PENDAHULUAN
Kekerasan seksual merupakan kejahatan yang universal, kejahatan ini dapat ditemukan
diseluruh dunia, pada tiap tingkatan masyarakat, tidak memandang usia maupun jenis kelamin.
Besarnya insiden yang dilaporkan di setiap negara berbeda – beda.
1
1.2 Rumusan Masalah
2. Apa saja jenis-jenis dalam kejahatan seksual persetubuhan dan bukan persetubuhan?
4. Definisi pemerkosaan?
5. Apa saja perbedaan pada pemeriksaan forensik pada anak dengan dewasa?
1.3.1 Umum
Tujuan umum penyusunan referat ini agar tenaga medis memahami mengenai tentang
kejahatan seksual baik pada anak ataupun dewasa.
1.3.2 Khusus
2. Mengetahui apa saja jenis- jenis dalam kejahatan seksual persetubuhan dan bukan
persetubuhan
5. Mengetahui apa saja perbedaan pada pemeriksaan forensik pada anak dengan dewasa
2
8. Mengetahui bagaimana aspek hukum dan medikolegal mengenai kejahatan seksual
1.4 Manfaat
1.4.2 Pemerintah
1.4.3 Masyarakat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kejahatan seksual adalah tindakan seksual apa pun yang dilakukan seseorang pada yang
lain tanpa persetujuan dari orang tersebut. Kejahatan seksual terdiri dari penetrasi genital, oral,
atau anal oleh bagian tubuh pelaku atau oleh sebuah objek benda.
Kejahatan terhadap kesusilaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan seseorang yang
menimbulkan kepuasan seksual dan di sisi lain perbuatan tersebut mengganggu kehormatan
orang lain. Kejahatan seksual adalah kejahatan yang timbul diperoleh melalui persetubuhan
Terdapat dua macam bentuk kejahatan seksual , yaitu ringan dan berat.
4
Tindakan seksual dan kekerasan fisik , dengan atau tanpa bantuan alat yang
menimbulkan sakit,luka, atau cedera.
Senggama : selingkuh, perkosaan, wanita tidak berdaya, wanita dibawah umur, incest
Non-senggama : perbuatan cabul
Salah satu bentuk kejahatan seksual berat adalah tindak pemerkosaan. Pemerkosaan
dalam kosakata bahasa Indonesia yang berarti “menundukkan dengan kekerasan, memaksa
dengan kekerasan atau menggagahi”. Berdasarkan pengertian tersebut maka perkosaan
mempunyai makna yang luas yang tidak hanya terjadi pada hubungan seksual (sexual intercouse)
tetapi dapat terjadi dalam bentuk lain seperti pelanggaran hak asasi manusia yang lainnya.
Unsur Pelaku :
o Harus laki-laki
o Mampu melakukan persetubuhan
Unsur korban :
o Harus perempuan
o Bukan istri pelaku
Unsur Perbuatan
5
Persetubuhan dengan paksa ,pemaksaan tersebut harus dilakukan dengan menggunakan
kekerasan fisik atau ancaman kekerasan
Persetubuhan adalah masuknya penis ke dalam vagina, sebagian atau seluruhnya dengan
atau tanpa ejakulasi, setidaknya melewati vestibulum. Pencabulan adalah setiap penyerangan
sexual tanpa terjadi persetubuhan ( bukan persetubuhan )
o Sadar (conscius)
o Wajar (naturally)
o Tidak ada keraguan (unequivocal)
o Atas kemauan sendiri (voluntary)
Tanda penetrasi biasanya hanya jelas ditemukan pada korban yang masih kecil atau
belum pernah melahirkan atau multipara. Pada korban-korban ini penetrasi dapat menyababkan
terjadinya robekan selaput dara sampai ke dasar pada lokasi pukul 5 sampai 7, luka lecet, memar
sampai luka robek baik di daerah liang vagina, bibir kemaluan maupun daerah perineum. Adanya
penyakit keputihan akibat jamur Candida misalnya dapat menunjukan adanya erosi yang dapat
disalah artikan sebagai luka lecet oleh pemeriksa yang kurang berpengalaman.Tidak
ditemukannya luka-luka tersebut pada korban yang bukan multipara tidak menyingkirkan
kemungkinan adanya penetrasi.Tanda ejakulasi bukanlah tanda yang harus ditemukan pada
6
persetubuhan, meskipun adanya ejakulasi memudahkan kita secara pasti menyatakan bahwa
telah terjadi persetubuhan.Ejakulasi dibuktikan dengan pemeriksaan ada tidaknya sperma dan
komponen cairan mani.
Dengan demikian hasil dari upaya pembuktian adanya persetubuhan dipengaruhi oleh
berbagai factor antara lain :
II.7 Anamnesis
Pada korban kekerasan seksual, anamnesis harus dilakukan dengan bahasa awam yang
mudah dimengerti oleh korban.Anamnesis dapat dibagi dalam anamnesis umum dan khusus.
- Status pernikahan,
7
- Riwayat koitus (sudah pernah atau belum, riwayat koitus sebelum dan/atau setelah
kejadian kekerasan seksual, dengan siapa, penggunaan kondom atau alat kontrasepsi
lainnya),
Pada anamnesis khusus mencakup keterangan yang terkait kejadian kekerasan seksual
• What &How:
- Apakah korban sadar atau tidak pada saat atau setelah kejadian,
- Adanya pemberian minuman, makanan, atau obat oleh pelaku sebelum atau setelah
kejadian,
- Adanya ejakulasi dan apakah terjadi di luar atau di dalam vagina, penggunaan kondom,
dan tindakan yang dilakukan korban setelah kejadian, misalnya apakah korban sudah
8
• When:
- Tanggal dan jam kejadian, bandingkan dengan tanggal dan jam melapor, dan
- Apakah tindakan tersebut baru satu kali terjadi atau sudah berulang.
• Where:
- Jenis tempat kejadian (untuk mencari kemungkinan trace evidence dari tempat kejadian
• Who:
- Jumlah pelaku,
Anamnesis dilakukan autoanamnesis atau alloanamnesis. Gunakan alat bantu untuk menjalin
hubungan akrab dengan korban, seperti: boneka, alat tulis atau gambar.
Perhatikan sikap korban dan pengantar (apakah korban terlihat dikontrol atau ditekan dalam
memberikan jawaban)
Melengkapi rekam medis dan identitas dokter pemeriksa, pengantar, tanggal, tempat dan
waktu pemeriksaan serta identitas korban. Menanyakan perkembangan seks dan hubungan
seks terakhir, siklus haid terakhir dan apakah masih haid saat kejadian
9
- Adakah perubahan perilaku anak setelah mengalami trauma, seperti: mimpi buruk, susah
Apabila ditemukan amnesia, lakukan konseling atau rujuk bila memerlukan intervensi dari
psikiatri
Anamnesis diperoleh baik dari korban maupun pengantar. Anamnesis dilakukan dalam
ruangan terpisah.
Perhatikan sikap korban dan pengantar (apakah korban terlihat dikontrol atau ditekan dalam
memberikan jawaban)
Melengkapi rekam medis dan identitas dokter pemeriksa, pengantar, tanggal, tempat dan
waktu pemeriksaan serta identitas korban. Menanyakan perkembangan seks dan hubungan
seks terakhir, siklus haid terakhir dan apakah masih haid saat kejadian
- Adakah perubahan perilaku anak setelah mengalami trauma, seperti: mimpi buruk, susah
10
Apabila ditemukan amnesia, lakukan konseling atau rujuk bila memerlukan intervensi dari
psikiatri
fisik harus dilakukan secara sistematis dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.Pelaksanaan
pemeriksaan fisik juga harus memperhatikan keadaan umum korban. Apabila korban tidak sadar
atau keadaan umumnya buruk, maka pemeriksaan untuk pembuatan visum dapat ditunda dan
Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan fisik umum dan khusus, pemeriksaan umum
meliputi :
- Tanda vital
- Pada persetubuhn oral, periksa lecet, bintik perdarahan /memar pada palatum, lakukan
- Perkembangan seks sekunder (pertumbuhan mammae, rambut axilla dan rambut pubis)
- Jika pada baju ada bercak mani (kaku), bila mungkin pakaian diminta, masukkan dalam
amplop
- Tanda-tanda intoksikasi NAPZA, serta status lokalis dari luka-luka yang terdapat pada
11
Untuk mempermudah pencatatan luka-luka, dapat digunakan diagram tubuh seperti pada gambar
Pemeriksaan fisik khusus bertujuan mencari bukti-bukti fisik yang terkait dengan tindakan
- Posisi litotomi
- Periksa daerah pubis (kemaluan bagian luar), yaitu adanya perlukaan pada jaringan lunak
- Periksa luka-luka sekitar vulva, perineum dan paha (adanya perlukaan pada jaringan
- Jika ada bercak, kerok dengan skalpel dan masukkan dalam amplop
12
- Rambut pubis disisir, rambut yang lepas dimasukkan dalam amplop
- Jika ada rambut pubis yang menggumpal, gunting dan masukkan dalam amplop, cabut 3-
- Labia mayora dan minora (bibir kemaluan besar dan kecil), apakah ada perlukaan pada
- Vestibulum dan fourchette posterior (pertemuan bibir kemaluan bagian bawah), apakah
ada perlukaan;
- Hymen (selaput dara), catat bentuk, diameter ostium, elastisitas atau ketebalan, adanya
perlukaan seperti robekan, memar, lecet, atau hiperemi). Apabila ditemukan robekan
hymen, catat jumlah robekan, lokasi dan arah robekan (sesuai arah pada jarum jam,
dengan korban dalam posisi litotomi), apakah robekan mencapai dasar (insersio) atau
tidak, dan adanya perdarahan atau tanda penyembuhan pada tepi robekan;
- Vagina (liang senggama), cari perlukaan dan adanya cairan atau lendir;
- Serviks dan portio (mulut leher rahim), cari tanda-tanda pernah melahirkan dan adanya
- Daerah-daerah erogen (leher, payudara, paha, dan lain-lain), untuk mencari bercak mani
13
- Tanda kehilangan kesadaran (pemberian obat tidur / bius) needle marksindikasi
Kesulitan utama yang umumnya dihadapi oleh dokter pemeriksa adalah pemeriksaan
selaput dara.Bentuk dan karakteristik selaput dara sangat bervariasi.Pada jenis-jenis selaput dara
tertentu, adanya lipatan-lipatan dapat menyerupai robekan. Karena itu, pemeriksaan selaput dara
dilakukan dengan traksi lateral dari labia minora secara perlahan, yang diikuti dengan
penelusuran tepi selaput dara dengan lidi kapas yang kecil untuk membedakan lipatan dengan
robekan.Pada penelusuran tersebut, umumnya lipatan akan menghilang, sedangkan robekan tetap
1. Penetrasi penis ke dalam vagina dapat mengakibatkan robekan selaput dara atau bila
2. ut lendir daerah vulva dan vagina ataupun laserasi, terutama daerah posterior fourchette.
Robekan selaput dara akan bermakna jika masih baru, masih menunjukan adanya tanda
kemerahan disekitar robekan. Pada beberapa korban ada yang memiliki selaput dara yang
elastis sehingga tidak mudah robek. Pembuktian persetubuhan akan menghadapi kendala
jika : korban dengan selaput dara yang sebelumnya telah robek lama, korban diperiksa
sudah lama, korban yang memiliki selaput dara elastis, penetrasi yang tidak lengkap.
14
Gambar 2.Beragam jenis selaput dara
melakukan pencatatan dalam rekam medis, perlu dilakukan pemotretan bukti-bukti fisik yang
ditemukan. Foto-foto dapat membantu dokter membuat visum et repertum. Dengan pemotretan,
korban juga tidak perlu diperiksa terlalu lama karena foto-foto tersebut dapat membantu dokter
15
Tanda langsung
- Ditemukan sperma
- Kehamilan
Pemeriksaan dilakukan pada selaput dara, apakah ada ruptur atau tidak. Bila
ada, tentukan ruptur baru atau lama dan catat lokasi ruptur tersebut, teliti apakah
sampai ke insertio atau tidak. Tentukan besar orifisium, sebesar ujung jari
kelingking, jari telunjuk, atau dua jari. Sebagai gantinya dapat juga ditentukan
ukuran lingkaran orifisium, dengan cara ujung kelingking atau telunjuk dimasukkan
dengan hati-hati ke dalam orifisium sampai terasa tepi selaput dara menjepit ujung
jari, beri tanda pada sarung tangan dan lingkaran pada titik itu diukur. Ukuran pada
Harus diingat bahwa tidak terdapatnya robekan pada selaput dara, tidak dapat
dipastikan bahwa pada wanita tidak terjadi penetrasi; sebaliknya adanya robekan
16
pada selaput dara hanya merupakan pertanda adanya suatu benda (penis atau benda
Komponen yang terdapat di dalam ejakulat dan dapat diperiksa adalah: enzim
asam fosfatase, kolin dan spermin. Baik enzim asam fosfatase, kolin maapun
spermin bila dibandingkan dengan sperma nilai pembuktiannya lebih rendah oleh
fosfatase masih dapat diandalkan, karena kadar asam fosfatase yang terdapat dalam
vagina (berasal dari wanita itu sendiri), kadarnya jauh lebih rendah bila
dilakukan secara pasti. Sebagai konsekuensinya, dokter tidak dapat secara pasti pula
dokter harus mengatakan bahwa pada diri wanita yang diperiksanya itu tidak
memang tidak ada persetubuhan dan yang kedua persetubuhan ada tapi tanda-
17
Apabila persetubuhan telah dapat dibuktikan secara pasti maka perkiraan saat
terjadinya persetubuhan harus ditentukan; hal ini menyangkut masalah alibi yang
Dalam waktu 4-5 jam postkoital sperma di dalam liang vagina masih dapat
bergerak; sperma masih dapat ditemukan namun tidak bergerak sampai sekitar 24-
36 jam postkoital, dan masih dapat ditemukan sampai 7-8 hari bila wanita yang
ditentukan dari proses penyembuhan selaput dara yang robek. Pada umumnya
pada pakaian korban untuk menentukan adanya bercak ejakulat. Dari bercak
tersebut dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan bahwa bercak
yang telah ditemukan adalah air mani serta dapat menentukan adanya sperma.
dilakukan pemeriksaan ada tidaknya sel epitel vagina pada glans penis. Perlu juga
18
II.10.b. Pemeriksaan pakaian
sebagainya. Bercak semen tidak mempunyai arti dalam pembuktian sehingga tidak
perlu ditentukan. Darah mempunyai nilai karena kemungkinan berasal dari darah
evidence pada pakaian yang dipakai ketika terjadi persetubuhan harus diperiksa.
kepolisian atau bagian Ilmu Kedokteran Forensik, dibungkus, segel, serta dibuat
Tidak sulit untuk membuktikan adanya kekerasan pada tubuh wanita yang menjadi
korban. Dalam hal ini perlu diketahui lokasi luka-luka yang sering ditemukan, yaitu di daerah
mulut dan bibir, leher, puting susu, pergelangan tangan, pangkal paha serta di sekitar dan
Luka-luka akibat kekerasan seksual biasanya berbentuk luka lecet bekas kuku, gigitan
Sepatutnya diingat bahwa tidak semua kekerasan meninggalkan bekas atau jejak
berbentuk luka. Dengan demikian, tidak ditemukannya luka tidak berarti bahwa pada wanita
korban tidak terjadi kekerasan itulah alasan mengapa dokter harus menggunakan kalimat
tanda-tanda kekerasan di dalam setiap Visum et Repertum yang dibuat, oleh karena tidak
ditemukannya tanda-tanda kekerasan mencakup dua pengertian: pertama, memang tidak ada
19
kekerasan, dan yang kedua kekerasan terjadi namun tidak meninggalkan bekas (luka) atau
Tindakan pembiusan serta tindakan lainnya yang menyebabkan korban tidak berdaya
merupakan salah satu bentuk kekerasan. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan untuk
menentukan adanya racun atau obat-obatan yang kiranya dapat membuat wanita tersebut
pingsan; hal tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa pada setiap kasus kejahatan seksual,
II.12 Labolatorium
Pada kasus kekerasan seksual, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi
untuk mencari bukti-bukti yang terdapat pada tubuh korban.Pembuktian persetubuhan yang lain
adalah dengan memeriksa cairan mani di dalam liang vagina korban. Dari pemeriksaan cairan
Untuk menentukan adanya cairan mani dalam secret vagina perlu dideteksi adanya zat-
zat yang banyak terdapat dalam cairan mani, beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
Fosfatase asam adalah enzim yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat di dalam cairan
semen/mani dan didapatkan pada konsentrasi tertinggi di atas 400 kali dalam mani dibandingkan
yang mengalir dalam tubuh lain. Dengan menentukan secara kuantitatif aktifitas fosfatase asam
per 2 cm2 bercak, dapat ditentukan apakah bercak tersebut mani atau bukan. Aktifitas 25 U.K.A
per 1cc ekstrak yang diperoleh 1 cm2 bercak dianggap spesifik sebagai bercak mani
20
II.12.1.b Reaksi Berberio
Prinsip reaksi ini adalah menentukan adanya spermin dalam semen. Spermin yang
terkandung pada cairan mani akan beraksi dengan larutan asam pikrat jenuh membentuk kristal
spermin pikrat.Bercak diekstraksi dengan sedikit aquades. Ekstrak diletakkan pada kaca objek,
biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup.Reagen diteteskan dengan pipet di bawah kaca
penutup.
Interpretasi : hasil positif memperlihatkan adanya kristal spermin pikrat yang kekuning-
II.12.1.cReaksi Florence
Dasar reaksi adalah untuk menemukan adanya kholin. Bila terdapat bercak mani, tampak
terjadinya persetubuhan.Umumnya disepakati bahwa dalam 2-3 jam setelah persetubuhan, masih
dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina.Bila tidak ditemukan lagi, belum
21
Gambar 3. Sperma pada pemeriksaan langsung
dengan kepala sperma tampak berwarna ungu menyala dan lehernya merah muda, sedangkan
II.12.2.cPewarnaan Baecchi
Prinsip kerja nya yaitu asam fukhsin dan metilen biru merupakan zat warna dasar dengan
kromogen bermuatan positif. Asam nukleat pada kepala spermatozoa dan komponen sel tertentu
22
pada ekor membawa muatan negatif, maka akan berikatan secara kuat dengan kromogen kationik
Interpretasi : Kepala spermatozoa berwarna merah, ekor merah muda, menempel pada
serabut benang
- Menentukan adanya sel epitel vagina pada glans penis, menggunakan larutan lugol
- Dalam populasi 85% golongan sekretor yang dalam cairan tubuh (cairan mani,
keringat,liur) mengandung golongan darah. Jika bersetubuh dan ejakulasi maka golongan
- Dalam kepala sel sperma terdapat DNA inti (c-DNA) dan dalam leher sel sperma ada
meninggalkan jejak DNA pelaku. Dengan pemeriksaan DNA akan diketahui siapa dan
Dalam sistem peradilan yang dianutnegara kita, seorang hakim tidak dapat menjatuhkan
hukuman kepada seseorang terdakwa kecuali dengan sekurangnya dua alat bukti yang sah ia
merasa yakin bahwa tindak pidana itu memang telah terjadi (pasal 183 KUHAP). Sedang
yang dimaksud dengan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, dan keterangan terdakwa (pasal 184 KUHAP). Berdasarkan hal tersebut di atas,
23
maka pada suatu kasus perkosaan dan kejahatan seksual lainnya perlu diperjelas keterkaitan
antara:
Keterkaitan antara berbagai faktor inilah yang sering dijabarkan dan merupakan salah
satu hal yang dapat menimbulkan keyakinan hakim.Pada banyak kasus perkosaan keterkaitan
empat faktor ini tidak jelas atau tidak dapat ditemukan sehingga mengakibatkan tidak timbul
keyakinan pada hakim yang bermanifestasi dalam bentuk suatu hukuman yang ringan dan
sekadarnya. Beberapa hal yang dapat mengakibatkan terjadinya hal ini adalah sebagai
berikut:
Seorang korban perkosaan setelah kejadian yang memalukan tersebut umumnya akan
merasa jijik dan segera mandi atau mencuci dirinya bersih-bersih. Sprei yang mengandung
bercak mania tau darah seringkali telah dicuci dan diganti dengan sprei yang baru sebelum
penyidik tiba di TKP.Lantai yang mungkin mengandung benda bukti telah disapu dan dipel
terlebih dahulu agar “rapi” kelihatannya bila polisi datang. Ketika korban akan dibawa ke
dokter untuk diperiksa dan berobat seringkali ia mandi dan/atau mengganti pakaiannya
terlebih dahulu dengan yang baru dan masih bersih. Hal-hal semacam ini tanpa disadari akan
menyebabkan hilangnya banyak benda bukti seperti cairan/bercak mani, rambut pelaku,
darah pelaku, dan lain-lain yang diperlukan untuk pembuktian di pengadilan. Adanya
24
keterlambatan korban untuk melapor ke polisi karena perasaan malu dan ragu-ragu juga
Pengolahan TKP dan tehnik pengambilan barang bukti merupakan hal amat
seksual lainnya penyidik mencari sebanyak mungkin benda bukti yang mungkin ditinggalkan
di TKP seperti adanya sidik jari, rambut, bercak mani pada lantai, sprei atau kertas tissue di
tempat sampah, dsb. Tidak dilakukannya pencarian benda bukti, baik akibat kurangnya
data yang penting untuk pengungkapan kasus. Pada pemeriksaan terhadap tubuh korban cara
pengambilan sampel usapan vaginal yang salah juga dapat menyebabkan hasil negatif palsu.
Pada pemeriksaan persetubuhan dengan melalui anus (sodomi) pengambilan bahan usapan
dengan kapas lidi bukan dilakukan dengan pencolokan lidi ke dalam liang anus saja tetapi
harus dilakukan juga pada sela-sela lipatan anus, karena pada pengambilan pertama akan
didapatkan umumnya tinja dan bukan sperma. Adanya bercak mani pada kulit, bulu
kemaluan korban yang menggumpal atau pakaian korban, adanya rambut di sekitar bulu
kemaluan korban, adanya bercak darah atau epitel kux`lit pada kuku jari (jika korban sempat
mencakar pelaku) adanya hal-hal yang tidak boleh dilewatkan pada pemeriksaan.
tempat lain. Suatu klinik yang tidak melakukan pemeriksaan sperma sama sekali tentu tak
dapat membedakan antara robekan selaput dara atau robekan akibat benda tumpul pada
masturbasi. Klinik yang hanya dapat melakukan pemeriksaan sperma langsung saja tentu tak
25
dapat membedakan tidak adanya persetubuhan dengan persetubuhan dengan ejakulasi dari
orang yang tidak memiliki sel sperma (pasca vasektomi/ mandul tanpa sel sperma). Suatu
klinik yang hanya dapat melakukan pemeriksaan sperma dengan uji fosfatase asam saja
misalnya tentu hanya dapat menghasilkan hasil yang terbatas: ini pasti bukan sperma atau ini
mungkin sperma. Tetapi jika klinik tersebut juga melakukan pemeriksaan lain seperti uji
PAN, Berberio, Florence, pewarnaan Baechi atau Malachite green maka kesimpulan yang
dapat ditariknya adalah: pasti sperma, cairan mani tanpa sperma (pelakunya mandul tanpa sel
sperma atau sudah disterilisasi) atau pasti bukan sperma. Pemeriksaan pada kasus perkosaan
untuk pencarian pelaku dilakukan dengan pemeriksaan pada bahan rambut atau bercak
cairan mani, bercak/cairan darah atau kerokan kuku. Pemeriksaan yang dilakukan
golongan darah dan pemeriksaan sidik DNA. Pemeriksaan sidik DNA yang dilakukan pada
bahan yang berasal dari usapan vagina korban bukan saja dapat mengungkapkan pelaku
perkosaan secara pasti, tetapi juga dapat mendeteksi jumlah pelaku pada kasus perkosaan
Pemeriksaan golongan darah dengan sidik DNA atas bahan kerokan kuku (jika korban
sempat mencakar) juga dapat diggunakan untuk mencari pelakunnya. Jika hanya
pemeriksaan golongan darah yang akan dilakukan pada bahan usapan vagina, maka bahan
liur dari korban dan tersangka pelaku perlu juiga diperiksa golongan darahnya untuk
menentukan golongan sekretor atau non sekretor. Orang yang termasuk golongan sekretor
(sekitar 85% dari populasi) pada cairan tubuhnya terdapat substansi golongan
darah.Kelompok orang ini jika melakukan perkosaan akan meninggalkan cairan mani dan
golongan darahnya sekaligus pada tubuh korban. Sebaliknya orang yang termasuk golongan
26
non sekretor (15% dari populasi) jika memperkosa hanya akan meninggalkan cairan mani
saja tanpa golongan darah. Dengan demikian jika pada tubuh korban ditemukan adanya
substansi golongan darah apapun, maka yang bersangkutan tetap harus dicurigai sebagai
tidak dikenal adanya istilah-istilah sekretor dan non sekretor pada pemeriksaan DNA.Dalam
hal tersangka pelaku tertangkap basah dan belum sempat mencuci penisnya, maka secara
konvensional leher kepala penisnya dapat diusapkan ke gelas objek dan diberi uap
lugol.Adanya sel epitel vagina yang berwarna coklat dianggap merupakan bukti bahwa penis
itu ‘bersentuhan’ dengan vagina alias baru bersetubuh. Laporan terakhir pada tahun 1994,
menunjukkan bahwa gambaran epitel ini tak dapat diterima lagi sebagai bukti adanya epitel
vagina, karena epitel pria baik yang normal maupun yang sedang mengalami infeksi kencing
juga mempunyai epitel dengan gambaran yang sama. Pada saat ini bila seorang pria diduga
baru saja bersetubuh, maka kepala dan leher penisnya perlu dibilas dengan larutan NaCl.Air
cucian ini diperiksa ada tidaknya sel epitel secara mikroskopik dan jika ada maka
pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan DNA dengan metode PCR (Polymerase
Chain Reaction).
Pada saat ini akibat kelangkaan dokter forensik, maka kasus perkosaan dan kejahatan
seksual lainnya ditangani oleh dokter kebidanan atau bahkan dokter umum.Sebagai dokter
klinik yang tugasnya terutama mengobati orang sakit, maka biasanya yang menjadi prioritas
benda bukti dan cara pemeriksaannya membuat banyak bukti penting terlewatkan dan tak
terdeteksi selama pemeriksaan. Umumnya dokter kebidanan hanya memeriksa ada tidaknya
27
luka di sekitar kemaluan, karena merasa hanya daerah inilah bidang keahliannya.Akibatnya
tanda kekerasan di daerah lainnya tidak terdeteksi.Pemeriksaan toksikologi atas bahan darah
atau urin untuk deteksi kekerasan berupa membuat korban pingsan atau tidak berdaya dengan
obat-obatan umumnya tak pernah dilakukan. Pemeriksaan ada tidaknya cairan mani biasanya
hanya dilakukan dengan pemeriksaan langsung saja, sehingga adanya cairan mani tanpa
sperma tak mungkin terdeteksi. Pemeriksaan kea rah pembuktian pelaku sejauh ini boleh
dikatakan tak pernah dilakukan karena masih dianggap bukan kewajiban dokter.Dengan
demikian selama ini dasar dari tuduhan terhadap pelaku perkosaan umumnya adalah hanya
dari kesaksian korban dan pengakuan tersangka saja, padahal kedua alat bukti ini seringkali
Pada kasus-kasus semacam ini arah penyidikan harus jelas arahnya agar pengumpulan
bukti menjadi terarah dan tajam pula. Kesalahan dalam membuat tuduhan, misalnya akan
dapat membuat tersangka menjadi bebas sama sekali. Jika penyidik, jaksa serta hakim hanya
menganggap perlu mencari alat bukti berupa pengakuan terdakwa, dan mengabaikan
pembuktian secara ilmiah lewat pemeriksaan medis dan kesaksian ahli maka tentunya
1. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal
28
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu,
padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW
(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/isteri yang tercemar,dan
bila bagi mereka berlaku pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek), dalam tenggang waktu tiga
bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja da pisah ranjang karena alasan
itu juga.
(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang peradilan belum
dimulai.
(5) Jika bagi suami-isteri berlaku pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek), pengaduan tidak
diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan
Pasal 27 BW
Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang
perempuan sebagai isterinya, seorang perempuan hanya satu orang laki sebagai suaminya.
29
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan
Pada tindak pidana di atas perlu dibuktikan telah terjadi persetubuhan dan telah
terjadi paksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Dokter dapat menentukan
apakah persetubuhan telah terjadi atau tidak, apakah terdapat tanda-tanda kekerasan.
Tetapi ini tidak dapat menentukan apakah terdapat unsur paksaan pada tindak pidana ini.
Ditemukannya tanda kekerasan pada tubuh korban tidak selalu merupakan akibat
paksaan, mungkin juga disebabkan oleh hal-hal lain yang tak ada hubungannya dengan
paksaan. Demikian pula bila tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan, maka hal itu belum
merupakan bukti bahwa paksaan tidak terjadi. Pada hakekatnya dokter tak dapat
menentukan unsur paksaan yang terdapat pada tindak pidana perkosaan; sehingga ia juga
Yang berwenang untuk menentukan hal tersebut adalah hakim, karena perkosaan
adalah pengertian hukum bukan istilah medis sehingga dokter jangan menggunakan istilah
diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan
Pada tindak pidana di atas harus terbukti bahwa korban berada dalam keadaan
pingsan atau tidak berdaya. Dokter perlu mencari tahu apakah korban sadar waktu
30
persetubuhan terjadi, adakah penyakit yang diderita korban yang sewaktu-waktu dapat
mengakibatkan korban pingsan atau tidak berdaya. Jika korban mengatakan ia menjadi
pingsan, maka perlu diketahui bagaimana terjadinya pingsan itu, apakah terjadi setelah
korban diberi minuman atau makanan. Pada pemeriksaan perlu diperhatikan apakah
Jika terbukti bahwa si pelaku telah telah sengaja membuat korban pingsan atau
tidak berdaya, ia dapat dituntut telah melakukan tindak pidana perkosaan, karena dengan
Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
Kejahatan seksual yang dimaksud dalam KUHP pasal 286 adalah pelaku tidak
melakukan upaya apapun; pingsan atau tidak berdayanya korban bukan diakibatkan oleh
diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umumnya belum lima belas tahun, atau
kalau umurnya tidak ternyata, bahwa mampu dikawin, diancam pidana penjara paling
31
(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita didalam perkawinan, yang diketahui
atau sepatutnya harus diduga bahwa belum mampu dikawin, diancam, apabila perbuatan
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama
delapan tahun
(3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Jika
suami melakukan pemaksaan seksual terhadap istri, maka tidak termasuk dalam hukum
undang-undang perkosaan, tetapi termasuk dalam kekerasan dalam rumah tangga seperti
Pasal 5
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam
a. kekerasan fisik
b. kekerasan psikis
c. kekerasan seksual
Dengan demikian dari Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter diharapkan
dapat membuktikan bahwa korban memang belum pantas dikawin, memang terdapat
32
tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda kekerasan dan dapat menjelaskan perihal sebab
kematiannya.
timbul permasalahan bagi dokter karena penentuan tersebut mencakup dua pengertian,
yaitu pengertian secara biologis dan pengertian menurut undang-undang. Secara biologis
seorang perempuan dikatakan mampu untuk dikawin bila ia telah siap untuk dapat
memberikan keturunan, dimana hal ini dapat diketahui dari menstruasi, apakah ia belum
perkawinan, maka batas umur termuda bagi seorang perempuan yang diperkenankan
dapat menentukan berapa umur dari perempuan yang diduga merupakan korban seperti
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 (“UU Perlindungan Anak”) yang
berkaitan dengan tindak pidana kesusilaan yaitu antara lain Pasal 76D (persetubuhan dengan
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak
33
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,
Hukuman dari perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76D
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang
yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang
tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidanannya
ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Selain Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3
(sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana
(5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan
korban lebih dari 1 (satu) orang mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit
menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia,
34
pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh)
(6) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan
ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku
(7) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai
Diantara pasal 81 dan Pasal 82 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 81A yang berbunyi
sebagai berikut:
(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) dikenakan untuk jangka
waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana
pokok.
(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan
secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum, sosial, dan kesehatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan rehabilitasi diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
35
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang
tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah
1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dari rumusan Pasal 76D dan Pasal 76E, Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang
Perlindungan Anak diatas, terlihat bahwa tidak ada keharusan bagi delik ini untuk
dilaporkan oleh korbannnya. Dengan demikian, delik persetubuhan dengan anak dan
pencabulan terhadap anak merupakan delik biasa, bukan delik aduan. Delik biasa dapat
angkatnya, anak dibawah pengawasannya, yang belum dewasa, atau dengan orang yang
kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur,
36
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Kekerasan seksual merupakan kejahatan yang universal. Kejahatan ini dapat ditemukan
diseluruh dunia, pada tiap tingkatan masyarakat dan tidak memandang usia .
Komponen penting dari pengungkapan kasus kejahatan seksual adalah visum et repertum
yang dibuat oleh dokter. Visum et repertum memuat tentang hasil pemeriksaan medis mengenai
bukti-bukti kekerasan seksual yang terdapat pada tubuh korban berserta interpretasinya, adanya
tanda-tanda persetubuhan sehingga dapat membantu membuat terang perkara bagi aparat
penegak hukum.
Pemeriksaan forensik pada kasus kejahatan seksual meliputi anamnesis mengenai kronologi
kejadian, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan fisik khusus untuk mencari bukti-bukti fisik
korban anak dan dewasa dilakukan dengan pendekatan yang berbeda. Posisi pemeriksaan
forensik sera temuan pemeriksaan hymennya pada korban dewasa dan anak juga berbeda.
Pembuktian persetubuhan dilakukan dengan dua cara yaitu membuktikan adanya penetrasi
(penis) kedalam vagina dan atau anus/oral dan membuktikan adanya ejakulasi atau adanya air
mani didalam vagina/anus. Dari pemeriksaan cairan mani akan diperiksa sel spermatozoa dan
Untuk menentukan adanya cairan mani dalam secret vagina perlu dideteksi adanya zat-zat
yang banyak terdapat dalam cairan mani, beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
membuktikan hal tersebut adalah pemeriksaan dengan reaksi fosfatase asam, reaksi berberio,
reaksi Florence.
37
Pemeriksaan untuk spermatozoa dapat dilakukan dengan pemeriksaan langsung maupun
III.2 Saran
Masyarakat
o Agar lebih waspada terhadap banyaknya kasus kejahatan seksual
o Setelah mengalami kejahatan seksual, hendaknya segera melapor ke pihak berwenang
agar dokter yang memeriksa dapat menemukan bukti sebanyak - banyaknya
Kedokteran forensik
o Agar selain mengobati korban kejahatan seksual juga mengetahui prinsip – prinsip
pengumpulan benda bukti dan cara pemeriksaannya agar tidak membuat bnayak bukti
penting terlewatkan dan tak terdeteksi selama pemeriksaan
o Lebih teliti dalam melakuakn identifikasi temuan klinis dalam kasus kejahatan
seksual
o Akan lebih baik bila dalam kasus kejahatan seksual dapat dilengkapi dengan visum
yang melibatkan psikiater dan psikolog yang dapat menelaah salah satu gejala jangka
panjang seperti post traumatic stress disorder atau post traumatic rape síndrome.
Keterlibatan psikiater atau relawan pendamping ( umumnya psikolog, sosiolog, atau
sarjana keperawatan) sebagai “lingkaran dalam” korban kareba berkesempatan
menangkap akutualitas penderitaan korban.
Pemerintah dan pihak kepolisian
o Lebih intensif dalam memberantas kasus perkosaan dengan tujuan menurunnya kasus
kejahatan seksual
38
Daftar Pustaka
Aziz AR. Perempuan Korban di Ranah Domestik. Disitasi tanggal 6 November 2007 dari
http://www.nusantara.co.id (diakses tanggal 25 Juli 2016)
Budiyanto. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Indonesia,
1997.
Burgess AW, Marchetti CH. Contemporary issues. In: Hazelwood RR, Burgess AW, editors.
Practical aspects of rape investigation: A multidisiplinary approach. 4th ed. Boca Raton (FL):
CRC Press; 2009. h. 3-23.
Dahlan S. Ilmu kedokteran forensik. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2004:
h.130-131.
Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Jakarta : Binarupa aksara, 2004.
Komnas Perempuan. Kekerasan seksual: Kenali dan tangani. Komnas Perempuan; 2011.h. 1-5.
Moeljatno. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Jakarta:Bumi Aksara. 2003.h. 106.
39