Anda di halaman 1dari 96

Macam-Macam Stabilitas

A. Definisi Stabilitas

Stabilitas di definisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas

yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya

sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Faktor lingkungan seperti suhu (temperatur),

radiasi, cahaya, udara (terutama oksigaen, karbondioksida dan uap air) dan kelembaban dapat

mempengaruhi stabilitas. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi stabilitas, yaitu :

ukuran partikel, pH, sifat air dan pelarut yang di gunakan, sifat kemasan dan keberadaan

bahan kimia lain yang merupakan kontaminan atau dari pencampuran produk berbeda yang

secara sadar ditambahkan, dapat mempengaruhi satabilitas sediaan.

Ada lima jenis stabilitas yang umum dikenal, yaitu :

1. Stabilitas Kimia, tiap zat aktif mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensiasi yang

tertera pada etiket dalam batas yang dinyatakan dalam spesifikasi.

2. Stabilitas Fisika, mempertahankan sifat fisika awal, termasuk penampilan, kesesuaian,

keseragaman, disolusi, dan kemampuan untuk disuspensikan.

3. Stabilitas Mikrobiologi, sterilisasi atau resistensi terhadap pertumbuhan mikroba

dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang tertera. Zat antimikroba yang ada

mempertahankan efektifitas dalam batas yang ditetapkan.

4. Stabilitas Farmakologi, efek terapi tidak berubah selama usia guna sediaan.

5. Stabilitas Toksikologi, tidak terjadi peningkatan bermakna dalam toksisitas selama usia

guna sediaan.

B. Stabilitas Fisika

Stabilitas fisika adalah mengevaluasi perubahan sifat fisika dari suatu produk yang

tergantung waktu (periode penyimpanan). contoh dari perubahan fisika antara lain : migrasi
(perubahan) warna, perubahan rasa, perubahan bau, perubahan tekstur atau penampilan.

Evaluasi dari uji stabilitas fisika meliputi : pemeriksaan organoleptik, homogenitas, ph, bobot

jenis.

Kriteria stabilitas fisika:

· penampilan fisika meliputi; warna, bau, rasa, tekstur, bentuk sediaan

· keseragaman bobot

· keseragaman kandungan

· suhu

· disolusi

· kekentalan

· bobot jenis

· visikositas

Sifat fisik meliputi hubungan tertentu antara molekul dengan bentuk energi yang telah

ditentukan dengan baik atau pengukuran perbandingan standar luar lainnya.10 Dengan

menghubungkan sifat fisik tertentu dengan sifat kimia dari molekul-molekul yang

hubungannya sangat dekat, kesimpulannya adalah :

· menggambarkan susunan ruang dari molekul obat

· memberikan keterangan untuk sifat kimia atau fisik relatif dari sebuah molekul

· memberikan metode untuk analisis kualitatif dan kuantitatif untuk suatu zat farmasi

tertentu.

Kestabilan Fisika

1. Suhu

Kondisi penyimpanan yang dianjurkan ini ditentukan sebagai berikut :

· Sejuk, adalah suhu yang tidak lebih dari 8º C


· Pendingin adalah tempat pendingin di mana suhu dipertahankan secara termostatik antara

8º dan 15º C.

· Tempat pembeku adalah ruang pendingin yang suhunya diatur antara -20 dan -10 C.

· Dingin didefinisian sebagai suhu antara 8 dan 15 C

· Suhu kamar adalah suhu yang berlaku di area kerja.

· Suhu Kamar Terkendali adalah suhu yang dipertahankan secara termostatik antara 15-30

C.

· Hangat adalah suhu yang berkisar antara 30-40 C, dan

· Kelewat Panas adalah suhu di atas 40 C.5

Bahan-bahan yang apabila dibekukan dapat kehilangan potensi atau mengalami

degradasi secara fisik maka label yang disertakan pada kemasan harus memuat peringatan

yang sesuai untuk mencegah produk tersebut dibekukan. Kemasan bulk tidak memerlukan

persyaratan penyimpanan bila produk tersebut segera dipakai atau akan dikemas ulang untuk

peracikan atau distribusi. Apabila pada monografi tidak dicantumkan persyaratan

penyimpanan secara khusus, hal tersebut seharusnya telah dipahami, bahwa persyaratan

standar yang wajib (seperti terlindung dari lembab, pembekuan dan lewat panas) sudah

tercantumkan dengan sendirinya didalamnya.11

2. Warna

Dilihat dari warna, kestabilan fisika pada zat tidak berubah pada penyimpanan dalam

jangka waktu tertentu.

3. Bau

Tidak terjadi perubahan bau semenjak dari awal pembuatan, pada saat penyimpanan

sampai zat tersebut digunakan.

4. Rasa
Rasa dari zat tersebut sesuai dengan monografi zat tersebut, tidak berubah pada saat

penyimpanan hingga saat pemakaian.

5. Kekentalan

Kekentalan dari zat tersebut tidak boleh berubah dari saat disimpan hingga digunakan.

6. Visikositas

Visikositas dalam zat tersebut tidak berubah sampai saat digunakan. Seperti suspensi

tidak terjadi pengentalan yang menyebabkan terlalu tinggi kekentalannya sehingga mudah

dituang

7. Bobot jenis

Bobot jenis zat tersebut harus tetap stabil dalam penyimpanan, hingga saat dipakai

dan digunakan.

Ketidakstabilan Fisika

Berikut ini akan diuraikan jenis ketidakstabilan yang paling penting, tanpa

memperdulikan kesempurnaan prosesnya.

1. Perubahan struktur kristal

Banyak bahan obat menunjkkan perilaku polomorfi, yang disebabkan oleh perubahan

lingkungan, yang tidak terdeteksi secara organoleptis. Akan tetapi umumnya menyebabkan

terjadinya perubahan dalam perilaku pembebasan dan resorpsi bahan obat.

2. Perubahan kondisi distribusi

Dengan aktifnya daya gravitasi akan terjadi fenomena pemisahan pada sistem cairan

banyak fase, namun dalam stadium lanjut dapat terlihat sebagai sedimentasi atau

pengapungan.

3. Perubahan konsisitensi atau kondisi agregat


Sediaan obat semi padat seperti salep atau pasta selama penyimpanan dapat

mengalami pengerasan.

4. Perubahan perbandingan kelarutan

Pada sistem dispersi molekular (misalnya larutan bahan obat) dapat terjadi pemisahan

bahan terlarut (kristalisasi atau pengedapan) melalui perubahan konsentrasi akibat penguapan

bahan pelarut.

5. Perubahan perbandingan hidratasi

Melalui pengambilan atau pelepasan cairan dapat mempengaruhi perbandingan

hidratasi senyawa sekaligus sifatnya secara nyata.7

C. Stabilitas Farmakologi

Aktivitas senyawa bioaktif disebabkan oleh interaksi antara molekul obat dengan

bagian molekul dari obyek biologis yaitu resptor spesifik. Untuk dapat berinteraksi dengan

reseptor spesifik dan menimbulkan aktivitas spesifik, senyawa bioaktif harus mempunyai

stuktur sterik dan distribusi muatan yang spesifi pula. Dasar dari aktivitas bioogis adalah

proses-proses kimia yang kompleks mulai dari saat obat diberikan sampai terjadinya respons

biologis.
Gambar 1. Skema aktivitas obat

Fasa-fasa yang mempengaruhi aktivitas obat

1. Fasa farmasetik

Fasa ini menentukan ketersediaan farmasetik yaitu ketersediaan senyawa aktif untuk

dapat diabsorpsi oleh sistem biologis. Untuk dapat diabsorpsi senyawa obat harus dalam

bentuk molekul dan mempunyai lipofilitas yang sesuai. Bentuk molekul senyawa dipengaruhi

oleh nilai pKa dan pH lingkungan (lambung pH= 1-3 dan usus pH = 5-8).

Pada fasa I selain sifat molekul obat, seperti kestabilan terhadap asam lambung dan

larutan dalam air, formulasi farmasetis dan bentuk sediaan yang digunakan juga penting

untuk aktivitas obat.

2. Fasa Farmakokinetik

Meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorpsi molekul obat yang

mengahasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam cairan darah (Ph = 7,4)

yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah fasa yang melibatkan

proses distribusi, metabolisme dan ekresi obat, yang menentukan kadar senyawa aktif pada

kompartemen tempat reseptor berbeda. Fasa I, II dan III menentukan kadar obat aktif yang

dapat mencapai jaringan target.

3. Fasa Farmakodinmik

Meliputi proses fasa IV dan fasa V. Fasa IV adalah tahap interaksi molekul

senyawa aktif dengan tempat aksi spesifik atau reseptor pada jaringan target, yang

dipengaruhi oleh ikatan kimia yang terlibat. Fasa V adalah induksi rangsangan, dengan

melalui proses biokimia, menyebabkan terjadinya respons biologis.


D. Stabilitas Kimia

Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat untuk mempertahanakan

integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada etiket dalam batas waktu yang

ditentukan6. Pengumpulan dan pengolahan data merupakan langkah menentukan baik

buruknya sediaan yang dihasilkan, meskipun tidak menutup kemungkinan adanya parameter

lain yang harus diperhatikan. Data yang harus dikumpulkan untuk jenis sediaan yang berbeda

tidak sama, begitu juga untuk jenis sediaan sama tetapi cara pemberiannya lain. Jadi sangat

bervariasi tergantung pada jenis sediaan, cara pemberian, stabilitas zat aktif dan lain-lain.

Data yang paling dibutuhkan adalah data sifat, kimia, kimiafisik, dan kerja

farmakologi zat aktif (data primer), didukung sifat zat pembantu (data sekunder). Secara

reaksi kimia zat aktif dapat terurai karena beberapa faktor diantaranya ialah, oksigen

(oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), cahaya (fotolisis), karbondioksida (turunnya pH

larutan), sesepora ion logam sebagai katalisator reaksi oksidasi. Jadi jelasnya faktor luar juga

mempengaruhi ketidakstabilan kimia seperti, suhu, kelembaban udara dan cahaya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Kimia

Masing-masing bahan tambahan baik yang memiliki efek terapetik atau non terapetik

dapat mempengaruhi stabilitas senyawa aktif dan sediaan. Faktor kondisi lingkungan yang

utama yang dapat mengurangi stabilitas termasuk di dalamnya Paparan temperatur yang

ekstrim, cahaya, kelembaban dan CO2. Faktor utama dari bentuk sediaan yang dapat

mempengaruhi stabilitas obat, termasuk ukuran partikel, pH, komposisi sistem pelarutan,

kompatibilitas anion dan kation, kekuatan larutan ionik, kemasan primer, bahan tambahan

kimia yang spesifik dan ikatan kimia dan difusi dari obat dan bahan tambahan. Dalam
berbagai bentuk sediaan reaksi-reaksi ini dapat mengakibatkan rusaknya kandungan zat aktif,

antara lain adalah

1. Hidrolisis

Ikatan amida juga dpt terhidrolisa meskipun kecepatan hidrolisanya lebih lambat

disbanding ester. Sebagai contoh prokain akan terhidrolisa apabila di autoklaf, tetapi senyawa

prokainamid tidak terhidrolisa.

Gugus laktam dan azometin (imine) dalam benzodiazepine juga dapat tehidrolisis.

Faktor kimia yang dapat menjadi katalis dalam reaksi hidrolisi adalah pH dan senyawa kimia

tertentu (contohnya dextrose dan tembaga dalam kasus hidrolisa ampisilin)

2. Epimerisasi

Senyawa tetrasiklin paling umum mengalami epimerisasi. Reaksi terjadi dengan cepat

ketika obat dilarutkan dan terpapar dg pH lebih dari 3, mengakibatkan terjadinya perubahan

sterik pd gugus dimetilamin. Bentuk epimer dari tetrasiklin seperti epitetrasiklin tidak

memiliki aktifitas anti bakteri.

3. Dekarboksilasi

Beberapa asam senyawa asam karboksilat terlarut seperti para-amini salisilic acid

dapat kehilangan CO2 dari gugus karboksil ketika dipanaskan. Produk urainya memiliki

potensi farmakologi yang rendah. Beta-keto dekarboksilasi dpt terjadi pada beberapa

antibiotik yg memiliki gugus karbonil pada beta karbon dari asam karboksilat atau anion

karboksilat. Dekarboksilasi akan terjadi pada beberapa antibiotik : Carbenicillin sodium,

Carbenicillin free acid, Ticarcillin sodium, Ticarcillin free acid6

4. Dehidrasi

Dehidrasi yg dikatalisis oleh asam pd gol tetrasiklin menghasilkan senyawa

epianhidrotetrasiklin, senyawa yg tdk memiliki efek anti bakteri dan memiliki efek toksisitas
5. Oksidasi

Struktur molekular yang dapat mudah teroksidasi adalah gugus hidroksil yang terikat

langsung pada cincin aromatik (contoh pd katekolamin dan morfin), gugus dien terkonjugasi

(vit A dan asam lemak tak jenuh), cicin heterosiklik aromatik, gugus turunan nitroso dan

nitrit dan aldehid (flavoring). Produk hasil oksidasi biasanya memiliki efek terapetik lebih

rendah. Identifikasi secara visual bisa terlihat pada perubahan warna contohnya pada kasus

efineprin. Oksidasi dapat dikatalisa oleh pH ion logam contohnya tembaga dan besi, paparan

terhadap oksigen, UV.7

6. Dekomposisi fotokimia

Paparan pada UV dapat menyebabkan oksidasi (foto oksidasi) dan fotolisis pada

ikatan kovalen. Nipedipin, nitroprusin, ribovlavin, dan fenotiazin sangat tidak stabil terhadap

foto oksidasi.

7. Kekuatan Ion

Efek dari jumlah elektrolit yang terlarut terhadap kecepatan hidrolisis dipengaruhi

oleh kekuatan ion pada interaksi inter ionik. Secara umum konstanta kecepatan hidrolisis

berbanding tebalik dengan kekeuatan ion dan sebaliknya dengan muatan ion, sebagai contoh

obat-obat kation yang diformulasikan dengan bahan tambahan anion.8

8. Perubahan Nilai pH

Degradasi dari banyak senyawa obat dalam larutan dapat dipercepat atau diperlambat

secara ekponensial oleh nilai pH yg naik atau turun dari rentang pH nya. Nilai pH yang di

luar rentang dan paparan terhadap temperatur yang tinggi adalah faktor yang mudah

mengkibatkan efek klinik dari obat secara signifikan, akibat dari reaksi hidrolisis dan

oksidasi. Larutan obat atau suspensi obat dapat stabil dalam beberapa hari, beberapa minggu,

atau bertahun-tahun pada formulasi aslinya, tetapi ketika dicampurkan dengan larutan lain yg

dapat mempengaruhi nilai pH nya, senyawa aktif dapat terdegradasi dalam hitungan menit.
Sistem pH dapar yang biasanya terdegradasi dari asam atau basa lemah dan garamnya

biasanya ditambahkan ke dalam sediaan cair ditambahkan untuk mempertahankan pHnya

pada rentang dimana terjadinya degradasi obat minimum. Pengaruh pH pada kestabilan fisik

sistem dua fase contohnya emulsi juga penting, sebagai contoh kestabilan emulsi intravena

lemak dirusak oleh pH asam.

9. Interionik

Kelarutan dari muatan ion yg berlawanan tergantung pada jumlah muatan ionnya dan

ukuran molekulnya. Secara umum ion2 polivalen dengan muatan berlawanan bersifat

inkompatibel. Jadi inkompatibilitasnya lebih mudah terjadi dengan penambahan sejumlah

besar ion dengan muatan yang berlawanan.8

10. Kestabilan bentuk padat

Reaksi pada kondisi padat relatif bersifat lambat, kecepatan degradasinya

dikarakterisasi sesuai dengan kecepatan kinetik orde 1 atau sesuai dengan kurva signoid.

Sehingga obat-obat berbentuk padat dengan titik leleh yang rendah tidak boleh

dikombinasikan dengan bahan kimia lain yang dapat membentuk campuran uetectic.

Pada kondisi kelembaban yang tinggi, kecepatan dekomposisinya berubah sesuai

dengan kecepatan kinetik orde nol, karena kecepatan dekomposisinya diatur secara relatif

oleh fraksi kecil dari obat yang muncul pada larutan jenuh yang letaknya pada permukaan

atau atau di dalamnya.1

11. Temperatur

Secara umum kecepatan reaksi kimia meningkat secara eksponensial setiap kenaikan

10 derajat suhu. Faktor nyata yg mengakibatkan kenaikan kecepatan reaksi kimia ini adalah

karena aktifasi energi. Waktu simpan obat pd suhu ruang biasanya akan berkurang ¼ atau

1/25 dari waktu simpan di dalam refrigrator. Temperatur dingin juga dapat mengakibatkan

ketidakstabilan. Sebagai contoh refrigerator dapat mengkibatkan kenaikan viskositas pada


sediaan cair dan menyebabkan supersaturasi pada kasus lain, dingin atau beku dapat merubah

ukuran droplet pd emulsi, dapat mendenaturasi protein atau pada kasus tertentu dapat

menyebabkan kelarutan beberapa polimerik obat dapat berkurang.

E. Stabilitas Mikrobiologi

Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana tetap sediaan bebas dari

mikroorganisme atau memenuhi syarat batas miroorganisme hingga batas waktu tertentu.5

Terdapat berbagai macam zat aktif obat, zat tambahan serta berbagai bentuk sediaan dan cara

pemberian obat. Tiap zat, cara pemberian dan bentuk sediaan memiliki karakteristik fisika-

kimia tersendiri dan umumnya rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme dan/atau

memang sudah mengandung mikroorganisme yang dapat mempengaruhi mutu sediaan karena

berpotensi menyebabkan penyakit, efek yang tidak diharapkan pada terapi atau penggunaan

obat dan kosmetik.

Oleh karena itu farmakope telah mengatur ketentuan mengenai kandungan

mikroorganisme pada sediaan obat maupun kosmetik dalam rangka memberikan hasil akhir

berupa obat dan kosmetika yang efektif dan aman untuk digunakan atau dikonsumsi manusia.

Stabilitas mikrobiologi diperlukan oleh suatu sediaan farmasi untuk menjaga atau

mempertahankan jumlah dan menekan pertumbuhan mikroorgansme yang terdapat dalam

sediaan tersebut hingga jangka waktu tertentu yang diinginkan.4

Jenis Mikroorganisme yang Terdapat Pada Obat dan Kosmetik

Factor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada sediaan antara lain

adalah kesesuaian pH, suhu, kelembapan, keberadaan air, nutrisi, dan factor cahaya.

Mikroorganisme yang dapat mucul pada sediaan kosmetik dan obat diantaranya adalah

sebagai berikut:
1. Bakteri Gram Positif

· Staphylococcus aureus

· Streptococcus pyogenes

· Enterococcus sp.

· Clostridium perfringens

· Clostridium tetani

2. Bakteri Gram Negatif

· Pseudomonas aeruginosa

· Klebsiella

· Enterobacteriae

3. Fungi

· Candida albicans

· Candida parapsilosis

· Malassezia furfur

· Tricophyton spp.

· Trichoderma

· Aspergillus spp.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Mikrobiologi

Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan dapat dipengaruhi oleh beberap factor, antara

lain:

1. Faktor Sifat Fisika-Kimia Zat aktif dan Zat tambahan

Sifat fisika kimia zat aktif maupun zat tambahan dapat mempengaruhi stabilitas

mikrobiologi sediaan. Zat yang bersifat higroskopik atau hidrofilik rentan terhadap
kontaminasi mikroorganisme. Hal ini berhubungan dengan adanya air yang merupakan media

pertumbuhan bagi mikroorganisme.

Sedangkan untuk zat yang secara alami bersifat sebagai antimikroba, suatu sediaan

yang mengandung bahan tersebut pada keadaan tertentu tidak memerlukan penambahan zat

pengawet. Contohnya adalah alkohol dalam eliksir. Larutan-larutan dengan kandungan gula

yang tinggi, seperti sirup sederhana, resisten terhadap pertumbuhan mikroorganisme.

Sebaliknya, larutan sukrosa encer merupakan media makanan yang efisien untuk

pertumbuhan bakteri dan jamur.5

2. Faktor Kontaminasi dari Bahan Baku dan Proses

Bahan baku alami dalam bantuk air yang bebas serbuk atau granula dapat menjadi

tempat tumbuhnya mikroorganisme, virus atau pun toksin mikroba. Analisa terhadap bahan-

bahan ini dapat menunjukkan keberadaan bakteri, spora Clostridium, Staphylococci, kapang

dan khusunya toksin fungi/jamur.

Kemungkinan keberadaan mereka mungkin sudah ada semenjak tahap persiapan

produksi. Bahan alami yang diekstrak, diproduksi maupun disediakan dalam bantuk cair juga

rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme. Cara pengawetan yang tidak tepat ketiga

digunakan utuk menghasilkan produk dalam bentuk larutan, disperse atau pun emulsi dapat

mendukung pertumbuhan mikroorganisme Gram negative seperti Enterobacter spp., E. coli,

Citrobacter spp., Pseudomonas spp dan lainnya.

Bahan baku kosmetik dan obat memrlukan perlindungan dri kontaminasi

mikroorganisme selama transportasi, penyimpanan dan produksi. Bahan baku yang

terkontaminasi akan menginduksi mikroorganisme ke dalam proses sehingga produk dapat

memiliki kandungan mikroorganisme yang berlebihan. Dengan demikian bahan pengawet


yang ditambahkan ke dalam sediaan pun menjadi tidak efektif dan tidak memadai lagi

sebagai antimikroba.5

F. Stabilitas Toksikologi

Stabilitas toksikologi adalah ukuran yang menujukkan ketahanan suatu

senyawa/bahan akan adanya pengaruh kimia, fisika, mikrobiologi dan farmakologi yang tidak

menyebabkan peningkatan toksisitas secara signifikan. Efek toksik dapat dibedakan, menjadi

1. Efek toksik akut, mempunyai korelasi langsung dengan absorpsi zat toksik

2. Efek toksik kronis, zat toksik dalam jumlah kecil diabsorpsi sepanjang jangka waktu lama,

terakumulasi, mencapai konsentrasi toksik akhirnya timbul keracunan.

Toksisitas jangka panjang, efek toksik baru muncul setelah periode waktu laten yang

lama sebagai contoh kerja karsinogenik dan mutagenik. Penggolongan toksikologi dengan

cara lain berdasarkan jenis zat dan keadaan yang mengakibatkan kerja toksik, yaitu : kerja /

efek tidak diinginkan, keracunan akut pada dosis berlebih, pengujian terhadap toksisitas dan

toleransi pada fase praklinik.

Faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas Tosikologi

Zat kimia disebut xenobiotik (xeno = asing), dimana setiap zat kimia baru harus

diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya secara luas.3 Adapun

faktor-faktor yang menyebabkan toksisitas adalah :

1. Dosis

Dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun. Untuk setiap zat kimia,

termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali atau dosis besar

sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian.


2. Faktor bahan penyusun

a. stabilitas bahan aktif

b. bahan pembantu

a) Dapar

Merupakan suatu campuran asam lemah dengan garamnya atau basa lemah dengan

garamnya. tujuannya adalah untuk mempetahankan ph, meningkatkan stabilitas obat,

meningkatkan kelarutan obat, efek terapetik. Kriteria pemilihan dapar, yaitu :

(a) dapar mempunyai kapasitas yang memadai dalam kisaran pH yang dinginkan (untuk

mempertahankan stabilitas obat maka daparnya kecil)

(b) dapar harus aman secara biologis

(c) dapar tidak mempunyai efek merusak stabilitas produk

(d) memperbaiki rasa dan warna yang dapat diterima

b) Pengawet

Kemungkinan kontaminasi selama pembuatan, penyimpanan dan penggunaan.

Sumber kontaminan; berasal dari manusia, bahan obat, bahan tambahan, lingkungan, alat-alat

dan bahan pengemas. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pengawet:

(a) Koefisien distribusi liphoid-air à yang dipilih pengawet yang larut

(b) Harga pH à karena pengawet yang dapat menimbulkan aktivitas adalah pengawet yang tidak

terdisosiasi atau terdapat dalam bentuk molekul yang dapat menembus membran

(c) Konsentrasi, ada yang menghambat pertumbuhan dan juga mematikan sel

(d) Suhu, dengan kenaikan suhu berarti terjadi kenaikan aktivitas pengawet

Syarat memilih bahan pengawet, yaitu perlu dipilih bahan yang dapat tersatukan

secara fisiologis, tidak toksik, alergi dan sensibilisasi, yang kesemuanya tergantunng dosis,

dapat tercampur dengan bahan aktif dan bahan tambahan termasuk wadah dan tutup, tidak
berbau dan tidak berasa, efektif sebagai bakteriostatik atau bakterisid, fungiostatik atau

fungisid serta cukup larut dalam pembawa hingga mencapai konsentarsi yang memadai.11

c) Antioksidan

Terjadinya oksidasi karena dipengaruhi oleh :

1) Harga pH à semakin tinggi harga pH semakin rendah potensial redoks sehingga

oksidasinya semakin lancar

2) Cahaya à sebab cahaya mengandung energi oton yang dapat meningkatkan atau

mempercepat proses oksidasi, maka molekul-molekul obat semakin reaktif

3) O2 atau kandungan O2 à akan meningkatkan proses oksidasi

4) Ion logam berat à berfungsi sebagai katalisator proses oksidasi

Pertimbangan-pertimbangan dalam memilih antioksidan antara lain adalah harus

efektif pada konsentrasi yang menurun, tidak toksik, tidak merangsang, dan tidak

menimbulkan OTT, larut dalam pembawa dan dapat bercampur dengan bahan lainnya.13

3. Faktor luar.

a. cara pembuatan

b. bahan pengemas

Terbagi atas 2, yaitu bahan pengemas primer yaitu bahan pengemas yang langsung

bersentuhan atau kontak dengan sediaan (wadahnya), dan bahan pengemas sekunder, yaitu

bahan pengemas yang tidak bersentuhan langsung dengan sediaan. Syarat dalam pemilihan

bahan pengemas antara lain adalah :

(a) melindungi preparat dari keadaan lingkungan

(b) tidak boleh bereaksi dengan produk

(c) tidak boleh memberikan rasa atau bau paa produk

(d) tidak toksik


(e) disetujui oleh lembaga kesehatan dunia

(f) harus memenuhi tuntunan tahan banting yang sesuai

(g) mudah mengeluarkan isi

(h) menarik

4. kondisi penyimpanan yang meliputi suhu, tekanan, kelembapan dan cahaya.

Suhu penyimpanan sediaan harus dijelaskan karena menyangkut aspek stabilitas dan

masa kadaluwarsa sediaan. Suhu penyimpanan menurut farmakope indonesia terdiri dari:

(a) Dingin adalah pada suhu tidak lebih dari 8°C.

(b) Sejuk adalah penyimpanan pada suhu antara 8°C dan 15°C.

(c) Suhu Kamar adalah penyimpanan pada suhu ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah

suhu yang diatur antara 15°C dan 30°C.

(d) Hangat adalah penyimpanan pada suhu antara 30°C dan 40°C.

(e) Panas berlebih adalah penyimpanan pada suhu di atas 40°C.

Perlindungan dari pembekuan selain resiko kerusakan kemasan (wadah), pembekuan suatu

sediaan (artikel) dapat menyebabkan kehilangan kekuatan / potensi, atau merusak dan

mengubah sifat sediaan. Pada etiket / label kemasan harus dicantumkan petunjuk untuk

melindungi sediaan / artikel dari pembekuan. Penyimpanan di bawah kondisi tidak khusus

jika tidak ada petunjuk khusus penyimpanan atau pemabatasan dalam monografi, maka

kondisi penyimpanan termasuk perlindungan terhadap kelembapan, pembekuan dan panas

berlebihan

BAGAIMANA NSAID BEKERJA ?

Ketika sel jaringan rusak atau bengkak, enzim yang ada dalam sel disebut siklo oksigenase

bereaksi pada asam arakidonat asam lemak dalam dinding sel untuk menngubahnya menjadi

zat kuat, berumur pendek yang disebut Prostaglandin. Prostaglandin terlibat dalam proses
pembengkakan dan menyebabkan banyak symptom (gejala) peradangan. Dengan langsung

merangsang ujung saraf, juga menyebabkan rasa nyeri. NSAID menghalangi aksi siklo –

oksigenase dan karwenanya ampuh dalam mengendalikan peradangan beserta gejalanya.

NSAID tidak akan berdampak pada rasa nyeri yang diakibatkan, misalnya, tusukan jarum

karena ini langsung merangsang ujung saraf perasa. NSAID juga tidak bisa menghilangkan

rasa nyeri yang disebabkan oleh suntikan prostaglandin.

Sebagai obat untuk peradangan yang menyakitkan, seperti arthritis rheumatoid, osteoarthritis,

gangguan rematik, sakit kepala, nyeri menstrual, nyeri pasca opeerasi, dan kanker tulang

sekunder, NSAID secara umum ampuh dan aman. Obat ini banyak menggantikan obat pereda

sakit yang lebih berbahaya, selain mengendalikan nyeri dan peradangan, NSAID juga

bertindak sebagai penurun temperature pada demam.

Setiap NSAID memiliki sifat berbeda, dan jika salah satu gagal meredakan nyeri pada dosis

penuh yang direkomendasikan, dapat di coba dengan yang lain. NSAID tidak boleh dipakai

berbarengan.

MENGENALI NSAID

NSAID adalah kelompok obat yang sangat luas, yang setiap anggotanya memiliki setidaknya

dua nama – nama generik dan nama dagang. Merek dagang biasanya lebih dikenal. Untuk

setiap nama generik, terdapat beberapa atau banyak merek dagang.

OBAT ANTI PERADANGAN NON STEROID (NSAID)

NAMA UMUM - NAMA GENERIK


Ansaid - Flurbiprofen

Butazolidin - Phenylbutazon

Clinoril - Sulindac

Dolobid - Diflunisal

Feldene - Piroxicam

Indocin - Indometahacin

Lodine - Etodolac

Meclomen - Meclofenamate

Motrin - Ibuprofen

Nalfon - Fenoprofen

Naprosyn - Naproxen

Orudis - Ketoprofen

Ponstel - Mefenamic acid

Relafen - Nabumetone

Rimadyl - Carprofen

Tolectin - Tolmetin

Toradol - Ketorolac

Voltaren - Diclofenac

EFEK SAMPING

Setiap obat yang mengganggu proses dasar tubuh, seperti sintesis prostaglandin, biasanya

punya efek samping, dan NSAID pun tidak terkecuali. NSAID mempunyai efek anti

penggumpalan darah yang dapat bermamfaat untuk mencegah thrombosis dalam arteri meski

pada beberapa kasus bisa berbahaya. Sisi positifnya dosis kecil harian dari obat, seperti

aspirin, bisa menurunkan resiko serangan jantung, akan tetapi pada cedera mata misalnya,
dengan sedikitnya kebocoran darah ke dalam cairan mata, NSAID tidak boleh diberikan.

Pemakaiannya bisa beresiko perdarahan yang sangat parah di dalam mata dan mengancam

fungsi mata. Satu tablet Aspirin dapat menggandakan masa perdarahan sampai satu minggu.

Efek samping yang paling umum dan paling dikenal dari NSAID adalah sakit perut, sering

kali dengan mual dan diare. Gejala ini terutama akibat iritasi lambung karena hilangnya efek

pelindung prostaglandin dinding lambung. Kadang efek ini begitu parah sehingga

menyebabkan tukak lambung dan bahkan lubang. Karenanya, penderita dengan riwayat sakit

pencernaan dan tukak harus menghindari NSAID.

Prostaglandin membantu uterus berkontraksi saat persalinan. Jadi, pemakaian NSAID selama

persalinan seperti memperpanjang proses persalinan itu sendiri. Efek samping lainnya adalah

ruam alergi, gangguan tidur, sakit kepala, pening. Kadang kadang NSAID mengganggu

produksi sel darah putih dalam sistrem imun. Alergi aspirin jarang terjadi, tetapi dapat terjadi

pada orang dengan alergi lain. Keadaan ini dapat menybabkan reaksi yang mengejutkan dan

kadang kadang berbahaya, termasuk kesulitan parah dalam bernapas.

INTERAKSI NSAID

Kadang kadang perlu bagi penderita, khususnyta lansia, untuk mengkonsumsi beberapa obat

yang berbeda. Namun, NSAID bisa berinteraksi dengan obat lain. Jika dimakan bersama obat

steroid dan anti koagulan, NSAID dapat meningkatkan resiko perdarahan lambung atau usus.

Juga dapat menyebabkan kerusakan ginjal jika dimakan bersama obat diuretik atau

penghambat ACE, dan mengurangi laju pengeluaran obat obat lain dari tubuh melalui urin

sehingga meningkatkan efek obat obatan tersebut, kadang kadang secara berbahaya. Obat

yang berinteraksi dengan cara ini adalah obat hipoglikaemik oral untuk diabetes tipe II; obat

jantung seperti digitalis; simetidin untuk keasaman lambung; siklosporin, obat antipsikotik

butirofenon; lithium antidepresan, obat antikanker metotreksat; dan antibiotic quinolon.


Definisi

a. Farmakope Indonesia IV:

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi

dalam fase cair. (FI Ed. IV, 1995, hlm 18)

Suspensi Oral : sediaaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa

cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk penggunaan oral.

b. Farmakope Indonesia III:

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak

larut, terdispersi dalam cairan pembawa. (FI Ed. III, 1979, hlm 32)

c. USP XXVII, 2004, hal 2587

Suspensi oral : sediaan cair yang menggunakan partikel-partikel padat terdispersi dalam

suatu pembawa cair dengan flavouring agent yang cocok yang dimaksudkan untuk pemberian

oral.

Suspensi topikal : sediaan cair yang mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi

dalam suatu pembawa cair yang dimaksudkan untuk pemakaian pada kulit.
Suspensi otic : sediaan cair yang mengandung partikel-partikel mikro untuk pemakaian di

luar telinga.

d. Fornas Edisi 2 Th. 1978 hal 333

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersikan

sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri dari obat dalam bentuk serbuk

halus, dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan

pembawa yang ditetapkan. Yang pertama berupa suspensi jadi, sedangkan yang kedua

berupa serbuk untuk suspensi yang harus disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan.

I. 2 Keuntungan dan Kekurangan Sediaan (RPS, 1538-1539)

Keuntungan :

1. Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet / kapsul, terutama anak-

anak.

2. Homogenitas tinggi

3. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet / kapsul (karena luas permukaan kontak

antara zat aktif dan saluran cerna meningkat).

4. Dapat menutupi rasa tidak enak / pahit obat (dari larut / tidaknya)

5. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.

6. Kestabilan rendah (pertumbuhan kristal (jika jenuh), degradasi, dll)


7. Jika membentuk “cacking” akan sulit terdispersi kembali sehingga homogenitasnya

turun.

8. Aliran menyebabkan sukar dituang

9. Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan

10. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (cacking,

flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi / perubahan temperatur.

11. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang

diinginkan.

Kekurangan :

I. 3 Macam-macam Suspensi

a. Berdasarkan Penggunaan (FI IV, 1995)

1. Suspensi oral, sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam

pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan

oral.

2. Suspensi topikal, sediaan cair mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi

dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit.

3. Suspensi tetes telinga, sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan

untuk diteteskan pada telinga bagian luar.

4. Suspensi optalmik, sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang

terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.

Syarat suspensi optalmik :


- Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi

dan atau goresan pada kornea.

- Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau

penggumpalan.

b. Berdasarkan Istilah

1. Susu, untuk suspensi dalam pembawa yang mengandung air yang ditujukan untuk

pemakaian oral. (contoh : Susu Magnesia)

2. Magma, suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur, jika zat padatnya

mempunyai kecenderungan terhidrasi dan teragregasi kuat yang menghasilkan

konsistensi seperti gel dan sifat reologi tiksotropik (contoh : Magma Bentonit).

3. Lotio, untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit

(contoh : Lotio Kalamin)

c. Berdasarkan Sifat

1. Suspensi Deflokulasi

1. Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila kecepatan sedimentasi

bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka kecepatannya akan lambat.

2. Gaya tolak-menolak di antara 2 partikel menyebabkan masing-masing partikel

menyelip diantara sesamanya pada waktu mengendap.


3. Supernatan sistem deflokulasi keruh dan setelah pengocokan kecepatan sedimentasi

partikel yang halus sangat lambat.

4. Keunggulannya : sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang relatif homogen

pada waktu yang lama karena kecepatan sedimentasinya yang lambat.

5. Kekurangannya : apabila sudah terjadi endapan sukar sekali diredispersi karena

terbentuk masa yang kompak.

6. f. Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah sedimentasi tetapi

tidak dapat dipastikan apakah sistem akan tetap homogen pada waktu paronya.

2. Suspensi Flokulasi

1. Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat yang dapat mempercepat terjadinya

sedimentasi. Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel dibentuk oleh kelompok

partikel sehingga ukurang agregat relatif besar.

2. Cairan supernatan pada sistem deflokulasi cepat sekali bening yang disebabkan

flokul-flokul yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan ukuran yang bermacam-

macam.

3. Keunggulannya :sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar dan mudah

diredispersi.

4. Kekurangannya : dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena kecepatan

sedimentasinya tinggi.

5. Flokulasi dapat dikendalikan dengan :

1. i. Kombinasi ukuran partikel

2. ii. Penggunaan elektrolit untuk kontrol potensial zeta.

3. iii. Penambahan polimer dapat mempengaruhi hubungan struktur

partikel dalam suspensi.


I. 4 Syarat Suspensi

a. Menurut FI IV, 1995

1. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara iv dan intratekal

1. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus mengandung

zat antimikroba.

2. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan

3. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.

b. Menurut FI III, 1979:

1. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap

2. Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali

3. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi

4. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan

dituang.

5. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari

suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan.(Ansel, 356)

c. Menurur Fornas Edisi 2, 1978


Pada pembuatan suspensi, untuk mencegah pertumbuhan cendawan, ragi dan jasad renik

lainnya, dapat ditambahkan zat pengawet yang cocok terutama untuk suspensi yang akan

diwadahkan dalam wadah satuan ganda atau wadah dosis ganda

I. 5 Penggunaan Suspensi dalam Farmasi

1. Beberapa orang terutama anak-anak sukar menelan obat yang berbentuk tablet / zat

padat. Oleh karena itu diusahakan dalam bentuk larutan. Kalau zat berkhasiat tidak

larut dalam air, maka bentuk suspensi-dimana zat aktif tidak larut-terdispersi dalam

medium cair merupakan suatu alternatif.

2. Mengurangi proses penguraian zat aktif didalam air. Untuk zat yang sangat mudah

terurai dalam air, dibuat bentuk yang tidak larut. Dengan demikian, penguraian dapat

dicegah. Contoh : untuk menstabilkan Oxytetrasiklin HCl di dalam sediaan cair,

dipakai dipakai garam Ca karena sifat Oxytetrasiklin yang mudah sekali terhidrolisis

di dalam air.

3. Kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat dipersingkat dengan

mengencerkan zat padat medium dispersi pada saat akan digunakan. Contoh :

Ampisilin dikemas dalam bentuk granul, kemudian pada saat akan dipakai

disuspensikan dahulu dalam medim pendispersi. Dengan demikian maka stabilitas

ampisilin untuk 7 hari pada temperatur kamar masih dapat dipenuhi.

4. Apabila zat aktif sangat tidak stabil dalam air, maka digunakan medium non-air

sebagai medium pendispersi. Contoh : Injeksi Penisilin dalam minyak dan Phenoxy

penisilin dalam minyak kelapa untuk oral.

5. Sediaan suspensi yang terdiri dari partikel halus yang terdispersi dapat menaikkan

luas permukaan di dalam saluran pencernaan, sehingga dapat mengabsorpsi toksin-


toksin atau menetralkan asam yang diproduksi oleh lambung. Contoh Kaolin, Mg-

Karbonat, Mg-Trisilikat. (antasida/Clays)

6. Sifat adsorpsi daripada serbuk halus yang terdispersi dapat digunakan untuk sediaan

yang berbentuk inhalasi. Zat yang mudah menguap seperti mentol, Ol. Eucaliptus,

ditahan dengan menambah Mg-Karbonat yang dapat mengadsorpsi tersebut.

7. Dapat menutup rasa zat berkhasiat yang tidak enak atau pahit dengan lebih baik

dibandingkan dalam bentuk larutan. Untuk suspensi Kloramfenikol dipakai

Kloramfenikol Palmitas yang rasanya tidak pahit.

8. Suspensi BaSO4 untuk kontras dalam pemeriksaan X-Ray.

9. Suspensi untuk sediaan bentuk aerosol.

I.6 Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Suspensi (Lachman Practice, 479-491)

1. Kecepatan sedimentasi (Hk. Stokes)

Untuk sediaan farmasi tidak mutlak berlaku, tetapi dapat dipakai sebagai pegangan supaya

suspensi stabil, tidak cepat mengendap, maka :

1. Perbedaan antara fase terdispersi dan fase pendispersi harus kecil, dapat

menggunakan sorbitol atau sukrosa. BJ medium meningkat.

2. Diameter partikel diperkecil, dapat dihaluskan dengan blender / koloid mill

3. Memperbesar viskositas dengan menambah suspending agent.

4. Pembasahan serbuk

Untuk menurunkan tegangan permukaan, dipakai wetting agent atau surfaktan, misal : span

dan tween.
1. Floatasi (terapung), disebabkan oleh :

1. Perbedaan densitas

2. Partikel padat hanya sebagian terbasahi dan tetap pada permukaan

3. Adanya adsorpsi gas pada permukaan zat padat. Hal ini dapat diatasi dengan

penambahan humektan.

Humektan ialah zat yang digunakan untuk membasahi zat padat. Mekanisme humektan :

mengganti lapisan udara yang ada di permukaan partikel sehingga zat mudah terbasahi.

Contoh : gliserin, propilenglikol.

1. Pertumbuhan kristal

Larutan air suatu suspensi sebenarnya merupakan larutan jenuh. Bila terjadi perubahan suhu

dapat terjadi pertumbuhan kristal. Ini dapat dihalangi dengan penambahan surfaktan.

Adanya polimorfisme dapat mempercepat pertumbuhan kristal.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kristalisasi (Disperse system, Vol. I, 158)

1. gunakan partikel dengan range ukuran yang sempit

2. pilih bentuk kristal obat yang stabil

3. cegah penggunaan alat yang membutuhkan energi besar untuk pengecilan ukuran

partikel

4. gunkan pembasah

5. gunakan colloidal pelindung seperti gelatin, gums, dan lain-lain yang akan

membentuk lapisan pelindung pada partikel

6. viskositas ditingkatkan

7. cegah perubahan suhu yang ekstrim


Hal-hal yang memicu terbentuknya kristal ::

1. keadaan super jenuh

2. pendinginan yang ekstrim dan pengadukan yang cepat

3. sifat aliran pelarut yang dapat mengkristalkan zat aktif, dalam ukuran dan bentuk

yang bervariasi

4. keberadaan cosolutes, cosolvent, dan absorbent

5. kondisi saat proses pembuatan.

6. Pengaruh gula (sukrosa)

1. Suspending agent dengan larutan gula : viskositas akan naik

2. Adanya batas konsentrasi gula dalam campuran dengan suspending agent.

3. Konsentrasi gula yang besar juga dapat menyebabkan kristalisasi yang cepat

4. Gula cair 25 % mudah ditumbuhi bakteri, perlu pengawet. (tidak lebih dari 30

%; hati-hati cap locking)

5. Hati-hati jika ada alkohol dalam suspensi

6. Metode dispersi : Deflokulasi dan Flokulasi

7. Pengaruh alat-alat pendispersi, menyebabkan :

Variasi pada ukuran partikel berhubungan dengan RPM Shearing Force

Variasi pada sifat-sifat suspensi

Variasi pada viskositas pembawa, berhubungan dengan hidratasi suspending agent.

Partikel
+ wetting agent

Dispersi homogen

Suspending agent + Zat untuk flokulasi + Zat untuk flokulasi

(non-elektrolit)

Suspensi Deflokulasi Suspensi terflokulasi + Suspending agent

Suspensi terflokulasi

1.7. Formula Sediaan Suspensi

1.7.1 Sifat Fisik Untuk Formulasi Suspensi yang Baik


1. Suspensi harus tetap homogen pada suatu perioda, paling tidak pada perioda antara

pengocokan dan penuangan sesuai dosis yang dikehendaki.

2. Pengendapan yang terjadi pada saat penyimpanan harus mudah didispersikan kembali

pada saat pengocokan.

3. Suspensi harus kental untuk mengurangi kecepatan pengendapan partikel yang

terdispersi. Viskositas tidak boleh terlalu kental sehingga tidak menyulitkan pada saat

penuangan dari wadah.

4. Partikel suspensi harus kecil dan seragam sehingga memberikan penampilan hasil jadi

yang baik dan tidak kasar.

Yang Harus Diperhatikan :

1. Untuk membuat sediaan suspensi dibutuhkan beberapa bahan pembantu. Pemilihan

bahan pembantu didasarkan pada kesesuaian dan juga bentuk fisik campuran serbuk

yang dibutuhkan.

2. Bahan pembantu yang digunakan sebaiknya seminimal mungkin. Semakin banyak

jenis bahan pembantu, semakin banyak masalah yang timbul, seperti masalah

inkompatibilitas. Karena itu sedapat mungkin eksipien yang digunakan benar-benar

dibutuhkan dalam formulasi. Akan lebih baik jika menggunakan eksipien yang dapat

berfungsi lebih dari satu macam.


1.7. 2 Formula Umum

A. Zat aktif

B. Bahan tambahan :

1. bahan pensuspensi (suspending agent)

2. dapar atau acidifer

3. bahan pembasah (wetting agent)/humektan

4. antioksidan

5. pemanis

6. anticaking

7. pewarna

8. flavour

9. floculating agent

10. pewangi

11. antibusa (antifoaming)

12. pengawet

13. pengawet

1. Bahan pembawa : air, sirup, dll


B. Bahan Tambahan

a. Bahan pensuspensi / suspending agent (Art of Compounding, hlm 300)

Fungsi : Memperlambat pengendapan, mencegah penurunan partikel, dan mencegah

penggumpalan resin dan bahan berlemak

Cara Kerja : meningkatkan kekentalan. Kekentalan yang berlebihan akan mempersulit

rekonstitusi dengan pengocokan. Suspensi yang baik mempunyai kekentalan yang sedang

dan partikel yang terlindung dari gumpalan/aglomerasi. Hal ini dapat dicapai dengan

mencegah muatan partikel, biasanya muatan partikel ada pada media air atau sediaan

hidrofil.

Faktor pemilihan suspending agent

1. Penggunaan bahan (oral / topikal)

2. Komposisi kimia

3. Stabilitas pembawa dan waktu hidup produk (shelf life)

4. Produk, sumber, inkompatibilitas dari suspending agent.

Penggolongan Suspending Agent:

I. Golongan Polisakarida
1. Gom Akasia = Gom Arab

(FI III, 279; US Dispensatory,1; Martindale 28th ed., 948; Excipients 02, 1; USP 1985,1528;

Husa’s, 161-163; Cooper & Gunn, 103-104; Aulton Pharm. Practice,100; Aulton,Pharm.

Design Form, 275)

Gom akasia adalah eksudat gom arab yang diperoleh dari batang dan dahan pohon Acacia

senegal wild, dan beberapa spesies. Akasia termasuk suspending agent yang berasal dari alam

dan mengandung enzim pengoksidasi, sehingga akasia kurang cocok untuk digunakan dalam

sediaan farmasi yang mengandung zat aktif yang mudah teroksidasi. Enzim ini dapat

diinaktivasi dengan pemanasan pada suhu 100oC. Sebagai suspending agent yang baik, sering

dikombinasi dengan bahan pengental yang lain seperti campuran serbuk Tragakan BP yang

mengandung akasia 20 %, trgakan 15%, starch 20% dan sukrosa. Karena kekentalannya,

akasia jarang dgunakan dalam sediaan eksternal.

Musilago akasia memiki viskositas yang paling baik pada range pH 5-9. Dibawah pH 5 dan

diatas pH 9, viskositas akan menurun dengan tajam. Misilago akasia 35% mempunyai

viskositas yang kurang lebih sama dengan gliserin.

Kelarutan : mudah larut dalam air (1 g dalam 2,7 g air) menghasilkan larutan yang kental

dan tembus cahaya, praktis tidak larut dalam etanol 95%P, kloroform, eter, gliserol, dan

propilen glikol (1 g dalam 20ml) dan minyak-minyak. Larut dalam 1 :20 bagian gliserin.

Keasaman dan kebasaan : larutan jenuh dalam air bereaksi terhadap lakmus, jika

diencerkan dengan air lalu dibiarkan tidak terjadi pemisahan endapan. pH 4,5-5 (larutan 5%

b/v).

Bobot Jenis : 1,35-1,49


Sterilisasi : autoklaf

OTT : alkohol, adrenalin, amidopyrine, apomorpin, bismut subnitrat, boraks, krosol, eugenol,

morfin, fenol, garam ferri, tanin, thymol, vanilin, merkuroklorida, fisostigmin, Na silikat,

logam berat da alkaloid.

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, tempat kering. Larutan dapat terurai oleh bakteri

atau enzim, akasia serbuk halus diawetkan dalam wadah tertutup.

Keamanan : akasia aman untuk penggunaan umum sebagai zat aditif makanan (FDA).

Meskipun aman digunakan, tetapi ada batasan jumlah yang menyebabkan reaksi alergi pada

manusia. Tidak digunakan untuk penggunaan parenteral karena menyebabkan bahaya

arabinosis.

Penggunaan :

Akasia bentuk kental dalam air digunakan dengan tragakan sebagai suspending agent dalam

tinktur resin. Serbuk akasia digunakan sebagai emulsifying agent untuk emulsi oral (1 bagian

akasia dicampur dengan 4 bagian minyak atau parafin liq dan dengan 2 bagian air

membentuk suatu emulsi primer.

OTT : Akasia inkompatibel dengan aminopirin, kresol, etanol (95%), asam2 feri, morfin,

fenol, fisostigmin, tanin, timol, dan vanilin. Banyak jenis garam dapat menurunkan viskositas

larutan akasia, sementara garam trivalen dapat menyebabkan koagulasi. Dalam sediaan

emulsi, larutan akasia OTT dengan sabun.


2. Tragakan

(FI III, 612; US Dispensatory 27th,1204-1205; Martindale 28th,962; Excipients,

331;Exipients 02,603; RPS, 1247; Husa’s, 163-164, Cooper & Gunn 12th, 104-105; Aulton

Pharm. Practice, 100; Aulton The Science of.., 275)

Tragakan adalah eksudat gom kering yang diperoleh dengan penorehan batang Asragalus

gummifer Labill dan spesies Astragalus lain. Tragakan memiliki kemampuan membentuk gel,

maka tragakan lebih baik daripada akasia sebagai pengental. Digunakan dalam bentuk serbuk

atau mucilago atau campuran serbuk Tragakan BP untuk mensuspensikan serbuk yang sukar

berdifusi. Jumlah yang cocok untuk 100 ml suspensi adalah 0,2 g serbuk tragakan, 2-4

serbuk campuran atau kira-kira 25 ml musilago. Bila digunakan dengan dikombinasi dengan

akasia, maka pembawanya hanya boleh air atau air kloroform.

Tragakan menghasilkan mucilago yang kurang lengket dibandingkan dengan akasia, karena

itu lebih cocok untuk penggunaan obat luar, seperti : jelly, lotion, pasta, krim.

Tragakan yang tidak larut terhidratasi agak lambat oleh karena itu lebih baik jika didiamkan

dahulu selama beberapa hari sebelum digunakan untuk meningkatkan viskositasnya. Untuk

mempercepat hidratasi, maka bentuk granul tragakan harus dititrasi dalam mortir.

Kelarutan : agak sukar larut dalam air, tetapi mengembang menjadi massa yang homogen,

lengket dan seperti gelatin. Jika dikocok dengan berlebih, massa ini akan membentuk

campuran yang seragam , tetapi jika didiamkan satu atau dua hari akan terjadi pemisahan

yang akan memberikan bagian yang terlarut pada lapisan supernatan. Tragakan praktis tidak

larut dalam alkohol.


Sifat fisika : 1 g serbuk ditambahkan dalam 50 ml air akan mengembang menjadi bentuk

yang halus, hampir seragam, berbentuk mucilago yang bening, 0,5% larutan menunjukkan

range viskositas 120-600 cps tergantung kepada tipe tragakan.

Stabilitas dan penyimpanan : bentuk serbuk dan bentuk tetesan tragakan, stabil jika

disimpan dalam wadah kedap udara. Gel tragakan dapat disterilkan dengan otoklaf. Dapat

dikontaminasikan dengan spesies enterobacter. Oleh karena itu larutannya harus diberi

pengawet yang sesuai.

OTT : dapat menurunkan kemampuan antimikroba pengawet benzalkonium klorida,

klorbutanol, dan metilparaben, beberapa fenol, dan fenilmerkuri asetat. Pada pH<5 , tragakan

kompatibel dengan pengawet asam benzoat, klorbutanol, metilparaben. Penambahan mineral

kuat dan asam organik dapat menurunkan viskositas dispersi tragakan. Viskositasnya

diturunkan pula dengan adanya alkali atau NaCl jika dispersi dipanaskan. Tragakan

kompatibel dengan garam konsentrasi tinggi dan banyak suspending agent lain saperti akasia,

CMC, starch, dan sukrosa. Dengan adanya 10% FeCl3 akan menyebabkan pengendapan,

perubahan warna menjadi kuning.

Sterilisasi : otoklaf

pH : musilago tragakan memiliki pH 5-6 untuk 1% b/v dispersi.

Penggunaan : tragakan membentuk larutan yang kental atau gel dengan adanya air.

Kekentalan tergantung pada konsentrasi yang digunakan. Dalam bentuk terdispersi, bubuk

tragakan mula-mula akan terdispersi dalam “distributing agent” seperti alkohol, minyak dan

gliserol.

Digunakan sebagai suspending agent dalam lotion, mikstura, dan sediaan tidak larut lainnya.
Catatan :

Bi-subnitrat membentuk gel dengan tragakan. Penambahan 0.1% tri-Na-fosfat atau Na-sitrat

ke dalam 1% musilago tragakan dapat mencegah pembentukan gel. Garam Bi lainnya tidak

membentuk gel dengan tragakan.

Dalam 6% musilago tragakan dapat digunakan untuk suspensi dalam jelly Efedrin Sulfat dan

campuran Kaolin-Pektin.

Penambahan mineral dan asam-asam organik yang banyak dapat menyebabkan viskositas

dispersi tragakan berkurang.

3. Na-alginat (Sodium alginat/sodium salt/sodium polymannuronate)

(Excipients, 257;Exipients 02,543; Phrm. Dispensing, 164-165; Cooper & Gunn 12th, 106;

Aulton Pharm. Practice, 101; Aulton The Science of…, 257)

Na-alginat cocok untuk penggunaan internal (garam alginat dengan pelarut organik tidak

digunakan). Kegunaan utama dalam bidang farmasi adalah sebagai zat pengental dan

stabilisator suspensi.

Kelarutan : larut dalam air secara perlahan-lahan (1:20) merupakan larutan koloidal yang

viskos berwarna putih sampai coklat kekuningan. Praktis tidak larut dalam alkohol,

kloroform, eter, dan larutan yang mengandung lebih 30% alkohol. Na alginat diendapkan dari

larutan dispersinya oleh koloidal (kira-kira 30-50%) tergantung pada tipe dan konsentrasi

alginat. Tak larut dalam larutan asam (pH lebih rendah dari 4).

pH : 7,2 untuk larutan 1% b/v.


Viskositas : terdapat berbagai kualitas Na alginat dimana air mempunyai viskositas yang

bervariasi antara 200-400 cps dalam larutan 1% pada suhu 20o. Gel padat yang immobil oleh

larutan Na alginat 5% dalam air. Viskositas maksimum sekitar pH 7 dan pH 4-10

viskositasnya menurun sekitar 10%. Konsentrasi rendah dari elektrolit meningkat viskositas.

Larutan yang lebih encer mempunyai viskositas seperti mucilago. Viskositas dapat

meningkat dengan penambahan 0,3% Ca sitrat, sebelumnya dicampur dengan sedikit air.

Konsentrasi elektrolit yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan viskositas sampai terjadi

penggaraman Na alginat. Penambahan alkohol 10% atau gliserin 20% dapat menstabilkan

viskositasnya, tetapi konsentrasi yang lebih tinggi (sekitar 30-70%) menyebabkan flokulasi.

Penggaraman terjadi pada konsentrasi NaCl lebih dari 4%.

Stabilitas : larutan stabil pada pH 4-10. sterilisasi Na alginat dengan otoklaf, sedemikian juga

larutannya, terjadi kehilangan viskositas tergantung adanya senyawa-senyawa dalam larutan.

OTT : derivat akridin, kristal violet, fenil merkuri asetat, fenil merkuri nitrat/asetat, garam Ca

logam berat, alkohol dengan konsentrasi di atas 5%. Ion logam, logam alkali, amonium besi,

magnesium mengentalkan musilago, membentuk alginat yang tidak larut.

Penyimpanan : wadah kedap udara. Sebaiknya larutan tidak disimpan dalam wadah logam.

Pengawet : untuk pemakaian luar ditambahkan klor kresol 0,1% klorosilenol 0,1% ester dari

asam p-hidroksi benzoat dan asam benzoat jika medium asam.

4. Starch (Amylum)

Starch kadang-kadang digunakan dengan suspending agent yang lain karena viskositas

msilagonya yang tinggi. Starch merupakan komponen dari campuran serbuk tragakan BP.
Dapat digunakan dengan CMC-Na. Na starch glikolat (eksplotab, primogel) merupakan

turunan pati kentang ynag telah dievaluasi untuk digunakan pada suspensi. Musilago yang

terdiri dari 2,5% starch dalam air menghasilkan produk yang kental.

Stabilitas dan Penyimpanan : Strach kering yang tidak dimasak cukup stabil selama

penyimpanan jika dilindungi dari kelembaban yang tinggi dari kelembaban yang tinggi.

Penyimpanan dalam tempat yang sejuk, kering dalam wadah kedap udara. Larutan starch

yang dimasak atau pasta secara fisika dan tidak stabil dan mudah diserang oleh

mikroorganisme menjadi bermacam-macam turunan strach dan “starch yang termodifikasi”

dengan sifat fisika yang unik.

OTT : -

Keamanan : Starch merupakan senyawa makanan yang dapat dimakan yang dikenal secara

luas keamanannya.

Perhatian khusus : Simpan dalam tempat yang bersih, kering dan ruangan berventilasi baik.

Penggunaan dalam farmasi : pengisi, pengikat, penghancur/desintegran.

5. Karagen (Chondrus extract)(Martin Disp. Of Medication, 543-544; RPP, 255)

Kelarutan : semua karagenan terbasahi oleh air, tapi hanya lamda karagenan dan natrium

karagenan yang larut sempurna.


Sifat-sifat bahan : ekstrak dari chondrus yang dinamakan carrageen merupakan senyawa

anionik. Dispersi cairannya mempunyai pH 7-9, tetapi pH stabilitasnya antara 4,5-10. Panas

dapat merusak carrageen, walaupun pemanasan singkat pada pH diatas 6 dapat diabaikan.

Efek kerusakan bertambah dengan turunannya pH di bawah 6. Ekstrak chondrus hamir larut

sempurna dalam 100 bagian air pada 85oC membentuk suatu larutan koloidal viskous yang

mudak mengalir pada suhu tersebut. Carrageen tidak larut dalam alkohol, tapi dapat

bercampur dengan alkohol sampai kosentrasi 20%. Makin banyak alkohol yang ditambahkan,

viskositas cairan terdispersi makin meningkat. Pada kosentrasi alkohol di atas 20% akan

terbentuk suatu gel dengan cepat, dan di atas 40% dapat mengendapkan carrageen. Carrageen

mudah terhidrasi dalam air panas dimana akan membentuk sistem ”transculent straw

colorade”. Pengadukan secara mekanik dapat menyebabkan hidrasi dipermudah tampa

adanya panas.

Kegunaan : ekstrak chondrus banyak digunakan dalam makanan seperti : puding, es krim,

eggnog dan jelly sebagai pengental dan pensuspensi. Juga sering digunakan dalam obat dan

kosmetik.Contoh sediaan yang mengandung ekstrak chondrus diantaranya : lotion keriting

rambut, maskara, pasta gigi, suspensi kalamin, suspensi sulfonamida, suspensi titanium

dioksida.

Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya dan sebaiknya

di tempat yang dingin.

6. Xanthan Gum (Polysaccharide B-1459 / Corn Sugar Gum)

(Aulton Pharm. Practice, 101,Exipient 02,691)


Polisakarida semisintetik, terdiri dari garam natrium, kalium atau kalisum dari polisakarida

dengan BM tinggi yang diasetilase secara parsial.

Pemerian : serbuk berwarna, larut pada air panas/dingin.

Pada konsentrasi 0,5% menghasilkan produk kental dan menunjukkan sedikit perubahan pada

interval suhu dan pH yang cukup besar. Pada kosentrasi 1% baru ditambah pengawet yang

sesuai.

Fungsi : Stabilizing agent; suspending agent; viscosity-increasing agent.

Penggunaan Farmasetik: pencampuran suspending agent anorganik tertentu

seperti;magnesium aluminum silicate, or organic gums akan memeberikan effek rheologl

yang sinergis. Pada umumnya perbandingan pencampuran antara xanthan gum dengan

magnesium aluminum silicate 1:2 sampai 1:9 memberikan hasil yang maksimal Efek sinergis

yang optimum juga diperoleh melalui perrbandingan Xantan : Guar gum 3:7 dan 1: 9.

7. Guar Gum (Guar Flour) (Martindale 28th, 945-955; Excipients, 228)

Sifat fisika : merupakan dispersi koloidal yang viokous (larutan) yang terhidrasi dalam air

dingin. Kecepatan hidrasi optimum pada pH 7,5-9. Viskositas larutan 1% ialah 2000-2500

cps dan merupakan aliran tiksotropik. Serbuk halus lebih sukar didispersikan. Untuk

mengembangkan viskositas yang maksimum diperlukan waktu 2-4 jam dalam air pada suhu

kamar.

pH stabilitas : 1-10,5. pada pH 3,5-4,5 viskositasnya kurang. Viskositas max pada pH 7,5-9
Stabilitas dan penyimpanan : pemanasan yang lama akan menurunkan viskositas. Simpan

dalam wadah tertutup baik.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam pelarut organik. Dalam air dingin dan panas, guar gum

terdispersi. Dan mengembang membentuk sol tiksotropik, dan kental. Kecepatan hidrasi

optimum terjadi pada pH 7,5-9. Serbuk yang sangat halus mengembang lebih cepat dan lebih

sulit untuk didispersikan. Didiamkan dalam suhu kamar selam 2-4 jam akan menghasilkan

viskositas yang maksimum.

Pengawetan : stabilitas terhadap bakteri dapat ditingkatkan dengan penambahan campuran

0,15% metil paraben dan 0,02% propil paraben atau dengan 0,1% asam benzoat atau Na

pentaklofenat.

OTT : guar gum tidak tersatukan dengan aseton, alkohol, tanin, asam,/basa kuat. Ion borat

akan mencegah hidrasi dari dispersi guar dalam air. Penambahan ion borat untuk menghidrasi

larutan menghasilkan struktur gel yang kohesif yang dapat mencegah hidrasi yang lebih

lanjut. Gel tersebut dapat dicairkan dengan menurunkan pH dibawah 7

Keamanan : aman digunakan.

Efek Samping : seperti halnya dengan CMC. Dalam jumlah besar secara temporer dapat

menyebabkan peningkatan flatulensi, distensi, obstruksi usus, dan obstriksi osofagus.

Kontra indikasi : tidak boleh digunakan intuk pasien yang mengalami obstruksi sal usus.

Harus digunakan dalam keadaan mengandung air untuk menghindari kekerasan feces atau

obstruksi eosefagus.

Penggunaan : guar gum dipakai sebagai pengental dan sebagai stabilistaor dalam emulsi.

Emulsi yang dibuat dengan akasia dapat distabilkan dengan baik dengan menambahkan gom
guar 1%. Gom guar merupakan suspending agent yang kurang baik untuk serbuk yang tidak

larut. Guar Gum dapat di campurkan penggunaannya dengan tanaman hydrokoloid lain

seperti tragakan

II.Turunan Selulosa

1. Metilselulosa

(Martindale 28th, 947; RPS, 1245; Excipients,386; Cooper & Gunn, 107; Aulton Pharm

Practice,

101; Aulton The Sciencdee of.., 276)

Merupakan polimer selulosa rantai panjang yang rata-rata memiliki dua gugus hidroksik pada

setiap unit heksosa yang termetilasi. Variasi bahan dipasaran berbeda dalam tingkat

substitusinya dan panjang rantai selulosenya. Bahan yang rantainya panjang paling kental.

Ada 4 tipe metil

selulosa yang umum yaitu : MC 20 BPC, 425 BPC, 2500 BPC, dan 4500 BPC. Nomor-

nomor tersebut menandakan perkiraan kekentalannya dalam senti stokes dari 2 % musilago.

Kelas yang viskositasnya tinggi (2500, 4500) digunakan sebagai pengental dan pendispersi.

Dipasaran dikenal dengan nama metosel.

Ada dua jenis metosel, yaitu :

1 .Metosel MC (metil eter), dan

2. Metosel HG (campuran metil dan hidroksi propil eter selulosa)


Metil selulosa dengan nomor yang rendah larut dalam air, sedangkan metil dengan kelas

viskositas yang tinggi membentuk gel lunak pada suhu kamar.

Kelarutan : Larut di air dingin tetapi tidak larut dalam air panas. Tidak larut dalam eter,

alkohol, dan kloroform. Larut dalam asam asetat glasial dan dalam campuran alkohol dan

kloroform dengan perbandingan sama, tidak larut dalam air panas, dalam larutan jenuh

garam.

Jenis-jenis metilselulosa :

a. Metil selulosa 20 : mengandung 26 – 32 % group methoksil dan viskositas larutan 2 %

adalah 17 – 23 centistokes pada 20o C.

b. Metil selulosa 450 : mengandung 26 – 32 % group methoksil dan larutan 2 % pada 20o C

mempunyai viskositas 350 – 450 centistokes.

c. Metil selulosa 2500 : mengandung 27 – 29 % group methoksil dan larutan 2 % pada 20o C

mempunyai viskositas 2200 centistokes.

d. Metil selulosa 4500 : mengandung 27 – 29 % group methoksi dan larutan 2 % pada 20o C

mempunyai viskositas 4000 – 5000 centistokes.


OTT : metilselulosa OTT dengan amin akrine hidroklorida, kolesterol, merkuri klorida,

fenol, resorsinol, asam tanat, dan perak nitrat. Biasanya ketidaktersatuannya ditunjukkan

oleh kekeruhan dan hilangnya viskositas.

Stabilitas : Pada pemanasan mula-mula viskositas musilago menurun. Dan kemudian

pada saat suhu meningkat molekul metil selulosa ini perlahan-lahan terhidratasi sampai

terbentuk dispersi pada suhu sekitar 50oC. Pada pendinginan, gel berubah menjadi padat dan

viskositasnya kembali ke normal. Penurunan viskositas yang diakibatkan pemanasan akan

bertambah besar dengan adanya asam daripada dalam basa. Viskositas dapat berubah juga

tanpa pemanasan. Perubahan ini disebabkan adanya asam atau basa. Walaupun musilago

kurang / tidak mudah terserang mikroba, pada pembuatannya harus ditambahkan pengawet,

misalnya fenil merkuri nitrat 0,001 %. Pilih pengawet non ionik sehingga stabil pada range

pH yang lebar.

Penggunaan : Metil selulosa digunakan dalam farmaseutik dan terapeutik.

Dalamfarmaseutik, metilselulosa digunakan sebagai zat pendispersi dan pengental, emulgator

dan pembasah. Hal ini terutama digunakan dalam obat tetes mata, tetes hidung, kosmetik,

pasta gigi dan sediaan cair lain, misalnya suspensi dan emulsi. Dalam terapeutik, MC

sebagai laksatif pada konstipasi kronik. MC dapat digunakan untuk sediaan internal atau

eksternal.

2. CMC Na
(US Dispensatory 27th, 1049; Martin Disp.of Medication, 546-547, 553; Art of

Compounding, 301,305,307; Martindale 28th, 950-951; Lyman’s Textbook of Pharm.

Compounding & Dispensing, 239-240; Excipients, 45; Cooper & Gunn, 107; Aulton

Pharm.Practice, 101; Aulton The Science of.., 276)

Kelarutan : Larut dalam air (pada semua temperatur), memberikan larutan jernih, praktis

tidak larut dalam pelarut organik.

pH : 1 % larutan dalam air mempunyai pH 6 – 8,5. Stabil pada range pH 5 – 10.

Viskositas musilago CMC Na menurun drastis pada pH < 5 atau pH > 10. Musilago lebih

peka terhadap perubahan pH daripada metilselulosa.

Stabilitas : terhadap panas, CMC Na dapat disterilisasi dalam keadaan kering dengan

mempertahankan suhu pada 160oC selama 1 jam, tetapi akan terjadi penurunan viskositas

secara perlahan-lahan dan sifat-sifat larutan yang dibuat dari bahan yang telah disterilkan

memburuk.

Sterilisasi larutan dengan pemanasan juga menyebabkan penurunan viskositas, tetapi hal ini

tidak terlalu dipermasalahkan. Bila suatu larutan dipanaskan dalam autoklaf pada 125o C

selama 15 menit dan dibiarkan menjadi dingin, viskositas menurun sekitar 25 %. Karenanya,

bila menghitung jumlah CMC Na yang akan dipakai dalam sediaan yang akan disterilkan hal

ini harus dipertimbangkan.

OTT : CMC Na adalah anionik, maka tidak tersatukan dengan kationik seperti akriflavine,

gentian violet, thiamin, Pharmagel A, germisida kuarterner, alkaloid, hampir semua antibiotik

dan logam berat (seperti Al, Zn, Hg, Ag, Fe), CMC Na tidak tersatukan dengan larutan asam

kuat, FeCl3 (garam-garam besi yang larut air), alumunium sulfat dan banyak elektrolit.
Keamanan : CMC Na adalah zat yang non toksik

Kegunaan : CMC Na digunakan untuk suspending agent dalam sediaan cair (pelarut air)

yang ditujukan untuk pemakaian eksternal, oral atau parenteral. Juga dapat digunakan untuk

penstabil emulsi dan untuk melarutkan endapan yang terbentuk bila tinctur ber-resin

ditambahkan ke dalam air. Untuk tujuan-tujuan ini 0,25 % – 1 % atau 0,5 % – 2 % CMC Na

dengan derajat viskositas medium umumnya mencukupi.

3. Avicel

(Excipients,108; Cooper& Gunn, 108; Aulton The Science of…, 276)

Ada dua bentuk avicel yang digunakan dalam bidang farmasi, yaitu yang dapat membentuk

dispersi koloid dalam air dan yang tidak terdispersi dalam air. Bentuk yang pertama

digunakan sebagai suspending agent, sedang bentuk yang kedua digunakan sebagai pengikat,

pengisi, penghancur dan pelincir pada sediaan padat (tablet).

Kelarutan : Tidak larut dalam air, pelarut asam dan pelarut organik lainnya, agak sukar

larut dalam NaOH (1 : 20)

pH stabilitas : 5,5 – 7

Stabilitas dan penyimpanan : stabil, higroskopik, simpan dalam wadah tertutup rapat.

Kecepatan hidrasi : dengan penambahan CMC Na atau Hypromellose

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.

Sifat Aliran : tiksotropik pada konsentrasi lebih dari 2 %


Kadar pemakaian : sebagai suspending agent lebih besar atau sama dengan 2 %

Keamanan : aman

OTT : HCl, HgCl, AgNO3, fenol, asam tanat.

Penggunaan dalam farmasi : pengikat tablet, pengisi (granulasi basah 5 – 20 %),

penghancur tablet 5 – 15 %, glidan tablet 5 – 15 %, antiadheren 5 – 20 %. Pengisi kapsul 10

– 30 %, tidak digunakan sebagai adsorben.

Sifat aliran dari dispersi avicel dapat diperbaiki dengan menambahkan hidrokoloid seperti :

CMC, metil selulosa, hidroksi propil selulosa yang dapat menstabilisasi dispersi untuk

melawan efek flokulasi karena penambahan elektrolit.

4. Hidroksi Etil Selulosa

(RPS, 1245; Martindale 28th, 947,953; Martin Disp. of Medication, 547, 552-555,553;

Excipients, 283; Husa’s, 167)

Kelarutan : Larut dengan mudah dalam air dingin/panas menghasilkan larutan yang larut

sempurna, halus, viskous, larut secara parsial dalam asam asetat, tidak larut dalam sebagian

besar pelarut organik.

pH stabilitas : 2 – 12

Penyimpanan : disimpan dalam wadah tertutup rapat, kering untuk menghindari kenaikan

kelembaban.
OTT : kompatibel sebagian dengan komponen larut air seperti casein, starch, metil

selulosa, polivinyl alkohol dan gelatin. Inkompatibel dengan zein. Hidroksietil selulosa

dapat digunakan dengan berbagai variasi pengawet yang larut air. Hidroksietil selulosa dapat

membuat larutan mengalami salting out seperti pelarut organik.

Stabilitas : Viskositas hidroksietil selulosa ditandai oleh suatu angka (dalam cps) dari

larutan 2 %. Seperti hidrokoloid nonionik lainnya, hidroksietil selulosa membentuk dispersi

yang kental dalam air yang tidak dipengaruhi pH 4 – 10. Dengan makin besarnya BM

hidrokoloid, makin sensitif dispersi terhadap pH. Pada pH diatas 10, viskositas menurun

drastis tapi reversibel. Semakin asam larutan, viskositas menurun perlahan tapi irreversible.

Efek garam pada sifat aliran hidroksietil selulosa dapat diabaikan. Tidak seperti metil

selulosa, hidroksietil selulosa tidak mengendap dalam air bila suhu dinaikkan. Hidroksietil

selulosa sedikit larut dalam alkohol tapi tersatukan, misalnya 1 % dispersi WP 4400

tersatukan dalam alkohol 82 % dan dalam konsentrasi gliserin yang lebih besar. Surfaktan

yang dilarutkan dalam air sebelum penambahan hidrokoloid akan mempercepat hidrasi dan

memudahkan penyebaran sediaan krim atau lainnya pada permukaan kulit. Hanya sedikit

surfaktan yang digunakan untuk keperluan ini dan surfaktan yang ditambahkan harus non

ionik juga. Semua turunan selulosa dapat dirusak oleh mikroorganisme.

Penggunaan : menyerupai CMC Na karena merupakan eter selulosa, perbedaannya ialah

nonionik dan larutan ini tidak dipengaruhi pada beberapa kasus. Digunakan dalam bidang

farmasi sebagai pengental, koloid pelindung, pengikat, penstabil, dan suspending agent

dalam emulsi, jelly dan ointmen, lotion, ophtalmic, solution, suppositoria, tablet, shampoo,

hair sprays, penetralisir, krim, lotion.


III.Golongan Clay

1. Bentonite ( HPE, 4th ed.,2003,43; Martindale 33th,1499;Husa’s, 168; Aulton The Science

of…, 277; Art of Compounding, 304; CMN)

Sumber : dari alam.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam larutan air (aqueous solution), tetapi

mengembang menjadi massa yang homogen dan menempati kurang lebih 12 kali volume

serbuk keringnya. Praktis tidak larut dan tidak mengembang dalam pelarut organik.

pH : larutan 2 % b/v (suspensi dalam air) 9,5 – 10,5

OTT : dengan elektrolit kuat, partikel atau larutan yang bermuatan positif (kationik),

“sulphurated potash” dan acriflavine HCl. Bentonit yang terdispersi akan terendapkan oleh

adanya asam (karena dispersinya bersifat basa) dan oleh adanya alkohol. Pada sediaan

antibakteri yang mengandung bentonit menunjukkan bahwa antibakteri yang kationik akan

diinhibisi (di inaktivasi) oleh bentonit dalam suspensi air, tetapi tipe antibakteri anionik dan

nonionik tidak dipengaruhi. (HPE, 4th ed. 2003,43). Inaktivasi ini terjadi karena pertukaran

kation.

Stabilitas : Bentonit stabil terhadap suhu tinggi (lebih kecil dari 400o C). Dapat

disterilisasi panas. Untuk serbuk disterilisasi pada suhu 170o C selama 1 jam setelah

dikeringkan 100o C. Suspensinya dalam air disterilisasi pada autoklaf.

Sifat aliran : tiksotropik (Art of Compounding) untuk suspensi 4 % b/v yang membentuk

gel dan akan lebih cair bila dikocok (terjadi tanpa pemanasan). Untuk mencapai viskositas

800 cps (20o C) yaitu viskositas yang baik untuk suspensi diperlukan konsentrasi 6,3 % b/v.
pH stabilitas : 3 – 10 (Art of Compounding)

Penggunaan : Bentonit akan menyerap air membentuk sol atau gel tergantung

konsentrasinya. Bentuk sol cocok untuk suspending agent. Bentuk gel dipakai untuk basis

salep atau krim. Penggunaan ini mempunyai pH = 9. Bentuk gel akan sangat berkurang

dengan adanya asam dan meningkat dengan penambahan basa seperti Mg-oksida. Dalam

bentuk sol atau gelnya dalam air, bentonit bermuatan negatif dan akan mengalami flokulasi

bila ditambahkan elektrolit atau suspensi bermuatan positif. Sifat ini menyebabkan kadang-

kadang bentonit digunakan dalam penjernihan cairan-cairan yang keruh. Sebagai serbuk

suspending dalam sediaan cair dan untuk membuat basis krim yang mengandung emulgator

yang sesuai sebagai emulgator o/w (seperti emulsifying wax, self emulsifying gliseril

monostearat). Konsentrasi bentonit 2 % sudah cukup. Sebagai basis yang lain 10 – 20 %

bentonit dan 10 % gliserin.

Pengembangan : Van Duin, jika bentonit dicampur dengan air akan terbentuk suatu massa

seperti salep. Salep-salep yang hanya terdiri dari bentonit dan air tidak tahan lama. Salep ini

selalu memisahkan air, maka sering ditambahkan zat-zat lemak (seperti vaselin). Baru

bentonit magma : bentonit dalam air 5 % b/v baik digunakan untuk dispensing dan biasanya

dibuat persediaan. Jumlah yang biasa digunakan adalah 40% bentonit magma (Art of

Compounding).

Bentonit sering digunakan sebagai sediaan eksternal. Untuk tujuan pemakaian luka, serbuk

bentonit harus disterilisasi dulu sebab bentonit kemungkinan mengandung sesepora bakteri

tetanus. Digunakan pula sebagai suspending agent pada lotion calamine dan mixtura chalk.

Spesifikasi : untuk penggunaan pada produk farmasi adalah bentonite pharmaceutical

grade. Ini masih sulit ditemukan, yaitu yang berwarna tidak menyolok. Technical grade
sudah banyak digunakan untuk industri lain. Bentonite yang hampir putih ditemukan di Italia

dan digunakan sebagai standar oleh USP.

Penyimpanan : bentonite bersifat higroskopis dan menyerap kelembaban udara. Simpan

dalam wadah tertutup rapat.

Penggunaan dalam farmasi : suspending agent 0,5 – 5 %, emulsion stabilizer 1 %,

adsorbent 1 – 2 %.

2. Alumunium-Magnesium Silikat (Veegum) (HPE, 4th ed. 2003,43; Husa’s, 169;Art of

Compounding, 303))

Asal : dari alam

Dispersi 5% veegum lebih kental daripada 5 % bentonit dan dispersinya bersifat basa.

Dispersi 4% dalam air memiliki pH kira-kira 9.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, tetapi dapat membentuk suatu dispersi koloid

tiksotropik, praktis tidak larut dalam pelarut organik. Bisa tercampurkan dengan

menggunakan alkohol sampai 40%.

pH stabilitas : 3-11 (Art of Compounding, 303)

Sifat aliran : Tiksotropik. Dispersi dalam air pada konsentrasi 1-2 % membentuk suspensi

koloidal tipis. Pada konsentrasi 3 % atau lebih tinggi, dispersi tidak tembus cahaya

(“opaque”). Pada konsentrasi meningkat diatas 3 %, viskositas dispersi akan meningkat

cepat. Pada konsentrasi 4 – 5 %, dispersi tebal, koloid putih sol, dan pada konsentrasi 10%

terbentuk gel yang keras. Dispersi merupakan tiksotropik pada konsentrasi diatas 3%. Tetapi,
adanya garam dapat mengubah sifat aliran karena adanya efek flokulasi dari ion positif.(

Aulton The Science of…, 277).Viskositas dapat dinaikkan dengan cara : pemanasan,

penambahan elektrolit, peningkatan konsentrasi, pengadukan. Disamping itu, untuk

mempertinggi viskositas, mempertahankan sifat aliran, dan mencegah terjadinya flokulasi,

veegum biasa dikombinasikan dengan bahan pengental organik lain seperti CMC-Na atau

xanthan gum.(Aulton The Science of…, 277)

Penggunaan :

Suspending agent (topical) 1 – 10 %

Suspending agent (oral) 0,5 – 2,5 %

Adsorbent 10 – 50 %

Stabilizing agent 0,5 – 2,5 %

Binding agent 2 – 10 %

Disintegrating tablet 2 – 10 %

Emulsion stabilizer (topical) 2–5%

Emulsion stabilizer (oral) 1–5%

Viskositas modifier 2 – 10 %
Stabilitas & penyimpanan : Mg-Al silikat stabil jika disimpan pada kondisi kering.

Simpan dalam wadah tertutup baik. Stabil pada range pH yang cukup besar, memiliki

kapasitas permukaan basa, mengabsorpsi beberapa senyawa organik, kompatible dengan

pelarut organik.

OTT : Obat-obat yang bersifat asam dibawah pH 3,5. Mg-Al silikat dapat mengabsorbsi

obat yang aktif. Hal ini dapat mengakibatkan ketersediaan hayati yang rendah dari obat

tersebut jika obat terikat kuat. Contoh: amfetamin sulfat, tolbutamid, warfarin sodium dan

diazepam.

Di pasaran terdapat : Veegum High Viscosity (HV), Veegum Fine (F)

3. Hectocrite

(Martindale27th; Lyman Textbook of Pharm. Compounding & Dispensing, 241; Merck Index

10th; Cooper & Gunn, 110; Aulton The Science of…, 277; Husa’s, 167)

Hectocrite adalah salah satu senyawa mineral berbentuk tanah liat.

Hectocrite mengandung karbonat yang harus dinetralisasikan dulu dengan HCl sehingga

diperoleh suspensi yan baik. (Art of Compounding, 304)

Penggunaan : Sebagai bahan pembuat gel, pensuspensi dan pengemulsi untuk sediaan

luas. Hectocrite yang murni mengabsorpsi air lebih banyak daripada bentonit dan pada

konsentrasi 1 – 2% membentuk suatu gel yang transparan (tiksotropik). Sebagai pensuspensi

untuk sulfur, seng oksida dan calamin, campuran kalamin dengan seng oksida, bismuth

karbonat, kaolin, dan suatu campuran yang sama banyak daripada sulfadiazin, sulfadimidin,
dan sulfamerazin. Ditemukan bahwa sebagai bahan pensuspensi, hectocrite lebih efisien dari

bentonit dan pembuatan suspensi dengan hectocrite memberi sedimentasi yang lebih sedikit

daripada dengan bentonit.

IV.Polimer Sintetik

Carbomer (Excipients, 89; Husa’s, 169)

Penggunaan :

Emulsifying agent 0,1 – 0,5 %

Gelling agent 0,5 – 2 %

Suspending agent 0,5 – 1

Tablet binder 5 – 10 %

pH : 1 % dispersi carbomer dalam air memiliki pH kira-kira 3

Kelarutan : larut dalam air, alkohol, dan gliserin.

Bahan yang dapat menetralisir carbomer : NaOH, KOH, NaCO3, boraks, asam amino,

amin organik polar (seperti : trietanolamin, lauril, dan stearil amin yang digunakan sebagai

bahan pembuat gel dalam sistem non polar). Satu gram carbomer dinetralisasi oleh sekitar

400 mg NaOH. Gel carbomer yang telah dinetralisasi akan lebih viskous pada pH antara pH

6 – 11. Viskositas akan berkurang pada pH < 3 atau > 12. Viskositas akan berkurang dengan

adanya elektrolit kuat. Gel akan hilang viskositasnya dengan cepat bila terpapar oleh sinar

matahari, tetapi reaksi ini dapat diminimalkan dengan penambahan antioksidan.


Densitas bulk : 5 g/cm3

Stabilitas dan Penyimpanan : Bentuk serbuk dari carbomer tidak menyebabkan

pertumbuhan kapang dan jamur, tetapi mikroorganisme akan tumbuh dengan baik pada

dispersi (dalam air) yang tidak diberi bahan pengawet. Dispersi bertahan viskositasnya pada

penyimpanan perioda yang lama di suhu kamar atau pada temperatur yang meningkat jika

penyimpanan dihindari dari cahaya atau dengan penambahan antioksidan. Beberapa

pengawet seperti asam benzoat, Na-benzoat dan benzalkonium klorida menunjukkan

penurunan dalam viskositas dispersi. Simpan dalam wadah kedap udara atau tertutup rapat.

OTT : Carbomer inkompatibel dengan fenol, polimer kationik, asam kuat dan elektrolit

dengan konsentrasi tinggi, dan akan berubah warna dengan adanya resorsinol. Pemaparan

oleh cahaya akan menyebabkan oksidasi yang akan menyebabkan penurunan viskositas.

Keamanan : Tidak ada iritasi atau bukti sensitivitas atau reaksi alergi pada makhluk hidup

untuk penggunaan topikal dari dispersi yang mengandung carbomer. Carbomer dapat

mengiritasi mata. Materi / bahan yang terbentuk sulit dipindahkan dengan air sehubungan

dengan lapisan gelatin yang terbentuk. Jika mata berkontak dengan carbomer, maka harus

dicuci dengan cairan fisiologi, bukan dengan air.

b. Bahan Pembasah (Wetting agent) / Humektan

Fungsi : menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air (sudut kontak) dan

meningkatkan dispersi bahan yang tidak larut


Bahan pembasah yang biasa digunakan adalah : surfaktan yang dapat memperkecil sudut

kontak antara partikel zat padat dan larutan pembawa. Surfaktan kationik dan anionik efektif

digunakan untuk bahan berkhasiat dengan zeta potensial positif dan negatif. Sedangkan

surfakatan nonionik lebih baik untuk pembasah karena mempunyai range pH yang cukup

besar dan mempunyai toksisitas yang rendah. Konsentrasi surfaktan yang digunakan rendah

karena bila terlalu tinggi dapat terjadi solubilisasi, busa dan memberikan rasa yang tidak

enak.

Cara Kerja : Menghilangkan lapisan udara pada permukaan zat padat, sehingga zat padat +

humektan lebih mudah kontak dengan pembawa.

Contoh : gliserin, propilen glikol, polietilen glikol,dll.

c. Pemanis

Fungsi : untuk memperbaiki rasa dari sediaan

Masalah yang perlu diperhatikan pada perbaikan rasa obat adalah :

Usia dari pasien. Anak-anak lebih suka sirup dengan rasa buah-buahan, orang dewasa lebih

suka sirup dengan rasa asam, orang tua lebih suka sirup dengan rasa agak pahit seperti kopi,

dsb.
Keadaan kesehatan pasien, penerimaan orang sakit tidak sama dengan orang sehat. Rasa

yang dapat diterima untuk jangka pendek mungkin saja jadi tidak bisa diterima untuk

pengobatan jangka panjang.

Rasa obat bisa berubah dengan waktu penyimpanan. Pada saat baru dibuat mungkin sediaan

berasa enak, akan tetapi sesudah penyimpanan dalam jangka waktu tertentu kemungkinan

dapat berubah.

Zat pemanis yang dapat menaikkan kadar gula darah ataupun yang memiliki nilai kalor tinggi

tidak dapat digunakan dalam formulasi sediaan untuk pengobatan penderita diabetes.

Catatan :

1. Pemanis yang biasa digunakan : sorbitol, sukrosa 20 – 25 %

2. Sebagai kombinasi dengan pemanis sintetis : siklamat 0,5 %; sakarin 0,05 %

3. Kombinasi sorbitol : sirupus simplex = 30 % b/v : 10 % b/v ad 20 – 25 % b/v total

4. pH > 5 dipakai sorbitol, karena sukrosa pada pH ini akan terurai dan menyebabkan

perubahan volume.

5. Sukrosa dapat menyebabkan kristalisasi

d. Pewarna dan Pewangi

Pewarna dan pewangi harus serasi. (Lachman Practise, hlm 470)

Asin : Butterscoth, Mafile, Apricot, Peach, Vanili, Wintergreen mint.


Pahit : Wild cherry, Walnut, Chocolate, Mint combination, Passion fruit, Mint spice anisi

Manis : Buah-buahan berry, Vanili.

Asam : Citrus, Licorice, Root beer, Raspberry.

Pengawet

Pengawet sangat dianjurkan jika didalam sediaan tersebut mengandung bahan alam, atau bila

mengandung larutan gula encer (karena merupakan tempat tumbuh mikroba). Selain itu,

pengawet diperlukan juga bila sediaan dipergunakan untuk pemakaian berulang (multiple

dose). Pengawet yang sering digunakan antara lain :

1. Metil / propil paraben ( 2 : 1 ad 0,1 – 0,2 % total)

2. Asam benzoat / Na-benzoat

3. Chlorbutanol / chlorekresol (untuk obat luar / mengiritasi)

4. Senyawa amonium(amonium klorida kuarterner) → OTT dengan metil selulosa

Antioksidan

(Diktat Teknologi Farmasi Sediaan Liquida dan Semisolid, 143 – 147)

Antioksidan jarang digunakan pada sediaan suspensi, kecuali untuk zat aktif yang mudah

terurai karena teroksidasi. Antioksidan bekerja efektif pada konsentrasi rendah.


Cara kerja : memblokir reaksi oksidatif yang berantai pada tahap awal dengan

memberikan atom hidrogen. Hal ini akan merusak radikal bebas dan mencegah terbentuknya

peroksida.

Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih antioksidan :

1. Efektif dalam konsentrasi rendah

2. Tidak toksik, tidak merangsang dan tidak membentuk hasil antara (sediaan) yang

berbahaya

3. Segera larut atau terdispersi pada medium

4. Tidak menimbulkan warna, bau, dan rasa yang tidak dikehendaki.

5. Dapat bercampur (compatible) dengan konstituen lain pada sediaan.

Beberapa antioksidan yang lazim digunakan :

1. Golongan kuinol (ex: hidrokuinon, tokoferol, hidroksikroman, hidroksi kumeran,

BHA, BHT).

2. Golongan katekhol (ex : katekhol, pirogalol, NDGA, asam galat)

3. Senyawa mengandung nitrogen (ex: ester alkanolamin turunan amino dan hidroksi

dari p-fenilamin diamin, difenilamin, kasein, edestin)

4. Senyawa mengandung belerang (ex: sisteina hidroklorida)

5. Fenol monohidrat (ex: timol)

g. Pendapar
Fungsi :

1. Mengatur pH

2. Memperbesar potensial pengawet

3. Meningkatkan kelarutan

Dapar yang dibuat harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk mempertahankan pH.

Pemilihan pendapar yaitu dengan pendapar yang pKa-nya berdekatan dengan pH yang

diinginkan Pemilihan pendapar harus mempertimbangkan inkompatibilitas dan toksisitas.

Dapar yang biasa digunakan antara lain dapar sitrat, dapar posfat, dapar asetat.

DAPAR FARMASETIK

Jenis Dapar pKa Penggunaan

Dapar Fosfat pKa1 = 2.15 Sediaan oral, parenteral

pKa2 = 7.20 dan optalmik

Dapar Sitrat pKa1 = 3.128 Sediaan oral, parenteral

pKa2 = 4.761 dan optalmik

pKa3 = 7.20

Dapar asetat pKa = 4,74 Sediaan oral

Dapar karbonat pKa1 = 6,34 Sediaan oral

pKa2 = 10,36

Dapar borat pKa = 9,24 Sediaan optalmik


h. Acidifier

Fungsi :

1. Mengatur pH

2. Meningkatkan kestabilan suspensi

3. Memperbesar potensial pengawet

4. Meningkatkan kelarutan

Acidifier yang biasa digunakan pada suspensi adalah asam sitrat.

g. Flocculating agent

Floculating agent adalah bahan yang dapat menyebabkan suatu partikel berhubungan secara

bersama membentuk suatu agregat atau floc. Floculating agent dapat menyebabkan suatu

suspensi cepat mengendap tetapi mudah diredispersi kembali. Flokulating agent dapat dibagi

menjadi empat kelompok yaitu :

1. Surfaktan

Surfaktan ionik dan nonionikdapat digunakan sebagai floculating agent. Konsentrasi yang

digunakan berkisar 0.001 sampai 1%b/v. Surfaktan nonionik lebih disukai karena secara

kimia lebih kompatibel dengan bahan-bahan dalam formula yang lain. Konsentrasi yang

tinggi dan surfaktan dapat menghasilkan rasa yang buruk, busa dan caking.
1. Polimer hidrofilik

Senyawa-senyawa ini memiliki bobot molekul tinggi dengan rantai karbon panjang termasuk

beberapa bahan yang pada konsentrasi besar berperan sebagai suspending agent. Hal ini

disebabkan adanya percabangan rantai polimer yang membentuk struktur seperti gel dalam

sistem dan dapat teradsorpsi pada permukaan partikel padat serta mempertahankan

kedudukan mereka dalam bentuk sistem flokulasi. Polimer baru seperti xantin gumdigunakan

sebagai flokulating agent dalam pembuatan sulfaguanidin, bismut sub karbonat, serta obat

lain. Polimer hidrofilik yang berperan sebagai koloid hidrofil yang mencegah caking dapat

juga berfungsi untuk membentuk flok longgar (floculating agent). Penggunaan tunggal

surfaktan atau bersama koloid protektif dapat membentuk suatu sistem flokulasi yang baik.

Pada proses pembuatan perlu diperhatikan bahwa pencampuran tidak boleh terlalu berlebihan

karena dapat menghambat pengikatan silang antara partikel dan menyebabkan adsoprsi

polimer pada permukaan satu partikel saja kemudian akan terbentuk sistem deflokulasi.

1. Clay

Clay pada konsentrasi sama dengan atau lebih besar dari 0.1% dilaporkan dapat berperan

sebagai floculating agent pada pembuatan obat yang disuspensikan dalam sorbitol atau basis

sirup. Bentonitedigunakan sebagai floculating agent pada pembuatan suspensi bismut

subnitrat pada konsentrasi 1.7%.

1. Elektrolit
Penambahan elektrolit anorganik pada suspensi dapat menurunkan potensial zeta partikel

yang terdispersi dan menyebabkan flokulasi. Pernyataan Schulzhardy menunjukkan bahwa

kemampuan elektrolit untuk memflokulasi partikel hidrofobik tergantung dari valensi counter

ionnya. Meskipun lebih efektif elektrolit dengan valensi tiga lebih jarang digunakan dari

mono. Di-valensi disebabkan adanya masalah toksisitas. Penambahan elektrolit berlebihan

atau muatan yang berlawanan dapat menimbulkan partikel memisah masing-masing dan

terbentuk sistem flokulasi dan menurunkan kebutuhan konsentrasi surfaktan. Penambahan

NaCl dapat meningkatkan flokulasi. Misalnya suspensi sulfamerazin diflokulasi dengan

natrium dodesil polioksi etilen sulfat, suspensi sulfaguanidin dibasahi oleh surfaktan dan

dibentuk sistem flokulasi oleh AlCl3. Elektrolit sebagai flokulating agent jarang digunakan di

indusri
Foculating Agent

Bahan Tipe Muatan ion

Natrium lauril sulfat Surfaktan Anion

Dokusat natrium Anion

Benzalkonium klorida Kation

Cetylpiridinum klorida Kation

Polisorbat 80 Non-ionik

Sorbitan monolaurat Non-ionik

CMC-Na Polimer hidrofil Anion

Xantan gum Anion

Tragakan Anion

Metil selulosa Non-ionik

PEG Non-ionik

Magnesium aluminium Clay Anion

Silikat

Attapulgit Anion

Bentonit Anion

Kalium dihidrogen fosfat Elektrolit Anion

AlCl3

NaCl Anionik/kationik

II.4 Contoh Formula Suspensi


R/ Zat aktif R/ Asetaminofen 120 mg

Sirupus simplek 30 % Sirupus simpleks 30 %

CMC Na 0,25 % CMC Na 0,25 %

Buffer fosfat pH 6 Buffer fosfat pH 6

Na-sakarin 0,01 % Na-sakarin 0,01 %

Sorbitol 20 % Sorbitol 20 %

Metil paraben 0,2 % Metil paraben 0,2 %

Propil paraben 0,03 % Propil paraben 0,03 %

Zat warna qs Vanila 0,4 %

Flavouring agent qs Aquadest ad 5 ml

Aquadest ad 5 ml

II.5 Perhitungan Dapar

Definisi Kapasitas Dapar (Analytical Chemistry, I. G. Dick, hlm 108) :

Kapasitas dapar ialah jumlah mol asam / basa kuat yang dibutuhkan untuk mengubah pH 1

liter larutan sebanyak 1 unit (satuan pH).


Persamaan

1. Persamaan Henderson – Hasselbach (Persamaan untuk buffer)

Untuk asam lemah & garamnya :

pH = pKa + log

1. Persamaan Van Slyke untuk kapasitas dapar (Pers. Koppel-Spiro-Van Slyke, Martin,

hlm 174).

β= 2,3 c

Keterangan :

Β = Kapasitas dapar, β = 0,01 – 0,1

c = Konsentrasi total dapar (mol/L)


Ka = Konstanta asam = antilog (-pKa)

[H3O+] = Konsentrasi ion hidrogen = antilog (-pH)

Contoh perhitungan dapar :

pH stabilitas sediaan = 6,0

pKa H2PO4- = 7,12

Persamaan Henderson-Hasselbach :

6 = 7,12 + log

log = – 1,12

= 0,076 → [HPO42-] = 0,076 [H2PO4-]

Persamaan Koppel-Spiro-Van Slyke :

Ka = antilog (-pKa) = antilog (-7,12) = 7,6 . 10-8

[H3O+] = antilog (-pH) = antilog (-6) = 1 . 10-6

0,1=2,3 c =
0,1 = 2,3 c (6,55 . 10-2) ®

c = 0,66 mol/L

c = [garam] + [asam]

0,66 = [HPO42-] + [H2PO4-] = 0,076 [H2PO4-] + [H2PO4-]

0,66 = 1,076 [H2PO4-]

0,61 = [H2PO4-] [HPO42-] = (0,076 x 0,61) = 0,046

Jadi, [H2PO4-] = 0,61 M ; [HPO42-] = 0,046

BM KH2PO4 = 136,10

BM KNaHPO4 = 158,10

Dapar yang diperlukan untuk 1 L :

[KH2PO4] = [H2PO4-] = 0,61 mol / L

= 0,61 x 136,10

= 83,02 gram/L

[KNaHPO4] = [HPO42-] = 0,046 mol / L

= 0,046 x 158,10

= 7,27 gram / L
Dapar yang diperlukan untuk 5 ml sediaan (dosis suspensi sekali pakai) :

KH2PO4 = x 83,02 gram

= 0,415 gram = 415 mg

KNaHPO4 = x 7,27 gram

= 0,036 gram

= 36 mg

1.8. Pembuatan Sediaan Suspensi

Contoh formula :

R/ Zat aktif 100 mg

Sirupus simplek 30 %

Na – CMC 0,25 %

Metil paraben 0,2%

Propil paraben 0,03 %

Pewangi q.s

Pewarna q.s
Aquades ad 5 mL

Akan dibuat sediaan suspensi, dengan kekuatan sediaan : 100 mg/5mL

Jumlah yang akan dibuat :

(16+A) botol @ 100 mL dengan rincian :

Untuk diserahkan sebanyak A botol.

Untuk uji mutu sediaan akhir, yang terdiri dari :

1. 1 botol : untuk penentuan distribusi ukuran partikel, homogenitas, penentuan BJ,

penentuan pH

2. 2 botol : untuk penentuan volume sedimentasi (dilakukan duplo @100 mL)

3. 30 botol : untuk penentuan volume terpindahkan (non destruktif maka dapat

digunakan untuk uji lain atau untuk diserahkan).

4. 2 botol : untuk penentuan viskositas dan sifat aliran.

5. 1 botol : untuk penetapan kadar, identifikasi, penetapan potensi antibiotika, efektivitas

pengawet.

Maka akan dibuat sebanyak (36+A) botol x 100 mL = (3600 +100A) mL

Perhitungan :

1. Suspensi untuk 1 botol = 100 ml

2. Sediaan suspensi yang akan dibuat = (36+A) botol.


3. Maka jumlah volume total suspensi yang akan dibuat = (36+A) botol x 100 mL =

(3600 +100A) mL.

4. Perhitungan jumlah yang mungkin hilang selama pembuatan misal = 10 % x (3600

+100A) = (360 + 10A) mL.

5. Maka volume total yang akan dibuat = (3600 +100A) mL + (360 + 10A) mL = (3960

+ 110A) mL.

Penimbangan :

Zat aktif = {(3960 + 110A) mL / 5 mL)} x 100 mg= a gram

Sirupus simplek = 30 % b/v x (3960 + 110A) mL = b gram

Na – CMC = 0,25 % b/v x (3960 + 110A) ml = c gram

Metil paraben = 0,2 % b/v x (3960 + 110A) ml = d gram

Propil paraben = 0,03 % b/v x (3960 + 110A) ml = e gram

Pewangi qs sebaiknya dalam bentuk % juga

Pewarna qs

Aquades ad (3960 + 110A) ml

Prosedur Pembuatan Suspensi :


1. Aquades yang akan digunakan sebagai fase pendispersi dididihkan, kemudian

didinginkan dalam keadaan tertutup.

2. Bahan aktif dan eksipien ditimbang.

3. Bahan pensuspensi yang akan digunakan (yang dalam formula contoh adalah Na

CMC) dikembangkan dengan cara : dibuat dispersi stok hidrokoloid dengan

menaburkan serbuk CMC Na secara perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit ke dalam

mortir yang telah diisi air panas. Setelah semua serbuk CMC Na terbasahi, lalu aduk

dengan cepat.

4. Pemanis yang digunakan berupa sirupus simpleks maka sirupus simpleks yang dibuat

dengan jalan (FI III hal 567) melarutkan 65 bagian sukrosa dalam larutan metil

paraben 0,25% b/v hingga terbentuk 100 bagian sirupus simpleks yang berfungsi

sebagai pengental dan pemanis.

5. Jika digunakan pembasah, maka bahan aktif dihaluskan dengan penambahan sedikit

demi sedikit pembasah sampai homogen dalam mortir dan pindahkan.

6. Suspending agent yang telah dikembangkan, ditimbang sesuai dengan jumlah yang

tertera dalam formula kemudian ditambahkan ke dalam bahan aktif yang telah

dibasahi kemudian diaduk sampai homogen dengan stirer di dalam matkan.

7. Ke dalam campuran tersebut di atas, dimasukkan eksipien lain (pendapar, pengawet,

antioksidan, dll yang telah dilarutkan dalam beberapa bagian air sesuai dengan

kelarutannya) sambil terus diaduk sampai homogen.

8. Setelah itu, sirupus simpleks, pewarna, flavour ditambahkan dan adkan dengan air

sampai dengan (1760 + 110A) mL (untuk eksipien berupa bahan pewarna dan flavour

dibuat larutan stok terlebih dahulu sebelum ditambahkan pada campuran bahan dalam

matkan).
9. Suspensi dimasukkan ke dalam botol yang telah dicuci, dikeringkan dan ditara 100

mL.

Pengembangan Suspending Agent

a. Akasia

Larutan akasia dalam air membentuk mucilago kental (4 bagian bobot dengan 6 bagian

air).

b. Bentonite (sering digunakan untuk sediaan penggunaan luar)

Martindale ed.28 hal 950 : Bentonite ditaburkan di permukaan air panas dan didiamkan

selama 24 jam, kemudian distirer setelah bentonit terbasahi sempurna. Dispersi dalam air

juga dapat dibuat dengan mula-mula membasahi bentonite dengan gliserol atau

mencampurkannya dengan serbuk yang tidak larut seperti ZnO2. (HPE 4th ed.,2003, 43 dan

Art of Compounding)

Van Duin : Bentonite ditambahkan sedikit demi sedikit kedalam air yang telah

dihangatkan.

c. CMC Na (Husa’s, hal 167)

Dispersi CMC Na dibuat dengan cara yang sama seperti untuk hidrokoloid.
Dibuat dispersi stok hidrokoloid dengan menaburkan serbuk CMC Na secara perlahan-lahan

ke dalam air yang diaduk dengan cepat. Pengaduk dengan propeler atau blender sangat

berguna untuk pembuatan dispersi ini. Untuk menghasilkan kestabilan yang maksimum

dengan menggunakan suspending agent ini, dispersi hidrokoloid encer harus ditrituasi

sepenuhnya dengan komponen-komponen lain yang ada dalam resep yang harus dibuat

suspensi. Trituasi merupakan cara yang paling sederhana untuk membungkus partikel-

partikel suspensinoid (zat yang disuspensi) dengan suatu film dari suspending agent dan

untuk jumlah resep yang kecil digunakan pengadukan.

Metoda yang kedua juga sama baiknya adalah pencampuran kering hidrokoloid dan

suspensinoid diikuti penambahan air. Prosedur ini hanya dipakai dengan mudah atau waktu

yang tersedia cukup Kecepatan hidrasi dari campuran kering ini dapat ditingkatkan dengan

trituasi dengan suatu humektan seperti gliserin, sorbitol, sebelum air ditambahkan.

Untuk CMC Na, larutan jernih diperoleh dengan menggunakan pemanasan dan pengadukan

berkecepatan tinggi selama setengah jam. Jika pengadukan terlalu tinggi dan lama, dispersi

menunjukkan tiksotropik yang jelas. Dispersi CMC mempertahankan viskositasnya dengan

baik selama waktu yang lama pada suhu kamar. Untuk penyimpanan yang lama harus

digunakan pengawet.

CMC Na dapat larut dengan mudah dalam air panas atau dingin membentuk larutan yang

kental yang bertindak sebagai suspending agent yang baik. CMC Na bertindak sebagai

suspending agent dalam bentuk larutan atau kering. Aktivitas optimum diperoleh bila gum

dimasukkan dalam larutan.larutan jernih dibuat denagn mengaduk air sementara serbuk

kering ditambahkan secara perlahan-lahan, makin cepat pengadukan makin cepat larutan

terbentuk. Larutan ini dapat dibuat dengan mudah dengan menggunakan alat pengaduk atau

mortir dan alat penumbuk. Trituasi serbuk kering dengan sebagian kecil air sampai pasta
lunak diperoleh. Pasta ini dipindahkan ke botol dan mortir dibilas dengan air atau semua

cairan dicampur dalam morir dan hasilnya ditransfer ke botol.

Viskositas maksismum pada pH 7-9. Viskositas rendah pada pH 3,5-4,5. Struktur

nonionik CMC-Na membuatnya stabil pada range pH 1-10

d. Guar Gum (Husa’s, 165)

Guar gum dapat dikembangkan dalam air dingin atau air panas dan akan terdispersi

membentuk larutan koloidal. Guar gum praktis tidak larut dalam alkohol. Larutan 0.5% netral

terhadap lakmus, musilago 1% viskositas mirip dengan musilago tragakan. Guar gum beraksi

dengan boraks membetuk gel yang keras. Pembuatan dalam skala besar dan stok untuk

jangka waktu lama, maka harus ditambahkan pengawet.

e. Hidroksi Etil Selulosa (Husa’s, 167)

Ada dua cara, yaitu:

- Dibuat dispersi stok hidrokolid dengan menaburkan serbuk secara perlahan-lahan

diatas air yang diaduk dengan cepat. Pengaduk propeler atau blender sangat berguna untuk

membuat dispersi ini.

- Pencampuran kering antara hidrokolid dan suspensinoid (zat yang disuspensikan),

diikuti penambahan air. Cara ini dipakai jika hidrasi dapat dicapai dengan mudah atau waktu

yang tersedia cukup. Kecepatan hidrasi dari campuran kering ini dapat ditingkatkan dengan

triturasi menggunakan humektan seperti gliserol, sorbitol sebelum air ditambahkan.


f. Metil Selulosa (Husa’s, 166)

Kadar pemakaian untuk suspending agent : 0.5%-2%

Dispersikan Metil Selulosa dalam 1/3 air mendidih atau dengan mendidihkannya bersama-

sama. Diamkan selama 30 menit (bila serbuk tidak sempurna terbasahi akan terbentuk

gumpalan yang sukar terdispersi).

Kemudian sisa air ditambahkan dalam keadaan dingin (air es) dan produk di stirer sampai

homogen.

Dispersi MC dalam air akan berwarna putih gelam jika disimpan pada suhu ruangan, dan

akan kembali

bening bila disimpan di refrigerator.

Cara Lain :

Metil selulosa ditambahkan bertahap sekitar 2 kali volume air mendidihnya sambil di stirer.

Lanjutkan selama 2 jam dan kemudian sisa air ditambahkan. Diamkan musilago selama 16

jam

g. Mikrokristalin Selulosa (Avicel)

Avicel dapat digunakan sebagai suspending agent dengan atau tanpa dicampur dengan zat

lain. Ada dua bentuk (“pharmaceutical grades”) di pasaran yaitu : yang dapat membentuk

dispersi koloid dalam air dan yang tidak terdispersi dalam air. Keduanya sukar larut dalam
air, tetapi yang pertama akan terdispersi dalam air membentuk suspensi koloid pada koloidal

pada konsentrasi rendah dan membentuk gel tiksotropik pada konsentrasi lebih tinggi.

Keduanya larut sebagian dalam larutan alkalis, praktis tidak larut dalam asam dan semua

pelarut organik. Bentuk yang terdispersi koloid dalam air mempunyai ukuran partikel lebih

kecil daripada yang tidak terdispersi dalam air. Dalam pengembangannya biasanyaa

dicampur dengan CMC Na pada konsentrasi rendah (8-11%) untuk membantu terdispersi

dalam air. Menurut J. Pharm Sci, 1968,57, 1927, campuran yang digunakan adalah 95%

Avicel dengan 8% CMC Na. Sebanyak 2% dari campuran tersebut atau lebih akan

membentuk gel tiksotropik dalam air. Struktur tersebut terjadi dengan mengabsorpsi polimer

selulosa yang larut ke dalam Avicel yang tidak larut. Sistem ini unik dan digunakan sebagai

suspending agents dalam sediaan farmasi.

h. Na-Alginat

Dispersi alginat dengan mencampurkan dulu 2-4% alkohol, gliserol, propilen glikol, gula,

atau zat pendispersi lain yang cocok, atau dengan cara mencampurkan Na-alginat dengan air,

diaduk dengan kecepatan tinggi untuk menghindari penggumpalan.

Cara lain :

Pertama serbuk ditriturasi dengan 2 bagian gliserin, kemudian tambahkan dengan triturasi

atau piring. Prosedur alternatif dapat digunakan blender atau pencampur propeler, tapi serbuk

harus dihamburkan perlahan-lahan utnuk mencegah bongkahan. Panas tidak boleh digunakan

karena dapat menguraikan polimer.


i. Tragakan

Musilago tragakan (Van Duin) : mengandung tragakan 2% dan dibuat dengan jalan

menggerus dahulu serbuk tragakan dengan air sebanyak 20 kali sampai diperoleh suatu massa

yang homogen dan kemudian mengencerkannya dengan sisa air.

1.9..Evaluasi Sediaan Suspensi

1.9.1 Evaluasi Fisika

1. Distribusi ukuran partikel (MartIn, “Physical Pharmacy”, hal 430-431)

2. Homogenitas (FI III, hal 33)

3. Volume sedimentasi dan kemampuan redispersi

4. Bj sediaan dengan piknometer (FI IV, hal 1030)

5. Sifat aliran dan viskositas dengan Viskosimeter Brookfield

6. Volume terpindahkan (FI IV , hal 1089)

7. Penetapan pH (FI IV , hal 1039)

8. Kadar air (hanya untuk suspensi kering) :

9. Penetapan waktu rekonstitusi

( hanya untuk suspensi kering )

1.9.2 Evaluasi Kimia


1. Keseragaman sediaan (FI IV, hal 999)

2. Penetapan kadar (sesuai monografi masing-masing)

3. Identifikasi (sesuai monografi masing-masing)

4. Penetapan kapasitas penetralan asam (KPA) hanya untuk sediaan suspensi antasida

(FI IV, hal 942)

1.9.3 Evaluasi Biologi

1. Uji potensi (untuk antibiotik) (FI IV, hal 891-899)

2. Uji batas mikroba (untuk suspensi antasida) (FI IV , hal 847-854)

3. Uji efektivitas pengawet (FI IV, hal 854-855)

Uraian Evaluasi Fisika

a. Distribusi Ukuran Partikel (Martin, “Physical Pharmacy”, hal 430-431)

Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel :

a.1 Metode mikroskopik

a.2 Metode pengayakan

a.3 Metode sedimentasi


a.4 Metode penentuan volume partikel

a.1 Metode Mikroskopik

Mikroskopik merupakan metode langsung yang sering digunakan pada penentuan ukuran

partikel terutama sediaan suspensi dan emulsi.

Cara 1 :

Dapat digunakan mikroskop biasa untuk menentukan ukuran partikel antara 0,2-100 μm.

 Pada metode ini suspensi (yang sebelumnya diencerkan ataupun tidak) diteteskan

pada slide (semacam objek glass). Kemudian besarnya akomodasi mikroskop diatur

sehingga partikel terlihat dengan jelas.

 Frekuensi ukuran yang diperoleh diplot terhadap range ukuran partikel sehingga

diperoleh kurva distribusi ukuran partikel.

 Jumlah partikel yang harus dihitung untuk memperoleh data yang baik adalah antara

300-500 partikel. Yang penting jumlah partikel yang ditentukan harus cukup sehingga

diperoleh data yang representatif. British standard bahkan menetapkan pengukuran

terhadap 625 partikel.

 Jika distribusi ukuran partikel luas, dianjurkan untuk menentukan ukuran partikel

dengan jumlah yang lebih besar lagi. Sedangkan, jika distribusi ukuran partikel

sempit, 200 partikel sudah mencukupi.

 Untuk memudahkan pengerjaan dan perhitungan akan lebih baik bila dilakukan

pemotretan. Metode ini membutuhkan ketelitian, konsentrasi dan waktu yang cukup
lama. Jika partikel yang ada dalam larutan lebih dari satu macam, sebaiknya tidak

digunakan metode ini.

Penafsiran Hasil : distribusi ukuran partikel yang baik adalah distribusi normal pada

kurvanya.

Ket: F= frekuensi, z= u kuran partikel

Cara 2 :

 Larutkan sejumlah sampel yang cocok dengan volume yang sama dengan gliserol dan

kemudian encerkan lebih lanjut. Bila perlu dengan campuran sejumlah volume yang

sama dari gliserol dan air, sebagai alternatif digunakan paraffin sebagai pelarutnya

(sesuai monografinya).

 Teteskan cairan yang telah diencerkan tadi pada kaca objek. Periksalah sebaran

acaknya secara mikroskopik dengan menggunakan mikroskop resolusi yang cukup

untuk mengobservasi partikel yang kecil.

o Observasi dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada partikel atau tidak

lebih dari beberapa partikel di atas ukuran maksimum yang diperbolehkan

pada monografinya dan karena itu hitunglah presentasi partikel yang

mempunyai diameter maksimum dalam batas yang ditetapkan.


Persentase harus dikalkulasi dari observasi paling sedikit 1000 partikel.

a.2 Metode Pengayakan

Metode ini menggunakan 1 seri ayakan standar yang telah dikalibrasi oleh National Bureau

of Standards. Ayakan sering digunakan untuk pengklasifikasian/membagi-bagi ukuran

partikel. Ayakan yang tersedia dengan ukuran 90 µm – 5 µm, dibuat dengan teknik

photoetching & electroforming.

Berdasarkan US Pharmacopoeia untuk menguji kelembutan serbuk, sejumlah massa tertentu

ditempatkan pada ayakan dalam pengocok mekanik (mechanical shaker). Serbuk ini dikocok

selama waktu tertentu, dan material yang melewati ayakan dan ditahan pada ayakan

berikutnya (next finer sieve) dikumpulkan kemudian ditimbang. Mengasumsikan distribusi

logaritma normal, presentase kumulatif berat serbuk yang tertahan pada ayakan diplot dalam

skala probabilitas terhadap logaritma aritmetik rata-rata ukuran partikel.

a.3 Metode Sedimentasi

Ukuran partikel pada subsieve range dapat diperoleh melalui sedimentasi gravitasi

berdasarkan hukum Stokes sebagai berikut:

V = h/t = dst2 (ρ s – ρ 0) g / 18 η0

ρ 0 = media dispersi

ρ s = kepadatan partikel
g = percepatan gravitasi

η0 = viskositas medium

h = jarak

v = kecepatan sedimentasi ( rate of settling )

dst = diameter rata-rata partikel berdasarkan kecepatan sedimentasi

Persamaan di atas hanya berlaku untuk partikel yang jatuh bebas tanpa gangguan dan pada

kecepatan yang tetap. Hukum ini berlaku untuk partikel yang memiliki bentuk yang tidak

beraturan dengan berbagai ukuran selama disadari bahwa diameter partikel yang didapat

merupakan ukuran partikel relatif terhadap partikel dengan bentuk dan ukuran baku pada

kecepatan yang sama.

a.4 Metode Penentuan Volume Partikel

Instrumen yang populer digunakan untuk penentuan volume partikel adalah Coulter counter.

Prinsip kerja dari alat ini adalah ketika partikel tersuspensi dalam cairan melewati lubang

kecil…

b. Homogenitas (FI III hal 33)


 Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupun distribusi ukuran

partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat (ditentukan

menggunakan mikroskop untuk hasil yang lebih akurat).

 Jika sulit dilakukan atau membutuhkan waktu yang lama, homogenitas dapat

ditentukan secara visual.

· Pengambilan sampel dapat dilakukan pada bagian atas, tengah, atau bawah.

 Sampel diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan dengan kaca objek lain

sehingga terbentuk lapisan tipis.

· Partikel diamati secara visual.

Penafsiran hasil : suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah atau distribusi

ukuran partikel yang relatif hampir sama pada berbagai tempat pengambilan sampel (suspensi

dikocok terlebih dahulu).

c. Volume Sedimentasi dan Kemampuan Redispersi

Karena kemampuan meredispersi kembali merupakan salah satu pertimbangan utama dalam

menaksir penerimaan pasien terhadap suatu suspensi dan karena endapan yang terbentuk

harus dengan mudah didispersikan kembali dengan pengocokan sedang agar menghasilkan

sistem yang homogen, maka pengukuran volume endapan dan mudahnya mendispersikan

kembali membentuk dua prosedur yang paing umum.


c.1 Volume Sedimentasi (Teori dan Praktek Farmasi Industri Lachman, 3rd ed. Hal 492-

493)

Prinsip : Perbandingan antara volume akhir (Vu) sedimen dengan volume asal (Vo) sebelum

terjadi pengendapan. Semakin besar nilai Vu, semakin baik suspendibilitasnya.

Cara :

1. Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi yang berskala.

2. Volume yang diisikan merupakan volume awal (Vo)

c. Setelah beberapa waktu/hari diamati volume akhir dengan terjadinya sedimentasi.

Volume terakhir tersebut diukur (Vu).

d. Hitung volume sedimentasi (F)

Vo

Vu

e. Buat kurva/grafik antara F (sumbu Y) terhadap waktu (sumbu X)


Penafsiran hasil :

 Bila F=1 dinyatakan sebagai “Flocculation equilibrium”, merupakan sediaan yang

baik. Demikian bila F mendekati 1.

 Bila F>1 terjadi “Floc” sangat longgar dan halus sehingga volume akhir lebih besar

dari volume awal. Maka perlu ditambahkan zat tambahan.

 Formulasi suspensi lebih baik jika dihasilkan kurva garis yang horizontal atau sedikit

curam.

F= Vu/Vo

Parameter sedimentasi terdiri dari (Lieberman, Disperse System Vol2, hal 303)

1. Volume sedimentasi (F)

F dapat dinyatakan dalam % yaitu dengan F = Vu/Vo x 100%

F= volume sedimentasi

Vu = volume endapan atau sedimen

Vo = volume keseluruhan

1. Tingkat Flokulasi (β)

β = (Vol sedimentasi yang terflokulasi)/(Vol sedimentasi yang terdeflokulasi)

β = F / Fu
Catatan :

Untuk pengukuran volume sedimentasi suspensi yang berkonsentrasi tinggi yangmungkin

sulit untuk membandingkannya karena hanya ada cairan supernatan yang minimum maka

dilakukan dengan cara berikut : Encerkan suspensi dengan penambahan pembawa yaitu

dengan formula total semua bahan kecuali fasa yang tidak larut. Misal 50 mL suspensi

menjadi 100 mL.

Hu = volume sedimentasi dalam sampel yang diencerkan

Ho = volume awal sampel sebelum pengenceran

Rasio Hu/Ho mungkin lebih dari 1.

c.2 Kemampuan Redispersi (Lachman, Teori dan Praktek Farmasi Industri hal 493;

Lieberman, Disperse System Vol 2 hal 304)

 Metode penentuan reologi dapat digunakan untuk membantu menentukan perilaku

suatu cairan dan penentuan pembawa dan bentuk struktur partikel untuk tujuan

perbandingan.

 Penentuan redispersi dapat ditentukan dengan cara mengocok sediaannya dalam

wadahnya atau dengan menggunakan pengocok mekanik. Keuntungan pengocokan

mekanik ini dapat memberikan hasil yang reprodusibel bila digunakan dengan kondisi

terkendali.

 Suspensi yang sudah tersedimentasi (ada endapan) ditempatkan ke silinder bertingkat

100 mL. Dilakukan pengocokan (diputar) 360˚ dengan kecepatan 20 rpm. Titik

akhirnya adalah jika pada dasar tabung sudah tidak terdapat endapan.
Penafsiran hasil :

Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan pengocokan

tangan maksimum 30 detik.

d. Bj Sediaan dengan Piknometer (FI IV <981>, hal 1030)

Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot jenis digunakan

hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada perbandingan bobot zat di

udara pada suhu 25˚C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu

ditetapkan dalam monografi, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada volume

dan suhu yang sama. bila pada suhu 25˚C zat berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu

yang telah tertera pada masing-masing monografi, dan mengacu pada air pada suhu 25˚C.

1. Gunakan piknometer bersih, kering, dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot

piknometer dan bobot air yang baru dididhkan, pada suhu 25˚C.

2. Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20˚C, masukkan ke dalam piknometer.

3. Atur suhu pikometer yang telah diisi hingga suhu 25˚C.

4. Buang kelebihan zat uji dan timbang.

5. Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi.

6. Bobot jenis adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air,

dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya ditetapkan

pada suhu 25˚C.

7. Singkatnya :

 § Bobot piknometer kosong ditimbang : w0


 § Bobot piknometer yang telah diisi dengan air : w1

 § Bobot piknometer yang telah diisi dengan sediaan : w2

 § Bobot jenis ditentukan dengan rumus : (w2-w0)/(w1-w0)

e. Sifat Aliran dan Viskositas Dengan Viskosimeter Brookfield (Modul Praktikum

Farmasi Fisika, 2002, hal 17-18 )

Viskosimeter Brookfield merupakan viskosimeter banyak titik dimana dapat dilakukan

pengukruan pada beberapa harga kecepatan geser sehingga diperoleh rheogram yang

sempurna. Viskosimeter ini dapat pula digunakan baik untuk menentukan viskositas dan

rheologi cairan Newton maupun non-Newton (Gambar dan cara kerja Viskometer Brookfield

dapat dilihat pada Teori Sediaan Emulsi).

f. Volume Terpindahkan (FI IV <1261> hal 1089)

Uji ini dilakukan sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas dalam

wadah dosis ganda, dengan volume yang tertera pada etiket tidak lebih dari 250 mL, yang

tersedia dalam bentuk sediaan cair atau sediaan cair yang dikonstitusi dari bentuk padat

dengan penambahan bahan pembawa tertentu dengan volume yang ditentukan, jika

dipindahkan dari wadah asli, akan memberikan volume sediaan seperti yang tertera pada

etiket. Caranya:

1. Pilih tidak kurang dari 30 wadah.

2. Untuk suspensi oral, kocok isi 10 wadah satu persatu.


3. Untuk suspensi rekonstitusi, serbuk dikonstitusikan dengan sejumlah pembawa seperti

yang tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa seperti yang

tertera pada etiket diukur secara seksama dan campur.

4. Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan

kapasitas gelas ukur tidak lebih dari 2,5 kali volume yang diukur.

5. Penuangan dilakukan secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan

gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selam 30 menit.

6. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran : volume rata-

rata yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun volume

wadah yang kurang dari 95%.

7. Jika A : adalah volume rata-rata kurang dari 100%, tetapi tidak ada satupun wadah

yang volumenya kurang dari 95%.

8. Jika B : adalah tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95% tetapi tidak

kurang dari 90% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terhadap 20

wadah tambahan.

9. Volume rata-rata yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak

lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 95%.

g. Penetapan pH (FI IV <1071>, hal 1039)

h. Kadar Air (hanya untuk Suspensi Kering :


i. Penetapan Waktu Rekonstitusi (hanya untuk Suspensi Kering : (Modul Praktikum

Likuida dan Semisolida)

Ke dalam botol kering dan bersih, dimasukkan serbuk rekonstitusi.

Lalu masukkan air sampai batas

Botol dikocok sampai terdispersi dalam air.

Waktu rekonstitusi adalah mulai dari air dimasukkan sampai serbuk terdispersi sempurna.

Waktu rekonstitusi yang baik adalah <30 detik.

Uraian Evaluasi Kimia

a. Keseragaman Sediaan (FI IV <911>, hal 999)

Keseragaman sediaan yang dilakukan adalah berupa uji keseragaman kandungan untuk

suspensi dalam wadah dosis tunggal.

b. Penetapan Kadar (dalam monografi zat aktif masing-masing)

c. Identifikasi(dalam monografi zat aktif masing-masing)

d. Penetapan (Kapasitas Penetralan Asam) hanya untuk sediaan suspensi antasid

FI IV <451>, hal 942 :

(Catatan : Seluruh pengujian dilakukan pada suhu 37˚±3˚C)


Standardisasi pH meter Lakukan kalibrasi pH meter dengan menggunakan Larutan dapar

baku kalium biftalat 0,05 M dan kalium tetraoksalat 0,05 M seperti yang tertera pada

penetapan pH <1071>.

Pengaduk magnetik Masukkan 100 mL air ke dalam gelas piala 250 mL yang berisi batang

pengaduk magnetic 40 mm x 10 mm yang dilapisi perfluoro karbon padat dan mempunyai

cincin putaran pada pusatnya. Atur daya pengaduk magnetic hingga menghasilkan kecepatan

pengadukan rata-rata 300±30 putaran per menit, bila batang pengaduk terpusat dalam gelas

piala, seperti yang ditetapkan oleh takometer optik yang sesuai.

Larutan uji

 Kocok wadah sisinya homogen dan tetapkan bobot jenisnya.

o Timbang seksama sejumlah campuran tersebut yang setara dengan dosis

terkecil dari yang tertera pada etiket.

o Masukkan ke dalam gelas piala 250 mL, tambahkan air hingga jumlah volume

lebih kurang 70 mL dan campur menggunakan Pengaduk magnetik selama 1

menit.

Prosedur

1. Pipet 30 mL asam klorida 1 N LV ke dalam Larutan uji sambil diaduk terus menggunakan

Pengaduk magnetik. (Catatan Bila kapasitas penetralan asam zat uji lebih besar dari 25mEq,

gunakan 60 mL asam klorida 1 N LV).

2. Setelah penambahan asam, aduk selama 15 menit tepat, segera titrasi.

3. Titrasi kelebihan asam klorida dengan natrium hidroksida 0,5 N LV dalam waktu tidak

lebih dari 4. menit sampai dicapai pH 3,5 yang stabil (selama 10 detik samapai 15 detik).
5. Hitung jumlah mEq asam yang digunakan tiap g zat uji. Tiap mL asam klorida 1 N setara

dengan 1 mEq asam yang digunakan.

1.10. Penyimpanan dan Penandaan

Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat. (FI IV hal 18)

(Catatan: wadah tertutup rapat harus melindungi isi terhadap masuknya bahan cair, bahan

padat atau uap dan mencegah kehilangan, merekat, mencair atau menguapnya bahan selama

penanganan, pengangkutan dan distribusi dan harus dapat ditutup rapat kembali. Wadah

tertutup rapat dapat diganti dengan wadah tertutup kedap untuk bahan dosis tunggal)

Penyimpanan : Disimpan di tempat sejuk (FI III hal 32). Dalam wadah tertutup rapat atau

wadah tertutup kedap, di tempat sejuk (Fornas Edisi 2 th.1978 hal 333)

Penandaan : pada etiket harus tertera “Kocok Dahulu” (FI III, hal 32).

Pada etiket sediaan Suspensi Rekonstitusi harus tertera (Fornas edisi 2 th.1978 hal 333):

1. Volume cairan pembawa yang diperlukan

2. Sebelum digunakan, dilarutkan dalam cairan pembawa yang tertera pada etiket.

Anda mungkin juga menyukai