Anda di halaman 1dari 15

DIPONEGORO LAW JOURNAL

Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016


Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

TANGGUNG JAWAB DOKTER TERKAIT PERSETUJUAN TINDAKAN


MEDIS (INFORMED CONSENT) PADA KORBAN KECELAKAAN
DALAM KONDISI TIDAK SADAR (STUDI PERMENKES NOMOR
290/Men.Kes./Per/III/2008 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN
KEDOKTERAN)

Reza Aulia Hakim*, Achmad Busro, Dewi Hendrawati


Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
E-mail : rezahakimm@gmail.com

Abstrak
Tindakan kedokteran yang diberikan kepada pasien harus mendapat persetujuan, dalam
keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak
diperlukan persetujuan tindakan kedokteran, namun dokter wajib memberikan penjelasan sesegera
mungkin setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat, pemberian persetujuan tindakan
medis tidak menghapuskan tanggung gugat hukum dalam hal terbukti adanya kelalaian dalam
melakukan tindakan kedokteran yang mengakibatkan kerugian pada pasien. Untuk mengetahui dan
menganalisis tanggung jawab dokter dalam melakukan tindakan medis terhadap pasien dalam
kondisi tidak sadar, untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap pasien yang
mendapat kerugian, secara teoritik hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep tanggung jawab dokter dalam pemberian informed
consent yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Persetujuan harus diperoleh pada saat pasien
dalam keadaan tanpa tekanan. Pemberian informed consent yang dilakukan di RSUD R.A. Kartini
telah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur dan Standar Profesi Medis, dokter yang berada
di Unit Gawat Darurat telah menjalankan disiplin profesinya secara baik sesuai dengan
profesionalitasnya sebagai seorang dokter yang telah disumpah dan menjunjung tinggi tanggung
jawab profesinya. Diharapkan setiap pihak untuk lebih mementingkan komunikasi antara dokter
dan pasien dalam setiap pemberian tindakan medis agar kedepannya tidak muncul masalah yang
dapat merugikan pihak yang bersangkutan.
Kata kunci : Tanggung Jawab, Dokter, Informed Consent, Kondisi Tidak Sadar.
Abstract
The medical action given to patients must be got approval, in a condition of emergency to
save the patient and/or prevent disability not needed the approval of the medical action, but the
doctor is obligated to provide an explanation as soon as possible after the patient become
conscious or to the nearest family, the granting of the approval does not eliminate the legal
responsibility to sue in the case proved the existence of the negligence in the conduct of medical
action cause a loss to a patient. To know and analyse the responsibility of physicians in granting
the medical action against patients in unconscious condition, to know and analyze the legal
protection of patients who got a loss, by teoretical research results are expected can be contribute
a thought in enriching insight into the concept of the responsibility of the doctor in the giving of
informed consent that in accordance with the regulations. Approval must be obtained when the
patient is in a conscious condition without pressure. The granting of informed consent which was
done in RSUD R.A. Kartini has been accordance with Standard Operational Procedures and
standards of the medical profession, doctors who are in the Emergency Unit has run a good
disciplined profession accordance with profesionalism as a doctor who has been sworn in and
uphold the responsibility of his profession. Each parties expected to be more concerned with
communication between doctors and patients in granting the medical action so in the future does
not appear a problem that can be detrimental to the parties concerned.

Keywords : Responsibility, A Doctor, Informed Consent, Unconscious Condition

1
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

I. PENDAHULUAN harus mengerti dan memahami


ketentuan-ketentuan hukum yang
Surat persetujuan tindakan berlaku dalam pelaksanaan
medis atau informed consent profesinya.
merupakan kesepakatan antara
tenaga kesehatan dengan pasien, Persetujuan yang ditanda tangani
yang diawali dengan pemberian oleh pasien atau keluarga terdekatnya
informasi tentang penyakit dan tersebut, tidak membebaskan dokter
prosedur tindakan yang akan dari tuntutan jika dokter melakukan
dilakukan kepada pasien yang kelalaian. Tindakan medis yang
kemudian dilanjutkan dengan dilakukan tanpa persetujuan pasien
penandatanganan surat persetujuan atau keluarga terdekatnya, dapat
atau penolakan oleh pasien, Hal ini digolongkan sebagai tindakan
sesuai dengan aspek legal dan melakukan penganiayaan
merupakan perlindungan hukum bagi berdasarkan Pasal 351 KUHP.
praktik keperawatan.
Tindakan medis yang dilakukan
Dalam hukum, tanggung jawab tanpa persetujuan pasien, dapat
berarti “keterikatan”, manusia sejak digolongkan sebagai tindakan
dilahirkan memiliki hak dan melakukan penganiayaan
kewajiaban hal tersebut merupakan berdasarkan Pasal 351 KUHP
anugerah dari Sang Pencipta, karena (trespass, battery, bodily assault).
Menurut Pasal 5 Permenkes Nomor
itu manusia dapat disebut sebagai
290/Menkes/PER/III/2008,
subyek hukum. Oleh karena itu
persetujuan tindakan kedokteran
dokter harus memiliki tanggung dapat dibatalkan atau ditarik oleh
jawab sebagai subyek hukum yang memberi persetujuan, sebelum
berdasarkan profesinya yang dimulainya tindakan (ayat 1).
mengemban hak dan kewajiban Pembatalan persetujuan tindakan
dokter dan pasien.1 kedokteran harus dilakukan secara
tertulis oleh yang memberi
Untuk membantu para dokter
persetujuan (ayat 2).
agar memahami tanggung jawab
mereka dalam pelayanan medis atau Untuk memasuki bidang Hukum
praktek kedokteran yang mereka Medis kita dapat memulai dengan
lakukan, ada beberapa rambu- rambu salah satu istilah yang sudah terkenal
yang harus diperhatikan dan ditaati, yaitu “negligence” atau disebut
yaitu KODEKI (Kode Etik kelalaian. Dahulu kata kelalaian
Kedokteran Indonesia) yang telah hanya dikenal sebagai percakapan
disepakati bersama dalam ikatan umum di dalam masyarakat sehari-
profesinya dan peraturan Negara hari, seseorang dikatakan lalai
yang berbentuk undang-undang. apabila sikap atau tindakannya
bersifat acuh, masa bodoh,
Tanggung jawab dokter dalam
sembarangan, tidak memperhatikan
hukum sangat luas, maka dokter
atau mempedulikan orang lain
1 disekitarnya. Kini istilah kelalaian
Isfandyarie, Anny, 2006, Tanggung Jawab
Hukum dan Sanksi Bagi Dokter, Jakarta, mulai terkenal dalam bidang medis.
Prestasi Pustaka, hlm 2 Demikian pula dengan istilah

2
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

“malpraktik” yang umumnya untuk bisa mengendalikan dirinya


dikaitkan dengan profesi medis. sehingga tidak melakukan kesalahan
Bahkan ada kecenderungan untuk profesi, agar terhindar dari sanksi
langsung mengasosiasikannya yang diberikan oleh hukum.
dengan bidang medis, padahal arti Seorang dokter akan dianggap
malpraktik juga dapat digunakan melakukan kesalahan dalam
dalam profesi lainnya. Pada tahun profesinya, apabila ia tidak
1981 di Indonesia muncul cabang memenuhi kewajibannya sebagai
ilmu hukum baru, sejak terjadinya petugas medis yang baik, dengan
kasus Dr Setianingrum di Pati. Kasus kemampuan yang normal yang biasa
ini menimbulkan banyak reaksi, di mengandung suatu persyaratan,
kalangan profesi medis, juga
bahwa tugas pertama seorang dokter
mendapat reaksi yg sama dari saat menghadapi pasien adalah
kalangan hukum dan teristimewa dari memberikan diagnosis dan kemudian
kalangan masyarakat. untuk mencari terapinya.
Hukum Kedokteran atau Keberhasilan seorang dokter dalam
Medikal Law adalah bagian dari memberikan diagnosis dan terapi
Hukum Kesehatan dengan ruang yang baik akan tergantung dari
lingkup yang hanya meliputi bidang pengetahuan atau ilmu dan
medis, yaitu dokter dan orang-orang kemampuan yang dimilikinya, dan
dibawah kendalinya yang meliputi juga diperlukan pengalaman yang
bidang hukum pidana, perdata, ada.
maupun administratif.2 Dihadapkan dengan kasus yang
sering terjadi di Unit Gawat Darurat
Kewajiban hukum dokter yang (UGD) yakni banyak pasien yang
timbul karena profesinya dan yang tiba dalam kondisi tidak sadar dan
timbul dari kontrak terapeutik tanpa keluarga yang mengantar. Hal
(penyembuhan) yang dilakukan ini tentunya membuat tenaga medis
dalam hubungan dokter dengan kebingungan dalam mengambil
pasien. Kewajiban tersebut mengikat keputusan tentang hal mana yang
setiap dokter yang selanjutnya harus didahulukan, apakah
menimbulkan tanggung jawab mendahulukan informed consent
hukum bagi diri dokter yang sebagai pelindung hukum dalam
bersangkutan. Dalam menjalakan praktik keperawatan, padahal pasien
kewajiban hukumnya, diperlukan dalam kondisi terancam nyawanya,
adanya ketaatan dan kesungguhan ataukah perawat menolong pasien
dari dokter tersebut dalam terlebih dahulu dan untuk sementara
melaksanakan kewajiban sebagai menyampingkan informed consent.
pengemban profesi. Kesadaran
hukum yang dimiliki dokter harus Dari uraian di atas maka
berperan dalam diri dokter tersebut permasalahan yang dapat disusun
antara lain:
2
Ratman, Desriza,2013, Aspek Hukum 1. Bagaimanakah tanggung
Informed consent dan Rekam Medis Dalam jawab dokter dalam
Transaksi Terapeutik, Bandung, Keni Media, melakukan tindakan medis
hlm 15

3
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

terhadap pasien dalam C. Sumber, Teknik Pengumpulan


kondisi tidak sadar? dan Analisis Data
2. Bagaimanakah perlindungan
1. Sumber Data
hukum terhadap pasien yang
mendapat kerugian? Penelitian yang dipilih adalah
penelitian kualitatif sehingga wujud
II. METODE penelitian bukan berupa angka-angka
untuk keperluan analisis kuantitatif-
A. Metode Pendekatan statistik akan tetapi data tersebut
1. Pendekatan Penelitian adalah informasi yang berupa kata-
kata atau disebut data kualitatif.
Berdasarkan standpoint yang
2. Metode Pengumpulan Data
sudah disebutkan diatas maka,
penelitian ini menggunakan metode Data dalam penelitian ini
penelitian yuridis empiris, dalam
diperoleh melalui studi peraturan dan
pelaksanaannya ditekankan pada
perundang-undangan, legal research,
penggunaan teori-teori hukum serta
data di lapangan yang didapat dari interpretasi dokumen (teks), serta
narasumber dan peraturan-peraturan personal experience. Penelitian ini
tertulis yang berupa bahan hukum dilengkapi dengan library research
primer dan atau sekunder seperti tentang teori-teori yang mendukung
peraturan-peraturan pemerintah, UU, tentang informed consent, hukum
Jurnal maupun buku-buku para positif berupa peraturan perundang-
Sarjana undangan yang terkait pemberian
B. Spesifikasi Penelitian tindakan medis/kedokteran. Pendapat
ahli di bidang hukum dan kedokteran
Dalam penulisan ini penulis juga akan dijadikan rujukan untuk
menggunakan tipe penulisan
mendukung data yang diperoleh.
deskriptif analistis, yaitu pemecahan
masalah yang diselidiki dengan 3. Metode Analisis Data
menggambarkan keadaan obyek
penelitian pada saat sekarang, Terhadap data sekunder, dalam
berdasarkan fakta-fakta yang tampak mencari kebenaran umum akan
atau sebagaimana adanya. Bersifat dilakukan dengan menggunakan
deskriptif karena penelitian ini logika deduktif, khususnya pada saat
mempunyai maksud untuk analisis awal (penggunaan teori-
memberikan gambaran secara rinci, teori), namun tidak menutup
sistematis dan menyeluruh mengenai kemungkinan dilakukan analisis
segala sesuatu yang berhubungan dengan menggunakan logika induktif
dengan penulisan skripsi ini.3
terhadap kasus-kasus yang telah
terdokumentasi dalam bentuk hasil-
hasil studi, pencatatan maupun hasil
penelitian.
3
Hadari Nawawi & Mimi Martini, 1994,
Penelitian Terapan, Yogyakarta, hlm 73

4
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

III. HASIL DAN PEMBAHASAN pasien dan pencegahan kecacatan


terlebih dahulu. Fasilitas pelayanan
A. Tanggung Jawab Dokter Dalam kesehatan, baik pemerintah maupun
Melakukan Tindakan Medis swasta dilarang menolak pasien
Terhadap Pasien Dalam dan/atau meminta uang muka. Hal ini
Kondisi Tidak Sadar diatur dan ditegaskan dalam Pasal 32
Undang-Undang Nomor 36 Tahun
Tanggung jawab dokter disini 2009 tentang Kesehatan. Rumah
terbagi menjadi dua bagian, yaitu sakit sebagai salah satu fasilitas
tanggung jawab profesi dan tanggung pelayanan kesehatan dilarang
jawab hukum. Tanggung jawab menolak pasien yang dalam keadaan
profesi ini terkait dengan darurat serta wajib memberikan
profesionalitas dan kredibilitas pelayanan untuk menyelamatkan
dokter tersebut, bagaimana cara nyawa pasien.
seorang dokter dapat menangani
segala kondisi yang berhubungan Dipertegas dalam Pasal 85
dengan pasien sesuai dengan ilmu Undang-Undang Nomor 36 Tahun
dan pemahaman yang ia miliki, 2009 tentang Kesehatan terkait
dalam kondisi ini tentu dalam hal keadaan darurat pada
profesionalitas seorang dokter akan bencana,yang berbunyi:
dipertanyakan apabila timbul “(1) Dalam keadaan darurat,
kerugian yang diakibatkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan,
pemberian tindakan medis yang baik pemerintah maupun swasta
salah. Sebagai profesi, sudah wajib memberikan pelayanan
seharusnya dokter mempunyai kesehatan pada bencana bagi
peraturan hukum yang dapat penyelamatan nyawa pasien dan
dijadikan pedoman bagi mereka pencegahan kecacatan.
dalam menjalankan profesinya dan
sedapat mungkin untuk menghindari (2) Fasilitas pelayanan kesehatan
pelanggaran etika kedokteran. dalam memberikan pelayanan
Keterkaitan antara berbagai kaidah kesehatan pada bencana
yang mengatur perilaku dokter, sebagaimana dimaksud pada ayat
merupakan bidang hukum baru (1) dilarang menolak pasien
dalam ilmu hukum yang sampai saat dan/atau meminta uang muka
ini belum diatur secara khusus. terlebih dahulu.”
Padahal hukum pidana atau hukum Berdasarkan bunyi Pasal di atas,
perdata yang merupakan hukum korban kecelakaan dapat
positif yang berlaku di Indonesia saat dikategorikan sebagai peristiwa
ini tidak seluruhnya tepat bila dalam keadaan gawat darurat yang
diterapkan pada dokter yang butuh tindakan medis secepatnya.
melakukan pelanggaran. Oleh karena itu, fasilitas pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit wajib
Dalam keadaan gawat darurat, memberikan pelayanan kesehatan
sebuah fasilitas pelayanan kesehatan, dalam bentuk tindakan medis tanpa
baik dari pemerintah maupun swasta, mengetahui ada atau tidaknya
diwajibkan memberikan pelayanan keluarga pasien yang mendampingi
kesehatan bagi penyelamatan nyawa

5
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

saat itu. Perlu diketahui, ada sanksi kemampuan pelayanannya. Jadi,


pidana bagi rumah sakit yang tidak seharusnya korban kecelakaan yang
segera menolong pasien yang sedang mengalami keadaan gawat darurat
dalam keadaan gawat darurat. tersebut harus langsung ditangani
Berdasarkan Pasal 190 ayat (1) dan oleh pihak rumah sakit untuk
(2) Undang-Undang Nomor 36 menyelamatkan nyawanya. Apabila
Tahun 2009 tentang Kesehatan, rumah sakit melanggar kewajiban
pimpinan fasilitas pelayanan yang disebut dalam Pasal 29
kesehatan dan/atau tenaga kesehatan Undang-Undang Nomor 44 Tahun
yang melakukan praktik atau 2009 tentang Rumah Sakit, maka
pekerjaan pada fasilitas pelayanan rumah sakit tersebut dikenakan
kesehatan yang dengan sengaja tidak sanksi admisnistratif berupa:
memberikan pertolongan pertama a. Teguran;
terhadap pasien yang dalam keadaan
gawat darurat sebagaimana dimaksud b. Teguran tertulis; atau
dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 c. Denda dan pencabutan izin
ayat (2) dipidana dengan pidana Rumah Sakit.
penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan denda paling banyak Senada dengan pengaturan dalam
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta Undang-Undang Nomor 44 Tahun
rupiah). Dalam hal perbuatan 2009 tentang Rumah Sakit, perlu
tersebut mengakibatkan terjadinya Anda ketahui, saat ini juga telah lahir
kecacatan atau kematian, pimpinan undang-undang baru yang mengatur
fasilitas pelayanan kesehatan tentang kewajiban tenaga kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan tersebut dalam memberikan pertolongan
dipidana dengan pidana penjara darurat, yakni Undang-Undang
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan Nomor 36 Tahun 2014 tentang
denda paling banyak Tenaga Kesehatan. Dalam Pasal 59
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar ayat (1) Undang-Undang Nomor 36
rupiah). Tahun 2014 tentang Tenaga
Dalam Undang-Undang Nomor Kesehatan menyebutkan bahwa
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit tenaga Kesehatan yang menjalankan
juga dikenal istilah gawat darurat. praktik pada fasilitas pelayanan
Gawat darurat adalah keadaan klinis kesehatan wajib memberikan
pasien yang membutuhkan tindakan pertolongan pertama kepada
medis segera guna penyelamatan penerima pelayanan kesehatan dalam
nyawa dan pencegahan kecacatan keadaan gawat darurat dan/atau pada
lebih lanjut. Demikian yang disebut bencana untuk penyelamatan nyawa
dalam Pasal 1 angka 2 Undang- dan pencegahan kecacatan.
Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit. Berdasarkan Dalam hal terbentuknya perikatan
Pasal 29 ayat (1) huruf c Undang- yang lahir karena undang-undang,
Undang Nomor 44 Tahun 2009 dikenal figur hukum
tentang Rumah Sakit, rumah sakit zaakwaarneming atau perwakilan
wajib memberikan pelayanan gawat sukarela. Zaaakwaarneming pada
darurat kepada pasien sesuai dengan intinya apabila seseorang yang

6
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

dengan sukarela menyelenggarakan mendampingi, memang pada


kepentingan orang lain tanpa dasarnya setiap tindakan kedokteran
disuruh, dengan atau tanpa yang dilakukan di rumah sakit harus
sepengetahuan orang tersebut, maka mendapat persetujuan pasien atau
secara diam-diam mengikatkan keluarganya. Hal ini diatur dalam
dirinya untuk meneruskan & Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang
menyelesaikan atau Nomor 44 Tahun 2009 tentang
menyelenggarakan kepentingan Rumah Sakit. Namun, dalam
hingga orang yang diwakilinya Penjelasan Pasal 37 ayat (1) Undang-
datang atau kembali dan dapat Undang Nomor 44 Tahun 2009
menyelesaikan kepentingannya tentang Rumah Sakit, dijelaskan
sendiri itu. Zaakwaarneming berlaku lebih lanjut bahwa setiap tindakan
terhadap dokter & RS, yakni kedokteran harus memperoleh
hubungan hukum lahir karena persetujuan dari pasien kecuali
undang-undang, apabila mereka pasien tidak cakap atau pada keadaan
secara sukarela menolong orang yang darurat. Poin ini juga dipertegas
sedang menderita karena kecelakaan, dalam Penjelasan Pasal 68 ayat (1)
maka mereka harus menyelesaikan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
kepentingan pasien, sampai pasien 2014 tentang Tenaga Kesehatan yang
dapat mengurus sendiri berbunyi:
kepentingannya, bahwa seseorang “Dalam keadaan gawat darurat,
yang dalam keadaan tidak sadar akan untuk menyelamatkan nyawa
menyetujui apa yang umumnya akan Penerima Pelayanan Kesehatan,
disetujui oleh seorang yang berada tidak diperlukan persetujuan.
dalam keadaan sadar, pada situasi Namun, setelah Penerima
dan kondisi sakit yang sama atau Pelayanan Kesehatan sadar atau
biasa disebut presumed consent dalam kondisi yang sudah
untuk keadaan gawat darurat. memungkinkan segera diberi
Seorang dokter bedah juga tidak penjelasan.”
dapat melakukan pembedahan
dengan bebas dalam menolong Istilah transaksi terapeutik
pasien gawat darurat. Dalam memang tidak dikenal dalam KUH
mengambil tindakannya, harus Perdata, tetapi masuk dalam kategori
membatasi operasinya pada apa yang perjanjian lain, sebagaimana yang
termasuk sebagai tindakan diterangkan dalam Pasal 1319 KUH
penyelamatan jiwa (life saving) atau Perdata, bahwa untuk semua
penyelamatan anggota tubuh (limb- perjanjian baik yang mempunyai
saving) saja. Tidak boleh diperluas suatu nama khusus, maupun yang
dengan operasi lain (Extended tidak terkenal dengan suatu nama
operation) yang secara langsug tidak tertentu, tunduk pada peraturan
ada hubungan dengan tindakan umum mengenai perikatan pada
penyelamatan atau anggota tubuh umumnya (Bab I buku III KUH
tersebut. Perdata) dan pada peraturan umum
mengenai perikatan yang bersumber
Berkaitan dengan alasan tidak pada perjanjian (Bab II buku III
adanya keluarga pasien yang KUH Perdata). Dengan demikian,

7
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

untuk sahnya transaksi traupetik, Perjanjian sui generis merupakan


harus pula dipenuhi syarat-syarat perjanjian yang memiliki sifat
yang termuat dalam Pasal 1320 KUH sendiri, di mana tidak dapat
Perdata dan akibat yang dimasukkan dalam uraian umum,
ditimbulkannya diatur dalam Pasal rumusan atau susunan golongan dari:
1338 KUH Perdata, yang hukum, perjanjian Pada umumnya,
mengandung asas pokok hukum perjanjian atau kontrak telah diterima
perjanjian. sebagai sumber dari hubungan antara
dokter dan pasien, sehingga transaksi
Suatu perikatan bisa timbul baik
terapeutik disebut pula dengan istilah
karena perjanjian, maupun karena
perjanjian atau kontrak terapeutik.
undang-undang sehingga di dalam
Akan tetapi dengan semakin
menentukan dasar hukum transaksi
meningkatnya kepekaan terhadap
terapeutik tidak terlepas dari kedua
martabat manusia, maka dilakukan
sumber perikatan tersebut karena
penataan hubungan antar manusia
pada hakekatnya transaksi terapeutik
itu sendiri jelas merupakan sebuah dengan lebih baik, termasuk
hubungan yang timbul dari transaksi
perikatan, yaitu hubungan hukum
terapeutik. Pelaksanaan transaksi
yang terjadi antara dokter dengan
terapeutik harus dikaitkan atau
pasien dalam pelayanan medik.
bertumpu pada dua macam hak asasi,
Kedua sumber perikatan tersebut
yaitu hak untuk menentukan nasib
tidak usah dipertentangkan tetapi
sendiri, dan hak untuk mendapatkan
cukup dibedakan, karena
informasi. Didasarkan pada kedua
sesungguhnya keduanya saling
hak tersebut, maka dalam
melengkapi dan diperlukan untuk
menentukan tindakan medik yang
menganalisis hubungan hukum yang
akan dilakukan dokter terhadap
timbul dari transaksi terapeutik.
pasien harus ada persetujuan yang
Apabila transaksi terapeutik itu didasarkan informasi. Dari
dikategorikan sebagai perjanjian penjelasan tersebut dapat ditarik
untuk melakukan suatu pekerjaan kesimpulan, bahwa informed consent
sebagaimana diatur dalam ketentuan lahir sebagai suatu syarat di dalam
Pasal 1601 Bab 7A Buku III KUH transaksi terapeutik.
Perdata, maka transaksi terapeutik
Transaksi terapeutik, merupakan
termasuk jenis perjanjian untuk
melakukan jasa yang diatur dalam hubungan antara dua subjek hukum
yang saling mengikatkan diri
ketentuan khusus. Ketentuan khusus
didasarkan sikap saling percaya.
yang dimaksudkan, adalah Undang-
Sikap saling percaya itu tumbuh
undang No. 23 Tahun 1992 tentang
apabila terjalin komunikasi secara
Kesehatan. Selain itu, jika dilihat
terbuka antara dokter dan pasien,
cirri yang dimilikinya yaitu
karena masing-masing akan saling
pemberian pertolongan, yang dapat
memberikan informasi atau
dikategorikan sebagai pengurusan
keterangan yang diperlukan bagi
urusan orang lain (zaakwaarneming)
terlaksananya kerja sama yang baik
yang diatur dalam Pasal 1345 KUH
dan tercapainya tujuan transaksi
Perdata, maka transaksi terapeutik
terapeutik tersebut. Latar belakang
merupakan perjanjian sui generis.
dari timbulnya Penerimaan dan

8
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

penolakan pengambilan tindakan tentang Disiplin Profesional Dokter


medik di mana dalam hukum Inggris Dan Dokter Gigi dikatakan bahwa
(Common Law) telah lama dikenal tidak memberikan tindakan medis
hak perorangan untuk bebas dari terhadap pasien dalam keadaan
bahaya atau serangan yang darurat merupakan salah satu bentuk
menyentuhnya. Bahaya yang Pelanggaran Disiplin Profesional
disengaja atau serangan dari orang Dokter dan Dokter Gigi yang disebut
lain yang menyentuhnya tanpa hak, dalam Pasal 3 ayat (2) huruf o
yang mana disebut Battery, yaitu Peraturan Konsil Kedokteran
kejahatan atau perbuatan melawan Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 yang
hukum yang menggunakan antara lain mengatakan bahwa
kekerasan atau paksaan terhadap pelanggaran disiplin dokter dan
orang lain. Persetujuan dalam dokter gigi salah satunya adalah
pelayanan medik pertama timbul di tidak melakukan pertolongan darurat
negeri Inggris abad ke XVIII, yaitu atas dasar perikemanusiaan, padahal
pada pembedahan atau operasi yang tidak membahayakan dirinya, kecuali
dilakukan tanpa persetujuan atau hak bila ia yakin ada orang lain yang
orang lain. Dalam kasus termaksud, bertugas dan mampu melakukannya.
pengadilan memutuskan ahli bedah Dalam penjelasannya dikatakan
bertanggung jawab atas Battery. bahwa:
Dengan demikian jika tidak terdapat a. Menolong orang lain yang
persetujuan atau hak lain untuk suatu membutuhkan pertolongan adalah
prosedur medik maka pengadilan kewajiban yang mendasar bagi
modern masih memutuskan dokter setiap manusia, utamanya bagi
yang bertanggung jawab atas profesi Dokter dan Dokter Gigi di
Battery. Selain itu, terdapat kasus sarana pelayanan kesehatan.
yang melibatkan situasi di mana
persetujuan pasien untuk suatu b. Kewajiban tersebut dapat
keputusan. Penentuan bahwa dokter diabaikan apabila membahayakan
mempunyai suatu tugas hukum untuk dirinya atau apabila telah ada
memberi informasi yang cukup individu lain yang mau dan
kepada pasien. Dalam peraturan yang mampu melakukannya atau
lama, informasi yang tidak cukup karena ada ketentuan lain yang
dan salah mengakibatkan persetujuan telah diatur oleh sarana pelayanan
tidak berlaku dan dokter tidak kesehatan tertentu.”
bertanggung jawab untuk Battery. Berdasarkan Pasal 17 Kode Etik
Akan tetapi saat ini, suatu prosedur Kedokteran Indonesia yang antara
medik yang dilaksanakan tanpa lain juga menegaskan bahwa setiap
informasi yang memadai merupakan dokter wajib melakukan pertolongan
suatu kesalahan yang terpisah yang darurat sebagai suatu wujud tugas
dapat dipertanggungjawabkan perikemanusiaan, kecuali bila ia
berdasarkan kelalaian atau kealpaan. yakin ada orang lain bersedia dan
mampu memberikannya. Menurut
Lebih jelas lagi dibahas dalam penjelasan Pasal ini, pertolongan
Peraturan Konsil Kedokteran darurat yang dimaksud pada Pasal di
Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 atas adalah pertolongan yang secara

9
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

ilmu kedokteran harus segera Perlindungan Konsumen dan/atau


dilakukan untuk mencegah kematian, tidak bertentangan dengan Undang-
kecacatan, atau penderitaan yang Undang Nomor 8 Tahun 1999
berat pada seseorang. Seorang dokter tentang Perlindungan Konsumen.
wajib memberikan pertolongan Melalui ketentuan peralihan ini,
keadaan gawat darurat atas dasar Undang-Undang Nomor 36 Tahun
kemanusiaan ketika keadaan 2009 tentang Kesehatan tetap berlaku
memungkinkan. Walau tidak saat sepanjang Undang Undang-Undang
bertugas, seorang dokter wajib Nomor 8 Tahun 1999 tentang
memberikan pertolongan darurat Perlindungan Konsumen tidak
kepada siapapun yang sakit menentukan lain.
mendadak, kecelakaan atau keadaan
bencana. Rasa yakin dokter akan ada Sering diungkapkan oleh dokter,
orang lain yang bersedia dan lebih hubungan dokter dengan pasien atau
mampu melakukan pertolongan rumah sakit dengan pasien tidak
darurat seyogyanya dilakukan secara sama dengan hubungan antara
cermat sesuai dengan keutamaan produsen atau pelaku usaha dengan
profesi, yakni untuk menjunjung konsumen. Oleh sebab itu, dokter
sikap dan rasa ingin berkorban ataupun rumah sakit menolak keras
profesi untuk kepentingan pemberlakuan Undang-Undang
pertolongan darurat termaksud Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen di bidang
B. Perlindungan Hukum Terhadap pelayanan kesehatan. Menurut
Pasien Yang Mendapat konsep tersebut, secara yuridis
Kerugian penilaian atas tindakan dokter
bukanlah berdasarkan hasil
Menurut sistem, Undang-Undang
(resultaatverbintenis), tetapi
Nomor 36 Tahun 2009 tentang
berdasarkan pada usaha atau upaya
Kesehatan, merupakan salah satu
undang-undang yang materinya juga sebaik-baiknya
melindungi kepentingan konsumen. (inspanningverbintenis). Jadi, jika
sekiranya dokter telah bekerja
Dengan konstruksi Pasal 64 aturan
dengan sebaik-baiknya berdasarkan
peralihan dapat dipahami secara
standar profesinya dan mendapat izin
implisit bahwa Undang-Undang
dari pasien (informed consent), maka
Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen merupakan secara umum tidak ada tindak
pelanggaran hukum.
ketentuan khusus terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan yang Namun pada beberapa kasus,
sudah ada sebelumnya, sesuai kenyataannya yang terjadi tidak
dengan asas lex specialis derogat seperti yang seharusnya, dikarenakan
legi generali. Artinya ketentuan- tidak seimbanganya posisi pasien
ketentuan diluar Undang-Undang yang cenderung lemah dibandingkan
Nomor 8 Tahun 1999 tentang dengan dokter atau Rumah Sakit
Perlindungan Konsumen tetap dalam hal tanggung jawab hukum
berlaku sepanjang tidak diatur secara (hal ini dapat dilihat dari klausula-
khusus dalam Undang-Undang klausula dalam informed consent)
Nomor 8 Tahun 1999 tentang menyebabkan seorang pasien yang

10
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

mengalami kerugian tidak dapat sedangkan malpraktik lebih terhadap


berbuat banyak, mereka hanya dapat timbulnya kerugian akibat dari
mengutamakan proses musyawarah kesalahan dari tidak sesuainya
mufakat dengan pihak dokter atau tindakan dokter dengan standar
Rumah Sakit. profesinya. Jika yang terjadi seperti
itu maka pasien dapat meminta
Apabila dalam penyelesaian oleh
pertanggung jawaban secara perdata
pihak Rumah Sakit tidak ditemukan
maupun pidana.
jalan damai, artinya pasien tidak puas
atas keputusan yang diambil oleh Pasien dapat mengajukan
direktur Rumah Sakit atau tidak ada sengketa tersebut ke pengadilan,
pemecahan masalah yang diperoleh. apabila seorang dokter melakukan
Maka pasien sendiri dapat kesalahan profesi secara yuridis
melaporkan sengketa ke Dinas kasus culpa dapat diajukan ke
Kesehatan atau Ikatan Dokter pengadilan pidana maupun perdata
Indonesia (IDI) agar sengketa sebagai malpraktik untuk dilakukan
tersebut dapat diselesaikan. Karena pembuktian berdasarkan standar
didalam penandatangannya seolah profesi kedokteran dan informed
pasien mendapat tekanan bahwa consent. Apabila dokter terbukti
dengan ditandatanganinya formulir menyimpang dari standar profesi
tersebut maka tanggung jawab dokter kedokteran dan sudah memenuhi
atau Rumah Sakit dalam proses informed consent maka dokter
penyembuhan penyakitnya seakan tersebut tindak dipidana atau
ditanggung oleh pasien sendiri. diputuskan bebas membayar ganti
Karena yang utama bagi pasien rugi.
adalah kesembuhannya terkadang Berdasarkan praktek medis dalam
dengan berat hati pasien atau kehidupan bermasyarakat, bentuk-
keluarganya harus tetap bentuk perlindungan terhadap pasien
menandatanganinya. Sebenarnya dapat berupa:
pemberian informed consent tidak
membebaskan tanggung jawab 1) Adanya perjanjian antara
seorang dokter terhadap risiko pasien dan dokter mengenai
tindakan medis yang dapat saja pertanggung jawaban profesi
terjadi. Pemberian informed consent medis. Perjanjian sendiri diatur di
ini sangat penting, agar dalam dalam KUH Perdata.
penanganan tindakan medis yang 2) Adanya peraturan perundang-
memiliki risiko dapat dibedakan undangan yang mengatur hak dan
antara risiko medis dengan kewajiban pasien, dokter serta
malpraktik karena sudah jelas akibat rumah sakit. Dalam suatu
hukumnya berbeda antara satu perjanjian, KUH Perdata
dengan yang lainnya. Yang mengatur adanya akibat hukum
dimaksud dengan risiko medis yaitu timbulnya hak dan
sebenarnya adalah dimana tindakan kewajiban dari masing- masing
seorang dokter yang sudah sesuai pihak.
dengan prosedur menimbulkan suatu
3) Adanya peraturan hukum yang
risiko medis terhadap pasien,
mengatur perlindungan pasien

11
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

dengan pemberian ganti rugi 2) Tanggung Jawab Dokter karena


kepada pasien yang dirugikan perbuatan melawan Hukum
baik formil maupun materiil oleh
pihak dokter atau rumah sakit. IV. KESIMPULAN
Dalam KUH Perdata pasien Informed consent adalah
tergolong sebagai konsumen, persetujuan terhadap pelaksanaan
sehingga pasien atau konsumen suatu tindakan medis, seperti operasi
berhak mendapatkan ganti rugi atau tindakan invasif lainnya,
apabila ada perbuatan melawan berdasarkan pemberian informasi
hukum. Hal tersebut diatur juga di lengkap tentang risiko, manfaat,
dalam KUH Perdata. alternatif, dan akibat penolakan.
Perlindungan terhadap Pasien Informed consent adalah kewajiban
yang diatur di dalam KUH Perdata hukum bagi penyelengara pelayanan
maupun Undang- undang yang kesehatan untuk memberikan
berkaitan dengan Bidang Medis, informasi dalam istilah yang
yaitu berupa tanggung jawab dari dimengerti oleh pasien sehingga
pihak Petugas kesehatan atau Tenaga pasien dapat membuat suatu pilihan.
Medis. Yang disoroti di sini adalah Persetujuan ini harus diperoleh pada
tanggung jawab dokter sebagai salah saat klien berada dalam keadaan
satu Tenaga Medis terhadap pasien tanpa tekanan.
sebagai salah satu bentuk upaya 1. Pernyataan persetujuan atau
penegakan perlindungan terhadap informed consent sangat penting
pasien. Bentuk- bentuk tanggung terkait legalitas kita melakukan
jawab seorang dokter sebagai salah tindakan kepada pasien. Tetapi
satu tenaga medis dalam upaya jika dokter dan perawat
penegakan perlindungan pasien diperhadapkan dengan kasus
adalah: pasien gawat darurat yang
1) Adanya tanggung jawab Etis; dibawa ke UGD dalam keadaan
tidak sadar dan tidak memiliki
2) Adanya tanggung jawab profesi keluarganya maka kita dapat
3) Adanya tanggung jawab yang melakukan tindakan
berkaitan dengan pasien atau penyelamatan jiwa kepada pasien
konsumen jasa medis. gawat darurat tanpa persetujuan
dari pasien atau keluarga terlebih
Di dalam KUH Perdata diatur dahulu, seperti yang tertuang
perlindungan terhadap konsumen dalam Peraturan Menteri
dalam konteks ini adalah pasien. Kesehatan Nomor
Bentuk perlindungan yang 585/PerMenKes/Per/IX/1989
didapatkan oleh pasien adalah tentang Persetujuan Tindakan
pertanggungjawaban dari pelaku atau Medik, bahwa dalam keadaan
tenaga medis. Bentuk pertanggung gawat darurat tidak diperlukan
jawaban tersebut adalah sebagai informed consent, dan Peraturan
berikut: Menteri Kesehatan Nomor
1) Tanggung Jawab Dokter karena 290/MenKes/PER/III/2008 Pasal
wanprestasi. 12 yaitu Perluasan tindakan
kedokteran yang tidak terdapat

12
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

indikasi sebelumnya, hanya dapat pihaknya sehingga kedepannya


dilakukan untuk menyelamatkan tidak akan timbul kerugian yang
jiwa pasien. Consent ini dialami oleh salah satu pihak.
dinamakan implied consent dan
2. Proses penyelesaian sengketa
dalam keadaan gawat darurat harus lebih mengutamakan
dinamakan constructive consent musyawarah mufakat antara
untuk membedakan dengan pihak yang berkaitan, oleh karena
implied consent lainnya. itu pentingnya menjaga
2. Perlindungan hukum terhadap hubungan harmonis antara dokter
pasien diatur di dalam KUH atau rumah sakit dengan pasien.
Perdata Pasal 1320 dalam hal 3. Tenaga medis harus
syarat pembuatan perjanjian, melakukan tindakan medis sesuai
1338 mengenai asas kebebasan dengan apa yang diatur dalam
berkontrak yaitu perjanjian yang
kode etik dan standar operasi
dibuat dan sah akan mengikat yang ada, tidak lepas dari itu juga
para pihak yang terkait, sehingga harus melakukan tindakan sesuai
perjanjian tersebut mengikat hak dengan undang-undang dan
dan kewajiban pihak- pihak yang peraturan yang berlaku di
terkait, yaitu dokter dengan Indonesia.
pasien, Pasal 1365 mengenai
alasan penuntutan ganti rugi
pasien, Pasal 1366 mengenai V. DAFTAR PUSTAKA
pertanggungjawaban karena
kelalaian dalam hal ini kelalaian 1. Buku
tenaga medis, Pasal 1367
mengenai pertanggungjawaban Adji, Oemar Seno, 1991, Etika
karena orang yang menjadi Profesional dan Hukum
tanggungan, dan undang-undang Pertanggungjawaban Pidana
sebagai pelengkap seperti Dokter, Jakarta, Erlangga.
Undang-Undang No. 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, Adi Wibowo, Sunarto, 2009. Hukum
Undang-Undang No. 8 Tahun Kontrak Terapeutik di
1999 tentang Perlindungan Indonesia. Medan. Pustaka
Konsumen dan Undang-Undang Bangsa Press.
No. 29 Tahun 2004 tentang
Agus Budianto dan Gwendolyn
Praktik Kedokteran.
Ingrid Utama, 2010, Aspek
Saran-saran dan tindak lanjut Jasa Pelayanan Kesehatan
yang bisa dilakukan antara lain Dalam Perspektif
sebagai berikut: Perlindungan Pasien,
1. Dokter atau Rumah Sakit, Bandung, Karya Putra Darwati.
harus memiliki pemahaman
Busro, Achmad, 2012, Hukum
mengenai hukum kesehatan agar
Perikatan Berdasar Buku III
dalam pemberian informed
KUH Perdata. Yogyakarta,
consent mengetahui hak dan
Pohon Cahaya.
kewajiban masing-masing

13
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Budiono, Herlien, 2010, Ajaran Perselisihan Antara Dokter


Hukum Perjanjian dan Dengan Pasien, Jakarta, PT.
Penerapannya di Bidang Diadit Media.
Kenotariatan, Bandung, PT
Citra Aditya Bakti. Hadari Nawawi & Mimi Martini,
1994, Penelitian Terapan,
Bahder Johan Nasution, 2005, Yogyakarta.
Hukum Kesehatan
Pertanggungjawaban Dokter, Isfandyarie, Anny, 2006, Tanggung
Cet. ke-1, PT. Rineka Cipta, Jawab Hukum dan Sanksi Bagi
Jakarta. Dokter, Jakarta, Prestasi
Pustaka.
Chrisdiono M. Achadiat, 2007,
Dinamika Etika & hukum Jusuf Hanafiah, Amri Amir, 1999,
Kedokteran Dalam Tantangan Etika kedokteran dan Hukum
Zaman, Jakarta, Penerbit Buku Kesehatan, Jakarta, Penerbit
Kedokteran EGC. Buku Kedokteran EGC.

Danny Wiradharma, 1996, Penuntun Ratman, Desriza,2013, Aspek Hukum


Kuliah Hukum Kedokteran, Informed consent dan Rekam
Jakarta, Binarupa Aksara. Medis Dalam Transaksi
Terapeutik, Bandung, Keni
F. Tengker dan S. Verbogt, 1989, Media.
Bab-Bab Hukum Kesehatan,
Bandung, Nova. Ratna Suprapti Samil, 2001, Etika
Kedokteran Indonesia, Jakarta,
Guwandi J., 2005, Rahasia Medis, Yayasan Bina Pustaka
Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Sarwono Prawirodihardjo.
Kedokteran Universitas
Indonesia. Subekti, 1987, Hukum Perjanjian,
Cet ke-12, Jakarta, PT
_______., 2006, Informed consent & Intermasa.
Informed Refusal, Jakarta,
Balai Penerbit Fakultas Setiawan, R., 1999, Pokok-pokok
Kedokteran Universitas Hukum Perikatan, Cet ke-6,
Indonesia. Bandung, Putra Bardin.

_______.,2007, Hukum Medik, Cet Sofwan Dahlan, 2005, Informed


ulang, Jakarta, Balai Penerbit consent, RSUD Dr. Moewardi
FKUI. Surakarta.

_______., 2008, Informed consent, Subekti, 1995, Aneka Perjanjian,


Cet ulang, Jakarta, Balai Cet. ke-10, Bandung, Citra
Penerbit FKUI. Aditya Bakti.

Hariyani, Safitri, 2005, Sengketa Shopie, Yusuf., 2007, Kapita Selekta


Medik: Alternatif Penyelesaian Hukum Perlindungan

14
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Konsumen di Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun


Penerbit PT. Citra Aditya 1963 tentang Tenaga
Bakti. Kesehatan (sudah dicabut
dengan Undang-Undang
Titik Triwulan Tutik dan Shita Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Febriana, 2010, Perlindungan Kesehatan yang juga sudah
Hukum Bagi Pasien, Prestasi dicabut dengan Undang-
Pustaka, Jakarta. Undang Nomor 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan).
Veronica Komalawati, 2002,
Peranan Informed consent Permenkes Nomor
dalam Transaksi Terapeutik 290/Men.Kes./Per/Ix/2008
(Persetujuan Dalam Hubungan Tentang Persetujuan Tindakan
Dokter dan Pasien) Suatu Kedokteran)
Tinjauan Yuridis, Bandung, 3. Tesis
Citra Aditya Bakti.
Yunanto, 2009,
Wiradharma, Danny., 1996, Pertanggungjawaban Dokter
Penuntun Kuliah : Hukum Dalam Transaksi Terapeutik,
Kedokteran, Jakarta, Binapura Program Magister Ilmu Hukum
Aksara. Universitas Diponegoro
Semarang.
2. Peraturan perundang-undangan Wardhani, R.K., 2009, Tinjauan
Yuridis Persetujuan Tindakan
Undang-Undang Dasar Negara Medis (Informed Consent) di
Kesatuan Republik Indonesia rsup dr. Kariadi Semarang.
Tahun 1945 Program Studi Magister
Kitab Undang-Undang Hukum Kenotariatan Universitas
Perdata Diponegoro Semarang.
Kitab Undang-Undang Hukum 4. Internet
Pidana
Undang-Undang Nomor 8 Tahun https://mawarputrijulica.wordpress.c
1999 tentang Perlindungan om/2011/03/07/informed-
Konsumen consent-sebagai-dasar-
bertindak-dokter-dalam-
Undang-Undang Nomor 29 Tahun memberikan-pelayanan-
2004 tentang Praktik kesehatan/ diakses pada
Kedokteran tanggal 20 November 2015.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan http://consumerpluss.wordpress.com/
Informasi Publik 2007/11/29/perlindungan-
konsumen-kesehatan-
Undang-Undang Nomor 36 Tahun berkaitan-dengan-malpraktik/
2009 tentang Kesehatan diakses tanggal 27 Maret 2016.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit

15

Anda mungkin juga menyukai