Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Temporomandibula joint (TMJ) atau yang disebut dengan
sendi temporomandibula adalah artikulari antara mandibula dan dua
tulang pada basis cranii, yaitu os temporale. Sendi ini adalah satu-
satunya sendi yang terlihat bergerak bebas di regio kepala.
Temporomandibula joint merupakan sendi yang bertanggung jawab
terhadap pergerakan membuka dan menutup mulut, mengunyah serta
gerakan ke lateral berdasarkan gerakan rotasi dan translasi.
Temporomandibula joint terdiri dari tiga bagian ,yaitu fosa
glenoidalis (fossa articularis), kondilus mandibula (prossesus
kondylaris mandibulae), dan diskus artikularis dimana posisinya
saling berdekatan (Scheid & Weiss, 2014).

Gangguan atau kelainan pada sendi temporomandibula disebut


dengan Temporomandibular disorder. Temporomandibula disorder
tidak hanya melibatkan sendi temporomandibula saja tetapi juga
melibatkan otot pengunyahan, dan struktur yang terkait. Gejala dan
tanda dari TMD tidak hanya tunggal, tetapi terdiri dari sindrom dan
keadaan yang berbeda-beda. Pada gangguan fungsi TMJ keluhan
utama yang sering dirasakan adalah rasa nyeri, rasa tidak enak, dan
disertai dengan (clicking) atau keluhan-keluhan yang lain (Pedersen,
1996).

Banyak faktor yang berkontribusi terhadap gangguan TMD


diantaranya adalah kondisi oklusal, trauma, stres emosional, dan
aktivitas parafungsional. Kondisi oklusi seperti kehilangan gigi
berkontribusi terhadap kejadian TMD (Okeson, 2007). Gangguan
pada sendi temporomandibula salah satu penyebabnya adalah
kehilangan gigi (Gunadi, 2013).

1
BAB II

PEMBAHASAN
Skenario 2

Bunyi “Klik”

Seorang mahasiswa tahap sarjana Fakultas Kedokteran Gigi tahun


terakhir datang ke dokter gigi dengan keluhan adanya bunyi dan terasa sakit
saat membuka rahang. Pemeriksaan ekstra oral, pipi kanan terlihat lebih
besar dibanding pipi kiri, sulit membuka mulut dan saat menutup rahang
terdengar klik pada sendi rahang kiri. Pemeriksaan intra oral terlihat gigi
posterior kanan rahang atas ekstrusi, dan gigi posterior rahang bawah
missing. Pemeriksaan radiografis memperlihatkan kelainan pada TMJ.
Dokter gigi menerangkan hal ini terjadi akibat kehilangan gigi sehingga
oklusi tidak normal saat menutup rahang atau rahang dalam keadaan
istirahat. Dokter melakukan edukasi kepada mahasiswa tersebut.
Selanjutnya, untuk mengetahui kelainan pada TMJ yang terjadi, pasien
tersebut dirujuk ke bagian radiologi untuk dilakukan pemeriksaan rontgen
pada TMJnya.

2.1 Klarifikasi Istilah

1. Ekstrusi : suatu keadaan dimana terjadinya pergerakan gigi keluar


dari soketnya yang mengakibatkan mahkota gigi terlihat lebih
panjang
2. Missing : gigi permanen yang hilang karena karies
3. Gigi posterior : gigi bagian belakang yang berfungsi untuk
melakukan oklusi, tersusun dari gigi premolar 1 dan 2 dan molar 1,
2, 3 baik rahang atas maupun rahang bawah
4. Oklusi : perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada rahang
atas (maksila) dan rahang bawah (mandibula) yang terjadi selama

2
3

5. pergerakan mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi


geligi pada kedua rahang.
6. Pemeriksaan radiografis : suatu tindakan mengambil gambar dalam
tubuh seseorang menggunakan sinar x atau gamma untuk
membentuk bayangan benda

2.2 Penetapan Masalah

1. Apa penyebab bunyi klik pada rahang?


2. Apakah ada hubungan oklusi normal dengan TMJ?
3. Apa saja kelainan pada TMJ?
4. Bagaimana pemeriksaan untuk mengetahui bunyi klik pada rahang?
5. Bagaimana cara mengatasi gangguan pada TMJ?
6. Apa hubungan kehilangan gigi dengan TMJ?
7. Apa efek pada pasien yang mengalami gangguan pada TMJ namun
tidak melakukan penanganan lebih lanjut?
8. Jenis pemeriksaan rontgen apa yang digunakan untuk TMJ?
9. Apakah ada gejala lain pada penderita gangguan TMJ?
10. Apa saja faktor yang berkaitan dengan gangguan TMJ?
11. Apa penyebab gangguan TMJ?

2.3 Curah Pendapat


1. Apa penyebab bunyi klik pada rahang?
Jawaban : salah satu penyebab bunyi klik pada rahang yaitu akibat
adanya ketidakteraturan pada sendi, serta adanya pergeseran pada
diskus.
2. Apakah ada hubungan oklusi normal dengan TMJ?
Jawaban : p a d a o k l u s i n o r m a l , a k a n t e r c a p a i hubungan
yang baik antara gigi geligi, otot, dan sendi TMJ sehingga
tercapainyaefisiensi mastikasi yang baik, namun apabila oklusi
tidak normal TMJ juga akan terganggu.
3. Apa saja kelainan pada TMJ?
4

Jawaban : gangguan fungsional otot, gangguan fungsional gigi


geligi.
4. Bagaimana pemeriksaan untuk mengetahui bunyi klik pada rahang?
Jawaban : Pemeriksaan ekstraoral, dilakukan dengan cara
palpasi pada daerah sekitar TMJ, pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui kelainan yang terlihat secara visual maupun yang
terdeteksi dengan palpasi. Pemeriksaan region TMJ dilakukan
dengan teknik inpeksi, melihat secara visual, palpasi didepan
tragus untuk mengetahui sinkronasi pergerakan kedua TMJ ketika
menutup dan membuka, ada juga auskultasi menggunakan
stetoskop untuk dapat mendengarkan apakah
ada bunyi abnormal ketika melakukan pergerakan sendi.
5. Bagaimana cara mengatasi gangguan pada TMJ?
Jawaban : perawatan dapat dilakukan dengan cara bedah dan non
bedah. Perawatan non bedah dilakukan apabila gangguan masih
ringan. Apabila gangguan masih ringan dapat mengkonsumsi obat
untuk menghilangkan rasa nyeri yaitu paracetamol. Selain itu,
gangguan TMJ dapat diatasi dengan terapis gerakan rahang, terapis
obat-obatan, jawrest, management stres, terapi arus listrik.
Perawatan bedah dilakukan apabila gangguan sudah semakin
parah.
6. Apa hubungan kehilangan gigi dengan TMJ?
Jawaban : kerusakan struktur gigi menyebabkan gangguan TMJ.
Apabila gigi geligi tidak diganti akan menyebabkan oklusi berubah
dan hambatan pergerakan rahang serta akan terjadi perbedaan
posisi saat oklusi.
7. Apa efek pada pasien yang mengalami gangguan pada TMJ namun
tidak melakukan penanganan lebih lanjut?
Jawaban : apabila pasien tidak melakukan penanganan lebih lanjut,
pasien tersebut akan mengalami gangguan yang lebih parah serta
diskus yang terus menerus bergeser akan mengalami penipisan dan
perubahan bentuk.
8. Jenis pemeriksaan rontgen apa yang digunakan untuk TMJ?
5

Jawaban : pemeriksaan potopanoramic, lateral transkarnial.


9. Apakah ada gejala lain pada penderita gangguan TMJ?
Jawaban : ketidaknyamanan saat menggigit, rasa nyeri disekitar
sendi, otot pengunyahan tegang, sakit pada telinga, rahang
terkunci, sakit kepala.
10. Apa saja faktor yang berkaitan dengan gangguan TMJ?
Jawaban :Wanita usia 30-50 tahun, bruxism, Benturan pada wajah
atau rahang, deformitas kongenital pada tulang wajah, kelelahan
dari otot pada sendi.
11. Apa penyebab gangguan TMJ?
Jawaban : kebiasaan tidur miring, infeksi TMJ, kerusakan struktur
pendukung gigi, kerusakan pada tulang rahang, benturan, artritis,
bruxism, kerusakan sendi karena benturan, membuka mulut lebar.

2.4 Analisis Masalah

Diagram 2.1 Skema Analisis Masalah

2.5 Tujuan Pembelajaran


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kondisi pasien pada
skenario.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi kasus pada
skenario.
7

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mekanisme


terjadinya kliking.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara
mengkomunikan, menginformasikan dan mengedukasi pasien
terhadap gangguan TMJ.
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan
radiografis TMJ .
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan macam-macam
kelainan pada TMJ .
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis gangguan
pada TMJ.
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan rencana perawatan
pada gangguan TMJ.
9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan pada
gangguan TMJ.

2.6 Penjelasan Secara Sistematik


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kondisi pasien
pada skenario

Pada skenario, pipi kanan pasien terlihat lebih besar dibanding


pipi kiri, kemudian terlihat gigi posterior kanan rahang atas
ekstrusi, dan gigi posterior rahang bawah missing hal ini dapat
menyebabkan wajah pasien terlihat asimetris (terlihat tidak sama
pada setiap sisinya). Selain itu, kondisi kehilangan gigi (missing)
yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan rahang juga
menjadi tidak simetris. Hal ini dapat menyebabkan pasien tersebut
mengalami kesulitan dalam mengunyah makanan dan penampilan
pun akan terganggu.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi kasus pada


skenario

Gangguan sendi temporomandibula (GSTM) adalah


sekumpulan gejala klinik yang melibatkan otot-otot pengunyahan,
sendi temporomandibula, atau kedua-duanya. Gejala utama GSTM
8

adalah nyeri pada kepala dan leher, adanya bunyi sendi,


keterbatasan buka mulut, dan deviasi pada saat buka mulut. Hal itu
dapat menyebabkan terganggunya aktivitas penderita akibat sakit
yang dideritanya sehingga dapat menurunkan kualitas hidup
penderita. (C. Mcneill, 1997)

Studi epidemiologis potong lintang menurut Turp dkk., di


dalam Tabbara, menunjukkan bahwa 40-75% populasi dewasa
mempunyai paling sedikit satu tanda yang berhubungan dengan
GSTM. Peningkatan kasus GSTM diperkirakan sebanyak 2% per
tahun. Himawan (2007) melakukan survei pada mahasiswa FKG
UI di Indonesia yang menunjukkan sebanyak 96% mahasiswa
mempunyai satu tanda yang berhubungan dengan GSTM. (C.
Mcneill, 1997)

Menurut jurnal American Dental Association pada tahun 1990,


trauma merupakan penyebab utama kelainan TMJ. Didapatkan
40% dari 90% kasus kelainan TMJ merupakan akibat trauma.
Trauma yang sederhana seperti pukulan pada rahang atau sesuatu
yang lebih kompleks seperti yang mengenai kepala, leher, dan
rahang. Penelitian terbaru juga menunjukkan benturan terhadap
pengaman airbag dalam kendaraan dapat menyebabkan kelainan
TMJ. Faktor lainnya yang mendukung antara lain tekanan
psikologik, sering kali sulit diidentifikasi karena penderita bukan
suatu kelompok homogen dalam segi karakteristiknya, adanya
kebiasaan parafungsional seperti bruxism. Semua itu dapat
menyebabkan spasme otot kunyah yang memicu terjadinya
kelainan TMJ. (Suhartini, 2011)

Etiologi dari trauma itu sendiri terbagi atas 2 yaitu


makrotrauma dan mikro trauma. Tekanan yang berlebihan akan
menyebaban gangguan fungsional pada bagian tersebut dan dapat
berdampak kerusakan pada jaringan tersebut juga. (Kartika &
Hirmawan, 2007)
9

a. Makro trauma

Tekanan yang terjadi secara langsung pada bagian yang


mengalami kerusakan yang menyebabkan perubahan pada
bagian diskus dan kondilaris secara langsung. Makro trauma
dapat juga terjadi ketika gigi bersamaan atau dapat juga
menyebabkan perubahan pada kondilus dengan fossa ketika
mulut di buka. Trauma besar yang tiba-tiba dan mengakibatkan
perubahan struktural, seperti pukulan pada wajah atau
kecelakaan. (Kartika & Hirmawan, 2007)

b. Mikro trauma

Dimana trauma ini merubah posisi diskus dan kondilus


secara perlahan-lahan. Trauma ringan tapi berulang dalam
jangka waktu yang lama, seperti bruxism dan clenching. Kedua
hal tersebut dapat menyebabkan microtrauma pada jaringan
yang terlibat seperti gigi, sendi rahang, atau otot. (Kartika &
Hirmawan, 2007)

c. Kondisi oklusi

Dulu oklusi selalu dianggap sebagai penyebab utama


terjadinya TMD, namun akhir-akhir ini banyak diperdebatkan.
(Kartika & Hirmawan, 2007)

d. Stress emosional

Keadaan sistemik yang dapat mempengaruhi fungsi


pengunyahan adalah peningkatan stres emosional. Pusat emosi
dari otak mempengaruhi fungsi otot. Hipotalamus, sistem
retikula, dan sistem limbik adalah yang paling bertanggung
jawab terhadap tingkat emosional individu. Stres sering
memiliki peran yang sangat penting pada TMD. (Kartika &
Hirmawan, 2007)
10

Stres adalah suatu tipe energi. Bila terjadi stres, energi yang
timbul akan disalurkan ke seluruh tubuh. Pelepasan secara
internal dapat mengakibatkan terjadinya gangguan psikotropik
seperti hipertensi, asma, sakit jantung, dan/atau peningkatan
tonus otot kepala dan leher. Dapat juga terjadi peningkatan
aktivitas otot nonfungsional seperti bruxism atau clenching yang
merupakan salah satu etiologi TMD.(Kartika & Hirmawan,
2007)

e. Deep paint input

Aktivitas parafungsional adalah semua aktivitas di luar


fungsi normal (seperti mengunyah, bicara, dan menelan), dan
tidak mempunyai tujuan fungsional. Contohnya adalah bruxism,
dan kebiasaan-kebiasaan lain seperti menggigit-gigit kuku,
pensil, bibir, mengunyah satu sisi, tongue thrust, dan bertopang
dagu. Aktivitas yang paling berat dan sering menimbulkan
masalah adalah bruxism, termasuk clenching dan grinding.
Bruxism adalah mengerat gigi atau grinding terutama pada
malam hari, sedangkan clenching adalah mempertemukan gigi
atas dan bawah dengan keras yang dapat dilakukan pada siang
ataupun malam hari. (Kartika & Hirmawan, 2007)

Pasien yang melakukan clenching atau grinding pada saat


tidur sering melaporkan adanya rasa nyeri pada sendi rahang dan
kelelahan pada otot-otot wajah saat bangun tidur.(Kartika &
Hirmawan, 2007)

Pada anak bruxism yang juga disertai keluhan nyeri kepala,


perlu dilakukan pemeriksaan fungsi mastikasi dan TMD-nya
untuk mengetahui apakah ada hubungan antara keduanya. Bila
ternyata tidak ada hubungan, anak tersebut harus dirujuk ke
spesialis lain. Sehubungan dengan adanya rasa nyeri, beberapa
peneliti menemukan bahwa 70-85 % pasien TMD sering
11

merasakan nyeri kepala dan 40 % melaporkan adanya nyeri


wajah. Nyeri tersebut bertambah pada saat membuka dan
menutup mulut. 50 % pasien TMD sering mengeluhkan nyeri
telinga, namun pada saat diperiksa tidak ditemukan tanda
infeksi. Bunyi sendi juga sering dilaporkan oleh pasien TMD,
tanpa atau disertai rasa nyeri. Pening (dizziness) juga dilaporkan
oleh 40 % pasien, selain itu 33 % melaporkan telinga terasa
penuh dan berdengung. (Kartika & Hirmawan, 2007)

Gejala-gejala tersebut lokasinya berada di daerah orofasial


namun karena tidak berada dalam rongga mulut seperti sakit
gigi, maka pasien tidak mencari pengobatan ke dokter gigi
melainkan ke dokter umum atau spesialis lain seperti THT,
neurologi, rehabilitasi medik maupun chiropractor. (Kartika &
Hirmawan, 2007)

Studi di Finlandia menemukan bahwa banyak pasien TMD


mengalami overdiagnosis dan overtreatment karena tanda dan
gejala TMD sering tidak betul-betul dipahami oleh para praktisi.
Namun karena TMD banyak berhubungan dengan mastikasi,
dokter gigilah yang merupakan tenaga medis pertama yang harus
dapat mendiagnosa dan merawat pasien dengan tanda dan gejala
TMD. (Kartika & Hirmawan, 2007)

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mekanisme


terjadinya kliking
Kliking dapat terjadi pada setiap waktu selama gerakan
membuka dan menutup dari mandibular. Bunyi kliking adalah bunyi
tunggal dalam waktu yang singkat. Bunyi tersebut dapat berupa
bunyi berdebuk perlahan, samar, sampai bunyi retak yang tajam dan
keras. Kliking adalah satu suara dengan waktu yang pendek. Suara
ini relatif kuat terdengar dan kadang-kadang terdengar seperti satu
tepukan. Kliking tunggal (single clicking) adalah bunyi yang
12

terdengar ketika membuka mulut saat kondilus bergerak melewati


posterior border masuk ke zona intermediat diskus. Kliking ini
merupakan salah satu gejala paling awal terjadinya kelainan sendi
temporomandibula. Sedangkan kliking ganda (double clicking)
adalah bunyi kliking kedua saat menutup mulut setelah kliking
tunggal terdengar pada waktu membuka mulut. Bunyi ini terdengar
saat kondilus bergerak dari zona intermediat diskus ke posterior
border. (Dipoyono, 2012)

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komunikasi,


informasi dan edukasi pasien terhadap gangguan TMJ

Komunikasi kesehatan adalah usaha sistematis


untuk mempengaruhi perilaku positif dimasyarakat, dengan
menggunakan prinsip dan metode komunikasi baik
menggunakan komunikasi pribadi maupun komunikasi massa.
Komunikasi dokter-pasien adalah hubungan yang berlangsung antara
dokter dengan pasiennya selama proses pemeriksaan, pengobatan
maupun perawatan yang terjadi di
ruang praktik perorangan, poliklinik, rumah sakit, dan puskesmas da
lam rangka membantu menyelesaikan masalah kesehatan pasien.
(Silviana dkk, 2015)

Komunikasi efektif dokter-pasien adalah pengembangan


hubungan dokter-pasien secara efektif yang berlangsung secara
efisien, dengan tujuan utama penyampaian informai atau pemberian
penjelasan yang diperlukan dalam rangka membangun kerja sama
antara dokter dengan pasien. Komunikasi yang dilakukan secara
verbal dan non-verbal menghasilkan pemahaman pasien terhadap
keadaan kesehatannya, peluang dan kendalanya, sehingga
dapat bersama-sama dokter mencari alternatif untuk mengatasi
permasalahannya. Informasi adalah keterangan, gagasan maupun
kenyataan yang perlu diketahui pasien. Edukasi adalah proses
perubahan perilaku ke arah yang positif. (Silviana dkk, 2015)
13

Memberikan KIE berarti memberikan keterangan, informasi,


dan edukasi pada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien
selengkap mungkin, dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti
oleh pasien yang tidak mengenyam pendidikan medis. KIE yang
kurang baik akan menempatkan pasien dalam posisi yang lebih
inferior dari dokter, hal ini jelas-jelas menyalahi prinsip hubungan
dokter-pasien yang seimbang. Seringkali pasien tidak memahami
penyakit yang dideritanya, dan seringkali pula pasien hanya bisa
pasrah terhadap segala bentuk tindakan yang diterimanya (tindakan
terapi dan diagnostik) tanpa menanyakan maksud dan tujuannya.
(Silviana dkk, 2015)

Prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan KIE adalah :

a. Memperlakukan klien dengan sopan, baik dan ramah.

b. Memahami, menghargai dan menerima keadaan pasien ( status


pendidikan, social ekonomi dan emosi ) sebagaimana adanya.

c. Memberikan penjelasan dengan bahasa yang sederhana dan


mudah dipahami.

d. Menggunakan alat peraga yang menarik dan mengambil contoh


dari kehidupan sehari – hari.

e. Menyesuaikan isi penyuluhan dengan keadaan dan risiko yang


dimiliki pasien.

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan


radiografis TMJ

Untuk mendapatkan gambaran radiografi dapat dilakukan dalam


beberapa teknik pemotretan yaitu : transkranial, transfaringeal,
panoramik, tomografi, computed tomography (CT). (Epsilawati,
2014)
14

a. Teknik Panoramik

Secara radio-patologis, terdapat beberapa kondisi pada hasil


radiografi panoramik yang dapat digunakan untuk mendeteksi
kemungkinan adanya TMD. Kondisi tersebut adalah :

1) Asimetri Mandibula, apabila tingkat asimetri dari mandibula


kiri dan kanan pada sebuah radiograf panoramik melebihi
angka 6 %, hal ini menunjukkan adanya asimetri yang nyata
pada daerah fasial. Pengukuran dapat dilakukan secara
sederhana dengan menarik garis vertikal mulai dari puncak
kondilus sampai dengan titik sudut angulus mandibula kiri dan
kanan. Kemudian selisih keduanya dihitung secara prosentase,
apabila kurang dari 6% kemungkinan asimetri ini terjadi
karena elongasi atau tidak tepatnya posisi kepala pasien pada
saat pemotretan. Sedangkan selisih yang besar menunjukkan
adanya asimetri yang nyata pada tinggi kepala kondilus, dan
perlu dianalisa lebih lanjut untuk mendapatkan data
pendukung lainnya sehingga dapat diketahui tingkat
abnormalitas yang terjadi. (Epsilawati, 2014)
2) Perubahan Bentuk Kepala Kondilus, dalam arah sagital bentuk
kepala kondilus dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis :
(a) adalah bentuk yang normal didasarkan pada bentuk tulang
kortikal pada kepala kondilus tampak halus dan bersih. (b)
tampak terjadinya flattening, sehingga kepala kondilus tampak
menyudut dan tidak lagi berbetuk cembung. (c) tampak
terjadinya erosi yang ditandai tergerusnya sebagian daerah
kepala kondilus disertai penurunan densitas pada daerah
tersebut. (d) adalah bentuk osteophyte, yaitu tampak adanya
pertumbuhan atau penonjolan di bagian anterior dan atau
superior dari permukaan kepala kondilus. Perubahan bentuk
yang terjadi ini menunjukkan terjadinya tekanan berlebih di
area tertentu dari kepala kondilus pada saat gerakkan
15

fungsional, sehingga apabila terjadi dalam jangka waktu yang


lama dapat berdampak pada perubahan bentuk kepala
kondilus. (Epsilawati, 2014)

Gambar 2.1 Klasifikasi Bentuk Kepala Kondilus

3) Asimetri Posisi Kondilus. Berdasarkan penilaian tingkat


akurasi yang rendah, radiograf panoramik tidak diindikasikan
sebagai bahan referensi untuk menganalisa posisi kondilus.
Walaupun demikian, gambaran yang dihasilkan dapat
dijadikan sebagai bahan pembanding untuk melihat posisi
kondilus pada kedua sisi. (Epsilawati, 2014)

Gambar 2.2 Eminensia Artikularis pada Radiografi Panoramik

4) Perubahan Bentuk Eminensia Artikularis, tekanan yang


16

berlebihan pada pergerakan sendi temporomandibula dapat


menyebabkan keausan pada daerah eminensia artikularis.
Melalui radiograf panoramik, kondisi flattening pada
eminensia akan tampak jelas. (Epsilawati, 2014)
5) Perubahan Bentuk Processus Styloideus, sangat berkaitan
dengan pergerakan otot-otot mastikasi. Bentuk processus yang
membesar dan memanjang. Selain itu perbedaan yang terjadi
pada kedua sisi dapat membantu menunjukkan tingkat
keparahan yang terjadi di antara kedua sendi. (Epsilawati,
2014)
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan macam-macam
kelainan pada TMJ

Gejala dan tanda utama yang sering ditemui para peklinik pada g
angguan sendi tempotomandibula antara lain bunyi sendi, rasa pegal/
lelah pada otot penguyahan, keterbatasan dalam membuka mulut, ga
ngguan pada gerak mandibula yang meliputi devisi dan defleksi raha
ng maloklusi akut akibat gangguan pada otot pengunyahan, keausan
gigi, nyeri wajah, nyeri kepala, dan bahkan gangguan pada telinga.
(Kartika & Hirmawan, 2007)

Menyebabkan perubahan sruktural, dapat berasal dari luar (exter


nal) ataupun dari dalam (internal). contoh makrotrauma yang berasal
dari luar misalnya pukulan di wajah, kecelakaan kendaraan bermotor,
atau olahraga. Sedangkan contoh makrotrauma yang berasal dari dala
m adalah ketika mengunyah makanan yang keras, menguap, menyan
yi, membuka mulut lebar dalam waktu cukup lama ketika dilakukan
perawatan kedokteran gigi, atau trauma akibat prosedur intubasi pada
anestesi umum. (Kartika & Hirmawan, 2007)

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis pada TMJ


Diagnosa kasus TMJ sering dinyatakan secara sederhana sebagai
gangguan sendi rahang yang ditandai dengan gelala bunyi sendi atau
krepitasi ringan. Diagnosa lebih spesifik dinyatakan dalarn bentuk
17

nyeri otot, kejang otot buka tutup mulut, radang sendi, pergeseran
atau kerusakan diskus. Gejalanya antara lain bunyi sendi waktu buka-
tutup mulut yang dapat disertai rasa sakit, kepitasi, atau kesulitan
menbuka mulut. Diperlukan anamnesa dan perneriksaan-pemeriksaan
seperti riwayat penyakit. pemeriksaan fisik oleh dokter gigi, dan
pemeriksaan tambahan lainnya. (Masbirin, 2000)
Tanda dan gejala Temporomandibular Disorders (TMD) sangat
umum ditemukan. Beberapa diantaranya muncul sebagai gejala yang
signifikan sehingga pasien berusaha untuk mencari pengobatan.
Namun banyak juga yang tidak memberikan gejala yang jelas
sehingga diabaikan oleh pasien. Anamnesis bertujuan untuk
identifikasi pasien dengan tanda dan gejala subklinis dimana pasien
mungkin tidak berhubungan dengan gangguan yang diderita, namun
umumnya terkait dengan gangguan fungsional sistem pengunyahan
(contohnya sakit kepala, telinga). Anamnesis penyaring terdiri dari
beberapa pertanyaan yang akan membantu orientasi klinisi pada
TMD. (Suhartini, 2011)

8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan rencana perawatan


TMD
Agar seorang dokter gigi dapat melakukan perawatan pada
kelainan TMJ dengan hasil yang baik, maka sebaiknya dokter gigi
membuat rencana perawatan, yaitu :
a. Pemerikasaan dan Diagnosa
Pemeriksaan meliputi anamnesa, yaitu keterangan sosial
dan pekerjaan, keluhan yang ada sekarang, sifat dan gejala
(rasa sakit, bunyi, disfungsi), kapan timbulnya gejala, pola
gejala, riwatan kesehatan masa lalu, serta riwayat keadaan
gigi. Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah
memeriksa rentang pergerakan, bunyi sendi, rasa sakit,
pemeriksaan intra oral, dan pemeriksaan radiografi. (Ning
dkk, 2016)
b. Perawatan Aktif
1) Perawatan Gejala
18

Perawatan yang segera dan efesien tidak hanya dapat


meredakan penderitaannya tetapi juga membantu
mengembalikan rasa percaya diri pasien. (Ning dkk,
2016)
Yang harus dilakukan dalam perawatan gejala adalah :
a) Menenangkan pasien. Merupakan cara yang harus
dan selalu digunakan, karna pasien menganggap ini
keadaan yang berbahaya, jadi tugas seorang dokter
adalah menjelaskan tentang kelainan ini agar pasien
merasa tenang. (Ning dkk, 2016)
b) Mengistirahatkan rahang. Pada kunjungan pertama
biasanya hanya digunakan untuk diagnosa dan
menenangkan pasien. Tapi dokter juga harus
memberi nasihat agar pasien mengistirahatkan
rahangnya dari kerja-kerja yang dapat memperparah
keadaan seperti, mengunyah makanan yang terlalu
keras, menguap, dan berteriak. (Ning dkk, 2016)
c) Pemberian obat-obatan. Pemberian analgetik seperti
aspirin dan paracetamol untuk mengurangi rasa sakit
umum digunakan. Selain itu pemberian penenang
seperti diazepam juga lebih baik digunakan pada
malam hari menjelang tidur untuk menghindari
kebiasaan bruxism. (Ning dkk, 2016)
d) Latihan. Tujuan perawatan dari latihan adalah untuk
merangsang fungsi mandibula. (Ning dkk, 2016)
e) Terapi panas. Ini dapat mengurangi rasa sakit dari
kekakuan otot. Metode yang paling sering digunakan
adalah diatermi gelombang pendek terapi ultrasonic
juga memberi efek yang sama. Atau dengan
pemberian krim metil salisilat di daerah maseter dan
temporal. (Ning dkk, 2016)
2) Operasi Sendi Temporomandibula
Ada berbagai jenis operasi pada sendi
temporomandibula, yaitu menisektomi, condylotomi, dan
high condylotomi. Tujuannya adalah untuk
19

meremodeling permukaan articular condyle dan


memperbaiki meniscus atau ligament yang rusak. (Ning
dkk, 2016)
c. Perbaikan
Meliputi pelepasan alat dan pemberhentian obat serta
penjelasan tentang prognosa oleh dokter. (Ning dkk, 2016)

9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan


TMD

a. Inspection (Bilateral)

Pada saat inspeksi dapat diperhatikan adanya


pembengkakan, deformasi ,deviasi pada dagu dan kondisi
gigi-geligi. Pembengkakan dapat terjadi karena adanya
infeksi bakteri atau inflamasi sendi. Beberapa inflamasi sendi
yang terjadi pada anak-anak juga dapat menyebabkan
terlihatnya pertumbuhan asimetri pada wajah bagian bawah.
Synovitis juga dapat mengakibatkan deviasi ipsilateral ketika
membuka mulut dan deviasi kontralateral ketika menutup
mulut. Kehilangan gigi, maloklusi, kondisi abnormal yang
diakibatkan oleh bruxism merupakan beberapa kondisi gigi-
geligi yang dapat mengawali adanya gangguan sendi
temporomandibular. (Hodges, 1990)

b. Palpation (Bilateral)

Palpasi dapat dilakukan pada area sendi


temporomandibular yaitu di anterior tragus. Palpasi TMJ dan
otot dilakukan untuk mengetahui adanya rasa sakit dan
abnormalitas pada saat TMJ dalam kondisi statis dan kondisi
bergerak. Pergerakan kondilus yang asimetri dapat dirasakan
saat palpasi dilakukan ketika pasien diintruksikan untuk
membukan dan menutup mulut. (Hodges, 1990)

c. TMJ Sounds.
20

Auskultasi stetoskop padaTMJ untuk mendengarkan


suara yang tidak normal saat pembukaan dan penutupan
mandibula (cliking, crepitus, popping). Kliking yang terjadi
pada awal fase membuka mulut menunjukkan dislokasi
discus ke antrior ringan, sedangkan kliking yang terjadi atau
timbul lebih lambat berkaitan dengan kelainan meniscus.
Krepitus sendi ditunjukkan melalui bunyi kemeretak atau
mencericit yang lebih sering timbul saat translasi. Perforasi
perlekatan discus posterior juga berkaitan dengan krepitus
sendi (Hodges, 1990)

d. Range of Motion of Mandible.

Pengukuran pembukaan mandibula maksimum.


Trismus terjadi apabila ada keterbatasan pembukaan mulut
yang kurang dari normal. (Hodges, 1990)
DAFTAR PUSTAKA

Dipoyono, H M 2012,Pengaruh Jumlah Gigi Posterior Rahang Bawah Dua


Sisi yang Telah Dicabut dan Pemakain Gigi Tiruan Sebagian Terhadap
Bunyi Sendi, Maj Ked Gi,Vol.19 , no.1, hh.5-8

Epsilawati, L 2014, Diagnosa Kelainan Sendi Temporomandibular Dengan


Memanfaatkan Panoramik Foto

Gunadi H A, Margo A, Burhan L K, Suryatenggara F, Setiabudi, I 2012


Buku ajar geligi tiruan sebagian lepasan, Hipokrates, Jakarta

Hodges J M 1990, Managing temporomandibular joint syndrome.


Laryngoscope, vol. 100, hh. 60– 6

Kartika, L & Hirmawan, L S2007, Penatalaksanaa Kasus Gangguan TMJ


dengan Latihan Rahang, Indonesian Journal of Dentistry, Vol. 14, no.1,
hh.12-17

Masbirin, P I 2000, GANGGUAN TMJ PADA PENDERITA


MALOKLUSI: PEMERIKSAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN
PERAWATAN ORTODONTIK, JKGUI, Vol. 7, hh.599-606

McNeill C1997, Management of temporomandibular disorders: concepts


and controversies, J Prosthet Dent, vol. 77, no. 5, hh. 510-22

20
21

Silviana, I Yudha, E Novianti, T Zelfino & Handayani, P 2015, UPAYA


KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI (KIE) DALAM
PENINGKATAN PENGETAHUAN MENGENAI PERILAKU HIDUP
BERSIH DAN SEHAT (PHBS) TATANAN RUMAH TANGGA, Jurnal
Abdimas, vol. 2, no. 1, hh. 103-109

Ning, N A, Syamsudin, E, & Fathurachman 2016, Penatalaksanaan


Dislokasi Sendi Temporomandibula Anterior Bilateral, MKGK, vol. 2, no. 3,
hh. 120-125

Okeson, J 2007, Management of Temporomandibular Disorders and


Occlusion, Elsevier, New York

Pedersen, G W 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, Penerbit Buku


Kedokteran EGC, Jakarta

Rickne, S & Weiss, G 2016, Woelfel’s Dental Anatomy Edition, Zifatama,


Philadelphia

Suhartini 2011, Fisiologi Pengunyahan Pada Sitem Stomatognatic, J.K.G


Unej, vol.8 , no. ,3 hh. 122-126

Suhartini 2011, Kelaianan Pada Temporomandibular Joint (TMJ), J.K.G


Unej, vol. 8, no.2 , hh.78-85
22

Anda mungkin juga menyukai