Anda di halaman 1dari 8

BIOAKTIVITAS MINYAK ATSIRI UMBI LAPIS BAWANG MERAH Allium cepa L.

LOKAL ASAL BIMA TERHADAP BAKTERI Streptococcus mutans


PENYEBAB KARIES GIGI

St. Hatijah1, Dirayah Rauf Husain1, dan Sartini2


1
Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Hasanuddin
2
Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin
Email: st.hatijah@gmail.com

ABSTRAK
Salah satu rempah-rempah di Indonesia yang paling umum digunakan sebagai bumbu
masak dan obat tradisional adalah bawang merah Allium cepa L. yang mengandung minyak
atsiri yang bersifat antimikroba. Telah dilakukan penelitian tentang bioaktivitas minyak atsiri
umbi lapis bawang merah Allium cepa L. lokal asal Bima terhadap bakteri Streptococcus
mutans penyebab karies gigi yang bertujuan untuk mengetahui bioaktivitas minyak atsiri
terhadap Streptococcus mutans. Minyak atsiri yang diperoleh dari hasil destilasi uap umbi
lapis bawang merah Allium cepa L. memiliki rendemen 0,2% b/v. Uji Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) berdasarkan tingkat kekeruhannya pada medium Brain Heart Infusion
Broth (BHIB) terdapat pada konsentrasi 1,25%. Uji daya hambat dilakukan dengan metode
difusi agar menggunakan cup-plate technique dengan empat variasi konsentrasi minyak atsiri
yaitu 2,5%, 5%, 10% dan 20% b/v pada medium Glukosa Nutrient Agar (GNA) yang
diinkubasi selama 2 x 24 jam. Sebagai kontrol positif digunakan antibakteri yakni Povidone
Iodine 1% dan kontrol negatif yaitu Dimetil sulfoksida (DMSO). Minyak atsiri mengandung
senyawa sulfida yang bersifat bakterisida terhadap Streptococcus mutans dengan diameter
hambat terbesar 23,75-24,65 mm pada konsentrasi 20% dan diameter hambat terkecil 21,90-
21,95 mm pada konsentrasi 2,5%.
Kata Kunci : Bioaktivitas, Bawang merah Allium cepa L., Streptococcus mutans, Karies
gigi, Bakterisida.

ABSTRACT
One of the spices in Indonesia that commonly used as a spice in cooking and
traditional medicine is the shallot Allium cepa L. which contains volatile oils that are
antimikrobial. The research has done about volatile oils bioactivity of the local shallot Allium
cepa L. bulbs from Bima to bacteria Streptococcus mutans as a cause of dental caries, which
the aim was to determine the bioactivity of volatile oils to Streptococcus mutans. Volatile oils
that obtained by steam distillation of shallot Allium cepa L. bulbs has a yield of 0,2% w/v.
Minimum Inhibition Concentration (MIC) test based on the level of turbidity on the Brain
Heart Infusion Broth medium (BHIB), obtain in consentration 1,25%. Inhibition test did by
agar diffusion method using cup-plate technique with four variation of volatile oils
concentration, which are 2,5%, 5%, 10% and 20% w/v, in Glucose Nutrient medium (GNA)
medium that incubated for 2 x 24 hours. As a positive control used antibacterial, namely
Povidone Iodine 1% and Dimethyl Sulfoxide (DMSO) as a negative control. Volatile oils of
shallot Allium cepa L. bulbs, contain sulfides that are antimicrobial, which is bactericida to
Streptococcus mutans, with the greates inhibitory diameter is 23.75 to 24.65 mm in
concentration 20% and the smallest inhibitory diameter is 21.90 to 21.95 mm in
concentration 2.5%.
Keyword : Bioactivity, Shallot Allium cepa L., Streptococcus mutans, Dental caries,
Bacterisida.

1
PENDAHULUAN Menurut Anand et.al (2008), karies
gigi dikenal sebagai gigi berlubang atau
Indonesia kaya akan tumbuh-
rusaknya struktur gigi yang merupakan
tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai
salah satu penyakit mulut yang umum
obat berbasis alternatif atau obat herbal.
terjadi. Penyebab terjadinya karies gigi
Salah satu jenis tumbuhan yang memiliki
disebabkan oleh beberapa faktor
potensi sebagai obat herbal adalah bawang
diantaranya aktivitas mikroorganisme,
merah Allium cepa L. yang banyak memiliki
karbohidrat dan saliva (Tarigan, 1995).
varietas di Indonesia, di antaranya varietas
Dalam pembentukan karies gigi,
Bima yang berasal dari Bima. Menurut
penyebab utama karies adalah bakteri yang
Setijo (2003), bawang merah Allium cepa L.
terdapat di rongga mulut. Menurut Forssten
varietas Bima memiliki keunggulan antara
et. al (2010), bakteri tersebut adalah
lain warna umbi merah muda, bentuk biji
Streptococcus mutans yang merupakan
bulat gepeng, bentuk umbi lonjong bulat,
bakteri gram positif, bersifat non-motil
potensi hasil umbi 9,9 t/ha, dan cukup tahan
(tidak bergerak), dan merupakan ba kteri
terhadap penyakit busuk umbi.
Bawang merah Allium cepa L. patogen. Bakteri Streptococcus mutans
merupakan salah satu jenis komoditas yang mampu tumbuh dalam keadaan asam dan
mempunyai arti penting bagi masyarakat, dapat menempel pada permukaan gigi
baik dilihat dari nilai ekonomisnya maupun karena kemampuannya membuat
kandungan gizinya. Bawang merah Allium polisakarida ekstra sel. Polisakarida ini
cepa L. digemari karena karakteristik rasa terdiri dari polimer glukosa yang
dan aromanya yang khas. Aroma bawang menyebabkan matriks plak mempunyai
merah Allium cepa L. disebabkan karena konsistensi seperti gelatin, akibatnya bakteri
aktivitas enzim allinase. Aroma ini akan terbantu untuk melekat pada gigi serta
tercium apabila jaringan tanaman rusak saling melekat satu sama lain. Plak makin
karena enzim allinase akan mengubah lama makin tebal, sehingga akan
senyawa s-alkil sistein sulfoksida yang menghambat fungsi saliva sebagai
mengandung belerang. Umbi bawang merah antibakteri (Kidd dan Bechal, 1991).
Allium cepa L. juga mengandung allisin, Penelitian sebelumnya dilakukan
flavonol, kuersetin, dan kuersetin glikosida oleh Indrawati (2009) terhadap ekstrak umbi
yang bersifat antibakteri, anticendawan, lapis bawang merah Allium cepa L. yakni
antikoagulan serta menunjukkan aktivitas ekstrak minyak atsiri, ekstrak etanol, dan
enzim antikanker (Rubatzky dan ekstrak air pada berbagai konsentrasi (80%,
Yamaguchi, 1998). Menurut Rukmana 40%, 20%, dan 10%) . Hasil
(1994) dalam Ambarwati dan Yudono penelitiannya menunjukkan bahwa ekstrak
(2003), bawang merah Allium cepa L. minyak atsiri dengan konsentrasi 40%
mengandung senyawa allin dan allisin yang memiliki daya hambat yang lebih baik
bersifat bakterisida. Pendapat yang sama terhadap bakteri Streptococcus mutans
dari Wibowo (2009), mengatakan bahwa dengan diameter zona hambat 23,5 mm,
bawang merah Allium cepa L. mengandung sedangkan dengan ektrak etanol diperoleh
senyawa allicin dan minyak atsiri yang diameter zona hambat hanya 9 mm dan
bersifat bakterisida dan fungisida terhadap untuk ekstrak air zona hambat hanya
bakteri dan cendawan. Bahan aktif minyak sampai pada 7 mm. Hasil penelitian
atsiri terdiri dari sikloaliin, metilaliin, Indrawati cukup baik tetapi konsentrasi
kaemferol, kuersetin, dan floroglusin yang digunakan terlalu tinggi untuk
(Muhlizah dan Hening, 2000). Minyak atsiri diaplikasikan.
ini mampu membunuh atau menghambat Berdasarkan uraian di atas, maka
pertumbuhan bakteri yang terdapat di dilakukan pengujian bioaktivitas minyak
rongga mulut penyebab karies pada gigi. atsiri umbi lapis bawang merah Allium cepa
L. yang berasal dari Bima terhadap

2
Streptococcus mutans penyebab karies pada dan dilakukan evaporasi dengan suhu 40 oC
gigi. Konsentrasi yang digunakan yakni untuk menguapkan kloroform. Kemudian
20%, 10%, 5%, dan 2,5% . yang tertinggal hanyalah minyak atsiri
Penelitian ini secara umum bertujuan murni.
untuk mengetahui bioaktivitas minyak atsiri Penentuan konsentrasi hambat
umbi lapis bawang merah Allium cepa L. minimal (KHM) minyak atsiri umbi lapis
lokal asal Bima dalam menghambat bakteri bawang merah Allium cepa L. terhadap S.
Streptococcus mutans penyebab karies gigi mutans diawali dengan membuat minyak
yang ditunjukkan oleh pembentukan zona atsiri dalam beberapa konsentrasi yaitu
bening pada media bakteri uji. Selain itu, 2,5%, 5%, 10%, dan 20% . Minyak
penelitian ini dapat memberikan informasi atsiri umbi bawang merah Allium cepa L.
baru tentang potensi minyak atsiri yang yang diperoleh sebanyak 2 ml ditambahkan
dikandung oleh umbi lapis bawang merah Na-CMC 0,5% (Natrium Carboxyl Metil
Allium cepa L. sebagai bahan obat berbasis Celulosa) sebanyak 0,01 gr agar minyak
senyawa alami terhadap penyakit karies gigi atsiri dapat teremulsi dengan DMSO.
yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus Kemudian dibuat empat variasi konsentrasi
mutans. yaitu 2,5%, 5%, 10%, dan 20% dengan
stock 5 ml. Konsentrasi 20 % dibuat dengan
METODE PENELITIAN memasukkan 1 ml minyak atsiri dalam
tabung reaksi kemudian disuspensikan
Penelitian ini menggunakan alat-alat
dalam 4 ml DMSO. Selanjutnya konsentrasi
yang pada umumnya digunakan dalam
10% dengan 0,5 ml minyak atsiri
laboratorium mikrobiologi, dan bahan yang
disuspensikan dalam 4,5 DMSO,
digunakan yaitu benih bawang merah
konsentrasi 5% dengan 0,25 ml minyak
Allium cepa L. kultivar Bima yang berasal
atsiri disuspensikan dalam 4,75 ml DMSO,
dari Kabupaten Bima. Jenis penelitian ini
dan 2,5% dengan 0,125 ml minyak atsiri
adalah eksperimental laboratories, dan
disuspensikan dalam 4,875ml DMSO
dilakukan di dua tempat yakni : Balai Besar
kemudian dihomogenkan. Dalam uji KHM,
Laboratorium Kesehatan Makassar untuk
media yang digunakan adalah media Brain
proses ekstraksi minyak atsiri dari Bawang
Heart Infusion Broth (BHIB). Media BHIB
merah Allium cepa L. dan laboratorium
dimasukkan ke dalam 8 tabung reaksi
Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran,
masing-masing sebanyak 2 ml kemudian
Universitas Hasanuddin, Makassar untuk
dimasukkan 0,2 µm bakteri Streptococcus
untuk menentukan konsentrasi hambat
mutans. Selanjutnya 4 tabung reaksi
minimal (KHM) dan uji bioaktivitas minyak
ditambahkan minyak atsiri dari berbagai
atsiri terhadap bakteri Streptococcus
konsentrasi masing-masing sebanyak 2
mutans.
ml, 2 tabung reaksi ditambahkan Povidone
Proses ekstraksi minyak atsiri dari
Iodine 1% dan DMSO masing-masing
umbi lapis bawang merah Allium cepa L.
sebanyak 2 ml, dan 1 tabung reaksi tidak
dilakukan dengan menggunakan Metode
diberi perlakuan yakni sebagai Kontrol.
yang digunakan dalam ekstraksi umbi lapis
Kemudian dilakukan inkubasi selama
adalah metode destilasi uap, dimana umbi
24 jam dan dilihat tingkat kekeruhannya.
lapis bawang merah Allium cepa L. yang
Catatan : Konsentrasi minyak atsiri yang dibuat
telah diolah di masukkan ke dalam labu adalah 2,5%, 5%, 10%, dan 20%. Ketika
destilasi dan ditambahkan aquadest minyak atsiri dimasukkan kedalam tabung
kemudian dipanaskan pada suhu 100oC. reaksi sebanyak 2 ml yang berisi 2 ml media
Hasil destilat berupa minyak atsiri dan air BHIB maka terjadi perbandingan 1 : 1, artinya
kemudian ditambahkan kloroform agar masing-masing konsentrasi minyak atsiri yang
terbentuk dua fase yakni air dan kloroform digunakan berkurang menjadi 1,25%, 2,5%, 5%,
yang mengikat minyak. Air dikeluarkan dari dan 10%.
labu ukur menggunakan corong pemisah
3
Selanjutnya dibuat medium Nutrient – 45oC dituang secara aseptis ke dalam
Agar (NA), dimana 2,3 gr NA sintetik yang cawan petri sebanyak 20 ml dan dibiarkan
dilarutkan dalam 100 ml aquades memadat pada suhu 37 0C sebagai lapisan
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Medium dasar atau “based layer”.
ini kemudian dipanaskan sampai seluruh Setelah lapisan “based layer”
bahan larut, selanjutnya dimasukkan ke memadat, kemudian dimasukkan suspensi
dalam tabung reaksi dan disterilkan dalam bakteri uji sebanyak 1 ml ke dalam 20 ml
autoklaf selama 15 menit pada temperatur medium Glucosa Nutrient Agar (GNA),
121° C. setelah itu, dibuat medium Brain dihomogenkan dan dituang di atas lapisan
Heart Infusion Broth (BHIB), dimana 3,7 gr “based layer” dan dibiarkan memadat
BHI sintetik dimasukkan ke dalam sebagai lapisan pembenihan atau “seed
Erlenmeyer dan dilaruatkan dalam 100 ml layer”. Setelah seed layer memadat, ke
aquades, diaduk hingga merata. Selanjutnya 6 buah pencadang dilepas menggunakan
disterilkan di dalam autoklaf pada suhu pinset steril hingga membentuk sumur.
121oC dengan tekanan 2 atm selama ± 15 Minyak atsiri dengan berbagai variasi
menit. Larutan dijaga pada kondisi pH 7,4. konsentrasi yakni 20%, 10%, 5%, 2,5%
Media cair ini kemudian ditempatkan dalam bersama larutan kontrol positif yaitu
tabung reaksi kecil. Povidone Iodine 1% dan larutan kontrol
Metode yang digunakan untuk uji negatif yaitu DMSO (Dimetil sulfoksida)
bioaktivitas minyak atsiri umbi lapis dituang ke dalam sumur tersebut masing-
bawang merah Allium cepa L. terhadap masing sebanyak 25 µm. Cawan petri diberi
bakteri Streptococcus mutans adalah metode label untuk membedakan sampel yang diuji.
difusi agar menggunakan Cup-plate Selanjutnya diinkubasi selama 24 - 48 jam
technique, metode tersebut dibuat sumur pada suhu 37 oC. Pengukuran zona hambat
pada media agar yang telah diberi dilakukan dengan memperhatikan zona
mikroorganisme dan pada sumur tersebut bening yang terbentuk di sekitar sumur.
diberi agen antimikroba yang akan diuji. Uji Zona bening tersebut diukur dengan
bioaktivitas dilakukan dengan cara menggunakan jangka sorong atau penggaris
mengambil semua konsentrasi di atas KHM, (millimeter) untuk mengetahui diameter
kontrol positif, dan kontrol negatif. Adapun zona bening atau zona hambat antibakteri
medium yang digunakan dalam uji setelah masa inkubasi 24 jam dan 48 jam.
bioaktivitas adalah medium GNA (Glucosa Hal ini bertujuan untuk melihat kemampuan
Nutrient Agar), dimana 5,75 gr NA sintetik senyawa bioaktif minyak atsiri umbi lapis
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan bawang merah Allium cepa L. dalam
ditambahkan glukosa sebanyak 1 gr. Setelah menghambat pertumbuhan bakteri
itu dilarutkan dengan aquades sebanyak 250 Streptococcus mutans.
ml kemudian dipanaskan hingga larut. Hasil pengukuran yang diperoleh
Setelah bahan larut, pH medium diukur ditabulasi dan dianalisis dengan cara
hingga 7,0. Selanjutnya disterilkan di dalam membandingkan diameter zona hambat
autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 2 yang terbentuk dari semua konsentrasi.
atm selama ± 15 menit. Medium ini Selanjutnya, dilakukan penambahan waktu
kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri inkubasi 1 x 24 jam untuk mengetahui
steril dan dibuat menjadi 2 lapisan dengan bioaktivitas dari minyak atsiri umbi lapis
ketebalan yang hampir sama (± 0,5 cm). bawang merah Allium cepa L. lokal asal
sebelum lapisan pertama dituang ke dalam Bima terhadap bakteri Streptococcus
cawan petri, terlebih dahulu diletakkan 6 mutans penyebab karies gigi.
pencadang steril (berdiameter dalam 6 mm,
diameter luar 8 mm, dan tinggi 10 mm) HASIL DAN PEMBAHASAN
pada cawan petri. Setelah itu, medium GNA
Hasil ekstraksi umbi lapis bawang
steril yang telah dipanaskan pada suhu 40oC
merah Allium cepa L. menggunakan metode
4
destilasi uap diperoleh 2 ml minyak atsiri Keterangan :
dari 830 gr berat kering, dan memiliki A. Kontrol
B. Kontrol Positif (Povidone Iodine 1%)
rendemen 0,2%. C. Kontrol Negatif (DMSO)
Dalam uji Konsentrasi Hambat D. Konsentrasi 1,25%
Minimum (KHM) minyak atsiri umbi lapis E. Konsentrasi 2,5%
bawang merah Allium cepa L. lokal asal F. Konsentrasi 5%
Bima terhadap Streptococcus mutans yang G. Konsentrasi 10%
telah dibuat dalam konsentrasi 1,25%, 2,5%,
5%, dan 10% b/v. Sebagai pembanding Konsentrasi Hambat Minimum
digunakan antibiotik yakni Povidone Iodine (KHM) yang diperoleh kemudian
1% sebagai kontrol positif dan dimetil dilanjutkan uji daya hambat dengan metode
sulfoksida (DMSO) sebagai kontrol negatif. difusi agar menggunakan cup-plate
Media yang digunakan dalam uji KHM technique atau metode sumur yang
adalah BHIB (Brain Heart Infusion Broth) merupakan modifikasi dari metode
yang merupakan media yang sangat bergizi pencadang dengan menggunakan
untuk mendukung pertumbuhan bakteri konsentrasi 2,5%, 5%, 10% dan 20% b/v.
coccus yang bersifat anaerob seperti Dalam uji bioaktivitas minyak atsiri
Streptococcos mutans. Menurut Resenow umbi lapis bawang merah Allium cepa L.
(1919), media BHIB merupakan media yang lokal asal Bima terhadap bakteri
baik digunakan untuk membudidayakan Streptococcus mutans digunakan empat
jenis bakteri yang bersifat patogen dan konsentrasi dengan mengambil diatas KHM
anerob. (1,25%) yakni 2,5%, 5%, 10%, dan 20%
Berdasarkan tingkat kekeruhan yang b/v. Sebagai kontrol positif yakni Povidone
terjadi pada tabung reaksi yang berisi Iodine 1% dan Dimetil Sulfoksida (DMSO)
medium Brain Heart Infusion Broth sebagai kontrol negatif. Media yang
(BHIB), hasil uji konsentrasi hambat digunakan adalah Glukosa Nutrient Agar
minimum (KHM) minyak atsiri terhadap (GNA) yang merupakan media yang kaya
bakteri Streptococus mutans yaitu 1,25%. akan karbohidrat (glukosa) yang sangat
Hal ini disebabkan minyak atsiri 1,25% cocok untuk pertumbuhan bakteri jenis S.
merupakan konsentrasi terkecil yang masih mutans yang kemampuannya mengubah
dapat menghambat pertumbuhan glukosa menjadi sukrosa. Hasil pengamatan
Streptococcus mutans yang ditandai dengan uji daya hambat setelah inkubasi 24 jam dan
warna jernih pada tabung reaksi. Penentuan 48 jam pada suhu 37oC dapat dilihat pada
KHM dapat dilihat pada (Gambar 18.) (Gambar 19.).
Ulangan I

Gambar 19. Hasil Uji Bioaktivitas Minyak Atsiri


Umbi Lapis Bawang Merah Allium cepa L.
Lokal Asal Bima Terhadap Bakteri
Gambar 18. Uji Konsentrasi Hambat Minimum Streptococcus mutans dengan Konsentrasi
(KHM) Minyak Atsiri Umbi Lapis Bawang A(2,5%);B(5%); C(10%); D(20%);
Merah Allium cepa L. Lokal Asal Bima E(Kontrol Positif (Povidone Iodine 1%);
Terhadap Bakteri Streptococcus mutans Dan F(Kontrol Negatif (DMSO) Pada
Penyebab Karies Gigi Ulangan I Setelah Inkubasi 24 Jam (A) Dan
48 Jam (B).

5
Pada (Gambar 19) yakni ulangan I, Keterangan :
dimana setiap konsentrasi membentuk Kontrol Positif : Povidone Iodine 1%
Kontrol Negatif : Dimetil Sulfoksida (DMSO)
daerah zona hambat yang diameternya Diameter Pencadang : 8 mm
relatif hampir sama. Hal ini juga terjadi
pada ulangan II yang dapat dilihat pada Hasil pengukuran (Tabel 3)
(Gambar 20). memerlihatkan bahwa setiap konsentrasi
Ulangan II
minyak atsiri umbi lapis bawang merah
Allium cepa L. memiliki ukuran diameter
zona hambat yang berbeda-beda. Terjadinya
perbedaan diameter zona hambat seiring
dengan meningkatnya konsentrasi minyak
atsiri umbi lapis bawang merah Allium
cepa L. yang digunakan, dimana semakin
besar konsentrasi yang digunakan maka
semakin luas zona inhibisi yang terbentuk.
Gambar 20. Hasil Uji Bioaktivitas Minyak Atsiri Hal ini sesuai dengan pendapat Pelzcar and
Umbi Lapis Bawang Merah Allium cepa L. Chan (1988) bahwa semakin tinggi
Lokal Asal Bima Terhadap Bakteri
konsentrasi suatu bahan antibakteri maka
Streptococcus mutans dengan Konsentrasi
A(2,5%); B(5%); C(10%); D(20%); aktivitas antibakterinya akan semakin kuat
E(Kontrol Positif (Povidone Iodine 1%); Dan pula. Adapun rata-rata diameter zona
F(Kontrol Negatif (DMSO) Pada Ulangan II hambat yang terbentuk pada ulangan I dan
Setelah Inkubasi 24 Jam (A) Dan 48 Jam (B). ulangan II setelah inkubasi 24 jam dan 48
jam adalah 21,95 mm menjadi 21,9 mm
Pada (Gambar 19 dan 20) terlihat pada konsentrasi 2,5%, 22,95 mm tetap
adanya zona bening yang terbentuk di 22,95 mm pada konsentrasi 5%, 23,3 mm
sekitar sumur pada media baik yang berisi menjadi 23,55 mm pada konsetrasi 10%,
berbagai konsentrasi minyak atsiri umbi dan 23,75 mm menjadi 24,65 mm pada
lapis bawang merah Allium cepa L. maupun konsentrasi 20%. Adanya penurunan
yang berisi Povidone Iodine 1% (kontrol diameter zona bening yang terjadi pada
positif) terkecuali DMSO karena merupakan hasil pengukuran tidak terlihat pada
kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa (Gambar 19 dan 20.) dimana tidak terjadi
minyak atsiri umbi lapis bawang merah pertumbuhan koloni bakteri pada daerah
Allium cepa L. mampu menghambat zona bening, kemungkinan cara pengukuran
pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. yang kurang akurat sehingga dapat
Adapun hasil pengukuran diameter zona dikatakan bahwa sifat antibakteri dari
bening setelah masa inkubasi 24 jam dan 48 minyak atsiri umbi lapis bawang merah
jam pada ulangan I dan II dapat dilihat pada Allium cepa L. terhadap Streptococcus
tabel 3. mutans bersifat bakterisidal. Apabila
Tabel 3. Diameter Zona Hambat Minyak Atsiri penurunan diameter zona hambat terjadi, hal
Umbi Lapis Bawang Merah Allium cepa L. ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni
Lokal Asal Bima Terhadap Bakteri berkurangnya zat aktif yang terdapat pada
Streptococcus mutans Penyebab Karies Gigi. minyak atsiri umbi lapis bawang merah
Allium cepa L., tidak mampu lagi berdifusi
dengan media, pH lingkungan, komponen
media, ukuran inokulum, waktu inkubasi,
dan aktivitas mikroorganisme (Brooks et.al.,
2005). Menurut Maleki et al. (2008),
konsentrasi ekstrak yang terlalu pekat
menyebabkan ekstrak sulit berdifusi secara
maksimal ke dalam medium yang

6
mengandung inokulum. Hal ini tampak jelas tidak sempurna. Hal ini juga dipengaruhi
terlihat pada diagram berikut (Gambar 21). oleh kemampuan biologis dari bakteri
Streptococcus mutans yang mampu
merespon bahan antibakteri sehingga
struktur dinding sel dari bakteri gram positif
yang tersusun dari lapisan peptidoglikan
yang relatif tebal dapat mengganggu
permeabilitas membran dan proses
transportasi. Hal ini mengakibatkan
hilangnya kation dan makromolekul dari sel
sehingga pertumbuhan sel akan terganggu
atau mati.
Penelitian ini juga menggunakan
Povidone Iodine 1% sebagai kontrol positif
dan Dimetil Sulfoksida (DMSO) sebagai
Gambar 21. Diagram Zona Hambat Minyak Atsiri kontrol negatif. DMSO merupakan salah
Umbi Lapis Bawang Merah Allium cepa L. satu pelarut yang dapat melarutkan hampir
Lokal Asal Bima Terhadap Bakteri semua senyawa baik polar maupun non
Streptococcus mutans Pada Masa Inkubasi 24 polar. Selain itu, DMSO tidak memberikan
Jam Dan 48 Jam. daya hambat terhadap bakteri (Handayani
dkk., 2012). Dalam uji daya hambat,
Hasil tabel dan diagram terlihat jelas Povidone Iodine 1% digunakan sebagai
bahwa efektivitas minyak atsiri umbi lapis kontrol positif karena pada penelitian M A
bawang merah Allium cepa L. sangat Domingo dkk, penggunaan 1% Povidone
dipengaruhi oleh besar kecilnya konsentrasi Iodine digunakan sebagai obat kumur pra-
minyak atsiri umbi lapis bawang merah prosedural memiliki efek bakterisidal yang
Allium cepa L. yang digunakan. Sifat dapat menurunkan mikroorganisme hidup
efektivitas dari minyak atsiri umbi lapis dalam saliva (Andini, 2012). Hasil uji daya
bawang merah Allium cepa L. disebabkan hambat pada kontrol positif memiliki
karena adanya zat aktif yang bersifat diameter zona hambat terkecil diantara
antimikroba yang terkandung oleh minyak berbagai konsentrasi minyak atsiri umbi
atsiri. Minyak atsiri umbi lapis bawang lapis bawang merah Allium cepa L., dimana
merah Allium cepa L. lokal asal Bima Povidone Iodine 1% memiliki diameter
memiliki senyawa kimia yakni heksil zona hambat rata-rata 18,45 mm – 18,8 mm,
sulfida, metil propil sulfida, metil propel meskipun kontrol positif memiliki diameter
disulfida, etil isopropil disulfida, etil propil zona hambat terkecil tetapi tidak berarti
disulfida, dipropil disulfida, dipropil Povidone Iodine 1% yang bersifat sebagai
trisulfida, triolana, dimetil tiopen, etil antibiotik tidak efektif dalam menghambat
isopropil sulfon, heksil furanon, metil atau membunuh bakteri Streptococcus
furanon dan propane bersifat antibakteri mutans. Hal ini sesuai dengan pendapat
yang mampu merusak dinding sel, merusak Cappuccino dan Sherman (1978) bahwa
membran sitoplasma, mendenaturasi protein suatu antibiotik dapat dinilai efektif untuk
sel dan menghambat kerja enzim dalam sel menghambat pertumbuhan bakteri apabila
(Yuhana et.al., 2008). Hasil penelitian ini diameter hambatan yang ditunjukkan adalah
juga sesuai dengan penelitian Indrawati ≥14.
(2009), dimana minyak atsiri dapat
menghambat atau mematikan pertumbuhan
bakteri dengan mengganggu proses
terbentuknya membran atau dinding sel
sehingga tidak terbentuk atau terbentuk

7
KESIMPULAN DAN SARAN Idrawati, Ida. 2009. Potensi Ekstrak Air,
Ekstrak Etanol Dan Minyak Atsiri
Kesimpulan
Bawang Merah (Allium cepa L.)
Berdasarkan hasil penelitian yang Kultivar Batu Terhadap Isolat
telah dilakukan maka disimpulkan bahwa Bakteri Asal Karies Gigi. Jurnal
minyak atsiri umbi lapis bawang merah Biotika (7) 1 : P. 40-48.
Allium cepa L. lokal asal Bima memiliki
sifat bakterisida karena mampu membunuh Kidd, E.A.M. dan S. J. Bechal. 1991.
Streptococcus mutans penyebab karies gigi Dasar-Dasar Karies, Penyakit Dan
dengan membentuk zona bening sebesar Penanggulangannya, Cetakan I.
23,7 mm pada inkubasi 24 jam kemudian EGC, Jakarta.
diameter meningkat menjadi 24,6 mm
setelah inkubasi 48 jam. Muhlisah, F dan Sapta Hening S. 2000.
Sayur dan Bumbu Dapur Berkhasiat
Saran Obat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan
untuk mengetahui senyawa aktif yang Pitojo, Setijo. 2003. Benih Bawang Merah.
spesifik dalam minyak atsiri umbi lapis Kansius, Yogyakarta.
bawang merah Allium cepa L. lokal asal
Bima yang memiliki aktivitas antibakteri. Rubatzky, V. E. Dan M. Yamaguchi. 1998.
Sayuran Dunia 2: Prinsip, Produksi
UCAPAN TERIMA KASIH dan Gizi. Penerbit ITB. Bandung.

Penulis menguapkan terima kasih Rukmana, R. 1994. Bawang Merah


kepada Prof. Dr. Hj. Dirayah Rauf Husain, Budidaya dan Pengolahan Pasca
DEA selaku pembimbing utama dan Panen.
Dr. Hj. Sartini, M.Si, Apt selaku Kanisius, Yogyakarta.
pembimbing pertama atas segala
bimbingannya selama proses penelitian. Wibowo, S. 2009. Budidaya Bawang Putih,
Bawang Merah dan Bawang
DAFTAR PUSTAKA Bombay. Cetakan 1. Penebar
Ambarwati, Erlina dan Prapto Yudono. Swadaya, Jakarta.
2003. Keragaman Stabilitas Hasil
Bawang Merah. Ilmu Pertanian, (10)
2 : P. 1 – 10.

Andini A. Resky. 2012. Pengaruh


Pemberian Povidone Iodine 1%
Sebagai Oral Hygiene Terhadap
Jumlah Bakteri Orofaring Pada
Penderita Dengan Ventilator
Mekanik. Jurnal Media Medika
Muda. Universitas Diponegoro,
Semarang.

Capuccino, James G. and Natalie Sherman.


1987. Microbiology : A Laboratory
Manual. California : the Benjamin
cummings publishing company, Inc.

Anda mungkin juga menyukai