SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
EKO RADITYO ADI NUGROHO
NIM 1113054100005
i
KATA PENGANTAR
ii
3. Bapak Ismet Firdaus, M.Si Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah membantu membimbing dan memberikan masukan
serta support dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga
Allah SWT membalas segala kebaikan dan keikhlasan yang
telah beliau curahkan
4. Seluruh Dosen dan Staf Akademik Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan kepada
penulis selama kuliah.
5. Segenap pihak Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
Jakarta Barat yang sudah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian serta telah berpartisipasi untuk
membantu penulis dalam pengumpulan informasi untuk
penyelesaian skripsi ini.
6. Kedua Orang tuaku, Ayahanda Sidarto dan Ibunda Irna
Yusnita yang senantiasa mendo’akan, memberikan
dukungan tenaga dan semangat setiap harinya sehingga
penulis termotivasi untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Adikku tercinta Dwi Putera Anugrah yang selalu
memberikan dukungan dan kasih sayang kepada penulis.
8. Teman istimewa yang penulis sayangi yaitu Ayu
Khoirunnisa Muiz yang telah memberikan semangat tanpa
henti, dengan ocehan yang bermutu dan candaan sehingga
penulis tidak terbebani dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Immanuel Weldi Sebenaan Mooy, Nesti Syarawasti, Alvin
Ramanda Putra, Achmad Zaki Aji yang selalu memberikan
support
iii
kritik dan memberikan masukan satu sama lain dalam
mengejar gelar sarjana strata 1.
10. Erby Eko, Ichsan Kurnia, Ari Herlangga, Lisda Nur Asiah,
dan Indah Choirunnissa yang merupakan teman travelling
dan teman kuliner yang telah meluangkan waktunya untuk
menghibur penulis dikala jenuh dalam menyelesaikan
skripsi.
11. Teman-teman Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2013, yang telah memberikan warna
selama menjalankan perkuliahan dan berjuang bersama-
sama untuk mendapatkan gelar sarjana strata 1.
12. Sahabat terbaik Nanda Paramitha Putri yang telah
membantu penulis dari awal masuk perkuliahan hingga saat
ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi dan
perkuliahan.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, kepada Allah
SWT jualah penulis panjatkan doa dan harap, semoga kebaikan
mereka dicatat sebagai amal shaleh di hadapan Allah SWT dan
menjadi pemberat bagi timbangan kebaikan mereka kelak.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang
dimiliki dalam penulisan skripsi ini, baik dari segi isi maupun
dari segi penyusunannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran
yang bersifat membangun akan sangat berarti bagi penulis.
iv
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
B. Identifikasi
Masalah……………………………………………….9
vi
3. Kode Etik Pekerja Sosial ....................................29
vii
G. Sasaran dan Kriteria Warga Binaan Sosial................52
3. Penerimaan .........................................................63
4. Assesmen............................................................65
5. Pembinaan ..........................................................67
6. Resosialisasi .......................................................73
7. Penyaluran ..........................................................76
BAB V PEMBAHASAN
1. Fasilitator ...................................................................81
2. Broker ........................................................................85
3. Enabler/Pemungkin ...................................................88
4. Educator ....................................................................90
viii
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................94
B. Saran ..........................................................................95
DAFTAR PUSTAKA........................................................96
LAMPIRAN ......................................................................99
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016),
terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang
terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta
terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor
biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman
penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus
bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara
dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.
Data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi ganggunan
mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala
depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai
sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk
Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak
1,7 per 1.000 penduduk.(Kemenkes, 2016)
Islam sebagai suatu agama yang bertujuan untuk
membahagiakan dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, sudah barang tentu dalam ajaran-ajaranya memiliki
konsep kesehatan mental. Begitu juga dengan kerasulan Nabi
Muhammad SAW adalah bertujuan untuk mendidik dan
memperbaiki dan membersihkan serta mensucikan jiwa dan
akhlak. Di dalam Al-Qur’an sebagai dasar dan sumber ajaran
islam banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan
ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil
dalam kesehatan mental. Ayat-ayat tersebut adalah:
2
255)
Artinya:
Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi
terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk,
dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di
bumi. Tiada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi
Allah melainkan dengan seizin-Nya. Allah mengetahui semua
apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan
apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan
bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya,
dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. (Q.S. 2: 255)
3
bahwa Allah SWT selalu ada, jaga dan mengetahui apa saja.
Oleh karena itu ia akan terhindar dari salah satu penyebab
keresahan dan kecemasan, yaitu rasa kesepian dan tiada
tempat mengungkapkan perasaan. Tidak jarang orang
menderita gangguan kejiwaan karena merasa di tinggalkan
oleh orang yang disayanginya dan karena tidak mendapatkan
orang tempat mengeluh yang mau memahami dan
mendengarnya.
4
yang mengalami gangguan jiwa ringan di Indonesia.
Diantaranya sebanyak 385.700 jiwa atau sebesar 2,03 persen
pasien gangguan jiwa terdapat di Jakarta dan berada di
peringkat pertama nasional (Haryadi, 2013).
5
Dinas Sosial Pemprov DKI memberikan pelayanan
sosial yang bekerja sama dengan Rumah Sakit, Kepolisian,
Sudin Sosial, Panti Sosial, dan masyarakat. Salah satu Panti
Sosial Dinas Sosial Pemprov DKI Jakarta adalah Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3. Di sana mereka mendapat
perawatan secara medis sampai kondisi psikologisnya
terkendali. Dari sekian banyak orang dengan gangguan jiwa
yang mendapat pelayanan di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3 tersebut, hampir sebagian besarnya
merupakan orang dengan Skizofrenia.
6
keyakinan atau pikiran yang salah yang tidak sesuai dengan
dunia nyata serta dibangun atas unsur yang tidak berdasarkan
logika, dan disertai dengan disfungsi sosial dan pekerjaan
yang signifikan. Skizofrenia merupakan penyakit gangguan
jiwa yang paling umum dan paling banyak ditemukan di
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3.
7
yang telah mendapat pendidikan dan pelatihan sehingga
mempunyai kompetensi dalam bidang kesejahteraan sosial.
Pekerja Sosial sebagai salah satu profesi yang berfokus pada
keberfungsian sosial klien dan interaksi lingkungan sosial
klien sejatinya memiliki peran yang sangat penting dalam
proses pemulihan sosial bagi penyandang Skizofrenia.
Dengan menggunakan pemahaman sistem dasar pekerja
sosial, akan terlihat bagaimana lingkungan dapat menjadi
satu faktor yang sangat penting bagi proses penyembuhan.
Oleh karena itu, untuk membantu pemulihan bagi
penyandang Skizofrenia di suatu Panti Sosial diperlukan
tenaga pekerja sosial professional atau pendamping sosial
yang kompeten (terstandar). Walaupun dikatakan sebagai
profesi baru di Indonesia, namun keberadaanya telah diakui
khususnya di panti-panti sosial dan beberapa rumah sakit dan
juga unit layanan informasi sosial di Jakarta.
8
melakukan pelayanan bersama dengan tim yang berasal dari
beberapa profesi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan
peneliti maka identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Peran Pekerja Sosial terhadap penyandang skizofrenia
penting karena tingginya masalah kesehatan jiwa yang
terjadi yang dapat berdampak pada masalah kesejahteraan
sosial
2. Peran pekerja sosial terhadap penyandang skizofrenia
sebagai upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi
warga binaan social sehingga dapat memulihkan
keberfungsian sosial dan interaksi lingkungan sosialnya
9
Skizofrenia di panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
3.
2. Perumusan Masalah
Bagaimana Peran Pekerja Sosial terhadap penyandang
Skizofrenia di panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
3?
1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Peran Pekerja Sosial terhadap
penyandang Skizofrenia di panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademik
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat dan menambah wawasan
keilmuan bagi mahasiswa kesejahteraan
sosial tentang Peran Pekerja Sosial terhadap
penyandang Skizofrenia di panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 3.
2. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau
bahan kepustakaan bagi pengembangan ilmu
kesejahteraan sosial.
10
b. Manfaat praktis
E. Tinjauan Pustaka
11
Skripsi Kedua: “Peran Pekerja Sosial Terhadap
Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara Di Panti
Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta
Timur” oleh Ika Nurjayanti (1110054100045), mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah, Program Studi Kesejahteraan
Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, tahun
1435 H/2014 M.
Perbedaan skripsi Ika Nurjayanti dengan skripsi
penelitian penulis, adalah penulis meneliti peran pekerja
sosial terhadap penyandang skizofrenia. Karena sama-sama
membahas peran pekerja sosial. Akan tetapi perbedaannya,
bahwa skripsi penulis lebih menjurus kepada kasus
penanganan orang gangguan jiwa skizofrenia.
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
Peran Pekerja Sosial dalam menangani Peran Pekerja
Sosial dalam Pelayanan Sosial Warga Binaan Sosial
Skizofrenia di panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
3, dalam penelitian ini, pendekatan yang penulis
gunakan adalah pendekatan kualitatif, Metode
penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang
alamiah, (sebagai lawanya adalah eksperimen) dimana
peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik
12
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada
generalisasi.
Obyek dalam penelitian kualitatif adalah obyek
yang alamiah, atau natural setting, sehingga metode
penelitian ini sering disebut sebagai metode
naturalistik. Obyek yang alamiah adalah obyek yang
apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti sehingga
kondisi pada saat peneliti memasuki obyek, setelah
berada di obyek dan setelah keluar dari obyek relatif
tidak berubah.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti menjadi
instrumen. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif
instrumennya adalah orang atau human instrument.
Kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data
yang pasti. Yaitu data yang tidak hanya dilihat secara
langsung baik lisan atau perbuatan, tetapi juga makna
yang tersirat atau terkandung didalamnya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan kualitatif, karena penelitinya
bermaksud meneliti secara mendalam. Bogdan dan
Taylor menjelaskan bahwa metodologi kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati.
13
Teknik pemilihan informan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling yang memberikan
keleluasaan kepada peneliti dalam menyeleksi
informan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Karena
purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu.
Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang
dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan,
atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan
memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial
yang diteliti. Dan apa bila dalam proses pengumpulan
data sudah tidak lagi ditemukan variasi informan maka
peneliti tidak perlu untuk mencari informan baru,
proses pengumpulan informasi sudah selesai.
14
3. Sumber data
Sumber data yang penulis gunakan pada penelitian
ini terbagi menjadi dua sumber data yaitu sumber data
premier dan sumber data sekunder yang akan
dijelaskan sebagai berikut:
a) Data Primer yaitu berupa data yang diperoleh
dari sasaran penelitian atau partisipan. Data
primer yang penulis maksud ialah pengamatan
yang bersifat partisipatoris, artinya penulis
melihat langsung ke Peran Pekerja Sosial dalam
Pelayanan Sosial Warga Binaan Sosial
Skizofrenia di panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3.
b) Data Sekunder yaitu berupa catatan atau
dokumen yang diambil dari berbagai literatur,
buku-buku, internet atau tulisan yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti,
seperti brosur, arsip, dan lain sebagainya.
15
a. Pengamatan, dalam hal ini penulis mengamati
bentuk Peran Pekerja Sosial dalam Pelayanan
Sosial Warga Binaan Sosial Skizofrenia di panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3.
b. Wawancara, peneliti mendapatkan informasi
melalui tanya jawab yang dilakukan kepada
pekerja sosial dan pihak yang terkait untuk
melengkapi data yang dibutuhkan oleh penulis.
c. Dokumentasi, hal ini digunakan untuk
mendapatkan data yang tidak diperoleh dengan
pengamatan dan interview, tetapi hanya dapat
diperoleh dengan cara melakukan penelusuran
data dengan menelaah buku, internet, majalah,
jurnal maupun sumber lainnya yang berkaitan
dengan apa yang sedang diteliti oleh penulis.
16
6. Keabsahan Data
Keabsahan data adalah data yang diperoleh, data
yang telah teruji dan valid, dalam hal ini peneliti
menulis keabsahan data diujikan lewat diskusi atau
sharing terhadap teman sejawat, referensi teori dan
melihat realitas sosial serta tentang isu-isu yang sedang
berkembang, oleh karena itu peneliti melakukan
perbaikan-perbaikan untuk mendapatkan data-data
yang relevan. Dan teknik untuk keabsahan data dengan
triangulasi sumber, berarti untuk mendapatkan data
dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang
sama. Sebagai gambaran atas data yang telah
dikumpulkan dari sumber yang berbeda sebagai cara
perbandingan data yang didapat dari observasi dan
wawancara. Penulis melakukan wawancara dari
informan yang satu ke informan yang lain, dan
melakukan wawancara terhadap hasil dari observasi.
7. Teknik Penulisan
Adapun penulisan yang digunakan dengan
menggunakan gaya Chicago1 mengacu pada pedoman
penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi)
yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2017.
17
G. Sistematika Penulisan
18
akhir dari skripsi ini terdiri dari daftar pustaka dan berbagai
lampiran-lampiran yang terkait dengan penelitia
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
20
diemban dalam kehidupan rumah tangga normal
akan sulit dilakukan dalam rumah tangga jenis
orang tua tunggal, karena mereka tidak terbiasa
dengan penggantian peran tersebut.
2. Teori Peran Dramaturgical
Teori ini melihat peran sebagai
pengejawantahan dari harapan sosial yang
dilekatkan dalam status soial. Orang akan melabeli
sesorang dalam interaksi sosialnya. Kita
mempengaruhi pandangan orang lain terhadap kita
dengan cara mengelola informasi yang kita
berikan kepadanya. Performa memberikan kesan
yang tidak sesuai. Performa kita terkadang
diidealisasikan sehingga ia akan menyesuaikan
dengan harapan sosial.
21
2. Mendefinisikan rangkaian peran terkait orang-
orang yang akan diajak terlibat beserta peran
masing-masing;
3. Mengakui hambatan yang diciptakan dari peran
saat ini dan konflik-konflik dengan peran baru;
4. Menegosiasikan secara detail tentang peran baru:
siapa melakukan apa, di mana dan kapan;
5. Bekerja dalam integrasi peran, misalnya dengan
membuat jadwal tentang siapa melakukan apa dan
kapan;
6. Menegosiasikan kembali peran-peran sebagai
umpan balik yang mengindikasikan perubahan
dibutuhkan.
22
Sedangkan teori labeling berpendapat bahwa
kadang-kadang proses labeling itu berlebihan karena sang
korban salah interpretasi bahkan tidak dapat melawan
dampaknya terhadap dirinya. Berhadapan dengan label
yang diterapkan dengan kuat, citra diri orang yang dilabeli
itu dapat runtuh. Ia akan memandang dirinya seperti citra
yang dilabelkan orang lain kepadanya (Napsiyah dan
Diawati 2011, 60).
23
B. Tinjauan Tentang Pekerja Sosial
Pekerja Sosial merupakan suatu profesi yang baru
muncul di abad ke 20. Berbeda dengan profesi lain, yang
muncul lebih dulu yang mengembangkan spesifikasi
untuk mencapai kematangannya, maka pekerja sosial
berkembang dan dikembangkan dari berbagai spesifikasi
pada berbagai lapangan praktis. Dalam sejarah
perkembangannya, pengertian profesi pekerjaan sosial
sendiri mengalami perkembangan. Pekerjaan sosial
mengintervensi ketika seseorang berinteraksi dengan
lingkungannya. Prinsip-prinsip hak-hak manusia dan
keadilan sosial merupakan hal yang fundamental bagi
Pekerja Sosial (Rukminto 2005, 11).
24
interaksi manusia dengan lingkungan sosialnya
sehingga mereka mampu melaksanakan tugas-
tugas kehidupan, mengurangi ketegangan, serta
mewujudkan aspirasidan nilai-nilai mereka. Jadi
Pekerja Sosial dalam konteks ini melihat masalah
yang dihadapi orang dengan melihat situasi sosial
tempat orang tersebut berada atau terlibat.
c. Leonora Serafica de Guzman: Pekerja Sosial
adalah profesi yang bidang utamanya
berkecimpung dalam kegiatan sosial yang
terorganisasi, di mana kegiatan tersebut bertujuan
untuk memberikan fasilitas dan memperkuat
relationship, khususnya dalam penyesuaian diri
secara timbal balik dan saling menguntungkan
antara individu dengan lingkungan sosialnya
dengan menggunakan metode pekerja sosial
sehingga individu maupun masyarakat dapat
menjadi lebih baik (Hermawati 2001, 1).
Diatas telah dikemukakan para ahli termuka,
beberapa mengenai pekerjaan sosial pun mendapatkan
perhatian yang luas dari ahli Ilmuan di Indonesia, dan
termasuk di dalamnya para akademisi. Pengertian Pekerja
Sosial yang dikemukakannya sebagai berikut.
Pekerja Sosial adalah suatu bidang keahlian yang
mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki dan
mengembangkan interaksi antara orang dengan
lingkungan sosial sehingga tugas-tugas kehidupan mereka
25
mengatasi kesulitan-kesulitan, serta mewujudkan aspirasi-
aspirasi dan nilai-nilai mereka.
Profesi pekerja sosial di Indonesia belum
sepopuler di Negara- Negara berkembang, masih banyak
orang yang menganggap rendah Pekerja Sosial, padahal di
Negara-negara berkembang pekerja sosial telah dianggap
sebagai sebuah profesi yang serius. Menjadi seorang
pekerja sosial tidak semata-mata tanpa mempunyai modal
keterampilan. Pekerja sosial sebagai pekerja professional
harus membekali diri mereka dengan keterampilan-
keterampilan khusus. Keberadaan Pekerja Sosial di
Indonesia telah mendapat pengakuan dari Pemerintah
Indonesia antara lain melalui Sebagaimana yang tertulis
dalam UU No. 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan
sosial, menyatakan bahwa yang disebut Pekerja Sosial
Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di
lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki
kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian
dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan, dan/ atau pengalaman praktik
pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas
pelayanan dan penanganan masalah sosial.
Sementara itu, definisi pekerja sosial menurut
Buku Panduan Pekerjaan Sosial, pekerja sosial adalah
pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melaksanakan pelayanan kesejahteraan
26
sosial dilingkungan instansi pemerintah maupun badan
atau organisasi sosial lainnya (Sosial Work Sketch 2014,
1).
Berbicara mengenai peran pekerja sosial terutama
mengenai kehidupan individu, kelompok dan masyarakat
akan membawa kita kepada diskusi yang panjang.
Seseorang pekerja sosial diharapkan dapat memainkan
perannya yang lebih besar dari peranan yang selama ini
dilakukan.
1. Enabler
2. Broker
27
tahu di mana dan bagaimana mendapatkan pelayanan
tersebut.
3. Expert
4. Fasilitator
5. Advocate
28
6. Activist
7. Educator
29
tidak memahami aturan yang berlaku mengenai hubungan
dengan klien dan hubungan dengan rekan sesam Pekerja
Sosial. Hal-hal ini menjadi penting, sebab sangat
memungkinkan kesalahan dapat terjadi.
Berikut beberapa hal yang menjadi tujuan adanya
kode etik yaitu; pertama, untuk melindungi anggota
organisasi untuk menghadapi persaingan praktik profesi.
Kedua, mengembangkan tugas profesi sesuai dengan
kepentingan masyarakat. Ketiga, merangsang
pengembangan kualifikasi pendidikan dan praktik.
Keempat, menjalin hubungan bagi anggota profesi satu
sama lain dan menjaga nama baik profesi. Terakhir,
membentuk ikatan yang kuat bagai seluruh anggota dan
melindungi profesi terhadap pemberlakukan norma
hukum.
Selain itu kode etik juga memiliki fungsi bagi
profesi, sehingga penting untuk dipahami. Pertama,
sebagai pedoman bagi setiap anggota profesi tentang
prinsip profesionalitas yang ditetapkan. Kedua, mencegah
adanya campur tangan pihak luar dari organisasi profesi
terkait etika dalam keanggotaan sebuah profesi. Etika
profesi sangat dibutuhkan sebagai penyeimbang sekaligus
pengawal proses profesional. Ketiga, sebagai sarana
kontrol sosial bagi masyarakat atas sebuah profesi.
Berdasarkan tujuan dan fungsi diatas, sangat jelas
bahwa setiap profesi harus memiliki sebuah kode etik
sebagai pedoman dan juga pengawasan dalam
30
melaksanakan praktik atau kegiatan yang berkaitan
dengan profesi tersebut. Seluruh profesi yang ada di
Indonesia, seperti Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan
Akuntan Indonesia, PERADI, PWI dan organisasi profesi
lainnya memiliki kode etik dan dewan pengawas kode etik
yang bertugas untuk memastikan bahwa praktik yang
dilakukan tidak menyalahi aturan dan merugikan.
IPSPI juga memiliki kode etik sebagai pedoman
yang wajib dimiliki oleh Pekerja Sosial Profesional di
Indonesia. Kode etik tersebut terdiri dari 12 BAB dan 31
pasal, adapun hal-hal yang diatur dalam kode etik profesi
pekerjaan sosial antara lain:
1. Perilaku dan integritas pribadi
2. Kompetensi
3. Hubungan dengan klien
4. Hubungan dengan teman sejawat
5. Hubungan terhadap teman sejawat asing
6. Tanggung jawab terhadap profesi
7. Pelaksanaan kode etik
8. Pengawasan pelaksanaan kode etik profesi
9. Kode etik profesi & dewan pengawas kode etik
profesi
Harapannya para Pekerja Sosial profesional di
Indonesia mulai mengacu kepada kode etik sebagai
pedoman dalam melaksanakan praktik pekerjaan sosial.
Selain sebagai alat kontrol juga sebagai pelindung bagi
Pekerja Sosial dalam melakukan karya secara profesional.
31
Seorang Pekerja Sosial Profesional penting untuk
bergabung dan terlibat dengan organisasi profesi, selain
berada dalam payung organisasi yang jelas, juga dapat
memahami dan mengetahui perkembangan pengetahuan
dan pengalaman praktik dari sesama Pekerja Sosial yang
bernaung didalamnya. Dengan demikian, perkembangan
Pekerja Sosial menjadi semakin bertumbuh, kuat dan
profesional dalam bidang pelayanan privat maupun
(Sosial Work Sketch 2014, 1).
C. Pelayanan Sosial
1. Pengertian Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial merupakan aksi atau tindakan
untuk mengatasi masalah sosial. Pelayanan sossial dapat
diartikan sebagai seperangkatprogram yang di tujukan
untuk membantu individu atau kelompok yang
mengaalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Jika keadaan individu atau kelompok tersebut
di biarkan maka akan menimbulkan masalah sosial,
seperti kemiskinan, ketelantaran, dan bahkan kriminalitas.
Kategorisasi pelayanan sosial biasanya dikelompokkan
berdasarkan sasaran pelayanannya (misalnya: pelayanan
atau perawatan anak, remaja, lanjut usia), setting atau
tempatnya (misalnya: pelayanan sosial di sekolah, tempat
kerja, penjara, rumah sakit), atau berdasarkan jenis atau
sector(misalnya: pelayanan konseling, kesehatan mental,
32
pendidikan khusus, dan vokasionaal, jaminan sosial,
perumahan).
Pelayanan sosial berkaitan dengan konsep Negara
Kesejahteraan (welfare state). Negara kesejahteraan
merupakan sistem yang memberi peran kepada negara
untuk proaktif dan responsif dalam memberikan
pelayanan sosial kepada warganya. Selain itu, sebagai
sebuah aktivitas yang terorganisasi, pelayanan sosial tidak
dapat dipisahkan dengan pekerjaan sosial sebagai profesi
kemanusiaan yang memiliki tugas utama memberikan
atau mendistribusikan pelayanan sosial.
Pelayanan sosial dapat didefinisikan sebagai salah
satu bentuk kebijakan sosial yang ditujukan untuk
mempromosikan kesejahteraan, namun demikian,
pemberian pelayanan sosial bukan merupakan satu-
satunya strategi untuk meningkatkan kesejahteraan
penduduk. Ia hanyalah salah satu strategi kebijakan sosial
dalam pencapai tujuannya. Jika demikian, mengapa
pelayanan sosial dipandang sebagai bagian penting dari
kebijakan sosial? Mengacu pada perkembangan di
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris,
jawabannya adalah karena terkait aspek sejarah dan
ideologi (Spicker, 1995).
Secara historis perkembangan pelayanan sosial
tidak dapat dipisahkan dari berdirinya sistem negara
kesejahteraan khususnya di negara-negara Eropa Barat
segera setelah perang dunia 2 berakhir sistem negara
33
kesejahteraan mengacu pada konsep dan sekaligus
pendekatan yang menekankan pentingnya pemberian
pelayanan sosial dasar bagi setiap warga negara.
Secara ideologis pelayanan sosial didasari
keyakinan bahwa tindakan sosial dan pengorganisasian
sosial merupakan suatu wujud nyata dari kebijakan sosial
sebagai representasi publik dalam mempromosikan
kesejahteraan warga negara. Selain itu pentingnya
pelayanan sosial dilandasi oleh keyakinan bahwa
kebijakan ekonomi dan kebijakan publik lainnya tidak
selalu mampu mengatasi masalah sosial secara efektif.
Hampir selama dua abad kebijakan sosial dipandang
sebagai suatu strategi alternatif bagi ideologi kapitalisme
telah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan pasar
bebas yang dianut kapitalisme dan kini bermetamorfosa
menjadi paham neoliberalisme dengan kebijakan-
kebijakan penyesuaian struktural yang terbukti tidak
mampu mensejahterakan rakyat. Pengalaman di negara-
negara berkembang di Asia Afrika dan Amerika Latin
ketika dihadapkan pada krisis ekonomi tahun 1997
menunjukkan bahwa resep-resep neoliberalisme yang
disuntikkan Bank Dunia dan IMF terbukti tidak ampuh
bahkan beberapa kebijakan swastanisasi BUMN
restrukturisasi birokrasi, mergerisasi perbankan yang di
anjurkan dua lembaga ini malah memperburuk dan
memperpanjang krisis ekonomi yang kemudian
melahirkan krisis multi dimensi.
34
2. Fungsi Pelayanan Sosial
Kegiatan pelayanan sosial perlu dilaksanakan karena
berfungsi sangat urgent untuk membantu mengatasi
berbagai permasalahan sosial baik secara individu maupun
kelompok. Menurut Muhidin, program pelayanan sosial
berfungsi sebagai berikut (Warto 2009, 13).
a. Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan
pengembangan, dimaksudkan untuk mengadakan
perubahan dalam diri anak dan pemuda dalam
program pemeliharaan, pendidikan dan
pengembangan. Tujuannya adalah untuk
menanamkan nilai-nilai masyarakat dalam usaha
pengembangan kepribadian anak.
b. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan,
dan rehabilitasi, bertujuan untuk melaksanakan
pertolongan kepada seseorang baik secara individu
maupun secara kelompok (keluarga dan masyarakat)
agar mampu mengatasi masalahnya.
c. Pelayanan akses, yaitu pelayanan yang
membutuhkan adanya birokrasi modern, perbedaan
tingkat pengetahuan, dan pemahaman masyarakat
terhadap berbagai perbedaan kewajiban atau
tanggung jawab, diskriminasi dan jarak geografi
antara lembaga pelayanan dan orang-orang yang
memerlukan pelayanan sosial. Dengan keberadaan
kesenjangan tersebut, maka pelayanan sosial
mempunyai fungsi sebagai akses untuk menciptakan
35
hubungan secara sehat antara berbagai progam,
sehingga dapat berfungsi dan dimanfaatkan oleh
masyarakat.
1. Pengertian Skizofrenia
Bleuler mendefinisikan skizofrenia diartikan
sebagai “kepribadian terbelah” (schizophrenia berasal dari
bahasa Yunani dan terdiri dari dua kata, yakni schistos =
terbelah dan phren = otak. Dengan demikian, skizofrenia
berarti otak terbelah atau kepribadian terbelah). Wechsler
– Bellevue dan Rorschach memperlihatkan bahwa
kelemahan- kelemahan khusus pada proses pikir dari
klien skizofrenia sebagai berikut: mencampurkan yang
kongkret dengan yang abstrak, segi- segi dari beberapa
konsep diringkaskan menjadi satu konsep, menetapkan
hubungan antara konsep- konsep di mana hubungan itu
sebenarnya tidak ada, menggunakan lambang- lambang
secara luas, menghilangkan batas antara yang nyata dan
yang dikhayalkan, serta menggunakan asosiasi dan
penjelasan yang sangat pribadi dan subjektif.
39
Dengan demikian, hasil pola- pola pikiran klien
skizofrenia adalah aneh dan hal ini disebabkan karena
pikirannya yang tidak teratur dan kebutuhan
emosionalnya yang dominan. Bleur dalam Richard
mengindentifikasi gangguan skizofrenia sebagai berikut
(Semiun 2006, 21):
1. Asosiasi: Gangguan berpikir dapat dibuktikan dari
adanya ucapan yang melantur dan tidak koheren.
2. Afek: Gangguan pengalaman dan ekspresi emosi,
misalnya tertawa secara tidak tepat dalam situasi
sedih.
3. Ambivalensi: Ketidakmampuan untuk membuat atau
mengikuti keputusan.
4. Autisme: Kecenderungan untuk
mempertahankan gaya eksemtrik dari
pemikiran dan perilaku egosentris.
2. Gejala-Gejala Skizofrenia
Sebelum seseorang secara nyata aktif
menunjukkan gejala- gejala skizofrenia, yang
bersangkutan terlebih dahulu menunjukkan gejala- gejala
awal yang disebut sebagai gejala prodromal. Sebaliknya
bila seorang penderita skizofrenia tidak lagi aktif
menunjukkan gejala- gejala skizofrenia, maka yang
bersangkutan menunjukkan gejala- gejala sisa yang
disebut sebagai gejala residual.
1. Gejala primer:
40
a. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah,
dan isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang
terdapat pada proses pikiran. Pikiran melayang
sering tidak ada hubungan antara emosi dan
pikiran, biasanya pikaran tidak dapat diikuti sama
sekali timbulnya lebih cepat.
b. Gangguan afek dan emosi. Adanya kedangkalan
afek dan emosi. Pasien lebih menjadi acuh tak
acuh terhadap hal-hal yang penting bagi dirinya
sendiri. Adanya kemampuan untuk mengadakan
hubungan emosi yang baik. Karena terpecahnya
kepribadian, maka dua hal yang berlawanan
terdapat bersama- sama, umpanya mencintai dan
membenci pada satu orang yang sama.
c. Gangguan kemauan. Skizofrenia mempunyai
kelemahan kemauan, yang tidak dapat mengambil
keputusan dan tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan. Mereka selalu memberikan alasan
walaupun alasan tersebut tidak jelas atau tidak
tepat.
d. Gejala psikomotor. Berupa gangguan perbuatan.
Gejala ini dapat pula dikelompokan pada gejala
sekunder
2. Gejala sekunder:
a. Delusi. Pada skizofrenia waham (isi pikir) sering
tidak logis sama sekali. Bagi pasien wahamnya
41
merupakan fakta yang tidak dapat diubah oleh
siapapun.
b. Halusinasi. Yang timbul tanpa penurunan
kesadaran dan ini merupakan suatu gejala. Paling
sering pada skizofrenia halusinasi pendengaran
dalam bentuk suara-suara. Yang terdengar suara
yang jelas yang tampaknya timbul diluar diri
sendiri, suara ini harus terdiri lebih dari bisikan,
gerutu yang tak dapat dipahami, atau kata tunggal
(Maramis 1980, 215).
42
kontribusi terhadap perkembanagan skizofrenia pada
individu yang memiliki kerentanan secara genetis.
c. Faktor Kesalahan Belajar
Seseorang menjadi skizofrenia karena pada masa
kanak- kanak ia belajar pada model yang buruk.
Karena ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang
tidak rasional dengan meniru dari orang tuanya, yang
sebenarnya juga memiliki masalah emosional.
Orang tua atau pengasuh mungkin
memperlihatkan sikap kritis, dan sangat ingin ikut
campur dalam urusan anak. Banyak penelitian
menunjukan keluarga dengan ekspresi emosi yang
tinggi (dalam hal apa yang dikatakan maupun maksud
perkataan).
Bandura menyetujui keyakinan dasar
behaviorisme yang mempercayai bahwa kepribadian
dibentuk melalui belajar. Namun ia berpendapat
bahwa bukan proses yang mekanis, manusia menjadi
partisipan yang pasif. Sebaliknya manusia itu aktif
mencari dan memproses informasi tentang
lingkungannya, agar dapat memaksimalkan hasil yang
menyenangkan (Yusuf dan Nuhrisan 2007, 133).
d. Faktor-Faktor Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi
dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam
menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data
pendukung, namun penekanan saat ini adalah dalam
43
mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya
onset dan keparahan penyakit.
e. Faktor Religious
Dalam kenyataan sehari-hari banyak orang yang
tidak berhasil dalam mencapai kebahagiaan di dunia
lebih-lebih kebahagiaan di akhirat kelak. Akibatnya
kegagalan dan ketidakmampuan manusia mencapai
yang diinginkannya, maka ia akan dihinggapi oleh
rasa kecewa, khawatir, dan rasa takut tidak akan
berhasil dalam usaha apapun akibatnya ada di antara
mereka yng berkeluh kesah, bimbang dan rasa cemas
yang mendalam. Keadaan seperti itu banyak terjadi
yang tidak hanya pada orang-orang tertentu saja tetapi
dapat terjadi pada siapapun. Allah menyatakan bahwa
sifat manusia sering gelisah dan berkeluh kesah (Dewi
2007, 11).
4. Tipe-Tipe Skizofrenia
Terdapat beberapa tipe skizofrenia, yaitu:
a. Skizofrenia Yang Hebefrenik (Kanak-Kanak)
Permulaannya secara perlahan-lahan sering timbul
pada masa remaja dan dewasa awal antara 15-25
tahun. Ada reaksi sikap dan tingkah laku yang kegila-
gilaan, suka tertawa-tawa untuk kemudian menangis
tersedu-sedu. Sangat irritable atau mudah tersinggung.
Sering dihinggapi sarkasme (sindiran tajam) dan
44
menjadi meledak-ledak penuh kemarahan atau
menjadi explosif sekali tanpa sebab. Fikirannya selalu
melantur. Banyak tersenyum-senyum. Mukanya selalu
berekspresi aneh tanpa ada satu stimulus pun.
Halusinasinya dan delusinya biasanya bersifat aneh-
aneh, pendek-pendek dan cepat berganti- ganti.
46
nonkimiawi (tidak hanya melibatkan obat).
c. Skizofrenia merupakan gangguan yang kompleks,
pendekatan terapi tunggal kurang mencukupi
(Kartono 2005, 43).
47
BAB III
GAMBARAN UMUM
PANTI SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 3
A. Sejarah Singkat
Sejarah berdirinya Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 4 Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta
bermula pada tahun 1972, dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Gubernur Nomor CA 6/1/31972, sebagai Panti
yang menampung gelandangan dan Pengemis (gepeng)
sebagai tempat mempersiapkan calin-calon transmigran.
Berdasarkan SK Gubernur Nomor 736/1996, tentang
Organisasi dan Tata Kerja Panti-panti Sosial di
lingkungan Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, terjadi
perubahan sasaran Warga Binaan Sosial (WBS) menjadi
tempat penampungan penderita gangguan jiwa (Psikotik
terlantar), dengan kapasitas 100 orang dengan nama
Sasana Bina Laras Harapan Sentosa 3 yang berada di
bawah naungan PSBL HS 1.
Sejalan dengan era globalisasi yang membawa
dampak yang cukup signifikan terhadap meningkatnya
masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan akibat
berbagai tekanan ekonomi sosial dan ekonomi. Sehingga
pada tahun 2010 Sasana Bina Laras Harapan Sentosa 3
berubah bentuk menjadi Sasana Bina Laras Harapan
Sentosa 4, berdasarkan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta
48
Nomor 125 Tahun 2010, dengan daya tamping sebanyak
276 orang. Pada tahun 2012 gedung PSBL Harapan
Sentosa 4 dilakukan rehab total, sehingga kapasitasnya
menjadi 350 orang dengan sasaran pelayanan adalah WBS
Psikotik terlantar yang kooperatif.
a. Visi
Mengetaskan penyandang psikotik terlantar di
Provinsi DKI Jakarta, agar hidup layak normative
dan manusiawi.
b. Misi
1. Meningkatkan harkat, martabat serta kualitas
Warga Binaan Sosial, agar memiliki kemauan
dan kemampuan untuk mengembangkan fungsi
sosialnya.
2. Meningkatkan Sumber Daya Warga Binaan
Sosial menuju kemandirian.
3. Meningkatkan prakarsa serta peran Aktif
Keluarga, masyarakat dalam memberikan
dukungan dalam proses penyembuhan.
49
4. Meningkatkan Profesionalisme Pekerjaan
Sosial dan Petugas Panti dalam pelayanan dan
Rehabilitasi Warga Binaan Sosial.
5. Meningkatkan kerjasama dengan Organisasi
Sosial Dunia.
C. Struktur Organisasi
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
KEPALA PANTI
D. Dasar Hukum
1. Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial;
2. Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan SOsial;
50
3. Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2011 tentang
Perlindungan Penyandang Disabilitas;
4. Peraturan Daerah No. 104 Tahun 2009 tentang
Organisasi dan tata Kerja Dinas Sosial
5. Peraturan Gubernur No. 45 tahun 2010 tentang
Penerapan dan Rencana Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Sosial;
6. Peraturan Gubernur No. 95 Tahun 2011 tentang
Pelayanan Kesehatan bagi Warga Binaan Sosial;
7. Peraturan Gubernur no. 300 Tahun 2014 tentang
Pembentukan Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa;
8. Peraturan Gubernur No. 18 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Sosial.
E. Tujuan Pelayanan
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
mempunyai tugas melaksanakan kegiatan Rehabilitasi
Sosial Penyandang Psikotik terlantar.
52
2. Kritreria
a. Psikotik terlantar
b. Warga DKI Jakarta dan sekitarnya
c. Laki-laki/perempuan
d. Usia 17 sampai 65 tahun
e. Berasal dari keluarga tidak mampu
f. Mampu didik dan mampu latih
g. Mampu melaksanakan aktifitas untuk keperluan
dirinya
h. Rujukan dari Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 1 dan Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 2
53
14. Pembinaan lanjut bagi warga binaan sosial yang
sudah disalurkan
15. Pelayanan informasi bagi masyarakat
54
Tempat penampungan warga binaan sosial agresif
terdiri dari 2 unit
11. Ruang Laundry
Tempat cuci, jemur, dan setrika baju warga binaan
sosial
55
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
a. Data Informan
56
2. Pekerja Sosial sebagai informan kedua
No. Data Pekerja Sosial
1 Nama Intan Lestari
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Umur 28 tahun
4 Agama Islam
5 Pendidikan D IV Pekerja Sosial
57
5. Warga Binaan Sosial sebagai informan keempat
No. Data Pekerja Sosial
1 Nama Syarum
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Umur 51 tahun
4 Agama Kristen
2. Pendekatan Awal
Pekerja Sosial pada tahapan pendekatan awal melakukan
observasi dan seleksi.
a. Observasi
Observasi merupakan tugas yang dilakukan oleh
pekerja sosial yaitu aktivitas mengamati terhadap
WBS dengan maksud merasakan dan kemudian
memahami perilaku dan sikap WBS, untuk
mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan
untuk melanjutkan pada tahapan selanjutnya.
60
Seperti yang dilakukan oleh Ibu Netty, yang
menjabat sebagai peksos, menerangkan bahwa tugas
peksos diantaranya adalah melakukan observasi
terhadap WBS. Hal ini terungkap dalam penuturan Ibu
Netty, yaitu:
61
melakukan pengamatan fisik terhadap WBS didasari
pada saat melakukan wawancara kepada WBS, pada
tahap tersebut akan terlihat bagaimana WBS dapat
merespons dan berkomunikasi. Hasil observasi
peneliti pada tahap ini yaitu, sebagian besar WBS
dapat menjawab dengan cukup baik pertanyaan yang
diajukan oleh pekerja sosial yang berarti WBS dapat
merespons dan berkomunikasi dengan cukup baik
serta sudah terlihat aktif. Selain itu peneliti juga
mengamati pada saat kegiatan pagi untuk berjemur,
ada WBS yang di kumpulkan terpisah dengan yang
lainnya karena sakit kulit hal tersebut merupakan hasil
observasi awal yang dilakukan oleh pekerja sosial.
b. Seleksi
Tahap terakhir dari pendekatan awal yaitu seleksi.
Seleksi adalah temu bahas kasus hasil assessment
sebagai langkah awal untuk mengungkapkan dan
memahami kondisi objektif pada aspek fisik, mental,
sosial, guna memprediksi sasaran program, kebutuhan
pelayanan rehabilitasi dan cara pendekatan pekerja
sosial kepada tiap WBS.
Hal ini terungkap dalam penuturan Ibu Netty
sebagai pekerja sosial, yaitu:
62
sehingga pelayanan sosial dapat diberikan secara
tepat. ISPDS adalah instrumen untuk menapis
masuk kategori mana WBS. Skrinning dilakukan
oleh pekerja sosial atau pendamping yang sudah
dilatih.”
3. Penerimaan
Penerimaan adalah tahap kegiatan yang mengawali
keseluruhan proses pelayanan dan rehabilitasi bagi
WBS yang dilaksanakan di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3 untuk mempersiapkan pelaksanaan
kegiatan pelayanan sosial baik yang diselenggarakan
63
didalam panti maupun diluar panti. Disinilah pekerja
sosial mulai mengarahkan kepada WBS untuk lebih
menyesuaikan lingkungan barunya dan dapat
beradaptasi dengan para WBS yang lainnya. Tahap
penerimaan terdiri dari identifikasi, pemeriksaan
dokumen, tanda tangan berita acara sserah terima,
registrasi, penjelasan proram dan penempatan dalam
panti.
Seperti dalam penuturan Ibu Netty sebagai pekerja
sosial, yaitu:
64
Selain itu penuturan yang disampaikan oleh
Bapak Dwi sebagai pekerja sosial, yaitu:
4. Asesmen
Tahap selanjutnya pada pendekatan awal yaitu
assesmen. Assesmen merupakan tugas yang dilakukan
oleh pekerja sosial yaitu melakukan suatu mekanisme
penerimaan calon WBS yang berasal dari Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 1 dan Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 2 melalui serangkaian kegiatan yang
terencana mengenai WBS termasuk mengenai identitas
keluarga dan asal WBS.
65
Sebagaimana yang dilakukan oleh Ibu Netty, yang
menjabat sebagai Peksos, menerangkan tugas peksos salah
satunya adalah melakukan assesmen terhadap WBS
diantaranya informasi mengenai data diri, data keluarga
dan latar belakang ekonomi WBS. Hal ini terungkap
dalam penuturan Ibu Netty, yaitu:
66
tersebut dapat juga digunakan untuk peksos
melakukan pendekatan kepada WBS.”
5. Pembinaan
Pembinaan merupakan serangkaian kegiatan
pelayanan berdasarkan hasil assessment yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan
masing-masing WBS dan juga usaha untuk
mengembalikan pasien ke masyarakat untuk
menjadikannya sebagai warga yang berswasembada
(mandiri) dan berguna. Menurut KBBI rehabilitasi
adalah pemulihan kepada kedudukan (keadaan) yang
dahulu (semula). Yang dilakukan pada tahap
rehabilitasi di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 yaitu bimbingan sosial, bimbingan fisik,
bimbingan mental dan spiritual serta bimbingan
keterampilan.
Seperti dalam penuturan Ibu Netty sebagai pekerja
sosial, yaitu:
“Tahapan rehabilitasi, WBS langsung mengikuti
kegiatan dan langsung ikut bimbingan yang sudah
terprogram. Ada bimbingan fisik, mental spiritual
dan sosial terapeutik. Bimbingan fisik diantaranya
yaitu senam otak, senam hari jumat, jalan pagi,
senam bersama. Bimbingan mental spiritual yaitu
pengajian tiap jumat untuk WBS yang beragama
Islam dan kebaktian setiap hari jumat serta ibadah
ke gereja setiap hari minggu untuk WBS yang
68
beragama Kristen. Bimbingan sosial seperti
kegiatan sosialisasi publik keluar panti yaitu
memperkenalkan WBS dengan masyarakat sekitar
untuk berinteraksi dengan warga serta kegiatan
sosial antar sesama WBS maupun petugas panti.”
69
Selain itu penuturan yang disampaikan oleh
Bapak Dwi sebagai pekerja sosial, yaitu:
“Bimbingan terhadap WBS terdiri dari
bimbingan fisik berupa jalan sehat, senam otak,
dan senam setiap hari jumat. Untuk bimbingan
mental spiritual yaitu WBS beragama Islam ada
kegiatan belajat mengaji dan solawatan, bagi
WBS beragama Kristen kebaktian pada hari jumat
dan ibadah ke gereja pada hari minggu.
Bimbingan sosial terapeutik yang diberikan
kepada WBS yaitu kegiatan seperti bercakap-
cakap untuk melatih WBS agar dapat
berkomunikasi baik dengan petugas maupun
dengan sesama WBS.”
70
Pernyataan tersebut selaras dengan observasi yang
dilakukan peneliti yaitu peneliti memperhatikan bahwa
terdapat kegiatan pembinaan yang telah diprogram atau
dijadwalkan kemudian pekerja sosial mengarahkan WBS
untuk mengikuti kegiatan pembinaan yang sudah
dijadwalkan. WBS mengikuti kegiatan pembinaan
tersebut dengan dipandu oleh pekerja sosial dan petugas
lainnya selain itu pekerja sosial juga mengarahkan WBS
untuk mengikuti kegiatan yang sudah dijadwalkan
sehingga seluruh kegiatan dapat berjalan sebagaimana
yang sudah dijadwalkan. Selain itu WBS terlihat antusias
dan aktif dalam mengikuti kegiatan panti, namun ada juga
beberapa WBS yang pasif.
71
Kegiatan bimbingan fisik dilakukan untuk
menjaga kesehatan fisik, kesegaran jasmani,
kebersihan dan penyampaian pengetahuan tentang
kesehatan dan bertujuan agar WBS mendapatkan
kesehatan jasmani dan rohani. Kegiatan fisik yang
dilakukan di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 yaitu jalan pagi, olahraga otak kiri kanan,
dan senam bersama.
c. Bimbingan mental dan spiritual
Bimbingan mental dan spiritual
merupakan kegiatan yang ditujukan untuk
menumbuhkan, meningkatkan kemampuan WBS
untuk mengatasi tantangan hidup dan
permasalahannya dengan cara yang sesuai dengan
norma-norma sosial dan agama. Hal ini dilakukan
melalui penanaman budi pekerti, beribadah untuk
yang muslim yaitu solat dzikir lisan mandiri,
mengaji, marawis, qosidahan dan untuk non
muslim ibadah kebaktian, serta memberikan
motivasi kepada WBS bahwa manusia diwajibkan
berikhtiar dan dilarang berputus asa serta
mensyukuri hidup yang telah diberikan oleh Sang
Penciptanya. Dengan didampingi langsung oleh
pekerja sosial dan para pemberi kerohanian atau
siraman rohani kepada para WBS.
d. Bimbingan dan Pelatihan Keterampilan
Kegiatan ini memberikan berbagai macam
72
pengetahuan, kecakapan dan keterampilan yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan minat
dan bakat yang dimiliki oleh para WBS yang
nantinya dapat menunjang kebutuhan masa
depannya saat kembali ke lingkungan masyarakat.
Bimbingan dan pelatihan keterampilan di
panti dilatih oleh pekerja harian lepas yang
bertugas sebagai pendamping keterampilan serta
berpengalaman dalam bidangnya dengan
didampingi langsung oleh para pekerja sosial.
Kegiatan bimbingan keterampilan yang berada di
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 ini
meliputi keterampilan membuat sapu, pel, keset,
sandal, mote dan salon. Sehingga para WBS bisa
mengikuti keterampilan yang berada di Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 sesuai
dengan program dan jadwal silabus yang sudah
ditentukan.
6. Resosialisasi
Resosialisasi adalah suatu kegiatan bimbingan
pasca pelayanan dan rehabilitasi yang melibatkan
masyarakat. Hal ini ditujukan kepada
WBS/masyarakat/organisasi sosial/LSM dan dunia
usaha dalam rangka mempersiapkan para WBS untuk
hidup sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku
setelah mendapatkan pelayanan, pembinaan
73
bimbingan di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 sehingga WBS dapat berperan di
masyarakat dan bersosialisasi di dalamnya.
74
“Peran masyarakat disini sangat penting, untuk
membantu melakukan pengawasan pada WBS
atau juga membantu mengingatkan pihak keluarga
WBS apabila keluarga mungkin lalai. Biasanya
sekaligus kami berikan informasi ke masyarakat
agar mereka juga mengetahui cara menangani
atau memperlakukan WBS agar bisa kembali lagi
hidup di masyarakat.”
7. Penyaluran
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk
mengaplikasikan bimbingan-bimbingan yang telah
diberikan kepada WBS serta untuk mengembangkan
kemampuan WBS agar dapat lebih meningkatkan
fungsionalitas WBS sehingga dapat hidup secara
produktif.
Hal tersebut disampaikan oleh Ibu Netty sebagai
pekerja sosial, yaitu:
“Pada tahap penyaluran tentunya WBS perlu
diberikan bimbingan, pelatihan dan juga diberikan
pengarahan agar dapat mengembangkan
kemampuannya saat disalurkan ke masyarakat.
Selain itu juga dilakukan pendampingan saat
penyaluran”
78
“Pihak panti pasti tetap melakukan kontrol pada
WBS yang di pulang. Keluarga WBS akan tetap
diberikan arahan atau dapat konsultasi via telpon
mengenai kendala yang dialami. Kami juga
memfollow up sejauh mana perkembangan WBS
setelah dipulangkan.”
79
BAB V
PEMBAHASAN
1. Fasilitator
Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan
80
Sentosa 3 mempunyai peran sebagai fasilitator. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Ibu Netty sebagai
Pekerja Sosial, yaitu:
82
Begitu pula dengan penuturan Bapak Dwi
sebagai pekerja sosial, yaitu:
83
disimpulkan bahwa pernyataan ketiga peksos adalah
sama. Peran Fasilitator yang dilakukan pekerja sosial
di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 adalah
pada tahap penerimaan yaitu peksos memfasilitasi
dalam penempatan WBS di asrama panti selain itu
pada tahap rehabilitasi. Dalam hal ini, peran pekerja
sosial pada tahap rehabilitasi yaitu pelaksanaan
pendampingan saat bimbingan fisik, mental spiritual
sosial serta keterampilan di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3 yaitu salah satunya berperan
sebagai fasilitator kepada WBS. Untuk melihat
perkembangan WBS selama mengikuti kegiatan,
peksos disini juga dapat memerankan dirinya sebagai
seorang sahabat, dan orang tua disaat para WBS
menghadapi kesuliatan atau masalah-masalah yang
menganggu pikiran dan perasaan mereka selama
berada di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3.
Sesuai dengan teori pada bab II pada halaman 16
mengenai peran pekerja sosial sebagai fasilitator.
Dalam literatur pekerja sosial, peranan “fasilitator”
sering disebut sebagai “pemungkin” (enabler).
Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu sama
lain. Barker juga memberikan definisi pemungkin
atau fasilitator sebagai tanggung jawab untuk
membantu klien menjadi mampumenangani tekanan
situasional atau transisional. Peranan pekerja sosial
adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien
84
mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan
dan disepakati bersama
Peran fasilitator/pendampingan sebagai tanggung
jawab untuk membantu WBS menjadi mampu
menangani tekanan situasional atau transisional.
Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan
tersebut meliputi pemberian harapan, pengurangan
penolakan, pengidentifikasian dan ambivalensi,
pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan,
pengidentifikasian dan pendorong dan pendorong
kekuatan-kekuatan personal dan aset-aset sosial,
pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga
lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah
fokus pada tujuan dan cara-cara untuk pencapaiannya.
2. Broker
Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 mempunyai peran sebagai broker. Seperti
yang dikatakan oleh Ibu Netty:
86
menghubungkan WBS dengan masyarakat sekitar yang
bertujuan untuk melatih WBS agar dapat
berkomunikasi dengan baik serta dapat aktif dalam
berkomunikasi dengan masyarakat sekitar. Selain itu
peran sebagai broker juga dilakukan seperti pada saat
menghubungan WBS dengan dokter atau psikolog
yang bertujuan untuk konsultasi mengenai masalah
maupun kemajuan kondisi WBS.
Namun hal tersebut tidak selaras dengan
pernyataan peksos Pak Dwi dan Bu Intan. Menurut Pak
Dwi dan Bu Intan peran pekerja sosial sebagai broker
selain pada saat peksos menghubungkan WBS dengan
dokter atau psikolog untuk konsultasi, peran broker
juga dapat digambarkan pada tahap resosialisasi.
Dimana pada proses resosialiasi pekerja sosial menjadi
penghubung antara WBS dengan keluarga WBS.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan
bahwa peran peksos sebagai broker di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3 terdapat pada tahap
pembinaan yaitu bimbingan sosial, tahap resosialisasi
dan pada proses konsultasi WBS dengan dokter
maupun psikolog.
Sesuai dengan teori pada bab II pada halaman 17
mengenai peran pekerja sosial sebagai broker.
Pemahaman pekerja sosial yang menjadi broker
mengenai kualitas pelayanan sosial disekitar
lingkungan menjadi sangat penting dalam memenuhi
87
keinginan kliennya memperoleh “keuntungan”
maksimal. Peranan sebagai broker mencakup
menghubungkan klien dengan barang-barang dan
pelayanan dan mengontrol kualitas barang dan
pelayanan tersebut.
3. Enabler/Pemungkin
Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 mempunyai peran sebagai enabler. Seperti
yang dikatakan oleh Ibu Netty:
88
“Pemungkin jadi memungkinkan untuk melakukan
pemberdayaan jadi WBS yang sudah terampil
biasanya pekerja sosial memberikan akses kepada
mereka untuk bisa diberdayakan diluar panti.
Misal dipekerjakan menjasi Asisten Rumah
Tangga, karena mereka itu sebenarnya hanya
pulih tidak sembuh jadi masih memiliki
keterbatasan jadi bisa diberdayakan sebatas
Asisten Rumah Tangga. Atau ada juga WBS yang
bisa di berdayakan untuk membantu berjualan,
ada yang membantu orang tuanya untuk berjualan
makanan, namun tetap juga harus di berikan
pendampingan.”
89
adalah yang paling sering digunakan dalam profesi
pekerjaan sosial, karena peranan ini diilhami oleh
konsep pemberdayaan dan difokuskan pada
kemampuan, kapasitas, dan kompetensi klien atau
penerima pelayanan untuk menolong dirinya sendiri
pekerja sosial berperan membantu untuk
menentukan kekuatan dan unsur yang ada di dalam
diri korban sendiri termasuk untuk menghasilkan
perubahan yang diingikan atau mencapai tujuan
yang dikehendaki korban. Jadi peranan pekerja
sosial adalah berusaha memberikan peluang agar
kepentingan dan kebutuhan klien atau penerima
manfaat tidak terhambat.
4. Educator
Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 mempunyai peran sebagai educator.
Sebagai educator, pekerja sosial salah satunya bisa
menjadi seorang instruktur pada saat bimbingan
keterampilan. Salah satu pekerja sosial yaitu Ibu
Netty pernah menjadi instruktur bimbingan
keterampilan mote-mote di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3 kepada WBS. Seperti yang di
ungkapkan oleh Ibu Netty, yaitu:
91
Berdasarkan hal tersebut dapat dianalisa
bahwa peran peksos sebagai educator menurut ketiga
peksos adalah berbeda.
Menurut Bu Netty peran educator dapat
ditemukan pada tahap pembinaan berupa bimbingan
keterampilan. Pada tahap bimbingan keterampilan
peksos mengedukasi WBS diantaranya yaitu cara
membuat mote-mote, sapu, pel, keset, sandal, dan
salon yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan minat dan bakat yang dimiliki oleh para
WBS yang nantinya dapat menunjang kebutuhan
masa depannya saat kembali ke lingkungan
masyarakat.
Namun menurut Pak Dwi, peran educator yang
dilakukan kepada WBS diantaranya adalah edukasi
mengenai cara kebersihan diri selain itu juga edukasi
mengenai cara pemakaian obat sehari-hari. Hal
tersebut dilakukan karena ketepatan dan kepatuhan
meminum obat adalah penting untuk menunjang
pemulihan kondisi WBS, bertujuan juga agar kondisi
WBS stabil dan dapat dikontrol.
Berbeda dengan Bu Intan yang melihat peran
educator dilakukan pada tahap resosialisasi. Pada
tahap tersebut peksos mengedukasi WBS mengenai
cara pemakaian obat dirumah masing-masing. Selain
itu pada saat pemulangan ke tempat tinggal WBS,
keluarga dan masyarakat sekitar juga di edukasi
92
tentang bagaimana cara memperlakukan WBS,
kebiasaan dan kegiataan WBS saat dipanti sehingga
dapat disesuaikan dengan kegiatan dirumah, di
edukasi juga batas kemampuan WBS sehingga
keluarga dan masyarakat mengerti dan dapat
menempatkan WBS dengan cara yang tepat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran
educator di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
3 adalah pada tahap pembinaan yaitu bimbingan
keterampilan dan tahap resosialisasi.
Sesuai dengan teori pada bab II pada halaman
19 mengenai peran pekerja sosial sebagai educator.
Pekerja sosial sebagai educator memainkan peranan
dalam penentuan agenda, sehingga tidak hanya
membantu pelaksanaan proses peningkatan
peningkatan produktivitas akan tetapi lebih berperan
aktif dalam memberikan masukan dalam rangka
peningkatan pengetahuan, keterampilan serta
pengalaman bagi individu-individu, kelompok-
kelompok dan masyarakat. Peran pendidikan ini
dapat dilakukan dengan peningkatan kesadaran,
memberikan informasi, mengkonfrontasikan,
melakukan pelatihan bagi individu- individu,
kelompok-kelompok dan masyarakat.
93
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan data dan pembahasan yang telah
dilakukan. Peran yang dilakukan oleh pekerja sosial dalam
Pelayanan Sosial Warga Binaan Sosial Skizofrenia di Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 diantaranya meliputi:
fasilitator, broker, enabler, dan educator.
1. Persamaan ketiga peran pekerja sosial dalam pelayanan
sosial warga binaan sosial skizofrenia di panti sosial bina
laras harapan sentosa 3 terdapat pada peran fasilitator
dan enabler.
94
B. Saran
1. Kepada Pekerja Sosial lebih meningkatkan kinerja dalam
perannya sehingga lebih profesionalisme dalam
memberikan pelayanan kepada WBS, dengan mengikuti
serta pelatihan-pelatihan atau penataran-penataran yang
bersifat mendidik dan keilmuan, sehingga pekerja sosial
yang profesional dan berkualitas akan membantu
menghasilkan WBS yang lebih baik.
2. Kepada pihak panti lebih mensinergikan lagi kerjasama
antar bidang pekerjaan yang ada, seperti pekerja sosial,
perawat dan psikolog. Agar semakin baik lagi dalam
mencapai tujuan WBS untuk pulih. Jumlah pekerja
sosialnya mungkin harus di tambah karena tidak sebanding
dengan jumlah WBS yang di layani, agar proses pelayanan
lebih baik lagi.
95
DAFTAR PUSTAKA
98
PEDOMAN WAWANCARA
(Pekerja Sosial)
A. Identitas Informan
Nama : Netty Rumanti
Usia : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : D IV Pekerja Sosial
Tanggal : 30 Maret 2018
Tempat : Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3
B. Pertanyaan
I. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Penerimaan
1. Darimana asal WBS?
Hampir seluruh WBS berasal dari Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 1 dan Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 2
99
sudah baik walaupun agak tertutup namun
semakin lama ada komunikasi dan interaksi WBS
juga semakin terbuka secara perlahan.
100
pasif dan tertutup lama-lama lebih aktif dan
terbuka.
102
3. Apa saja tahapan pelayanan rehabilitasi yang
diberikan pada WBS dari awal hingga akhir?
Tahapan rehabilitasi, WBS langsung mengikuti
kegiatan dan langsung ikut bimbingan yang sudah
terprogram. Ada bimbingan fisik, mental spiritual
dan sosial terapeutik. Bimbingan fisik diantaranya
yaitu senam otak, senam hari jumat, jalan pagi,
senam bersama. Bimbingan mental spiritual yaitu
pengajian tiap jumat untuk WBS yang beragama
Islam dan kebaktian setiap hari jumat serta
ibadah ke gereja setiap hari minggu untuk WBS
yang beragama Kristen. Bimbingan sosial seperti
kegiatan sosialisasi publik keluar panti yaitu
memperkenalkan WBS dengan masyarakat sekitar
untuk berinteraksi dengan warga serta kegiatan
sosial antar sesama WBS maupun petugas panti.
107
b. Masih lumayan banyak WBS yang sebenarnya
belum termasuk kategori Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 3 yang merupakan
kluster 3, jadi untuk WBS tersebut agak sulit
untuk di tangani. Hambatan lain juga ada
seperti saat sosialisasi public. Karena kadang
masyarakat kurang support kurang welcome
mungkin khawatir atau awam, lalu juga
kurangnya jumlah pekerja sosial . Pekerja
sosial di panti jumlahnya tidak sebanding
dengan banyaknya WBS yang ada
c. Paling cara menangani nya dengan
mengedukasi masyarakat tentang bagaimana
kondisi WBS nya.
108
III. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Resosialisasi
1. Apa saja tahapan resosialisasi yang dilakukan
pekerja sosial?
Tahapan resosialisasi persiapkan administrasi kalo
yang mau dipulangkan seperti berita acara kita
konfirmasi keperawat mengenai obat lalu siapkan
WBS nya pakaiannya konsumsinya
111
PEDOMAN WAWANCARA
(Pekerja Sosial)
A. Identitas Informan
Nama : Dwi Pasetyo Utomo
Usia : 26 thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : D4 Pekerja Sosial STKS Bandung
Tanggal : 30 Maret 2018
Tempat : Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3
B. Pertanyaan
I. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Penerimaan
1. Darimana asal WBS?
Rujukan dari PSBL 1 dan 2. Penerimaan dari sana
kesini tidak langsung dari jalanan.
115
sehat, senam otak, dan senam setiap hari jumat.
Untuk bimbingan mental spiritual yaitu WBS
beragama Islam ada kegiatan belajat mengaji dan
solawatan, bagi WBS beragama Kristen kebaktian
pada hari jumat dan ibadah ke gereja pada hari
minggu. Bimbingan sosial terapeutik yang
diberikan kepada WBS yaitu kegiatan seperti
bercakap-cakap untuk melatih WBS agar dapat
berkomunikasi baik dengan petugas maupun
dengan sesama WBS
119
sehingga perlu adanya edukasi mengenai cara
penggunaan serta manfaat obat untuk WBS.”
121
3. Siapakah yang melakukan resosialisasi WBS ke
keluarga, dan bagaimana prosesnya?
PHL pendamping1 pekerja sosial 1 pendamping
asrama 1
124
PEDOMAN WAWANCARA
(Pekerja Sosial)
A. Identitas Informan
1. Nama : Intan Lestari
2. Usia : 28 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : D IV Kesejahteraan Sosial
6. Tanggal : 6 April 2018
7. Tempat : Panti Sosial Bina Laras 3
B. Pertanyaan
I. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Penerimaan
1. Darimana asal WBS?
Asal WBS dari Panti Sosial Bina Laras 1 dan Panti
Sosial Bina Laras 2. Penempatan sesuai kluster.
WBS yang ditempatkan di Panti Sosial Bina Laras
3 adalah WBS yang sudah hampir pulih. WBS
yang psikotik sudah membaik atau sudah ada
peningkatan hampir pulih dirujuk ke Panti Sosial
Bina Laras 3.
125
2. Bagaimana kondisi WBS pada saat penerimaan
awal? Bagaimana perilakunya?
Kondisi bermacam-macam namun WBS yang di
Panti Sosial Bina Laras 3 sdah kluster 3 kondisi
sudah stabil dan psikotik nya sudah hampir tidak
ada.
127
Biasanya kita lihat dulu Rujukan dari psbl 1 dan 2
ada skrinning ispds terbaru dan juga form
perkembangan WBS yang terakhir, lalu laporan
konsultasi dan juga bpjs
128
3. Apa saja tahapan pelayanan rehabilitasi yang
diberikan pada WBS dari awal hingga akhir?
Pelayanan rehabilitasi yang diberikan pada WBS
yaitu memberikan pelayanan berupa kegiatan baik
kegiatan keterampilan atau bimbingan. Jadi secara
otomatis WBS yang masuk ke panti mengikuti
kegiatan yang sudah terprogram. Bimbingan yang
diberikan terdiri dari bimbingan fisik (senam,
olahraga sabtu minggu, bulutangkis, pingpong,
bola), mental spiritual (konseling, mengaji setiap
hari jumat dan kosidahan bagi WBS muslim serta
kebaktian bagi nasrani setiap hari jumat dan
minggu), dan sosial. Untuk bimbingan
keterampilan diantaranya ada keterampilan mote-
mote, pel, sapu, keset. Pada kegiatan bimbingan
sosial terapeutik yang dilakukan WBS adalah
perkenalan diri dan lingkungan sosial, pengenalan
satu sama lain sesama WBS maupun petugas serta
bercakap-cakap dan menanggapi orang lain jadi
WBS diajak untuk menceritakan pengalaman lalu
ditanggapi temannya sehingga WBS dapat
berkomunikasi lebih baik dan dapat berinteraksi
satu sama lain. Hal ini juga ditujukan sebagai
media mencari informasi mengenai latar belakang
WBS. Selain itu juga ada kegiatan sosialisasi
publik, mengajak WBS keluar panti untuk
berinteraksi dengan warga sekitar. Juga ada
129
kegiatan menonton film motivasi lalu membaca
cerita tokoh pahlawan dan lain-lain.
134
penangan WBS, obat dan kalo ada kendala apapa
msh bisa berhub dengan pihak panti
136
Ketika WBS dipulangkan kita tidak lepas kontak.
WBS kita fasilitasi bahkan saat mereka kesulitan
mendapatkan obat rutin kita bantu dari panti.
Dapat konsultasi juga baik via telpon maupun
whatsapp. Kebetulan disini ada grup whatsapp
bagi keluarga WBS yg sudah dipulangkan jadi
mereka bisa komunikasi atau berbagi di grup itu
jika ada masalah atau kendala.
A. Identitas Informan
Nama : Aryo Agung Wibowo
Usia : 46
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Tanggal : 6 April 2018
Tempat : Panti Sosial Bina Laras 3
B. Pertanyaan
1. Apa saja pelayanan yang telah Anda terima di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3?
Selama disini ikut kegiatan sehari-hari kaya senam pagi,
olahraga pagi, membersihkan lingkungan, diajarkan
seperti membuat sapu, keset. Suka ada juga kegiatan
menonton tv, terus minum obat, terus tidur
2. Kapan pertama kali Anda dipertemukan dengan pekerja
sosial?
Dari awal di pindahkan ke panti ini langsung ketemu
sama bu intan, pak dwi, dan bu netty buat kenalan. Terus
ditanya-tanya nama, rumahnya dimana dan keluarga.
138
3. Bagaimana proses perkenalan pekerja sosial terhadap
Anda?
Berkenalan waktu awal ikut kegiatan bersama teman
teman yang lain
4. Kegiatan apa saja yang dilakukan bersama pekerja sosial
selama berada di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
3?
Iya seminggu sekali diajak jalan-jalan ke luar panti.
Kenalan sama orang disekitar panti. Ngobrol-ngobrol.
Terus juga dikasih obat, membuat keset, bercakap-cakap,
membaca cerita, berkenalan.
5. Bagaimana hubungan Anda dengan pekerja sosial?
Bapak ibu baik semuanya suka mengajak mengobrol.
6. Apakah Anda sering berkonsultasi dengan pekerja sosial?
Suka, kadang suka mengobrol dengan pak dwi. Suka di
beri nasihat oleh pak dwi
7. Bagaimana penanganan yang diberikan pekerja sosial
terhadap (permasalahan yang) Anda (hadapi)?
Pertamanya, waktu awal datang itu berkenalan dengan
teman-teman, dengan pak dwi juga.
Lalu ikut kegiatan disini, dari bangun trus mandi, trus
minum obat, trus ikut bikin keset, makan, bercakap-cakap,
menonton tv, trus minum obat, trus tidur.
Biasanya yang udah inget rumahnya dimana nanti
dianterin pulang sama pak dwi, kan setiap hari di tanyain
rumahnya dimana
8. Bagaimana peran pekerja sosial yang anda rasakan?
139
Pak dwi, biasanya menemani pas kegiatan. Bercakap-
cakap, membaca cerita, membuat buku harian, menonton
tv, membuat sapu
Pak dwi, biasanya mengajak menemani saya sama temen-
temen ke dokter ke rumah sakit
Kalo saya sekarang suka bantu nyuci-nyuci nanti dapat
uang buat saya jajan
Suka juga ngobrol sama pak dwi kalo lagi ketemu
140
PEDOMAN WAWANCARA
A. Identitas Informan
Nama : Syarum
Usia : 51
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Tanggal :6 April 2018
Tempat : Panti Sosial Nina Laras 3
B. Pertanyaan
1. Apa saja pelayanan yang telah Anda terima di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3?
Biasanya kalo pagi itu nyuci dulu, lalu mandi, lalu minum
obat, lalu ikut kegiatan mote, salon, terus makan, terus
berkenalan dengan teman-teman, membaca cerita, terus
menonton tv dengan teman teman
2. Kapan pertama kali Anda dipertemukan dengan pekerja
sosial?
Pas pertama datang saya ketemu bu netty sama bu intan
lalu diajak ngobrol. Saya ditanya-tanya nama, keluarga
dimana dan asal darimana
141
3. Bagaimana proses perkenalan pekerja sosial terhadap
Anda?
Saya berkenalan dengan teman teman semuanya di temani
bu intan
4. Kegiatan apa saja yang dilakukan bersama pekerja sosial
selama berada di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
3?
Banyak, kadang sama bbu netty kadang sama bu intan.
Kalo pagi di beri obat, lalu membuat mote, lalu ikut
bercakap cakap, berkenalan dengan teman teman. Setiap
Kamis atau Selasa dibawa sama Bu Intan atau Bu Netty
keluar panti. Ketemu sama kenalan sama orang-orang
terus diajak ngobrol sama cerita
5. Bagaimana hubungan Anda dengan pekerja sosial?
Bu intan baik, bu netty juga baik, saya suka diajak
mengobrol kalo lagi ketemu
6. Apakah Anda sering berkonsultasi dengan pekerja sosial?
Sering kalo ketemu suka ngobrol-ngobrol sma bu intan.
Sama bu netty juga suka cerita cerita.
7. Bagaimana penanganan yang diberikan pekerja sosial
terhadap (permasalahan yang) Anda (hadapi)?
Pertamanya dulu waktu saya datang berkenalan dengan
teman- teman dengan bu netty dengan bu intan. Ngobrol
ngobrol dengan teman teman. Ikutan kegiatan disini setiap
harinya dari pagi sampe malam. Paling kalo pagi bangun
tidur, mandi, minum obat, bikin mote, ikut salon,
142
berkenalan dengan teman, membaca cerita, membuat buku
kegiatan, jalan jalan sekitar panti, menonton tv, trus tidur.
Biasanya kalo teman teman yang udah inget rumahnya
dimana nanti dianterin pulang sama bu netty, kan setiap
hari di tanyain rumahnya dimana. Biasanya juga dianterin
sama bu ayu nanti kalo sudah ingat dimana rumahnya
8. Bagaimana peran pekerja sosial yang anda rasakan?
Bu intan setiap hari menemani kegiatan berkenalan
dengan teman teman, membat buku harian, berkenalan
dengan orang, membuat mote, salon. Bu intan menemani
kalo mau ke dokter ke rumah sakit bareng sama teman
teman naik bis. Saya suka mencuci, menyapu bersih
bersih karena enak bias punya kegiatan suka disuruh bantu
bantu nanti di kasih uang. Saya suka ngobrol cerita cerita
sama bu netty kalo lagi kegiatan, sama bu nettty juga kalo
keremu juga suka ngobrol ngobrol
143
Pedomaan Observasi
144
berjemur ke bagian lapangan yang terkena sinar
matahari pagi.
c. Wbs ada yang terlihat aktif dan juga ada yang
terlihat pasif
145
b. Pekerja sosial terlihat sangat hati hati saat
bertanya pada wbs
c. Wbs memiliki kondisi yang berbeda beda, ada
yang terlihat sudah bias aktif dan bias menjawab
pertanyaan pekerja sosial. Ada jug yang hanya
diam saat ditanya oleh pekerja sosial, atau hanya
menjawab sedikit dari pertanyaan pekerja sosial.
Ada juga yang jawabannya terlihat masih asal
menjawab.
146
lembaga rujukan, mengikutsertaan warga binaan
sosial dalam kegiatan.
a. Wbs terlihat semangat saat mengikuti kegiatan
berkenalan dengan masyarakat sekitar panti.
b. Sebagian kecil wbs terlihat masih malu malu
dalam kegiatan berkenalan dengan sekitar panti.
c. Pekerja sosial menemani dan mendampingi
dengan antusias sambil menyemangati para wbs
untuk berani berkomunikasi dengan warga
sekitar panti.
148