Anda di halaman 1dari 10

Sejarah Ratib

sejarah qabilah alawiyyin Al Attas

Yang pertama kali digelari "Al-Attas" adalah Habib Umar bin Ahmad bin Muhammad

bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Fagih Al-Mugaddam.

Soal gelar yang disandangnya, karena atas Rahmat (Hidayah) yang diberikan oleh

Allah SWT kepada beliau, maka ketika beliau masih berada dalam kandungan ibunya,

beliau dapat bersin dan mengucapkan Alhamdulillah yang dapat di dengar pula oleh

ibunya. Bersin dalam bahasa arab ialah "Athasa", dan orang yang bersin disebut "Al-

Athtas"

Beliau dilahirkan di kota Silk (Hadhramaut), dan dikarunia 5 orang Putera, 3

diantaranya yang melanjutkan keturunannya, yaitu :

Abdullah, keturunannya hanya berada di Yafi' (Hadhramaut)

Agil, keturunannya Al-Attas Al-Agil

Umar, Shohibur Ratib Al-Athas, keturunannya kebanyakan berada di Indonesia.

Beliau dikarunia 4 orang putra yaitu :

Husein, menurunkan keturunan Al-Attas yang disebut : Al-Mukhsin, Al-Ahmad, Al-

Thalib, Al-Umar, Al-Hamzah, Al-Hasan, Al-Mushanna, Al-Ba'ragi, Al-Ali, Al-Ham,

Ath'thuyur,Al-Bin Ya'far, Al-Muwar, Al-Bathah.


Salim, menurunkan keturunan Al-Attas yang disebut : Al-Salim bin Umar, Al-Yabis, Al-

Habhab, Al-Bu'un, Al-Syami.

Abdullah, menurunkan keturunan Al-Attas yang disebut : Al-Maut, Al-Mahlus, Al-Bin

Hasan, Al-Bin Hud, Al-Bin Hadun.

Abdurrahman, menurunkan keturunan Al-Attas yang disebut : Al-Fagih, Al-Bagadir.

Habib Abdurrahman bin Agil bin Salim Al-Attas wafat di kota Huraidhah sekitar tahun

1200 Hijriyah.

Ratib ini dikarang oleh al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas dan sekarang telah

berusia kira-kira 400 tahun. Ratib ini sehingga kini banyak dibaca di negara-negara

seperti di Afrika termasuk Darussalam, Mombassa dan Afrika Selatan. Juga di

England, Burma (Myanmar), India dan negara-negara Arab. Di Afrika ia disebarkan

oleh murid-murid al-Habib Ahmad bin Hasan seperti al-Habib Ahmad Masyhur al-

Haddad dan lain-lain. Di India, Kemboja dan Burma oleh al-Habib Abdullah bin Alawi

al-Attas. Sehingga sekarang kumpulan-kumpulan ratib al-Habib Umar atau Zawiyah

masih diamalkan di Rangoon dan di beberapa daerah di Burma. Tetapi mereka lebih

terkenal di sana dengan Tariqah al-Attasiyah.

Ratib ini telah lama sampai di Malaya, Singapura, Brunei dan Indonesia. Antara

keterangan ratib ini yang diterbitkan dalam bahasa Melayu di Singapura adalah

sebuah kitab kecil yang bernama Fathu Rabbin-Nas yang dikarang oleh al-Habib

Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Mohsen bin Husein al-Attas. Tarikh selesai

karangan ini adalah pada pagi Jumaat 20hb Jumadil Awal 1342 (20hb Disember
1923). Ia diterbitkan dengan perbelanjaan C.H Kizar Muhammad Ain Company

pengedar kain pelekat cap kerusi yang beribu pejabat di Madras, India dan dicetak

oleh Qalam Singapura.

Pada tahun 1939, al-Habib Muhammad bin Salim al-Attas telah menerbitkan sebuah

kitab yang bernama Miftahul Imdad yang dicetak di Matbaah al-Huda di Pulau

Pinang. Kitab ini mengandungi wirid-wirid datuk beliau al-Habib Ahmad bin Hasan al-

Attas tetapi terdapat juga ratib al-habib Umar bin Abdurrahman al-Attas di

dalamnya.

Mengikut al-Habib Muhammad bin Salem al-Attas, al-Habib Hasan bin Ahmad al-

Attas pada suatu masa dahulu telah mencetak Ratib al-Attas menerusi

percetakannya Mutaaba’ah al-Attas (Al-Attas Press) yang pejabatnya terletak di

Wadi Hasan, Johor Bahru, Malaysia. Percetakan ini bergiat di Johor pada kira-kira

tahun 1927.
Makna Ratib

Perkataan Ratib mempunyai banyak erti. Ratib yang dimaksudkan di sini berasal dari

perkataan (rattaba) bererti mengaturkan atau menyusun.

Ratib adalah sesuatu yang tersusun, teratur dengan rapinya.

Sembahyang sunnah Rawatib adalah antara sembahyang-sembahyang sunnah yang

diamalkan pada waktu-waktu yang tertentu oleh Nabi s.a.w.

Ratib al-Attas mengandungi zikir, ayat-ayat al-Quran dan doa-doa yang telah sedia

tersusun oleh al-Habib Umar bin Abdul Rahman al-Attas

dibaca pada waktu-waktu yang tertentu.

Istilah Ratib digunakan kebanyakkannya di negeri Hadhramaut dalam menyebut

zikir-zikir yang biasanya pendek dengan bilangan kiraan zikir yang sedikit (seperti 3,

7, 10, 11 dan 40 kali), senang diamalkan dan dibaca pada waktu-waktu yang tertentu

iaitu sekali pada waktu pagi dan sekali pada waktu malam.

Terdapat Ratib al-Haddad, Ratib al-Aidrus, Ratib al-Muhdhor dan lain-lain.

Pengertian Bahasa

Istilah ratib secara bahasa adalah hal yang dilakukan secara rutin,

berkesinambungan, keteraturan dan terus menerus. Sebagai bandingan, kita sering


juga mendengar istilah imam ratib masjid. Nah, maksudnya adalah imam yang rutin

di suatu masjid.

Pengertian secara Istilah

Kumpulan lafadz ayat Quran, dzikir dan doa yang disusun sedemikian rupa dan

dibaca secara rutin dan teratur. Boleh dibilang bahwa rati itu artinya adalah

kumpulan doa dan dzikir yang dibaca rutin.

Kalau kita ke toko buku Islam, pasti kita akan mendapatkan begitu banyak buku yang

isinya kumpulan doa dan dzikir. Tentu saja versinya sangat banyak, sesuai dengan

latar belakang masing-masing penyusun.

Meurut Habib Mundzir, pimpinan majelis Rasulullah, karena kumpulan doa ini

semakin menyebar dan meluas, dan memang dibaca secara berkesinambungan,

maka digelari Ratib, lalu dialek kita menamakannya Ratiban, doa ratib, ratib haddad,

ratib alatas dan gelar gelar lainnya. Padahal mereka yang merangkumnya itu tak

menamakannya demikian, namun bahasa sebutan dari waktu ke waktu yang

menamakannya dengan nama itu.


Ratib Pengganti Hiburan

Dalam sejarah, ratib kemudian dijadikan salah satu pendekatan moderat untuk

menggantikan budaya pesta dan hura-hura yang kurang bermanfaat. Dahulu setiap

ada hajatan apapun seperti perkawinan, membangun rumah, atau apa saja,

dimeriahkan dengan berbagai pesta seperti nanggap wayang, ndangdutan,

menggelar layar tancap, saweran, sajenan, judi bahkan mabuk mabukan dan lain

sebagainya.

Maka para juru dakwah di masa itu pelan-pelan mengarahkan agar setiap acara

dibacakan dzikir, baik sebagai tasyakur dan doa mohon keselamatan. Lalu jadilah

ratib dibaca di berbagai hajatan.

Titik Pangkal Perbedaan Pendapat

Kalau kita lihat bagaimana ratib ini bisa dijadikan salah satu alternatif untuk

menggeser kebiasaan kurang baik dari masyarakat, berubah menjadi hal-hal yang

positif, yaitu membaca ayat Quran, atau berdzikir dengan lafadz-lafadz yang

memang dianjurkan serta didasari hadits yang shahih, namun tetap saja ada

kalangan yang bersikeras tidak setuju dengan ratib ini.


Di antara argumentasinya adalah bahwa kegiatan membaca dzikir berjamaah ini

tidak ada contohnya dari Rasulullah SAW. Padahal kita tidak boleh melakukan

sesuatu yang tidak ada contoh langsung dari nabi. Kira-kira demikian logikanya.

Tentu logika seperti ini agak subjektif dan membuka peluang diskusi lebih jauh. Dan

kami pernah membahas masalah ini dalam tema ‘dzikir berjamaah’.


Kelebihan Ratib

Berkata sebilangan ulama ahli salaf, antara keutamaan ratib ini bagi mereka yang

tetap mengamalkannya, adalah dipanjangkan umur, mendapat Husnul-Khatimah,

menjaga segala kepunyaannya di laut dan di bumi dan senantiasa berada dalam

perlindungan Allah.

Bagi mereka yang mempunyai hajat yang tertentu, membaca ratib pada suatu

tempat yang kosong dengan berwuduk, mengadap kiblat dan berniat apa

kehendaknya, Insya-Allah dimustajabkan Allah. Para salaf berkata ia amat mujarrab

dalam menyampaikan segala permintaan jika dibacanya sebanyak 41 kali. :

PENGALAMAN.

Antara kelebihan ratib ini adalah, ia menjaga rumahnya dan 40 rumah-rumah

jirannya dari kebakaran, kecurian dan terkena sihir. As-Syeikh Ali Baras berkata:

“Apabila dibaca dalam suatu kampung atau suatu tempat, ia mengamankan ahlinya

seperti dijaga oleh 70 pahlawan yang bekuda.

Ratib ini mengandungi rahsia-rahsia yang bermanfaat. Mereka yang tetap

mengamalkannya akan diampunkan Allah dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di

laut.”
Bagi mereka yang terkena sihir dan membaca ratib, Insya-Allah diselamatkan Allah

dengan berkat Asma’ Allah, ayat-ayat al-Quran dan amalan Nabi Muhammad s.a.w.

Al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Mohsen bin Husein al-Attas

berkata: “Mereka yang mengamalkan ratib dan terpatuk ular nescaya tidak akan

terjadi apa-apa pada dirinya. Bagi orang yang takut nescaya akan selamat dari segala

yang ditakuti. Pernah ada seorang yang diserang oleh 15 orang pencuri dan dia

selamat.”

Pernah datang satu kumpulan mengadu akan hal mereka yang dikelilingi musuh. Al-

Habib Husein menyuruh mereka membaca ratib dan beliau jamin Insya-Allah mereka

akan selamat.

Ada sebuah kampung yang cukup yakin dengan Habib Umar al-Attas dan tidak

tinggal dalam membaca ratibnya. Kecil, besar, tua dan muda setiap malam mereka

membaca ratib beramai-ramai dengan suara yang kuat. Kebetulan kampung itu

mempunyai musuh yang hendak menyerang mereka. Kumpulan musuh ini

menghantar seorang pengintip untuk mencari rahsia tempat mereka supaya dapat

diserang. Kebetulan pada waktu si pengintip datang dengan sembunyi-sembunyi

mereka sedang membaca ratib dan sampai kepada zikir:


Ertinya: Dengan nama Allah, kami beriman kepada Allah dan barang siapa yang

beriman kepada Allah tiada takut baginya!

Mendengar tiada takut baginya, dan diulangi sampai tiga kali, si pengintip terus

menjadi takut dan kembali lalu menceritakan kepada orang-orangnya apa yang dia

dengar dan mereka tidak jadi menyerang. Maka selamatlah kampung itu.

Anda mungkin juga menyukai