Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FARMAKOTERAPI

HIPERTIROID

Disusun oleh :

1. Ester Novita Sari Ina Munde (178114095)


2. Ni Made Yudhi Feby Bawantari (178114097)
3. Atrini Rambu Tegu Edi (178114109)
4. Robert Malkianus (178114117)
5. Maria Angelina Roe (178114127)
6. Meira Dewi Puspaningrum (178114130)

FSMC 17

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hormon tiroid mempunyai peran yang sangat penting dalam berbagai proses
metabolisme dan aktivitas fisiologi pada hampir semua sistem organ tubuh manusia.
Kekurangan atau kelebihan hormon tiroid akan mengganggu berbagai proses metabolisme
dan aktivitas fisiologi serta mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan berbagai
jaringan termasuk sistem saraf dan otak.
Tiroid merupakan kelenjar endokrin murni terbesar dalam tubuh manusia yang
terletak di leher bagian depan, terdiri atas dua bagian (lobus kanan dan lobus kiri). Kelenjar
tiroid menghasilkan hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Pembentukan
hormon tiroid dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik yang melibatkan hormon Thyroid
Stimulating Hormon (TSH). ​Bila produksi hormon tiroid meningkat maka produksi TSH
menurun dan sebaliknya jika produksi hormon tiroid tidak mencukupi kebutuhan maka
produksi TSH meningkat (InfoDATIN, 2015).
Hipertiroid merupakan penyakit yang relatif jarang terjadi pada usia anak-anak,
namun kejadiannya semakin meningkat pada usia remaja dan dewasa. Pada anak-anak lebih
dari 95% disebabkan oleh penyakit Graves. Berbagai manifestasi klinik yang muncul akibat
penyakit ini dapat mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Manifestasi klinik yang dirasakan
pasien dapat berupa gangguan psikiatrik seperti rasa cemas berlebihan dan emosi yang mudah
berubah, gangguan pencernaan berupa diare, hingga gangguan kardiovaskuler berupa
takikardi dan palpitasi (Bahn et al, 2011).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana epidemiologi dari hipertiroid ?
2. Bagaimana etiologi dari hipertiroid ?
3. Bagaimana patofisiologi dari hipertiroid ?
4. Apa tanda dan gejala dari hipertiroid ?
5. Apa farmakoterapi dari hipertiroid ?
6. Bagaimana terapi non farmakoterapi dari hipertiroid ?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi dari hipertiroid ?
2. Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari hipertiroid ?
3. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari hipertiroid ?
4. Untuk mengetahui apa tanda dan gejala dari hipertiroid ?
5. Untuk mengetahui apa farmakoterapi dari hipertiroid ?
6. Untuk mengetahui bagaimana terapi non farmakoterapi dari hipertiroid ?

1.4 MANFAAT
1. Dapat mengetahui bagaimana epidemiologi dari hipertiroid ?
2. Dapat mengetahui bagaimana etiologi dari hipertiroid ?
3. Dapat mengetahui bagaimana patofisiologi dari hipertiroid ?
4. Dapat mengetahui apa tanda dan gejala dari hipertiroid ?
5. Dapat mengetahui apa farmakoterapi dari hipertiroid ?
6. Dapat mengetahui bagaimana terapi non farmakoterapi dari hipertiroid ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi terjadinya hipertiroid di berapa belahan dunia adalah 0,8% di Eropa
dan 1-3% di Amerika Serikat. Data untuk perbedaan etnis menunjukan tampaknya
sedikit lebih sering pada orang kulit putih daripada ras kulit lain. Insiden
hipertiroidisme ringan juga dilaporkan lebih tinggi di daerah kekurangan yodium
daripada yang cukup yodium (Leo, ​et.al.,​ 2016).
Penyakit Graves (GD) bertahan sebagai yang paling sering dari
hipertiroidisme menyebabkan sekitar 60-80% dari semua kasus dari tirotoksikosis di
seluruh dunia. Ini juga lebih sering ditemukan pada wanita dengan rasio wanita-pria
8: 1 dan tampaknya bermanifestasi dalam dekade ketiga dan keempat kehidupan (​The
Indonesian Society of Endocrinology Task Force on Thyroid Diseases, 2012​).

2.2 ETIOLOGI
Berdasarkan etiologinya hipertiroidisme dapat dibagi menjadi beberapa
kategori, secara umum hipertiroidisme yang paling banyak ditemukan adalah Graves’
Disease, toxic adenoma, dan multinodular goiter (krisnamurti,2013).
a. Graves Disease
Graves’ disease merupakan penyebab utama hipertiroidisme karena
sekitar 80% kasus hipertiroidisme di dunia disebabkan oleh Graves’ disease.
Penyakit ini biasanya terjadi pada usia 20 – 40 tahun, riwayat gangguan
tiroid keluarga, dan adanya penyakit autoimun lainnya misalnya diabetes
mellitus tipe 1 (Dipro,
Graves’ disease merupakan gangguan autoimun berupa peningkatan
kadar hormon tiroid yang dihasilkan kelenjar tiroid Kondisi ini disebabkan
karena adanya ​thyroid stimulating antibodies ​(TSAb) yang dapat berikatan
dan mengaktivasi reseptor TSH (TSHr). Aktivasi reseptor TSH oleh TSAb
memicu perkembangan dan peningkatan aktivitas sel-sel tiroid menyebabkan
peningkatan kadar hormon tiroid melebihi normal (Dipiro,
TSAb dihasilkan melalui proses respon imun karena adanya paparan
antigen. Namun pada Graves’ Disease sel-sel APC (​antigen presenting cell​)
menganggap sel kelenjar tiroid sebagai antigen yang dipresentasikan pada sel
T helper melalui bantuan HLA (​human leucocyte antigen)​ . Selanjutnya T
helper akan merangsang sel B untuk memproduksi antibodi berupa TSAb
(Dipro,
b. Toxic Adenoma
Pada pasien toxic adenoma ditemukan adanya nodul yang dapat
memproduksi hormon tiroid. Nodul didefinisikan sebagai masa berupa
folikel tiroid yang memiliki fungsi otonom dan fungsinya tidak terpengaruhi
oleh kerja TSH . Sekitar 2 – 9% kasus hipertiroidisme di dunia disebabkan
karena hipertiroidisme jenis ini. Menurut Gharib et al (2007), hanya 3–7%
pasien dengan nodul tiroid yang tampak dan dapat teraba, dan 20 – 76%
pasien memiliki nodul tiroid yang hanya terlihat dengan bantuan ultra sound.
Penyakit ini lebih sering muncul pada wanita, pasien berusia lanjut, defisiensi
asupan iodine, dan riwayat terpapar radiasi (Dipiro,
Sebagian besar nodul yang ditemukan pada kasus toxic adenoma
bersifat benign (bukan kanker), dan kasus kanker tiroid sangat jarang
ditemukan. Namun apabila terjadi pembesaran nodul secara progresif disertai
rasa sakit perlu dicurigai adanya pertumbuhan kanker. Dengan demikian
perlu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap kondisi pasien untuk
memberikan tatalaksana terapi yang tepat (Dipiro,
c. Toxic Multinodular Goiter
Selain Grave’s Disease dan toxic adenoma, toxic multinodular goiter
merupakan salah satu penyebab hipertiroidisme yang paling umum di dunia.
Secara patologis toxic multinodular goiter mirip dengan toxic adenoma karena
ditemukan adanya nodul yang menghasilkan hormon tiroid secara berlebihan,
namun pada toxic multinodular goiter ditemukan beberapa nodul yang dapat
dideteksi baik secara palpasi maupun ultrasonografi. Penyebab utama dari
kondisi ini adalah faktor genetik dan defisiensi iodine (Dipiro,.
2.3 PATOFISIOLOGI
Penyebab hipertiroidisme yang umum adalah penyakit Graves, gondok
multinodular toksik, adenoma toksik, dan tiroiditis tanpa rasa sakit.
Tirotoksikosis terjadi ketika jaringan terpapar pada kadar T4, T3 yang
berlebihan, atau keduanya. Tumor pituitari yang mengeluarkan TSH melepaskan
hormon aktif biologis yang tidak responsif terhadap kontrol umpan balik normal.
Tumor dapat menghasilkan prolaktin atau hormon pertumbuhan; oleh karena itu,
pasien dapat mengalami amenore, galaktorea, atau tanda-tanda akromegali.
Pada penyakit Graves, hipertiroidisme dihasilkan dari aksi antibodi
perangsang tiroid (TSAb) yang diarahkan melawan reseptor tirotropin pada
permukaan sel tiroid. Imunoglobulin ini berikatan dengan reseptor dan mengaktifkan
enzim adenilat siklase dengan cara yang sama seperti TSH. (Dipiro,2009). Proses
autoimun di mana antibodi menstimulasi reseptor TSH yang menyebabkan produksi
hormon tiroid berlebihan.
Nodul tiroid otonom (adenoma toksik) adalah massa tiroid yang fungsinya
tidak tergantung pada kontrol hipofisis. Hipertiroidisme biasanya terjadi dengan nodul
yang lebih besar (diameter> 3 cm).
Pada gondok multinodular, folikel dengan fungsi otonom hidup berdampingan
dengan folikel normal atau bahkan tidak berfungsi. Tirotoksikosis terjadi ketika
folikel otonom menghasilkan lebih banyak hormon tiroid daripada yang dibutuhkan.
Tiroiditis subakut yang menyakitkan (granulomatosa atau de Quervain) sering
berkembang setelah sindrom virus, tetapi jarang ada virus khusus yang diidentifikasi
pada parenkim tiroid.
Tiroiditis yang tidak menyakitkan (diam, limfositik, atau postpartum) adalah
penyebab umum tirotoksikosis; etiologinya tidak sepenuhnya dipahami; autoimunitas
mungkin mendasari sebagian besar kasus. Penghancuran jaringan tiroid autoimun
yang mengarah ke pelepasan hormon tiroid yang terbentuk sebelumnya
Amiodarone dapat menginduksi tirotoksikosis (2% -3% pasien) atau
hipotiroidisme. Ini mengganggu tipe I 5′-deiodinase, yang menyebabkan pengurangan
konversi T4 ke T3, dan pelepasan iodida dari obat dapat berkontribusi terhadap
kelebihan yodium. Amiodaron juga menyebabkan tiroiditis destruktif dengan
hilangnya hormon tiroglobulin dan tiroid.

2.4 TANDA DAN GEJALA


Kelebihan hormon tiroid menyebabkan proses metabolik dalam tubuh
berlangsung lebih cepat. Gejala dan tanda hipertiroid adalah sebagai berikut :

2.5 FARMAKOTERAPI
● Obat yang bisa diberikan adalah ATDs. ATD dibagi menjadi 2 yaitu PTU dan
Methimazole (MMI) dimana mekanismenya menghambat sintesis hormon
tiroid dengan cara menghambat sistem enzim peroksidase tiroid, mencegah
oksidasi iodida yang terperangkap dan selanjutnya bergabung menjadi
iodotyrosine dan akhirnya iodothyronine ("pengorganisasian"); dan dengan
menghambat kopling MIT dan DIT untuk membentuk T4 dan T3. PTU juga
menghambat konversi perifer dari T4 ke T3. Dosis awal yang biasa termasuk
PTU 300 hingga 600 mg setiap hari (biasanya dalam tiga atau empat dosis
terbagi) atau methimazole 30 hingga 60 mg setiap hari diberikan dalam tiga
dosis terbagi. Ada bukti bahwa kedua obat dapat diberikan sebagai dosis
harian tunggal.
Dosis pemeliharaan harian tipikal adalah PTU 50 hingga 300 mg dan
methimazole 5 hingga 30 mg. Lanjutkan terapi selama 12 hingga 24 bulan
untuk menghasilkan remisi jangka panjang
Penggunaan propylthiouracil (PTU) memiliki risiko lebih tinggi
menyebabkan cedera hati yang parah, sehingga penggunaan methimazole
lebih disukai kecuali selama trimester pertama kehamilan (dapat menyebabkan
cacat lahir)
● Golongan Beta blocker yaitu: Propranolol yang mengurangi konversi T4 ke
T3;merupakan beta blocker non-selektif. Dosis Rilis segera: 10 hingga 40 mg
per oral setiap delapan jam Rilis diperpanjang: 80 hingga 160 mg per oral
sekali sehari. Atenolol adalah Beta blocker selektif; lebih aman daripada
propranolol pada asma atau penyakit paru obstruktif kronis; dosis sekali sehari
meningkatkan kepatuhan (25 hingga 100 mg per oral sekali sehari)

2.6 NON FARMAKOTERAPI


● Pengangkatan kelenjar tiroid bisa dilakukan dengan operasi tetapi harus
dipertimbangkan pada pasien dengan kelenjar besar (> 80 g), oftalmopati
berat, atau kurangnya remisi pada terapi obat antitiroid.
● Mengurangi konsumsi garam

BAB III
ANALISIS KASUS

Seorang wanita 40 tahun, mengeluh sering merasa berdebar, cemas, dan banyak berkeringat.
Hasil permeriksaan fisik​ :
● Berat Badan : 40kg
● Tinggi Badan : 169 cm
● Tekanan Darah : 150/90 mmHg
● Nadi : 110x/menit
● Pemeriksaan derajat ringan pada kelenjar tiroidSub
Hasil pemeriksaan penunjang :
● Kadar TSH : 0,5 mU/dl (N : 0,4-4 mU/dl)
● Kadar T4 : 14.8 ug/dl (N : 5-12 ug/dl)
Diagnosis : Hipertiroid

3.1 ANALISIS SOAP

Subjektif : Pasien mengeluh ​sering merasa berdebar, cemas, dan banyak berkeringat.

Objektif​ ​:
Hasil permeriksaan fisik​ :
● Berat Badan : 40kg
● Tinggi Badan : 169 cm
● Tekanan Darah : 150/90 mmHg
● Nadi : 110x/menit
● Pemeriksaan derajat ringan pada kelenjar tiroid
Hasil pemeriksaan penunjang :
● Kadar TSH : 0,5 mU/dl (N : 0,4-4 mU/dl)
● Kadar T4 : 14.8 ug/dl (N : 5-12 ug/dl)

Assesment :
Pasien di diagnosa hipertiroid. Hal ini didukung oleh beberapa tanda dan gejala :
1. Pasien mengalami jantung berdebar karena hormon tiroid yang meningkat juga
dikatakan dapat menstimulasi reseptor beta adrenergik yang akan menyebabkan
peningkatan cAMP intrasel sehingga akan mempercepat depolarisasi diastolik dan
meningkatkan denyut jantung sehingga menyebabkan tekanan darah pasien meningkat
dan menyebabkan denyut nadi meningkat.
2. Hasil perhitungan BMI dari pasien adalah 14. Hal ini menunjukkan bahwa pasien
tersebut kurus, kondisi ini disebabkan adanya gangguan metabolik pada pasien
tersebut.
3. Adanya penurunan nilai TSH dan kenaikan nilai T4 dari batas normal menandakan
pasien tersebut mengalami hipertiroid
4. Penderita hipertiroid akan menyebabkan pasien tersebut mengalami hipermetabolik
dan aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan. Adanya hipermetabolik
menyebabkan pasien tersebut kurus serta adanya peningkatan sistem saraf simpatis
dapat memunculkan respon secara fisik yaitu jantung berdebar lebih cepat, keringat
dingin, dyspnea. Selain itu menimbulkan respon secara fisiologis yaitu merasa cepat
lelah, sulit tidur, mudah mengantuk.
5. Adanya kelainan pada nilai TSH menimbulkan pada pertumbuhan sel. masing -
masing sel tiroid bertambah ukurannya, vaskularisasi meningkat , dan setelah
beberapa waktu dapat timbul pembesaran pada kelenjar tiroid.

Plan :

Farmakologi :
1. Methimazole
golongan antitiroid untuk mengurangi produksi hormon tiroid pada penderita
hipertiroid. Diberikan methimazole 15 mg/hari dengan dosis terbagi 3x sehari.
2. Propylthioracil
Golongan antitiroid untuk menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer.
3. Propanolol
untuk mengurangi konversi T4 menjadi T3 dengan dosis 10-40 mg, 3-4 kali sehari.
Non Farmakologi :
1. Istirahat yang cukup
2. Mengubah gaya hidup, menghindari rokok, alkohol dan kafein
3. Melakukan operasi
4. Mengkonsumsi makanan berprotein tinggi
5. Melakukan olahraga yang teratur
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
1. Epidemiologi dari hipertiroid Prevalensi terjadinya hipertiroid di berapa belahan
dunia adalah 0,8% di Eropa dan 1-3% di Amerika Serikat. erah kekurangan yodium
daripada yang cukup yodium. ​Penyakit Graves (GD) bertahan sebagai yang paling
sering dari hipertiroidisme menyebabkan sekitar 60-80% dari semua kasus dari
tirotoksikosis di seluruh dunia.
2. Etiologi dari hipertiroid dapat dibagi menjadi beberapa kategori, secara umum
hipertiroidisme yang paling banyak ditemukan adalah Graves’ Disease, toxic
adenoma, dan multinodular goiter
3. Patofisiologi dari hipertiroid Penyebab hipertiroidisme yang umum adalah penyakit
Graves, gondok multinodular toksik, adenoma toksik, dan tiroiditis tanpa rasa sakit.
4. Tanda dan gejala dari hipertiroid ……………………………….
5. Farmakoterapi dari hipertiroid adalah ATDs. ATD dibagi menjadi 2 yaitu PTU dan
Methimazole (MMI) dimana mekanismenya menghambat sintesis hormon tiroid
dengan cara menghambat sistem enzim peroksidase tiroid, mencegah oksidasi iodida
yang terperangkap dan selanjutnya bergabung menjadi iodotyrosine dan akhirnya
iodothyronine ("pengorganisasian"); dan dengan menghambat kopling MIT dan DIT
untuk membentuk T4 dan T3. PTU juga menghambat konversi perifer dari T4 ke T3
6. Bagaimana terapi non farmakoterapi dari hipertiroid ?

4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA

InfoDATIN,2015. Bebaskan Dirimu Dari Gangguan Tiroid. Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI.
Bahn, R. S., Burch, H.B., Cooper, D. S., Garber, J. R., Greenlee, M. C., Klein, I., ... & Ross,
D. S. 2011. Hyperthyroidism and other causes of thyrotoxicosis: Management
Guidelines of The American Thyroid Association and American Association of Clinical
Endocrinologists. Thyroid, 21(6), 593-646
Leo,S.D., Lee,S.Y., and Braverman, L.E., 2016. Hyperthyroidism. HHS Public Access. 388
(10047). 906-918.
The Indonesian Society of Endocrinology Task Force on Thyroid Diseases, 2012, Indonesian
Clinical Practice Guidelines For Hyperthyroidism. ​Journal of The ASEAN Federation
of Endocrine Societies.​Vol 27 (1). 34-39.

Anda mungkin juga menyukai