Anda di halaman 1dari 7

BAB 1: PENDAHULUAN

a. Latar belakang

Krisis terbesar yang dialami Umat muslimin pada akhir akhir ini adalah

krisis ketakwaan. Krisis ini jauh lebih dahsyat daripada krisis energi, krisis

kesehatan, krisis pangan dan krisis-krisis yang lain. Karena ketidak adanya

rasa takut akan adanya hari pertanggungjawaban atas semua yang telah

diperbuat oleh manusia seluruhnya. Dengan itu manusia semena-mena berani

bertindak sesuka perutnya. Akibatnya semakin hari pendidikan semakin

tercemar dan sampah kian menumpuk dimana-mana. Inilah antara lain

permasalahanyang dialami dunia Muslim, termasuk Indonesia sebagai bagian

terbesar dari dunia ketiga.

Dalam masalah moral Indonesia menempati posisi yang sangat

memprihatinkan. Tidak ada satu negara pun di dunia dimana media cetak dan

audio visual yang mengumbar poenografi dan pornoaksi seperti majalah

porno, tabloid-tabloid erotisdan VCD-DVD hardcore bisa dibeli oleh anak SD

dan dijajakan dilampu-lampu merah. Negara yang paling Liberal sekalipun

seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Australia mensyaratkan usia

minimal 18 atau 21 tahun untuk bisa memiliki barang haram tersebut dengan

menunjukan KTP atau SIM yang syah. Jika hal ini dilanggar maka baik

pembeli maupun penjual akan dikenakan saksi yang cukup berat. Hal ini juga

berlaku untuk rokok dan produk turunan bernikotin lainya. Dalam masalah

Narkoba Indonesia kini bukan saja menjadi negara tujuan pemakai tetapi telah
mrnjadi mata rantai jaringan pendistribusian Narkoba. Ironisnya, sudah bukan

rahasia lagi kalau ternyata yang menjadi backing para Distributor Narkoba

adalah oknum aparat keamanaan yang seharusnya menumpas mereka.

Khusus masalah korupsi, kebocoran anggaran dan pelaksanaan

pembangunan ternyata lebih parah dari masa Orde Baru. Jika dahulu korupsi

terkonsentrasi di pemerintah pusat, kini menjadi tersebar dan merata disemua

lapisan birokrasi, baik dalam tugasnya melaksanakan pembangunan berbasis

APBN/APBD demikian juga dalam hubunganya dengan pengusaha swasta.

Yang lebih memprihatinkan adalah korupsi yang dilakukan oleh oknum

penegak keadilan yang sejatinya bertugas memberantas korupsi seperti

kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Hampir sulit mencari media cetak dan

elektronik yang tidak melaporkan korupsi setiap harinya.

Saat ini, pihak eksekutif dan pemerintah tampaknya sangat hati-hati dalam

melaksanakan tender APBD/APBN karena khawatir dikejar Komisi

Pemberantas Korupsi (KPK) dan melanggar Peraturan Pemerintah no 80/2003

(dengan 6 kali revisinya). Ketakutan berbuat salah adalah gejala yang sehat

tetapi ternyata hal ini juga membuka peluang baru untuk para pengawas dan

penegak keadilan merka seperti mendapat “lahan” baru yang denganya bisa

menekan aksekutif. Untuk bisa aman tidak ada cara lain bagi eksekutif kecuali

harus “membayar” para pengawas dan penegak hukum tersebut.Dari mana

posnya diambil? Jelas dari APBN/APBD. Siapa yang akan dirugikan?

Jawabanya pasti rakyat karena jatah pembangunan proyekdan sarana publik


menjadi semakin kecil. Tidak heran mengapa infastruktur layanan publik di

negeri ini sangat memprihatinkan.

Kebocoran ini semakin menjadi-jadi ketika sistem Otonomi Daerah (Otda)

belum bisa difahami dan dilaksanakan dengan jiwa dewasa dan penuh

tanggung jawab. Sebagai contoh, untuk menjadi seorang Kepala daerah

(Gubernur, bupati atau Walikota) di pulau Jawa atau daerah-daerah tertenru di

Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dibutuhkan biaya kampanye minimal 7

sampai 15 milyar Rupiah. Ketika calon Bupati meminjam dari beberapa

pengusaha dan teman-temanya, ia akan langsung menjadi penghutang besar

(ghaarimun kabir) yang harus dibayar selama masa pemerintahanya. Disinilah

ia akan memulai tugas utama sebagai bupati dengan program “balik modal”.

Program “balik modal” ini jelas tidak bisa diharapkan dari gaji gaji struktural

karena take-home payment resmi para pejabat itu tidak lebih dari Rp. 15

sampai 20 juta perbulan. Mungkin jika ditambahkan berbagai tunjangan resmi

mencapai Rp.50 s/d 100 juta. Jikalau Rp. 50 juta dikalikan 60 bulan masa

jabatan maka total pendapatan resmi halal bupati hanya RP.3 Milyar (Rp. 50

juta kali 60 bulan). Dari mana ia hatus menutupi sisanya? Jawabanya yaitu

dengan menitipkan presentase tertentu dari APBD kepada kontraktor. Setiap

kontraktor yang ikut tender harus siap setor 5,10 hingga 20 persen jika

menang. Demikian juga pimpinan daerah akan mendapatkan income saat

bendaharawan Pemerintah Daerah (Pemda) melakukan pembayaran

kontraktor. Pimpinan Pemda juga masih akan tambahan income non halal dari
setiapa perizinan dan kosensi penambangan dan investasi yang dilakukan di

wilahnya.

Alhamdulillah, sebagian besar dari bupati dan pimpinan daerah tersebut

beragama islam. Mereka sholat, puasa Ramadhan bahkan hampir semua sudah

menunaikan Haji atau Umroh. Bahkan setiap hari Jum’at mengikuti sholat

jum’at. Tapi dimanakah mereka ketika khotib menyampaikan wasiat takwanya

b. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang diatas maka rumusan masalahnya

adalah:

1. Bagaimana konsep rezeki dalam Al-Qur’an dan cara mengentaskanya?.

2. Apa yang menyebabkan Taqwa menjadi solusi terbesar bagi masalah

hidup?.

3. Bagaimana Taqwa mengentasakan kebodohan Dan apa saja

contohnya?.

c. Manfaat penulisan

Tujuan penulisan karya tulis ini adalah:

1. Mengetahui konsep rezeki dalam Al-Qur’an dan mengetahui cara

mengentaskanya.
2. Mengetahui penyebab taqwa dalam pengaruhnya sebagai solusi

terbesar bagi masalah hidup.

3. Mengetahui metode Taqwa dalam mengentaskan kebodohan dan

mengetahui contoh contohnya.

d. Subjek dan Sampel penilitian

Adapun subjek dan sampel penilitian adalah Masyarakat Indonesia

secara umum.

Anda mungkin juga menyukai