PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI MELALUI METODE ROLE PLAYING (MAIN PERAN)
Ana Mulia
Program Studi Pendidikan Dasar Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan
Corresponding author: anamulia91@yahoo.com
Abstrak
Metode bermain peran merupakan salah satu upaya dalam rangka menumbuhkan kembangkan karakter anak usia dini
berbasis edutainment. Tujuannya adalah untuk mendeskribsikan dan sekaligus dapat mengimplemtasikan atau
melaksanakan pendidikan karakter anak usia dini melalui main peran (role playing). Ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi positif bagi pengembangan yang berbasis pendidikan terutama dalam penanaman karakter usia dini. Bermain
peran disini adalah salah satu metode yang memfasilitasi peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuan Bahasa,
kognitif, sosial, dan emosi anak dengan memberikan banyak kesempatan untuk memainkan peran yang mempunyai
relevansi terhadap karakter anak sangatlah mudah. Secara tidak langsung anak-anak sudah menerapkan karakter, tanpa
dijelaskanpun merekasudah melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan moral dan karakter.
Kata kunci: Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, Metode Role Playing (Bermain Peran).
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan kita untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia
(SDM). Maka dari itu, pendidikan dasar pada anak usia dini memiliki peranan sangat penting, karena dimulai pada usia 0-6
tahun yang merupakan masa golden age bagi anak. Menurut undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menerangkan bahwa “Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun, dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki persiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut.
Karena pendidikan merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk hidup yang berbudaya.
Dengan pendidikan manusia akan mengalami perubahan ke arah kemajuan yang cepat. Maka dari itu, Pendidikan karakter
yang diberikan sejak dini akan memberi pengaruh positif bagi anak terutama pembentukan kepribadian dan segala aspek
perkembangannya. Pendidikan karakter sejak usia dini merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan anak, agar
sejak kecil generasi penerus bangsa memiliki moral, potensi dan kepribadian yang baik serta bertanggung jawab. Anak-anak
yang memiliki karakter kuat lagi baik tidak akan mudah dipengaruhi oleh hal-hal negatif karena ia memiliki kemampuan untuk
melindungi dirinya sendiri.
Role playing (bermain peran) adalah salah satu cara yang tepat untuk membentuk dan mengembangkan karakter
anak. Bermain peran dapat ditunjukkan untuk memecahkan masalah-masalah yang menyangkut hubungan antar manusia
terutama yang berkaitan dengan kehidupan anak. Melalui bermain peran dalam proses pembelajaran anak akan belajar
memecahakan masalah melalui serangkaian tindakan yang diperankan dalam sehari-hari berbicara dan berkomunikasi
dengan banyak orang. Dengan bermain peran anak akan tahu mana peran yang baik dan buruk. Dan dengan bermain peran
diharapkan membantu anak untuk memiliki karakter yang baik dalam kehidupan sekarang atau masa yang akan datang.
PEMBAHASAN
Pendidikan Karakter Anak Usia Dini
Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
Sedangkan, Karakter berasal dari kata Yunani, Charassein, yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuak pola
mempunyai akhlak mulia adalah tidak secara otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi tidak
memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan (proses pengukiran). Dalam istilah Bahasa Arab karakter
ini mirip dengan akhlak (akar kata Khuluk) yaitu tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang baik. (Khadijah, 2015: 21).
Menurut Tadkiroatun Musfiroh dalam Al Tridhonanto (2012: 4), berpendapat bahwa karakter lebih mengacu pada
serangkain sikap (attitudes), perilaku (behaviours), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karena karakter
merupakan sifat alami bagi anak usia dini untuk merespons situasi secara bermoral, yang harus diwujudkan dalam tindakan
nyata melalui pembiasaan untuk berprilaku baik, jujur, bertanggung jawab, dan hormat terhadap orang lain.
379
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 379-383
Nilai-nilai Karakter
Nilai-nilai karakter yang hendak ditanamkan pada anak usia dini mencakup 6 aspek yakni:
1) Aspek nilai moral dan agama
2) Aspek sosial emosional
3) Aspek kognitif
4) Aspek bahasa
5) Aspek fisik motorik
6) Aspek seni.
Dan dari enam aspek diatas kemudian dijabarkan lagi, karena nilai-nilai karakter yang dipandang sangat penting
untuk dikenalkan dan internalisasikan pada anak usia dini yaitu 11 nilai karakter yang menjadi fokus pendidikan karakter
anak usia dini yaitu: 1) Kecintaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (religius), 2) Kejujuran, 3) Kedisiplinan, 4) Bergaya hidup
Sehat 5) Mandiri, 6) Kerjasama, 7) Kreatif, 8) Demokrasi, 9) Semangat kebangsaan, 10) Kerja Keras, 11)Rasa ingin tahu.(Sri
Narwanti, 2011: 84).
380
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 379-383
381
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 379-383
siswa itu akan berpartisipasi dalam peran, kemudian siswa tersebut memilih peran yang mana. Apabila guru yang
menentukan, hendaknya diperhitungkan kecenderungan kesukaan siswa terhadap peran yang ada.
3. Fase tiga, menyiapkan tahap-tahap peran. Para pemain menggambarkan garis besar skenario. Gambaran
sederhana setting (pengaturan) dan aksi pemeranan salah satu pemeran. Guru dapat membantu tahap-tahap
peran dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana mengenai hal-hal yang berkaitan dengan peran
tersebut. Hal itu penting agar siswa merasa aman dalam melaksanakan role playing dan memulai aksi pemeranan.
4. Fase empat, menyiapkan pengamat. Pengamat terlibat aktif seperti kelompok pemeran dan menganalisis
pemeranan. Shaftel menyarankan agar guru terlibat menjadi pengamat dalam role playing dengan menetapkan
tugas untuk siswa, seperti mengevaluasi jalannya role playing, memberi komentar terhadap keefektifan dan
rangkaian sikap pemeran.
5. Fase lima, pemeranan. Guru membiarkan pemeran mengekspresikan ide mereka sesuai dengan tujuan. Apabila
tindak lanjut yaitu diskusi menunjukkan kekurangpahaman siswa terhadap alur cerita yang diperankan, guru dapat
meminta pemeranan ulang. Tujuan sederhana pemeranan adalah untuk mendirikan kejadian dan peran, yang
kemudian peran dapat diselidiki, dianalisis dan dikerjakan kembali.
6. Fase enam, diskusi dan evaluasi. Dengan mengajukan sebuah pertanyaan, siswa akan segera terpancing untuk
segera mengeluarkan pendapatnya. Spontanitas diskusi hanya terjadi karena siswa mengerti apa yang baru saja
diperankan.
7. Fase tujuh, pemeranan ulang. Apabila terdapat gagasan mengenai alternatif-alternatif pemeranan, maka
pemeranan ulang dilakukan. Dari uraian pada fase pemeranan, apabila dalam diskusi menunjukkan
kekurangpahaman siswa, maka pemeranan ulang dilakukan.
8. Fase delapan, diskusi dan evaluasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari role playing tersebut. Diskusi dan evaluasi
dilakukan untuk membahas fokus dari pemeranan ulang.
9. Fase sembilan mengenai berbagi pengalaman dan generalisasi. Guru hendaknya membentuk diskusi sehingga
siswa setelah mengalami role playing dapat menggeneralisasi situasi masalah dan konsekuensinya. Bentuk
diskusi yang mencukupi akan sampai pada kesimpulan yang tepat.
382
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 379-383
6. Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik agar mudah dipahami orang lain.
7. Menumbuhkan sikap saling pengertian, tenggang rasa, toleransi dan cinta kasih terhadap sesama karena siswa
berperan seperti orang lain, maka siswa dapat menempatkan diri seperti watak orang lain, dapat merasakan
perasaan orang lain dan dapat mengakui pendapat orang lain.
8. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
PENUTUP
Pendidikan karakter merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi
yang berkarakter apabila sedari kecil mereka memiliki moral dan kepribadian yang baik. Oleh sebab itu, pembentukan dan
pengembangan karakter sebaiknya dimulai sejak usia dini. Metode role playing (main peran) adalah salah satu metode dan
model pembelajaran yang dapat digunakan oleh para pendidikan untuk dapat membentuk dan mengembangkan karakter
anak, khususnya anak-anak usia dini. Role playing secara umum dapat mendorong siswa mengekspresikan perasaannya.
Terlebih lagi jika kisah yang diperankan dalam role playing memiliki makna yang mendalam namun menggunakan bahasa
yang mudah dipahami oleh anak-anak. Melalui sebuah kisah yang sarat akan pesan moral di dalamnya. Kisah yang
diperankan dalam role playing (main peran) tersebut, diharapkan anak-anak dapat belajar mengenai kejujuran dan akibat
dari sebuah kebohongan. Serta belajar cara untuk menumbuhkan pendidikan karakter yang baik dalam diri anak.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan tentang “Pendidikan Karakter Anak Usia Dini Melalui Metode Role
Playing (main peran)”. Dan diharapkan dengan adanya pendidikan karakter ini yang sudah dimulai sejak usia dini dapat
merubah anak menjadi dan memiliki karakter kepribadian yang baik, dan diharapkan kepada para penggiat pendidikan dapat
menjadikan metode role playing ini menjadi salah satu metode yang diterapkan disekolah masing-masing. Semoga apa yang
telah diberikan dapat bermanfaat dan menambah informasi bagi teman-teman mahasiswa umumnya.
REFERENSI
Tridhonanto, Al, Membangun Karakter Sejak Dini, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2012.
Mulyasa, H. E., Menajemen PAUD, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012.
Khadijah, dkk., Pola Pendidikan Anak Usia Sekolah dalam Keluarga dan Masyarakat, Medan: Perdana Publishing, 2015.
Narwanti, Sri, Pendidikan Karakter, Yogyakarta: Familia (Grup relasi inti media), 2011.
Bambang Marhiyanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Penerbit: Victory Inti Cipta.
Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia, 2011.
383