Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Lebih dari 80% penderita trauma yang datang ke rumah sakit
selalu disertai cedera kepala. Sebagaian besar penderita trauma kepala
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,berupa tabrakan sepeda
motor,mobil,sepeda dan penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya
disebabkan oleh jatuh dari ketinggian,tertimpa benda (ranting
pohon,kayu,dll), olahraga, korban kekerasan (misalnya: senjata
api,golok,parang,batang kayu,palu,dll)
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah ada
kecelakaan sepeda motor,dan sebagian besar diantaranya tidak
menggunakan helm atau menggunakan helm yang tidak memadai (>85%).
Dalam hal ini dimaksud dengan tidak memadai adalah helm yang terlalu
tipis dan penggunaan helm tanpa ikatan yang memadai,sehingga saat
penderita terjatuh,helm sudah terlepas sebelum kepala membentur lantai.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi cedera kepala?
2. Apa macam macam cedera kepala?
3. Apa etioligi dari cedera kepala?
4. Bagaimana patofisiologi cedera kepala?
5. Apa manifestasi klinis cedera kepala?
6. Apa komplikasi dari cedera kepala?
7. Apa saja penatalaksanaan dari cedera kepala?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi cedera kepala
2. Untuk mengetahui macam macam cedera kepala
3. Untuk mengetahui etioligi dari cedera kepala
4. Untuk mengetahui patofisiologi cedera kepala
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis cedera kepala
6. Untuk mengetahui komplikasi dari cedera kepala
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari cedera kepala

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung, dengan disertai atau tanpa disertai
perdarahan yang mengakibatkan gangguan fungsi otak. Menurut Brain
Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

3
Cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala,
tengkorak dan otak, cedera kepala adalah cedera kepala terbuka dan
tertutup yangterjadi karena, fraktur tengkorak, kombusio gegar serebri,
kontusio memar, leserasi dan perdarahan serebral subarakhnoid,
subdural, epidural, intraserebral, batang otak. Cedera kepala
merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhadap kepala yangmenyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.

B. MACAM – MACAM CEDERA KEPALA


Cedera kepala ada 2 macam yaitu:
a. Cedera kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya
tengkorakatau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini
ditentukanoleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga
dapat terjadijika tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam
jaringan otak danmelukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat
benda tajam/tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman
pathogenmemiliki abses langsung ke otak.
b. Cedera kepala tertutup

4
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah
goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang
bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan
tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi:
 Komosio
Komosio adalah hilangnya fungsi neurologi sementara tanpa
kerusakan struktur.
 Kontusio
Kontusio selebral merupakan cedera kepala berat dimana otak
mengalami memar, dengan kemungkinana adanya darah
hemoragi.
 Hemoragi subaraknoid
Adalah akumulasi darah dibawah membrane araknoid, tetapi
diatas viameter, hemarogi biasanya terjadi akibat pecahnya
aneorisma intracranial hipertensi berat malformasi arterio
fenosa atau cedera kepala. Darah yang berakumulasi diatas
atau dibawah meninges menyebabkan peningkatan tekanan di
jaringan otak.
 gagar otak
adalah cedera kepala tertutup yang biasanya terjadi dengan
penurunan kesadaran. Gagar otak menyebabkan perode abnea
yang singkat. Gagar otak dapat ringan, sedang, atau berat
tergantung pada lama individu tidak sadar.

3. Klasifikasi cedera kepala


Rosjidi (2007), trauma kepala diklasifikasikan menjadi derajat
berdasarkannilai dari Glasgow Coma Scale ( GCS ) nya, yaitu;
a. Ringan
 GCS = 13 – 15

5
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang
dari30 menit.
 Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur
cerebral,hematoma.
b. Sedang
 GCS = 9 – 12
 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari30 menit
tetapi kurang dari kurang dari kurang dari 24 jam.
 Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
 GCS = 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesialebih dari 24
jam.
 Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atauhematoma
intrakranial.

C. ETIOLOGI
penyebab cedera kepala antara lain:
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan
mobil.
2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan.
4. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana
dapat merobek otak.
5. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat
sifatnya.
6. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana
dapatmerobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.
D. PATOFISIOLOGI

6
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan
beratringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera
percepatan aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak
membentur kepala yangdiam, seperti trauma akibat pukulan benda
tumpul, atau karena kena lemparanbenda tumpul. Cedera perlambatan
deselerasi adalah bila kepala membenturobjek yang secara relatif tidak
bergerak, seperti badan mobil atau tanah.Kedua kekuatan ini mungkin
terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakankepala tiba-tiba tanpa
kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badandiubah secara
kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi denganpengubahan
posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangandan
robekan pada substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera
otak,yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak
primer adalahcedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian
trauma, danmerupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya
menimbulkan lesi permanen.Tidak banyak yang bisa kita lakukan
kecuali membuat fungsi stabil, sehinggasel-sel yang sedang sakit bisa
mengalami proses penyembuhan yang optimal.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena
memarpada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan
atau hemoragikarena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat
lahir yang bisamengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem
dalam tubuh.
Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang
berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat
terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak
ada pada areacedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal
diantanya, bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya
leserasi pada kulit kepala selanjutnyabisa perdarahan karena mengenai

7
pembuluh darah. Karena perdarahan yangterjadi terus- menerus dapat
menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatanvolume darah pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasiarterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnyapeningkatan
tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan
robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak
bahkan bias terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik
yang mengakibatkanterjadinya gangguan dalam mobilitas.

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan
distribusicedera otak.
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)
 Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus
menetap setelah cedera.
 Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan
cemas.
 Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah
tingkahlaku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari,
beberapa minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak
akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang
 Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan
kebinggunganatau hahkan koma.
 Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba
deficit neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan
dan pendengaran,disfungsi sensorik, kejang otot, sakit
kepala, vertigo dan gangguanpergerakan.

8
3. Cedera kepala berat
 Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum
dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan.
 Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual,
adanya cederaterbuka, fraktur tengkorak dan penurunan
neurologik.
 Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan
fraktur.
 Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan
pada area tersebut.

F. KOMPLIKASI
kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dariperluasan
hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak,
komplikasi dari cedera kepala adalah;
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi
mungkinberasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom
distress pernafasandewasa. Edema paru terjadi akibat refleks
cushing/perlindungan yangberusaha mempertahankan tekanan
perfusi dalam keadaan konstan. Saattekanan intrakranial meningkat
tekanan darah sistematik meningkat untukmemcoba
mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakinkritis,
denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi
respirasiberkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi
akan memburukkeadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling
sedikit 70 mmHg,yang membutuhkan tekanan sistol 100-110
mmHg, pada penderita kepala.Peningkatan vasokonstriksi tubuh
secara umum menyebabkan lebihbanyak darah dialirkan ke paru,
perubahan permiabilitas pembulu darahparu berperan pada proses
berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakandifusi oksigen akan

9
karbondioksida dari darah akan menimbulkanpeningkatan TIK
lebih lanjut.
2. Peningkatan TIK
Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga
15mmHg,dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg.
Tekanan darahyang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi
rerebral. Yangmerupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi
dengan gagalpernafasan dan gagal jantung serta kematian.
3. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama
fase akut.Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan
kejang denganmenyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan
nafas oraldisamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap.
Selama kejang,perawat harus memfokuskan pada upaya
mempertahankan, jalan nafaspaten dan mencegah cedera lanjut. Salah
satunya tindakan medis untukmengatasi kejang adalah pemberian obat,
diazepam merupakan obat yangpaling banyak digunakan dan diberikan
secara perlahan secara intavena.Hati-hati terhadap efek pada system
pernafasan, pantau selama pemberian
diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
4. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari
fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan
merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak
boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di
bawahhidung atau telinga. Instruksikan klien untuk tidak
memanipulasi hidungatau telinga.

5. Infeksi

10
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan
membrane (meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen
ini berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar
ke system saraf yang lain

G. PENATALAKSANAAN
a. Gegar otak ringan dan sedang biaasnaya diterapi dengan
observasi dan tirah baring
b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh darah yang pecah melalui
pembedahan dan evakuasi hematoma
c. Mungkin diperlukan debidement memlalui pembedahan (
pengeluaran benda asing dan sel mati) terutama pada cedera
kepala terbuka
d. Dekompresi melalui pengeboran lubang didalam otak disebut
burrhole mungkin diperlukan
e. Dibutuhkan ventilasi mekanis
f. Antibiotic diperlukan untuk cedera kepala terbuka guna
mencegah infeksi, contohnya penicillin
g. Metode untuk menurunkan tekanan intracranial dapat
mencakup pemberian diuretic dan obat antiinflamasi.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Primary survey dan resusitasi
Pada setiap cedera kepala harus selalu di waspadai adanya fraktur
cervical. Cidera otak sering diperburuk akibat cidera sekunder.
Penderita cidera kepala berat dengan hipotensi mempunyai status
mortalitas 2 kali lebih besar dibandingkan dengan penderita cidera
kepalaberat tanpa hipotensi (60% vs 27%), adanya hipotensi akan
menyebabkan kematian yang cepat. Oleh karena itu tindakan
stabilisasi dan resusitasi kardiopulmoner harus segera dilakukan.

11
a. Airway dan breathing
Terhentinya pernafasan sementara dapat terjadi pada penderita
cidera kepala berat dan dapat mengakibatkan gangguan
sekunder. Intubasi endotrakheal (ETT)/LARYNGAL MASK
AIRWAY (LMA) harus segera dipasang pada penderita cidera
kepala berat yang koma, dilakukan ventilasi dan oksigenasi
100% dan pemasangan pulse oksimetri atau monitor saturasi
oksigen.tindakan hiperventilasi harus dilakukan secara hati-hati
pada penderita cidera kepala berat yang menunjukan
perburukan neurologis akut.
Gangguan airway breathing sangat berbahaya pada trauma
kapitis karena akan dapat menimbulkan hipoksian atau
hiperkabia yang kemudian akan menyebabkan kerusakan otak
sekunder. Oksigen slalu diberikan dan bila pernafasan
meragukan, lebih baik memulai ventilasi tambahan.
b. Circulation
Hipotensi biasanya disebabkan oleh cedera otak itu sendiri,
kecuali pada stadium terminal yaitu bila medula oblongata
mengalami gangguan. Pendarahan intrakranial tidak dapat
menyebabkan syok hemorogik pada cedera kepala berat, pada
penderita dengan hipotensi harus segera dilakukan stabilisasi
dan resusitasi untuk mencapai euvolemia.
Hipotensi merupakan tanda klinis kehilangan darah cukup
hebat, walaupun tidak selalu cukup jelas. Harus juga dicurigai
kemungkinan penyebab syok lain sperti syok neurologis (
trauma medula spinalis) kontusio jantung atau tamponade
jantung dan tensio pneumotorak.
Penderita hipotensi yang tidak dapat bereaksi terhadap stimulus
apapun dapat memberi respon normal segera setelah tekanan
darah normal. Gangguan sirkulasi ( syok) akan menyebabkan
gangguan perkusi darah ke otak yang akan menyebabkan

12
kerusakan otak sekunder. Dengan demikian syok dengan
trauma kapitis harus dilakukan penanganan dengan agresif.
c. Pemeriksaan neurologis/ disability
Pemeriksaan neurologis harus segera dilakukan segera setelah
status kardio pulmoner stabil. Pemeriksaan ini terdiri dari
pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil. Pada penderita
koma respon motorik dapat dilakukan dengan merangsang atau
mencubit otot trapezius atau menekan kuku penderita.
Pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pada pupil dilakukan
sebelum pemberian sedasi atau paralisis, karena akan menjadi
dasar pada pemeriksaan berikutnya. Selama primary Survey
pemakaian obat obatan paralisis jangka panjang tidak
dianjurkan , bila diperlukan analgesia sebaiknya digunakan
morfin dosis kecil dan diberikan secara intavena.
2. Secondary survey
Pemeriksaan neurologis serial ( GCS,Lateralisasi dan reflek pupil)
harus segera dilakukan untuk deteksi dini gangguan neurologis.
Tanda awal dari herniasi lobus temporal adalah dilatasi pupil a
hilangnya reflek pupil terhadap cahaya, adanya trauma langsung
pada mata, sering merupakan penyebab abnormalitas respon pupil
dan menyebabkan pemeriksaan pupil mata menjadi sulit, namun
tetap harus dipikirkanpada penderita cedera kepala berat.
A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan
segera setelah kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes,
biot, hiperventilasi, ataksik).
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK.
c. Sistem saraf :

13
 Kesadaran GCS.
 Fungsi saraf cranial trauma yang mengenai/meluas ke batang
otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
 Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,
riwayat kejang.

d. Sistem pencernaan
 Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak.
Jika pasien sadar tanyakan pola makan?
 Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
 Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik
hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan komunikasi :kerusakan pada hemisfer dominan
disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf
fasialis.
g. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang
didapat pasien dari keluarga.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola
nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan
fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan
menurunnya kesadaran.
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.

14
5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau
meningkatnya tekanan intrakranial.
6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma
kepala.
8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat
trauma kepala.
9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

C. Rencana Keperawatan
1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas
berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi
pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan: Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan
tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan
pernafasan dalam batas normal. Intervensi:
 Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
 Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari
memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi
bila ada cedera vertebra.
 Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada
sekret segera lakukan pengisapan lendir.
 Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
 Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi
dan tinggikan 15 – 30 derajat.

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral


dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan: Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada
pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial.

15
Intervensi:
 Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline”
untuk menurunkan tekanan vena jugularis.
 Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
 peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi
pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan
nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi).
 tekanan pada vena leher.
 pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat
menyebabkan kompresi pada vena leher).
 Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan
pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).
 Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
 Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang,
gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
 Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan
intrakranial sesuai program.
 Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan
karena dapat meningkatkan edema serebral.
 Monitor intake dan out put.
 Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
 Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi
dan pemenuhan nutrisi.
 Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang
dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Pemberian oksigen sesuai
program.

3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan


menurunnya kesadaran.

16
Tujuan: Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan
berat badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan,
tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang
air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi:
 Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum,
mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur,
dan kebersihan perseorangan.
 Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
 Perawatan kateter bila terpasang.
 Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk
memudahkan BAB.
 Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-
hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak.

4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan


muntah.
Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau
dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas
kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
 Kaji intake dan out put.
 Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan
ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.
 Berikan cairan intra vena sesuai program.

5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau


meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan: Anak terbebas dari injuri.
Intervensi:

17
 Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya
respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil,
aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
 Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
 Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan
protokol.
 Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
 Berikan analgetik sesuai program.
6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
Tujuan: Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak
mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
 Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi
nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau
lambat, berkeringat dingin.
 Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.
 Kurangi rangsangan.
 Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
 Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
 Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.

7. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.


Tujuan: Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak
ditemukan tanda-tanda infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada
pus dari luka, leukosit dalam batas normal.
Intervensi:
 Kaji adanya drainage pada area luka.
 Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.
 Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.

18
 Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk,
iritabel, sakit kepala, demam, muntah dan kenjang.

8. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat


trauma kepala.
Tujuan: Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang
yang ditandai dengan tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan
perasaan tentang kondisi dan aktif dalam perawatan anak.
Intervensi:
 Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan
dilakukan, dan tujuannya.
 Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.
 Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.
 Gunakan komunikasi terapeutik.

9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.


Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang
ditandai dengan kulit tetap utuh.
Intervensi:
 Lakukan latihan pergerakan (ROM).
 Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.
 Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi anak.
 Kaji area kulit: adanya lecet.
 Lakukan “back rub” setelah mandi di area yang potensial
menimbulkan lecet dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan nyeri.

19
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung, dengan disertai atau tanpa disertai
perdarahan yang mengakibatkan gangguan fungsi otak. Menurut Brain
Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Klasifikasi cedera kepala:
1. CKR (Cedera Kepala Ringan)
2. CKS (Cedera Kepala Sedang)
3. CKB (Cedera Kepala Berat)

penyebab cedera kepala antara lain:

1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan


2. Kecelakaan pada saat olah raga,
3. Cedera akibat kekerasan.
4. Benda tumpul,

20
5. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan,
6. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah
dimana dapatmerobek otak, misalnya tertembak peluru atau
benda tajam.
B. SARAN
Diharapkan kepada pembaca makalah ini mengetahui tanda gejala
dari cedera kepala agar dapat membantu dalam penanganan saat terjadi
cedera kepala.

21
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar Keperawatan medical bedah


Brunner & Suddart. Volume 3 Edisi 8. EGC: Jakarta
Corwin, Elizabet J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. EGC:
Jakarta
Price, Sylvia Anderson dan Wison Lorraine M. 2006. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses penyakit. E/6 Vol2. Jakarta:
EGC
Pusponegoro, ariono DKK. 2012 . basic trauma live support and basic
cardiac live support. Jakarta: yayasan ambulan gawat darurat
118.

22

Anda mungkin juga menyukai