disusun oleh :
Pengendalian Tindakan
Pengendalian tindakan adalah bentuk paling langsung dari pengendalian
manajemen karena meliputi pengambilan langkah-langkah tertentu untuk
memastikan karyawan bertindak sesuai dengan keinginan perusahaan dengan
membuat tindakan karyawan sendiri sebagai fokus pengendalian. Pengendalian
tindakan memiliki empat bentuk dasar yaitu :
Pembatasan perilaku
Penilaian Pratindakan
Akuntabilitas Tindakan
Redundansi
Pembatasan Perilaku
Pembatasan perilaku merupakan sebuah bentuk pengendalian tindakan yang
bersifat “negative” atau “memaksa”. Pembatasan perilaku membuat karyawan
mustahil, atau setidaknya lebih sulit, untuk melakukan hal-hal yang seharusnya
tidak dilakukan. Pembatasan dapat diterapkan secara fisik atau administrative.
Sebagian besar perusahaan menggunakan beragam bentuk pembatasan fisik,
termasuk mengunci meja, memasang kata sandi untuk computer, membatasi akses
karyawan ke area-area tertnetu. Misalnya tempat dimana perusahaan menyimpan
informasi sensitive dan inventaris berharga milik perusahaan.
Pembatasan Administratif
Pembatasan administrative dapat pula digunakan untuk membatasi
kemampuan karyawan untuk melaksanakan seluruh atau hanya sebagian porsi dari
tugas maupun tindakan terntentu. Suatu bentuk umum dari pengendalian
administrative mencakup pembatasan otoritas dari pengambilan keputusan.
Bentuk umum lain dari pengendalian administrative biasanya merujuk
pada pemisahan tugas. Hal ini meliputi memcah tugas yang diperlukan untuk
menyelesaikan pekerjaan yang perlu penanganan khusus, sehingga tidak
memungkinkan seseorang atau setidaknya menyulitkan seseorang, untuk
menyelesaikan tugas tertentu seorang diri.
Pemisahan tugas adalah salah satu syarat dasar dari pengendalian internal,
yaitu suatu istilah yang berorientasi pada pengendalian yang digunakan oleh
mereka yang bekerja dibidang auditing. Akan tetapi efektivitas dari pemisahan
tugas ini dikatakn terbatas, sebab pemisahan tugas tidak dapat menghilangkan
kemungkinan terjadinya kolusi secara menyeluruh, sepertia diantara mereka yang
bertugas menerima cek dan yang bertanggung jawab terhadap entri pembayaran.
Terkadang pembatasan fisik dan administrative dapat dikombinasikan
dengan suatu istilah yang biasa disebut poka-yokes yang dirancang untuk
membuat suatu proses atau system menjadi foolproof. Poka-yoke adalah tahapan
yang dibangun kedalam sebuah proses untuk mencegah terjadinya penyimpangan
(deviasi) dari urutan tahap yang benar ; yakni suatu tindakan tertentu harus
diselesaikan terlebih dahulu sebelum lanjut ke tahap berikutnya. Contoh
mekanisme sederhana dari poka-yoke ialah dipasangnya saklar dipintu oven
microwave sehingga oven tidak dapat beroperasi apabila pintu oven itu terbuka.
Kesalahan yang sama poka-yoke yang berfungsi untuk mencegah kesalahan ini
dapat pula dibangun kedalam beberapa proses perangkat lunak idiot-proof pada
laptop atau pada alat-alat handheld di kokpit pesawat, alih-alih memperbolehkan
mereka untuk mengkalkulasikan penghitungansebelum terbang secara manual
yang rawan kesalahan.
Penilaian Pratindakan
Penilaian pratindakan mencakup adanya penyelidikan kritis terhadap
rencana tindakan pada para karyawan yang dikendalikan. Penilai dapat
menyetujui atau tidak menyetujui tindakan yang diajukan, meminta dilakukannya
modifikasi atau perubahan, maupun meminta agar pernecanaannya dirancang
lebih seksama lagi sebelum memberikan persetujuan akhir. Bentuk umum dari
penilaian pratindakan berlangsung selama proses pernecanaan dan penganggaran
yang ditandai oleh berbagai level penilaian terhadap tindakan dan anggaran yang
direncanakan pada level organisasi yang lebih tinggi.
Akuntabilitas Tindakan
Akuntabilitas tindakan ialah meminta karyawan untuk bertanggung jawab
atas tindakan yang mereka lakukan. Agar bisa diterapkan dengan baik,
pengendalian akuntabilitas tindakan membutuhkan hal-hal berikut :
Mendefinisikan tindakan apa yang dapat diterima maupun yang tidak
dapat diterima.
Mengomunikasikan definisinya kepada karyawan
Mengobservasi atau jika tidak melacak apa yang terjadi
Memberikan imbalan kepada tindakan yang baik atau memberikan
hukuman kepada tindakan yang menyimpang dari norma.
Walau pengendalian akuntabilitas tindakan akan menjadi sangat
efektif jika tindakan-tindakan yang diinginkan dikomunikasikan
dengan baik, komunikasi saja tidak cukup untuk membuat
pengendalian berjalan efektif. Orang-orang yang dipengaruhi atau
dikontrol harus memahami apa saja yang disyaratkan dalam
bekerja dan menyakini bahwa tindakan mereka akan diperhatikan
dan diberi imbalan atau hukuman.
Tindakan dapat dilacak dengan berbagai cara. Tindakan
karyawan dapat langsungdiobservasi dan dilakukan terus-menerus
oleh pangawas langsung pada lini produk. Hal ini disebut
pengawasan atau pemantauan langsung.
Akuntabilitas tindakan biasanya diterapkan dengan disertai
penguatan negative. Maksudnya, tindakan-tindakan tetentu lebih
diidentikkan dengan hukuman dibandingkan dengann imbalan.
Sebagai contoh, perushaan manufaktur biasanya mengadakan
“insentf negative” yang menetapkan bahwa karyawan yang
terlambat pada giliran kerja mereka tidak akan mendapat bonus
harian dan mereka yang tidak datang kerja saat gilirannya tidak
akan mendapat bonus mingguan.
Redundansi
Redundansi, yang meliputi penugasan lebih banyak karyawan (atau
peralatan) untuk melakukan suatu tugas dibandingkan jumlah yang sesungguhnya
dibutuhkan, atau setidaknya menyediakan karyawan (atau peralatan) cadangan,
juga dapat dikatakan sebagai pengendalian tindakan sebab hal ini dapat
meningkatkan kemungkinan akan terselesaikannya tugas dengan memuaskan.
Redundansi biasa terjadi di fasilitas komputer, fungsi keamanan, dan operasi-
operasi penting lainnya. Namun, redundansi jarang dipakai di area kerja lain
karena biayanya yang mahal. Terlebih, penugasan lebih dari satu orang karyawan
untuk tugas yang sama biasanya menimbulkan konflik, frustrasi, dan/atau rasa
bosan.
Pengendalian Tindakan dan Masalah Pengendalian
Pengendalian tindakan dapat berjalan baik karena, sama halnya dengan
tipe pengendalian lain, pengendalian tindakan berhubungan dengan satu atau lebih
dari tiga masalah dasar pengendalian. Tabel 3.1 menunjukkan tipe-tipe masalah
yang diakibatkan oleh masing-masing pengendalian tindakan.
Pembatasan perilaku mulanya efektif untuk menghilangkan masalah
motivational. Karyawan yang mungkin sempat tergoda untuk terlibat dalam
perilaku yang tidak diinginkan dapat terhindar untuk berbuat demikian.
Penilaian pratindakan dapat berhubungan dengan tiga masalah
pengendalian. Karena penilaian ini sering melibatkan komunikasi kepada
karyawan mengenai hal apa saja yang diinginkan oleh perusahaan, maka penilaian
ini pun dapat membantu meringankan kurangnya pengarahan dalam perusahaan.
Penilaian ini juga dapat memberikan motivasi, sebab ancaman akan
dilaksanakannya penilaian terhadap tindakan karyawan biasanya menuntut adanya
perhatian ekstra dalam persiapan proposal biaya, anggaran, atau perencanaan
tindakan. Penilaian pratindakan juga bisa dengan melakukan mitigasi dampak
pembatasan perorangan yang berpotensi merugikan, sebab penilai yang bagus
dapat menambah kepiawaiannya jika diperlukan. Penilaian ini dapat mencegah
terjadinya kesalahan maupun tindakan merugikan lainnya.
Pengendalian akuntabilitas tindakan dapat pula berhubungan dengan
semua masalah pengendalian. Rincian mengenai tindakan yang diinginkan dapat
membantu mengarahkan dan mengurangi ragam pembatasan perorangan akibat
keterampilan atau pengalaman yang tidak mencukupi. Adanya imbalan dan
hukuman membantu memberi motivasi.
Penerapan redundansi relatif terbatas. Redundansi awalnya efektif dalam
membantu menyelesaikan tugas khusus jika terdapat keraguan mengenai apakah
karyawan yang ditugaskan untuk pekerjaan tersebut benar-benar termotivasi untuk
melakukan pekerjaan secara memuaskan, ataukah ia memang mampu untuk
melakukannya.
Tabel 3.1 Masalah Pengendalian yang disebabkan oleh jenis pengendalian
tindakan
Pengendalian Personel
Pengendalian personel membangun kecenderungan alami karyawan untuk
mengendalikan atau memotivasi diri mereka sendiri. Pengendalian personel
memiliki tiga tujuan. Pertama, beberapa pengendalian personel membantu
mengklarifikasikan harapan. Pengendalian ini membantu memastikan bahwa tiap
karyawan memahami apa yang diinginkan perusahaan. Kedua, beberapa
pengendalian personel membantu memastikan bahwa tiap karyawan mampu
melakukan pekerjaan dengan baik; bahwa mereka mempunyai kemampuan
(seperti pengalaman, kepandaian) dan sumber daya (seperti informasi dan waktu)
yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan. Ketiga, beberapa pengendalian
personel meningkatkan kemungkinan bahwa tiap karyawan akan terlibat dalam
self-monitoring. Self-monitoring terbilang efektif sebab kebanyakan orang
memiliki hati nurani yang membimbing mereka untuk melakukan hal yang baik
dan mampu melahirkan perasaan positif akan rasa hormat kepada diri sendiri
(self-respect) dan kepuasan saat mereka melakukan pekerjaan dengan baik serta
menyaksikan keberhasilan perusahaan. Self-monitoring telah didiskusikan dalam
literatur manajemen dengan berbagai label, termasuk motivasi intrinsik dan
loyalitas.
Pengendalian personel dapat diimplementasikan melalui (1) seleksi dan
penempatan, (2) pelatihan, dan (3) desain pekerjaan dan resourcing. Dengan kata
lain, menemukan orang yang tepat untuk melakukan pekerjaan tertentu, melatih
mereka, dan memberikan mereka lingkungan kerja yang baik serta sumber daya
yang dibutuhkan, cenderung dapat meningkatkan kemungkinan akan
dilakukannya pekerjaan dengan baik.
Pelatihan
Pelatihan adalah cara umum lainnya untuk meningkatkan kemungkinan
karyawan melakukan pekerjaan dengan baik. Pelatihan dapat memberikan
informasi yang bermanfaat mengenai tindakan atau hasil seperti apa yang
diharapkan oleh perusahaan dan cara terbaik untuk melaksanakan suatu tugas.
Pelatihan dapat juga memberi dampak motivasional yang positif sebab karyawan
dapat diberikan rasa profesionalisme yang lebih besar, dan mereka sering kali
lebih terpancing untuk melakukan pekerjaan dengan baik jika pekerjaan tersebut
mereka pahami.
Banyak perusahaan menggunakan program pelatihan formal, seperti dalam
pengaturan ruang kelas, untuk meningkatkan keterampilan personal mereka.
Faktor-faktor seperti manajemen profesional dan otonomi keputusan
membutuhkan, atau perlu disertai dengan pelatihan untuk membantu
mengembangkan keterampilan manajer agar dapat bekerja dengan baik.
Banyak pelatihan dilakukan secara informal, misalnya dengan
mengadakan pendampingan karyawan.
Pengendalian Budaya
Pengendalian budaya didesain untuk mendukung pemantauan bersama
(mutual monitoring); sebuah tekanan kuat dari suatu kelompok terhadap individu
yang menyimpang dari norma dan nilai kelompok. Pada beberapa budaya
kolektivis seperti Jepang, insentif untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat
mempermalukan diri sendiri dan keluarga merupakan hal yang terpenting.
Demikian halnya di beberapa negara, terutama di Asia Tenggara, kesepakatan
bisnis kadang disetujui hanya dengan persetujuan verbal. Dalam contoh ini,
kewajiban sosial dan moral yang dominan lebih kuat dibandingkan kontrak secara
legal.
Budaya dibangun di atas tradisi, norma, kepercayaan, nilai, idiologi, sikap, dan
cara berprilaku bersama. Budaya perusahaan relatif tetap dari waktu ke waktu,
meski tujuan dan strategi beradaptasi seperlunya terhadap perubahan kondisi
bisnis.
Budaya yang kuat dan fungsional memengaruhi karyawan untuk bekerja sama
dalam model yang sinergis, namun meski pengarahan dan kekompakan
memberikan manfaat tertentu, budaya yang kuat terkadang dapat menjadi sumber
terjadinya inersia yang dapat menghalangi perubahan dan adaptasi yang
diperlukan dalam lingkungan yang berkembang cepat.
Budaya perusahaan dapat dibentuk dalam banyak cara, baik lewat kata maupun
contoh, meliputi kode etik, penghargaan kelompok, transfer antarperusahaan,
pengaturan fisik dan sosial, tone at the top.
Kode Etik
Kebanyakan perusahaan dengan ukuran di atas minimal berupaya untuk
membentuk budaya perusahaan mereka melalui kode tingkah laku, kode etik,
kredo perusahaan, atau pernyataan misi, visi, ataupun filosofi manajemen.
Dokumen tertulis yang formal tersebut memberikan pernyataan umum akan nilai
perusahaan, komitmen kepada pemegang kepentingan, dan keinginan pihak
manajemen mengenai bagaimana seharusnya perusahaan berfungsi.
Kode ini dapat meliputi pesan penting mengenai dedikasi terhadap kualitas
maupun kepuasan pelanggan, perlakuan yang adil pada karyawan dan pelanggan,
keamanan karyawan, inovasi, pengambilan resiko, ketaatan pada prinsip etis,
komunikasi yang terbuka, dan kesediaan untuk berubah.
Agar efektif, pesan yang dimasukkan dalam pernyataan ini harus diperkuat
melalui sesi pelatihan formal dan melalui diskusi informal atau pertemuan
pendampingan antara karyawan dan pengawasnya.
Bentuk kode tingkah laku dapat bervariasi antarperusahaan. Selain pernyataan
kebijakan umum yang dielaborasi seperlunya oleh hamper semua kode tingkah
laku, beberapa kode memberikan panduan isu tertentu. Jika panduan demikian
disertakan, maka rincian perilaku akan dapat menunjukan bentuk pengendalian
akuntabilitas tindakan karena karyawan yang melanggar akan mendapat teguran.
Beberapa kode etik tidak berhasil karena kode tidak didukung oleh kepemimpinan
yang kuat dan tone from the top yang tepat. Manajemen puncak tidak
berkomitmen pada kode ini, terlebih lagi, memberikan contoh buruk dengan
melakukan tindakan yang tidak tepat.
Kode etik yang didesain dengan cerdas dan diimplementasikan secara fungsional
cenderung sangat diperlukan oleh perusahaan untuk mencoba dan membentuk
perilaku yang diinginkan.
Imbalan Kelompok
Penyediaan imbalan atau insentif yang didasarkan pada pencapaian
kolektif juga mendukung pengendalian budaya. Rencana insentif yang berdasar
pada pencapaian kolektif tersebut bias berwujud dalam berbagai bentuk. Contoh
umumnya ialah bonus, pembagian laba (profit-sharing) atau pembagian
keuntungan (gain-sharing) yanf memberikan kompensasi berdasarkan pada
kinerja perusahaan atau entitas secara keseluruhan (alih-alih secara individu)
berkenaan dengan, keuntungan atau reduksi biaya (cost reductions).