Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“TEORI DAN MODEL KONSEP KEPERAWATAN GERONTIK


MENURUT MARTHA E. ROGER”

Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Gerontik


Dosen pembimbing : Eli Amaliyah S.Kp Ners M.M.Kes

Oleh:
Kelompok 2

1. M. JUBAEDI (34407017062)
2. SHELA AGUSTINA (34407017099)
3. NUR ASIKIN SALEHA (34407017081)
4. MUFAKOH (34407017068)
5. FARHAN REFIANA (34407017037)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa


atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik, dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “TEORI DAN MODEL KONSEP

KEPERAWATAN MENURUT MARTHA E. ROGER”, dimana makalah ini berisi


tentang pengertian dan paradigm keperawatan lansia, dalam bentuk maupun isinya yang sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keperawatan dan dunia kesehatan.

Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu


menambah pengetahuan dan wawasan serta pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi dari makalah ini agar menjadi lebih baik kedepannya.

Makalah ini, kami akui masih banyak kekurangan


karena pengalaman kami yang masih kurang. Oleh karena itu, kami berharap para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini dan
harap maklum.

Serang,28 Agustus 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................................ 1


KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................Error! Bookmark not defined.
1.Latar Belakang .....................................................................Error! Bookmark not defined.
2.Rumusan Masalah ................................................................Error! Bookmark not defined.
3.Tujuan ..................................................................................................................................................
BAB II PE,MBAHASAN .......................................................Error! Bookmark not defined.
a. Pengertian keperawatan gerontik ....................................................................................
b. Tujuan keperawatan gerontik ...........................................................................................
c. Fungsi perawat gerontik ...................................................................................................
d. D. Tanggung jawab perawatgerontik ...............................................................................
e. E. Sifat pelayanan gerontik ..............................................................................................
f. F. Peran perawat gerontik
g. G. Masalah kesehatan pada lansia ...................................................................................
h. H. Mitos pada lansia ........................................................................................................
i. I.pendekataan pada lansia ................................................................................................
j. J. Model keperawatan gerontik menurut ahli ...................................................................

BAB III ...................................................................................Error! Bookmark not defined.


1. kesimpulan ......................................................................................................................
2. penutup .........................................................................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR pustaka ...................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

WHO dan undang-undang No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab I
pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua
bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian. Dalam
buku ajar Geriatri, Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo dan Dr.H.hadi Martono (1994)
mengatakan bahwa “ menua “ (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia secara bertahap/perlahan
mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini dapat memengaruhi
kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk kehidupan seksualnya. Proses menua
merupakan proses yang terus menerus /berkelanjutan secara alamiah dan umumnya di alami
oleh semua makhluk hidup. Misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot susunan
saraf, dan jaringan lain,hingga tubuh “ mati“ sedikit demi sedikit.
Kecepatan proses menua pada setiap individu pada organ tubuh tidak sama. Adakalanya
seseorang belum tergolong lanjut usia / masih muda, tetapi telah menunjukan kekurangan
yangMencolok (Deskripansi). Adakalanya pula orang telah tergolong lanjut usia, tetapi
penampilannyua masih sehat, segar bugar, dan badan tegap. Walaupun demikian harus diakui
ada beberapa penyakit yang sering dialami lanjut usia. Manusia secara lambat dan
progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi, dan akan menempuh semakin banyak
distorsi meteoritic dan structural yang disebut sebagai penyakit degeneratif. Misalnya
hipertensi, arteriosclerosis, diabetes mellitus, dan kanker, yang akan menyebabkan berakhir
hidup dengan episode terminal yang dramatis, misalnya stroke, infark miokard, koma
asidotik, kanker metastasis, dan sebagainya.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pelayanan lansia, yaitu pelayanan
konsultasi, pelayanan mediasi, dan pelayanan advokasi. Pelayanan ini tidak lain untuk
meningkatkan taraf kesejahteraan lansia, mewuujudkan kemandirian usaha sosial
ekonomi lansia.
Mengingat proyeksi penduduk lansia pada tahun 2020 akan meningkat menjadi
11,37 % penduduk Indonesia, maka keperawatan gerontik memiliki potensi kerja yang
cukup besar di masa mendatang. Perawat perlu membudayakan kegiatan penelitian dan
pemanfaatan hasil-hasilnya dalam praktik klinik keperawatan untuk mempersiapkan
pelayanan yang prima. Praktik yang bersifat evidence-based harus dibuat sebagai bagian
integral dari kebijakan organisatoris pelayanan kesehatan pada semua tingkatan agar
langkah-langkah tersebut dapat diaplikasikan untuk meningkatkan kinerja pelayanan
kesehatan tersebut. Budaya ilmiah juga dapat dimanfaatkan sebagai strategi akuntabilitas
publik, justifikasi tindakan keperawatan, dan bahan pengambilan keputusan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian keperawatan gerontik?
2. Apa tujuan dari keperawatan gerontik?
3. Apa fungsi dari perawat gerontik?
4. Apa peran dari perawat gerontik?
5. Apa masalah kesehatan pada lansia?
6. Apa saja pendekatan yang dapat digunakan?
7. Apa saja model konseptual gerontik Martha E. Roger?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi gerontik
2. Untuk mengetahui tujuan dari keperawatan gerontik
3. Untuk mengetahui fungsi dari perawat gerontik
4. Untuk mengetahui peran dari perawat gerontik
5. Untuk mengetahui masalah kesehatan pada lansia
6. Untuk mengetahui pendekatan yang dapat digunakan
7. Untuk mengetahui model konseptual dalam keperawatan gerontik menurut Martha E.
Roger
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Keperawatan Gerontik


Keperawatan yang berkeahlian khusus merawat lansia diberi nama untuk pertama kalinya
sebagai keperawatan geriatric (Ebersole et al, 2005). Namun, pada tahun 1976, nama tersebut
diganti dengan gerontological. Gerontologi berasal dari kata geros yang berarti lanjut usia dan
logos berarti ilmu. Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang lanjut usia dengan masalah-
masalah yang terjadi pada lansia yang meliputi aspek biologis, sosiologis, psikologis, dan
ekonomi. Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach) terhadap berbagai
aspek dalam proses penuaan (Tamher&Noorkasiani, 2009). Menurut Miller (2004), gerontologi
merupakan cabang ilmu yg mempelajari proses manuan dan masalah yg mungkin terjadi pada
lansia. Geriatrik adalah salah satu cabang dari gerontologi dan medis yang mempelajari khusus
aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotof, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif yang mencakup kesehatan badan, jiwa, dan sosial, serta penyakit cacat
(Tamher&Noorkasiani, 2009)
Sedangkan keperawatan gerontik adalah istilah yang diciptakan oleh Laurie Gunter dan
Carmen Estes pada tahun 1979 untuk menggambarkan bidang ini. Namun istilah keperawatan
gerontik sudah jarang ditemukan di literature (Ebersole et al, 2005). Gerontic nursing berorientasi
pada lansia, meliputi seni, merawat, dan menghibur. Istilah ini belum diterima secara luas,
tetapi beberapa orang memandang hal ini lebih spesifik. Menurut Nugroho (2006), gerontik adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan lanjut usia dengan segala permasalahannya, baik dalam
keadaan sehat maupun sakit. Menurut para ahli, istilah yang paling menggambarkan keperawatan
pada lansai adalah gerontological nursing karena lebih menekankan kepeada kesehatan
ketimbang penyakit. Menurut Kozier (1987), keperawatan gerontik adalah praktek perawatan yang
berkaitan dengan penyakit pada proses menua. Menurut Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik
adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian
kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.
B. Tujuan Keperawatan Gerontik
Adapun Tujuan nya adalah sebagai berikut
a. Mempertahankan derajat kesehatan para lanjut usia ada taraf yang setinggi-tingginya, sehingga
terhindar dari penyakit atau gangguan.
b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas-aktivitas fisik dan mental.
c. Merangsang para petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk dapat mengenal dan menegakkan
diagnose yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai suatu kelainan tertentu.
d. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para lanjut usia yang menderita suatu penyakit atau
gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan
(memelihara kemandirian secara maksimal).
e. Bila para lanjut usia sudah tidak dapat tersembuhkan dan bila mereka sudah sampai stadium
terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberikan bantuan yang simpatik dan perawatan
dengan penuh pengertian, (dalam akhir hidupnya memberikan bantuan moril dan perhatian yang
maksimal, sehingga kematiannya berlangsung dengan tenang).

C. Fungsi Perawat Gerontik


Perawat memiliki banyak fungsi dalam memberikan pelayanan prima dalam bidang
gerontik.
1. Sebagai Care Giver /pemberi asuhan langsung
2. Sebagai Pendidik klien lansia
3. Sebagai Motivator
4. Sebagai Advokasi
5. Sebagai Konselor

D.Tanggung jawab Perawat Gerontik


1. Membantu klien lansia memperoleh kesehatan secara optimal
2. Membantu klien lansia untuk memelihara kesehatannya
3. Membantu klien lansia menerima kondisinya
4. Membantu klien lansia menghadapi ajal dengan diperlakukan secara manusiawi sampai dengan
meninggal.
E. Sifat Pelayanan Gerontik
1. Independent (layanan tidak tergantung pada profesi lain/mandiri)
2. Interdependent
3. Humanistik (secara manusiawi)
4. Holistik (secara keseluruhan)

F. Peran Perawat Gerontik


Peran perawat gerontik secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu
peran secara umum dan peran spesialis. Peran secara umum yaitu pada berbagai setting, seperti
rumah sakit, rumah, nursing home, komunitas, dengan menyediakan perawatan kepada individu
dan keluarganya (Hess, Touhy, & Jett, 2005). Perawat bekerja di berbagai macam bentuk
pelayanan dan bekerja sama dengan para ahli dalam perawatan klien mulai dari perencanaan
hingga evaluasi. Peran secara spesialis terbagi menjadi dua macam yaitu perawat gerontik spesialis
klinis/gerontological clinical nurse specialist (CNS) dan perawat gerontik pelaksana/geriatric
nurse practitioner (GNP). Peran CNS yaitu perawat klinis secara langsung, pendidik, manajer
perawat, advokat, manajemen kasus, dan peneliti dalam perencanaan perawatan atau
meningkatkan kualitas perawatan bagi klien lansia dan keluarganya pada setting rumah sakit,
fasilitas perawatan jangka panjang, outreach programs, dan independent consultant. Sedangkan
peran GNP yaitu memenuhi kebutuhan klien pada daerah pedalaman; melakukan intervensi untuk
promosi kesehatan, mempertahankan, dan mengembalikan status kesehatan klien; manajemen
kasus, dan advokat pada setting klinik ambulatori, fasilitas jangka panjang, dan independent
practice. Hal ini sedikit berbeda dengan peran perawat gerontik spesialis klinis. Perawat gerontik
spesialis klinis memiliki peran, diantaranya:
a) Provider of care
Perawat klinis melakukan perawatan langsung kepada klien, baik di rumah sakit dengan kondisi
akut, rumah perawatan, dan fasilitas perawatan jangka panjang. Lansia biasanya memiliki gejala
yang tidak lazim yang membuat rumit diagnose dan perawatannya. Maka perawat klinis perlu
memahami tentang proses penyakit dan sindrom yang biasanya muncul di usia lanjut termasuk
faktor resiko, tanda dan gejala, terapi medikasi, rehabilitasi, dan perawatan di akhir hidup.

b) Peneliti
Level yang sesuai untuk melakukan penelitian adalah level S2 atau baccalaureate level.
Tujuannya adalah meningkatkan kualitas perawatan klien dengan metode evidence based practice.
Penelitian dilakukan dengan mengikuti literature terbaru, membacanya, dan mempraktekkan
penelitian yang dapat dipercaya dan valid. Sedangkan perawat yang berada pada level
undergraduate degrees dapat ikut serta dalam penelitian seperti membantu melakukan
pengumpulan data.
c) Manajer Perawat
Manajer perawat harus memiliki keahlian dalam kepemimpinan, manajemen waktu,
membangun hubungan, komunikasi, dan mengatasi perubahan. Sebagai konsultan dan sebagai role
model bagi staf perawat dan memiliki jiwa kepemimpinan dalam mengembangkan dan
melaksanakan program perawatan khusus dan protokol untuk orang tua di rumah sakit. Perawat
gerontik berfokus pada peningkatan kualitas perawatan dan kualitas hidup yang mendorong
perawat menerapkan perubahan inovatif dalam pemberian asuhan keperawatan di panti jompo dan
setting perawatan jangka panjang lainnya.
d) Advokat
Perawat membantu lansia dalam mengatasi adanya ageism yang sering terjadi di masyarakat.
Ageism adalah diskriminasi atau perlakuan tidak adil berdasarkan umur seseorang. Seringkali para
lansia mendapat perlakuan yang tidak adil atau tidak adanya kesetaraan terhadap berbagai layanan
masyarakat termasuk pada layanan kesehatan. Namun, perawat gerontology harus ingat bahwa
menjadi advokat tidak berarti membuat keputusan untuk lansia, tetapi member kekuatan mereka
untuk tetap mandiri dan menjaga martabat, meskipun di dalam situasi yang sulit.
e) Edukator
Perawat harus mengambil peran pengajaran kepada lansia, terutama sehubungan dengan
modifikasi dalam gaya hidup untuk mengatasi konsekuensi dari gejala atipikal yang menyertai usia
tua. Perawat harus mengajari para lansia tentang pentingnya pemeliharaan berat badan,
keterlibatan beberapa jenis kegiatan fisik seperti latihan dan manajemen stres untuk menghadapi
usia tua dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Perawat juga harus mendidik lansia tentang cara
dan sarana untuk mengurangi risiko penyakit seperti serangan jantung, stroke, diabetes, alzheimer,
dementia, bahkan kanker.

f) Motivator
Perawat memberikan dukungan kepada lansia untuk memperoleh kesehatan optimal,
memelihara kesehatan, menerima kondisinya. Perawat juga berperan sebagai inovator yakni
dengan mengembangkan strategi untuk mempromosikan keperawatan gerontik serta melakukan
riset/ penelitian untuk mengembangkan praktik keperawatan gerontik.
g) Manajer kasus
Manajemen kasus adalah metode intervensi lain yang dapat mengurangi penurunan fungsional
klien lansia berisiko tinggi dirawat di rumah sakit. Umumnya, manajemen kasus disediakan bagi
klien yang mendapatkan berbagai perawatan yang berbeda.

G. Masalah Kesehatan Pada Lansia


Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan pada dewasa muda,
karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat
penyakit dan proses menua, yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat berthan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Demikian juga, masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang dewasa,
yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu immobility (kurang
bergerak), instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence (beser
buang air kecil dan atau buang air besar), intellectual impairment (gangguan intelektual/dementia),
infection (infeksi), impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence,
skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit), impaction (sulit
buang air besar), isolation (depresi), inanition (kurang gizi), impecunity (tidak punya uang),
iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), insomnia (gangguan tidur), immune
deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), impotence (impotensi).
Masalah kesehatan utama tersebut di atas yang sering terjadi pada lansia perlu dikenal dan
dimengerti oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan perawatan lansia agar dapat
memberikan perawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang seoptimal mungkin.
Kesehatan
1. Kurang bergerak: gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat menyebabkan lansia kurang
bergerak. Penyebab yang paling sering adalah gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf,
dan penyakit jantung dan pembuluh darah.
2. Instabilitas: penyebab terjatuh pada lansia dapat berupa faktor intrinsik (hal-hal yang berkaitan
dengan keadaan tubuh penderita) baik karena proses menua, penyakit maupun faktor ekstrinsik
(hal-hal yang berasal dari luar tubuh) seperti obat-obat tertentu dan faktor lingkungan. Akibat
yang paling sering dari terjatuh pada lansia adalah kerusakan bahagian tertentu dari tubuh yang
mengakibatkan rasa sakit, patah tulang, cedera pada kepala, luka bakar karena air panas akibat
terjatuh ke dalam tempat mandi. Selain daripada itu, terjatuh menyebabkan lansia tersebut sangat
membatasi pergerakannya.
3. Beser: beser buang air kecil (bak) merupakan salah satu masalah yang sering didapati pada lansia,
yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah dan kekerapan yang cukup mengakibatkan
masalah kesehatan atau sosial. Beser bak merupakan masalah yang seringkali dianggap wajar dan
normal pada lansia, walaupun sebenarnya hal ini tidak dikehendaki terjadi baik oleh lansia tersebut
maupun keluarganya. Akibatnya timbul berbagai masalah, baik masalah kesehatan maupun sosial,
yang kesemuanya akan memperburuk kualitas hidup dari lansia tersebut. Lansia dengan beser bak
sering mengurangi minum dengan harapan untuk mengurangi keluhan tersebut, sehingga dapat
menyebabkan lansia kekurangan cairan dan juga berkurangnya kemampuan kandung kemih. Beser
bak sering pula disertai dengan beser buang air besar (bab), yang justru akan memperberat keluhan
beser bak tadi.
4. Gangguan intelektual: merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi
intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas kehidupan
shari-hari. Kejadian ini meningkat dengan cepat mulai usia 60 sampai 85 tahun atau lebih, yaitu
kurang dari 5 % lansia yang berusia 60-74 tahun mengalami dementia (kepikunan berat) sedangkan
pada usia setelah 85 tahun kejadian ini meningkat mendekati 50 %. Salah satu hal yang dapat
menyebabkan gangguan interlektual adalah depresi sehingga perlu dibedakan dengan gangguan
intelektual lainnya.
5. Infeksi: merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia, karena selain sering
didapati, juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan keterlambatan di dalam
diaggnosis dan pengobatan serta risiko menjadi fatal meningkat pula. Beberapa faktor risiko yang
menyebabkan lansia mudah mendapat penyakit infeksi karena kekurangan gizi, kekebalan
tubuh:yang menurun, berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh, terdapatnya beberapa penyakit
sekaligus (komorbiditas) yang menyebabkan daya tahan tubuh yang sangat berkurang. Selain
daripada itu, faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman akan mempermudah tubuh
mengalami infeksi.
6. Gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit: akibat prosesd menua semua
pancaindera berkurang fungsinya, demikian juga gangguan pada otak, saraf dan otot-otot yang
digunakan untuk berbicara dapat menyebabkn terganggunya komunikasi, sedangkan kulit menjadi
lebih kering, rapuh dan mudah rusak dengan trauma yang minimal.
7. Sulit buang air besar (konstipasi): beberapa faktor yang mempermudah terjadinya konstipasi,
seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang sekali mengandung serat, kurang minum,
akibat pemberian obat-obat tertentu dan lain-lain. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit
terjadi atau isi usus menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras dan
kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan
pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut.
8. Depresi: perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial
serta perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi salah satu pemicu munculnya depresi
pada lansia. Namun demikian, sering sekali gejala depresi menyertai penderita dengan penyakit-
penyakit gangguan fisik, yang tidak dapat diketahui ataupun terpikirkan sebelumnya, karena
gejala-gejala depresi yang muncul seringkali dianggap sebagai suatu bagian dari proses menua
yang normal ataupun tidak khas. Fejala-gejala depresi dapat berupa perasaan sedih, tidak bahagia,
sering menangis, merasa kesepian, tidur terganggu, pikiran dan gerakan tubuh lamban, cepat lelah
dan menurunnya aktivitas, tidak ada selera makan, berat badan berkurang, daya ingat berkurang,
sulit untuk memusatkan pikiran dan perhatian, kurangnya minat, hilangnya kesenangan yang
biasanya dinikmati, menyusahkan orang lain, merasa rendah diri, harga diri dan kepercayaan diri
berkurang, merasa bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri, dan
gejala-gejala fisik lainnya. Akan tetapi pada lansia sering timbul depresi terselubung, yaitu yang
menonjol hanya gangguan fisik saja seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang,
gangguan pencernaan dan lain-lain, sedangkan gangguan jiwa tidak jelas.
9. Kurang gizi: kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan lingkungan maupun kondisi
kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih makanan yang bergizi,
isolasi sosial (terasing dari masyarakat) terutama karena gangguan pancaindera, kemiskinan, hidup
seorang diri yang terutama terjadi pada pria yang sangat tua dan baru kehilangan pasangan hidup,
sedangkan faktor kondisi kesehatan berupa penyakit fisik, mental, gangguan tidur, alkoholisme,
obat-obatan dan lain-lain.
10. Tidak punya uang: dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan mental akan
berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam mengerjakan
atau menyelesaikan pekerjaannya sehingga tidak dapat memberikan penghasilan. Untuk dapat
menikmati masa tua yang bahagia kelak diperlukan paling sedikit tiga syarat, yaitu :memiliki uang
yang diperlukan yang paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, memiliki
tempat tinggal yang layak, mempunyai peranan di dalam menjalani masa tuanya.
11. Penyakit akibat obat-obatan: salah satu yang sering didapati pada lansia adalah menderita
penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat yang lebih banyak, apalagi sebahagian
lansia sering menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan dokter dapat
menyebabkan timbulnya penyakit akibat pemakaian obat-obat yaqng digunakan.
12. Gangguan tidur: dua proses normal yang paling penting di dalam kehidupan manusia adalah
makan dan tidur. Walaupun keduanya sangat penting akan tetapi karena sangat rutin maka kita
sering melupakan akan proses itu dan baru setelah adanya gangguan pada kedua proses tersebut
maka kita ingat akan pentingnya kedua keadaan ini. Jadi dalam keadaan normal (sehat) maka pada
umumnya manusia dapat menikmati makan enak dan tidur nyenyak. Berbagai keluhan gangguan
tidur yang sering dilaporkan oleh para lansia, yakni sulit untuk masuk dalam proses tidur. tidurnya
tidak dalam dan mudah terbangun, tidurnya banyak mimpi, jika terbangun sukar tidur kembali,
terbangun dinihari, lesu setelah bangun dipagi hari.
13. Daya tahan tubuh yang menurun: daya tahan tubuh yang menurun pada lansia merupakan salah
satu fungsi tubuh yang terganggu dengan bertambahnya umur seseorang walaupun tidak
selamanya hal ini disebabkan oleh proses menua, tetapi dapat pula karena berbagai keadaan
seperti penyakit yang sudah lama diderita (menahun) maupun penyakit yang baru saja diderita
(akut) dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang. Demikian juga penggunaan
berbagai obat, keadaan gizi yang kurang, penurunan fungsi organ-organ tubuh dan lain-lain.
14. Impotensi: merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang
cukup untuk melakukan sanggama yang memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 bulan. Menurut
Massachusetts Male Aging Study (MMAS) bahwa penelitian yang dilakukan pada pria usia 40-70
tahun yang diwawancarai ternyata 52 % menderita disfungsi ereksi, yang terdiri dari disfungsi
ereksi total 10 %, disfungsi ereksi sedang 25 % dan minimal 17 %. Penyebab disfungsi ereksi pada
lansia adalah hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya kekakuan pada dinding
pembuluh darah (arteriosklerosis) baik karena proses menua maupun penyakit, dan juga
berkurangnya sel-sel otot polos yang terdapat pada alat kelamin serta berkurangnya kepekaan dari
alat kelamin pria terhadap rangsangan (Siburian, 2009).

H. Mitos Pada Lansia


Ada banyak mitos tentang usia tua. ”Ageing—Exploding the Myths”, sebuah publikasi dari
Program Usia Tua dan Kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia, memaparkan beberapa kekeliruan
mitos tersebut. Perhatikan beberapa contoh berikut :
a. Mitos konservatif :
Ada pandangan bahwa lanjut usia pada umumnya :
1. konservatif
2. tidak kreatif
3. menolak inovasi
4. berorientasi ke masa silam
5. merindukan masa lalu
6. kembali ke masa anak-anak
7. susah menerima ide baru
8. susah berubah
9. keras kepala
10. cerewet
Faktanya tidak semua lansia bersikap, berpikiran, dan berperilaku demikian.

b. Mitos berpenyakit dan kemunduran


lanjut usia sering kali dipandang sebagai masa degerasi biologis disertai dengan
berbagai penderitaan akibat bermacam-macam penyakit yang menyertai proses menua (lanjut
usia merupakan masa penyakitan dan kemunduran).
Fakta : memang proses menua disertai dengan menurunnya daya tahan tubuh dan metabolisme
sehingga rawan terhadap penyakit. Akan tetapi saat ini telah banyak penyakit yang dapat
dikontrol dan diobati.

c. Mitos Senilitas
Lanjut usia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh adanya kerusakan sel
otak.
Fakta : 1. banyak lansia yang masih tetap sehat dan segar bugar
2. daya pikir masih jernih dan cenderung cemerlang
3. banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat.

d. Mitos ketidakproduktifan
Lanjut usia dipandang sebagai masa usia yang tidak produktif, bahkan menjadi beban
keluarganya.
Fakta : tidak demikian. Banyak individu yang mencapai ketenaran, kematangan, kemantapan,
serta produiktivitas mental dan material di masa lanjut usia.

e. Mitos aseksualitas
Ada pandangan bahwa lanjut usia minat, dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks dalam
hubungan seks menurun.
Fakta : 1. kebutuhan seks pada lanjut usia berlangsung normal
2. frekwensi hubungan seksual menurun sejalan meningkatnya usia, tetapi masih tetap tinggi.

f. Mitos tidak jatuh cinta


Lanjut usia tidak lagi jatuh cinta, tidak tertarik atau bergairah kepada lawan jenis.
Fakta : 1. perasaan dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa
2. perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi lanjut usia.
g. Mitos Kedamaian dan ketenangan
Menurut mitos ini banyak orang berpendapat bahwa lanjut usia dapat santai, menikmati
hasil kerja dan jerih payahnya dimasa muda dan dewasanya. Badai dan berbagai goncangan
kehidupan seakan-akan telah berhasil dilalui.
Fakta : sering ditemukan stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena
penyakit, kecemasan, kehawtiran, depresi, paranoid dan psikotik.
h. Mitos Kebanyakan lansia tinggal di negara-negara industri
Fakta: Sebenarnya, lebih dari 60 persen dari 580 juta lansia sedunia, tinggal di negara-
negara berkembang. Karena perawatan kesehatan yang lebih baik dan peningkatan dalam
sanitasi, perumahan, dan gizi, semakin banyak orang di negeri-negeri itu dapat mencapai usia
senja.

i. Mitos Para lansia tidak berguna bagi masyarakat


Fakta: Para lansia memberikan sumbangsih besar dengan melakukan pekerjaan yang
untuk hal itu mereka tidak digaji. Misalnya, diperkirakan 2 juta anak di Amerika Serikat diurus
oleh kakek nenek mereka, dan 1,2 juta di antaranya tinggal di rumah kakek nenek. Dengan
demikian, para lansia menyediakan pernaungan, makanan, dan pendidikan serta mewariskan
nilai-nilai budaya kepada cucu-cucu mereka sehingga ayah dan ibu dapat terus bekerja.
Demikian pula, di negara-negara maju, banyak organisasi relawan tidak akan berfungsi tanpa
sumbangsih para lansia. Mereka juga sangat dibutuhkan untuk merawat. Di beberapa negara
berkembang, yang 30 persen penduduk dewasanya mengidap AIDS, para lansia merawat anak-
anak mereka yang sudah dewasa yang terjangkit AIDS, dan setelah anak-anak mereka mati,
mereka pula yang akan membesarkan cucu-cucu mereka yang yatim piatu.

j. Mitos Para lansia meninggalkan pekerjaan mereka karena tidak sanggup lagi
melakukan pekerjaan itu
Fakta: Lebih sering alasannya adalah karena mereka kurang mendapat pendidikan atau
pelatihan atau karena ageism (prasangka terhadap lansia), bukannya karena usia tua itu sendiri.

k. Mitos: Para lansia tidak mau bekerja.


Fakta: Para lansia sering diberhentikan dari pekerjaan bergaji meskipun mereka ingin dan
sanggup terus bekerja. Khususnya selama musim PHK, sering kali dinyatakan bahwa para
lansia harus meninggalkan pekerjaan mereka untuk memberikan kesempatan kepada para
pencari kerja yang lebih muda. Namun, meskipun pekerja yang lebih tua dipensiunkan lebih
awal, hal itu tidak selalu membuka peluang kerja bagi yang muda. Seorang pencari kerja yang

17
muda belum tentu memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk menggantikan pekerja yang
lebih tua. Para pekerja yang lebih tua dan berpengalaman turut memastikan terpeliharanya
produktivitas dan kestabilan angkatan kerja.
Mengingat fakta-fakta ini, tulis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), masyarakat dunia
hendaknya memandang penduduk lansia sebagai sumber tenaga ahli yang dapat dimanfaatkan.
Oleh karena itu, Alexandre Kalache, pemimpin kelompok Program Usia Tua dan Kesehatan
WHO, menulis bahwa ”negara-negara . . . hendaknya tidak memandang penduduk lansia
sebagai masalah melainkan sebagai solusi potensial bagi berbagai masalah”. Dan, begitulah
faktanya.

I. Pendekatan pada Lansia


1. Pendekatan fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui
perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadianyang dialami klien lanjut usia
semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa
dicapai dan dikembangkan, dan penyakitnya yang dapat dicegah atau progresivitasnya.
Perawatan fisik umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:
a. Klien lanjut usia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih
mampu melakukannya sendiri.
b. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia
ini, terutama tentang hal yang terhubung dengan kebersihan perseorangan untuk
mempertahankan kesehatannya.
2. Pendekatan psikis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif
pada klien lanjut usia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung dan interpreter
terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi
kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bdentuk keluhan
agar lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu
sabar, simpatik dan service
Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan,
perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap. Perawat ahrus mendukung

18
mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya
tidak menambah beban. Bila perlu, usahakan agar mereka merasa puas dan bahagia di
masa lanjut usianya.
3. Pendekatan social
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat
dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama
sesame klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial
ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk
sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat
menciptakan hubungan sosial, baik antara lanjut usia maupun lanjut usia dengan
perawat.
Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lanjut usia untuk
mengadakan komunikasi, melakukan rekreasi. Lansia prlu dirangsang untuk membaca
surat kabar dan majalah.
Dengan demikian, perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi, baik
dengan sesama mereka maupun petugas yang secara lansung berkaitan dengan
pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, termasuk asuhan keperawatan lansia
dipanti sosial tresna wherda.

J. Model Keperawatan Gerontik Menurut Ahli


 Model Konseptual Human Being Rogers
Marta Rogers (1992) mengungkapkan metaparadigma lansia. Dia menyajikan
lima asumsi tentang manusia. Setiap manusia diasumsikan sebagai kesatuan yang
dengan individualitas. Manusia secara kontinyu mengalami pertukaran energi dengan
lingkungan. Manusia mampu abstraksi, citra, bahasa, pikiran, sensasi, dan emosi.
Manusia diidentifikasi dengan pola dan mewujudkan karakteristik dan perilaku yang
berbeda dari bagian dan yang tidak dapat diprediksi dengan pengetahuan tentang bagian
- bagiannya.
1. Lingkungan terdiri dari semua pola yang ada di luar individu. Keduanya, individu
dan lingkungan dianggap sistem terbuka. Lingkungan merupakan, tereduksi
terpisahkan, energi lapangan pandimensional diidentifikasi dengan pola dan integral
dengan bidang manusia (Rogers, 1992).
2. Perawatan utamanya adalah seni dan ilmu dan humanistik kemanusiaan. Ditujukan
terhadap semua manusia dan berkaitan dengan sifat dan arah pembangunan manusia.

19
Tujuannya untuk berpartisipasi dalam proses perubahan sehingga orang dapat
mengambil manfaat (Rogers, 1992).
3. Kesehatan tidak secara khusus diatur, Malinski (1986) dikutip dari komunikasi
pribadi dengan Rogers di mana di negara bagian Rogers bahwa ia memandang
kesehatan sebagai sebuah nilai. Komunikasi ini menegaskan kesimpulan sebelumnya
bahwa penyakit, patologi dan kesehatan adalah sebuah nilai.

20
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang
berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta
evaluasi.
Keperawatan gerontik bertujuan memberikan asuhan keperawatan yang efektif terhadap
klien yaitu lanjut usia. Asuhan diberikan agar klien mendapatkan kenyamanan dalam hidup.
Peran perawat dalam gerontik adalah memberikan asuhan keperawatan dan membantu
klien dalam mengahadapi masalahnya dan membantu memenuhi kebutuhan yang tidak bias
dipenuhi sendiri oleh klien.

B. SARAN

Dalam keperawatan gerontik, seorang perawat hendaklah mengetahui asuhan keperawatan


yang akan diberikan terhadap klien yaitu para lansia sehingga lansia merasa tercukupi
kebutuhannya secara lebih efektif.
Bagi keluarga klien juga hendaklah mengetahui tentang cara-cara asuhan pada lansia
sehingga lansia dapat menjalani masa tuanya dengan lebih baik dan nyaman.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2011). Konsep Dasar Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2012 dari
http://ebookbrowse.com/konsep-dasar-keperawatan-gerontik-doc-d189511678

Samsun, Ahmad. (2011). Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012 dari
http://id.scribd.com/doc/57506594/Makalah-Keperawatan-Gerontik-i

Sri, Nina. (2010). Keperawatan Dasar. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012 dari
http://cheezabluesecret.multiply.com/journal

22

Anda mungkin juga menyukai