang diselenggarakan
63
didalam panti maupun diluar panti. Disinilah pekerja
sosial mulai mengarahkan kepada WBS untuk lebih
menyesuaikan lingkungan barunya dan dapat
beradaptasi dengan para WBS yang lainnya. Tahap
penerimaan terdiri dari identifikasi, pemeriksaan
dokumen, tanda tangan berita acara sserah terima,
registrasi, penjelasan proram dan penempatan dalam
panti.
Seperti dalam penuturan Ibu Netty sebagai pekerja
sosial, yaitu:

“Proses penerimaan WBS di Panti Sosial Bina


Laras Harapan Sentosa 3 yaitu pemeriksaan
dokumen yang terdiri dari rujukan dari Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 dan Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2, skrinning
ISPDS terbaru, formulir perkembangan WBS,
laporan konsultasi, dan kartu BPJS. Setelah itu,
registrasi dan penempatan WBS dalam panti.”

Begitu pula dengan penuturan yang disampaikan


oleh Ibu Intan sebagai pekerja sosial, yaitu:

“Yang dilakukan pada proses penerimaan WBS di


Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 disini
lebih dominan prosesnya secara administrasi,
seperti pemeriksaan dokumen dari panti
sebelumnya, yaitu formulir rujukan skrining
ISPDS dan kartu BPJS. Setelah semua dokumen
sudah lengkap dilakukan registrasi dan penjelasan
program panti, setelah itu WBS ditempatkan
dalam asrama panti.”

64
Selain itu penuturan yang disampaikan oleh
Bapak Dwi sebagai pekerja sosial, yaitu:

“Pada awalnya kami akan melihat terlebih dahulu


kelengkapan dokumen WBS diantaranya formulir
rujukan, skrinning ISPDS terbaru, juga dilengkapi
dengan laporan konsultasi serta laporan
perkembangan WBS. Setelah pemeriksaan
kelengkapan dokumen, dilakukan
penandatanganan berita acara serah terima.
dilanjutkan dengan penjelasan program,
kemudian penempatan WBS dalam panti.”

Pernyataan ketiga pekerja sosial tersebut selaras


dengan observasi yang dilakukan peneliti yaitu peneliti
mengamati bahwa pekerja sosial sedang memilah berkas
yang di butuhkan WBS untuk kelengkapan dokumen,
serta mengecek dokumen apa yang masih kurang untuk
kelengkapan. Setelah dokumen lengkap pekerja sosial
menempatkan WBS pada asrama masing-masing.

4. Asesmen
Tahap selanjutnya pada pendekatan awal yaitu
assesmen. Assesmen merupakan tugas yang dilakukan
oleh pekerja sosial yaitu melakukan suatu mekanisme
penerimaan calon WBS yang berasal dari Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 1 dan Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 2 melalui serangkaian kegiatan yang
terencana mengenai WBS termasuk mengenai identitas
keluarga dan asal WBS.
65
Sebagaimana yang dilakukan oleh Ibu Netty, yang
menjabat sebagai Peksos, menerangkan tugas peksos salah
satunya adalah melakukan assesmen terhadap WBS
diantaranya informasi mengenai data diri, data keluarga
dan latar belakang ekonomi WBS. Hal ini terungkap
dalam penuturan Ibu Netty, yaitu:

“Pada tahap assesmen kondisi WBS kadang masih


tertutup. Yang dilakukan pada tahap ini yaitu
penggalian informasi mengenai data pribadi
seperti nama, asal, identitas keluarga, bagaimana
dulu dikeluarga, anak keberapa, pernah dirawat
di rumah sakit jiwa atau tidak sebelumnya, pernah
mendengar halusinasi atau tidak, latar belakang
ekonomi, pernah bekerja atau tidak dan lain-
lain.”

Begitu pula dengan penuturan yang disampaikan


oleh Ibu Intan sebagai Pekerja Sosial terkait tugas peksos
dari awal WBS datang ke Panti hingga, yaitu:
“Assessmen dilakukan dengan melakukan tanya
jawab kepada WBS. Pertanyaan awal yaitu
mengenai identitas latar belakang kondisi
kejiwaan WBS data diri dan data keluarga WBS.”

Selain itu penuturan yang disampaikan oleh Bapak


Dwi sebagai Pekerja Sosial terkait tugas peksos pada
identifikasi dan assesmen, yaitu:

“Melakukan penggalian informasi kepada WBS


mengenai data diri dan data keluarga WBS
tentunya kondisi WBS pada tahap ini berbeda-
beda ada yang pasif dan aktif dari informasi

66
tersebut dapat juga digunakan untuk peksos
melakukan pendekatan kepada WBS.”

Pernyataan ketiga pekerja social tersebut juga


diperkuat dengan keterangan yang diberikan oleh Pak
Aryo Agung Wibowo sebagai WBS, yaitu :

“Dari awal di pindahkan ke panti ini langsung


ketemu sama bu intan, pak dwi, dan bu netty buat
kenalan. Terus ditanya-tanya nama, rumahnya
dimana dan keluarga.”

Selain itu Bu Syarum sebagai WBS juga


memberikan keterangan yang serupa, yaitu :

“Pas pertama datang saya ketemu bu netty sama


bu intan lalu diajak ngobrol. Saya ditanya-tanya
nama, keluarga dimana dan asal darimana.”

Pernyataan ketiga pekerja sosial dan dua WBS


tersebut selaras dengan observasi yang dilakukan peneliti
yaitu peneliti mengamati pada tahap ini bahwa pekerja
sosial melakukan tanya jawab kepada WBS mengenai
data pribadi WBS diantaranya nama, asal WBS, dan
kelurarga WBS. Pada saat melakukan tanya jawab kepada
WBS pekerja sosial terlihat sangat berhati hati. Hal
tersebut dikarenakan WBS memiliki kondisi yang berbeda
beda, ada yang aktif dan bisa menjawab pertanyaan
dengan baik, ada juga yang hanya diam saat ditanya oleh
pekerja sosial, atau hanya menjawab sedikit dari
67
pertanyaan pekerja sosial. Selain itu, ada juga WBS yang
jawabannya terlihat masih asal menjawab. Sehingga untuk
beberapa kondisi WBS yang berlainan peran pekerja
sosial sangatlah dibutuhkan.

5. Pembinaan
Pembinaan merupakan serangkaian kegiatan
pelayanan berdasarkan hasil assessment yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan
masing-masing WBS dan juga usaha untuk
mengembalikan pasien ke masyarakat untuk
menjadikannya sebagai warga yang berswasembada
(mandiri) dan berguna. Menurut KBBI rehabilitasi
adalah pemulihan kepada kedudukan (keadaan) yang
dahulu (semula). Yang dilakukan pada tahap
rehabilitasi di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 yaitu bimbingan sosial, bimbingan fisik,
bimbingan mental dan spiritual serta bimbingan
keterampilan.
Seperti dalam penuturan Ibu Netty sebagai pekerja
sosial, yaitu:
“Tahapan rehabilitasi, WBS langsung mengikuti
kegiatan dan langsung ikut bimbingan yang sudah
terprogram. Ada bimbingan fisik, mental spiritual
dan sosial terapeutik. Bimbingan fisik diantaranya
yaitu senam otak, senam hari jumat, jalan pagi,
senam bersama. Bimbingan mental spiritual yaitu
pengajian tiap jumat untuk WBS yang beragama
Islam dan kebaktian setiap hari jumat serta ibadah
ke gereja setiap hari minggu untuk WBS yang
68
beragama Kristen. Bimbingan sosial seperti
kegiatan sosialisasi publik keluar panti yaitu
memperkenalkan WBS dengan masyarakat sekitar
untuk berinteraksi dengan warga serta kegiatan
sosial antar sesama WBS maupun petugas panti.”

Begitu pula dengan penuturan yang disampaikan


oleh Ibu Intan sebagai pekerja sosial, yaitu:

“Pelayanan rehabilitasi yang diberikan pada WBS


yaitu memberikan pelayanan berupa kegiatan baik
kegiatan keterampilan atau bimbingan. Jadi
secara otomatis WBS yang masuk ke panti
mengikuti kegiatan yang sudah terprogram.
Bimbingan yang diberikan terdiri dari bimbingan
fisik (senam, olahraga sabtu minggu, bulutangkis,
pingpong, bola), mental spiritual (konseling,
mengaji setiap hari jumat dan kosidahan bagi
WBS muslim serta kebaktian bagi nasrani setiap
hari jumat dan minggu), dan sosial. Untuk
bimbingan keterampilan diantaranya ada
keterampilan mote-mote, pel, sapu, keset. Pada
kegiatan bimbingan sosial terapeutik yang
dilakukan WBS adalah perkenalan diri dan
lingkungan sosial, pengenalan satu sama lain
sesama WBS maupun petugas serta bercakap-
cakap dan menanggapi orang lain jadi WBS
diajak untuk menceritakan pengalaman lalu
ditanggapi temannya sehingga WBS dapat
berkomunikasi lebih baik dan dapat berinteraksi
satu sama lain. Hal ini juga ditujukan sebagai
media mencari informasi mengenai latar belakang
WBS. Selain itu juga ada kegiatan sosialisasi
publik, mengajak WBS keluar panti untuk
berinteraksi dengan warga sekitar. Juga ada
kegiatan menonton film motivasi lalu membaca
cerita tokoh pahlawan dan lain-lain.”

69
Selain itu penuturan yang disampaikan oleh
Bapak Dwi sebagai pekerja sosial, yaitu:
“Bimbingan terhadap WBS terdiri dari
bimbingan fisik berupa jalan sehat, senam otak,
dan senam setiap hari jumat. Untuk bimbingan
mental spiritual yaitu WBS beragama Islam ada
kegiatan belajat mengaji dan solawatan, bagi
WBS beragama Kristen kebaktian pada hari jumat
dan ibadah ke gereja pada hari minggu.
Bimbingan sosial terapeutik yang diberikan
kepada WBS yaitu kegiatan seperti bercakap-
cakap untuk melatih WBS agar dapat
berkomunikasi baik dengan petugas maupun
dengan sesama WBS.”

Pernyataan ketiga pekerja social tersebut juga


diperkuat dengan keterangan yang diberikan oleh Pak
Aryo Agung Wibowo sebagai WBS, yaitu :

“Selama disini ikut kegiatan sehari-hari kaya


senam pagi, olahraga pagi, membersihkan
lingkungan, diajarkan seperti membuat sapu,
keset. Suka ada juga kegiatan menonton tv, terus
minum obat, terus tidur.”

Selain itu Bu Syarum sebagai WBS juga


memberikan keterangan yang serupa, yaitu :

“Biasanya kalo pagi itu nyuci dulu, lalu mandi,


lalu minum obat, lalu ikut kegiatan mote, salon,
terus makan, terus berkenalan dengan teman-
teman, membaca cerita, terus menonton tv dengan
teman teman”

70
Pernyataan tersebut selaras dengan observasi yang
dilakukan peneliti yaitu peneliti memperhatikan bahwa
terdapat kegiatan pembinaan yang telah diprogram atau
dijadwalkan kemudian pekerja sosial mengarahkan WBS
untuk mengikuti kegiatan pembinaan yang sudah
dijadwalkan. WBS mengikuti kegiatan pembinaan
tersebut dengan dipandu oleh pekerja sosial dan petugas
lainnya selain itu pekerja sosial juga mengarahkan WBS
untuk mengikuti kegiatan yang sudah dijadwalkan
sehingga seluruh kegiatan dapat berjalan sebagaimana
yang sudah dijadwalkan. Selain itu WBS terlihat antusias
dan aktif dalam mengikuti kegiatan panti, namun ada juga
beberapa WBS yang pasif.

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam bimbingan


meliputi yaitu:
a. Bimbingan Sosial
Dalam kegiatan ini bimbingan sosial dilakukan
untuk memulihkan dan mengembangkan perilaku
WBS dengan melibatkan seluruh potensi yang
dimiliki dalam diri WBS yang nantinya untuk
diarahkan oleh para pekerja sosial, sehingga
menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab sosial.
Bimbingan sosial ini terdiri dari perkenalan diri dan
lingkungan sosial, bercakap-cakap dan menanggapi
orang lain, serta sosialisasi publik.
b. Bimbingan Fisik

71
Kegiatan bimbingan fisik dilakukan untuk
menjaga kesehatan fisik, kesegaran jasmani,
kebersihan dan penyampaian pengetahuan tentang
kesehatan dan bertujuan agar WBS mendapatkan
kesehatan jasmani dan rohani. Kegiatan fisik yang
dilakukan di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 yaitu jalan pagi, olahraga otak kiri kanan,
dan senam bersama.
c. Bimbingan mental dan spiritual
Bimbingan mental dan spiritual
merupakan kegiatan yang ditujukan untuk
menumbuhkan, meningkatkan kemampuan WBS
untuk mengatasi tantangan hidup dan
permasalahannya dengan cara yang sesuai dengan
norma-norma sosial dan agama. Hal ini dilakukan
melalui penanaman budi pekerti, beribadah untuk
yang muslim yaitu solat dzikir lisan mandiri,
mengaji, marawis, qosidahan dan untuk non
muslim ibadah kebaktian, serta memberikan
motivasi kepada WBS bahwa manusia diwajibkan
berikhtiar dan dilarang berputus asa serta
mensyukuri hidup yang telah diberikan oleh Sang
Penciptanya. Dengan didampingi langsung oleh
pekerja sosial dan para pemberi kerohanian atau
siraman rohani kepada para WBS.
d. Bimbingan dan Pelatihan Keterampilan
Kegiatan ini memberikan berbagai macam
72
pengetahuan, kecakapan dan keterampilan yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan minat
dan bakat yang dimiliki oleh para WBS yang
nantinya dapat menunjang kebutuhan masa
depannya saat kembali ke lingkungan masyarakat.
Bimbingan dan pelatihan keterampilan di
panti dilatih oleh pekerja harian lepas yang
bertugas sebagai pendamping keterampilan serta
berpengalaman dalam bidangnya dengan
didampingi langsung oleh para pekerja sosial.
Kegiatan bimbingan keterampilan yang berada di
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 ini
meliputi keterampilan membuat sapu, pel, keset,
sandal, mote dan salon. Sehingga para WBS bisa
mengikuti keterampilan yang berada di Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 sesuai
dengan program dan jadwal silabus yang sudah
ditentukan.

6. Resosialisasi
Resosialisasi adalah suatu kegiatan bimbingan
pasca pelayanan dan rehabilitasi yang melibatkan
masyarakat. Hal ini ditujukan kepada
WBS/masyarakat/organisasi sosial/LSM dan dunia
usaha dalam rangka mempersiapkan para WBS untuk
hidup sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku
setelah mendapatkan pelayanan, pembinaan
73
bimbingan di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 sehingga WBS dapat berperan di
masyarakat dan bersosialisasi di dalamnya.

Seperti dalam penuturan Ibu Netty sebagai


pekerja sosial, yaitu:

“Dalam tahap resosialisasi biasanya di edukasi ke


ketua RT. Diberikan informasi bawah kondisi
WBS sudah pulih. Biasanya masyarakat juga
antusias menyambut sehingga kita langsung
edukasi disitu untuk tidak mengasingkan WBS,
diajak ngobrol biar tidak timbul halusinasi lagi,
WBS diperlakukan sama jangan dibeda-bedakan.
Diinformasikan juga bagaimana kegiatan pasien
saat dipanti sehingga bisa disesuaikan dengan
kegiatan dirumah atau dilingkungan jangan
terlalu berat tetapi jangan juga sampai tidak ada
kegiatan.”

Begitu juga yang disampaikan oleh Bu Intan


sebagai pekerja sosial, yaitu:

“Saat melakukan resosialisasi respon masyarakat


sangat terbuka, responsif dan respect kepada WBS
sehingga langsung dilakukan edukasi saat kumpul
sekaligus kepada ketua RT/RW. Dihimbau kepada
masyarakat untuk selalu mengajak interaksi dan
mengikut sertakan WBS dalam kegiatan positif
tentunya sesuai dengan kemampuan WBS.”

Kemudian penuturan yang disampaikan oleh


Bapak Dwi sebagai pekerja sosial, yaitu:

74
“Peran masyarakat disini sangat penting, untuk
membantu melakukan pengawasan pada WBS
atau juga membantu mengingatkan pihak keluarga
WBS apabila keluarga mungkin lalai. Biasanya
sekaligus kami berikan informasi ke masyarakat
agar mereka juga mengetahui cara menangani
atau memperlakukan WBS agar bisa kembali lagi
hidup di masyarakat.”

Pernyataan ketiga pekerja social tersebut juga


diperkuat dengan keterangan yang diberikan oleh Pak
Aryo Agung Wibowo sebagai WBS, yaitu :

“Iya seminggu sekali diajak jalan-jalan ke luar


panti. Kenalan sama orang disekitar panti.
Ngobrol-ngobrol.”

Selain itu Bu Syarum sebagai WBS juga


memberikan keterangan yang serupa, yaitu :

“Setiap Kamis atau Selasa dibawa sama Bu Intan


atau Bu Netty keluar panti. Ketemu sama kenalan
sama orang-orang terus diajak ngobrol sama
cerita.”

Pernyataan tersebut selaras dengan observasi


yang dilakukan peneliti. Pada saat observasi peneliti
mengamati proses resosialisasi yaitu diawali dengan
kegiatan perkenalan WBS dengan masyarakat. Pada
tahapan ini hampir semua WBS terlihat semangat dan
antusias namun terdapat juga beberapa WBS yang masih
malu malu dalam kegiatan berkenalan dengan
75
masyarakat. Pada tahap resosialisasi ini pekerja sosial
menemani dan mendampingi WBS selain itu juga
memotivasi dan menyemangati para WBS untuk berani
berkomunikasi dengan masyarakat. Selain itu pekerja
sosial juga mengedukasi keluarga dan masyarakat
mengenai cara menangani WBS serta memperlakukan
WBS dengan baik dan tidak membeda-bedakan atau
bahkan mengasingkan WBS.

7. Penyaluran
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk
mengaplikasikan bimbingan-bimbingan yang telah
diberikan kepada WBS serta untuk mengembangkan
kemampuan WBS agar dapat lebih meningkatkan
fungsionalitas WBS sehingga dapat hidup secara
produktif.
Hal tersebut disampaikan oleh Ibu Netty sebagai
pekerja sosial, yaitu:
“Pada tahap penyaluran tentunya WBS perlu
diberikan bimbingan, pelatihan dan juga diberikan
pengarahan agar dapat mengembangkan
kemampuannya saat disalurkan ke masyarakat.
Selain itu juga dilakukan pendampingan saat
penyaluran”

Begitu juga yang disampaikan oleh Ibu Intan


sebagai pekerja sosial, yaitu:

“Penyaluran merupakan kegiatan yang disiapkan


bagi WBS yang memiliki kemampuan serta terlatih
76
dan untuk melatih kembali kemampuannya di
lingkungan ataupun masyarakat sehingga
memberikan manfaat.”

Selain itu pernyataan oleh Bapak Dwi sebagai


pekerja sosial, yaitu:

“Penyaluran bisa dilakukan untuk WBS yang


terampil. Contohnya dapat disalurkan sebagai
asisten rumah tangga tentunya tetap dengan dalam
bimbingan pekerja sosial.”

Pernyataan tersebut selaras dengan observasi


yang dilakukan peneliti. Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan oleh peneliti, pada tahap penyaluran
WBS yang akan disalurkan diberikan arahan dan di
edukasi terlebih dahulu oleh pekerja sosial tentunya
dibekali bimbingan yang telah dilakukan dalam kegiatan
pembinaan sehingga dapat mengembangkan
kemampuannya saat disalurkan ke masyarakat dan dapat
memberikan manfaat untuk masyarakat.
8. Bimbingan Lanjut (BINJUT)
Bimbingan lanjut adalah suatu kegiatan
pengembangan kemampuan sosial dan kinerja serta
peningkatan peran keluarga serta masyarakat untuk
menetapkan kemandirian WBS pasca pelayanan dan
rehabilitasi. Hal ini berkaitan dengan pemahaman
umum bahwa setelah WBS menjalani rehabilitasi di
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3, WBS
masih memerlukan perawatan atau bimbingan lanjutan
77
agar proses reintegrasi ke masyarakat dapat
berlangsung dengan baik dan WBS dapat produktif.
Program ini dijalankan setelah pemulangan ketika para
WBS sudah berada di daerah masing-masing, yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
pembinaan yang dilakukan di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3.
Hal ini terungkap dalam penuturan Ibu Netty
sebagai pekerja sosial, yaitu:
“Bina lanjut biasanya dilakukan oleh pekerja
sosial setelah WBS kembali kepada keluarga dan
masyarakat. Hal ini dilakukan karena tidak
mungkin langsung putus hubungan dengan WBS.
Kami tetap mengontrol, memberikan arahan atau
konsultasi via telpon atau apapun contohnya
konsultasi penggunaan obat.”

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Bu


Intan sebagai peksos, yaitu:

“Ketika WBS dipulangkan kita tidak lepas kontak.


WBS kita fasilitasi bahkan saat mereka kesulitan
mendapatkan obat rutin kita bantu dari panti.
Dapat konsultasi juga baik via telpon maupun
whatsapp. Kebetulan disini ada grup whatsapp
bagi keluarga WBS yang sudah dipulangkan jadi
mereka bisa komunikasi atau berbagi di grup itu
jika ada masalah atau kendala.”

Selain itu, pernyataan Pak Dwi sebagai


Pekerja Sosial yaitu :

78
“Pihak panti pasti tetap melakukan kontrol pada
WBS yang di pulang. Keluarga WBS akan tetap
diberikan arahan atau dapat konsultasi via telpon
mengenai kendala yang dialami. Kami juga
memfollow up sejauh mana perkembangan WBS
setelah dipulangkan.”

Pernyataan tersebut selaras dengan observasi yang


dilakukan peneliti. Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan oleh peneliti pada tahap ini, pekerja sosial
membalas pesan berupa konsultasi dari keluarga WBS
yaitu mengenai penggunaan obat WBS kemudian pekerja
sosial juga menanyakan bagaimana keadaan WBS selama
berada dirumah dan dimasyarakat kepada keluarga WBS
selain itu pekerja sosial juga berdiskusi bersama pekerja
sosial lainnya terkait dengan konsultasi dari keluarga
WBS.

79
BAB V
PEMBAHASAN

Peneliti akan membahas tentang Peran Pekerja Sosial dalam


Pelayanan Sosial Warga Binaan Sosial Skizofrenia di panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3. Analisis dilakukan dengan
menggunakan dan mengkaji antara temuan hasil wawancara,
observasi dan dokumentasi dengan teori- teori yang telah
dijelaskan pada bab II.
Dari hasil penelitian, peneliti menemukan beberapa hal
mengenai Peran Pekerja Sosial dalam Pelayanan Sosial Warga
Binaan Sosial Skizofrenia di panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3. Pekerja sosial yang dimaksud disini yaitu sebagai
fasilitator, broker, enabler dan educator. Peran peksos ini
mempunyai peran yang sangat penting bagi WBS di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3 karena dengan adanya peran
peksos, para WBS yang berada di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3 mendapatkan pelayanan sosial secara optimal
serta terkontrol hingga WBS kembali ke lingkungan dan
masyarakat.
Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
3 mempunyai Peran sesuai dengan teori peran pekerja sosial,
yaitu sebagai: 1. Fasilitator, 2. Broker, 3. Enabler, 4. Educator.

1. Fasilitator
Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan

80
Sentosa 3 mempunyai peran sebagai fasilitator. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Ibu Netty sebagai
Pekerja Sosial, yaitu:

“Peksos berperan sebagai fasilitator kepada


WBS selama melaksanakan kegiatan-kegiatan
yang ada di panti seperti pada proses
penerimaan WBS yaitu pemeriksaan dokumen
yang terdiri dari rujukan dari Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 1 dan Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 2, skrinning ISPDS
terbaru, formulir perkembangan WBS, laporan
konsultasi, dan kartu BPJS. Setelah itu, registrasi
dan penempatan WBS dalam panti. Selain itu
berperan sebagai fasilitator selama
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada di
panti seperti bimbingan sosial terapeutik,
bimbingan keterampilan, pendampingan dalam
kegiatan keagamaan, peksos disini juga sebagai
penghubung antara WBS dengan keluarganya
apabila telah diketahui”.

Dalam hal ini Ibu Netty memberikan


pendampingan kepada WBS dalam mengikuti seluruh
kegiatan di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
3, mulai dari tahap penerimaan yaitu memfasilitasi
WBS dalam penempatan di asrama panti, dan pada
tahap rehabilitasi berupa bimbingan fisik, sosial,
mental spiritual, hingga bimbingan keterampilan.
Selain itu pekerja sosial juga berperan sebagai
fasilitator dalam hal permasalahan yang timbul antar
sesama WBS dan permasalahan sosial lainnya yang
terjadi di Panti Sosial.
81
Sedangkan penuturan Ibu Intan sebagai Pekerja
sosial sama dengan penuturan Ibu Netty yaitu:

“Peran Peksos sebagai fasilitator disini yaitu


Peksos memfasilitasi pada proses penerimaan
WBS. Di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 disini lebih dominan prosesnya secara
administrasi, seperti pemeriksaan dokumen dari
panti sebelumnya, yaitu formulir rujukan
skrining ISPDS dan kartu BPJS. Setelah semua
dokumen sudah lengkap dilakukan registrasi dan
penjelasan program panti, setelah itu WBS
ditempatkan dalam asrama panti. Selain itu WBS
memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang sudah di
program yang harus diikuti oleh WBS, serta
melakukan pendampingan kepada WBS saat
mengikuti kegiatan tersebut.”
Peran pekerja sosial yang dimaksud oleh Ibu
Intan dalam penyampaiannya tersebut yaitu peran
fasilitator pada tahap penerimaan dan pada tahap
rehabilitasi yaitu dengan memfasilitasi WBS dalam
mengikuti kegiatan bimbingan yang sudah diprogram.
Kegiatan tersebut antara lain yaitu bimbingan fisik,
bimbingan mental dan spiritual, bimbingan sosial
serta bimbingan keterampilan. Pendampingan dalam
pelaksanaan bimbingan keterampilan salah satunya
adalah pendampingan terhadap WBS ketika kegiatan
keterampilan berlangsung maka Ibu Intan akan datang
keruangan untuk melihat berjalannya kegiatan
keterampilan dan sekaligus melakukan pendampingan
kepada WBS yang ditanganinya.

82
Begitu pula dengan penuturan Bapak Dwi
sebagai pekerja sosial, yaitu:

“Peksos memfasilitasi mulai pada tahap


penerimaan yaitu pada awalnya kami akan
melihat terlebih dahulu kelengkapan dokumen
WBS diantaranya formulir rujukan, skrinning
ISPDS terbaru, juga dilengkapi dengan laporan
konsultasi serta laporan perkembangan WBS.
Setelah pemeriksaan kelengkapan dokumen,
dilakukan penandatanganan berita acara serah
terima. dilanjutkan dengan penjelasan program,
kemudian penempatan WBS dalam panti. Dan
juga memfasilitasi setiap kegiatan yang diikuti
oleh WBS serta melakukan pendampingan
kepada WBS merupakan salah satu peran pekerja
sosial sebagai peran fasilitator. Pendampingan
kepada WBS dilakukan saat WBS mengikuti
kegiatan yang ada di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3 baik pada saat kegiatan
bimbingan fisik, mental spiritual, sosial maupun
bimbingan keterampilan.”
Dari penuturan yang disampaikan oleh Bapak Dwi
memperkuat pernyataan Ibu Netty dan Ibu Intan
bahwa peran pekerja sosial yaitu memfasilitasi semua
kegiatan yang diikuti oleh WBS mulai tahap
penerimaan serta melakukan pendampingan kepada
WBS pada tahap rehabilitasi. Pendampingan pada
pelaksanaan kegiatan bimbingan berupa bimbingan
fisik, mental spiritual sosial serta keterampilan ini
bertujuan untuk melihat perkembangan WBS selama
mengikuti kegiatan.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut

83
disimpulkan bahwa pernyataan ketiga peksos adalah
sama. Peran Fasilitator yang dilakukan pekerja sosial
di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 adalah
pada tahap penerimaan yaitu peksos memfasilitasi
dalam penempatan WBS di asrama panti selain itu
pada tahap rehabilitasi. Dalam hal ini, peran pekerja
sosial pada tahap rehabilitasi yaitu pelaksanaan
pendampingan saat bimbingan fisik, mental spiritual
sosial serta keterampilan di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3 yaitu salah satunya berperan
sebagai fasilitator kepada WBS. Untuk melihat
perkembangan WBS selama mengikuti kegiatan,
peksos disini juga dapat memerankan dirinya sebagai
seorang sahabat, dan orang tua disaat para WBS
menghadapi kesuliatan atau masalah-masalah yang
menganggu pikiran dan perasaan mereka selama
berada di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3.
Sesuai dengan teori pada bab II pada halaman 16
mengenai peran pekerja sosial sebagai fasilitator.
Dalam literatur pekerja sosial, peranan “fasilitator”
sering disebut sebagai “pemungkin” (enabler).
Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu sama
lain. Barker juga memberikan definisi pemungkin
atau fasilitator sebagai tanggung jawab untuk
membantu klien menjadi mampumenangani tekanan
situasional atau transisional. Peranan pekerja sosial
adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien
84
mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan
dan disepakati bersama
Peran fasilitator/pendampingan sebagai tanggung
jawab untuk membantu WBS menjadi mampu
menangani tekanan situasional atau transisional.
Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan
tersebut meliputi pemberian harapan, pengurangan
penolakan, pengidentifikasian dan ambivalensi,
pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan,
pengidentifikasian dan pendorong dan pendorong
kekuatan-kekuatan personal dan aset-aset sosial,
pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga
lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah
fokus pada tujuan dan cara-cara untuk pencapaiannya.

2. Broker
Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 mempunyai peran sebagai broker. Seperti
yang dikatakan oleh Ibu Netty:

“Peksos juga berperan sebagai broker misalnya


menghubungkan WBS untuk mengakses fasilitas
kesehatan seperti rumah sakit atau pun dokter
maupun psikolog, juga menghubungkan WBS
dengan masyarakat sekitar untuk mulai bisa
berkomunikasi. Selain itu, peksos
menghubungkan WBS dengan masyarakat sekitar
pada saat bimbingan sosial. Bimbingan sosial di
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
seperti kegiatan sosialisasi publik keluar panti
85
yaitu memperkenalkan WBS dengan masyarakat
sekitar untuk berinteraksi dengan warga.”

Seperti juga dikatakan oleh Bapak Dwi:

“Peran peksos sebagai broker contohnya


apabila WBS membutuhkan penanganan dokter
pasti harus dihubungkan melalui peksos. Begitu
juga dengan WBS jika membutuhkan psikolog
atau kontrol ke rumah sakit, itu semua peran
peksos sebagai broker. Peran broker juga
dilakukan pada proses pemulangan WBS. Peksos
berperan untuk menghubungan WBS dengan
keluarga WBS. Setelah didapatkan informasi
yang valid mengenai keluarga WBS maka WBS
yang sudah pulih akan dipulangkan.”

Begitu juga dikatakan oleh Ibu Intan:

“Kalo disini peksos berperan sebagai broker


seperti menghubungkan WBS dengan rumah
sakit, karena WBS disini rutin dalam melakukan
kontrol ke rumah sakit. Lalu juga
menghubungkan WBS dengan dokter, psikiatri
dan juga psikolog. Selain itu Peran peksos
sebagai broker juga menghubungkan WBS
dengan keluarganya.”

Berdasarkan analisis peneliti, perntayaan ketiga


peksos mengenai peran peksos sebagai broker adalah
berbeda.
Menurut peksos Bu Netty, peran broker
dilakukan oleh peksos pada tahapan pembinaan berupa
bimbingan sosial yaitu dalam kegiatan sosialisasi
publik. Dimana pada tahap tersebut peksos

86
menghubungkan WBS dengan masyarakat sekitar yang
bertujuan untuk melatih WBS agar dapat
berkomunikasi dengan baik serta dapat aktif dalam
berkomunikasi dengan masyarakat sekitar. Selain itu
peran sebagai broker juga dilakukan seperti pada saat
menghubungan WBS dengan dokter atau psikolog
yang bertujuan untuk konsultasi mengenai masalah
maupun kemajuan kondisi WBS.
Namun hal tersebut tidak selaras dengan
pernyataan peksos Pak Dwi dan Bu Intan. Menurut Pak
Dwi dan Bu Intan peran pekerja sosial sebagai broker
selain pada saat peksos menghubungkan WBS dengan
dokter atau psikolog untuk konsultasi, peran broker
juga dapat digambarkan pada tahap resosialisasi.
Dimana pada proses resosialiasi pekerja sosial menjadi
penghubung antara WBS dengan keluarga WBS.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan
bahwa peran peksos sebagai broker di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3 terdapat pada tahap
pembinaan yaitu bimbingan sosial, tahap resosialisasi
dan pada proses konsultasi WBS dengan dokter
maupun psikolog.
Sesuai dengan teori pada bab II pada halaman 17
mengenai peran pekerja sosial sebagai broker.
Pemahaman pekerja sosial yang menjadi broker
mengenai kualitas pelayanan sosial disekitar
lingkungan menjadi sangat penting dalam memenuhi
87
keinginan kliennya memperoleh “keuntungan”
maksimal. Peranan sebagai broker mencakup
menghubungkan klien dengan barang-barang dan
pelayanan dan mengontrol kualitas barang dan
pelayanan tersebut.

3. Enabler/Pemungkin
Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 mempunyai peran sebagai enabler. Seperti
yang dikatakan oleh Ibu Netty:

“Peran sebagai pemungkin misalnya peksos


melihat jika ada WBS yang sudah pulih dan juga
sudah bisa mengikuti semua kegiatan dengan baik
bisa diberikan akses untuk mereka berdaya di luar
lingkup panti. Biasanya jadi Asisten Rumah
Tangga, biasanya dengan orang-orang yang
sudah mengenal petugas panti jadi tetap bisa
diberikan pendampingan”

Seperti yang dikatakan oleh Bapak Dwi:

“Pemungkin tuh paling kalo kita disini WBS yang


sudah cukup pulih bisa diberdayakan di luar panti,
peran pekerja sosial memungkinkan itu dengan
mencarikan orang yang mau memberdayakan
WBS. Biasanya orang dekat pettugas panti agar
tetap bisa diberikan pendampingan karena WBS
ini sebenarna pulih bukan sembuh jadi harus tetap
diberikan pendampingan.”

Begitu juga dikatakan oleh Ibu Intan:

88
“Pemungkin jadi memungkinkan untuk melakukan
pemberdayaan jadi WBS yang sudah terampil
biasanya pekerja sosial memberikan akses kepada
mereka untuk bisa diberdayakan diluar panti.
Misal dipekerjakan menjasi Asisten Rumah
Tangga, karena mereka itu sebenarnya hanya
pulih tidak sembuh jadi masih memiliki
keterbatasan jadi bisa diberdayakan sebatas
Asisten Rumah Tangga. Atau ada juga WBS yang
bisa di berdayakan untuk membantu berjualan,
ada yang membantu orang tuanya untuk berjualan
makanan, namun tetap juga harus di berikan
pendampingan.”

Berdasarkan analisis peneliti, peran pekerja


sosial sebagai enabler/pemungkin menurut ketiga
peksos adalah sama yaitu pada tahap penyaluran.
Dimana pada tahap tersebut peksos memberikan
kesempatan kepada WBS untuk melakukan
pemberdayaan/ menyalurkan WBS ke masyarakat.
Jadi WBS yang sudah terampil diberikan akses
untuk bisa diberdayakan diluar panti, misalnya
dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga. Ada
juga yang diberdayakan untuk membantu orang
tuanya berjualan namun hanya contoh kecil. Namun
tentunya setiap WBS yang telah bisa di berdayakan
tetap dilakukan pendampingan oleh panti karena
WBS itu pulih bukan sembuh.
Sesuai dengan teori pada bab II pada halaman
17 mengenai peran pekerja sosial sebagai
enabler/pemungkin. Peranan sebagai pemungkin

89
adalah yang paling sering digunakan dalam profesi
pekerjaan sosial, karena peranan ini diilhami oleh
konsep pemberdayaan dan difokuskan pada
kemampuan, kapasitas, dan kompetensi klien atau
penerima pelayanan untuk menolong dirinya sendiri
pekerja sosial berperan membantu untuk
menentukan kekuatan dan unsur yang ada di dalam
diri korban sendiri termasuk untuk menghasilkan
perubahan yang diingikan atau mencapai tujuan
yang dikehendaki korban. Jadi peranan pekerja
sosial adalah berusaha memberikan peluang agar
kepentingan dan kebutuhan klien atau penerima
manfaat tidak terhambat.

4. Educator
Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 mempunyai peran sebagai educator.
Sebagai educator, pekerja sosial salah satunya bisa
menjadi seorang instruktur pada saat bimbingan
keterampilan. Salah satu pekerja sosial yaitu Ibu
Netty pernah menjadi instruktur bimbingan
keterampilan mote-mote di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3 kepada WBS. Seperti yang di
ungkapkan oleh Ibu Netty, yaitu:

“Peran pekerja sosial sebagai peran


educator yaitu dalam pelaksanaan
bimbingan keterampilan, saat kita
memberikan bimbingan keterampilan seperti
90
mote-mote, sapu, pel, keset, sandal, dan
salon. Tapi kalo saya lebih sering
memberikan bimbingan keterampilan mote.”

Selain itu peran pekerja sosial sebagai educator


yaitu memberikan pengetahuan kepada WBS
mengenai kebersihan diri dan lingkungan serta
memberikan pengetahuan bagaimana penggunaan
obat dengan baik dan benar. Seperti yang dikatakan
oleh Bapak Dwi, yaitu:

“Peran educator yang dilakukan oleh pekerja


sosial yaitu memberikan edukasi tentang cara
kebersihan diri dan lingkungan selain itu
edukasi tentang cara minum obat karena ada
juga WBS yang apabila dikasih obat dibuang
sehingga perlu adanya edukasi mengenai cara
penggunaan serta manfaat obat untuk WBS.”

Selain itu pendapat Bu Intan, yaitu:

“Peran pekerja sosial sebagai educator yaitu


pada saat pemulangan WBS. WBS diedukasi
mengenai cara pemakaian obat saat nanti
dirumah masing-masing. Selain itu pada saat
pemulangan ke tempat tinggal WBS, keluarga
dan masyarakat sekitar juga di edukasi
tentang bagaimana cara memperlakukan
WBS, kebiasaan dan kegiataan WBS saat
dipanti sehingga dapat disesuaikan dengan
kegiatan dirumah, di edukasi juga batas
kemampuan WBS sehingga keluarga dan
masyarakat mengerti dan dapat menempatkan
WBS dengan cara yang tepat.”

91
Berdasarkan hal tersebut dapat dianalisa
bahwa peran peksos sebagai educator menurut ketiga
peksos adalah berbeda.
Menurut Bu Netty peran educator dapat
ditemukan pada tahap pembinaan berupa bimbingan
keterampilan. Pada tahap bimbingan keterampilan
peksos mengedukasi WBS diantaranya yaitu cara
membuat mote-mote, sapu, pel, keset, sandal, dan
salon yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan minat dan bakat yang dimiliki oleh para
WBS yang nantinya dapat menunjang kebutuhan
masa depannya saat kembali ke lingkungan
masyarakat.
Namun menurut Pak Dwi, peran educator yang
dilakukan kepada WBS diantaranya adalah edukasi
mengenai cara kebersihan diri selain itu juga edukasi
mengenai cara pemakaian obat sehari-hari. Hal
tersebut dilakukan karena ketepatan dan kepatuhan
meminum obat adalah penting untuk menunjang
pemulihan kondisi WBS, bertujuan juga agar kondisi
WBS stabil dan dapat dikontrol.
Berbeda dengan Bu Intan yang melihat peran
educator dilakukan pada tahap resosialisasi. Pada
tahap tersebut peksos mengedukasi WBS mengenai
cara pemakaian obat dirumah masing-masing. Selain
itu pada saat pemulangan ke tempat tinggal WBS,
keluarga dan masyarakat sekitar juga di edukasi
92
tentang bagaimana cara memperlakukan WBS,
kebiasaan dan kegiataan WBS saat dipanti sehingga
dapat disesuaikan dengan kegiatan dirumah, di
edukasi juga batas kemampuan WBS sehingga
keluarga dan masyarakat mengerti dan dapat
menempatkan WBS dengan cara yang tepat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran
educator di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
3 adalah pada tahap pembinaan yaitu bimbingan
keterampilan dan tahap resosialisasi.
Sesuai dengan teori pada bab II pada halaman
19 mengenai peran pekerja sosial sebagai educator.
Pekerja sosial sebagai educator memainkan peranan
dalam penentuan agenda, sehingga tidak hanya
membantu pelaksanaan proses peningkatan
peningkatan produktivitas akan tetapi lebih berperan
aktif dalam memberikan masukan dalam rangka
peningkatan pengetahuan, keterampilan serta
pengalaman bagi individu-individu, kelompok-
kelompok dan masyarakat. Peran pendidikan ini
dapat dilakukan dengan peningkatan kesadaran,
memberikan informasi, mengkonfrontasikan,
melakukan pelatihan bagi individu- individu,
kelompok-kelompok dan masyarakat.

93
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan data dan pembahasan yang telah
dilakukan. Peran yang dilakukan oleh pekerja sosial dalam
Pelayanan Sosial Warga Binaan Sosial Skizofrenia di Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 diantaranya meliputi:
fasilitator, broker, enabler, dan educator.
1. Persamaan ketiga peran pekerja sosial dalam pelayanan
sosial warga binaan sosial skizofrenia di panti sosial bina
laras harapan sentosa 3 terdapat pada peran fasilitator
dan enabler.

2. Perbedaan ketiga peran pekerja sosial dalam pelayanan


sosial warga binaan sosial skizofrenia di panti sosial bina
laras harapan sentosa 3 terdapat pada peran broker, dan
educator. Perbedaan yang terjadi hanya karena perbedaan
pendapat pekerja sosial, pada tahapan apa peran tersebut
lebih berperan.

3. Peran yang paling dominan adalah peran pekerja sosial


sebagai fasilitator. Dimana peran tersebut dilakukan
hampir di seluruh tahapan kegiatan di panti sosial bina
laras harapan sentosa 3.

94
B. Saran
1. Kepada Pekerja Sosial lebih meningkatkan kinerja dalam
perannya sehingga lebih profesionalisme dalam
memberikan pelayanan kepada WBS, dengan mengikuti
serta pelatihan-pelatihan atau penataran-penataran yang
bersifat mendidik dan keilmuan, sehingga pekerja sosial
yang profesional dan berkualitas akan membantu
menghasilkan WBS yang lebih baik.
2. Kepada pihak panti lebih mensinergikan lagi kerjasama
antar bidang pekerjaan yang ada, seperti pekerja sosial,
perawat dan psikolog. Agar semakin baik lagi dalam
mencapai tujuan WBS untuk pulih. Jumlah pekerja
sosialnya mungkin harus di tambah karena tidak sebanding
dengan jumlah WBS yang di layani, agar proses pelayanan
lebih baik lagi.

95
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Sosial. 2004. Buku Saku Pekerja Sosial, Jakarta


Dewi, Yeni Febrianti Kumala. 2007. Schizofrenia And The Other
Psychotic. Jakarta.
Dirkes Jiwa. 1983. Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental
Rumah Sakit Jiwa di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Eppang, Lince. 2016. “Mendobrak Belenggu Stres”.
http://www.netralnews.com diakses pada 25 September
2017
Fahrudin, Adi. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung:
PT Refika Aditama.
Fauziah, Lutfi. 2016 “5 Subtipe Skizofrenia yang Harus Anda
Kenali”, dalam http://nationalgeographic.co.id diakses
pada tanggal 25 September 2017

Gual, Marselinus. 2016. “Ibu Kota Penderita Gangguan Jiwa”,


dalam https://www.merdeka.com diakses pada tanggal 25
September 2017

Haryadi, Jumari, 2013.


http://www.kompasiana.com/jumariharyadi/selamat-hari-
kesehatan-jiwa-sedunia diakses pada tanggal 14
September 2017
Hermawati, Istiana. 2001. Metode Dan Tekhnik Dalam Praktek
Pekerjaan Sosial, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. h. 1-4
Daradjat, Dr. Zakiah. 1991: Islam danKesehatan Mental.CV Haji
Masagung
96
Kartono, Kartini. 2005. Patologi Sosial 1. Jakarta : Grafindo
Persada.

Maramis, Wf. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, ( Surabaya : Air


Langga University Press, 1980) Cet ke-1.
Napsiyah Ariefuzzaman, Siti dan Diawati, Lisma.
Belajar Teori Pekerjaan Sosial. Tangerang Selatan:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2011.
Rukminto Adi, Isbandi. 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan
Pekerjaan Sosial Depok: FisipUI Press.
Rukminto Adi, Isbandi. 2001. Pemberdayaan Pengembangan
Masyarakat dan Intervensi Komunitas, Jakarta : Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Rusmiyati, Chatarina , dkk, 2013. Efektifitas Peran Pekerja
Sosial Studi Kasus Panti Sosial Petirahan Anak Satria
Baturaden, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pelayanan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan
Penelitian Kesejahteraan Sosial.

Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta:


Kanisius.
Sosial Work Sketch. 2014.http://www.sosialworksketch.com/
diakses pada 4 Februari 2018
Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo).
Suharto, Edi. 2009.Membangun Masyarakat Memberdayakan
Rakyat. Bandung: PT Refika Aditama.
97
Sulistyo, Sumar. 2005. Pengkajian Kebutuhan Pelayanan Sosial.
Yogyakarta: B2P3KS.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa
Warto. 2009. Efektivitas Program Pelayanan Sosial. Yogyakarta:
B2P3KS Press.
Yusuf, Syamsu dan. Nuhrisan, Juntika. 2007. Teori Kepribadian.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

98
PEDOMAN WAWANCARA

(Pekerja Sosial)

A. Identitas Informan
Nama : Netty Rumanti
Usia : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : D IV Pekerja Sosial
Tanggal : 30 Maret 2018
Tempat : Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3

B. Pertanyaan
I. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Penerimaan
1. Darimana asal WBS?
Hampir seluruh WBS berasal dari Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 1 dan Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 2

2. Bagaimana kondisi WBS pada saat penerimaan


awal? Bagaimana perilakunya?
Kebanyakan kondisi WBS sudah tenang dan bs
diajak komunikasi sopan pada umumnya kondisi

99
sudah baik walaupun agak tertutup namun
semakin lama ada komunikasi dan interaksi WBS
juga semakin terbuka secara perlahan.

3. Apa saja tahapan pendekatan awal pada WBS?


Tahapan pendekatan awal pada WBS yaitu
identifikasi assessment. Pada tahap identifikasi
assesment kondisi WBS kadang masih tertutup.
Yang dilakukan pada tahap ini yaitu penggalian
informasi mengenai data pribadi seperti nama,
asal, identitas keluarga, bagaimana dulu
dikeluarga, anak keberapa, pernah dirawat di
rumah sakit jiwa atau tidak sebelumnya, pernah
mendengar halusinasi atau tidak, latar belakang
ekonomi, pernah bekerja atau tidak dan lain-lain

4. Apa yang dilakukan pekerja sosial pada saat


pendekatan awal? Bagaimana prosesnya?
Yang dilakukan pekerja sosial pada saat
pendekatan awal yaitu komunikasi ringan dengan
WBS seperti ngobrol-ngobrol mengenai identitas
seperti nama, asal darimana, dan lain-lain. Seiring
berjalannya waktu komunikasi akan lebih sering
dilakukan seperti menanyakan kabar dan lain-lain.
Kemudiaan saat kegiatan rutin dilakukan sebagai
media untuk interaksi sehingga WBS yang tadinya

100
pasif dan tertutup lama-lama lebih aktif dan
terbuka.

5. Apa yang dilakukan pekerja sosial saat observasi


pada WBS?
Pada saat observasi pekerja sosial melakukan
pengamatan yang difokuskan pada pengamatan
fisik WBS. Jadi kita amati bagaimana perilaku
atau sikap WBS sehingga penempatan sesuai
kondisi WBS

6. Bagaimana kasus klien tersebut?


Kasus WBS karna dipanti ini kluster 3 jadi
kondisinya sudah cukup baik. Dan biasnaya
diketahui dengan ngobrol-ngobrol seputar latar
belakang keluarga. Biasanya juga dapat diketahui
dari dokumen yang disertakan oleh PSBL 1 dan 2.
Secara umum kadang ada yang bilang juga tidur
dijalanan lalu ditangkap dan lain-lain.

7. Apa yang dimaksud dengan seleksi pada tahapan


pendeketan awal terhadap WBS?
Skrinning ISPDS jadi kita tau WBS masuk dalam
kluster 1 atau 2 atau 3. ISPDS adalah instrumen
untuk menapis masuk kategori mana WBS.
Skrinning dilakukan oleh pekerja sosial atau
pendamping yang sudah dilatih.
101
8. Setelah pendekatan awal, bagaimana proses
penerimaan secara administrasi yang dilakukan
pekerja sosial?
Rujukan dari psbl 1 dan 2 ada skrinning ISPDS
terbaru form perkembangan WBS laporan
konsultasi sama bpjs

II. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Rehabilitasi

1. Apakah Anda mendampingi WBS? Sejak kapan


dan sampai kapan?
Saat mulai WBS sudah masuk asrama sampai
pemulangan

2. Bagaimana kondisi WBS selama di Panti Sosial


Bina Laras Harapan Sentosa 3? Bagaimana
perilakunya?
Secara umum kondisi WBS dipanti berbeda2
namum secara umum sudah tenang walaupun
mungkin ada beberapa yang sulit diarahkan lalu bs
diajak komunikasi ada yang cepat terbuka ada yg
butuh proses pendekatan yang lebih.

102
3. Apa saja tahapan pelayanan rehabilitasi yang
diberikan pada WBS dari awal hingga akhir?
Tahapan rehabilitasi, WBS langsung mengikuti
kegiatan dan langsung ikut bimbingan yang sudah
terprogram. Ada bimbingan fisik, mental spiritual
dan sosial terapeutik. Bimbingan fisik diantaranya
yaitu senam otak, senam hari jumat, jalan pagi,
senam bersama. Bimbingan mental spiritual yaitu
pengajian tiap jumat untuk WBS yang beragama
Islam dan kebaktian setiap hari jumat serta
ibadah ke gereja setiap hari minggu untuk WBS
yang beragama Kristen. Bimbingan sosial seperti
kegiatan sosialisasi publik keluar panti yaitu
memperkenalkan WBS dengan masyarakat sekitar
untuk berinteraksi dengan warga serta kegiatan
sosial antar sesama WBS maupun petugas panti.

4. Setelah penerimaan apa yang dilakukan pekerja


sosial pada tahapan assessment?
Mulai melakukan identifkasi pada WBS seperti
berasal darimana, bagaimana keluarganya,
kondisi psiklogisnya, latar belakang kejiwaannya,
latar belakang kondisi sosial ekonomi, lalu mulai
untuk rencana intervensi untuk menangani WBS

5. Bagaimana dengan bimbingan (fisik, mental


spiritual, sosial) terhadap WBS?
103
Bimbingan fisik diantaranya yaitu senam otak,
senam hari jumat, jalan pagi, senam bersama.
Bimbingan mental spiritual yaitu pengajian tiap
jumat untuk WBS yang beragama Islam dan
kebaktian setiap hari jumat serta ibadah ke gereja
setiap hari minggu untuk WBS yang beragama
Kristen. Bimbingan sosial seperti kegiatan
sosialisasi publik keluar panti yaitu
memperkenalkan WBS dengan masyarakat sekitar
untuk berinteraksi dengan warga serta kegiatan
sosial antar sesama WBS maupun petugas panti.

6. Bagaimana peran pekerja sosial dalam


pelaksanaan bimbingan keterampilan?
Peran pekerja sosial dalam pelaksanaan bimbingan
keterampilan yaitu salah satunya sebagai
instruktur. Seperti saya yaitu menjadi instruktur
dalam keterampilan mote-mote. Selain itu jadi ga
focus banget ke hasil namun ada beberapa WBS
yang mahir dan itu merupakan nilai lebih untuk
mereka tp sebenernya peran pekerja sosial saat
bimbingan keterampilan yaitu sebagai media
untuk berinteraksi dengan WBS menggali info
data diri dsb.

7. Apa saja bimbingan keterampilan yang diberikan


pekerja sosial kepada WBS?
104
Bimbingan keterampilan yang diberikan pekerja
sosial yaitu sapu, pel, keset, sandal, mote, salon.

8. Apa saja peran-peran pekerja sosial yang


bapak/ibu lakukan dalam menangani WBS pada
tahap bimbingan atau intervensi pada WBS?
Mohon bapak/ibu jelaskan, misalnya berperan
sebagai educator, katalisator,enabler atau
fasilitator?
a. Peksos berperan sebagai fasilitator kepada
WBS selama melaksanakan kegiatan-
kegiatan yang ada di panti seperti pada proses
penerimaan WBS yaitu pemeriksaan
dokumen yang terdiri dari rujukan dari Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 dan
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2,
skrinning ISPDS terbaru, formulir
perkembangan WBS, laporan konsultasi, dan
kartu BPJS. Setelah itu, registrasi dan
penempatan WBS dalam panti. Selain itu
berperan sebagai fasilitator selama
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada di
panti seperti bimbingan sosial terapeutik,
bimbingan keterampilan, pendampingan
dalam kegiatan keagamaan, peksos disini
juga sebagai penghubung antara WBS dengan
keluarganya apabila telah diketahui
105
b. Peksos juga berperan sebagai broker
misalnya menghubungkan WBS untuk
mengakses fasilitas kesehatan seperti rumah
sakit atau pun dokter maupun psikolog, juga
menghubungkan WBS dengan masyarakat
sekitar untuk mulai bisa berkomunikasi.
Selain itu, peksos menghubungkan WBS
dengan masyarakat sekitar pada saat
bimbingan sosial. Bimbingan sosial di Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 seperti
kegiatan sosialisasi publik keluar panti yaitu
memperkenalkan WBS dengan masyarakat
sekitar untuk berinteraksi dengan warga.
c. Peran sebagai pemungkin misalnya peksos
melihat jika ada WBS yang sudah pulih dan
juga sudah bisa mengikuti semua kegiatan
dengan baik bisa diberikan akses untuk
mereka berdaya di luar lingkup panti.
Biasanya jadi Asisten Rumah Tangga,
biasanya dengan orang-orang yang sudah
mengenal petugas panti jadi tetap bisa
diberikan pendampingan
d. Peran sebagai konselor dilakukan pada tahap
asesmen yaitu dilakukannya konsultasi
berupa tanya jawab dengan WBS mengenai
identitas WBS serta latar belakang keluarga
WBS. Peran sebagai konselor juga dilakukan
106
saat kegiatan terapeutik, pekerja sosial
menggali masalah apa yang dialami WBS,
contohnya masalah yang dihadapi dengan
teman-temannya atau mengingat kembali
masa lalunya, atau dimana keluarganya.
Terkadang juga WBS suka bercerita tentang
masalahnya atau pengalaman dia selama di
panti, lalu pekerja sosial menanggapi mereka
e. Peran pekerja sosial sebagai peran educator
yaitu dalam pelaksanaan bimbingan
keterampilan, saat kita memberikan
bimbingan keterampilan seperti mote-mote,
sapu, pel, keset, sandal, dan salon. Tapi kalo
saya lebih sering memberikan bimbingan
keterampilan mote

9. Apa saja faktor pendukung dan hambatan dalam


pelaksaan bimbingan ketrampilan? Bagaimana
cara pekerja sosial dalam menangani hambatan
tersebut?
a. Pendukungnya yaitu WBS disini lebih mudah
diarahkan, semua yang ada dipanti dari
pendamping dan seluruh SDM yang ada
menganggap WBS seperti keluarga sendiri
sehingga kita bisa lebih dekat dan lebih
memahami WBS

107
b. Masih lumayan banyak WBS yang sebenarnya
belum termasuk kategori Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 3 yang merupakan
kluster 3, jadi untuk WBS tersebut agak sulit
untuk di tangani. Hambatan lain juga ada
seperti saat sosialisasi public. Karena kadang
masyarakat kurang support kurang welcome
mungkin khawatir atau awam, lalu juga
kurangnya jumlah pekerja sosial . Pekerja
sosial di panti jumlahnya tidak sebanding
dengan banyaknya WBS yang ada
c. Paling cara menangani nya dengan
mengedukasi masyarakat tentang bagaimana
kondisi WBS nya.

10. Berapa kali dilakukan kosultasi bersama pekerja


sosial dan keluarga WBS?
Saat pemulangan paling di edukasi dan diberitahu
keseharian WBS saat dipanti agar keluarga bisa
menyesuaikan kegiatan WBS selama dipanti

108
III. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Resosialisasi
1. Apa saja tahapan resosialisasi yang dilakukan
pekerja sosial?
Tahapan resosialisasi persiapkan administrasi kalo
yang mau dipulangkan seperti berita acara kita
konfirmasi keperawat mengenai obat lalu siapkan
WBS nya pakaiannya konsumsinya

2. Bagaimana kondisi WBS sebelum proses


resosialisasi ke keluarga dan masyarakat?
Yang pasti WBS harus sudah tau alamatnya selain
itu kondisi WBS harus sudah pulih saat dikonsul
ke psikolog lalu ke pekerja sosial

3. Siapakah yang melakukan resosialisasi WBS ke


keluarga, dan bagaimana prosesnya?
Pekerja sosial dan pendamping

4. Siapakah yang melakukan resosialisasi WBS ke


masyarakat, dan bagaimana prosesnya?
Dalam tahap resosialisasi biasanya di edukasi ke
ketua RT. Diberikan informasi bawah kondisi
WBS sudah pulih. Biasanya masyarakat juga
antusias menyambut sehingga kita langsung
edukasi disitu untuk tidak mengasingkan WBS,
diajak ngobrol biar tidak timbul halusinasi lagi,
WBS diperlakukan sama jangan dibeda-bedakan.
109
Diinformasikan juga bagaimana kegiatan pasien
saat dipanti sehingga bisa disesuaikan dengan
kegiatan dirumah atau dilingkungan jangan terlalu
berat tetapi jangan juga sampai tidak ada kegiatan.

5. Apa yang dilakukan pekerja sosial pada tahap


penyaluran?
Pada tahap penyaluran tentunya WBS perlu
diberikan pelatihan dan juga diberikan pengarahan
cara kerja yg benar. Pendampingan dilakukan
ketika saat pelatihan

6. Mengapa perlu diberikan bimbingan kesiapan dan


peran serta masyarakat dalam penerimaan kembali
WBS setelah menjalani pembinaan dipanti?
Karena peran Masyakat untuk membantu
mengawasi WBS bila keluarga mungkin lengah.
Dengan cara memberikan info ke masyarakat
sekitar supaya mereka jg tau tentang kondisi WBS,
dan juga cara menangani atau memperlakukan
WBS di tengah-tengah masyarakat.

7. Apa yang dilakukan pekerja sosial pada tahap bina


lanjut? Bagaimana prosesnya?
Bina lanjut biasanya dilakukan oleh pekerja sosial
setelah WBS kembali kepada keluarga dan
masyarakat. Hal ini dilakukan karena tidak
110
mungkin langsung putus hubungan dengan WBS.
Kami tetap mengontrol, memberikan arahan atau
konsultasi via telpon atau apapun contohnya
konsultasi penggunaan obat

8. Apa upaya yang dilakukan pekerja sosial untuk


menghilangkan stigma negatif WBS di
masyarakat?
Yang paling penting adalah Memberikan edukasi
kepada masyarakat bahwa WBS sudah pulih,
bukannya sembuh, jadi masih harus di berikan
pengawasan. tapi mereka juga sudah bs
bermanfaat untuk keluarga dan linhkungannya.
Missal ikut dengan kegiatan bersih-bersih
lingkungan atau kegiatan masyarakat ringan
lainnya.

9. Apa yang dilakukan pekerja sosial dalam


menyiapkan WBS untuk siap kembali ke
lingkungannya?
Biasanya dalam menyiapkan warga binaan sosial
untuk kembali ke lingkungannya pekerja sosial
memberikan arahan dan juga bimbingan mental
tujuannya agar warga binaan sosial dapat
bersosialiasi kembali dengan masyarakat

111
PEDOMAN WAWANCARA

(Pekerja Sosial)

A. Identitas Informan
Nama : Dwi Pasetyo Utomo
Usia : 26 thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : D4 Pekerja Sosial STKS Bandung
Tanggal : 30 Maret 2018
Tempat : Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3

B. Pertanyaan
I. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Penerimaan
1. Darimana asal WBS?
Rujukan dari PSBL 1 dan 2. Penerimaan dari sana
kesini tidak langsung dari jalanan.

2. Bagaimana kondisi WBS pada saat penerimaan


awal? Bagaimana perilakunya?
Kondisi WBS pada saat penerimaan awal biasanya
sebagian besar masih pasif seperti diem kurang
112
bicara seperti mengisolasi diri. Lama kelamaan
mau ngomong atau bersosialiasasi

3. Apa saja tahapan pendekatan awal pada WBS?


Pendekatan awal kepada WBS ngobrol ringan
tidak formal juga. Tergantung kondisi WBS
masing-masing. Pendekatannya lain-lain.

4. Apa yang dilakukan pekerja sosial pada saat


pendekatan awal? Bagaimana prosesnya?
pekerja sosial pada saat pendekatan awal
melakukan observasi dari apa yang kita lihat
seperti dari perilaku WBS lalu di analisa apakah
WBS pasif atau aktif. Setelah itu diajak ngobrol.
Pendekatan tergantung kondisi WBS. Karena
mereka kan ODGJ yg tiap WBS berbeda cara
pendekatannya namun rata2 WBS yg sudah di
PSBL 3 kondisi sudah cukup baik. Untuk kondisi
WBS yang sudah cukup baik dalam
berkomunikasi dilakukan Tanya jawab sederhana
seperti apa masih mendengar bisikan-bisikan dll.
Juga dilakukan identifikasi dan assesmen.
Melakukan penggalian informasi kepada WBS
mengenai data diri dan data keluarga WBS
tentunya kondisi WBS pada tahap ini berbeda-
beda ada yang pasif dan aktif dari informasi
113
tersebut dapat juga digunakan untuk pekerja sosial
melakukan pendekatan kepada WBS

5. Apa yang dilakukan pekerja sosial saat observasi


pada WBS?
Observasi pada WBS dilakukan dengan cara
mengamati dari apa yang kita lihat seperti perilaku
WBS kemudian dianalisa apakah WBS tersebut
pasif atau aktif

6. Bagaimana kasus WBS tersebut?


Kasus WBS karna dipanti ini kluster 3 jadi
kondisinya sudah cukup baik. Dan biasnaya
diketahui dengan ngobrol2 latar belakang
keluarga. Biasanya tau dari dokumen dari PSBL 1
dan 2. Kadang ada yang bilang juga tidur dijalanan
lalu ditangkap dll

7. Apa yang dimaksud dengan seleksi pada tahapan


pendeketan awal terhadap WBS?
Dilakukan pemerikasaan ISDS. Lalu diobservasi
saat melakukan kegiatan saat mendampingi lalu
dianalisa

8. Setelah pendekatan awal, bagaimana proses


penerimaan secara administrasi yang dilakukan
pekerja sosial?
114
Pada awalnya kami akan melihat dulu form
Rujukan dari psbl 1 dan 2, apakah ada skrinning
ispds terbarunya, lalu melihat form perkembangan
WBS, dokumen bpjsnya, dan laporan konsultasi

II. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Rehabilitasi

1. Apakah Anda mendampingi WBS? Sejak kapan


dan sampai kapan?
Dari tahap penerimaan sampai resosialisasi

2. Bagaimana kondisi WBS selama di Panti Sosial


Bina Laras Harapan Sentosa 3? Bagaimana
perilakunya?
Pada saat penerimaan sudah ada adaptasi jadi lebih
terbuka dll

3. Apa saja tahapan pelayanan rehabilitasi yang


diberikan pada WBS dari awal hingga akhir?
Kalau disini tahapan rehabilitasi, langsung ikut
kegiatan langsung ikut bimbingan. Kalo disini
kegiatan sudah terprogram. Bimbingan terhadap
WBS terdiri dari bimbingan fisik berupa jalan

115
sehat, senam otak, dan senam setiap hari jumat.
Untuk bimbingan mental spiritual yaitu WBS
beragama Islam ada kegiatan belajat mengaji dan
solawatan, bagi WBS beragama Kristen kebaktian
pada hari jumat dan ibadah ke gereja pada hari
minggu. Bimbingan sosial terapeutik yang
diberikan kepada WBS yaitu kegiatan seperti
bercakap-cakap untuk melatih WBS agar dapat
berkomunikasi baik dengan petugas maupun
dengan sesama WBS

4. Setelah penerimaan apa yang dilakukan pekerja


sosial pada tahapan assessment?
Pertama mulai identifkasi tentang keluarganya,
latar belakang keluarganya, kondisi psiklogisnya,,
latar belakang kejiwaan, latar belakang kondisi
sosial ekonomi, lalu mulai membuat rencana untuk
tindak lanjut apa untuk menangani permasalahan
pada WBS.

5. Bagaimana dengan bimbingan (fisik, mental


spiritual, sosial) terhadap WBS?
Bimbingan terhadap WBS terdiri dari bimbingan
fisik berupa jalan sehat, senam otak, dan senam
setiap hari jumat. Untuk bimbingan mental
spiritual yaitu WBS beragama Islam ada kegiatan
belajat mengaji dan solawatan, bagi WBS
116
beragama Kristen kebaktian pada hari jumat dan
ibadah ke gereja pada hari minggu. Bimbingan
sosial terapeutik yang diberikan kepada WBS
yaitu kegiatan seperti bercakap-cakap untuk
melatih WBS agar dapat berkomunikasi baik
dengan petugas maupun dengan sesama WBS.

6. Bagaimana peran pekerja sosial dalam


pelaksanaan bimbingan keterampilan?
Peran pekerja sosial dalam hal ini bukan untuk
melatih WBS untuk menghasilkan tapi lebih fokus
sebagai media untuk dapat ngobrol sama WBS
untuk interaksi sehingga dapat digali informasi
dan perkembangan WBS.

7. Apa saja bimbingan keterampilan yang diberikan


pekerja sosial kepada WBS?
Mote sapu pel keset sandal dll

8. Apa saja peran-peran pekerja sosial yang


bapak/ibu lakukan dalam menangani WBS pada
tahap bimbingan atau intervensi pada WBS?
Mohon bapak/ibu jelaskan, misalnya berperan
sebagai educator, katalisator, enabler atau
fasilitator?
a. Peksos memfasilitasi mulai pada tahap
penerimaan yaitu pada awalnya kami akan
117
melihat terlebih dahulu kelengkapan dokumen
WBS diantaranya formulir rujukan, skrinning
ISPDS terbaru, juga dilengkapi dengan
laporan konsultasi serta laporan
perkembangan WBS. Setelah pemeriksaan
kelengkapan dokumen, dilakukan
penandatanganan berita acara serah terima.
dilanjutkan dengan penjelasan program,
kemudian penempatan WBS dalam panti. Dan
juga memfasilitasi setiap kegiatan yang diikuti
oleh WBS serta melakukan pendampingan
kepada WBS merupakan salah satu peran
pekerja sosial sebagai peran fasilitator.
Pendampingan kepada WBS dilakukan saat
WBS mengikuti kegiatan yang ada di Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 baik
pada saat kegiatan bimbingan fisik, mental
spiritual, sosial maupun bimbingan
keterampilan.
b. Peran peksos sebagai broker contohnya
apabila WBS membutuhkan penanganan
dokter pasti harus dihubungkan melalui
peksos. Begitu juga dengan WBS jika
membutuhkan psikolog atau kontrol ke rumah
sakit, itu semua peran peksos sebagai broker.
Peran broker juga dilakukan pada proses
pemulangan WBS. Peksos berperan untuk
118
menghubungan WBS dengan keluarga WBS.
Setelah didapatkan informasi yang valid
mengenai keluarga WBS maka WBS yang
sudah pulih akan dipulangkan
c. Pemungkin tuh paling kalo kita disini WBS
yang sudah cukup pulih bisa diberdayakan di
luar panti, peran pekerja sosial
memungkinkan itu dengan mencarikan orang
yang mau memberdayakan WBS. Biasanya
orang dekat pettugas panti agar tetap bisa
diberikan pendampingan karena WBS ini
sebenarna pulih bukan sembuh jadi harus
tetap diberikan pendampingan.
d. Kalo berperan sebagai konselor dilakukan
pada saat konsultasi. Konsultasi biasannya
dilakukan jika ada WBS yang ada masalah
tentang sehari-harinya atau dengan temannya
biasanya dilakukan saat terapeutik seperti
bercakap cakap, membuat buku kegiatan,
berkenalan sambil mendengarkan cerita WBS,
pekerja sosial juga menanggapi WBS.
e. Peran educator yang dilakukan oleh pekerja
sosial yaitu memberikan edukasi tentang cara
kebersihan diri dan lingkungan selain itu
edukasi tentang cara minum obat karena ada
juga WBS yang apabila dikasih obat dibuang

119
sehingga perlu adanya edukasi mengenai cara
penggunaan serta manfaat obat untuk WBS.”

9. Apa saja faktor pendukung dan hambatan dalam


pelaksaan bimbingan ketrampilan? Bagaimana
cara pekerja sosial dalam menangani hambatan
tersebut?
a. WBS responsif dan mudah diatur. Jadi
sebagian besar WBS disini penurut, tidak
berontak atau melawan hal ini mungkin karena
WBS di panti ini merupakan ODGJ dengan
kategori ringan atau kluster 3. Hal tersebut
tentunya menjadi faktor pendukung peran
pekerja sosial
b. Kurangnya jumlah pekerja sosial yang ada
disini, jika dibandingkan dengan jumlah WBS.
Lalu Penghambat lainnya ketika ada beberapa
WBS yang masih pasif dan tidak terbuka.
Selain itu apabila dosis obat kurang tepat,
menimbulkan efek samping pada WBS seperti
lebih aktif atau malah terlalu pasif.

10. Berapa kali dilakukan kosultasi bersama pekerja


sosial dan keluarga WBS?
Konsultasi dengan keluarga saat WBS dijemput
atau saat pemulangan. Tp lebih sering bu qori
sebagai koor pekerja sosial. Tp pernah jg keluarga
120
hub saya pribadi untuk konsultasi paling sering
konsul tentang kok WBS jd gini2 perilakunya atau
minum obatnya atau kebiasaan sehari2 seperti
ngopi. Idealnya baik saat dipanti maupun
pemulangan selalu konsul dengan keluarga namun
WBS disini rata2 tidak diketahui keluarganya jd
sulit untuk kontak dengan keluarga.

III. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Resosialisasi


1. Apa saja tahapan resosialisasi yang dilakukan
pekerja sosial?
Dikonsultasi ke bu qori trs psikolog nya juga

2. Bagaimana kondisi WBS sebelum proses


resosialisasi ke keluarga dan masyarakat?
Kondisi minimal sudah tau alamat rumah yg benar
sudah tidak berhalusinasi kita edukasi kekeluarga
tentang pengunaan obat lalu bagaimana baiknya
sikap keluarga ke WBS karena ada beberapa
keluarga yang menyamakan WBS dengan saudara
yg lain makanya kita jelaskan kondisi WBS
pekerjaan yg sanggup dilakukan WBS dalam batas
apa tp yg lebih penting edukasi obat baik cara
mendapatkan obatnya juga cara penggunaannya

121
3. Siapakah yang melakukan resosialisasi WBS ke
keluarga, dan bagaimana prosesnya?
PHL pendamping1 pekerja sosial 1 pendamping
asrama 1

4. Siapakah yang melakukan resosialisasi WBS ke


masyarakat, dan bagaimana prosesnya?
Pekerja sosial, ngasih tau ke masyarakat atau
tetangga yang menengok datang saat pemulangan
lgsg di edukasi saat itu juga.

5. Apa yang dilakukan pekerja sosial pada tahap


penyaluran?
Biasanya saya mendampingi WBS saat pelatihan
dan juga mengarahkan cara kerja yg benar.

6. Mengapa perlu diberikan bimbingan kesiapan dan


peran serta masyarakat dalam penerimaan kembali
WBS setelah menjalani pembinaan dipanti?
Peran Masyarakat disini sangat penting, untuk
membantu melakukan pengawasan pada WBS
atau juga membantu mengingatkan pihak keluarga
WBS apabila keluarga mungkin lalai. Biasanya
sekaligus kami berikan informasi ke masyarakat
mereka jg tau cara menangani atau
memperlakukan WBS agar bisa kembali lagi hidup
di masyarakat.
122
7. Apa yang dilakukan pekerja sosial pada tahap bina
lanjut? Bagaimana prosesnya?
Pihak panti pasti tetap melakukan kontrol pada
WBS yang di pulang. Keluarga WBS akan tetap
diberikan arahan atau dapat konsultasi via telpon
mengenai kendala yang dialami. Kami juga
memfollow up sejauh mana perkembangan WBS
setelah dipulangkan.

8. Apa upaya yang dilakukan pekerja sosial untuk


menghilangkan stigma negatif WBS di
masyarakat?
Dengan cara Memberikan edukasi kepada
masyarakat khususnya masyarakat sekitar,
tetangga dekat, tentang kondisi WBS sudah pulih,
mereka sudah bs bermanfaat untuk keluarga dan
linhkungannya, dan sudah bisa melakukan
kegiatan sehari-hari yang ringan agar masyarakat
juga mulai bisa menerima kembali WBS ke
lingkungannya dan tidak melihat WBS negaif.

9. Apa yang dilakukan pekerja sosial dalam


menyiapkan WBS untuk siap kembali ke
lingkungannya?
Saat menyiapkan warga binaan sosial untuk
kembali ke lingkungannya pekerja sosial
123
memberikan bimbingan mental dan juga
memotivasi WBS tujuannya agar warga binaan
sosial tidak takut dan muncul rasa percaya dirinya
agar dapat bersosialiasi kembali dengan
masyarakat sekitar

124
PEDOMAN WAWANCARA

(Pekerja Sosial)

A. Identitas Informan
1. Nama : Intan Lestari
2. Usia : 28 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : D IV Kesejahteraan Sosial
6. Tanggal : 6 April 2018
7. Tempat : Panti Sosial Bina Laras 3

B. Pertanyaan
I. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Penerimaan
1. Darimana asal WBS?
Asal WBS dari Panti Sosial Bina Laras 1 dan Panti
Sosial Bina Laras 2. Penempatan sesuai kluster.
WBS yang ditempatkan di Panti Sosial Bina Laras
3 adalah WBS yang sudah hampir pulih. WBS
yang psikotik sudah membaik atau sudah ada
peningkatan hampir pulih dirujuk ke Panti Sosial
Bina Laras 3.

125
2. Bagaimana kondisi WBS pada saat penerimaan
awal? Bagaimana perilakunya?
Kondisi bermacam-macam namun WBS yang di
Panti Sosial Bina Laras 3 sdah kluster 3 kondisi
sudah stabil dan psikotik nya sudah hampir tidak
ada.

3. Apa saja tahapan pendekatan awal pada WBS?


Pendekatan awalnya observasi untuk pengamatan
fisik lalu di iden asesmen. Identifikasi assessment
dilakukan dengan melakukan tanya jawab kepada
WBS. Pertanyaan awal yaitu mengenai identitas
latar belakang kondisi kejiwaan WBS data diri dan
data keluarga WBS. Asesmen awal lalu
melakukan penempatan asrama. Cewe dimawar
cowo anggrek dan kenanga.

4. Apa yang dilakukan pekerja sosial pada saat


pendekatan awal? Bagaimana prosesnya?
Yang pertama melakukan trust building nanti kalo
udah mulai deket baru melakukan asesmen
lanjutan.

5. Apa yang dilakukan pekerja sosial saat observasi


pada WBS?
Tugas pekerja sosial pada tahap observasi
fokusnya lebih ke fisik WBS jadi bisa mengetahui
126
kondisi WBS saat awal penerimaan salah satunya
yaitu mengamati kondisi kesehatan WBS

6. Bagaimana kasus WBS tersebut?


Kasus WBS karna dipanti ini kluster 3 jadi
kondisinya sudah cukup baik. Dan biasnaya
diketahui dengan ngobrol2 latar belakang
keluarga. Biasanya tau dari dokumen dari PSBL 1
dan 2. Kadang ada yang bilang juga tidur dijalanan
lalu ditangkap dll

7. Apa yang dimaksud dengan seleksi pada tahapan


pendeketan awal terhadap WBS?
seleksi pada tahapan pendeketan awal terhadap
WBS adalah melakukan skrinning terhadap WBS.
Karna WBS di Panti Sosial Bina Laras 3 berasalah
dari Panti Sosial Bina Laras 1 dan Panti Sosial
Bina Laras 2 jadi apabila WBS tidak sesuai
dengan kriteria kluster 3 akan dikembalikan ke
Panti Sosial Bina Laras asal. Seleksi dilakukan
oleh pekerja sosial serta dibantu dgn petugas yang
sudah mendapat pelatihan

8. Setelah pendekatan awal, bagaimana proses


penerimaan secara administrasi yang dilakukan
pekerja sosial?

127
Biasanya kita lihat dulu Rujukan dari psbl 1 dan 2
ada skrinning ispds terbaru dan juga form
perkembangan WBS yang terakhir, lalu laporan
konsultasi dan juga bpjs

II. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Rehabilitasi

1. Apakah Anda mendampingi WBS? Sejak kapan


dan sampai kapan?
Dari awal hingga determinasi saat dipulangkan

2. Bagaimana kondisi WBS selama di Panti Sosial


Bina Laras Harapan Sentosa 3? Bagaimana
perilakunya?
Kondisi disini beragam, kalo orang psikotik ga
stabil kadang ada kambuh ketika kambuh psikotik
tinggi ada halusinasi dsb dalam kondisi stabil
mudah diarahkan bias komunikasi dengan baik.
Tergantung kondisi WBS kalo lg stabil ikut
kegiatan bahkan ada inisiatif untuk melakukan
kegiatan dll.

128
3. Apa saja tahapan pelayanan rehabilitasi yang
diberikan pada WBS dari awal hingga akhir?
Pelayanan rehabilitasi yang diberikan pada WBS
yaitu memberikan pelayanan berupa kegiatan baik
kegiatan keterampilan atau bimbingan. Jadi secara
otomatis WBS yang masuk ke panti mengikuti
kegiatan yang sudah terprogram. Bimbingan yang
diberikan terdiri dari bimbingan fisik (senam,
olahraga sabtu minggu, bulutangkis, pingpong,
bola), mental spiritual (konseling, mengaji setiap
hari jumat dan kosidahan bagi WBS muslim serta
kebaktian bagi nasrani setiap hari jumat dan
minggu), dan sosial. Untuk bimbingan
keterampilan diantaranya ada keterampilan mote-
mote, pel, sapu, keset. Pada kegiatan bimbingan
sosial terapeutik yang dilakukan WBS adalah
perkenalan diri dan lingkungan sosial, pengenalan
satu sama lain sesama WBS maupun petugas serta
bercakap-cakap dan menanggapi orang lain jadi
WBS diajak untuk menceritakan pengalaman lalu
ditanggapi temannya sehingga WBS dapat
berkomunikasi lebih baik dan dapat berinteraksi
satu sama lain. Hal ini juga ditujukan sebagai
media mencari informasi mengenai latar belakang
WBS. Selain itu juga ada kegiatan sosialisasi
publik, mengajak WBS keluar panti untuk
berinteraksi dengan warga sekitar. Juga ada
129
kegiatan menonton film motivasi lalu membaca
cerita tokoh pahlawan dan lain-lain.

4. Setelah penerimaan apa yang dilakukan pekerja


sosial pada tahapan assessment?
Menggali identifkasi keluarga posisi psiklogis
latar belakang kejiwaan latar belakang kondisi
sosial ekonomi aspek keluarga rencana intervensi
lalu tindak lanjut apa untuk menangani
permasalahan apa

5. Bagaimana dengan bimbingan (fisik, mental


spiritual, sosial) terhadap WBS?
Fisik (senam, olahraga sabtu minggu, bulutangkis,
pingpong, bola), mental spiritual (konseling,
mengaji setiap hari jumat dan kosidahan bagi
WBS muslim serta kebaktian bagi nasrani setiap
hari jumat dan minggu), dan sosial seperti
interaksi antara petugas dengan WBS dan
bimbingan mental seperti konseling

6. Bagaimana peran pekerja sosial dalam


pelaksanaan bimbingan keterampilan?
Lebih ke pendamping masing-masing

7. Apa saja bimbingan keterampilan yang diberikan


pekerja sosial kepada WBS?
130
Sapu, pel, keset, sandal, mote, salon.

8. Apa saja peran-peran pekerja sosial yang


bapak/ibu lakukan dalam menangani WBS pada
tahap bimbingan atau intervensi pada WBS?
Mohon bapak/ibu jelaskan, misalnya berperan
sebagai educator, katalisator,enabler atau
fasilitator?
a. Peran Peksos sebagai fasilitator disini yaitu
Peksos memfasilitasi pada proses penerimaan
WBS. Di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 disini lebih dominan prosesnya
secara administrasi, seperti pemeriksaan
dokumen dari panti sebelumnya, yaitu
formulir rujukan skrining ISPDS dan kartu
BPJS. Setelah semua dokumen sudah
lengkap dilakukan registrasi dan penjelasan
program panti, setelah itu WBS ditempatkan
dalam asrama panti. Selain itu WBS
memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang sudah
di program yang harus diikuti oleh WBS,
serta melakukan pendampingan kepada WBS
saat mengikuti kegiatan tersebut
b. Kalo disini peksos berperan sebagai broker
seperti menghubungkan WBS dengan rumah
sakit, karena WBS disini rutin dalam
melakukan kontrol ke rumah sakit. Lalu juga
131
menghubungkan WBS dengan dokter,
psikiatri dan juga psikolog. Selain itu Peran
peksos sebagai broker juga menghubungkan
WBS dengan keluarganya
c. Pemungkin jadi memungkinkan untuk
melakukan pemberdayaan jadi WBS yang
sudah terampil biasanya pekerja sosial
memberikan akses kepada mereka untuk bisa
diberdayakan diluar panti. Misal dipekerjakan
menjasi Asisten Rumah Tangga, karena
mereka itu sebenarnya hanya pulih tidak
sembuh jadi masih memiliki keterbatasan jadi
bisa diberdayakan sebatas Asisten Rumah
Tangga. Atau ada juga WBS yang bisa di
berdayakan untuk membantu berjualan, ada
yang membantu orang tuanya untuk berjualan
makanan, namun tetap juga harus di berikan
pendampingan.
d. Konsultasi biasannya dilakukan untuk WBS
yang akan dipulangkan karena kita harus
menggali informasi mengenai alamat
keluarga, kondisi keluarga, dan informasi
lainnya yang dibutuhkan untuk proses
pemulangan selain itu setelah pemulangan
juga akan tetap dilakukan konsultasi.
Konsultasi dapat dilakukan baik via telepon
maupun whatsapp. Kebetulan disini ada grup
132
whatsapp bagi keluarga WBS yang sudah
dipulangkan jadi mereka bisa komunikasi atau
berbagi di grup itu jika ada masalah atau
kendala.”
e. Peran pekerja sosial sebagai educator yaitu
pada saat pemulangan WBS. WBS diedukasi
mengenai cara pemakaian obat saat nanti
dirumah masing-masing. Selain itu pada saat
pemulangan ke tempat tinggal WBS, keluarga
dan masyarakat sekitar juga di edukasi tentang
bagaimana cara memperlakukan WBS,
kebiasaan dan kegiataan WBS saat dipanti
sehingga dapat disesuaikan dengan kegiatan
dirumah, di edukasi juga batas kemampuan
WBS sehingga keluarga dan masyarakat
mengerti dan dapat menempatkan WBS
dengan cara yang tepat

9. Apa saja faktor pendukung dan hambatan dalam


pelaksaan bimbingan ketrampilan? Bagaimana
cara pekerja sosial dalam menangani hambatan
tersebut?
a. Faktor pendukung peran pekerja sosial di panti
ini yaitu WBS sudah terampil jika diarahkan
mudah selain itu SDM disini juga sudah
terampil dalam artian mereka sudah
mendapatkan pelatihan sehingga sudah
133
mumpuni dan banyak membantu dalam
melakukan pelayanan kepada WBS.
b. Penghambat lebih ke kondisi WBS. WBS di
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
banyak yang berasal dari Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 1 dan Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 2 sedangkan di
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
program sudah disistem untuk kluster 3 atau
kategori ringan jadi apabila WBS yang dirujuk
kesini masih pada kategori 1 ataupun 2 kami
sedikit kesulitan untuk menyesuaikan program
yang ada dengan kondisi WBS tersebut.
Kurangnya jumlah pekerja sosial yang ada di
panti juga merupakan salah satu faktor
penghambat.
c. Menangani hambatan pekerja sosial nya mau
gamau terus melatih agar bs menerima
program kegiatan yg ada walaupun kondisi
mereka terhambat

10. Berapa kali dilakukan kosultasi bersama pekerja


sosial dan keluarga WBS?
Kalo pemulangan jd melakukan home visit jd
memberi edukasi jd keluarga mau menerima WBS
setelah dianter ke keluarga jg di edukasi lg seputar

134
penangan WBS, obat dan kalo ada kendala apapa
msh bisa berhub dengan pihak panti

III. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Resosialisasi


10. Apa saja tahapan resosialisasi yang dilakukan
pekerja sosial?
Melakukan Tahapan intervensi jd WBS yg udh
inget alamat lengkap kita pulangkan lalu pekerja
sosial melakukan home visit kemudian melaukan
pemberdayaan diluar panti kl gada kreluarga WBS
yg ada keinginan bekerja kita salurkan
kebanyakan jd ART

11. Bagaimana kondisi WBS sebelum proses


resosialisasi ke keluarga dan masyarakat?
Pertama hrs stabil kondisi, lakukan konsul ke
pekerja sosial dan psikolog. Bawa mereka ke rajal
untuk persiapan obat.

12. Siapakah yang melakukan resosialisasi WBS ke


keluarga, dan bagaimana prosesnya?
Pekerja sosial, petugas pendamping. Pemulangan
administrasi

13. Siapakah yang melakukan resosialisasi WBS ke


masyarakat, dan bagaimana prosesnya?
135
Saat melakukan resosialisasi respon masyarakat
sangat terbuka, responsif dan respect kepada WBS
sehingga langsung dilakukan edukasi saat kumpul
sekaligus kepada ketua RT/RW. Dihimbau kepada
masyarakat untuk selalu mengajak interaksi dan
mengikut sertakan WBS dalam kegiatan positif
tentunya sesuai dengan kemampuan WBS.

14. Apa yang dilakukan pekerja sosial pada tahap


penyaluran?
Melatih dan mengarahkan cara kerja yg benar.
Pendampingan ketika saat pelatihan

15. Mengapa perlu diberikan bimbingan kesiapan dan


peran serta masyarakat dalam penerimaan kembali
WBS setelah menjalani pembinaan dipanti?
Masyarakat untuk mengontrol WBS saat keluarga
mungkin lalai. Jd saat infoin ke masyarakat
mereka jg tau cara menangani atau membantu
WBS kerja dan merangkul WBS ketika WBS ada
ditengfah masyarakat atau memberikan
kesempatan kepada WBS untuk berkontribusi
dalam kegiatan bertetangga

16. Apa yang dilakukan pekerja sosial pada tahap bina


lanjut? Bagaimana prosesnya?

136
Ketika WBS dipulangkan kita tidak lepas kontak.
WBS kita fasilitasi bahkan saat mereka kesulitan
mendapatkan obat rutin kita bantu dari panti.
Dapat konsultasi juga baik via telpon maupun
whatsapp. Kebetulan disini ada grup whatsapp
bagi keluarga WBS yg sudah dipulangkan jadi
mereka bisa komunikasi atau berbagi di grup itu
jika ada masalah atau kendala.

17. Apa upaya yang dilakukan pekerja sosial untuk


menghilangkan stigma negatif WBS di
masyarakat?
Memberikan edukasi kepada mereka bahwa WBS
sudah pulih mereka sudah bs bermanfaat untuk
keluarga dan linhkungannya kita jg memberi
edukasi tentang obat jd obat gaboleh putus dan
kondisi mereka akan stabil jika mereka terus
konsumsi obat secara patuh

18. Apa yang dilakukan pekerja sosial dalam


menyiapkan warga binaan sosial untuk siap
kembali ke lingkungannya?
Dalam menyiapkan warga binaan sosial untuk
kembali ke lingkungannya pekerja sosial
melakukaan konseling, arahan dan bimbingan
mental tujuannya agar warga binaan sosial dapat
bersosialiasi kembali dengan masyarakat
137
PEDOMAN WAWANCARA

(Warga Binaan Sosial)

A. Identitas Informan
Nama : Aryo Agung Wibowo
Usia : 46
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Tanggal : 6 April 2018
Tempat : Panti Sosial Bina Laras 3

B. Pertanyaan
1. Apa saja pelayanan yang telah Anda terima di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3?
Selama disini ikut kegiatan sehari-hari kaya senam pagi,
olahraga pagi, membersihkan lingkungan, diajarkan
seperti membuat sapu, keset. Suka ada juga kegiatan
menonton tv, terus minum obat, terus tidur
2. Kapan pertama kali Anda dipertemukan dengan pekerja
sosial?
Dari awal di pindahkan ke panti ini langsung ketemu
sama bu intan, pak dwi, dan bu netty buat kenalan. Terus
ditanya-tanya nama, rumahnya dimana dan keluarga.

138
3. Bagaimana proses perkenalan pekerja sosial terhadap
Anda?
Berkenalan waktu awal ikut kegiatan bersama teman
teman yang lain
4. Kegiatan apa saja yang dilakukan bersama pekerja sosial
selama berada di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
3?
Iya seminggu sekali diajak jalan-jalan ke luar panti.
Kenalan sama orang disekitar panti. Ngobrol-ngobrol.
Terus juga dikasih obat, membuat keset, bercakap-cakap,
membaca cerita, berkenalan.
5. Bagaimana hubungan Anda dengan pekerja sosial?
Bapak ibu baik semuanya suka mengajak mengobrol.
6. Apakah Anda sering berkonsultasi dengan pekerja sosial?
Suka, kadang suka mengobrol dengan pak dwi. Suka di
beri nasihat oleh pak dwi
7. Bagaimana penanganan yang diberikan pekerja sosial
terhadap (permasalahan yang) Anda (hadapi)?
Pertamanya, waktu awal datang itu berkenalan dengan
teman-teman, dengan pak dwi juga.
Lalu ikut kegiatan disini, dari bangun trus mandi, trus
minum obat, trus ikut bikin keset, makan, bercakap-cakap,
menonton tv, trus minum obat, trus tidur.
Biasanya yang udah inget rumahnya dimana nanti
dianterin pulang sama pak dwi, kan setiap hari di tanyain
rumahnya dimana
8. Bagaimana peran pekerja sosial yang anda rasakan?
139
Pak dwi, biasanya menemani pas kegiatan. Bercakap-
cakap, membaca cerita, membuat buku harian, menonton
tv, membuat sapu
Pak dwi, biasanya mengajak menemani saya sama temen-
temen ke dokter ke rumah sakit
Kalo saya sekarang suka bantu nyuci-nyuci nanti dapat
uang buat saya jajan
Suka juga ngobrol sama pak dwi kalo lagi ketemu

140
PEDOMAN WAWANCARA

(Warga Binaan Sosial)

A. Identitas Informan
Nama : Syarum
Usia : 51
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Tanggal :6 April 2018
Tempat : Panti Sosial Nina Laras 3

B. Pertanyaan
1. Apa saja pelayanan yang telah Anda terima di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3?
Biasanya kalo pagi itu nyuci dulu, lalu mandi, lalu minum
obat, lalu ikut kegiatan mote, salon, terus makan, terus
berkenalan dengan teman-teman, membaca cerita, terus
menonton tv dengan teman teman
2. Kapan pertama kali Anda dipertemukan dengan pekerja
sosial?
Pas pertama datang saya ketemu bu netty sama bu intan
lalu diajak ngobrol. Saya ditanya-tanya nama, keluarga
dimana dan asal darimana

141
3. Bagaimana proses perkenalan pekerja sosial terhadap
Anda?
Saya berkenalan dengan teman teman semuanya di temani
bu intan
4. Kegiatan apa saja yang dilakukan bersama pekerja sosial
selama berada di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
3?
Banyak, kadang sama bbu netty kadang sama bu intan.
Kalo pagi di beri obat, lalu membuat mote, lalu ikut
bercakap cakap, berkenalan dengan teman teman. Setiap
Kamis atau Selasa dibawa sama Bu Intan atau Bu Netty
keluar panti. Ketemu sama kenalan sama orang-orang
terus diajak ngobrol sama cerita
5. Bagaimana hubungan Anda dengan pekerja sosial?
Bu intan baik, bu netty juga baik, saya suka diajak
mengobrol kalo lagi ketemu
6. Apakah Anda sering berkonsultasi dengan pekerja sosial?
Sering kalo ketemu suka ngobrol-ngobrol sma bu intan.
Sama bu netty juga suka cerita cerita.
7. Bagaimana penanganan yang diberikan pekerja sosial
terhadap (permasalahan yang) Anda (hadapi)?
Pertamanya dulu waktu saya datang berkenalan dengan
teman- teman dengan bu netty dengan bu intan. Ngobrol
ngobrol dengan teman teman. Ikutan kegiatan disini setiap
harinya dari pagi sampe malam. Paling kalo pagi bangun
tidur, mandi, minum obat, bikin mote, ikut salon,

142
berkenalan dengan teman, membaca cerita, membuat buku
kegiatan, jalan jalan sekitar panti, menonton tv, trus tidur.
Biasanya kalo teman teman yang udah inget rumahnya
dimana nanti dianterin pulang sama bu netty, kan setiap
hari di tanyain rumahnya dimana. Biasanya juga dianterin
sama bu ayu nanti kalo sudah ingat dimana rumahnya
8. Bagaimana peran pekerja sosial yang anda rasakan?
Bu intan setiap hari menemani kegiatan berkenalan
dengan teman teman, membat buku harian, berkenalan
dengan orang, membuat mote, salon. Bu intan menemani
kalo mau ke dokter ke rumah sakit bareng sama teman
teman naik bis. Saya suka mencuci, menyapu bersih
bersih karena enak bias punya kegiatan suka disuruh bantu
bantu nanti di kasih uang. Saya suka ngobrol cerita cerita
sama bu netty kalo lagi kegiatan, sama bu nettty juga kalo
keremu juga suka ngobrol ngobrol

143
Pedomaan Observasi

1. Warga binaan sosial dapat berasal dari Panti Sosial Bina


Laras Harapan Sentosa 1 dan Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 2
a. Saat pekerja sosial bertanya pada wbs sebelum
pindah ke panti sosial bina laras harapan sentosa
3, wbs menjawab sebelumnya berada di
cipayung (Panti sosial bina laras harapan sentosa
2), dan juga di cengkareng (panti sosial bina
laras harapan sentosa 1).
b. Saat ditanya oleh pekerja sosial wbs terlihat
sudah mengingat dengan lumayan jelas tentang
masa lalunya.
c. Pekerja sosial bertanya pada wbs yang sudah
terlihat pulih, yang sudah bias berkomunikasi
dengan orang lain.

2. Pendekatan awal meliputi, obsevasi dan seleksi.


a. Saat kegiatan pagi, ada wbs yang di kumpulkan
terpisah dengan yang lainnya wbs tersebut
berkumpul untuk berjemur, berdasarkan hasil
observasi awal melihat kondisi fisik wbs yang
mempunyai sakit kulit.
b. Wbs terlihat menurut saat di arahkan oleh
pekerja sosial dan petugas lainnya untuk

144
berjemur ke bagian lapangan yang terkena sinar
matahari pagi.
c. Wbs ada yang terlihat aktif dan juga ada yang
terlihat pasif

3. Penerimaan meliputi, identifikasi, pemeriksaan


dokumen, tanda tangan berita acara serah terima,
registrasi, penjelasan program, penempatan dalam
panti.
a. Pekerja sosial terlihat sedang memilah berkas yang
di butuhkan wbs untuk kelengkapan dokumen.
b. Pekerja sosial melihat dokumen apa yang masih
kurang untuk kelengkapan.
c. Pekerja sosial menempatkan wbs pada asramanya
masing masing sesuai dengan tempatnya, setelah
kelengkapan dokumennya.

4. Asesmen meliputi, pengungkapan dan pemahaman


masalah, penelaahan data warga binaan sosial,
identifikasi potensi dan sumber-sumber dari warga
binaan sosial dan keluarga, case conference, rencana
pelayanan.
a. Pekerja sosial bertanya kepada wbs tentang data
pribadi wbs seperti nama, asal wbs, dan
kelurarga wbs.

145
b. Pekerja sosial terlihat sangat hati hati saat
bertanya pada wbs
c. Wbs memiliki kondisi yang berbeda beda, ada
yang terlihat sudah bias aktif dan bias menjawab
pertanyaan pekerja sosial. Ada jug yang hanya
diam saat ditanya oleh pekerja sosial, atau hanya
menjawab sedikit dari pertanyaan pekerja sosial.
Ada juga yang jawabannya terlihat masih asal
menjawab.

5. Pembinaan meliputi, bimbingan (fisik, mental


spiritual, sosial, keterampilan, rekreasi, terapi musik,
aktifitas kehidupan sehari-hari), konsultasi (keluarga
dan psikologis).
a. Wbs mengikuti kegiatan pembinaan dengan
dipandu oleh pekerja sosial dan petugas lainnya.
b. Pekerja sosial terlihat mengarahkan wbs untuk
mengikuti kegiatan yang sudah dijadwalkan oleh
panti.
c. Wbs terlihat antusias mengikuti kegiatan panti,
ada juga sebagian wbs yang hanya diam atau
hanya mengikuti sebagian kegiatan.

6. Resosialisasi meliputi, silaturahmi dengan keluarga


dan masyarakat, memperkenalkan panti sosial dan

146
lembaga rujukan, mengikutsertaan warga binaan
sosial dalam kegiatan.
a. Wbs terlihat semangat saat mengikuti kegiatan
berkenalan dengan masyarakat sekitar panti.
b. Sebagian kecil wbs terlihat masih malu malu
dalam kegiatan berkenalan dengan sekitar panti.
c. Pekerja sosial menemani dan mendampingi
dengan antusias sambil menyemangati para wbs
untuk berani berkomunikasi dengan warga
sekitar panti.

7. Penyaluran meliputi, persiapan dan pelaksanaan


(keluarga, instansi/lembaga, rujukan, masyarakat)
a. Wbs yang akan di pulangkan terlihat bahagia dan
mulai membicarakan tentang ingatannya tentang
keluarganya pada masa lalu.
b. Wbs yang akan di salurkan untuk bekerja terlihat
serius saat diberikan arahan oleh pekerja sosial.
c. Pekerja sosial terlihat serius dan sabar dalam
memberikan arahan kepada wbs baik yang akan
di pulangkan maupun yang di salurkan untuk
bekerja.

8. Bina lanjut meliputi, monitoring, konsultasi,


penguatan dan evaluasi
a. Pekerja sosial terlihat sedang membalas pesan
keluarga wbs yang bertanya tentang obat wbs.
147
b. Pekerja sosial terlihat sedang menanyakan
bagaimana kondisi wbs selam di rumah.
c. Pekerja sosial terlihat berdiskusi bersama pekerja
sosial lainnya untuk menjawab pertanyaan
keluarga wbs tentang keadaan wbs yang terbaru.

148

Anda mungkin juga menyukai