Anda di halaman 1dari 7

Mastitis

Pengertian

Mastitis adalah peradangan pada payudara disertai infeksi maupun tidak adanya infeksi. Nama
lainnya adalah mastitis laktasional atau mastitis puerperalis.

Epidemiologi

Mastitis dan abses payudara terjadi pada semua populasi, dengan atau tanpa kebisaan menyusui.
Pada wanita menyusui insidensi bervariasi dari sedikit sampai 33 %, tetapi biasanya di bawah 10
%. Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran. Mastitis dapat
juga terjadi pada setiap tahap laktasi, termasuk pada tahun kedua. Abses payudara juga paling
sering terjadi pada 6 minggu pertama pasca kelahiran.

Sebab

Penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Stasis ASI merupakan penyebab primer
yang dapat disertai atau berkembang ke arah infeksi karena stagnasi ASI sebagai penyebab
media pertumbuhan bakteri. Apabila tidak dilakukan tindakan yang adekuat dapat menyebabkan
komplikasi seperti abses payudara. Mastitis diklasifikasikan berdasarkan jumlah leukosit serta
bakteri dalam ASI dengan tanda klinis mastitis sebagai berikut:

1. Stasis ASI (leukosit <106 dan bakteri <103 ) akan membaik dengan terus menyusui
2. Mastitis noninfeksiosa (leukosit >106 dan bakteri <103 ) membutuhkan tindakan
pemerasan ASI setelah menyusui
3. Mastitis infeksiosa (leukosit >106 dan bakteri >103 ) hanya dapat diobati dengan
pemerasan ASI dan antibiotik sistemik yang efektif.

Stasis ASI

Ini terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dari payudara secara efisien. Penyebab stasis ASI
diantaranya adalah kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif,
pembatasan frekuensi atau durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat
berlebihan atau menyusui untuk kembar dua atau lebih.

Stasis ASI dapat dihindari jika bayi segera disusui setelah lahir. Ini merupakan sarana
pengeluaran ASI yang efektif. Selain itu, insidensi stasis ASI yang menyebabkan mastitis dapat
dikurangi apabila bayi disusui tanpa adanya batasan waktu. Hal lain yang berpengaruh seperti
kenyutan bayi yang buruk karena disebabkan oleh teknik atau (tongue-tie) pada bayi dapat
menyebabkan puting luka dan pecah-pecah sehingga menimbulkan rasa nyeri pada ibu, hal ini
membuat ibu tidak mau untuk menyusui bayinya pada payudara yang sakit.
Infeksi

Infeksi pada payudara dapat disebabkan oleh organisme koagulase-positif seperti Staphylococcus
aureus, Staph. Albus, E. Coli dan Streptococcus (-, ß- dan nonhemolitikus serta streptokokal
neonatus (kasus jarang)). Selain itu, M. Tuberculosis ditemukan pada kasus kira-kira 1% dan
berkaitan dengan tonsilitis tuberkulosis pada bayi sedangkan mastitis jamur biasanya disebabkan
oleh Candida dan kriptokokus. Bakteri sering ditemukan dalam ASI dari payudara yang
asimptomatik. Spekrum bakteri yang sering ditemukan pada kulit contohnya seperti Staph.
Epidermis, difteroid dan streptokokus alfa-hemolitikus dan nonhemolitikus. Tetapi perlu
diketahui, adanya bakteri dalam ASI tidak selalu menunjukkan adanya infeksi, bahkan bila
bakteri bukan kontaminan dari kulit. Salah satu cara membedakan antara infeksi dan kolonisasi
bakteri simpleks dari saluran ASI dengan melihat selubung bakteri dengan antibodi spesifik,
seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), bakteri dalam ASI yang diselubungi oleh IgA dan IgG
imunoglobulin menunjukkan telah terjadi reaksi imun spesifik terhadap infeksi.

Faktor Predisposisi

Faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis:

a. Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis daripada wanita di bawah
usia 21 tahun dan di atas 35 tahun. Wanita berumur 30-34 tahun memiliki insiden
mastitis tertinggi.
b. Paritas
Primipara ditemukan sebagai faktor risiko pada beberapa studi
c. Serangan sebelumnya
Pada beberapa studi, sekitar 40% sampai 54% wanita pernah menderita satu atau lebih
serangan sebelumnya.
d. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatan risiko mastitis
e. Gizi
Faktor gizi seperti asupan garam dan lemak yang tinggi, status mikronutrien yang buruk
serta anemia.
f. Faktor kekebalan dalam ASI
g. Stres dan kelelahan
h. Pekerjaan di luar rumah
i. Faktor lokal dalam payudara
j. Trauma

Patologi dan gambaran klinis

1. Bendungan
- Kepenuhan fisiologis:
Sejak hari ketiga sampai keenam setelah persalinan, ASI secara normal dihasilkan dan
payudara akan menjadi sangat penuh terasa panas, berat, keras, tidak mengkilat, tidak
edema atau merah. ASI biasanya mengalir dengan lancar dan menetes keluar secara
spontan. Hal ini bersifat fisiologis dengan pengisapan yang efektif dan pengeluaran ASI
oleh bayi, rasa penuh dapat pulih dengan cepat.
- Bendungan
Hal ini terjadi karena payudara terisi sangat penuh dengan ASI dan cairan jaringan yang
menyebabkan aliran vena dan limfatik tersumbat sehingga aliran susu terhambat dan
tekanan pada saluran ASI dan alveoli meningkat. Payudara yang terbendung membesar,
membengkak sangat nyeri, terlihat mengkilat, edema dengan daerah eritema difus, puting
susu teregang menjadi rata, ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut
untuk mengisap ASI sampai pembengkakan berkurang, terkadang disertai ibu menjadi
demam yang hilang dalam 24 jam.

2. Sumbatan saluran payudara


Tanda klinis berupa benjolan yang sangat nyeri pada satu payudara terdapat bercak
kemerahan pada kulit di atasnya, hanya sebagian dari satu payudara yang terkena, wanita
tidak demam dan merasa sehat. Dilaporkan bahwa gejala hilang dengan cepat ketika
materi partikel yang keras dikeluarkan seperti granula putih (diduga terbentuk dari
campuran kasein dan materi lain yang mengeras oleh garam yang mengandung kalsium),
materi yang tampak berlemak atau seperti benang terkadang berwarna coklat atau
kehijauan.
Kondisi lain yang berhubungan dengan bintik putih pada ujung puting susu berdiameter 1
mm pada bagian payudara dengan saluran yang tersumbat dan bintik putih ini sangat
nyeri selama pengisapan. Bintik putih diduga akibat pertumbuhan epitel yang berlebihan
membentuk sebuah bula atau akumulasi materi pertikel atau berlemak yang dapat
dihilangkan dengan cara menggunakan jarum steril atau diusap dengan handuk.
Keadaan lainnya yang tidak lazim seperti galaktokel yaitu kista yang terisi susu, diduga
perkembangan dari saluran ASI yang tersumbat. Galaktokel timbul sebagai
pembengkakan yang bulat licin pada payudara, awalnya hanya terisi susu kemudian
materi yang kental seperti krim bila cairan diabsorbsi. Bila diperas, cairan seperti susu
dapat keluar dari puting. Diagnosis dapat dilakukan dengan aspirasi atau ultrasuara.
Galaktokel dapat dibuang dengan pembedahan anestesi lokal.

3. Masititis noninfeksiosa
Jika ASI tidak dikeluarkan dari payudara, ASI tersebut akan menyebabkan respons
peradangan. Selama mastitis terdapat peningkatan kadar IL-8 dalam payudara merupakan
tanda respons inflamasi telah terjadi. Sebagai bagian dari respons inflamas, jalur
paraseluler yang berhubungan erat dengan sel pensekresi ASI di alveoli payudara,
terbuka sehingga menyebabkan bahan-bahan dari plasma terutama imunoprotein dan
natrium masuk ke dalam ASI. Pada saat yang sama, peningkatan tekanan dalam saluran
ASI dan alveoli dapat menyebabkan substansi tersebut kembali masuk ke jaringan
sekitar. Sitokin dari ASI dapat menginduksi respons inflamasi di dalam jaringan sekitar,
dan sitokin juga membantu komponen lain menginduksi reaksi antigen. Jalur paraseluler
yang terbuka mengakibatkan perubahan komposisi ASI. Kadar natrium dan klorida
meningkat, kadar laktosa dan kalium menurun. Rasa ASI akan berubah menjadi lebih
asin dan kurang manis. Ini hanya berlangsung sekitar 1 minggu. Hal ini disebut sebagai
disfungsi payudara kronik unilateral. Ini bersifat reversibel.

4. Faktor imun dalam ASI


Didalam ASI terdapat faktor protektif seperti IgA sekretorik, laktoferin, lisozim dan C3
serta leukosit yang berguna untuk membantu melindungi payudara terhadap infeksi
dengan mencegah perkembangbiakan Staph. Aureus. Kegunaan C3 dan Ig A untuk
meingkatakan fagositosis Staph. aureus oleh leukosit dalam ASI serta latoferin berguna
untuk meningkatkan adesi leukosit pada jaringan di tempat yang meradang. Pada wanita
yang mengalami mastitis, faktor protektif tersebut kadarnya rendah dalam ASI.
Peningkatan kadar imunoprotein terjadi selama involusi payudara ketika menyusui
dihentikan dan imunoprotein dapat melindungi payudara saat stasis ASI dapat
menyebabkan pertumbuhan bakteri.

5. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis didiagnosis dari peningkatan rasio natrium-kalium dalam ASI, dan
peningkatan IL-8, walaupun tidak ada tanda klinis.

6. Mastitis infeksiosa
Masitits infeksi terjadi bila stasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh faktor imun dalam
ASI serta respons inflamasi kalah. Tanda dan gejala: sebagian dari satu payudara menjadi
merah, sangat nyeri, membengkak, dan keras, serta gejala umum seperti demam dan
malaise. Gejala lain adalah puting pecah-pecah.
Klasifikasi infeksiosa sebagai berikut:
Untuk membedakan antara mastitis infeksiosa dengan noninfeksiosa bisa dilakukan
dengan cara perhitungan sel dan koloni bakteri. Jika biakan tidak mungkin dilakukan,
dapat dilakukan secara selektif pada:
- Mastitis yang didapat di rumah sakit, atau kasus berat atau kasus yang tidak
biasa
- Ketiadaan respons terhadap antibiotik dalam dua hari
- Mastitis berulang
- Mastitis berulang diakibatkan oleh pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat
terhadap kondisi awal atau teknik menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
Terkadang ini berkaitan dengan kandidiasis, serta keadaan lain seperti kelainan saluran
payudara, kista atau tumor.
-
7. Abses Payudara

Payudara laktasi pada saat infeksi akan membentuk sawar jaringan granulosa yang
mengelilingi seperti kapsul abses terisi dengan pus. Tanda dan gejala: ada benjolan yang
membengkak dan sangat nyeri, kemerahan, panas, edema pada kulit diatasnya. Jika
dibiarkan, benjolan menjadi fluktuasi dengan perubahan warna serta nekrosis. Konfirmasi
diagnosis dapat dilakukan aspirasi dengan spuit dan jarum berlubang besar.

Pencegahan

- Teknik menyusui dilakukan dengan baik sejak awal untuk mencegah keadaan yang
meningkatkan stasis ASI.
Hal yang harus diperhatikan:
 Mulai menyusui dalam satu jam atau lebih setelah melahirkan
 Memastikan bahwa bayi mengenyut payudara dengan baik
 Menyusui tanpa batas, dalam hal frekuensi atau durasi, dan membiarkan bayi
selesai menyusui satu payudara dulu, sebelum memberikan yang lain
 Menyusui secara eksklusif selama minimal 4 bulan dan bila mungkin 6 bulan.
Hal- hal yang dapat mengganggu, membatasi, atau mengurangi jumlah isapan dalam
proses menyusui, dan meningkatkan risiko stasis ASI:
 Penggunaan dot
 Pemberian makanan dan minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama,
terutama dari botol susu
 Tindakan melepaskan bayi dari payudara pertama sebelum ia siap untuk mengisap
payudara yang lain
 Beban kerja yang berat atau penuh tekanan
 Kealpaan menyusui, termasuk bila bayi mulai tidur sepanjang malam
 Trauma pada payudara, karena kekerasan atau penyebab lain
- Jika ada tanda dini seperti bendungan, sumbatan saluran payudara dan nyeri puting susu
segera untuk diobati segera.

Penanganan
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis:
1. Konseling Suportif
2. Pengeluaran ASI dengan efektif
3. Terapi antibiotik, indikasi:
- Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi, atau
- Gejala berat sejak awal, atau
- Terlihat puting pecah-pecah
- Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
Antibiotik ß-laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staph. Aureus. Untuk
organisme gram negatif, sefaleksin atau amoksisilin dapat digunakan. Pemberian
antibiotik dianjurkan selama 10-14 hari.

Antibiotik untuk pengobatan mastitis infeksiosa


Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg tiap 6 jam
Dikloksasilin 125-500 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 mg tiap 6 jam

4. Terapi simptomatik
Nyeri diterapi dengan analgesik
- ibuprofen dapat membantu mengurangi inflamasi dan nyeri
- paracetamol

Pendekatan Terapeutik lain:


1. Penyingkiran pus.
Prosedur ini dilaporkan sangat nyeri dan tidak ada alasan untuk mengganggap bahwa
prosedur ini lebih efektif daripada perbaikan pengeluaran ASI secara fisiologis
2. Daun Kol
Daun kol yang didinginkan atau bersuhu kamar dianjurkan untuk menghilangkan
gejala bendungan, ini ditemukan sama efektifknya dengan kompres dingin untuk
menghilangkan nyeri.
3. Tindakan diet
Menghindari minuman seperti kopi, yang mengandung metilxantin dan penurunan
masukan lemak. Bukti ini masih bersifat anekdot.
4. Pengobatan Herbal
Menggunakan ekstrak tumbuh-tumbuhan (Frunctus gleditsiae)

Mastitis pada wanita HIV positif


Wanita HIV positif yang memilih untuk menyusui, diyakinkan untuk mengetahui teknik
menyusui dengan optimal. Bila wanita HIV positif menderita mastitis, puting pecah- pecah atau
abses, ia harus menghindari menyusui dari payudara yang terkena bila kondisi tersebut menetap.
Wanita tersebut harus memeras ASI dari payudara yang sakit dengan tangan atau pompa,
gunakan teknik botol panas untuk menjamin pengeluaran ASI yang adekuat. Apabila hanya satu
payudara yang sakit, bayi dapat menyusu dari payudara yang sehat, menyusu lebih sering dan
lebih lama untuk meningkatkan produksi ASI.

Referensi:
1. WHO, 2001, Mastitis: penyebab dan penatalaksanaan, Sugiarto ,B & Adiningsih, D
(eds), Widya Medika, Jakarta, pp. 1-34.

Anda mungkin juga menyukai