Anda di halaman 1dari 5

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No.

1 2017, Hal. 379-383

PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI MELALUI METODE ROLE PLAYING (MAIN PERAN)

Ana Mulia
Program Studi Pendidikan Dasar Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan
Corresponding author: anamulia91@yahoo.com

Abstrak
Metode bermain peran merupakan salah satu upaya dalam rangka menumbuhkan kembangkan karakter anak usia dini
berbasis edutainment. Tujuannya adalah untuk mendeskribsikan dan sekaligus dapat mengimplemtasikan atau
melaksanakan pendidikan karakter anak usia dini melalui main peran (role playing). Ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi positif bagi pengembangan yang berbasis pendidikan terutama dalam penanaman karakter usia dini. Bermain
peran disini adalah salah satu metode yang memfasilitasi peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuan Bahasa,
kognitif, sosial, dan emosi anak dengan memberikan banyak kesempatan untuk memainkan peran yang mempunyai
relevansi terhadap karakter anak sangatlah mudah. Secara tidak langsung anak-anak sudah menerapkan karakter, tanpa
dijelaskanpun merekasudah melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan moral dan karakter.

Kata kunci: Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, Metode Role Playing (Bermain Peran).

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan kita untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia
(SDM). Maka dari itu, pendidikan dasar pada anak usia dini memiliki peranan sangat penting, karena dimulai pada usia 0-6
tahun yang merupakan masa golden age bagi anak. Menurut undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menerangkan bahwa “Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun, dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki persiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut.
Karena pendidikan merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk hidup yang berbudaya.
Dengan pendidikan manusia akan mengalami perubahan ke arah kemajuan yang cepat. Maka dari itu, Pendidikan karakter
yang diberikan sejak dini akan memberi pengaruh positif bagi anak terutama pembentukan kepribadian dan segala aspek
perkembangannya. Pendidikan karakter sejak usia dini merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan anak, agar
sejak kecil generasi penerus bangsa memiliki moral, potensi dan kepribadian yang baik serta bertanggung jawab. Anak-anak
yang memiliki karakter kuat lagi baik tidak akan mudah dipengaruhi oleh hal-hal negatif karena ia memiliki kemampuan untuk
melindungi dirinya sendiri.
Role playing (bermain peran) adalah salah satu cara yang tepat untuk membentuk dan mengembangkan karakter
anak. Bermain peran dapat ditunjukkan untuk memecahkan masalah-masalah yang menyangkut hubungan antar manusia
terutama yang berkaitan dengan kehidupan anak. Melalui bermain peran dalam proses pembelajaran anak akan belajar
memecahakan masalah melalui serangkaian tindakan yang diperankan dalam sehari-hari berbicara dan berkomunikasi
dengan banyak orang. Dengan bermain peran anak akan tahu mana peran yang baik dan buruk. Dan dengan bermain peran
diharapkan membantu anak untuk memiliki karakter yang baik dalam kehidupan sekarang atau masa yang akan datang.

PEMBAHASAN
Pendidikan Karakter Anak Usia Dini
Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
Sedangkan, Karakter berasal dari kata Yunani, Charassein, yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuak pola
mempunyai akhlak mulia adalah tidak secara otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi tidak
memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan (proses pengukiran). Dalam istilah Bahasa Arab karakter
ini mirip dengan akhlak (akar kata Khuluk) yaitu tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang baik. (Khadijah, 2015: 21).
Menurut Tadkiroatun Musfiroh dalam Al Tridhonanto (2012: 4), berpendapat bahwa karakter lebih mengacu pada
serangkain sikap (attitudes), perilaku (behaviours), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karena karakter
merupakan sifat alami bagi anak usia dini untuk merespons situasi secara bermoral, yang harus diwujudkan dalam tindakan
nyata melalui pembiasaan untuk berprilaku baik, jujur, bertanggung jawab, dan hormat terhadap orang lain.

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak)


ISSN: 2598-2796 (media online)

379
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 379-383

Nilai-nilai Karakter
Nilai-nilai karakter yang hendak ditanamkan pada anak usia dini mencakup 6 aspek yakni:
1) Aspek nilai moral dan agama
2) Aspek sosial emosional
3) Aspek kognitif
4) Aspek bahasa
5) Aspek fisik motorik
6) Aspek seni.
Dan dari enam aspek diatas kemudian dijabarkan lagi, karena nilai-nilai karakter yang dipandang sangat penting
untuk dikenalkan dan internalisasikan pada anak usia dini yaitu 11 nilai karakter yang menjadi fokus pendidikan karakter
anak usia dini yaitu: 1) Kecintaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (religius), 2) Kejujuran, 3) Kedisiplinan, 4) Bergaya hidup
Sehat 5) Mandiri, 6) Kerjasama, 7) Kreatif, 8) Demokrasi, 9) Semangat kebangsaan, 10) Kerja Keras, 11)Rasa ingin tahu.(Sri
Narwanti, 2011: 84).

Pengertian Anak Usia Dini


Anak usia dini disebut anak prasekolah yaitu usia 0-6 tahun, masa ini merupakan saat yang paling tepat untuk
meletakkan dasar utama dalam mengembangkan berbagai potensi dan kemampuan yang ada dalam diri anak.
Anak usia dini dalam H.E. Mulyasa (2012: 16) adalah merupakan individu yang sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Anak usia dini
memiliki rentang usia yang sangat berharga dibandingkan usia-usia selanjutnya karena perkembangan kecerdasan yang
sangat luar biasa pada masanya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik dan berada pada masa proses
perubahan berupa pertumbuhan, perkembangan, pematangan dan penyempurnaan, baik pada aspek jasmani maupun
rohaninya yang berlangsung seumur hidup, bertahan dan berkesinambungan.
Jadi, berdasarkan apa yang telah dijelaskan diatas maka dapat diketahui bahwa, pendidikan karakter anak usia dini
adalah upaya penanaman nilai-nilai karakter kepada anak usia diniyaitu usia 0-6 tahun yang meliputi pengetahuan,
kesadaran, kemauan serta tindakan kesadaran untuk melakukan nilai-nilai kebaikan yang bertujuan membentuk bangsa
yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis,
berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa
berdasarkan Pancasila.Pendidikan karakter merupakan sebuah proses yang memerlukan waktu untuk melihat tentang
dampak dan efektivitasnya. Oleh karena itu para pendidik dan orang tua harus lebih bersabar, lebih menyadari, dan lebih
memahami bahwa pendidikan karakter membutuhkan waktu agar anak dapat menginternalisasikan nilai-nilai positif yang
didapatkan di sekolah maupun di rumah untuk memiliki karakter kepribadian yang diharapkan.Penerapan pendidikan
karakter pada anak usia dini itu sendiri dapat dituangkan dalam program harian, yaitu tentang kepribadian anak,
kemandirian, kedisiplinan, dan tanggung jawab sehingga anak siap mengikuti pada jenjang pendidikan selanjutnya dan
masa dewasanya.

Tujuan Pendidikan Karakter Anak Usia Dini


Tujuan pendidikan karakter ini dapat dibedakan menjadi perubahan secara personal dan perubahan secara
lembaga. Perubahan personal yaitu dengan terbentuknya pribadi-pribadi yang memiliki karakter kuat yang tidak mudah
terbawa arus negatf dan menjadi trend setter positif yang akan menjadi teladan bagi lingkungan sekitarnya. Dari Individu-
individu yang memiliki karakter kuat pada akhirnya akan mebentuk lingkungan yang memiliki budaya yang sehat yang
dilahirkan dari karakter positif tersebut dan pada akhirnya akan membentuk budaya yang sehat dalam setiap lembaga
pendidikan menjadi school culture dan family culture.

Pengertian Metode Role Playing(Main Peran)


Pengertian metode
Menurut kamus bahasa Indonesia, metode ialah cara sistematis dan terpikir secara baik untuk mencapai tujuan,
prinsip dan praktek-praktek pengajaran Bahasa. Dengan kata lain dapat diartikan sebagai cara yang harus ditempuh untuk
mencapai suatu tujuan termasuk disini tujuan pendidikan agar proses perkembangan anak menjadi optimal.
Metode yang digunakan dalam pembelajaran merupakan cara yang digunakan guru untuk menyampaikan informasi
atau pelajaran kepada siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan yang dimaksudkan adalah agar guru
memahami benar bagaimana murid belajar yang efektif, dan model pembelajaran yang bisa dipilih dan digunakan harus
sesuai dengan situasi dan kondisi murid, materi, fasilitas, dan guru itu sendiri.
Metode pembelajaran juga dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan
dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Dengan demikian, metode pembelajaran merupakan alat untuk
menciptakan proses belajar mengajar. (Hamdani, 2011: 80).

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak)


ISSN: 2598-2796 (media online)

380
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 379-383

Role Playing (Main Peran)


Banyak jenis-jenis metode yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran untuk anak usia dini, salah satu yang
biasa dipakai yaitu Metode Role Playing (main peran). Metode role playing(main peran)adalah metode yang melibatkan
interaksi antara dua anak atau lebih tentang suatu topik atau situasi, anak melakukan peran masing-masing sesuai dengan
tokoh yang ia perankan mereka berinteraksi sesama mereka melakukan peran terbuka.
Metode role playing ini dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam
suatu situasi permasalahan kehidupan nyata. Dan ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
praktik menempatkan diri mereka dalam peran-peran dan situasi-situasi yang akan meningkatkan kesadaran terhadap nilai-
nilai dan keyakinan-keyakinan mereka sendiri dan orang lain.
Dengan role playing anak-anak akan lebih mudah untuk menerima dan mencerna suatu informasi dari dialog, mimik
wajah, dan alur cerita yang sedang dilakoninya. Seperti yang dikatakan Hamzah B. Uno bahwa melalui bermain peran siswa
belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan
perilaku orang lain. Sudjana menambahkan:“Role playing atau main peran dapat diharapkan para peserta didik
memperoleh pengalaman yang diperankan oleh pihak-pihak lain. Di samping itu, dapat digunakan untuk merangsang
pendapat peserta didik dan menemukan kesempatan bersama tentang ketetapan, kekurangan dan pengembangan peran-
peran yang dialami dan diamati.”
Maka dari itu, dengan melakukan role playing atau main peran yang berkaitan dengan hubungan sosial akan
memberikan efek emosional yang akan diberikan oleh dialog-dialog berbeda pada cerita tersebut dan menjadi lebih
mendalam dan akan mudah bagi para pemerannya untuk menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial.
Seperti cerita dongeng yang menurut penulis dapat mendukung usaha para pegiat pendidikan untuk membentuk dan
mengembangkan karakter anak. Cerita dongeng tersebut adalah “Si Penggembala Tukang Bohong”. Penulis memilih cerita
tersebut karena mudah untuk diperankan oleh anak usia dini dan membahas mengenai karakter seorang anak yang tidak
baik untuk diikuti. Selain itu, penulis juga berharap dengan keberadaan karakter tersebut maka anak-anak akan dapat
semakin merasa tertarik untuk mendengarkan dan kemudian mempelajari peran tersebut. Penulis berharap para pegiat
pendidikan dapat membantu anak didik mereka untuk tidak hanya dapat memerankan peran tersebut dengan baik , tetapi
juga untuk dapat mengantarkan mereka pada tataran pemahaman yang lebih baik dan lebih mendalam terhadap makna
yang terkandung di dalam sebuah cerita yang dilakoninya dalam role palaying.

Tujuan dan Manfaat Metode Role Playing


Tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan role playing (main peran) sesuai dengan jenis belajar yang dilaksanakan
yaitu:
1. Belajar dengan berbuat, tujuannya yaitu untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan yang interaktif atau
keterampilan-keterampilan yang reaktif.
2. Belajar melalui peniruan, tujuannya adalah menyamakan tingkah laku sesuai dengan karakter tokoh yang
dimainkannya.
3. Belajar melalui balikan, mempunyai tujuan untuk mengembangkan prosedur-prosedur kognitif dan prinsip-prinsip
yang mendasari perilaku keterampilan yang telah didramatisasikan.
4. Belajar melalui pengkajian, penilaian, dan pengulangan dengan tujuan untuk memperbaiki keterampilan-
keterampilan dengan mengulanginya pada penampilan berikutnya.

Manfaat yang dapat diambil dari model role playing adalah:


1. Role playing dapat memberikan semacam hidden practise, dimana siswa tanpa sadar menggunakan ungkapan-
ungkapan atau istilah-istilah baku dan normatif terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari
2. Role playing melibatkan jumlah siswa yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar.
3. Role playing dapat memberikan kepada siswa kesenangan, karena role playing pada dasarnya adalah permainan.
Dengan bermain, siswa akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa.

Langkah-langkah Metode Role Playing


Langkah-langkah role playing terdiri dari sembilan fase dan aktivitas sebagai berikut:
1. Fase satu, memotivasi kelompok. Fase ini mencakup memperkenalkan masalah kepada siswa sehingga
mengetahui materi yang akan dipelajari, selanjutnya diungkapakan masalah-masalah secara jelas. Bagian terakhir
dari fase ini adalah mengajukan pertanyaan yang akan membuat siswa berpikir dan memprediksikan cerita yang
akan ditampilkan.
2. Fase dua, memilih pemeran. Guru dan siswa menggambarkan karakter-karakter peran, mengenai seperti apa
karakter peran-peran tersebut dan bagaimana peran dibawakan. Hendaknya guru bertanya kepada siswa, apakah

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak)


ISSN: 2598-2796 (media online)

381
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 379-383

siswa itu akan berpartisipasi dalam peran, kemudian siswa tersebut memilih peran yang mana. Apabila guru yang
menentukan, hendaknya diperhitungkan kecenderungan kesukaan siswa terhadap peran yang ada.
3. Fase tiga, menyiapkan tahap-tahap peran. Para pemain menggambarkan garis besar skenario. Gambaran
sederhana setting (pengaturan) dan aksi pemeranan salah satu pemeran. Guru dapat membantu tahap-tahap
peran dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana mengenai hal-hal yang berkaitan dengan peran
tersebut. Hal itu penting agar siswa merasa aman dalam melaksanakan role playing dan memulai aksi pemeranan.
4. Fase empat, menyiapkan pengamat. Pengamat terlibat aktif seperti kelompok pemeran dan menganalisis
pemeranan. Shaftel menyarankan agar guru terlibat menjadi pengamat dalam role playing dengan menetapkan
tugas untuk siswa, seperti mengevaluasi jalannya role playing, memberi komentar terhadap keefektifan dan
rangkaian sikap pemeran.
5. Fase lima, pemeranan. Guru membiarkan pemeran mengekspresikan ide mereka sesuai dengan tujuan. Apabila
tindak lanjut yaitu diskusi menunjukkan kekurangpahaman siswa terhadap alur cerita yang diperankan, guru dapat
meminta pemeranan ulang. Tujuan sederhana pemeranan adalah untuk mendirikan kejadian dan peran, yang
kemudian peran dapat diselidiki, dianalisis dan dikerjakan kembali.
6. Fase enam, diskusi dan evaluasi. Dengan mengajukan sebuah pertanyaan, siswa akan segera terpancing untuk
segera mengeluarkan pendapatnya. Spontanitas diskusi hanya terjadi karena siswa mengerti apa yang baru saja
diperankan.
7. Fase tujuh, pemeranan ulang. Apabila terdapat gagasan mengenai alternatif-alternatif pemeranan, maka
pemeranan ulang dilakukan. Dari uraian pada fase pemeranan, apabila dalam diskusi menunjukkan
kekurangpahaman siswa, maka pemeranan ulang dilakukan.
8. Fase delapan, diskusi dan evaluasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari role playing tersebut. Diskusi dan evaluasi
dilakukan untuk membahas fokus dari pemeranan ulang.
9. Fase sembilan mengenai berbagi pengalaman dan generalisasi. Guru hendaknya membentuk diskusi sehingga
siswa setelah mengalami role playing dapat menggeneralisasi situasi masalah dan konsekuensinya. Bentuk
diskusi yang mencukupi akan sampai pada kesimpulan yang tepat.

Contoh Kisah untuk main peran “Si Penggembala Tukang Bohong.


Penggembala domba mencari perhatian tiba-tiba ia berteriak-teriak “tolong tolong ada serigala, domba-dombaku
akan dimakannya”. Orang-orang segera datang untuk meberi bantuan tetapi mereka heran tidak ada domba yang dimangsa
serigala. Penggembala itu tersenyum sambil berkata “kalian mudah sekali dibohongi”. Pada waktu yang lain penggembala
itu kembali berteriak memimnta tolong, orang-orangpun kembali datang untuk memberi pertolongan. Penggembala itu
berbohong lagi dan orang-orang pergi dengan kecewa. Tanpa disangka, pada suatu sore untuk anak gembala kembali
membawa domba-dombanya pulang ke kandang. Tapi ketika dia mau menggiring dombanya, tiba-tiba segerobolan serigala
datang dan mengejar domba-dombanya untu di mangsa. Tentu saja anak gembala itu ketakutan dan lari terbirit-birit ke
perbatasan kampung. “Tolong..!! ada seigala ada serigala..!!”. teriaknya. Tapi tak ada satu orang pun yang datang
membantunya. Karena dia sering berbohong, maka kini tak ada lagi yang percaya padanya. Akhirnya, semua domba yang di
gembalanya habis di mangsa oleh kawanan serigala. Dan Penggembala menangis menyesali diri, karena sikapnya yang
suka berbohong sehingga orang lain tidak percaya lagi.
Makna dari kisah “Si Pengembala Tukang Bohong”, mengajari kita untuk bersikap Jujur dan Menjauhi Sikap
pembohong dan Mengembangkan Karakter Baik dan Rendah Hati.Melalui role playing “Si Penggembala Tukang Bohong”
Kisah “Si Penggembala Tukang Bohong” ini memiliki cerita yang sederhana yang terdiri dari beberapa kejadian serta
melibatkan beberapa pemain dan memiliki dialog yang mudah diucapkan terkhusus bagi anak usia dini. Pada awal cerita
yang menggambarkan anak nakal yang suka berbohong. Pada dialog pertama dan dialog kedua si penggembala ingin
bermain-main dengan orang-orang disekitarnya, sehingga si penggembala membuat sebuah tipuan bahwa domba-
dombanya hendak diserang oleh serigala. Dan pada dialog cerita tersebut menunjukkan bahwa perilaku si anak sangat
buruk. Merujuk kepada apa yang terdapat pada dialog pertama, maka anak-anak secara tidak langsung telah diberitahukan
bahwa perilaku tersebut sangat buruk dan perilaku tersebut belum mencerminkan seorang anak yang memiliki kecerdasan
moral.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Role Playing


a) Kelebihan dari metode role playing, diantaranya adalah:
1. Dapat berkesan dan tidak mudah dilupakan dalam ingatan siswa, karena merupakan pengalaman yang
menyenangkan.
2. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias.
3. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan.
4. Siswa dapat terjun langsung untuk memerankan sesuatu yang akan dibahas dalam proses belajar.
5. Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama
dari sekolah.

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak)


ISSN: 2598-2796 (media online)

382
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 379-383

6. Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik agar mudah dipahami orang lain.
7. Menumbuhkan sikap saling pengertian, tenggang rasa, toleransi dan cinta kasih terhadap sesama karena siswa
berperan seperti orang lain, maka siswa dapat menempatkan diri seperti watak orang lain, dapat merasakan
perasaan orang lain dan dapat mengakui pendapat orang lain.
8. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.

b) Kekurangan metode role playing, diantaranya yaitu:


1. Bermain peran memakan waktu yang banyak.
2. Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik khususnya jika mereka tidak diarahkan
atau tidak ditugasi dengan baik, sehingga siswa perlu mengenal dengan baik apa yang akan diperankannya.
3. Bermain peran tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak mendukung.
4. Jika siswa tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara sungguh-sungguh.
5. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui model ini.
6. Bermain peran tidak selamanya menuju pada arah yang diharapkan seseorang yang memainkannya, bahkan jika
mungkin akan berlawanan dengan apa yang diharapkannya.
7. Sering kelas lain merasa terganggu oleh suara para pemain dan tepuk tangan penonton atau pengamat.
8. Untuk berjalan dengan baik sebuah bermain peran, diperlukan kelompok yang sensitif, imajinatif, terbuka, saling
mengenal sehingga dapat bekerjasama dengan baik.

PENUTUP
Pendidikan karakter merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi
yang berkarakter apabila sedari kecil mereka memiliki moral dan kepribadian yang baik. Oleh sebab itu, pembentukan dan
pengembangan karakter sebaiknya dimulai sejak usia dini. Metode role playing (main peran) adalah salah satu metode dan
model pembelajaran yang dapat digunakan oleh para pendidikan untuk dapat membentuk dan mengembangkan karakter
anak, khususnya anak-anak usia dini. Role playing secara umum dapat mendorong siswa mengekspresikan perasaannya.
Terlebih lagi jika kisah yang diperankan dalam role playing memiliki makna yang mendalam namun menggunakan bahasa
yang mudah dipahami oleh anak-anak. Melalui sebuah kisah yang sarat akan pesan moral di dalamnya. Kisah yang
diperankan dalam role playing (main peran) tersebut, diharapkan anak-anak dapat belajar mengenai kejujuran dan akibat
dari sebuah kebohongan. Serta belajar cara untuk menumbuhkan pendidikan karakter yang baik dalam diri anak.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan tentang “Pendidikan Karakter Anak Usia Dini Melalui Metode Role
Playing (main peran)”. Dan diharapkan dengan adanya pendidikan karakter ini yang sudah dimulai sejak usia dini dapat
merubah anak menjadi dan memiliki karakter kepribadian yang baik, dan diharapkan kepada para penggiat pendidikan dapat
menjadikan metode role playing ini menjadi salah satu metode yang diterapkan disekolah masing-masing. Semoga apa yang
telah diberikan dapat bermanfaat dan menambah informasi bagi teman-teman mahasiswa umumnya.

REFERENSI
Tridhonanto, Al, Membangun Karakter Sejak Dini, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2012.
Mulyasa, H. E., Menajemen PAUD, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012.
Khadijah, dkk., Pola Pendidikan Anak Usia Sekolah dalam Keluarga dan Masyarakat, Medan: Perdana Publishing, 2015.
Narwanti, Sri, Pendidikan Karakter, Yogyakarta: Familia (Grup relasi inti media), 2011.
Bambang Marhiyanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Penerbit: Victory Inti Cipta.
Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia, 2011.

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak)


ISSN: 2598-2796 (media online)

383

Anda mungkin juga menyukai