Anda di halaman 1dari 102

REPUBLIK INDONESIA

CAPAIAN KINERJA
TAHUN 2013

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/


BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)
2014

i
Informasi selanjutnya, hubungi:
Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral, Bappenas
Telp/Fax : o21-31903107
Email : ekps@bappenas.go.id

ii
KATA PENGANTAR

Peran Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan


Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) sangat strategis dalam menentukan arah pembangunan
nasional dengan mengoptimalkan sumber daya dan melibatkan para pelaku pembangunan
nasional. Hal ini selaras dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82/2007 yang menyebutkan
bahwa tugas pokok Kementerian PPN/Bappenas adalah menjalankan tugas pemerintahan di
bidang perencanaan pembangunan nasional.
Kementerian PPN/Bappenas akan terus berupaya mengoptimalkan peran dalam perencanaan
pembangunan nasional sehingga mampu menjadi katalisator dalam proses pencapaian tujuan
pembangunan nasional dan memfasilitasi upaya mengatasi persoalan bangsa dan negara Republik
Indonesia.
Kementerian PPN/Bappenas juga berperan dalam aktivitas pemantauan dan evaluasi, koordinasi,
pengembangan kualitas SDM perencanaan baik di tingkat Pusat maupun Daerah, dan penugasan
lain dari Presiden RI. Lebih lanjut, peningkatan kapasitas SDM dan institusi diberbagai bidang
menjadi suatu keharusan untuk terus diupayakan terutama dalam menghadapi perkembangan isu
pembangunan nasional yang sangat dinamis.
Hingga akhir tahun 2013, Kementerian PPN/Bappenas telah melaksanakan sejumlah program dan
kegiatan perencanaan pembangunan, seperti: (1) Penyusunan dokumen perencanaan
pembangunan, (2) Pemantauan dan evaluasi pembangunan nasional, (3) Koordinasi perencanaan
pembangunan nasional, (4) Tata kelola dan manajemen internal, (5) Pengembangan kualitas
sumber daya manusia aparatur perencana pusat dan daerah, dan (6) Penugasan lainnya. Berbagai
capaian tersebut direkam dalam Laporan Capaian Kinerja Kementerian PPN/Bappenas Tahun
2013. Laporan juga merupakan sarana evaluasi diri untuk terus melakukan perbaikan dan
peningkatan kualitas kerja sejalan dengan dimensi perkembangan pembangunan nasional dan
global.

Jakarta, Mei 2014


Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Armida S. Alisjahbana

iii
iv
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................................................. iii


Daftar Isi ........................................................................................................................................ v
Daftar Tabel ................................................................................................................................... vi
Daftar Gambar............................................................................................................................... vi

Bab I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1


1.1. Profil Kementerian PPN/Bappenas...................................................................................... 1
1.2. Tugas Pokok dan Tugas-tugas Lainnya ................................................................................ 2

BAB II KINERJA 2013 ......................................................................................................... 5


2.1. Penyerapan Anggaran ......................................................................................................... 6
2.2. Produk Hukum..................................................................................... ............................... 6
2.3. Ringkasan Capaian Kinerja................................................................................................ . 8

BAB III HASIL PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN SERTA PERMASALAHAN DALAM
TAHUN ANGGARAN 2013 ..................................................................................... 11
3.1 Penyusunan Dokumen Perencanaan .................................................................................. 11
3.2 Pemantauan dan Evaluasi ................................................................................................... 18
3.3 Koordinasi Perencanaan Pembangunan ............................................................................. 33
3.4 Tata Kelola dan Manajemen Internal .................................................................................. 76
3.5 Pengembangan Kualitas SDM Aparatur Perencanaan Pusat dan Daerah ........................... 86
3.6 Penugasan Lainnya Kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas .............................................. 87

BAB III RENCANA KERJA 2014........................................................................................... 93

BAB IV PENUTUP ............................................................................................................. 95

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Produk Hukum …………………………………………………………………………………………… ....... 7


Tabel 2. Ringkasan Capaian Kinerja Kementerian PPN/Bappenas 2012 ………………………… .. 8
Tabel 3. Kinerja Penyerapan Pinjaman Luar Negeri …………………………………………………… ...... 22

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pegawai Menurut Jabatan, Desember 2012 ………………………………………………… .... 2


Gambar 2. Pegawai Menurut Pendidikan, Desember 2012 ................................................... 2
Gambar 3. Perbandingan Realisasi Anggaran Kementerian PPN/Bappenas, Tahun 2011-
2013 ...................................................................................................................... 6
Gambar 4. Transformasi Penanggulangan Kemiskinan pada RPJMN 2015-2019 dalam
MP3KI 2013-2015 …………….................................................................................... 13
Gambar 5. Strategi dan Arah Kebijakan Pelaksanaan Sistem Perlindungan Sosial …………… .. 13
Gambar 6. Isu Strategis Peningkatan Daya Saing UMKM dan Koperasi 2015-2019 …………… . 14
Gambar 7. Konsep Score-card Penilaian Kinerja Wilayah Sungai ……………... .......................... 28
Gambar 8. Aspek Kritis Dalam Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang
Ketenagakerjaan 2013-2019………………………… ...................................................... 38
Gambar 9. Sektor-sektor MEA 2015 yang Menjadi Tantangan Indonesia dalam Penyiapan
Kompetensi Tenaga Kerja ..................................................................................... 39
Gambar 10. Alur Koordinasi Perencanaan Pembangunan UMKM dan Koperasi ..................... 40
Gambar 11. Modul Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga ....................................... 41
Gambar 12. Arah dan Kebijakan RB: Framework Secara Ringkas ............................................. 77
Gambar 13. Hasil Pencapaian 9 Program Mikro dengan PMPRB ............................................. 78
Gambar 14. Pencapaian APIP ................................................................................................... 81

vi
Pembukaan Pameran Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Profil Kementerian PPN/Bappenas


Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Kementerian PPN/Bappenas) mengemban empat peran yang saling terkait, yaitu: (1) Penentu
kebijakan/pengambil keputusan; (2) Koordinator kegiatan pembangunan; (3) Think-tank; dan (4)
Administrator.
Sebagai pengambil keputusan, Kementerian PPN/Bappenas menentukan kebijakan dan program
dalam rencana pembangunan nasional baik jangka panjang (RPJPN), menengah (RPJMN) maupun
tahunan (RKP). Kementerian PPN/Bappenas juga turut menentukan kebijakan penanganan
permasalahan yang mendesak dan berskala besar, seperti penanganan pascabencana alam
nasional.
Sebagai koordinator, Kementerian PPN/Bappenas melakukan berbagai kegiatan koordinasi
pembangunan dengan para pemangku kepentingan. Koordinasi dilaksanakan untuk memenuhi
tugas perencanaan maupun tugas lainnya dari Presiden/Pemerintah. seperti: (1) Koordinasi

1
perumusan kebijakan dalam perencanaan pembangunan; dan (2) Koordinasi, fasilitasi dan
pelaksanaan pencarian sumber-sumber pembiayaan dalam dan luar negeri.
Sebagai think tank, Kementerian PPN/Bappenas melakukan kajian/telaahan/evaluasi kebijakan
pembangunan baik sebagai masukan untuk penyusunan rencana pembangunan nasional maupun
untuk perumusan kebijakan-kebijakan strategis lainnya.
Sebagai administrator, Kementerian PPN/Bappenas menyusun dan mengelola dokumen
perencanaan termasuk pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN), pinjaman dalam negeri (PDN)
laporan hasil pemantauan atas pelaksanaan rencana pembangunan, laporan hasil evaluasi, dan
pembinaan dan pelayanan administrasi umum.
Keempat peran di atas, dilaksanakan oleh SDM Kementerian PPN/Bappenas sesuai dengan
tanggungjawab kerja masing-masing. Karenanya, sebagai aset stratejik organisasi SDM harus
dikelola dengan pendekatan yang sesuai dengan strategi organisasi, yaitu manajemen SDM yang
berbasis kompetensi dan kinerja. Berdasarkan data pegawai hingga Juli 2013, jumlah total
pegawai Kementerian PPN/Bappenas adalah 846 orang, terdiri atas 786 pegawai organik, 9
pegawai perbantuan, dan 51 pegawai diperbantukan. Komposisi pegawai menurut jabatan dan
pendidikan disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Pegawai Menurut Jabatan

Gambar 2. Pegawai Menurut Pendidikan

Sumber: Biro Sumber Daya Manusia Kementerian PPN/Bappenas, Juli 2013

1.2. Tugas Pokok dan Tugas Lainnya


Tugas pokok dan fungsi Kementerian PPN/Bappenas diatur oleh Perpres No.24/2010 Pasal 647-
654, dan perubahan terakhir pada Perpres No.92/2011. Tugas pokok Kementerian PPN/Bappenas
adalah menyelenggarakan urusan di bidang perencanaan pembangunan nasional dalam
pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Tugas pokok tersebut dijabarkan ke dalam empat fungsi, yaitu: (1) Perumusan dan penetapan
kebijakan di bidang perencanaan pembangunan nasional; (2) Koordinasi dan sinkronisasi
pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan pembangunan nasional; (3) Pengelolaan barang

2
milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian PPN/Bappenas; dan (4)
Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian PPN/Bappenas.
Kementerian PPN/Bappenas juga melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh Presiden RI,
antara lain: (1) Pelaksanaan Inpres/Perpres, meliputi: (a) Koordinasi Percepatan Pencapaian
Target MDGs Dalam Rangka Pelaksanaan Inpres No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang
Berkeadilan, (b) Koordinasi Pelaksanaan RAN-PG dan RAD-PG dalam Rangka Pelaksanaan Inpres
No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, (c) Koordinasi Pelaksanaan Perpres
No.42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gerakan 1000 HPK); dan (2)
Penyusunan kajian.

3
4
Penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya, Rabu (18/12) di Gedung Sasana Kriya Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta

BAB II
KINERJA 2013

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, Kementerian PPN/Bappenas telah menetapkan
berbagai kebijakan, program dan kegiatan sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian PPN/
Bappenas periode 2010-2014 pada tanggal 2 Februari 2010. Kebijakan, program dan kegiatan
tersebut dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi, yaitu
menghasilkan rencana pembangunan nasional yang berkualitas yang dilaksanakan melalui: (1)
Penyusunan rencana, (2) Koordinasi dan perumusan kebijakan, (3) Pengkajian kebijakan
pemerintah, (4) Penyusunan program, (5) Koordinasi dan fasilitasi, dan (6) Pembinaan dibidang
perencanaan (7) Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, sumber daya manusia, keuangan,
kearsipan, hukum, perlengkapan dan rumah tangga.

5
2.1 Penyerapan Anggaran
Pada tahun 2013, Kementerian PPN/Bappenas melaksanakan empat program yang meliputi: (1)
Program Perencanaan Pembangunan Nasional; (2) Program Dukungan Manajemen dan
Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian PPN/Bappenas; (3) Program Peningkatan Sarana
dan Prasarana Aparatur Kementerian PPN/Bappenas; dan (4) Progam Peningkatan Pengawasan
dan Akuntabilitas Aparatur Kementerian PPN/Bappenas.
Hingga Akhir Desember 2013, realisasi anggaran telah mencapai 88,46 persen, lebih tinggi
dibandingkan persentase realisasi anggaran bulan yang sama pada tahun 2011 dan 2012 (Gambar
3).

Gambar 3.
Perbandingan Realisasi Anggaran Kementerian PPN/Bappenas, Tahun 2011-2013

Persen
Kumulatif
100

90 88,46

85,39
80

71,41
74,72
70

59,10 64,48
60
54,73
49,45 55,24 53,17
50
45,68 44,66
41,55 43,04
40
38,85
34,72
30,91
30
28,81

19,15 22,56
20
15,24 17,72
9,69 11,85
10 5,15 5,98 11,39
2,11 2,78 8,54
1,16 1,05 7,13
2,14 3,91
0 0,4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
2011 2012 2013

Sumber: Biro Perencanaan, Organisasi, dan Tata Laksana Kementerian PPN/Bappenas, 2014

2.2. Produk Hukum


Penyusunan berbagai produk hukum seperti pada Tabel 1 telah dikoordinasikan atau didukung
oleh Kementerian PPN/Bappenas, antara lain: (1) Sebagai koordinator/penanggungjawab maupun
(2) Ikut serta dalam penyusunan, seperti sebagai tim pokja lintas K/L.

6
Tabel 1.
Produk Hukum
No Produk Hukum Peran Kementerian Keterangan
PPN/Bappenas
1. PP No.101/2012 tentang Penerima Bantuan Anggota Tim Pokja Lintas K/L Disahkan 3 Desember 2012
Iuran Jaminan Kesehatan
2. PP No.85/2013 tentang Tata Cara Hubungan Anggota Tim Pokja Lintas K/L Disahkan 19 Desember 2013
Antar Lembaga BPJS
3. PP No.86/2013 tentang Tata Cara Pengenaan Anggota Tim Pokja Lintas K/L Disahkan 24 Desember 2013
Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja
Selain Penyelenggara Negara dan Setiap
Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, Dan
Penerima Bantuan Iuran Dalam
Penyelenggaraan Jaminan Sosial
4. PP No.87/2013 tentang Pengelolaan Aset Anggota Tim Pokja Lintas K/L Disahkan 24 Desember 2013
Jaminan Sosial Kesehatan
9. Rancangan PP tentang Lembaga Pengawasan Ikut serta dalam penyusunan Masih dalam proses pembahasan
Koperasi Simpan Pinjam
10. Rancangan PP tentang Koperasi berdasarkan Ikut serta dalam penyusunan Masih dalam proses pembahasan
Ekonomi Syariah
11. Rancangan PP tentang Tata Cara Penetapan, Ikut serta dalam penyusunan Masih dalam proses pembahasan
Pengendalian Kualitas Penduduk, Mobilitas
Penduduk, Pengembangan Kualitas Penduduk,
dan Perlindungan Penduduk Miskin
5 Perpres No.12/2013 tentang Jaminan Anggota Tim Pokja Lintas K/L Disahkan 18 Januari 2013
Kesehatan
14. Perpres No.39/2013 tentang RKP Tahun 2014 Sebagai Koordinator/ Disahkan 17 Mei 2013
Penanggung Jawab
6 Perpres No.108/2013 tentang Bentuk Dan Isi Anggota Tim Pokja Lintas K/L Disahkan 27 Desember 2013
Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial
7 Perpres No.109/2013 tentang Penahapan Anggota Tim Pokja Lintas K/L Disahkan 27 Desember 2013
Kepesertaan Program Jaminan Sosial
8. Perpres No.111/2013 tentang Perubahan Atas Anggota Tim Pokja Lintas K/L Disahkan 27 Desember 2013
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013
Tentang Jaminan Kesehatan
12. Rancangan Perpres Kerjasama Selatan- Sebagai Koordinator/ Masih dalam proses pembahasan
Selatan dan Triangular (KSST) beserta Penanggung Jawab
rancangan Rencana Induk KSST sebagai
lampirannya
13. Rancangan Perpres tentang Pengesahan Sebagai Koordinator/ Masih dalam proses pembahasan
Agreement on the Establisment of Global Penanggung Jawab
Green Growth Institute (GGGI)
15. Rancangan Inpres tentang Pelaksanaan Ikut serta dalam penyusunan Masih dalam proses pembahasan
Pembangunan Kilang Minyak APBN
16. Inpres No.1/2013 tentang Aksi Pencegahan Sebagai Koordinator/ Disahkan 25 Januari 2013
dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 Penanggung Jawab
17. Permen PPN/Kepala Bappenas No.1/2013 Sebagai Koordinator Disahkan 5 Februari 2013
tentang Tata Cara Koordinasi, Pemantauan,
Evaluasi dan Pelaporan Strategi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
18. Permen PPN/Kepala Bappenas No.2/2013 Sebagai Koordinator Disahkan 12 April 2013
tentang Pengaturan Kinerja Pegawai di
Kementerian PPN/Bappenas
19. Permen PPN/Kepala Bappenas No.3/2013 Sebagai Koordinator Disahkan 9 Juli 2013
tentang Pembentukan Lembaga Wali Amanat
Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF)
20. Permen PPN/Kepala Bappenas No.4/2013 Sebagai Koordinator Disahkan 29 November 2013
tentang Pelimpahan Urusan Pemerintahan
Kementerian PPN/Bappenas Kepada Gubernur
Sebagai Wakil Pemerintah Dalam Rangka
Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun
Anggaran 2014
21. Permen PPN/Kepala Bappenas No.5/2013 Sebagai Koordinator Disahkan 30 Desember 2013
tentang Sistem Pelaporan dan Penanganan
Pelanggaran (Whistleblowing system)
Sumber: Biro Hukum Kementerian PPN/Bappenas, 2014

7
2.3. Ringkasan Capaian Kinerja
Hingga akhir tahun 2013 berbagai macam kegiatan telah dilakukan Kementerian PPN/Bappenas
yang meliputi penyusunan dokumen perencanaan, pemantauan dan evaluasi, koordinasi
perencanaan, perbaikan tata kelola dan manajemen internal Kementerian PPN/Bappenas,
pengembangan sumber daya manusia aparatur pusat dan daerah, dan berbagai penugasan
lainnya, seperti disajikan dalam Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2.
Ringkasan Capaian Kinerja Kementerian PPN/Bappenas 2013

No Kegiatan Status/Keterangan

1 Penyusunan Dokumen 1. Penyusunan Pagu Indikatif dan RKP 2014, yang disahkan melalui Perpres No. 39/2013
Perencanaan tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014;
2. Penyusunan Background Study RPJMN 2010-2014 yang akan menjadi masukan bagi
penyusunan rancangan teknokratis, sebelum dikembangkan menjadi konsep awal RPJMN;
3. Penyusunan dokumen perencanaan pinjaman luar negeri (DRPPLN 2013), pinjaman dalam
negeri (DKPDN 2010-2014 dan DKPPDN 2013), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
berbasis proyek (DPP SBSN 2013), dan penerimaan hibah (DRKH 2013).
2 Pemantauan dan 1. Evaluasi RPJMN 2010-2014;
Evaluasi 2. Evaluasi Akhir Tahun (EAT) Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012;
3. Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah untuk 33 Provinsi;
4. Reviu Program Pembangunan Nasional (RP2N);
5. Pengembangan Aplikasi e-Monev;
6. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Kegiatan yang Dibiayai Pinjaman Luar
Negeri;
7. Evaluasi Tematik;
3 Koordinasi Perencanaan 1. Koordinasi Perencanaan Pembangunan Sosial Budaya, meliputi aspek pendidikan,
Pembangunan kesehatan, kependudukan, pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, agama,
kebudayaan, pemuda dan olahraga;
2. Koordinasi Perencanaan Pembangunan Ekonomi, meliputi: Focal Point Steering Committee
on ECOTECH (SCE) - Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), Pengembangan Sistem
Logistik Nasional, Kerjasama Ekonomi Internasional, Perencanaan Program Penanggulangan
Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat, Pelaksanaan Kegiatan Management
Information System PNPM Mandiri, Penyusunan Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial
Bidang Ketenagakerjaan, Penyiapan Kompetensi Tenaga Kerja Dalam Rangka Penerapan
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, Perkuatan Peran Koperasi dan UMKM Tahun 2013,
Pelaksanaan Transformasi Kepesertaan Program Keluarga Harapan, Tindak Lanjut
Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pelaksanaan Percepatan dan Perluasan
Program Perlindungan Sosial (P4S);
3. Koordinasi Perencanaan Pembangunan Sarana Prasarana, meliputi: Program Pembangunan
Bidang Prasarana Sumber Daya Air, Percepatan Pemanfaatan Sumber Daya Air untuk
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Penyusunan Road Map Pengelolaan Sumber Daya Air
Terpadu di Wilayah Sungai Citarum, Penyusunan Perencanaan Nasional Pengelolaan Lahan
Rawa Berkelanjutan, Koordinasi Nasional Pelaksanaan Asean Connectivity, Pelaksanaan
MP3EI 2011-2025, Pelaksanaan Inpres No.4/2013 tentang Program Dekade Aksi
Keselamatan Jalan, Perencanaan Pembangunan Transportasi melalui Dana Alokasi Khusus,
Pembangunan Bidang Energi dan Ketenagalistrikan, Penyusunan Indonesia Broadband Plan
(IBP), Percepatan Penyediaan Infrastruktur, Pengembangan Strategi Nasional Penanganan
Kawasan Kumuh, Pengembangan Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM), Program
Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP), Pengembangan Mekanisme Hibah
Air Minum dan Sanitasi, Pengembangan National Water and Sanitation Information System
(NAWASIS), Koordinasi-Konsultasi Pengembangan RPJMN 2015-2019 Perumahan dan
Permukiman;
4. Koordinasi Perencanaan Pembangunan Politik, meliputi: Pemanfaatan Indeks Demokrasi
Indonesia (IDI) bagi Perencanaan Pembangunan Politik, Penyusunan Good Governance
Index (GGI);
5. Koordinasi Perencanaan Pembangunan Pertahanan Keamanan, meliputi: Perencanaan
Alutsista Minimum Essential Force (MEF) TNI, Perencanaan Pemenuhan Alutsista TNI dan
Almatsus Polri Produksi Dalam Negeri;
6. Koordinasi Perencanaan Pembangunan Hukum Aparatur, meliputi: Implementasi Strategi
Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) Jangka Panjang Tahun
2012-2015 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 (Perpres No.55/2012);

8
No Kegiatan Status/Keterangan

7. Koordinasi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Tata Ruang, meliputi: Temu Konsultasi
Triwulanan Kementerian PPN/Bappenas-Bappeda Seluruh Indonesia, Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Provinsi (Musrenbangprov), Pramusrenbangnas, Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas), Pascamusrenbangnas, Penyusunan
Usulan Kegiatan dan Pendanaan Pemerintah Daerah (UKPPD), Penguatan Kelembagaan
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Penanggulangan Bencana, Percepatan
Pembangunan Papua dan Papua Barat, Pelaksanaan Masterplan Pengurangan Risiko
Bencana Tsunami, Kebijakan, Perencanaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Alokasi Khusus,
Efektivitas Program dan Kegiatan K/L serta Penguatan Peran Gubernur Sebagai Wakil
Pemerintah Pusat, Pembangunan Perkotaan Nasional, Pembangunan Transmigrasi,
Pengembangan Ekonomi Lokal Dan Daerah, Penyusunan UU No.6/2014 tentang Desa,
Reformasi Agraria Nasional, Penataan Ruang Nasional;
8. Koordinasi Perencanaan Pembangunan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, meliputi:
Koordinasi Strategis dan Prakarsa Strategis Pembangunan Bidang Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup, Koordinasi Isu-Isu Strategis Pengelolaan Sumber Daya Hutan
Berkelanjutan, Penyusunan Perencanaan Kebijakan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana
Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan, Identifikasi Isu Strategis Pengelolaan Lingkungan
Hidup di Indonesia, Pelaksanaan Kegiatan Hibah Bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan
Iklim, Optimalisasi Pelaksanaan dan Pengembangan untuk Indonesia Climate Change Trust
Fund (ICCTF), Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan RAN-GRK, RAD-GRK, dan
RAN – API, Optimalisasi Perencanaan dan Implementasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang
Lingkungan Hidup TA 2013, Peningkatan Produksi dan Kapasitas Kilang Minyak Bumi,
Pengembangan Gas Bumi Dalam Negeri, Pengembangan dan Percepatan Investasi Panas
Bumi;
9. Koordinasi Pengembangan Kerjasama Pembangunan, meliputi: Koordinasi G-20 untuk
Working Group on Development, Pengembangan Kerjasama Selatan-Selatan dan
Triangular, Global Partnership for Effective Development Cooperation (GPEDC),kerjasama
pemerintah dengan Global Green Growth Institute (GGGI), keterlibatan dalam Inter-
governmental Committee of Experts on Sustainable Development Financing (ICE-SDF), serta
Kerjasama Pembangunan Bilateral dan Multilateral;
10. Koordinasi Lainnya, meliputi: Perencanaan Pendanaan Pembangunan.
4 Tata Kelola dan 1. Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Kementerian PPN/Bappenas;
Manajemen Internal 2. Pencapaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Kementerian
PPN/Bappenas 2011;
3. Pencapaian Akuntabilitas Kinerja Pemerintah, dengan mendapat predikat penilaian B atas
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2012;
4. Penguatan Pengawasan Internal;
5. Penataan Manajemen Aset Kementerian PPN/Bappenas yang mendapat penghargaan Juara
Kedua kategori Utilisasi Barang Milik Negara untuk kelompok K/L;
6. Perencanaan dan Pengadaan Dukungan Sarana dan Prasarana Kantor Kementerian
PPN/Bappenas;
7. Pengembangan Sistem Layanan Data dan Informasi Perencanaan Pembangunan.
5 Pengembangan Kualitas Dilaksanakan melalui Pendidikan dan Pelatihan Gelar dan Non Gelar S2 dan S3 di Dalam dan Luar
SDM Aparatur Negeri.
Perencanaan Pusat dan
Daerah
6 Penugasan Lainnya 1. Pelaksanaan Inpres/Perpres, meliputi: Koordinasi Percepatan Pencapaian Target MDGs
kepada Menteri dalam Rangka Pelaksanaan Inpres No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang
PPN/Kepala Berkeadilan, Koordinasi Pelaksanaan RAN-PG dan RAD PG dalam Rangka Pelaksanaan
Kementerian Inpres No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, Koordinasi
PPN/Bappenas Pelaksanaan Perpres No.42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
(Gerakan 1000 HPK);
2. Penyusunan Kajian, meliputi: Kajian Pengembangan Sistem Ekonomi Nasional, Kajian
Pengembangan Model Ekonomi Makro, Analisis Komponen Strategis Daya Saing UMKM,
Pemantapan Manajemen Aparatur Sipil Negara dengan Berlakunya Undang-Undang ASN,
Kajian Analisis Supply Demand Kayu Untuk Industri Kehutanan Berbasis Kayu, Kajian
Pengembangan Model dalam Mendukung Perencanaan Energi, Kajian Kebijakan dan
Strategi Pengelolaan Kenekaragaman Hayati, dan Kajian Pembangunan Transportasi dan
Perubahan Iklim dalam Mendukung Konektivitas dan Pembangunan Berkelanjutan.

9
10
Pembukaan Pra Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2013

BAB III
HASIL PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN SERTA
PERMASALAHAN DALAM TAHUN ANGGARAN 2013

Pelaksanaan program dan kegiatan Kementerian PPN/Bappenas tahun anggaran 2013 meliputi 6
(enam) pencapaian, yaitu dalam hal: (1) Penyusunan dokumen perencanaan, (2) Pemantauan dan
evaluasi, (3) Koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, (4) Tata kelola dan
manajemen internal, (5) Pengembangan kualitas SDM aparatur perencanaan pusat dan daerah,
dan (6) Penugasan lainnya kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas.

3.1. Penyusunan Dokumen Perencanaan


Pada pelaksanaan penyusunan dokumen perencanaan tahun anggaran 2012, Kementerian
PPN/Bappenas telah menghasilkan RKP dan Pagu Indikatif 2014, Background Study Penyusunan
RPJMN 2015-2019, dan dokumen perencanaan pinjaman luar negeri, pinjaman dalam negeri,
SBSN, penerimaan hibah.

11
RKP dan Pagu Indikatif 2014
RKP 2014 sangat Kementerian PPN/Bappenas menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
strategis untuk mencapai 2014 dengan mengusung tema Memantapkan Perekonomian Nasional
sasaran pembangunan bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan. RKP 2014
RPJMN dengan merupakan RKP terakhir dari RPJMN 2010-2014 dan merupakan
menerapkan kebijakan
dokumen perencanaan yang bersifat sangat strategis untuk mencapai
efisiensi belanja pada
penyusunan pagu
sasaran-sasaran pembangunan RPJMN dan pelaksanaan direktif
indikatifnya. presiden. Oleh karenanya, RKP 2014 selain mempunyai 11 prioritas
pembangunan nasional dan 3 prioritas pembangunan bidang lainnya,
juga meliputi 3 isu strategis, yaitu pemantapan perekonomian nasional,
peningkatan kesejahteraan rakyat, dan pemeliharaan stabilitas sosial dan
politik yang di dalamnya juga memuat indikasi pendanaannya.
Pagu indikatif 2014 menerapkan kebijakan efisiensi belanja, refocusing
program dan kegiatan serta memprioritaskan pendanaan pada isu
strategis. Perencanaan tahunan ini juga telah mengalami
penyempurnaan dengan melakukan sinergi isu strategis nasional dengan
isu strategis daerah. Naskah RKP 2014 telah ditetapkan melalui Perpres
No.39/2013.
Permasalahan yang dihadapi pada saat penyusunan RKP dan Pagu
Indikatif 2014 adalah pelaksanaan agenda penyusunan pagu indikatif
dilakukan dengan waktu yang ketat. Tindak lanjut yang diperlukan adalah
melakukan koordinasi yang lebih baik dalam rangka penyusunan pagu
indikatif, baik dengan Kementerian Keuangan, maupun dengan mitra
kerja terkait penyiapan substansi awal.
Background Study RPJMN 2015-2019
Sesuai amanat UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, Kementerian PPN/Bappenas menyusun RPJMN
dengan berpedoman pada UU No.17/2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan Visi Misi
Presiden/Wakil Presiden terpilih. Sebagai langkah awal dalam rangka
persiapan penyusunan RPJMN 2015-2019, Kementerian PPN/Bappenas
menyusun background study yang akan menjadi masukan bagi
penyusunan rancangan teknokratis, sebelum dikembangkan menjadi
konsep awal RPJMN. Berikut adalah hasil background study di sejumlah
bidang pembangunan:
Background Study Background Study Penanggulangan Kemiskinan menghasilkan beberapa
Bidang Penanggulangan rekomendasi dalam penentuan strategi, kebijakan, dan program dalam
Kemiskinan mengulas penyusunan RPJMN 2015-2019, meliputi: (1) Isu dan strategi percepatan
pokok pikiran, konsep, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan berdasarkan permasalahan
dan indikasi Program
saat ini, tantangan ke depan, dan evaluasi program penanggulangan
Penanggulangan
Kemiskinan tahun 2015-
kemiskinan; (2) Analisis dan proyeksi kemiskinan secara nasional dalam
2019. penentuan target dan sasaran kemiskinan lima tahun ke depan; (3)
Perlunya metode pengukuran kemiskinan baru untuk menjawab
targeting program dengan pendekatan deprivas; dan (4) Indikasi dan
tahapan transformasi program penanggulangan kemiskinan dalam
pelaksanaan sistem perlindungan sosial yang komprehensif, peningkatan
pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan, serta pengembangan
penghidupan berkelanjutan bagi penduduk miskin dan rentan.

12
Gambar 4. Transformasi Penanggulangan Kemiskinan
pada RPJMN 2015-2019 dalam MP3KI 2013-2015

Sumber: Kedeputian Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian PPN/Bappenas

Background Study Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan Background Study Bidang
Bidang Perlindungan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial yaitu rekomendasi bagi
dan Kesejahteraan penyusunan RPJMN 2015-2019 yang mencakup: (1) Identifikasi
Sosial mengembangkan permasalahan serta isu-isu strategis dalam bidang perlindungan dan
sistem perlindungan
kesejahteraan sosial; (2) Sasaran dan arah kebijakan pelaksanaan bidang
sosial yang komprehensif
meliputi kerangka
(3) Skenario pelaksanaan bantuan sosial reguler dan temporer sesuai
regulasi, penguatan dengan arah kerangka dokumen MP3KI; serta (4) Penguatan kerangka
lembaga jaminan sosial, kelembagaan, regulasi dan pendanaan untuk mendukung pengembangan
penataan bantuan sosial, sistem perlindungan sosial yang komprehensif.
dan sistem pelayanan
sosial yang integratif. Gambar 5. Strategi dan Arah Kebijakan Pelaksanaan Sistem
Perlindungan Sosial

Sumber: Kedeputian Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian PPN/ Bappenas


13
Background Study Background Study Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
Bidang Pemberdayaan menghasilkan berbagai rekomendasi untuk menjadi masukan bagi
Koperasi dan UMKM penyiapan RPJMN 2015-2019 yang mencakup: (1) Identifikasi masalah,
difokuskan pada tantangan serta isu-isu strategis dalam pemberdayaan UMKM dan
identifikasi kebijakan koperasi, (2) Skenario pengembangan UMKM dan koperasi; (3) Sasaran
dan program yang dan arah kebijakan pengembangan UMKM dan koperasi; (4) Pilihan-
dibutuhkan sesuai taraf
pilihan rencana tindak pengembangan UMKM dan koperasi; serta (5)
perkembangan dan
amanat perundangan. Kaidah pelaksanaan yang terdiri dari kerangka kelembagaan, regulasi dan
pendanaan.
Gambar 6. Isu Strategis Peningkatan Daya Saing UMKM dan Koperasi
2015-2019

Sumber: Kedeputian Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian PPN/ Bappenas

Background Study Pembahasan Background Study Bidang Perdesaan dan Perkotaan terdiri
Bidang Perdesaan dan atas isu Perkotaan, Perdesaan, serta Pengembangan Ekonomi Lokal dan
Perkotaan Daerah (PELD). Isu strategis perkotaan, antara lain: (1) Optimalisasi peran
menemukenali isu kota sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi regional dan nasional; (2)
strategis di perkotaan
Peningkatan daya saing kota dalam lingkup regional wilayah; dan (3)
dan perdesaan.
Mengatasi ketimpangan pembangunan antar wilayah. Isu strategis untuk
perdesaan, antara lain: (1) Mengatasi keterisolasian daerah perdesaan;
(2) Mengatasi kemiskinan dan ketidaktahanan atau kerentanan ekonomi
masyarakat desa; dan (3) Pemenuhan ketersediaan pelayanan umum dan
pelayanan dasar minimum di perdesaan. Sementara, isu strategis
keterkaitan kota-desa diantaranya: (1) Peningkatan Kreatifitas dan
Inovasi dan Kualitas SDM; (2) Peningkatan Kualitas, Jumlah dan Lama
Fasilitasi; (3) Optimalisasi koordinasi, sinergi dan kerjasama antara K/L,
antar berbagai aras pemerintah dan antara pemerintah dan dunia usaha.

Background Study Background Study Bidang Pembangunan Aparatur Negara telah


Bidang Pembangunan merumuskan isu strategis dalam rangka mewujudkan visi birokrasi yang
Aparatur Negara modern, efektif dan melayani, yaitu perbaikan pelayanan publik yang
merumuskan isu berkualitas. Oleh karena itu, dalam RPJMN 2015-2019 strategi
strategis untuk
pembangunan aparatur negara masih perlu mempertimbangkan struktur,
perbaikan pelayanan
publik.
proses, dan sikap aparatur, agar terjadi perbaikan sehingga terwujud : (1)

14
Birokrasi yang Bersih dan Akuntabel; (2) Birokrasi yang kapabel dan
profesional; (3) Kebijakan yang berkualitas; dan (4) Birokrasi yang efektif,
efisien, dan ekonomis.

Background Study Background Study Bidang Hukum dan HAM telah mengidentifikasi tiga isu
Bidang Hukum dan HAM strategis yang akan menjadi prioritas pembangunan, yaitu: (1) Penegakan
mengidentifikasi isu hukum yang berkualitas, yang dilaksanakan melalui sistem peradilan
penegakan hukum yang pidana terpadu, sistem peradilan pidana anak yang berlandaskan
berkualitas, pencegahan
keadilan restoratif, sistem peradilan perdata yang mudah dan cepat serta
dan pemberantasan
korupsi, serta
palaksanaan pendidikan aparat penegak hukum yang terintegrasi; (2)
penghormatan dan Pencegahan dan pemberantasan korupsi, yang dilaksanakan melalui
perlindungan HAM. harmonisasi peraturan perundang-undangan di bidang pemberantasan
korupsi, efektivitas pelaksanaan kebijakan anti korupsi, dan pencegahan
tindak pidana korupsi; dan (3) Penghormatan dan perlindungan HAM,
yang dilaksanakan melalui harmonisasi peraturan HAM, penegakan HAM,
pelaksanaan bantuan hukum untuk masyarakat miskin yang
membutuhkan, penanganan kekerasan terhadap perempuan, dan
pendidikan HAM yang berkualitas.

Background Study Background Study Bidang Pertahanan dan Keamanan merekomendasikan


Bidang Pertahanan dan 8 (delapan) isu strategis yang perlu dipertimbangkan untuk masuk dalam
Keamanan perencanaan RPJMN 2015-2019, yakni: (1) Pemenuhan alutsista TNI dan
merekomendasikan isu almatsus Polri yang didukung industri pertahanan; (2) Peningkatan
pemenuhan alutsista
kesejahteraan dalam rangka pemeliharaan profesionalisme prajurit TNI
sebagai salah satu isu
strategis pembangunan.
dan Personil Polri; (3) Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap
Polri; (4) Penguatan intelijen; (5) Penguatan keamanan laut dan daerah
perbatasan; (6) Penguatan pencegahan dan penanggulangan narkoba;
dan (7) Penjagaan stabilitas sosial dan politik dari ancaman terorisme.

Background Study Background Study Bidang Politik Dalam Negeri, Komunikasi dan
Bidang Politik. Informasi, dan Politik Luar Negeri. Hasil kajian pembangunan Politik
merekomendasikan Dalam Negeri menitik beratkan pada pemantapan pelembagaan nilai
kebijakan pembangan demokrasi yang mengutamakan prinsip toleransi, non diskriminasi dan
2015-2019 di bidang kemitraan dengan rekomendasi yakni: (1) Peningkatan peran
Politik Dalam Negeri, kelembagaan demokrasi dan mendorong kemitraan antara pemerintah,
Komunikasi dan swasta, dan masyarakat sipil; (2) Peningkatan pemenuhan hak dan
Informasi, dan Politik kewajiban politik rakyat; (3) Penguatan iklim kondusif berkembangnya
Luar Negeri demokrasi yang beradab dan meningkatkan rasa persatuan dan
kesatuan; (4) Penguatan lembaga kepresidenan dan meningkatkan
kualitas hubungan antar lembaga negara; (Diperlukannya iklim kondusif
penanganan teroris dan meningkatkan kesadaran masyarakat ancaman
terorisme.
Pembangunan di bidang komunikasi dan informasi menunjukkan masih
terdapat hambatan dan permasalahan terkait dengan pemenuhan
informasi publik. Strategi upaya meningkatkan akses masyarakat
terhadap informasi publik dilakukan antara lain: (1) Intervensi
kebijakan/regulasi; (2) Penguatan Lembaga Quasi Pemerintah Bidang
Komunikasi dan Informasi; (3) Penguatan dan Mainstreaming Open
Government dalam pelaksanaan pembangunan; (4) Penguatan Lembaga
Penyiaran Publik TVRI dan RRI, media komunitas dan media tradisional;
(5) Pemanfaatan media baru/sosial; (6) Pembentukan lembaga rating
(pemerintah) penyiaran nasional. Disamping itu pengembangan kapasitas
15
SDM Bidang Komunikasi dan Informasi, termasuk literasi media untuk
tersedianya SDM berkualitas dan media/pers yang kuat dan bertanggung
jawab.
Pembangunan Politik Luar Negeri mendiskripsikan aspek-aspek penting,
antara lain: tantangan global dan regional, kepentingan nasional,
diplomasi efektif, kemitraan strategis, global governance, dan kontribusi
Indonesia serta kepemimpinan Indonesia dalam kerjasama internasional.
Rekomendasi pembangunan bidang politik luar negeri, yakni: (1)
Memantapkan ASEAN Community perlu ditingkatkan kesiapan publik
domestik, peran Indonesia perlu terus diperkuat untuk menjamin
stabilitas keamanan kawasan; (2) Perlunya keberpihakan dan
pelayanan/perlindungan dengan mengutamakan kepedulian,
pelaksanaan perjanjian bilateral dalam perlindungan WNI/BHI di luar
negeri; (3) Diplomasi eknomi diperkuat melalui diplomasi perluasan pasar
non tradisional, peran di APEC, G-20, Regional Comprehensive Economic
Partnership (RCEP), dan peran pembentukan norma/rezim internasional
yang mengatur energy and food security sebagai public good; (4)
Diplomasi Indonesia perlu diperkuat untuk mewujudkan perdamaian
dunia; (5) Penguatan Kerjasama Selatan-selatan melalui intervensi
kebijakan serta penguatan kapasitas lembaga, pengembangan dan
pemantapan Eminent Persons Group; Promosi KSST di tingkat nasional
dan internasional; (6) Pemajuan demokrasi perlu pula diprioritaskan
melalui konsistensi memajukan demokrasi dan HAM di Regional dan
Internasional termasuk di dalam negeri, dialog HAM, interfaith, dan
koordinasi pemangku kepentingan.

Background Study Background Study Bidang Pangan dan Pertanian memfokuskan pada: (1)
Bidang Pangan dan Identifikasi isu-isu penting/masalah pembangunan pertanian; (2) Analisis
Pertanian menghasilkan profil komoditas pangan utama; (3) Analisis hasil Sensus Pertanian 2013;
berbagai pemikiran dan (4) Asuransi pertanian; serta (5) Analisis Nilai Tukar Petani (NTP). Selain
rekomendasi yang itu dirumuskan juga isu-isu penting pembangunan pertanian ke depan,
berkaitan dengan meliputi: kebijakan perberasan, lahan pertanian pangan berkelanjutan,
pembangunan pertanian
targeted subsidy, peran pemerintah dalam menghadapu fluktuasi harga,
khususnya dalam lima
tahun ke depan. dan modernisasi pertanian (petani yang demand responsive). Hal lain
terkait daya saing dan nilai tambah komoditas pertanian adalah
menyangkut hilirisasi, khususnya untuk kelapa sawit serta komoditas
perkebunan lainnya yang potensial, seperti kakao, karet, dan kopi; serta
pengembangan komoditas berkelanjutan (sustainable commodity) untuk
komoditas berorientasi ekspor.
Untuk menunjang kajian background RPJMN ini telah dilakukan Kajian
Identifikasi Ketahanan Pangan dan Preferensi Konsumsi terhadap Bahan
Pangan Pokok, yang meliputi bahan pangan beras, jagung, kedelai, daging
sapi, gula, minyak goreng, bawang merah, dan cabai. Kajian dilakukan
melalui survei langsung di 14 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara
Barat, Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Sumatera Utara, Kalimentan
Tengah, dan Jambi.

16
Background Study Hasil Background Study Bidang Kehutanan adalah: (1) Pengelolaan
Bidang Kehutanan kawasan hutan dan perkembangan teknologi yang semakin efisien dan
menunjukkan efektif dari negara-negara penghasil kayu menuntut peningkatan daya
pengelolaan kawasan saing; (2) Dalam kaitannya dengan sosial, ditandai dengan jumlah desa di
hutan yang semakin sekitar kawasan hutan yang cenderung meningkat, tetapi akses
efisien. masyarakat desa-desa tersebut terhadap sumber daya hutan masih
sangat terbatas. Terbatasnya akses masyarakat meningkatkan peluang
terjadinya perambahan hutan, konflik dan alih fungsi illegal antara
masyarakat dengan pengelola kawasan hutan jika tidak dihadapi dengan
strategi yang bijaksana; dan (3) Dalam kaitannya dengan lingkungan,
penurunan kualitas tanah di wilayah hutan yang mungkin terjadi karena
ladang berpindah, perambahan, penebangan tanpa rehabilitasi yang
memadai dan erosi. Selain itu, terkait dengan air terjadi peningkatan
tekanan terhadap daerah tangkapan air (catchment area) karena
berbagai alasan misalnya perambahan, pengusahaan pertanian dan
pemukiman di wilayah tangkapan air.

Background Study Background study Bidang Lingkungan Hidup untuk RPJMN 2015-2019
Bidang Lingkungan menggali isu strategis dan kebijakan utama terkait dengan pengelolaan
Hidup menekankan lingkungan hidup yang perlu dilakukan lima tahun mendatang. Selain itu
perlunya ukuran kualitas dilakukan pula deep analysis terhadap upaya pencapaian pembangunan
lingkungan hidup dalam
berkelanjutan, serta upaya mengantisipasi isu perubahan iklim
pelaksanaan
pembangunan.
mendatang. Salah satu capaian utama dari background study ini adalah
perlunya ukuran yang jelas untuk menggambarkan kualitas lingkungan
hidup sebagai bagian dari pilar pembangunan berkelanjutan.

Background Study Background study Bidang Kelautan dan Perikanan merupakan sintesis
Bidang Kelautan dan dari kajian pencapaian pembangunan pada tahap pembangunan
Perikanan mengkaji sebelumnya dan proyeksi serta tantangan lima tahun ke depan sebagai
secara komprehensif salah satu referensi arahan penyusunan RPJMN 2015-2019. Substansi
kondisi saat ini,
yang telah disusun mencakup: (1) Perkembangan pembangunan sektor
tantangan, pencapaian,
serta rencana
kelautan dan perikanan; (2) Isu strategis yang menjadi dasar bagi arahan
pembangunan ke depan. strategi pembangunan kelautan dan perikanan; (3) Proyeksi dan
tantangan pembangunan kelautan dan perikanan; dan (4) Arahan strategi
pembangunan kelautan dan perikanan sebagai salah satu referensi
penyusunan naskah teknokratik RPJMN 2015-2019.

Background Study Background Study Bidang Sumber Daya Energi, Mineral, dan
Bidang Sumber Daya Pertambangan meliputi strategi dan arah kebijakan berikut dengan
Energi, Mineral, dan identifikasi isu strategis daerah. Isu strategis pada tiap daerah antara lain:
Pertambangan (1) Isu strategis wilayah Sumatera: (a) Rendahnya penyediaan energi
mengidentifikasi isu
listrik, (b) Minimnya ketersediaan infrastruktur energi, (c) Belum
strategis di wilayah
Sumatera, Jawa,
optimalnya ketersediaan penggunaan energi baru terbarukan; (2) Isu
Kalimantan, dan Bali, strategis wilayah Jawa: (a) Penataan sistem peraturan perundang-
NTB, NTT, Maluku, undangan terkait penetapan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) serta
Maluku Utara, Papua Ijin Usaha Pertambangan (IUP), (b) Optimalisasi potensi dan penyediaan
Barat. energi listrik dalam rangka memenuhi kebutuhan pasokan energi listrik
masyarakat dan pelaku usaha, (c) Optimalisasi penyediaan dan
pemenuhan air bersih terutama kebutuhan air bersih daerah sulit air dan
kawasan industri; (3) Isu strategis wilayah Kalimantan: (a) Optimalisasi
penyediaan energi listrik melalui pembangunan sarana dan infrastruktur
pembangkit listrik terbaru, (b) Optimalisasi pengelolaan potensi air tanah
17
untuk mengatasi kelangkaan air bersih, (c) Optimalisasi pengembangan
potensi energi baru alternatif dan terbarukan guna mendukung dan
meningkatkan ketersediaan pasokan energi; (4) Isu strategis wilayah Bali,
NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat: (a) Optimalisasi
penyediaan energi listrik, (b) Optimalisasi penggunaan energi alternatif
dan terbarukan, (c) Optimalisasi infrastruktur pendukung energi, mineral,
dan pertambangan.

Dokumen Perencanaan Pinjaman Luar Negeri, Pinjaman Dalam Negeri, SBSN, Penerimaan Hibah

Pemanfaatan pinjaman Sesuai dengan arahan Presiden, pemanfaatan pinjaman luar negeri
luar negeri difokuskan difokuskan untuk sektor infrastruktur dan energi. Untuk itu Kementerian
untuk sektor PPN/Bappenas menyusun DRPPLN (Green Book) 2013 yang sekaligus
infrastruktur dan energi. merupakan implementasi dari PP No.10/2011 tentang Pengadaan
Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. Sementara untuk hibah,
Kementerian PPN/Bappenas menyusun dokumen penerimaan hibah luar
negeri tahunan (DRKH) untuk tahun 2013.
Untuk pinjaman dalam negeri, Kementerian PPN/Bappenas menyusun
dokumen perencanaan pinjaman dalam negeri, berupa penyempurnaan
dokumen perencanaan jangka menengah (DKPDN 2010-2014) dan
penyusunan dokumen perencanaan tahunan (DKPPDN 2013) beserta
revisinya, sesuai amanat PP No.54/2008.
Berkaitan dengan pembiayaan proyek melalui penerbitan Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN) sesuai amanat PP No.56/2011, Kementerian
PPN/Bappenas menyusun dokumen perencanaan kegiatan yang dibiayai
melalui penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang berbasis
proyek berupa Daftar Prioritas Proyek (DPP) SBSN 2013.

3.2. Pemantauan dan Evaluasi


Hingga akhir tahun 2013 telah terlaksana berbagai pemantauan dan evaluasi terhadap capaian
RPJMN 2010-2014 dan RKP 2014, kinerja pembangunan daerah (33 provinsi), reviu program
pembangunan nasional, pengembangan aplikasi E-Monev, kinerja pelaksanaan kegiatan yang
dibiayai pinjaman luar negeri dan evaluasi tematik sektoral.

Evaluasi RPJMN 2010 – 2014

Evaluasi Paruh Waktu Kementerian PPN/Bappenas telah melakukan evaluasi terhadap


RPJMN 2010-2014 pelaksanaan RPJMN 2010-2014. Pada awal tahun 2013 telah disusun
dilakukan dalam rangka Buku Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2010-2014 yang merupakan evaluasi
memberikan masukan terhadap pelaksanaan 3 tahun RPJMN 2010-2014. Buku tersebut memuat
bagi penyusunan RKP
capaian pelaksanaan 14 Prioritas Nasional beserta isu strategis yang
2015.
dihadapi saat pelaksanaannya. Buku tersebut juga menjabarkan capaian
visi, misi, dan agenda pembangunan yang tertuang dalam RPJMN 2010-
2014. Kegiatan tersebut melibatkan seluruh unit kerja sektoral di
Kementerian PPN/Bappenas serta seluruh K/L melalui berbagai rangkaian
pertemuan diskusi dan workshop.

18
Evaluasi RPJMN 2010- Selanjutnya, Kementerian PPN/Bappenas juga melaksanakan evaluasi
2014 dilakukan untuk RPJMN 2010-2014 pada akhir tahun 2013. Hasil evaluasi tersebut
memberikan masukan dituangkan ke dalam Buku Evaluasi RPJMN 2010-2014 yang digunakan
bagi penyusunan RPJMN sebagai masukan bagi penyusunan RPJMN 2010-2014. Substansi evaluasi
2015-2019.
RPJMN 2010-2014 serta proses pelaksanaannya pada dasarnya sama
dengan substansi dan proses pelaksanaan evaluasi paruh waktu RPJMN
2010-2014.
Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Terdapat data yang kurang
lengkap atau kurang update; dan (2) Adanya indikator kinerja yang dinilai
K/L sudah tidak tepat untuk menilai capaian suatu prioritas nasional.
Tindak lanjut yang diperlukan meliputi: (1) Mendorong pelaksana
program untuk menginventaris data secara lebih teratur dan lengkap; (2)
Melakukan perencanaan penyusunan secara lebih awal dengan
koordinasi yang lebih matang; dan (3) Melibatkan K/L dalam menentukan
indikator kinerja penting yang dipilih untuk mengukur pencapaian visi,
misi, agenda pembangunanan, dan prioritas nasional.

Evaluasi Akhir Tahun (EAT) RKP Tahun 2012

EAT RKP 2012 Evaluasi Akhir Tahun RKP Tahun 2012 dilaksanakan oleh Kementerian
menunjukkan kinerja 20 PPN/Bappenas pada 20 kementerian, dengan penitikberatan pada 2
kementerian yang cukup (dua) fokus reviu, yaitu reviu terhadap: (1) capaian indikator program RKP
baik, dilihat dari 2012, dan (2) capaian pelaksanaan pembangunan tahun 2012
ketercapaian indikator
berdasarkan laporan triwulan IV PP 39/2006. Hasil pencapaian program
program maupun dari
perkembangan realisasi
dari 20 kementerian secara umum telah menunjukkan hasil yang cukup
fisik dan anggarannya. baik. Dari 211 program RKP 2012 dengan total 1220 indikator, rata-rata
sebanyak 60,35 persen indikator berhasil mencapai target yang
ditetapkan, dan 27,52 persen indikator tidak mencapai target yang
ditetapkan. Sementara itu, hasil pelaksanaan pembangunan tahun 2012
berdasarkan Laporan Triwulan IV PP 39/2006 juga menunjukkan
perkembangan capaian dari 20 kementerian yang cukup baik (rata-rata
realisasi fisik=92,90 persen dan rata-rata realisasi anggaran=89,27
persen).
Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Tidak seluruh program
dalam RKP 2012 memiliki sasaran program dan indikator; dan (2)
Permasalahan terkait penyediaan data laporan PP No. 39/2006 dari K/L,
diantaranya: (a) Seluruh program dalam laporan triwulan IV PP 39/2006
tidak memiliki indikator sehingga capaian outcome sulit diukur; (b) Data
dari sejumlah program/kegiatan dipertanyakan validitasnya (misalnya
angka capaian fisik atau penyerapan anggaran yang sangat rendah); (c)
Cukup banyak K/L yang belum menyampaikan laporan triwulan IV PP No.
39/2006 kepada Kementerian PPN/Bappenas. Tindak lanjut yang
dilakukan meliputi: (1) Kementerian dapat menyepakati sasaran program
dan indikatornya, bisa berdasarkan Renstra K/L atau dokumen
perencanaan lainnya, terutama untuk program yang tidak tersedia
informasinya dalam RKP 2012; (2) Menggunakan kertas kerja EAT RKP
2012 untuk memfasilitasi permasalahan tidak lengkapnya data Laporan
Triwulan IV PP No. 39/2006, sekaligus memvalidasi data; dan (3)
Penyusunan sistem evaluasi dan pelaporan yang terpadu dan
komprehensif untuk menjembatani kebutuhan semua pihak dalam
pelaksanaan pembangunan.
19
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) di 33 Provinsi

Fokus kegiatan EKPD Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) di 33 Provinsi merupakan
2013 pada: (1) evaluasi kegiatan yang dilaksanakan Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama
capaian RPJMN 2010- dengan 33 Perguruan Tinggi Negeri di 33 Provinsi untuk mengevaluasi
2014; (2) isu strategis; pencapaian RPJMN di daerah. Fokus dari kegiatan EKPD tahun 2013
(3) proyeksi indikator
adalah: (1) Evaluasi pencapaian prioritas nasional dalam RPJMN 2010-
kinerja RPJMN 2015-
2019.
2014 yang dilakukan dengan empat pendekatan yaitu perbandingan
dengan target dalam dokumen perencanaan daerah, perbandingan antar
waktu, perbandingan dengan capaian nasional, dan perbandingan
dengan rata-rata regional; (2) Identifikasi isu strategis dan rekomendasi
kebijakan; dan (3) Proyeksi target capaian provinsi untuk RPJMN periode
berikutnya. Sasaran kegiatan EKPD adalah tersusunnya hasil evaluasi
pelaksanaan RPJMN 2010-2014 di daerah, isu strategis, dan proyeksi
indikator kinerja RPJMN berikutnya. Hasil dari kegiatan ini diharapkan
dapat menjadi masukan bagi penyusunan RPJMN 2015-2019.
Dalam pelaksanaan kegiatan ini ditemui beberapa kendala terkait
substansi dan administrasi yaitu indikator yang dievaluasi terlalu banyak
sehingga sulit untuk memperoleh data yang lengkap dan analisis yang
tajam, tingkat analisis dan rekomendasi yang beragam pengertian,
pelaksanaan seminar akhir yang terlalu singkat, dan keterlambatan
perguruan tinggi dalam mengumpulkan laporan. Oleh karena itu dalam
evaluasi yang akan datang, perlu dilakukan upaya perbaikan seperti
merumuskan indikator yang lebih singkat namun penting dan bermanfaat
bagi banyak pemangku kepentingan, melakukan monitoring berkala
terhadap perkembangan hasil evaluasi yang dilakukan pergurunan tinggi,
serta pergantian tim evaluasi yang kurang berkinerja maksimal.
Reviu Program Pembangunan Nasional (RP2N)
Aplikasi Logic Model Reviu Program Pembangunan Nasional (RP2N) dilaksanakan untuk: (1)
atau Model Logika Mengevaluasi kualitas rancangan program pembangunan nasional
merupakan keharusan (Program Plan); (2) Mengevaluasi pelaksanaan program pembangunan
yang tidak dapat nasional (Program Implementation); (3) Mengevaluasi capaian dan
ditawar lagi dalam
kinerja program pembangunan nasional (Program Performance); dan (4)
penyusunan RPJMN
2015-2019.
Menyusun rekomendasi untuk perbaikan pelaksanaan dan kinerja
program pembangunan nasional pada tahun yang akan datang
(Recommendations).
Pelaksanaan RP2N melibatkan 15 direktorat sektor Kementerian
PPN/Bappenas yang diminta melakukan self evaluation atas program
yang telah dirancang dan dilaksanakan sepanjang periode RPJMN 2010-
2014. Pelibatan ini diharapkan juga dapat memberikan pembelajaran
mengenai proses perancangan kebijakan atau program yang baik. Hasil
analisis terhadap 14 program pembangunan nasional menunjukkan
bahwa kualitas rancangan sebagian besar program (71,43 persen)
memiliki kualitas rancangan yang cukup baik. Namun ke depan, kualitas
rancangan program masih perlu lebih ditingkatkan. Dalam rangka
peningkatan kualitas penyusunan program ini, maka penggunaan
kerangka berpikir model logika dalam perencanaan pembangunan dan
perumusan indikator, merupakan prasyarat penting guna menjamin
terwujudnya perencanaan yang berkualitas.

20
Pengembangan Aplikasi e-Monev

Pembangunan Aplikasi Pengembangan Aplikasi e-Monev dilakukan sebagai salah satu upaya
e-Monev meningkatkan untuk meningkatkan kualitas hasil pemantauan dan evaluasi. Pada tahun
jumlah pelaporan 2012, Aplikasi e-Monev telah disosialisasikan kepada seluruh K/L
pelaksanaan rencana sekaligus meresmikan penggunaannya untuk tahun 2013. Penggunaan
pembangunan (PP
Aplikasi e-Monev memberikan banyak manfaat bagi seluruh pemangku
39/2006) oleh K/L.
kepentingan kegiatan pemantauan dan evaluasi. Selain prosesnya yang
real time, dengan menggunakan Aplikasi e-Monev, pelaporan menjadi
lebih efektif dan efisien sehingga mampu meningkatkan jumlah K/L yang
melapor. Jumlah K/L yang melapor meningkat dari 30 persen pada tahun
2010 menjadi lebih dari 80 persen pada tahun 2013. Di damping itu,
terjadi kenaikan angka jumlah K/L yang melapor tepat waktu.
Aplikasi e-Monev Daerah Penyempurnaan dan pengembangan Aplikasi e-Monev terus dilakukan,
telah dikembangkan salah satunya adalah dengan membuat Aplikasi e-Monev Daerah pada
pada tahun 2013 dan Awal 2013. Aplikasi e-Monev Daerah ditujukan untuk para pelaku
akan mulai aktif
pelaporan pelaksanaan rencana pembangunan dana dekonsentrasi dan
digunakan pada tahun
2014. tugas pembantuan. Proses pelatihan dan sosialisasi juga telah
dilaksanakan di beberapa daerah dengan mengundang seluruh Bappeda
Provinsi dan beberapa Bappeda Kabupaten/Kota dan Kantor Dinas di
Daerah. Diharapkan Aplikasi e-Monev Daerah dapat mulai aktif
digunakan pada Tahun Anggaran 2014.
Meskipun dianggap telah mampu memberikan banyak feedback dan
manfaat bagi K/L dan daerah, namun masih terdapat beberapa
permasalahan dalam pengembangan Aplikasi e-Monev. Permasalahan
yang kerap dialami adalah adanya ketidaksesuaian data yang ada pada
Aplikasi e-Monev dengan data yang ada pada dokumen perencanaan
yang dipegang oleh K/L dan daerah dan belum tersosialisasinya Aplikasi
e-Monev kepada seluruh K/L dan daerah. Sebagai upaya
mengembangkan dan menyempurnakan Aplikasi e-Monev, akan dibuat
menu updating data yang dapat diakses oleh pengguna untuk dapat
menyesuaikan data pada Aplikasi e-Monev, dan akan diadakan rapat
koordinasi dengan mengundang seluruh K/L atau pelatihan di daerah
agar sekaligus menjadi tempat untuk mensosialisasikan Aplikasi e-Monev.

Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Kegiatan yang Dibiayai Pinjaman Luar Negeri

Perkuatan fungsi RPJMN 2010–2014 memberikan arahan kebijakan untuk meningkatkan


pemantauan dan efektifitas pemanfaatan sumber pembiayaan luar negeri, baik berupa
evaluasi kegiatan- hibah maupun pinjaman luar negeri. Untuk memenuhi amanat tersebut,
kegiatan PHLN dilakukan pada tahun 2013 Kementerian PPN/Bappenas memperkuat fungsi
dengan menerapkan in-
pemantauan dan evaluasi kegiatan-kegiatan PHLN dengan menerapkan
depth monitoring dan
mengembangkan lessons
in-depth monitoring dan mengembangkan lessons learnt dari kegiatan-
learnt dari kegiatan- kegiatan PHLN.
kegiatan PHLN. Memenuhi amanat PP No.10/2011, secara triwulanan Kementerian
PPN/Bappenas melakukan pemantauan terhadap kinerja pelaksanaan
pinjaman luar negeri. Pada Triwulan IV TA 2013, total pinjaman luar
negeri yang dipantau sebesar ekuivalen USD 19,62 miliar, meliputi 157
proyek (terdiri dari 172 loan agreement/LA), dan dilaksanakan oleh 24
K/L/BUMN sebagai instansi penanggung jawab (Executing Agency).
21
Penyerapan kumulatif pinjaman luar negeri hingga Triwulan IV TA 2013
mencapai USD8,39 miliar atau 42,81 persen dari total dana pinjaman.
Realisasi penarikan dana pada tahun anggaran berjalan periode Januari-
Desember 2013 mencapai USD2,35 miliar atau 67,04 persen dari target
penarikan TA 2013 sebesar USD3,50 miliar.
Permasalahan yang dihadapi antara lain dalam proses pengadaan barang
dan jasa, pengadaan lahan terutama terkait kontribusi Pemda (kurangnya
koordinasi/sinkronisasi antara K/L dengan Pemda, Pemda tidak
mengalokasikan anggaran pada APBD), dan perijinan dari Kementerian
Kehutanan terkait belum adanya prosedur standar untuk ijin penggunaan
kawasan hutan. Selain itu, proses revisi DIPA untuk penyerapan pinjaman
yang berjalan cukup lama juga memperlambat pelaksanaan penyerapan.

Tabel 3. Kinerja Penyerapan Pinjaman Luar Negeri


Penarikan Pinjaman
Jumlah Jumlah TA 2013
Pinjaman Kumulatif belum
LA Pinjaman
Jumlah % ditarik Target Realisasi %
Pinjaman 143 14,81 6,75 45,55 8,07 2,79 2,02 72,27
Proyek
Teruspinjam- 27 4,33 1,54 35,71 2,78 0,56 0,24 42,14
kan (Subsidiary
Loan)
Terushibahkan 2 0,48 0,10 21,96 0,37 0,15 0,09 63,01
(on-granting)
TOTAL 172 19,62 8,39 42,81 11,22 3,50 2,35 67,04
Sumber: Kedeputian Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas

Pemantauan dan Evaluasi Tematik

Pro-Poor Planning Budgeting Monitoring (P3BM)

Pada tahun 2013-2014, Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan beberapa lembaga
program P3BM internasional yaitu ADB, UNDP, dan PSF Bank Dunia telah
memfokuskan diri pada mengembangkan instrumen Pro-Poor Planning and Budgeting
perluasan jangkauan Monitoring (P3BM). Tujuan umum program P3BM adalah untuk
pelaksanaan program
memperbaiki pendekatan pengentasan kemiskinan melalui pemanfaatan
dan menginstitusionali-
sasikan program ke
alat P3BM ke dalam proses perencanaan, penganggaran, pemantauan,
dalam perencanaan koordinasi, serta pengumpulan data. Dalam pelaksanaan program P3BM,
reguler pemerintah Kementerian PPN/Bappenas dibantu oleh Sekretariat P3BM Nasional,
daerah. sedangkan dalam pelaksana administrasi dan pengelola Hibah program
P3BM, Kementerian PPN/Bappenas dibantu oleh Kemitraan/Partnership.
Capaian pelaksanaan P3BM selama tahun 2013 adalah: (1) TOT (Training
of Trainer) Nasional P3BM ke III untuk mencetak tenaga master trainer di
tingkat nasional dengan jumlah peserta 35 orang yang terdiri dari staf
Bappenas, staf K/L, sejumlah perguruan tinggi dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM); (2) TOT Cluster/Region 2 di Ambon dengan jumlah
peserta 38 orang terdiri dari perwakilan Bappeda, SKPD, perguruan tinggi
dan LSM dari Provinsi Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, Papua dan
Papua Barat; (3) Training P3BM Provinsi Info dan Peluncuran Database
MDGs dan Program Pembangunan di 9 provinsi target (Banten, Jawa
Barat, DIY, Jawa Timur, Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, Papua dan
Papua Barat) dengan total jumlah peserta 177 orang; (4) Training P3BM
Kabupaten dan Peluncuran Database MDGs dan Program Pembangunan
di 9 kabupaten target (Lebak, Bandung Barat, Gunung Kidul, Gresik,
Maluku Tengah, Halmahera Tengah, Gorontalo, Kota Manokwari,
22
Jayapura) dengan total peserta 309 orang; (5) Fasilitasi Sosialisasi,
Training P3BM serta Peluncuran Database MDGs dan Program
Pembangunan di lokasi bukan target dengan sebagian besar dana
bersumber dari APBD di 3 provinsi (DKI Jakarta, NTT, Kepulauan Riau)
dan di 11 kabupaten/kota (kota Balikpapan, kab. Indramayu, kab.
Pohuwato, kab. Tegal, kab. Belitung Timur, kab. Bangka Selatan, kab.
Situbondo, kab. Lombok Tengah, kab. Indra Giri Hulu, kota Jayapura, kab.
Berau, kab. Samosir dan kab. Tanjung Jabung Barat) dengan total jumlah
peserta 449 orang; (6) Pembentukan P3BM Klinik Provinsi dan
Perekrutan P3BM Koordinator Provinsi untuk ditempatkan di 9 provinsi
target yang telah menerima paket P3BM; (7) Serangkaian kegiatan dalam
rangka merumuskan konsep Community Base Monitoring (CBM) dengan
melibatkan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti IRE,
FITRA, SMERU, Kapal Perempuan, Inisiatif dan SDM; (8) Fasilitasi Training
P3BM Wilayah Bakorwil I dan II di Surabaya, Jawa Timur; (9) Pelatihan
Indikator MDGs bagi seluruh Koordinator Wilayah P3BM; (10)
Penyelesaian Penyusunan Web P3BM Nasional dan sementara dalam
proses untuk online; (11) Pengembangan modul monitoring P3BM yang
memasuki tahap penyusunan formula untuk menghitung output realisasi
anggaran dan realisasi fisik program/kegiatan per termin P3BM dan
persiapan ujicoba di 3 kabupaten.
Permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan P3BM adalah: (1) Instrumen
P3BM sangat baik dalam mendukung perbaikan perencanaan dan
penganggaran, namun karena belum adanya regulasi dari pusat turut
mempengaruhi pemanfaatan P3BM di daerah, terutama untuk tingkat
provinsi; (2) Dukungan tenaga trainer P3BM dari instansi pemerintah
kadang tidak selalu siap karena adanya tugas dinas yang berbenturan
waktu; (3) Adanya jeda waktu pelaksanaan TOT dengan pelaksanaan
P3BM yang menyebabkan penguasaan alat P3BM oleh trainer di wilayah
tersebut tidak maksimal; (4) Adanya pengunduran diri staf monitoring
dan tenaga konsultan baseline study sehingga pelaksanaan kegiatan
terhambat. Sebagai tindak lanjut terhadap keseluruhan kegiatan P3BM
ke depan adalah: (1) Pembentukan Tim dan Klinik P3BM; (2)
Pembentukan Forum Koordinasi Data; (3) Lokakarya data dan updating
database MDGs; (4) Koordinasi dan pendampingan musrenbang; (5) Uji
coba sistem monitoring program/kegiatan bagi SKPD; (6) Training dan
uji coba sistem community base monitoring (CBM).

Pemantauan Implementasi Instrumen Pro-Poor Planning and Budgeting (P3BM)

Pemerintah pusat masih Kementerian PPN/Bappenas melakukan kegiatan Pemantauan


diperlukan dalam upaya Implementasi Instrumen P3BM untuk mengidentifikasi data/bukti terkait
peningkatan kapasitas kegiatan daerah dalam memperbaiki proses perencanaan dan
pemerintah daerah penganggaran dengan memanfaatkan alat P3BM dan merancang strategi
dalam proses
pemantauan sehubungan dengan pemanfaatan pelaksanaan P3BM.
perencanaan dan
penganggaran.
Pemantauan dilakukan di 6 (enam) lokasi yaitu Kabupaten Wakatobi,
Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten
Lombok Tengah, Kabupaten Serang, Kabupaten Kubu Raya.
Dari hasil pemantauan ditemukan bahwa pemanfaatan instrumen P3BM
belum optimal karena: (1) Belum adanya anggaran untuk mengumpulkan
dan mengolah data pada setiap unit kerja; (2) Mutasi staf yang sangat
23
cepat sehingga instrumen tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal; (3)
pemerintah daerah belum sepenuhnya memahami definisi indikator
pencapaian MDGs. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan adalah: (1)
Perlu pelatihan yang mendalam dengan sistem berjenjang (dasar dan
lanjutan), mencakup hingga ke tingkat kecamatan atau bahkan desa dan
dilanjutkan dengan workshop regional ataupun nasional sehingga
penyegaran materi untuk staf dan regenerasi/pengkaderan dapat terjadi
di pemerintah daerah; (2) Dibutuhkan komitmen antara Pemda (yang
sudah menerima pelatihan dan akan menerima pelatihan) dengan
Kementerian PPN/Bappenas; (3) P3BM harus dapat diintegrasikan
dengan program lain yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan
seperti Program Penanggulangan Kemiskinan oleh TNP2K dan PNPM.

Pemantauan Kegiatan Prioritas Nasional pada Program Pemberdayaan Koperasi dan UMKM

Pemantauan difokuskan Pemantauan Program Pemberdayaan Koperasi dan UMKM pada tahun
pada klarifikasi, 2013 dilakukan untuk melihat kesesuaian rencana pembangunan dengan
akselerasi dan tindakan pelaksanaannya berdasarkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan
korektif pada dalam RKP 2013. Kegiatan pemberdayaan koperasi dan UMKM yang
pelaksanaan kegiatan
dipantau di antaranya: (1) Kegiatan prioritas nasional dan inisiatif baru
prioritas nasional dan
inisiatif baru.
yang mencakup pembangunan Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT)
KUMKM, penyaluran start-up capital bagi wirausaha pemula, revitalisasi
pasar tradisional yang dikelola koperasi, revitalisasi kelembagaan
koperasi, peningkatan produktivitas dan mutu produk KUMKM, serta
revitalisasi dan pengembangan lembaga pendidikan dan pelatihan
Koperasi dan UMKM; dan (2) Kegiatan kerja sama internasional yaitu
RED-GIZ khususnya untuk lokasi rintisan di Provinsi Nusa Tenggara Barat,
pengembangan usaha mikro kecil melalui bantuan USAID – ICBDA, serta
kegiatan survei keragaman bisnis model KSP yang didanai oleh World
Bank.
Permasalahan yang ditemui selama pemantauan antara lain: (1)
Kurangnya pemahaman pelaksana kegiatan terhadap penjabaran
program; (2) Pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan waktu yang
telah direncanakan yang disebabkan oleh keterlambatan pencairan
anggaran, pergantian pejabat pembina, perbaikan konsep dan lain
sebagainya; (3) Kriteria sasaran yang kurang akurat; dan (4) Terbatasnya
keragaman dan pengelolaan data dan informasi.

Pemantauan Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan dan Restorasi Hutan di DAS
Prioritas

Perencanaan kegiatan Hasil dari Pemantauan Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Rehabilitasi Hutan dan (RHL) dan Restorasi Hutan di DAS Prioritas diantaranya: (1) Dokumen
Lahan kabupaten/kota rencana pengelolaan DAS terpadu pada DAS prioritas dapat terealisir
belum sepenuhnya sesuai target; (2) Baseline data pengelolaan DAS di BPDAS dapat terealisir
mengacu pada dokumen
sesuai target; (3) Terfasilitasinya pembentukan forum DAS
rencana.
(4)Tersusunnya data kinerja DAS prioritas; dan (5) Kebun Bibit Rakyat dan
Persemaian permanen sudah terealisasi namun tidak mencapai target
Permasalahan yang dihadapi adalah: (1) Perencanaan kegiatan RHL
kabupaten/kota belum sepenuhnya mengacu pada dokumen rencana
sesuai dengan hirarki perencanaan; (2) Anggaran rutin yang bersumber
24
dari dana PNBP yang umumnya baru dapat dicairkan pada pertengahan
tahun anggaran; (3) Luas wilayah kerja dengan infrastruktur dan
aksesibilitas wilayah yang rendah menjadi kendala dalam koordinasi
pelaksanaan kegiatan. Tindak lanjut yang diperlukan antara lain: (1)
Perlunya melengkapi data dan informasi kondisi sosial dan biofisik DAS;
(2) Peningkatan dukungan sarana dan prasarana penunjang, khususnya
untuk melengkapi data dalam rangka pendeteksian bencana; (3) Perlu
peningkatan pengawasan terhadap pengelolaan hutan dengan
melakukan tindakan tegas dari aparat

Pemantauan Pengelolaan Stok Beras Nasional

Pengelolaan stok beras Sasaran dari pelaksanaan Pemantauan Pengelolaan Stok Beras Nasional
nasional mendukung adalah: (1) Tercapainya ketersediaan pangan tingkat nasional, regional,
stabilisasi harga dan dan rumah tangga yang cukup, aman dan terjangkau; (2) Meningkatnya
penyediaan pangan keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat yang bermutu
nasional.
dan beragam; (3) Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam
mendapatkan pangan yang terjangkau secara mudah; dan (4)
Meningkatnya kemampuan pemerintah dan masyarakat menjaga
stabilitas pasokan dan harga pangan, serta dalam mengatasi masalah
pangan.
Permasalahan yang dihadapi adalah: (1) Penuaan tenaga kerja di
pertanian karena generasi muda lebih banyak yang tertarik kepada
industri non pertanian karena produktifitas yang lebih tinggi daripada
industri pertanian; dan (2) Risiko penggunaan resources yang dihadapi
oleh industri beras mendatang lebih besar karena sifat dan jenis pasar
beras yang berbeda dengan komoditas pangan yang lain. Tindak lanjut
yang perlu dilakukan adalah: (1) Pengadaan cadangan pangan nasional
perlu semakin mendapat perhatian; (2) Pemerintah perlu mengadakan 2
juta ton Stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP), dengan memperhatikan
kebijakan harga beras dan kebijakan disposal beras.

Pemantauan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT)

Proses pembebasan Pemantauan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan dilaksanakan


lahan masih menjadi melalui kunjungan kerja ke sejumlah daerah dengan hasil: (1) Pemerintah
kendala dalam telah meresmikan PLTS berkapasitas 1 MW di Kecamatan Kubu,
pengembangan EBT. Kabupaten Karangasem, Bali; (2) Pemerintah telah membangun PLTS
berkapasitas 1 MW (on-gird) Dusun Bangklet, Desa Kayubihi, Kecamatan
Bangli, Provinsi Bali; (3) Potensi energi terbesar di Provinsi Sulawesi
Selatan, Barat dan Tenggara adalah tenaga mikrohidro (PLTM); (4) Jenis
EBT yang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Gowa meliputi
PLTMH, energi biomasa berbahan baku tongkol jagung melalui swadaya
masyarakat dan PLTS dalam skala kecil; dan (5) Pemerintah Kabupaten
Maros, Sulawesi Selatan telah mengembangkan energi terbarukan
berupa PLTMH di 3 (tiga) kecamatan dengan kapasitas pembangkit
berkisar antara 1 x 17 kW sampai 1 x 20 kW, dan PLTS bersifat Solar
Home System (SHS) di seluruh Maros sebanyak 115 unit berkapasitas 50
WP dan 24 Unit berkapasitas 700 WP.
Kendala yang dihadapi dalam pengembangan energi baru terbarukan
antara lain: (1) Terbatasnya ketersediaan SDM di daerah yang memahami
25
masalah EBT serta mampu mengoperasikan dan memelihara
infrastruktur teknologi pembangkit listrik; (2) Proses pembebasan lahan
yang memakan waktu lama serta potensi sengketa dengan masyarakat
dan lahan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan; (3) Kurang
memadainya data potensi energi terbarukan di dinas pertambangan dan
energi yang ada di daerah; (4) Minimnya pengalokasian dana untuk
pengembangan dan pengelolaan EBT oleh pemerintah daerah; serta (5)
Ketertarikan investor dalam pengembangan EBT masih minim. Tindak
lanjut yang diperlukan adalah: (1) Perlunya program pendidikan dan
pelatihan bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan
pemahaman masyarakat terkait energi terbarukan; (2) Perlu adanya
pemutakhiran data dan informasi terkait potensi energi terbarukan di
masing-masing daerah; (3) Pemerintah pusat dihimbau untuk turut serta
dalam sistem pertanahan di daerah; dan (4) Perlu adanya sistem regulasi
khusus perpajakan bagi perusahaan yang mengembangkan EBT agar
secara ekonomi layak diusahakan.

Pemantauan Kinerja Pemerintah dalam Pembangunan Lingkungan Hidup

MEWS dan CEWS meru- Berdasarkan hasil Pemantauan Kinerja Pemerintah dalam Pembangunan
pakan target Prioritas Lingkungan Hidup Tahun 2013, capaian indikator input dari kegiatan
Nasional RPJMN 2010- MEWS dan CEWS yang masuk dalam RKP 2013 sebagian besar dapat
2014 dan RKP 2013 yang tercapai dengan baik yaitu: (1) Informasi peringatan dini cuaca dan iklim
perlu terus dipantau.
telah terdiseminasi dengan baik kepada pihak terkait, dan telah
disampaikan melalui media sms dan surat elektronik, serta situs resmi
BMKG. Sementara untuk informasi yang bersifat rutin melalui buletin,
faksimili, surat elektronik, dan website; (2) Pada beberapa lokasi
pemantauan ditemui kasus, instansi penerima informasi peringatan dini
lambat dalam meneruskan informasi tersebut kepada masyarakat, dan
kurang cepat dalam melakukan tindakan antisipatif untuk mengurangi
resiko masyarakat dari adanya bencana; (3) Rasio pegawai perempuan di
stasiun BMKG yang dikunjungi cukup tinggi, sekitar 30 persen.
Adapun kendala yang sering dirasakan di lapangan, antara lain: (1)
Keterbatasan SDM; (2) Penambahan peralatan/infrastruktur sesuai
kebutuhan klas stasiun; (3) Pergantian peralatan yang rusak. Tindak
lanjut yang perlu dilakukan adalah: (1) Menyusun dengan baik
perencanaan kebutuhan pegawai; (2) Terkait dengan
peralatan/infrastruktur, perubahan klas stasiun perlu direncanakan
dengan baik berikut rencana pendanaannya; (3) Terkait dengan
pergantian peralatan yang rusak, BMKG perlu melakukan inventarisasi
peralatan yang terpasang, antara lain dari segi spesifikasi, umur,
frekuensi kalibrasi/perawatan.

Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Wilayah Sungai Citarum

Fokus pemantauan dan Pemantauan dan evaluasi yang dilakukan Kementerian PPN/Bappenas
evaluasi adalah pada dalam pengelolaan sumber daya air terpadu WS Citarum tahun 2013
partisipasi masyarakat, difokuskan pada partisipasi masyarakat, pengelolaan sampah, dan
pengelolaan sampah, pemetaan penguasaan lahan, dengan hasil sebagai berikut: (1) Terkait
dan pemetaan
partisipasi masyarakat: (a) Terdapat sejumlah LSM/Komunitas dan
penguasaan lahan.
perusahaan (BUMN/swasta) yang mempunyai kegiatan di WS Citarum
dengan kegiatan yang beragam, dengan mayoritas kegiatan konservasi,
26
sanitasi/air bersih, dan penanganan bencana; (b) Terjadi perubahan tren
sumber dana dari dana asing menjadi bersumber dari dana dalam negeri
(pemerintah dan dunia usaha); dan (c) Penanganan yang dilakukan oleh
LSM/Komunitas menggunakan pendekatan yang lebih partisipatif,
sedangkan yang dilakukan oleh dunia usaha masih bersifat artificial; (2)
Terkait pemetaan penguasaan lahan: (a) Konflik lahan dan potensi konflik
pemanfaatan lahan di Desa Tarumajaya, Cihawuk, Cibeureum dan
Cikembang terjadi antara masyarakat dengan Perum Perhutani, dan
antara masyarakat dengan PTPN VIII (khusus Desa Tarumajaya dan
Cikembang); dan (b) Pemicu masalah yaitu adanya pengalihan status
penguasaan lahan oleh Perum Perhutani ke pihak lain dan terjadinya
keterlambatan perpanjangan HGU oleh PTPN VIII; dan (3) Terkait
pengelolaan sampah: (a) Meskipun sampah masih menjadi masalah besar
dalam pengelolaan Citarum, tetapi beberapa pihak memandangnya
sebagai sumber pendapatan; (b) Dari 6 organisasi pengelola sampah yang
disurvei di Kota Bandung, presentase penyisihan sampah terolah
terhadap estimasi timbulan sebesar 14,8 persen; (c) Perlunya batas
kejelasan wilayah/anggota dan manajemen pengelolaan sampah terpadu
yang didukung fasilitas persampahan yang memadai; (d) Masih
kurangnya fasilitasi Pemerintah Kab/Kota untuk berbagi keberhasilan
pengelolaan sampah antarkelompok masyarakat.

Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi


Partisipatif

Kementerian Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi yang telah dilakukan, terjadi
PPN/Bappenas peningkatan alih fungsi lahan sawah sehingga dapat menghambat target
melakukan pemantauan surplus beras 10 juta ton. Terkait hal tersebut, pada tahun 2013
dan evaluasi terkait Kementerian PPN/Bappenas melaksanakan berbagai studi evaluasi antara
pengelolaan sistem
lain: (1) Conflict Resolution Penggunaan Lahan Pertanian Pangan
irigasi partisipatif,
sebagai dukungan untuk
Berkelanjutan dan Tambak Garam di Kabupaten Nagekeo, Provinsi NTT;
pencapaian upaya (2) Faktor Pendorong Perubahan Peruntukan Sawah menjadi Non Sawah
pemenuhan Prioritas pada Pengembangan Jaringan Irigasi di Kabupaten Musi Rawas, Provinsi
Nasional di Bidang Sumatera Selatan; dan (3) Transformasi Kultural Petani Lokal pada
Ketahanan Pangan. Pengembangan Daerah Irigasi di Sumatera dan Kalimantan. Selain itu
dilakukan juga berbagai studi evaluasi terkait pengelolaan sistem irigasi
yaitu: (1) Pengembangan Sistem Kelembagaan Irigasi dan Dukungan
Peningkatan Kapasitas Petani di Daerah Irigasi Saddang, Provinsi Sulawesi
Selatan; dan (2) Manajemen Distribusi Air Irigasi High Level Diversion
(HLD) Jangkok-Babak di Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah,
Provinsi NTB.

Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Permukiman dan Perumahan

Isu manajemen aset Pada tahun 2013, fokus dari kegiatan Pemantauan dan Evaluasi
menjadi isu penting Pelaksanaan Pembangunan Permukiman dan Perumahan adalah dalam
pelaksanaan rangka mendukung program penanggulangan kemiskinan kluster IV dan
pembangunan evaluasi pencapaian MDGs, yang dilaksanakan di Medan, Surabaya,
perumahan dan
Makassar dan Palembang. Hasil pemantauan evaluasi menunjukkan
permukiman di daerah.
bahwa isu mengenai manajemen aset menjadi salah satu kendala bagi
pemda untuk dapat memelihara sarana yang terbangun dalam
pembangunan rusunawa, air minum dan sanitasi yang berbasis
27
masyarakat. Selain itu, keberlanjutan sarana juga perlu didukung oleh
keberlanjutan lembaga pengelolanya. Selama ini kelembagaan pengelola
air minum dan sanitasi di tingkat masyarakat belum dapat mengakses
sumber pendanaan dan pembinaan teknis untuk kebutuhan operasional,
pemeliharaan dan pengembangan layanan air minum di masyarakat.
Sebagai tindak lanjut perlu dilakukan kajian keberlanjutan sarana dan
kelembagaan pada kegiatan penyediaan air minum dan sanitasi berbasis
masyarakat.

Pengembangan Instrumen Score-card untuk Penilaian Kinerja Pengelolaan Wilayah Sungai

Aspek yang digunakan Kementerian PPN/Bappenas melalui Sekretariat Pengarah Nasional


dalam penilaian adalah Program Pembangunan Bidang Prasarana Sumber Daya Air
kondisi fisik, kondisi mengembangkan instrumen score-card untuk menilai kondisi suatu
sosial-ekonomi dan Wilayah Sungai (WS) dengan memberikan skor tertentu terhadap
demografi, kondisi
beberapa aspek dan variabel yang relevan, sehingga mampu
kebijakan dan
kelembagaan, kinerja
menginterpretasikan capaian kinerja tertentu (Gambar 3). Score-card
proses Pengelolaan tersebut telah diaplikasikan untuk menilai kinerja Wilayah Sungai (WS)
Sumber Daya Air Citarum dengan hasil yang menunjukkan bahwa secara global kinerja
Terpadu (PSDAT), dan pengelolaannya hingga akhir tahun 2012 masih kurang baik/belum
kinerja intervensi memadai. Dalam rangka memberikan pemahaman dan keterampilan
program. dalam pembuatan Score-card, Kementerian PPN/Bappenas
melaksanakan pelatihan yang melibatkan berbagai pemangku
kepentingan dalam pengelolaan Wilayah Sungai Citarum, yaitu
Kementerian PU, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kesehatan,
Kementerian Pertanian, Kementerian LH, Tim Koordinasi Pengelolaan
Sumber Daya Air (TKPSDA) WS Citarum, Kementerian PPN/Bappenas,
serta beberapa SKPD Pemprov Jawa Barat dan Pemkab/Pemkot yang
berada di WS Citarum.

Gambar 7. Konsep Score-card Penilaian Kinerja Wilayah Sungai

Sumber: Kedeputian Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas

Tindak lanjut yang diperlukan terkait penyusunan instrumen ini adalah:


(1) Penyiapan instrumen penilaian yang berbasis komputer; (2) Pelatihan
penggunaan instrumen dengan lebih mendalam khususnya kepada
TKPSDA sebagai wadah koordinasi multi-stakeholder di tingkat WS; dan
(3) Penyempurnaan variabel.

28
Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Fasilitasi Sistem Pendukung dan Pembiayaan Usaha Tahun 2012
Hasil evaluasi menjadi Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Fasilitasi Sistem Pendukung dan
masukan bagi Pembiayaan Usaha Tahun 2012 bertujuan untuk untuk mengidentifikasi
penyusunan Background dan menghitung komponen yang membentuk indikator daya saing
Study RPJMN 2015-2019 UMKM terutama di daerah. Hasil evaluasi memberikan gambaran faktor-
dan penyusunan sistem
faktor pembentuk daya saing UMKM, yang menjadi dasar bagi upaya-
monitoring dan evaluasi
terpadu.
upaya penguatan peran UMKM dalam pembangunan ekonomi di pasar
domestik, regional, dan internasional. Dalam pelaksanaan kegiatan ini,
masalah yang dihadapi adalah keterbatasan data yang digunakan untuk
melakukan validasi model daya saing UMKM. Hal ini menyebabkan
perhitungan indikator-indikator dalam model tidak dapat dilaksanakan
secara optimal. Namun hasil analisis komponen strategis daya saing
UMKM tetap menjadi pijakan yang berguna untuk menyusun satu
perangkat analisis yang dapat digunakan sebagai panduan bagi berbagai
pemangku kepentingan dalam mengukur tingkat daya saing UMKM di
wilayahnya masing-masing.
Evaluasi Iklim Investasi dalam Peningkatan Nilai Investasi di Daerah
Evaluasi ini merangkum Evaluasi Iklim Investasi dalam Peningkatan Nilai Investasi di Daerah
kondisi investasi secara merupakan usaha untuk mengetahui variasi permasalahan iklim investasi
nasional dan regional di daerah. Urgenitasnya adalah tidak terdistribusi dengan meratanya
dalam hubungannya pertumbuhan ekonomi dan masih lemahnya daya saing di beberapa
dengan pembangunan.
daerah meskipun secara nasional realisasi investasi naik dengan
signifikan. Secara nasional, peningkatan realisasi investasi tahun 2006-
2011 signifikan terhadap rasio PMTB. Hanya saja beberapa daerah tidak
memiliki pengaruh, yaitu Provinsi Jambi, Lampung, Jawa Timur NTT,
Gorontalo dan Papua Barat. Sedangkan permasalahan iklim investasi di
daerah di dominasi oleh faktor infrastruktur (37,17 persen), ekonomi
daerah (21,05 persen), sosial politik (14,25 persen), kelembagaan (14,20
persen), dan tenaga kerja (13,47 persen). Sektor ekonomi yang tidak
memiliki nilai investasi yang efisien adalah sektor pertambangan dan
penggalian dan sektor listrik, gas dan air bersih. Kegiatan evaluasi ini
merekomendasikan beberapa hal, antara lain: (1) Prioritas penyediaan
dan kualitas infrastruktur, perwujudan pelayanan prima, pemetaan rantai
produksi setiap sektor ekonomi, tenaga kerja yang kompetitif,
mendorong peran aktif masyarakat; (2) Mempercepat proses reformasi
peraturan daerah; (3) Integrasi dan pengembangan kebijakan
penanaman modal dengan kebijakan sektoral; dan (4) Mengoptimalkan
peran PTSP di daerah.
Evaluasi Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Pengelolaan DAS masih Evaluasi Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran SungaI (DAS) yang
jauh dari kata terpadu. dilakukan Kementerian PPN/Bappenas menghasilkan: (1) Tersusunnya
dokumen RPDAST dengan disahkan oleh Kepala Daerah; (2) Rehabilitasi
Hutan dan Lahan telah dilaksanakan, namun belum sepenuhnya mengacu
pada dokumen RPDAST; (3) Dilaksanakan gerakan penanaman pohon
seperti Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon (GPTPP),
Gerakan Penanaman Serentak, Penghijauan Lingkungan, One Man One
Tree (OMOT), Kebun Bibit Rakyat (KBR), One Bilion Indonesian Tree
(OBIT)

29
Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Dalam level implementasi,
pengelolaan DAS masih jauh dari kata terpadu; (2) Pedoman teknis
pelaksanaan kegiatan RHL/KBR Tahun 2012 terlambat disahkan, hal ini
mengakibatkan keterlambatan realisasi pelaksanaan kegiatan; (3)
Dokumen RPDAST belum menjadi acuan Kementerian/Lembaga maupun
SKPD didaerah karena kurangnya sosialisasi maupun ego sektoral yang
masih sangat kuat. Tindak Lanjut yang diperlukan adalah: (1)
Sebagaimana amanat PP No.37/2012 tentang Pengelolaan DAS,
Kementerian Kehutanan diharapkan terus mendorong komitmen para
pihak di level provinsi dan kabupaten/kota sehingga pengelolaan
lingkungan senantiasa memperhatikan daya dukung DAS; dan (2)
Mendorong pemantauan secara efektif melalui manajemen DAS di
tingkat tapak.
Evaluasi Pelaksanaan Inpres No.5/ 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional dalam
Menghadapi Iklim Ekstrim

Antisipasi dan respon Evaluasi Pelaksanaan Inpres No.5/ 2011 tentang Pengamanan Produksi
cepat menghadapi iklim Beras Nasional dalam Menghadapi Iklim Ekstrim menyimpulkan bahwa
ekstrim diperlukan untuk pada umumnya masing-masing K/L yang memperoleh penugasan telah
mengamankan produksi melaksanakan kegiatannya secara proporsional dan secara umum dapat
beras nasional. dijalankan dengan lancar. Hal ini juga tercermin dari pencapaian kinerja
dari sasaran umum yaitu pertumbuhan produksi beras dalam negeri yang
menunjukan bahwa target yang ditetapkan dapat dicapai. Meskipun
demikian untuk dapat mencapai target surplus 10 juta ton beras pada
tahun 2014 masih cukup banyak masalah yang belum dapat diatasi
sepenuhnya karena kendala waktu yang sangat terbatas.
Permasalahan utama yang teridentifikasi adalah: (1) Lambatnya respons
dari K/L terkait serta Pemda dalam memberikan laporan kemajuan
pelaksanaan kegiatan pada unit kerja masing-masing; (2) Belum
sempurnanya Sistem Monev pada setiap K/L dan Pemda, khususnya
terkait infrastruktur dan mekanisme penyampaian/pengumpulan data
dari tingkat lapangan; (3) Terbatasnya sumber daya pelaksana yang
terbatas bila dibandingkan dengan komoditas pertanian yang diteliti
sehingga menyebabkan terlambatnya penyelesaian penulisan laporan.
Tindak lanjut yang dilakukan adalah melakukan sosialisasi dan
memperkuat koordinasi melalui mekanisme yang telah berjalan seperti
melalui rapat koordinasi dan pelatihan teknis yang dikoordinasikan
secara berjenjang antara Kementerian PPN/Bappenas dengan K/L terkait
dan Pemda, serta antara unit pusat dengan unit daerah pada masing-
masing K/L.
Evaluasi Efektivitas Program-Program Utama Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN)
terhadap Peningkatan Produksi Padi
Peningkatan produksi Evaluasi atas pencapaian target P2BN memerlukan dukungan yang
padi dipengaruhi oleh bersifat lintas sektor dan lintas program, yang meliputi peningkatan
produktivitas, luas areal produktivitas, perluasan areal tanam dan areal panen, pengamanan
tanam dan panen serta produksi, penguatan kelembagaan dan permodalan, serta peningkatan
kebijakan relevan
koordinasi gerakan.
lainnya.
Permasalahan yang muncul adalah keterlambatan penyaluran benih dan
pupuk dalam program SLPTT dan SRI disebabkan keterlambatan
penyusunan petunjuk pelaksanaan atau teknis. Tindak lanjut yang perlu
30
dilakukan adalah: (1) Perbaikan dalam program, yaitu penetapan CP/CL
menjadi titik krusial bagi keberlangsungan program-program utama
P2BN; (2) Sinkornisasi program-program yang memiliki metode yang
mirip atau hampir sama, karena hal ini untuk menghindari konflik
horizontal di tingkat kelompok dan juga mengeliminasi permasalahan
penetapan CP/CL oleh dinas pertanian di tingkat kabupaten/kota; (3)
Koordinasi dan singkronisasi dalam pembangunan irigasi, baik yang
dilakukan oleh Kementerian Pertanian ataupun Kementerian PU
Evaluasi Kebijakan Pemanfaatan Gas Bumi Dalam Negeri
Studi mengenai gas bumi Evaluasi Kebijakan Pemanfaatan Gas Bumi Dalam Negeri berhasil
penting untuk memetakan informasi dari PT. Petrogas Jatim Utama (PJU) dan PT
merumuskan program Pertamina EP Cepu. PJU telah mampu mengembangkan usahanya
dan kebijakan dengan baik dengan beberapa bisnis lain yang telah berjalan. Sedangkan,
pemanfaatan gas di
PT Pertamina EP melalui Pertamina EP Cepu telah melaksanakan Proyek
masa mendatang.
Pengembangan Gas Jawa (PPGJ) sebagai tindak lanjut dari penemuan
hidrokarbon di struktur-struktur Kedungtuban (2000), Randublatung
(2003), dan Kedunglusi (2005) di Area Gundih, yang masuk wilayah
Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Permasalahan yang dihadapi adalah: (1) Pembangunan infrastruktur
jaringan gas (instalasi) yang kurang memenuhi syarat/standar; (2)
Penjualan gas tidak bisa berjalan lancar; (3) Jumlah pelanggan yang
diserahkan dari pihak kontraktor pembangunan tidak sesuai dengan
jumlah pelanggan sesuai dengan database; (4) City gas tidak bisa
melakukan pembelian gas. Tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah (1)
Mengkaji usulan-usulan yang diberikan pihak perusahaan selama
melaksanakan kunjungan kerja; (2) Membahas dan memberi masukan
terhadap perusahaan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada agar
penjualan gas dapat berjalan lancar; (3) Meningkatkan pembangunan
infrastruktur jaringan gas (instalasi) yang memenuhi standar; dan (4)
Melanjutkan studi mengenai gas bumi agar dapat merumuskan program
dan kebijakan pemanfaatan gas di masa mendatang.
Evaluasi Pelaksanaan Prioritas Nasional dan Direktif Presiden Bidang Kelautan dan Perikanan
Adanya degradasi dan Tujuan dari kegiatan ini adalah mengevaluasi program dan/atau kegiatan
ketimpangan prioritas pembangunan nasional dan direktif presiden bidang kelautan
pemanfaatan sumber dan perikanan tahun 2013.
daya perikanan di
wilayah Barat dan Timur Permasalahan yang masih dihadapi dalam pembangunan kelautan dan
Indonesia. perikanan antara lain: (1) Adanya degradasi dan ketimpangan
pemanfaatan sumber daya perikanan di wilayah Barat dan Timur
Indonesia, (2) Masih tingginya biaya input produksi (pakan, benih, dan
BBM), (3) Kurangnya mutu dan keamanan hasil perikanan, (4) Belum
memadainya cakupan pengawasan dikarenakan keterbatasan sarana dan
prasarana dari hari operasi, dan (5) Terbatasnya sarana dan prasarana
serta transportasi penghubung di pulau-pulau kecil. Dalam rangka
mengantisipasi hal tersebut di atas, diperlukan upaya untuk
meningkatkan jumlah produksi perikanan, pembangunan industri pangan
dan subsidi benih, pengembangan industri pengolahan, peningkatan
pemasaran dalam negeri, dan pembangunan sarana dan prasarana
pemasaran.

31
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Lingkungan Hidup
Kinerja diukur dengan Berdasarkan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Lingkungan
menggabungkan Hidup Tahun 2012 diperoleh nilai agregat kinerja Program Perbaikan
realisasi anggaran, Kualitas Lingkungan Hidup (IKU KLH) sebesar 70,6 persen dengan nilai
capaian target dan kinerja tertinggi pada IKU Penurunan Beban Pencemar. Sedangkan nilai
pengukuran manfaat
agregat kinerja Program Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan
dan dampak program.
Bencana Alam serta Kapasitas Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim (IKU
BMKG) sebesar 93,8 persen dengan nilai kinerja tertinggi pada IKU
Pembangunan Climatology Early Warning System (CEWS).
Beberapa kendala pencapaian target diantaranya disebabkan: (1)
Indikator ukuran kualitas lingkungan hidup (indeks komposit) belum
lengkap, (2) Upaya pengelolaan lingkungan hidup di daerah masih belum
optimal, (3) Keterbatasan jaringan komunikasi untuk mendiseminasikan
peringatan dini cuaca ekstrim sampai di tingkat kecamatan di seluruh
Indonesia, (4) Masih banyaknya penggunaan peralatan konvensional dan
manual, (5) Kurangnya media komunikasi serta sarana dan prasarana
yang efektif dalam penyebarluasan informasi pengurangan risiko
bencana, serta (6) Keterbatasan, kapasitas lembaga serta alokasi
pendanaan di daerah. Tindak lanjut yang perlu dilakukan di antaranya: (1)
Perlu dilakukan evaluasi tahunan terhadap nilai kinerja dari pelaksanaan
rencana pembangunan lingkungan hidup, (2) Perlu disusun indikator dan
target yang lebih terfokus pada keberhasilan program, (3) Perlu disusun
indikator manfaat dan dampak dari pelaksanaan program, (4) Dalam
penyusunan program tahun berikutnya, perlu mempertimbangkan hasil
analisis realisasi anggaran dan capaian target kegiatan
Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi
Kinerja diukur dengan Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi terutama dalam lingkup pelayanan
menggabungkan publik terkait penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan masyarakat
realisasi anggaran, umum, dan pelayanan dunia usaha perlu dilakukan. Hal ini tidak lain
capaian target dan karena pembangunan reformasi birokrasi merupakan bagian terpenting
pengukuran manfaat
dalam meningkatkan pelaksanaan pembangunan nasional. Hasil evaluasi
dan dampak program.
menunjukkan capaian kinerja reformasi birokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan (tahun 2010-2013) menunjukkan kinerja pengelolaan
negara telah berjalan relatif baik, walaupun untuk kinerja pengelolaan di
daerah masih perlu ditingkatkan. Dibidang pelayanan publik, pemerintah
belum dapat menyediakan pelayanan publik berkualitas sesuai harapan.
Pilihan rekomendasi yang dapat diberikan, diantaranya: (1) Rekomendasi
bagi peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, yang terbagi
dalam 2 perspektif, yaitu perspektif administrasi dan perspektif etika
publik sebagai bagian dari upaya pencapaian tujuan RB; (2) Rekomendasi
untuk meningkatkan pelayanan publik bagi masyarakat, yang terbagi
dalam 4 perspektif, yaitu perspektif integritas, perspektif kewenangan
antar tingkatan pemerintahan, perspektif strategi peningkatan kualitas
pelayanan publik yang berpusat pada pelanggan (customer centric
strategy); dan perspektif inovasi pelayanan publik; dan (3) Rekomendasi
untuk meningkatkan pelayanan publik bagi pelaku usaha.

32
3.3. Koordinasi Perencanaan Pembangunan
Pelaksanaan koordinasi perencanaan pembangunan secara garis besar dapat dibagi menjadi
sepuluh, yaitu: (1) Sosial budaya, (2) Ekonomi, (3) Sarana prasarana, (4) Politik, (5)Pertahanan dan
keamanan, (6) Hukum aparatur, (7) Wilayah dan tata ruang, (8) Sumber daya alam dan lingkungan
hidup, (9) Kerjasama pembangunan, dan (10) Lainnya.

Sosial Budaya

Perencanaan Pembangunan Bidang Sosial Budaya

Koordinasi perencanaan Dalam bidang pendidikan, Kementerian PPN/Bappenas melakukan


pembangunan sosial koordinasi perencanaan pembangunan dengan Kementerian Pendidikan
budaya meliputi aspek dan Kebudayaan dan Kementerian Agama dalam rangka penyusunan RKP
pendidikan, kesehatan, 2014, yang memuat isu-isu strategis pembangunan pendidikan yang
kependudukan,
mencakup, antara lain: PAUD, Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan
pemberdayaan
perempuan,
Tahun, Pendidikan Menengah Universal, Pendidikan Tinggi, pengelolaan
perlindungan anak, guru dan tenaga kependidikan, pembiayaan pendidikan, dan tata kelola
agama, kebudayaan, pendidikan. Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Data dan
pemuda dan olahraga. informasi sebagai basis perencanaan tidak tersedia lengkap dan seringkali
berbeda-beda, sehingga kurang mendukung analisis dalam penyusunan
kebijakan, (2) Koordinasi dengan K/L kurang maksimal karena waktu
terbatas, dan (3) Unit organisasi pengelola program di K/L yang tidak
selalu paralel dengan unit organisasi (direktorat) di Kementerian
PPN/Bappenas membuat proses perencanaan kurang sinergis. Tindak
lanjut yang diperlukan, meliputi: (1) Menyiapkan semua bahan yang
diperlukan berupa data dan informasi, (2) Meningkatkan koordinasi
dengan K/L agar proses perencanaan lebih efektif, (3) Memperkuat relasi
antarunit kerja K/L dan Kementerian PPN/Bappenas, (4)
Menyelenggarakan konsultasi publik yang melibatkan para pemangku
kepentingan, untuk menjaga akuntabilitas proses penyusunan rencana
pembangunan pendidikan.
Dalam bidang kesehatan dan gizi masyarakat, Kementerian
PPN/Bappenas melakukan koordinasi perencanaan pembangunan
dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) dalam rangka penyusunan RKP 2014 dan Lampiran
Pidato Presiden 2013, terkait dengan isu strategis seperti: (1) Kualitas
pelayanan kesehatan ibu yang belum maksimal; (2) Penanganan infeksi
berbagai penyakit pada bayi belum maksimal; (3) Status gizi masyarakat
masih menjadi masalah; (4) Kontribusi penyakit tidak menular terutama
stroke, jantung dan diabetes, sebagai penyebab kematian terus
meningkat; (5) Mutu dan daya saing produk obat dan makanan yang
beredar masih rendah baik di pasar lokal maupun global; (6) Masih
rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat; (6) Pelayanan kesehatan
belum sepenuhnya mendorong upaya promosi kesehatan, baru sebagian
kecil fasilitas kesehatan primer mandiri yang menjadi provider Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN); serta (7) Keterbatasan tenaga kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier, terutama
terjadi pada daerah perdesaan, terpencil, sangat terpencil, tertinggal,
perbatasan, dan kepulauan. Permasalahan yang dihadapi adalah: (1) Data
dan informasi sebagai dasar utama perencanaan yang terkini belum

33
seluruhnya tersedia; (2) Terbatasnya waktu untuk penyelesaian pada
setiap tahapan RKP; dan (3) Isu permasalahan di daerah belum
sepenuhnya bisa ditampung. Tindak lanjut yang akan dilakukan adalah:
(1) Melakukan up-date data dan informasi secara rutin dengan
memperkuat pencatatan data dan informasi di internal Direktorat
Kesehatan dan Gizi Masyarakat; (2) Meningkatkan koordinasi dengan
daerah melalui forum-forum koordinasi dan pemantauan, dan (3)
Melibatkan pakar dan tenaga ahli termasuk akademisi serta masyarakat
untuk mendapatkan informasi yang lebih luas terkait permasalahan dan
upaya pemecahannya.
Dalam bidang kependudukan, pemberdayaan perempuan, dan
perlindungan anak, Kementerian PPN/Bappenas melakukan koordinasi
perencanaan pembangunan dengan Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP&PA) dalam rangka penyusunan
RKP 2014 dan Lampiran Pidato Presiden 2013. Permasalahan yang
dihadapi antara lain: (1) Terbatasnya ketersediaan data dan informasi
capaian kinerja K/L; dan (2) Belum optimalnya koordinasi perencanan
pembangunan dengan pemerintah daerah. Tindak lanjut yang diperlukan
adalah: (1) Penguatan ketersediaan data dan informasi secara substansif
sebagai dasar untuk penyusunan RKP dan Pidato Presiden yang akan
datang; dan (2) Peningkatan koordinasi perencanaan dengan pemda.
Dalam bidang agama, kebudayaan, pemuda dan olahraga, Kementerian
PPN/Bappenas melakukan koordinasi perencanaan pembangunan
dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama,
Kementerian Pemuda dan Olahraga, dan Perpustakaan Nasional dalam
rangka penyusunan RKP 2014 dan Lampiran Pidato Presiden RI 2013,
meliputi isu strategis peningkatan kerukunan umat beragama, penguatan
karakter dan jati diri bangsa, serta peningkatan partisipasi dan peran aktif
pemuda. Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Terbatasnya
ketersediaan data dan informasi capaian kinerja K/L; dan (2) Belum
optimalnya koordinasi dengan pemerintah daerah. Tindak lanjut yang
diperlukan, meliputi: (1) Melakukan persiapan pengumpulan data dan
informasi secara substansi sebagai bahan penyusunan RKP dan Lampiran
Pidato Presiden RI dengan melibatkan mitra kerja K/L; (2)
Mengoptimalkan agenda Musrenbang sebagai forum untuk
berkoordinasi dengan pemerintah daerah.

Ekonomi

Focal Point Steering Committee on ECOTECH (SCE) - Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)

Kementerian Kementerian PPN/Bappenas dalam APEC berperan sebagai focal point


PPN/Bappenas berperan dari Steering Committee on ECOTECH (SCE) dan secara rutin
sebagai focal point dari berpartisipasi secara aktif menghadiri pertemuan Senior Official Meeting
Steering Committee on (SOM) – SCE serta melakukan koordinasi secara rutin dengan seluruh
ECOTECH (SCE) APEC.
subfora yang berada dibawah SCE yang terdiri dari 14 working groups
dan 2 Task Force. Sementara itu, dalam rangka persiapan Indonesia
menjadi Ketua dan Tuan Rumah APEC pada tahun 2013, Kementerian
PPN/Bappenas berperan aktif dalam menyusun tema dan prioritas bagi
keketuaan dan ketuanrumahan APEC Indonesia 2013 bersama-sama
34
dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, dan
Kemenko Perekonomian. Tema APEC 2013, adalah Resilient Asia Pacific,
Engine of the Global Growth. Kemudian, Kementerian PPN/Bappenas
bertanggung jawab sebagai koordinator prioritas dengan tugas mengawal
deliverables dan kegiatan untuk mendukung pencapaian prioritas
tersebut selama keketuaan APEC 2013.
Kementerian PPN/Bappenas melakukan koordinasi dengan K/L terkait
untuk memastikan ketersediaan anggaran APEC 2013, dengan
kesepakatan pembagian peran sebagai berikut: (1) Anggaran
penyelenggaraan rangkaian pertemuan SOM mulai dari Informal SOM
(ISOM), SOM 1, SOM 2, SOM 3 sampai Concluding SOM (CSOM) serta
pertemuan APEC Ministerial Meeting (AMM) menjadi tanggung jawab
Kementerian Luar Negeri; (2) Anggaran Pertemuan Committee on Trade
and Investment (CTI) dan Pertemuan Ministers Responsible for Trade
(MRT) menjadi tanggung jawab Kementerian Perdagangan; (3) Anggaran
untuk Pertemuan APEC Economic Leaders Meeting (AELM) termasuk
pertemuan APECCEO Summit dan ABAC Dialogue with Leaders menjadi
tanggung jawab Sekretariat Negara; dan (4) Anggaran Pertemuan-
Pertemuan Tingkat Menteri Sektoral APEC menjadi tanggung jawab K/L
terkait.

Pengembangan Sistem Logistik Nasional

Sislognas adalah salah Pada 5 Maret 2012, Presiden Republik Indonesia telah menetapkan
satu prasarana dalam Peraturan Presiden No.26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan
membangun daya saing Sistem Logistik Nasional (Sislognas). Kementerian PPN/Bappenas
Nasional dan dalam berperan dalam menyeleraskan program pembangunan dengan sasaran
mendukung pelaksanaan
pengembangan Sislognas pada periode 2011-2015. Langkah penguatan
Masterplan Percepatan
dan Perluasan Ekonomi
sistem logistik nasional ini dituangkan ke dalam 17 Big Wins dan 51
Indonesia 2011 – 2025 rencana aksi, dimana Kementerian PPN/Bappenas ikut serta dalam
pelaksanaan koordinasi implementasi cetak biru ini dan telah dibentuk
Tim Kerja Pengembangan Sislognas yang diketuai oleh Kepala Deputi
Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan, Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian dan dibantu oleh Tim Ahli. Tim ini juga didukung
oleh Sekretariat Tim Kerja serta 7 Sub Tim Kerja (STK) yang dibagi
berdasarkan key driver dalam Cetak Biru Sislognas, yaitu: (1) STK
Komoditi Utama, (2) STK Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik, (3) STK
Infrastruktur Transportasi, (4) STK Teknologi Informasi dan Dokumentasi,
(5) STK SDM Bidang Keilmuan Logistik, (6) STK SDM Bidang Standar
Kompetensi Profesi Logistik dan (7) STK Regulasi dan Kelembagaan.

Kerjasama Ekonomi Internasional

Kementerian Dalam rangka meningkatkan akses pasar, pada tahun 2013, Indonesia
PPN/Bappenas berperan telah melakukan serangkaian perundingan perdagangan baik di forum
aktif dalam forum bilateral maupun forum regional. Untuk bilateral, telah dilakukan
kerjasama ekonomi perundingan IA-CEPA (Indonesia-Australia Comprehensive Economic
internasional secara
Partnership), IK-CEPA (Indonesia-Korea Comprehensive Economic
bilateral, multilateral
dan regional.
Partnership) dan IE-CEPA (Indonesia-EFTA Comprehensive Economic
Partnership). Sementara itu dalam forum regional telah dibuka
perundingan perdagangan 16 negara antara 10 negara ASEAN bersama
dengan 6 mitra dalam ASEAN + 1 FTA, yaitu Jepang, Korea, China, India,
35
Australia dan New Zealand, dalam wadah RCEP (Regional Comprehensive
Economic Partnership).
Kementerian PPN/Bappenas dalam forum bilateral dan regional tersebut
telah berperan secara aktif untuk memberikan masukan bagi posisi
runding Indonesia. Sementara itu untuk perundingan IA-CEPA dan RCEP,
Kementerian PPN/Bappenas telah ditunjuk secara khusus untuk menjadi
focal point. Untuk IA-CEPA yang saat ini telah mencapai dua kali putaran
perundingan, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas
ditunjuk menjadi Wakil Ketua Tim Perunding Indonesia. Sementara pada
forum RCEP, Kementerian PPN/Bappenas ditunjuk menjadi focal point
yang menangani kerjasama ekonomi dan teknik.
Dalam forum multilateral Indonesia telah aktif untuk mensukseskan
Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-9 yang dilakukan di Bali pada
bulan Desember 2013. Indonesia telah sangat aktif berupaya untuk
mensukseskan acara tersebut agar menghasilkan output yang
mendorong terciptanya sistem perdagangan multilateral. Ditengah masih
terhambatnya pembahasan Doha Development Agenda (DDA), KTM WTO
ke-9 di Bali telah menghasilkan Bali Packages meliputi: (1) Trade
Facilitation, (2) Agriculture, (3) Cotton, dan (4) Development and LDCs
Issues. Kementerian PPN/Bappenas yang juga terlibat dalam Tim Nasional
Perundingan Perdagangan Indonesia (PPI), telah secara aktif
berkontribusi untuk mempersiapkan KTM WTO baik secara substansi
maupun teknis. Selain itu pada tahun 2013, telah disusun pula WTO
Trade Policy Review (TPR) untuk Indonesia untuk tahun 2007-2012, yang
terdiri dari Government Report dan Secretariat Report. Dalam
pelaksanaan reviu ini, bersama dengan K/L yang lain, Kementerian
PPN/Bappenas turut berperan serta untuk menyusun dan memberikan
masukan bagi TPR tersebut.

Perencanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

Koordinasi perencanaan Salah satu strategi penanggulangan kemiskinan adalah melalui


dalam peningkatan pelaksanaan program berbasis pemberdayaan masyarakat (PNPM
kualitas program Mandiri) yang merupakan program klaster II. Sebagai program berskala
penanggulangan nasional, diperlukan koordinasi perencanaan dan penganggaran untuk
kemiskinan berbasis
memastikan program tersebut berjalan dengan baik dan optimal. Terkait
pemberdayaan.
dengan hal tersebut, Kementerian PPN/Bappenas melakukan koordinasi
dalam menentukan lokasi dan alokasi kecamatan penerima program.
Selain itu, salah satu komponen dalam PNPM Mandiri yang sangat
penting bagi keberlanjutan pemberdayaan masyarakat terutama dari
aspek keuangan adalah pengelolaan dana bergulir masyarakat. Dalam hal
ini, Kementerian PPN/Bappenas mengkoordinasikan persiapan
mekanisme dan legal formal pengelolaan dana bergulir atau dana
amanah pemberdayaan masyarakat. Persiapan yang dilakukan
mencakup: (1) Legalisasi status hukum program dana bergulir masyarakat
PNPM Mandiri, (2) Peningkatan kapasitas dan kemitraan, dan (3)
Penguatan sistem pengelolaan informasi program dana bergulir
masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, program penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat menghadapi beberapa tantangan, yaitu: (1)
Jangkauan program kepada Rumah Tangga Miskin perlu diperbaiki,
36
sehingga masyarakat miskin dapat menerima manfaat positif lebih
banyak dari program ini; (2) Efektivitas program perlu diperbaiki,
terutama dalam sudut pandang jumlah cakupan program; (3) Pendekatan
program yang dilakukan dalam proses pemberdayaan masyarakat
seringkali menimbulkan dualisme perencanaan di tingkat masyarakat,
yakni antara perencanaan program dengan perencanaan reguler; (4)
Keterlibatan Pemerintah Daerah dalam program selama ini terbatas
hanya dalam lingkup administrasi dan penyediaan Dana Daerah untuk
Urusan Bersama (DDUB); dan (5) Program pemberdayaan masyarakat
yang selama ini berjalan belum secara fokus menyediakan fasilitas yang
cukup bagi masyarakat miskin untuk dapat secara mandiri meningkatkan
kesejahteraan mereka.
Kementerian PPN/Bappenas telah mengembangkan beberapa skenario
program percepatan pengurangan kemiskinan (quick wins). Perbaikan
pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan yang sedang berjalan
dilakukan melalui “keroyokan” di kantong-kantong kemiskinan oleh
berbagai K/L. Di tahun 2013 dilaksanakan program percepatan
pengurangan kemiskinan di 17 lokasi pilot kecamatan termiskin di
Indonesia.
Pelaksanaan Kegiatan Management Information System PNPM Mandiri
Ketersediaan data dan SIMPADU (Sistem Informasi Manajemen Terpadu) PNPM Mandiri Phase 2
informasi yang valid Tahun 2013 adalah kegiatan integrasi data PNPM Mandiri dari seluruh
terkait kemiskinan K/L pelaksana dan pemutakhiran data kemiskinan seperti Susenas,
merupakan salah kunci PODES, dan PPLS. SIMPADU PNPM Mandiri dapat dijadikan alat yang
keberhasilan
efektif dalam memantau pelaksanaan program-program PNPM Mandiri.
pelaksanaan program
penanggulangan Kementerian PPN/Bappenas selain mengembangkan SIMPADU PNPM
kemiskinan. Mandiri juga mulai mengembangkan SIMPADU Penanggulangan
Kemiskinan versi web maupun mobile dan SIMPADU Provinsi pada tahun
2013. Pengembangan SIMPADU Penanggulangan Kemiskinan ditujukan
untuk melakukan scale up sistem dan data/informasi agar mampu
menampung data/informasi keseluruhan program penanggulangan
kemiskinan klaster 1-4 baik berupa sasaran program maupun anggaran.
SIMPADU Provinsi dimaksudkan agar terjalin komunikasi data/informasi
program penanggulangan kemiskinan baik di daerah maupun di pusat.
Pelaksanaan SIMPADU Provinsi dilakukan dengan pemberian aplikasi
SIMPADU PNPM Mandiri yang sudah berisi data/informasi PNPM Mandiri
dan data/informasi kemiskinan di masing-masing provinsi. Hingga tahun
2013, pelaksanaan SIMPADU Provinsi telah dilaksanakan pada 13 provinsi
yaitu Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung,
Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, dan Gorontalo.
Penyusunan Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan
Penyelenggaraan Sistem Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan
Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan pedoman bagi seluruh pemangku
Bidang Ketenagakerjaan kepentingan dalam proses penyiapan penyelenggaraan program Jaminan
merupakan amanat dari Sosial Bidang Ketenagakerjaan. Pembentukan Tim Penyusunan Peta Jalan
UU No.40/2004 tentang
Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan ditetapkan
SJSN.
melalui Surat Keputusan Menkokesra No.37/2013 pada tanggal 20 Mei
2013. Tim ini terdiri dari Tim Pengarah yang diketuai oleh Menko Kesra
37
dan dengan wakil ketua Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Kementerian
PPN/Bappenas, dan Tim Pelaksana yang diketuai wakil dari Dewan
Jaminan Sosial Nasional. Sebagai Wakil Ketua Tim Pengarah, Kementerian
PPN/Bappenas mendapat mandat untuk memimpin koordinasi
penyusunan peta jalan. Konsep peta jalan disusun berdasarkan kerangka
logis berbasis analisis kesenjangan antara kondisi yang dihadapi saat ini
dengan kondisi yang akan dicapai sesuai dengan yang diamanatkan
dalam UU SJSN dan UU BPJS. Atas dasar ini kemudian dirumuskan
langkah, kegiatan, peran dan tanggung jawab institusi terkait yang perlu
dilakukan dalam proses transformasi badan penyelenggara serta
persiapan dan pelaksanaan program-program jaminan sosial bidang
ketenagakerjaan yang lancar dan efektif. Gambar 4 menunjukkan 9
(sembilan) aspek kritis yang perlu mendapat penekanan. Draft peta jalan
telah selesai disusun dan disampaikan kepada Ketua Tim Pengarah pada
tanggal 31 Desember 2013.

Gambar 8. Aspek Kritis Dalam Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan


Sosial Bidang Ketenagakerjaan 2013-2019

Peraturan
perundangan

Monitoring
Kepesertaan
dan Evaluasi

Aspek Kritis
Sosialisasi
Penyelenggaraan Pengelolaan
SJSN Program

Ketenagakerjaan

Pengembangan Kesehatan
Bisnis Proses
Keuangan
dan Sistem
Teknologi dan
Informasi Kelembagaan Pelaporan
dan
Organisasi

Sumber: Kedeputian Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian PPN/ Bappenas

Permasalahan utama yang dihadapi adalah mencapai sasaran


kepesertaan SJSN Ketenagakerjaan sebagaimana diuraikan dalam peta
jalan, yaitu 100 persen pekerja formal dan 10 persen pekerja informal
pada tahun 2019. Tindak lanjut yang diperlukan adalah: (1) Membangun
model pemungutan dan pengumpulan iuran yang mempertimbangkan
kondisi demografi, geografi, jenis pekerjaan, pendapatan, dan lain-lain
dari pekerja, terutama pekerja sektor informal; dan (2) Melaksanakan
koordinasi untuk mencapai konsensus terkait iuran dan manfaat yang
disepakati oleh pekerja dan pemberi kerja.

38
Penyiapan Kompetensi Tenaga Kerja Dalam Rangka Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015

Kompetensi tenaga kerja Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan serangkaian koordinasi


merupakan hal kritis dalam rangka penyiapan kompetensi tenaga kerja terkait penerapan
yang harus dipersiapkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Dalam menghadapi MEA 2015
Indonesia untuk yang akan diterapkan dalam waktu dekat ini, Indonesia harus dapat
memasuki era
menghasilkan tenaga kerja yang bisa beradaptasi dan terampil, melalui
Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015 agar
langkah-langkah sistematis untuk menjamin agar kualitas pelatihan dan
Indonesia dapat berdaya keahlian (skills) yang dilatihkan benar-benar tercermin pada pekerja
saing tinggi. melalui serangkaian proses sertifikasi.
Koordinasi dalam rangka penyiapan kompetensi ini cukup kompleks
karena terdapat lebih dari 10 K/L yang melaksanakan upaya peningkatan
kompetensi tenaga kerja. Selain itu, keterlibatan dunia usaha dan serikat
pekerja juga tidak dapat ditinggalkan. Langkah-langkah yang perlu
dilakukan antara lain Kementerian PPN/Bappenas terus melaksanakan
fasilitasi dan koordinasi untuk mendorong: (1) Peningkatan kualitas
pendidikan dan keterampilan angkatan kerja melalui pembiayaan
pelatihan dan pelaksanaan pelatihan yang berbasis kompetensi dengan
mendorong kerjasama yang erat antara Pemerintah, lembaga pelatihan,
dan dunia usaha; (2) Percepatan pelaksanaan perjanjian saling
pengakuan (MRA) yang belum dapat direalisasikan; (3) Harmonisasi
program pendidikan dan pelatihan; (4) Pengembangan kerangka standar
kompetensi regional (regional competency standard framework); dan (5)
Pelaksanaan konsep training fund untuk mendorong kemitraan antara
pemerintah dan industri di bidang pelatihan tenaga kerja.

Gambar 9. Sektor-sektor MEA 2015 yang Menjadi Tantangan


Indonesia dalam Penyiapan Kompetensi Tenaga Kerja

Sumber: Kedeputian Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian PPN/ Bappenas

39
Perkuatan Peran Koperasi dan UMKM Tahun 2013

Lemahnya koordinasi Perkuatan peran koperasi dan UMKM tahun 2013 bertujuan untuk
antar K/L ditangani mendukung peningkatan koordinasi dan sinergi antarinstansi baik di
melalui fasilitasi tingkat pusat maupun daerah dalam perencanaan kebijakan dan program
pengembangan skema agar dapat mengakomodasi berbagai kepentingan serta memperkuat
sinergi dan pemantauan
substansi dan arah penyusunan rencana pembangunan sehingga lebih
reguler yang melibatkan
partisipasi K/L terkait.
selaras dan terpadu bagi instansi pemerintah. Fokus dari kegiatan
koordinasi pada tahun 2013 adalah: (1) Koordinasi penyusunan dokumen
RKP 2014 dan koordinasi perancangan kegiatan inisiatif baru pada RKP
2014, mencakup penyusunan Blueprint pembiayaan KUMKM,
pengembangan produk unggulan dari pengolahan serabut kelapa melalui
penerapan teknologi oleh koperasi, pengembangan sistem clearing
house, dan pemberdayaan koperasi sebagai pengelola resi gudang; (2)
Koordinasi keterpaduan program, mencakup perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan inisiatif baru tahun 2013 berupa rintisan
pengembangan sistem informasi konsolidasi kargo UKM ekspor, sinergi
pengembangan koperasi sebagai pengelola sistem resi gudang, dan
pengembangan kemitraan investasi; (3) Koordinasi dalam rangka kerja
sama internasional, yaitu kerja sama pengembangan ekonomi lokal dan
regional dalam kerangka program Regional Economic Development (RED)
GIZ, dan kerja sama kajian pemetaan bisnis model Koperasi Simpan
Pinjam/Usaha Simpan Pinjam (KSP/USP) dengan Kementerian Koperasi
dan UKM, serta Bank Dunia.
Permasalahan utama dalam kegiatan koordinasi ini yaitu lemahnya
sinkronisasi program, dan kurang terpadunya pelaksanaan program dan
kegiatan antar K/L sehingga masalah yang bersifat lintas sektor dan
wilayah belum dapat ditangani secara optimal. Hal ini mengakibatkan
pelaksanaan program dan kegiatan belum dapat berkontribusi secara
memadai pada pencapaian sasaran RPJMN 2010-2014. Tindak lanjut yang
perlu dilakukan adalah memfasilitasi sinergi dan kerja sama program dan
kegiatan melalui pengembangan skema sinergi dan pemantauan reguler
yang melibatkan partisipasi K/L terkait.

Gambar 10. Alur Koordinasi Perencanaan Pembangunan UMKM dan


Koperasi

Sumber: Kedeputian Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian PPN/ Bappenas

40
Pelaksanaan Transformasi Kepesertaan Program Keluarga Harapan

Transformasi Hingga tahun ke-7 pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) telah
Kepesertaan Program mencakup 33 provinsi dengan jumlah 2.326.523 Rumah Tangga Sangat
Keluarga Harapan (PKH) Miskin (RTSM). Kementerian PPN/Bappenas mengkoordinasikan K/L
menjadi sarana untuk terkait untuk menentukan metodologi exit strategy kepesertaan PKH
memastikan
yang dituangkan dalam dokumen Transformasi Kepesertaan PKH.
keberlanjutan perilaku
positif dan peningkatan
kesejahteraan terus Gambar 11. Modul Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga
berkelanjutan.

Sumber: Kedeputian Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian PPN/ Bappenas

Berdasarkan hasil resertifikasi, peserta yang masih eligible terhadap


persyaratan PKH dan masuk kategori sangat miskin dinyatakan masuk ke
dalam transisi. Peserta tetap menerima bantuan dan diverifikasi sesuai
kondisionalitasnya hingga maksimal 3 tahun. Peserta wajib mengikuti
Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2), berupa pelatihan
keterampilan dan edukasi untuk pengembangan kapasitas
penghidupannya. Peserta yang tidak memenuhi persyaratan PKH dan
tidak masuk kategori sangat miskin dinyatakan lulus/graduasi. Peserta
tidak lagi menerima bantuan PKH, namun dapat mengikuti P2K2, tanpa
verifikasi. Baik peserta transisi dan graduasi difasilitasi akses
kepesertaannya dalam program-program perlindungan sosial dan
penanggulangan kemiskinan lainnya.

Tindak Lanjut Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional

Perluasan cakupan Sesuai amanat UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
kepesertaan pada sektor (SJSN) dan UU No.24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
informal merupakan (BPJS), pada akhir tahun 2013, Presiden meresmikan BPJS Kesehatan dan
tantangan utama BPJS Ketenagakerjaan serta peluncuran Jaminan Kesehatan Nasional
pelaksanaan Sistem
(JKN). Menindaklanjuti hal tersebut, berdasarkan UU BPJS
Jaminan Sosial Nasional.
penyelenggaraan JKN telah dimulai sejak 1 Januari 2014 dan BPJS
Ketenagakerjaan beroperasi paling lambat 1 Juli 2015. Kementerian
PPN/Bappenas bersama pokja-pokja Tim Lintas K/L berperan aktif dalam
penentuan besaran iuran, peningkatan cakupan anggaran untuk PBI, dan
berbagai peraturan teknis (10 PP, 6 Perpres, dan 2 Keppres).
Permasalahan yang dihadapi adalah kepesertaan jaminan sosial masih
rendah karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat
mengenai pentingnya jaminan sosial berbasis asuransi. Tantangan
41
berikutnya adalah masih terbatasnya manfaat dan kualitas pelayanan.
Demikian juga halnya dengan manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan
yang ditawarkan saat ini masih terbatas dan bervariasi sehingga
menimbulkan ketidakadilan sosial. Tindak lanjut yang akan dilakukan
adalah melakukan pemantauan dan evaluasi terkait kesinambungan
finansial BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini berhubungan
dengan kemampuan Pemerintah untuk menanggung klaim layanan
kesehatan maupun manfaat pasti pada jaminan pensiun.

Pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Program Perlindungan Sosial (P4S)

Sinkronisasi penetapan Kebijakan pengurangan subsidi BBM dalam jangka pendek akan diikuti
data kepesertaan dengan peningkatan harga yang akan menekan daya beli masyarakat,
dibutuhkan sebagai terutama rumah tangga miskin dan rentan. Karena itu, diperlukan inisatif
dukungan keberhasilan kebijakan jangka pendek yang dapat mempertahankan daya beli
pelaksanaan program kelompok Rumah Tangga Miskin dan rentan melalui pelaksanaan
perlindungan sosial. Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S). P4S
meliputi peningkatan kuantitas beras yang dapat dibeli oleh Rumah
Tangga Miskin melalui program Raskin, peningkatan cakupan dan nilai
manfaat bantuan tunai bersyarat PKH, dan perluasan cakupan dan
manfaat program BSM.
Kementerian PPN/Bappenas berperan dalam pemantauan dan evaluasi
khususnya terkait dampak pelaksanaan kompensasi kebijakan
penyesuaian subsidi BBM dan pemanfaatan P4S. Kementerian
PPN/Bappenas telah bekerjasama dengan UN Global Pulse
mengembangkan Pulse Lab Jakarta (PLJ) dengan melakukan pemantauan
kesejahteraan masyarakat menggunakan sosial media. Berdasarkan hasil
pemantauan, bantuan yang diberikan pemerintah melalui P4S cukup
membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari Rumah Tangga Miskin.
Untuk memperbaiki skema pelaksanaan selanjutnya beberapa
rekomendasi yang harus diperhatikan, diantaranya: (1) Peningkatan
sinkronisasi penargetan, terutama untuk BSM agar memfokuskan
targetnya ke penerima KPS. Sistem pengaduan dan rujukan terpadu
dalam hal ini bisa menjadi solusi untuk memperbaiki proses targeting dan
sinkronisasi antar program; dan (2) Perbaikan sosialisasi bantuan sosial.

Sarana dan Prasarana

Program Pembangunan Bidang Prasarana Sumber Daya Air

Koordinasi Bidang Pada tahun 2013, Kementerian PPN/Bappenas melaksanakan koordinasi


Prasarana Sumber Daya strategis terkait Pembahasan Rancangan Peraturan Presiden tentang
Air meliputi upaya untuk Penanganan Aspek Sosial dan Lingkungan Pembangunan Waduk
menambah areal layanan Jatigede, yang ditargetkan untuk menambah areal layanan irigasi seluas
irigasi dan melakukan
90 ribu ha di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Koordinasi
upaya pengendalian
banjir dan pengamanan
strategis lainnya adalah dalam pelaksanaan National Capital Integrated
pantai. Coastal Development (NCICD) yang merupakan kegiatan penyusunan
Master Plan Pantai Utara Jakarta dalam rangka pengendalian banjir dan
pengamanan pantai. Koordinasi tersebut melibatkan K/L terkait antara
lain Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Koordinator Bidang
Ekonomi, dan Kementerian PU, serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

42
Percepatan Pemanfaatan Sumber Daya Air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

Inisiasi percepatan Kementerian PPN/Bappenas pada tahun 2013 telah menginisiasi


pemanfaatan sumber percepatan pemanfaatan sumber daya air untuk PLTA. Kegiatan yang
daya air untuk PLTA dilakukan antara lain pelaksanaan rapid assessment terhadap potensi
dilakukan dengan rapid dan kemungkinan percepatan pemanfaatan PLTA di Indonesia. Dalam
assessment terhadap
pelaksanaannya, Kementerian PPN/Bappenas berkoordinasi dengan
potensi dan
kemungkinan percepatan
pihak terkait, yaitu Kementerian ESDM, Kementerian PU, Kementerian
pemanfaatan PLTA di Keuangan, Kementerian BUMN, serta beberapa BUMN yang berpotensi
Indonesia untuk bekerja sama membangun PLTA antara lain PT. PLN, PT. PJB, PT
WIKA, PJT I. Koordinasi dilakukan dari mulai koordinasi teknis, koordinasi
tingkat eselon II, tingkat eselon I, hingga tingkat wakil menteri, serta
beberapa kali dilaksanakan langsung bersama Bapak Wakil Presiden.
Berdasarkan hasil koordinasi yang telah dilakukan, telah disepakati 2
(dua) program prioritas percepatan PLTA, yaitu: (1) Terobosan
percepatan pembangunan PLTA Karangkates IV&V, Kesamben dan
Lodoyo dengan kapasitas total=146,52 MW; dan (2) Membantu
percepatan perizinan pembangunan waduk-waduk dan PLTA yang
sedang berjalan yaitu 7 PLTA yang akan atau sedang dibangun=1377 MW
dan 5 PLTA IPP yang memanfaatkan waduk PU eksisting=16,94 MW.

Penyusunan Road Map Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu di Wilayah Sungai Citarum

Micro Road Map Sungai Salah satu upaya untuk menyusun rencana pengelolaan sumber daya air
Citarum telah disusun secara terpadu di Wilayah Sungai Citarum, Kementerian PPN/Bappenas
untuk memperbaiki melaksanakan penyusunan Road Map Pengelolaan Sumber Daya Air
kondisi sungai. Sungai Citarum melalui kegiatan Integrated Citarum Water Resources
Management Investment Project (ICWRMIP). Implementasi pengelolaan
Sungai Citarum secara terpadu dilakukan bertahap bersama K/L terkait
antara lain Kementerian PU, Kementerian Kesehatan, Kementerian
Kehutanan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Lingkungan Hidup.
Pada tahun 2013, Kementerian PPN/Bappenas memprakarsai
penyusunan dokumen Aliran Citarum 10K: Identifikasi Potensi,
Tantangan dan Rencana Kerja sebagai micro road map yang lebih detail
sehingga dapat dilaksanakan serta mampu secara langsung memperbaiki
kondisi Sungai Citarum. Dokumen tersebut mengakomodasi kebutuhan
data dan informasi yang komprehensif serta rinci yang diperlukan dalam
penentuan prioritas program pengelolaan sumber daya air khususnya di
hulu Sungai Citarum, sebagai bagian dari Road Map Citarum yang fokus
pada aliran pertama Sungai Citarum sepanjang 10 KM (dari total 297
km). Pada akhir 2013, rancangan awal dokumen tersebut telah
diserahkan kepada Gubernur Jawa Barat sebagai tahap awal sosialisasi.

Penyusunan Perencanaan Nasional Pengelolaan Lahan Rawa Berkelanjutan

Koordinasi pengelolaan Pada tahun 2013 Kementerian PPN/Bappenas berperan sebagai Tim
lahan rawa Pengarah untuk kegiatan penyusunan perencanaan nasional pengelolaan
berkelanjutan telah lahan rawa berkelanjutan. Melalui kelompok kerja untuk kegiatan
menghasilkan PP tersebut, Kementerian PPN/Bappenas turut serta dalam pembahasan
No.73/2013 tentang
Rancangan PP Tentang Rawa yang kini telah disahkan menjadi PP
Rawa dan SNI Pemetaan
Lahan Rawa.
No.73/2013 tentang Rawa. Kelompok kerja tersebut juga menghasilkan
rancangan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pemetaan Lahan Rawa yang
43
akan digunakan sebagai dasar penyusunan peta rawa, meliputi
penggunaan skala peta, dasar penetapan lahan rawa, dan sumber data
yang digunakan untuk menyusun Peta Rawa. Selain itu, kelompok kerja
telah menghasilkan konsep makrozoning dalam pengelolaan dataran
rendah (lowland management), yang kemudian dikembangkan menjadi
mesozoning dan mikrozoning. Konsep tersebut telah diadaptasi ke dalam
kegiatan Quick Assessment and Nationwide Screening (QANS) of Peat
and Lowland Resources and Action Planning for the Implementation of a
National Lowland untuk Provinsi Kalimantan Barat. Dalam hal koordinasi
dengan Pemerintah Daerah, serangkaian dialog telah dilakukan
sepanjang tahun 2013 mengenai makrozoning di Provinsi Sumatera
Selatan, Kalimantan Barat, dan Jambi yang menghasilkan kesepakatan
untuk menerapkan konsep makrozoning dalam penyusunan rencana tata
ruang wilayah.

Koordinasi Nasional Pelaksanaan Asean Connectivity

Koordinasi nasional Mengacu Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku


dalam menjaga Ketua Harian Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
momentum pelaksanaan Indonesia 2011-2025 No.:KEP-44/M.EKON/11/2011 tentang Koordinator
konektivitas (MPAC) Nasional Dalam Rangka Mewujudkan Konektivitas ASEAN, Kementerian
tetap dalam kerangka
PPN/Bappenas membentuk Sub Tim Kerja Konektivitas, Sekretariat Tim
pelaksanaan MP3EI.
Kerja Konektivitas Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia 2011-2025 dan Tim Konektivitas ASEAN. Masa tugas
tim ini berlaku hingga 31 Desember 2014. Kegiatan-kegiatan yang telah
dilaksanakan antara lain: (1) Koordinasi tingkat nasional, melaporkan
perkembangan implementasi MPAC, diskusi kesiapan Indonesia
menjelang ASEAN Economic Community (AEC) 2015, dan penyusunan
policy paper; dan (2) Koordinasi Tingkat Internasional melalui Pertemuan
dengan ASEAN Connectivity Coordinating Committee (ACCC), menghadiri
ASEAN Connectivity Symposium, dan kunjungan kerja ke negara-negara
ASEAN.

Pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)


2011-2025

Peranan strategis Sejak MP3EI di luncurkan pada 27 Mei 2011, telah dilakukan
Kementerian groundbeaking 365 proyek-proyek sektor riil dan infrastruktur
PPN/Bappenas dalam (Rp.828,72 triliun) serta debotlenecking regulasi yang menghambat
MP3EI terutama dalam percepatan pelaksanaan investasi. Kementerian PPN/Bappenas
penguatan konektivitas
memegang peranan yang strategis dalam pelaksanaan MP3EI terutama
nasional.
dalam penguatan konektivitas nasional. Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala
Bappenas berperan sebagai Ketua Tim Kerja Konektivitas yang
bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pendukung
investasi pihak swasta melalui penyediaan infrastruktur transportasi,
komunikasi, sumber daya air, dan logistik serta infrastruktur energi dan
listrik. Capaian Tim Kerja Konektivitas pada tahun 2013 adalah: (1)
Sejalan dengan rencana pelaksanaan kegiatan di tahun 2014 dan
penyusunan RKP 2014, Kementerian PPN/Bappenas telah
mengindikasikan kebutuhan APBN sebesar Rp.138,762 triliun untuk
kegiatan MP3EI yang akan dilaksanakan oleh Kementerian PU,
Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Kementerian
44
ESDM dan Kementerian Kominfo; (2) Tim Kerja Konektivitas melakukan
koordinasi untuk melakukan identifikasi permasalahan pelaksanaan
kegiatan penguatan konektivitas dan melakukan fasilitasi penyelesaian
permasalahan tersebut bekerjasama dengan sekretariat KP3EI di
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Pelaksanaan Inpres No.4/2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan

Dekade Aksi PBB telah menyatakan Dekade 2011-2020 sebagai Dekade Aksi
Keselamatan Jalan Keselamatan Jalan dan pemerintah di seluruh dunia telah didorong untuk
ditindaklanjuti dengan mengatasi masalah keselamatan jalan di negara masing-masing.
terbitnya Inpres Indonesia adalah negara yang pertumbuhan kendaraan bermotornya
No.4/2013 tentang
sangat cepat dan tingkat kematian terus meningkat seiring dengan
Program Dekade Aksi
Keselamatan Jalan.
peningkatan pertumbuhan kendaraan bermotor dalam beberapa tahun
terakhir. Oleh karena itu, Pemerintah telah menetapkan Rencana Umum
Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan 2011-2035 dan ditindaklanjuti
dengan terbitnya Inpres No.4/2013 tentang Program Dekade Aksi
Keselamatan Jalan di Indonesia dan memuat kegiatan-kegiatan utama
dengan target dan indikator capaian yang terukur dari masing-masing
pilar kebijakan. Selain sebagai koordinator Pilar 1 yaitu Manajemen
Keselamatan Jalan, Kementerian PPN/Bappenas juga melakukan
koordinasi pelaksanaan Inpres tersebut dan melaporkan kemajuan
pelaksanaan Inpres setiap tahun kepada Wakil Presiden.

Pembangunan Bidang Energi dan Ketenagalistrikan

Koordinasi strategis Kementerian PPN/Bappenas mengkoordinasikan dan mensinergikan


dilaksanakan guna program dan kegiatan lintas K/L dan forum ad-hoc terkait pembangunan
penyelesaian infrastruktur energi dan ketenagalistrikan dalam rangka mewujudkan
pembangunan ketahanan dan kemandirian energi nasional. Untuk pembangunan
pembangkit listrik serta
infrastruktur energi telah dilakukan pembangunan jaringan gas kota dan
jaringan transmisi dan
distribusi.
stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG). Adapun infrastruktur
ketenagalistrikan dilakukan melalui peningkatan pasokan energi listrik
dan peningkatan rasio elektrifikasi nasional, yang sejalan dengan upaya
mengembangkan dan memanfaatkan potensi energi baru terbarukan
nasional/EBT (energi air, panas bumi, surya, biomasa, bayu dan
samudera). Pelaksanaan koordinasi strategis diantaranya yaitu untuk
Dana Alokasi Khusus (DAK) Energi Perdesaan, Program Percepatan
Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW tahap I dan II, Program
Hibah Millenium Challenge Corporation (MCC) untuk Green Prosperity,
pembangunan Fuel-Cell 300 kW di Provinsi DKI Jakarta, dan
pengembangan Sumba Iconic Island.

Perencanaan Pembangunan Transportasi melalui Dana Alokasi Khusus

Keterbatasan anggaran Kebanyakan pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemerintah


pemerintah daerah provinsi menghadapi keterbatasan anggaran dalam memberikan
dalam memberikan pelayanan transportasi, maka Kementerian PPN/Bappenas bersama
pelayanan transportasi Kementerian PU, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Dalam
didukung dengan
Negeri berinisiatif untuk mendapatkan DAK bagi peningkatan pelayanan
pemberian DAK.
transportasi di daerah. Bersama Kementerian PU, Kementerian
PPN/Bappenas mengkoordinasikan dan menyusun kriteria teknis untuk
45
DAK Bidang Infrastruktur Jalan baik untuk jalan provinsi maupun jalan
kabupaten/kota. Harapannya dengan kondisi jalan yang baik lalu lintas
dan pergerakan orang dan barang antardaerah lebih lancar. Kemudian,
sejalan dengan pencanangan Dekade Aksi untuk Keselamatan Jalan
2010-2020, Kementerian PPN/Bappenas bersama dengan Kementerian
Perhubungan mengkoordinasikan dan menyusun kriteria teknis untuk
DAK Bidang Keselamatan Transportasi Darat dimulai tahun 2011 hingga
sekarang. Selain itu, Kementerian PPN/Bappenas bersama dengan
Kementerian Dalam Negeri mengkoordinasikan dan menyusun kriteria
teknis untuk DAK Bidang Transportasi Perdesaan yang dimulai tahun
2011 hingga sekarang.

Penyusunan Indonesia Broadband Plan (IBP)

IBP mendorong Untuk mendukung upaya positioning Indonesia sebagai bagian dari
pembangunan negara maju di tahun 2025 sebagaimana ditetapkan dalam MP3EI,
broadband yang akan Pemerintah akan mempercepat pembangunan broadband nasional
meningkatkan sebagai instrumen terpenting dalam ekonomi global berbasis informasi
pertumbuhan ekonomi
dan pengetahuan yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dan daya saing bangsa.
dan daya saing bangsa. Penyusunan IBP merupakan kolaborasi
pemerintah dan swasta dengan menekankan kepada empat aspek
utama, yaitu infrastruktur (dikoordinasikan oleh Kementerian
Komunikasi dan Informatika), utilisasi (dikoordinasikan oleh Masyarakat
Telematika Indonesia), regulasi dan kelembagaan (dikoordinasikan oleh
Kementerian Koordinator Perekonomian), serta pendanaan
(dikoordinasikan oleh Kementerian PPN/Bappenas). Selain itu
Kementerian PPN/Bappenas juga mengkoordinasikan dan
mengharmonisasikan keseluruhan aspek pembahasan ke dalam satu
dokumen tunggal IBP. Hingga akhir tahun 2013 telah diselesaikan konsep
akhir IBP tersebut.

Percepatan Penyediaan Infrastruktur

Kerangka KPS penting Dalam mendukung percepatan percepatan penyediaan infrastruktur


guna mengatasi melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), Pemerintah
keterbatasan anggaran telah mengubah kembali Perpres No.67/2005 tentang Kerjasama
pemerintah dan Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
peningkatan kualitas dan
dengan Perpres No.66/2013. Kementerian Keuangan, Kementerian
efisiensi pelayanan
infrastruktur.
PPN/Bappenas, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal sepakat untuk
melakukan koordinasi guna memberikan dukungan pelaksanaan
percepatan realisasi proyek kerjasama Pemerintah dengan badan usaha
dalam penyediaan infrastruktur. Hal yang telah dilaksanakan berkenaan
dengan kegiatan koordinasi KPS adalah: (1) Melakukan koordinasi
sosialisasi Perpres No.67/2005 serta perubahannya, Permen PPN No.
3/2012, dan Permen PPN No.6/2012 terkait KPS sebanyak 7 kali kepada
500 K/L/pemda Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) serta
instansi terkait; (2) Mengintegrasikan perencanaan proyek KPS dengan
RPJMN dan RKP 2014 dengan turut aktif pada pembahasan-pembahasan
penyusunan RKP 2014; (3) Menyelenggarakan 3 kali Forum KPS (PPP
Forum) di Jakarta; (4) Melaksanakan finalisasi terhadap daftar rencana
proyek infrastruktur KPS dengan berkoordinasi bersama BKPM,
Kementerian Keuangan, dan instansi terkait lainnya; (5) Melaksanakan
46
Peluncuran PPP Book 2013 pada 15 November 2013 kepada 23
perwakilan Duta Besar negara tetangga dan 300 investor dalam dan luar
negeri; (6) Melakukan koordinasi, pemantauan dan evaluasi dengan
mitra pembangunan dalam melakukan perencanaan dan penyiapan
proyek KPS; (7) Memfasilitasi pemasaran proyek infrastruktur KPS; (8)
Melaksanakan kajian dan diskusi dengan instansi terkait mengenai
revitalisasi fungsi Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur
(KKPPI); (9) Melalui proyek Infrastructure Reform Sector Development
Project (IRSDP) membantu PJPK dalam melakukan penyiapan pra studi
kelayakan kepada 7 proyek KPS, membantu proses transaksi untuk 7
proyek KPS dan kegiatan peningkatan kapasitas (capacity building)
terkait penyiapan proyek dan transaksi proyek KPS kepada 9 PJPK
daerah; (10) Bersama JICA, membantu PJPK melakukan penyiapan studi
kelayakan untuk 8 proyek, mengembangkan roadmap peningkatan
koordinasi antar instansi terkait dengan pelaksanaan KPS, dan dukungan
sekretariat Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (KP3EI) dan Tim Konektivitas MP3EI Kementerian
PPN/Bappenas; (11) Melakukan koordinasi, identifikasi, menyusun Pra
studi kelayakan dan Studi Kelayakan yang dibantu oleh MLTI Jepang dan
JICA serta melakukan promosi pengembangan kereta api cepat Jakarta-
Bandung melalui skema kerjasama pemerintah dan swasta; (12)
Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka Percepatan
Pembangunan PLTU Jawa Tengah 2 x 1000 MW; (13) Menyelenggarakan
Investor Forum Proyek Air Minum KPS pada tanggal 28 Juni 2013 di
Jakarta dalam rangka penyempurnaan peraturan dan perundangan
terkait KPS; (14) Meningkatkan kapasitas dan pemahaman aparatur
pemerintah mengenai KPS; dan (15) Menyusun laporan hasil koordinasi
terkait pengembangan kerjasama pemerintah dan swasta.
Capaian proyek infrastruktur melalui skema KPS selama tahun 2013
antara lain: (1) Beroperasinya proyek jalan tol Nusa Dua-Bandara Ngurah
Rai-Benoa sepanjang 10 km dengan perkiraan nilai investasi Rp.2 triliun;
(2) 3 proyek KPS ditransaksikan yaitu: Sistem Penyediaan Air Minum
(SPAM) Kota Semarang Barat, SPAM Kab. Lamongan dan Pengolahan
Sampah Kota Batam dengan perkiraan total nilai investasi Rp.2 triliun;
dan (3) 27 proyek disiapkan untuk ditawarkan kepada swasta dengan
rincian: 13 proyek transportasi dengan perkiraan total nilai investasi
Rp.159 triliun, 8 proyek jalan tol dengan perkiraan total nilai investasi
Rp.296,5 triliun, 5 proyek air minum dan sanitasi dengan perkiraan total
nilai investasi Rp.4,8 triliun dan 1 proyek listrik dengan perkiraan nilai
investasi Rp.13,4 triliun.
Pembangunan KPS dihadapkan kepada beberapa permasalahan antara
lain: (1) Masih kurangnya informasi mengenai proyek baik dari sisi detail
teknis maupun informasi keuangan serta analisis terhadap berbagai
macam risiko dan jaminan pemerintah untuk pengelolaan risiko tersebut;
(2) Masih sulitnya penerapan peraturan terkait dengan KPS oleh para
PJPK; (3) Masih rendahnya kapasitas aparatur dalam melaksanakan KPS;
(4) Belum optimalnya dokumen perencanaan proyek KPS bidang
infrastruktur mengakibatkan pilihan strategi pelaksanaan proyek yang
kurang memihak pada KPS sehingga proyek infrastruktur yang menarik
bagi pihak swasta malah dilaksanakan melalui pembiayaan APBN/APBD
sementara proyek infrastruktur yang tidak menarik justru ditawarkan
47
kepada pihak swasta; (5) Masih lemahnya kelembagaan yang ada
sehingga belum memberikan dampak yang signifikan dalam realisasi
pengembangan KPS di Indonesia contohnya dalam hal koordinasi lintas
kementerian, resolusi konflik dan aktivitas debottlenecking; (6) Masih
kurang memadainya pendanaan PT SMI dan anak perusahaannya PT IIF
serta PT PII masing-masing sebagai instrumen pembiayaan dan
penjaminan pembangunan infrastruktur melalui skema KPS; (7) Belum
optimalnya fungsi PPP Book sebagai penjaga mutu (Quality Control);
serta (8) Belum adanya mekanisme pemberian insentif bagi Penanggung
Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) dalam melaksanakan KPS.
Langkah tindak lanjut yang perlu dilakukan dalam pengembangan KPS
antara lain: (1) Meningkatkan kemampuan dan kapasitas kelembagaan
PJPK sehingga memiliki pemahaman skema KPS dan proses
pengadaannya sehingga penyiapan proyek dapat dilakukan dengan lebih
baik; (2) Mempersiapkan proyek KPS yang akan ditawarkan secara
matang melalui proses perencanaan yang transparan dan akuntabel; (3)
Memutakhirkan dan menyempurnakan mekanisme penyusunan daftar
proyek pemerintah yang dapat dikerjasamakan dengan swasta untuk
mensinergikan rencana kerja pemerintah dengan potensi partisipasi
swasta serta menciptakan mekanisme penyiapan proyek yang lebih
terintegrasi dengan siklus anggaran pemerintah, transparan dan
akuntabel; (4) Mengoptimalkan peran dan kapasitas kelembagaan
khususnya KKPPI sebagai champion dalam mendukung pengembangan
infrastruktur melalui skema KPS sesuai dengan tugas dan fungsi masing-
masing secara teratur dan periodik; (5) Meningkatkan kemampuan
keuangan dari PT SMI dan anak perusahaannya PT IIF serta PT PII masing-
masing sebagai instrumen pembiayaan dan penjaminan pembangunan
infrastruktur melalui skema KPS agar lebih mampu menyediakan sumber
pembiayaan dan penjaminan proyek KPS; (6) Pengintegrasian sistem
pembiayaan dan penganggaran KPS dalam sistem perencanaan dan
penganggaran Pemerintah; (7) Menyempurnakan mekanisme
penyaringan awal proyek KPS sebagai Gate Keeper dalam pelaksanaan
proyek KPS; serta (8) Mengembangkan mekanisme pemberian insentif
melalui sistem perencanaan dan penganggaran kepada PJPK untuk
mendorong dan melaksanakan proyek KPS.

Pengembangan Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM)

Salah satu fokus Kementerian PPN/Bappenas telah melakukan inisiasi pengembangan


perencanaan sub sektor Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM) dengan prinsip dasar
air minum ditujukan pengamanan terhadap kualitas, kuantitas, kontinuitas dan
untuk mendukung keterjangkauan (4K). Selain untuk mendukung ketahanan air nasional,
pelaksanaan ketahanan
RPAM dikembangkan sebagai platform yang dapat mengintegrasikan
air nasional.
pembangunan air minum dan sanitasi. Telah dilaksanakan uji coba
konsep RPAM di kabupaten Banjarmasin, kota Bandung, Provinsi Bangka
Belitung. Perkembangan terakhir adalah pengembangan naskah
akademis RPAM dan pedoman umum RPAM sebagai acuan pelaksanaan.
Permasalahan yang dihadapi adalah terkait dengan pemetaan dan sinergi
peran tiap K/L dalam mendukung pelaksanaan RPAM. Sebagai contoh,
tupoksi Kementerian Kesehatan sangat terkait dengan prinsip kualitas
air. Untuk itu, Kementerian Kesehatan telah mengembangkan modul

48
RPAM untuk kualitas air. Keberadaan modul tersebut perlu disinergikan
dengan pedoman umum RPAM yang saat ini sedang disusun oleh
Kementerian PPN/Bappenas. Dengan demikian, tindak lanjutnya adalah
koordinasi sinergi peran K/L dalam pelaksanaan RPAM.

Pengembangan Strategi Nasional Penanganan Kawasan Kumuh

SAPOLA dilakukan untuk Dalam rangka meningkatkan akses terhadap hunian yang layak huni,
meningkatkan akses Kementerian PPN/Bappenas melaksanakan kegiatan Slum Alleviation
terhadap hunian yang Policy Formulation (SAPOLA) yang didukung oleh Bank Dunia. Kegiatan
layak huni. SAPOLA ini pada dasarnya difokuskan untuk perumusan kebijakan
penanganan kawasan kumuh sebagai upaya pencapaian Indonesia Tanpa
Kumuh Tahun 2020. Saat ini kegiatan SAPOLA masih dalam tahap
penyusunan prinsip kebijakan. Permasalahan yang dihadapi terutama
terkait koordinasi dengan kementerian terkait dalam perumusan
kebijakan.

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)

Strategi Sanitasi Kota Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)


belum seluruhnya ditujukan untuk meningkatkan akses terhadap sanitasi dengan
terintegrasi dalam proses meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam hal perencanaan yang
formal perencanaan dan efisien dan efektif. Saat ini 348 kab/kota telah berpartisipasi. Pada tahun
penganggaran daerah.
2013, kegiatan program difokuskan pada penyiapan penyusunan Strategi
Sanitasi Kota (SSK) di 123 kab/kota, implementasi SSK di 110 kab/kota
dan pemutakhiran SSK di 6 kota. Terdapat beberapa permasalahan
dalam PPSP, yaitu kesiapan daerah dalam penyusunan, pelaksanaan, dan
peningkatan kualitas SSK. Tindak lanjut yang dilakukan adalah
pengawalan proses penjaminan kualitas SSK dan peningkatan kualitas
fasilitasi dan advokasi kepada pemerintah daerah.

Pengembangan Mekanisme Hibah Air Minum dan Sanitasi


Mekanisme hibah air Dalam rangka pendanaan sektor yang lebih efektif dan efisien,
minum dan sanitasi Kementerian PPN/Bappenas melalui dukungan IndII telah
merupakan alternatif mengembangkan kegiatan Water Hibah dan Hibah Sanitasi yang
terobosan pendanaan. menghasilkan terobosan dalam mekanisme pendanaan sub sektor air
minum dan sanitasi. Mekanisme ini diharapkan dapat menjadi suatu
alternatif terhadap mekanisme pendanaan melalui DAK yang dinilai tidak
seefektif dan seefisien yang diharapkan. Saat ini sedang dilaksanakan
kajian mengenai efektifitas mekanisme output-based APBN sebagai
alternatif terhadap mekanisme DAK. Permasalahan yang timbul adalah
diperkirakan pengembangan mekanisme output-based APBN harus
memperhatikan kapasitas fiskal daerah supaya mekanisme tersebut
dapat dilaksanakan di seluruh wilayah di Indonesia.
Pengembangan National Water and Sanitation Information System (NAWASIS)
NAWASIS merupakan Kementerian PPN/Bappenas telah mengembangkan kolaborasi sistem
sistem kolaborasi sektor informasi sektor air minum dan sanitasi yang merupakan sinergi dari
air minum dan sanitasi berbagai sistem informasi terkait yang ada. Pengembangan NAWASIS ini
dari berbagai sistem ditujukan tidak hanya untuk perencanaan yang lebih optimal, namun
informasi terkait yang
juga dikembangkan untuk peningkatan efektifitas dan efisiensi advokasi
ada.
serta fasilitasi pemerintah daerah. Saat ini Sistem Informasi NAWASIS
49
sudah mulai terbentuk. Kolaborasi awal akan dilakukan dengan sistem
informasi STBM, PPSP dan DAK. Diharapkan pada tahun 2014, kolaborasi
tersebut dapat berjalan dengan baik. Permasalahan yang dihadapi antara
lain pemahaman sektor lain mengenai NAWASIS masih belum optimal.
Hal ini menyebabkan keengganan beberapa pihak untuk melakukan
kolaborasi. Tindak lanjut yang dilakukan adalah sosialisasi NAWASIS
dengan percontohan kolaborasi dengan STBM, PPSP dan DAK.

Koordinasi-Konsultasi Pengembangan RPJMN 2015-2019 Perumahan dan Permukiman

Isu strategis kewilayahan Kegiatan koordinasi-konsultasi RPJMN 2015-2019 Perumahan dan


perlu diakomodasi dalam Permukiman dilaksanakan di 7 (tujuh) provinsi, yaitu Provinsi Banten,
pembangunan Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa
perumahan dan Barat dan Sulawesi Selatan. Pelaksanaan konsultasi dan koordinasi
permukiman.
RPJMN tersebut dilaksanakan dengan melakukan kunjungan lapangan
yang dilanjutkan dengan lokakarya konsultasi RPJMN dan RPJMD provinsi
yang bersangkutan. Selain itu juga dilaksanakan FGD untuk sub sektor
perumahan dan sub sektor air minum dan sanitasi. Permasalahan yang
terjadi adalah isu strategis kewilayahan masih belum terakomodir dalam
kegiatan penjaringan masukan untuk pengembangan RPJMN 2015-2019.
Tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah melakukan pertemuan Ratap
Konreg kementerian teknis terkait untuk membahas isu tersebut.

Politik

Pemanfaatan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) bagi Perencanaan Pembangunan Politik


IDI 2013 akan menjadi Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) merupakan alat ukur perkembangan
masukan bagi demokrasi di Indonesia pada 33 provinsi. IDI dirancang untuk menjadi
rancangan teknokratik dasar perencanaan pembangunan politik yang berdasarkan fakta-fakta
RPJMN 2015-2019 yang terjadi dalam dinamika pada setiap level kehidupan kehidupan
bidang politik.
masyarakat. IDI 2009 merupakan produk pertama dokumen IDI, disusul
secara berturut-turut produk IDI 2010, IDI 2011, dan terakhir IDI 2012
yang diluncurkan pada Desember 2013 lalu. Sepanjang tahun 2013 telah
dilakukan proses diseminasi intensif di 14 provinsi di Indonesia untuk
mengintegrasikan IDI 2011 ke dalam dokumen perencanaan di daerah.
Dengan demikian total sudah dilakukan diseminasi ke 20 provinsi sejak
tahun 2011. Sejak IDI 2009 hingga IDI 2012, dapat diketahui bahwa kinerja
demokrasi Indonesia mengalami penurunan. IDI 2009 merupakan kinerja
IDI tertinggi yaitu 67,30. Sedangkan IDI 2012 terendah, hanya mencapai
62,63. Penyusunan IDI 2013 saat ini sedang dalam proses analisis semua
data yang sudah dikumpulkan sepanjang tahun 2013. Pada Juni 2014,
diharapkan IDI 2013 dapat diluncurkan sehingga dapat menjadi bahan
masukan bagi rancangan teknokratik RPJMN 2015-2019 bidang politik.
Penyusunan Good Governance Index (GGI)
Untuk mendorong Kementerian PPN/Bappenas melakukan penyempurnaan Good
penerapan tata kelola Governance Index (GGI) dengan melakukan kajian, ujicoba, dan
pemerintahan yang wawancara mendalam serta FGD kepada pemerintah daerah. Untuk
baik dilakukan melalui mendorong penerapan nilai-nilai tata kelola pemerintahan yang baik,
penggunaan GGI dan
Kementerian PPN/Bappenas juga melakukan kampanye publik berupa
kampanye publik.
penayangan iklan layanan masyarakat yang memuat esensi dari nilai-nilai
50
tata kelola pemerintahan yang baik (kejujuran) di televisi dan media sosial
setelah sebelumnya di-launching pada saat penutupan Musrenbangnas
2013. Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) GGI belum memiliki
payung hukum sehingga belum dapat digunakan secara resmi dan bersifat
mengikat; (2) Kampanye publik belum dilakukan secara masif. Tindak
lanjut yang diperlukan meliputi: (1) Pengintegrasian GGI ke dalam RPJMN
2015 – 2019; (2) Membangun kemitraan dengan pihak lain (K/L/Daerah,
swasta, masyarakat sipil) untuk bersama-sama dalam kampanye publik.

Pertahanan Keamanan

Perencanaan Alutsista Minimum Essential Force (MEF) TNI

Permasalahan dalam Koordinasi perencanaan Minimum essential force (MEF) TNI oleh
pemenuhan MEF terkait Kementerian PPN/Bappenas dilakukan secara intensif dengan asistensi
dengan keuangan negara Kemhan/TNI serta koordinasi dengan Kemenkeu dalam perumusan
dan kemampuan industri kebijakan dan penganggarannya. Dalam mendukung penyusunan Naskah
pertahanan nasional.
Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum TNI, telah dilaksanakan: (1)
Identifikasi isu kritis/fokus permasalahan dalam bidang pertahanan dan
keamanan sebagai dasar penyusunan MEF; (2) Uji materi penyusunan
kebutuhan alutsista TNI untuk mendukung Postur Pertahanan TNI; dan
(3) Analisis dan skenario pemenuhan pembiayaan MEF TNI dalam
periode RPJMN 2010-2014. Permasalahan yang dihadapi antara lain
keterbatasan kemampuan keuangan negara dan perkembangan
teknologi alutsista yang sangat cepat, sementara kemampuan industri
pertahanan nasional masih rendah. Upaya yang dilakukan adalah
pemenuhan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan APBN
dan melakukan skala prioritas kebutuhan alutsista berdasarkan
karakteristik ancaman nyata sistem pertahanan NKRI.

Perencanaan Pemenuhan Alutsista TNI dan Almatsus Polri Produksi Dalam Negeri

Pemenuhan alutsista TNI Pemenuhan alutsista TNI dan almatsus Polri dari industri pertahanan
dan almatsus Polri dari nasional dalam periode 2010-2014 dilakukan dengan dua skema yaitu
industri pertahanan Rupiah Murni dan Pinjaman Dalam Negeri. Industri pertahanan nasional
nasional dilakukan telah mampu membangun berbagai jenis alutsista TNI dan almatsus
dengan dua skema yaitu
POLRI. Permasalahan yang dihadapi adalah kapasitas dan kemampuan
Rupiah Murni dan PDN.
industri pertahanan nasional yang belum sepenuhnya mampu
memproduksi alutsista TNI dan Polri sesuai spesifikasi kebutuhan. Solusi
yang ditempuh antara lain mendorong terbangunnya kerjasama industri
pertahanan nasional dengan industri alutsista dari luar negeri dan
melakukan penguatan lembaga penelitian dan pengembangan Alutsista
TNI dan Almatsus Polri.

51
Hukum Aparatur

Implementasi Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) Jangka
Panjang Tahun 2012-2015 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 (Perpres No.55/2012)

Ratifikasi UNCAC Sebagai wujud komitmen untuk memberantas korupsi, Pemerintah telah
merupakan komitmen meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi
internasional untuk (United Nations Convention Against Corruption, UNCAC) melalui UU
memberantas korupsi No.7/2006. Konsekuensinya, Indonesia wajib untuk melaksanakan
yang diimplementasikan
ketentuan UNCAC. Untuk itu, Pemerintah telah merumuskan Strategi
dalam Stranas PPK.
Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (selanjutnya disebut
Stranas PPK) melalui Perpres No.55/2012 tentang Strategi Pencegahan
dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang tahun 2012-2025 dan Jangka
Menengah tahun 2012-2014.
Perpres ini mengamanatkan kepada Kementerian PPN/Bappenas untuk:
(1) Mengkoordinasikan penyusunan aksi tahunan pencegahan dan
pemberantasan korupsi di K/L; (2) Memberi dukungan Kementerian
Dalam Negeri dalam rangka penyusunan aksi tahunan pencegahan dan
pemberantasan korupsi di pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/
kota); (3) Mengkoordinasikan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan aksi
pencegahan dan pemberantasan korupsi, didukung oleh instansi terkait
lainnya; (4) Mengkoordinasikan laporan K/L atau Pemda mengenai
capaian pelaksanaan aksi pencegahan pemberantasan korupsi setiap 3
bulan sekali; (5) Menyampaikan hasil pelaksanaan Stranas PPK kepada
presiden setiap 1 tahun sekali atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan; (6)
Menyusun hasil pelaksanaan Stranas PPK menjadi bahan pelaporan pada
forum Konferensi Negara-Negara Peserta (Conference of the State
Parties) Konvensi PBB Anti Korupsi 2013 bersama dengan Kementerian
Luar Negeri dan instansi terkait lainnya.
Stranas PPK diimplementasikan melalui berbagai Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi (Aksi PPK) setiap tahun oleh K/L dan Pemda.
Hingga saat ini, telah dilaksanakan tiga tahapan Aksi PPK yang
dilaksanakan, yakni Aksi PPK 2011 berdasarkan Inpres No.9/2011; Aksi
PPK 2012 berdasarkan Inpres No.17/2011; serta Aksi PPK 2013
berdasarkan Inpres No.1/2013. Dari tahun ke tahun, jumlah peserta Aksi
PPK yang terdiri dari K/L dan Pemda semakin meningkat. Adapun pihak
Pemerintah Daerah baru ikut serta pada tahun 2013 dengan jumlah
signifikan yaitu 111 Pemda.
Beberapa capaian dalam rangka implementasi Stranas PPK Tahun 2013,
antara lain: (1) Terbitnya Inpres No.1/2013 tentang Aksi PPK Tahun 2013;
(2) Terbitnya Permen PPN No.1/2013 tentang Tata Cara Kormonev dan
Pelaporan Stranas PPK; (3) Internalisasi Stranas PPK kepada K/L dan
Pemda, meliputi sosialisasi Perpres No.55/2012 dan Inpres No.1/2013,
fasilitasi K/L dan Pemda dalam rangka implementasi Stranas PPK, dan
optimalisasi informasi terkait Stranas PPK pada website
http://stranasppk.bappenas.go.id.; (4) Implementasi Aksi PPK Tahun
2013, meliputi penajaman Aksi PPK, input Aksi PPK hasil penajaman ke
dalam sistem monitoring, koordinasi pelaporan K/L terhadap
pelaksanaan Aksi PPK 2013, verifikasi klaim capaian K/L, penyusunan
laporan pelaksanaan per triwulan, dan kunjungan lapangan (insitu); (5)
52
Penyusunan Aksi PPK Tahun 2014, melalui koordinasi intensif dengan
elemen pemerintah, masyarakat, pakar dari berbagai disiplin ilmu dan
mitra pembangunan untuk memperoleh masukan draft Aksi PPK 2014
dan koordinasi intensif dengan Kementerian Dalam Negeri dan UKP4
dalam rangka penyusunan Aksi PPK Pemda; (6) Penyusunan Sistem
Monitoring Keberhasilam Stranas PPK (outcome); (7) Koordinasi
pencapaian indikator keberhasilan Stranas PPK, meliputi koordinasi
intensif dengan UKP4 dan apgakum (Kejaksaan, Polri, KPK) dalam rangka
Indeks Penegakan Hukum Tipikor dan Indeks Penyelamatan Aset Hasil
Tipikor, dan bekerjasama dengan BPS melakukan Survei Perilaku Anti
Korupsi (SPAK) dalam rangka penyusunan Indeks Perilaku Anti Korupsi
(IPAK); (8) Koordinasi keterlibatan masyarakat dalam penyusunan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi Stranas PPK; dan (9) Publikasi
Perpres No.55/2012, Permen PPN No.1/2013, Inpres No.1/2013 dan fact
sheet terkait Stranas PPK.

Wilayah dan Tata Ruang

Temu Konsultasi Triwulanan Bappenas-Bappeda Seluruh Indonesia


Temu konsultasi Temu Konsultasi Triwulanan Bappenas-Bappeda Seluruh Indonesia
Triwulanan merupakan bertujuan untuk: (1) Meningkatkan dan memantapkan komunikasi dalam
upaya sinergi proses perencanaan pembangunan wilayah dengan stakeholder terkait di
perencanaan dan tingkat pusat dan daerah; (2) Memantapkan koordinasi antara pusat dan
pelaksanaan
daerah dalam pelaksanaan pembangunan wilayah; (3) Mendapatkan data
pembangunan nasional.
dan informasi akurat dari stakeholder terkait yang mendukung
pelaksanaan pembangunan wilayah; dan (4) Mengembangkan konsultasi
dan diskusi yang lebih efektif antarstakeholder terkait perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan wilayah di tingkat pusat dan daerah.
Temu Konsultasi Triwulanan Bappenas-Bappeda Seluruh Indonesia
dilaksanakan di Kementerian PPN/Bappenas sebanyak 3 kali pada tahun
2013. Temu Konsultasi Triwulanan I dilaksanakan pada tanggal 30 Januari
2013, dengan agenda memberikan informasi kepada Bappeda Provinsi
mengenai pelaksanaan Musrenbang 2013, penentuan isu strategis
provinsi, dan Usulan Kegiatan Pendanaan Pembangunan Daerah (UKPPD)
dalam rangka penyusunan dan penguatan RKP 2014. Temu Konsultasi
Triwulanan II dilaksanakan pada tanggal 8 April 2013, dengan agenda
menginformasikan tema dan prioritas RKP 2014, proses penyusunan RKP,
pelaksanaan Musrenbang 2013 dan penentuan isu strategis daerah serta
UKPPD. Temu Konsultasi Triwulanan III dilaksanakan pada tanggal 6
November 2013, dengan agenda percepatan pelaksanaan dana
dekonsentrasi Kementerian PPN/Bappenas.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi (Musrenbangprov)
Musrenbangprov Musrenbangprov 2013 dilaksanakan dengan koordinator pelaksana
bertujuan melakukan Bappeda Provinsi pada tanggal 21 Maret-12 April 2013 di Ibukota
harmonisasi dan Provinsi. Mekanisme Musrenbangprov 2013 adalah: (1) Pemerintah
sinkronisasi program kabupaten/kota menyampaikan usulan kegiatan yang akan dicantumkan
Pemerintah Pusat dan
dalam RKPD Provinsi dan Renja SKPD yang sumber pendanaannya berasal
Provinsi dalam rangka
penyusunan RKP 2014.
dari APBD Pemerintah Provinsi; (2) Pemerintah provinsi bersama-sama
dengan pemerintah kabupaten/kota melakukan pembahasan program,
53
kegiatan dan indikator dengan mengacu tema dan prioritas Rancangan
Awal RKP 2014 serta kesesuaiannya dengan isu strategis provinsi dan
kerangka investasi wilayah; (3) Pemerintah provinsi bersama-sama
dengan pemerintah kabupaten/kota mengidentifikasi program/kegiatan
yang potensial untuk bekerjasama dengan swasta/BUMN/BUMD dalam
skema Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS/PPP); dan (4) Pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menyiapkan daftar usulan
prioritas (F3) sebagai usulan bagi penyempurnaan Renja K/L dengan
memperhatikan alokasi pagu indikatif D/TP tahun 2013 per provinsi
sebagai baseline.

Pramusrenbangnas

Pramusrenbangnas Tujuan dari Pramusrenbangnas tahun 2013 adalah membahas secara


merupakan forum teknis sinergi perencanaan pusat dan daerah, meliputi: (1) Penyelarasan
pembahasan dalam UKPPD dan Rancangan Renja K/L dalam RKP 2014; (2) Kesepakatan
bentuk trilateral desks, kegiatan pendukung dan partisipasi (sharing) APBD Provinsi terhadap
antara Kementerian
program/kegiatan yang disinergikan; dan (3) Kesepakatan program dan
PPN/Bappenas (c.q.
direktorat mitra K/L),
kegiatan prioritas dalam RKP 2014.
K/L, dan Pemerintah Pelaksanaan kegiatan Pramusrenbangnas dilakukan selama 5 (lima) hari
Provinsi (c.q.Bappeda kerja yaitu tanggal 22-26 April 2013 bertempat di Kementerian
Provinsi). PPN/Bappenas dengan pembagian: (1) Senin 22 April 2013 (7 provinsi):
Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur
dan Bali; (2) Selasa 23 April 2013 (7 provinsi): Riau, Kepulauan Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung dan
Lampung; (3) Rabu 24 April 2013 (7 provinsi): Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan
dan Kalimantan Tengah; (4) Kamis 25 April 2013 (6 provinsi): Sulawesi
Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Tenggara; dan (5) Jumat 26 April 2013 (6 provinsi): Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan
Papua Barat. Dalam kegiatan ini, peserta yang hadir meliputi: (1)
Perwakilan K/L (3 orang per meja); (2) Direktur Kementerian
PPN/Bappenas mitra kerja K/L terkait memimpin trilateral desks; (3)
Perwakilan provinsi (6 orang per provinsi); serta (4) Notulis. Selanjutnya
hasil Pramusrenbangnas dilaporkan oleh para Deputi Kementerian
PPN/Bappenas sebagai penanggung jawab prioritas nasional pada
Penutupan Pramusrenbangnas tanggal 29 April 2013.

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas)

Puncak acara Tujuan Musrenbangnas meliputi pelaporan hasil sinkronisasi


Musrenbangnas adalah perencanaan pembangunan pusat dan daerah termasuk isu dan kegiatan
arahan umum Presiden strategis masing-masing provinsi kepada Presiden RI; dan penyampaian
kepada seluruh K/L dan arahan Presiden dan Wakil Presiden RI serta 3 (tiga) Menteri Koordinator
pemerintah daerah.
bagi pelaksanaan pembangunan tahun 2014. Musrenbangnas 2013
diselenggarakan pada Selasa, 30 April 2013 di Hotel Bidakara, Jakarta.
Pelaksanaan Musrenbangnas merupakan puncak dari rangkaian
Musrenbang tahun 2013. Acara Musrenbangnas ini dihadiri oleh unsur
pimpinan lembaga negara, unsur legislatif (DPR dan DPD), para menteri
Kabinet Indonesia Bersatu II, Sekjen dan Sestama K/L, Eselon I K/L, para
Gubernur, Walikota, Bupati, dan Kepala Bappeda Provinsi dan
54
Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Agenda acara yang dilaksanakan: (1)
Laporan Rancangan RKP 2014 oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas,
Arahan Presiden RI dan penyerahan penghargaan MDGs; (2) Sidang Pleno
I: Paparan Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Keuangan; (3) Sidang Pleno II: Paparan oleh 3 (tiga) Menko,
Ketua KEN dan Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia;
dan (4) Arahan penutupan Wakil Presiden RI.
Selain rangkaian acara tersebut, secara paralel juga digelar Pameran
Perencanaan Pembangunan Nasional 2013. Pameran ini ditinjau oleh
Presiden Republik Indonesia. Tema yang ditetapkan untuk pameran
tahun ini adalah “Menuju Indonesia Sejahtera: Entaskan Kemiskinan”.
Peserta pameran meliputi: (1) K/L; (2) Pemerintah Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota; (3) Organisasi Masyarakat Sipil; (4) BUMN; dan (5)
Kementerian PPN/Bappenas.

Pascamusrenbangnas

Pascamusrenbangnas Tujuan pelaksanaan Pascamusrenbangnas, antara lain: (1)


digunakan untuk Menyempurnakan Rancangan Akhir RKP 2014 dengan mengacu pada
mengawal kesepakatan RPJMN 2010-2014 dan hasil Musrenbangnas 2013; (2) Menyempurnakan
Musrenbangnas dalam Rancangan Akhir Renja K/L 2014 dengan mengadopsi hasil
RKP dan Renja K/L 2013.
Musrenbangnas 2013; dan (3) Memastikan bahwa seluruh
kesepakatan/keputusan hasil Musrenbangnas 2013 diakomodir dalam
Renja K/L dan RKP 2014.
Pascamusrenbangnas 2013 diselenggarakan pada hari Jumat, 3 Mei 2013
di Kementerian PPN/Bappenas. Mekanisme pelaksanaan sesuai dengan
desain, berupa pembahasan dalam bilateral desks antara Direktorat
Mitra Kerja K/L di Kementerian PPN/Bappenas dengan K/L. Mekanisme
pembahasan ini masih sama dengan pelaksanaan pada rangkaian
Musrenbang tahun sebelumnya. Peserta yang terlibat dalam
pembahasan bilateral desks ini adalah: (1) Direktorat Mitra Kerja K/L di
Kementerian PPN/Bappenas; (2) Biro perencanaan K/L; dan (3) Notulis.
Pembahasan dilakukan terhadap 7 (tujuh) K/L yang mendapatkan
tambahan alokasi, yaitu: (1) Kementerian PU, (2) Kementerian
Perhubungan, (3) Kementerian Kesehatan, (4) Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif, (5) Kementerian Pertanian, (6) Kementerian
Kelautan dan Perikanan, dan (7) Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Pengalokasian tambahan dana mempertimbangkan usulan
daerah hasil Pramusrenbangnas dan isu dan langkah strategis nasional.
Mekanisme pembahasan yang dilakukan adalah membahas kegiatan
pada F0 yang sudah disepakati pada saat Pramusrenbangnas, namun
belum ada alokasi dana. Untuk kegiatan yang sudah disepakati dalam
Pramusrenbangnas, yang dilakukan adalah memastikan kegiatan tersebut
sudah diakomodir ke dalam Renja K/L 2014. Sementara untuk kegiatan
lainnya yang termasuk dispute di K/L lain tetap akan diupayakan
penyelesaiannya dengan koordinasi mitra di Kementerian PPN/Bappenas.

55
Penyusunan Usulan Kegiatan dan Pendanaan Pemerintah Daerah (UKPPD)

UKPPD merupakan Koordinasi Penyusunan UKPPD adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
pedoman dalam Proses Musrenbangnas. Tahap pengembangan aplikasi dalam
penyusunan RKA K/L penyusunan UKPPD adalah: (1) Pemutakhiran program dan kegiatan K/L
sebagai mata rantai yang terdapat dalam aplikasi/sistem UKPPD; (2) Pengembangan
proses penyusunan
aplikasi/sistem UKPPD dari program kegiatan yang diberikan K/L; (3)
APBN.
Sosialisasi, pelatihan dan penyebarluasan aplikasi/sistem UKPPD.
Dari sejumlah pemetaan permasalahan, evaluasi dan rekomendasi yang
telah disusun, dapat disimpulkan: (1) Sebelum dilakukan penyusunan
aplikasi UKPPD dilakukan penyusunan desain sistem; (2) Permasalahan
penyusunan UKPPD terkait waktu dan substansi; (3) Aplikasi UKPPD yang
telah selesai disusun dilakukan sosialisasi dan pelatihan; (4)
Permasalahan sosialisasi dan pelatihan tidak efektif disebabkan
permasalahan waktu yang relatif sangat singkat; (5) Input dan finalisasi
aplikasi UKPPD dilakukan secara online; (6) Permasalahan input dan
finalisasi aplikasi UKPPD terkait langsung SDM di daerah dan waktu
pelaksanaan input; (7) Persandingan diperlukan data input daerah dan
Renja K/L; (8) Perbedaan program dan kegiatan nomenklatur pusat dan
daerah menyebabkan perlunya pemetaan agar dapat dimasukkan dalam
aplikasi UKPPD; (9) Waktu yang singkat dan perbedaan nomenklatur
Renja K/L pada saat penyusunan UKPPD dan persandingan menjadi
penyebab utama kurang maksimalnya persandingan. Tindak lanjut yang
akan dilakukan: (1) Rekomendasi penyusunan aplikasi UKPPD disesuaikan
dengan kebutuhan sistem; (2) Penyusunan UKPPD yang sesuai dengan
jadwal yang telah di tentukan sehingga sosialisasi dan pelatihan tepat
waktu; (3) Rekomendasi penyelesaian masalah ditekankan peningkatan
kualitas SDM di daerah dan penambahan waktu input dan finalisasi; dan
(4) Perlu penambahan waktu persandingan minimal 2 (dua) minggu serta
Renja K/L tidak berubah lagi.

Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat

Koordinasi Percepatan Koordinasi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat
Pembangunan Papua (P4B) dilaksanakan dalam rangka mengawal amanat Perpres No.65/2011
dan Papua Barat tentang P4B ke dalam RKP 2014. Kementerian PPN/Bappenas bersama
merupakan amanat UP4B menyelenggarakan Rakorsus Tingkat Pusat P4B pada tanggal 17
Perpres No.65/2011
April 2013 sebagai bagian dari rangkaian penyelenggaraan
tentang Percepatan
Pembangunan Papua
Musrenbangnas 2013. Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Provinsi
dan Papua Barat. Papua dan Papua Barat tercantum dalam RKP 2014 yaitu: (1) Peningkatan
kesejahteraan masyarakat asli Papua melalui penguatan ketahanan
pangan, (2) Penanggulangan kemiskinan, (3) Pengembangan ekonomi
rakyat, peningkatan pelayanan pendidikan, (4) Peningkatan pelayanan
kesehatan, (5) Pengembangan infrastruktur dasar, (6) Pemihakan
terhadap masyarakat asli Papua, (7) Pengendalian pemanfaatan ruang
dan pertanahan, keamanan dan ketertiban, serta (8) Pengembangan
kapasitas kelembagaan. Kebijakan P4B dalam Rencana Aksi Percepatan
Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat tahun 2011-2014
dijabarkan ke dalam dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT) P4B.

56
Penguatan Kelembagaan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT)

Koordinasi dilakukan Koordinasi Penguatan Kelembagaan Kementerian Pembangunan Daerah


untuk mengawal dilaksanakan oleh Kementerian PPN/Bappenas bekerjasama dengan
konsistensi perencanaan KPDT. Strategi yang diterapkan: (1) Mendorong pertumbuhan wilayah-
dan penganggaran serta wilayah potensial di luar Jawa-Bali dengan tetap menjaga momentum
menjaga muatan arah
pertumbuhan di wilayah Jawa-Bali; (2) Mendorong percepatan
kebijakan pembangunan
daerah tertinggal dapat
pembangunan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, kawasan
mendukung pencapaian terdepan, kawasan terluar dan daerah rawan bencana dengan
target RPJMN 2010- pengembangan komoditas unggulan; (3) Meningkatkan keterkaitan
2014. antarwilayah (konektivitas) dalam mendukung pengembangan komoditas
unggulan di daerah tertinggal; dan (4) Mendorong pengembangan
wilayah laut dan sektor-sektor kelautan di daerah tertinggal.

Penanggulangan Bencana
Upaya sinergi kebijakan Koordinasi yang dilakukan Kementerian PPN/Bappenas dalam rangka
dalam penanganan penanggulangan bencana, antara lain: (1) Pelaksanaan kegiatan
bencana terutama Rehabilitasi dan Rekonstruksi Daerah Bencana: Wasior, Mentawai, dan
dalam pengelolaan Merapi, bersama BNPB; (2) Penanganan darurat banjir DKI Jakarta tahun
anggaran diatur dalam
2013; (3) Koordinasi penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan
PP No.22/2008 tentang
Pendanaan dan
rekonstruksi pasca gempabumi di Kabupaten Aceh Tengah dan
Pengelolaan Bantuan Kabupaten Bener Meriah, serta Kabupaten Lombok Barat, Provinsi NTB.
Bencana. Dalam mendukung penanganan penanggulangan bencana juga
dibutuhkan alokasi anggaran baik dari pemerintah maupun dari donor
internasional. Secara khusus untuk memobilisasi pendanaan dari
masyarakat internasional untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam
penanggulangan bencana dengan leadership dari Pemerintah telah
dilakukan koordinasi pelaksanaan dana perwalian atau yang disebut
IMDFF-DR (Indonesia Multi Donor Fund Facility for Disaster Recovery).
Terkait dengan pelaksanaan IMDFF-DR, pada tahun 2013 telah
dilaksanakan penyaluran dana bantuan internasional untuk mendukung
pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di Mentawai dan Merapi.
Disamping itu, dalam rangka penguatan kapasitas IMDFF-DR sebagai
fasilitas pendanaan, telah dilakukan Transformasi IMDFF-DR menjadi
Indonesia Disaster Fund (IDF), perluasan ruang lingkup dari pemulihan
pascabencana menjadi penyelenggaraan penanggulangan bencana
secara menyeluruh, penyederhanaan mekanisme pengusulan kegiatan
dan pengesahan, penyesuaian struktur kelembagaan, penyusunan
strategi IMDFF-DR serta promosi IMDFF-DR agar dikenal lebih luas baik
oleh masyarakat dan stakeholder di Indonesia maupun internasional.
Pelaksanaan Masterplan Pengurangan Risiko Bencana Tsunami
Pelaksanaan Masterplan Koordinasi pelaksanaan Masterplan Pengurangan Risiko Bencana
Pengurangan Risiko Tsunami pada tahun 2013 diprioritaskan pada kawasan megathrust
Bencana Tsunami Mentawai, kawasan Selat Sunda, dan kawasan pantai selatan Jawa yang
adalah kerja sama meliputi 10 provinsi dan 51 kabupaten rawan bencana tsunami tinggi.
Kementerian
Koordinasi meliputi penguatan rantai peringatan dini, pembangunan dan
PPN/Bappenas dengan
BNPB.
pengembangan tempat evakuasi sementara, dan penguatan kapasitas
kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana, yang melibatkan K/L
terkait.

57
Kebijakan, Perencanaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Alokasi Khusus

Kementerian Kementerian PPN/Bappenas melalui Tim Koordinasi Penyusunan


PPN/Bappenas berperan Kebijakan, Perencanaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Alokasi Khusus
aktif dalam tahap (TKPKP2E-DAK Kementerian PPN/Bappenas) berperan aktif dalam
perencanaan, kebijakan DAK. Pada tahap perencanaan, Kementerian PPN/Bappenas
penganggaran, hingga
menyusun kebijakan DAK secara umum serta mengkoordinasikan
pemantauan dan
evaluasi DAK.
pelaksanaan trilateral meeting dengan K/L teknis dan Kementerian
Keuangan dalam rangka menyusun arah kebijakan, sasaran, dan ruang
lingkup kegiatan per-bidang DAK untuk ditetapkan dalam Perpres RKP
2014. Arah kebijakan tersebut dipergunakan sebagai dasar penganggaran
DAK di Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja negara (RAPBN)
tahun 2014, yang kemudian dibahas dalam Panja Transfer ke Daerah
DPR-RI sebagai bagian dari penyusunan UU APBN 2014. Setiap tahunnya,
Kementerian PPN/Bappenas juga melakukan pemantauan dan evaluasi
bidang DAK, serta studi evaluasi DAK.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas DAK, Kementerian PPN/Bappenas
melakukan serangkaian rapat koordinasi bersama Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan K/L untuk membahas
Petunjuk Teknis DAK, langkah-langkah optimalisasi penyerapan DAK,
serta penyusunan kebijakan afirmatif DAK terhadap daerah tertinggal.
Beberapa permasalahan DAK antara lain: (1) Sistem perencanaan yang
cenderung bersifat top-down karena tidak mengakomodasi ruang
pembahasan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, (2) Keterlambatan
penetapan Juknis DAK yang menghambat pelaksanaan, dan (3)
Rendahnya kinerja pelaporan DAK sesuai SEB 3 Menteri (Menteri
PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri)
No.0239/M.PPN/11/2008, SE No.1722/MK07/2008, dan No.900/3556/SJ
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan
Evaluasi Pemanfaatan DAK. Tindak lanjut yang dilakukan adalah
peningkatan koordinasi K/L terkait, pencantuman kebijakan disinsentif
bagi daerah dengan tingkat pelaporan rendah dalam RKP, dan inisiasi
pembahasan DAK dalam Pramusrenbangnas melalui sistem UKPPD.

Efektivitas Program dan Kegiatan K/L serta Penguatan Peran Gubernur Sebagai Wakil
Pemerintah Pusat

SEB 3 Menteri Nomor Banyaknya permasalahan terkait pelaksanaan program dan kegiatan yang
0442/M.PPN/11/201; dibiayai dengan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan mendorong
SE-696/MK/2010; diterbitkannya SEB 3 Menteri No.0442/M.PPN/11/2010; SE
120/4693/SJ merupakan No.96/MK/2010; No.120/4693/SJ tentang Peningkatan Efektivitas
tindak lanjut amanat
Penyelenggaraan Program dan Kegiatan Kementerian/Lembaga di Daerah
salah satu dari sembilan
instruksi Presiden di
serta Peningkatan Peran Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat. Dalam
dalam Raker III – Bogor SEB tersebut diamanatkan bahwa 3 (tiga) Kementerian bersama-sama
(5 - 6 Agustus 2010) dengan gubernur memiliki peranan masing-masing untuk meningkatkan
mengenai sinergi pusat efektivitas penyelenggaraan dana dekon, TP, dan UB di daerah.
dan daerah.
Kementerian PPN/Bappenas berperan aktif dalam mengoordinasikan
proses identifikasi kegiatan yang sudah menjadi kewenangan daerah dan
fasilitasi pengalihannya. Pada tahun 2012 telah dilakukan pengalihan
Dekon/TP Kementerian Pertanian yang menjadi urusan daerah (Quasi
Dekon/TP) ke DAK tahun 2013 Rp417 miliar. Sepanjang tahun 2013 juga
58
telah dilaksanakan berbagai rapat koordinasi dalam rangka mengalihkan
Quasi Dekon/TP ke DAK bersama Kementerian Keuangan, Kementerian
Dalam Negeri, Kemenko Perekonomian, dan K/L lainnya, termasuk
pembahasan rancangan Perpres mengenai pengalihan tersebut.
Permasalahan yang dihadapi dalam proses pengalihan Quasi Dekon/TP
antara lain ketidaksesuaian antara Quasi Dekon/TP yang akan dialihkan
dengan bidang DAK yang ada, serta kegiatan DAK yang bersifat fisik,
sementara tidak semua Quasi Dekon/TP bersifat fisik. Tindak lanjut yang
ditempuh adalah Kementerian PPN/Bappenas berkoordinasi dengan
Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kemenko
Perekonomian dan K/L terkait agar proses pengalihan tersebut diimbangi
dengan penguatan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

Pembangunan Perkotaan Nasional

Kebijakan dan Strategi Kementerian PPN/Bappenas telah melaksanakan kegiatan Koordinasi


Pembangunan Strategis Pembangunan Perkotaan Nasional, meliputi: (1) Koordinasi
Perkotaan Nasional Penyusunan RUU tentang Perkotaan dan RPP tentang Standar Pelayanan
(KSPPN) dan National Perkotaan (SPP) melalui Tim Koordinasi Strategis Pembangunan
Urban Development
Perkotaan Nasional (TKPPN). (2) Penyusunan Kebijakan dan Strategi
Program (NUDP)
menjadi acuan strategis
Pembangunan Perkotaan Nasional (KSPPN) sebagai acuan strategis dan
dalam pembangunan antisipasif dalam pembangunan perkotaan di Indonesia dalam rangka
perkotaan nasional. meningkatkan kesejahteraan masyarakat; (3) Penyusunan Indeks Kota
Berkelanjutan (IKB) sebagai alat ukur kondisi awal serta pemantauan dan
evaluasi perkembangan pembangunan perkotaan di Indonesia menuju
kota berkelanjutan, khususnya bagi kota-kota otonom; (4) Sinkronisasi
Indeks Perkotaan dan Standar Pelayanan Perkotaan dengan pembahasan
bahwa Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) menjadi prioritas
pembangunan perkotaan, perbedaan antara Standar Pelayanan Minimal
(SPM) dan SPP, dan SPP akan menjadi peraturan pemerintah; (5)
Penyusunan Desain National Urban Development Program (NUDP) dan
Fasilitasi Kota-Kota dalam Pembangunan Perkotaan; dan (6) Penyusunan
profil kota dengan fokus pada aspek sosial budaya untuk memberikan
data dan informasi potret saat ini kehidupan sosial budaya masyarakat di
kota-kota Indonesia dan tantangan kedepan untuk dikembangkan dalam
membangun kota berkelanjutan.
Beberapa pilot project dilaksanakan untuk mempersiapkan investasi
pembangunan infrastruktur perkotaan, melalui: (1) Penandatangan
Memorandum Kesepahaman antara Kementerian PPN/Bappenas dengan
Cities Development Initiatives for Asia (CDIA) mengenai kerjasama dalam
memberikan fasilitasi terhadap kota-kota di Indonesia dalam bentuk
penyiapan Pre-Feasibility Study, penyediaan sumber-sumber pembiayaan
dan sumber informasi lainnya yang diperlukan oleh pemerintah kota.
Pada tahun 2013, telah dilaksanakan fasilitasi kepada Kota Surabaya,
Kota Palembang, Kota Probolinggo, Kota Palu, Kota Balikpapan, Kota
Denpasar, Kota Semarang, Kota Tangerang; (2) Penandatanganan MoU
dengan ADB untuk melaksanakan Technical Assistance (TA) Green Cities:
A Sustainable Urban Future In Indonesia sebagai inisiatif awal untuk
melaksanakan KSPPN serta menjembatani kesenjangan antara
perencanaan perkotaan dengan pengelolaan lingkungan dalam rencana
pengembangan investasi, mengkaji mekanisme pembiayaan yang

59
inovatif, serta membangun koordinasi antarsektor terkait dalam
perencanaan pengembangan perkotaan. Kegiatan TA ini juga akan
menjadi inisiasi pembangunan Kota Hijau di negara-negara Asia
Tenggara, termasuk di Indonesia. Terpilih 4 kota yang menjadi kota hijau
terbaik yang dalam perkembangannya akan difasilitasi oleh Kementerian
PPN/Bappenas dan lembaga donor lainnya, termasuk ADB, yaitu Kota
Malang, Kota Batam, Kota Kendari, dan Kota Medan; dan (3)
Penandatanganan MoU dengan GIZ untuk melaksanakan TA Urban Nexus
dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan untuk menuju Kota
Berkelanjutan. Kementerian PPN/Bappenas memfasilitasi Pemerintah
Kota Yogyakarta bersama dengan GIZ untuk mulai mengembangkan
Green Hotel.
Kendala dalam penyiapan berbagai kebijakan tersebut terutama masih
diperlukannya komitmen dan dukungan pimpinan dan K/L agar dapat
menjadi acuan bersama dalam pembangunan perkotaan. Peran TKPPN
belum cukup efektif dalam memperkuat pelaksanaan kebijakan dan
instrumen pembangunan perkotaan. Selain itu dukungan anggaran dan
tim yang memadai cukup menjadi kendala untuk mengembangkan
networking dan komunikasi lintas pelaku. Tindak lanjut yang harus
dilakukan adalah: (1) Memperkuat efektifitas TKPPN untuk
mengkomunikasikan acuan kebijakan dan instrumen pembangunan
perkotaan; (2) Melanjutkan penyiapan produk hukum KSPPN, dengan
dukungan pimpinan di Kementerian PPN/Bappenas; (3)
Mengkomunikasikan skenario NUDP untuk dapat didukung oleh lintas
pelaku pusat dan daerah; dan (4) Menggerakkan mitra utama K/L
Kementerian PU Ditjen Penataan ruang dan Cipta Karya serta
Kementerian Dalam Negeri, Ditjen Bangda, dalam menyepakati dan
mensinkronkan berbagai tools yang diperlukan untuk mempersiapkan
pelaksanaan KSPPN pada tahun pertama pelaksanaan RPJMN 2015-2019.

Pembangunan Transmigrasi

Pembangunan Koordinasi dalam pembangunan ketransmigrasian telah berhasil


Transmigrasi sebagai merevitalisasi orientasi pembangunan ketransmigrasian dari pemindahan
pengungkit penduduk menjadi berorientasi pembangunan kawasan untuk
pengembangan mendukung pembangunan daerah. Namun dalam kinerjanya,
kawasanyang akan
pembangunan transmigrasi belum sepenuhnya didasari atas pendekatan
membentuk kesatuan
sistem pengembangan
kawasan sebagaimana telah diamanatkan melalui UU No.29/2009
ekonomi wilayah. tentang Perubahan Atas UU No.15/1997 tentang Ketransmigrasian.
Kegiatan masih dilaksanakan dengan target pemindahan Kepala Keluarga
sebagai transmigran, sehingga masalah-masalah yang muncul dalam
pembangunan kawasan di daerah meliputi belum terpenuhinya SPM
nasional dalam pembangunan sarana dan prasarana, tidak tersedianya
lahan sesuai kebutuhan masyarakat, terbatasnya kapasitas sumber daya
manusia, belum berkembangnya usaha ekonomi. Dengan target kegiatan
tersebut menjadi sulit bagi koordinasi lintas sektor dan lintas wilayah
dalam pengembangan kawasan.
Tindak lanjut utama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan
pembangunan ketransmigrasian agar sesuai dengan pendekatan
pembangunan kawasan dan pembangunan daerah, yang didasari atas
terpenuhinya SPM agar mendekati SPM sektoral secara nasional,
60
peningkatan kemampuan perencana ketransmigrasian untuk
mendapatkan komitmen Kepala Daerah dalam menyediakan lahan,
pendampingan kepada masyarakat, peran ketrasnmigrasian dalam
mendukung ketahanan pangan. Dasar yang kuat dalam pendekatan
perencanaan ketransmigrasian akan menjadi dasar untuk peningkatan
koordinasi lintas sektor dengan mengintegrasikannya dengan skema
kegiatan K/L lainnya, seperti agropolitan, minapolitan, KUR, dan PNPM.

Penyusunan UU No.6/2014 tentang Desa

Penyusunan UU Koordinasi pembahasan RUU desa pada tahun 2013 dilakukan secara
No.6/2014 tentang Desa intensif antara Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Dalam Negeri,
disiapkan untuk Kementerian Keuangan, Kementerian PAN dan RB dan Kementerian
mendukung percepatan Hukum dan Hak Asasi Manusia bersama dengan DPR RI. RUU desa
pembangunan
memiliki arti penting dalam pembangunan desa sebagai upaya untuk
perdesaan.
membantu percepatan penyelesaian masalah di desa, meningkatkan
kemandirian desa, mendorong keberdayaan desa dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa.
Kendala dalam pembahasan RUU Desa adalah ketidaksepakatan antara
Pemerintah dan DPR, dalam menetapkan kewenangan desa yang
diperlukan pengaturan tepat sesuai dengan klasifikasinya yaitu desa dan
desa adat; masa jabatan kepala desa yang ideal untuk kepala desa dan
adanya pertimbangan aspek politis di desa; Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) sebagai lembaga yang merupakan kesatuan dengan unsur
pemerintah desa dan sebagai perwakilan masyarakat; dan terutama
aspek keuangan desa, khususnya perbedaan pendapat mengenai skema
dan pengaturan dana ke desa. Terkait dana desa dijumpai terbatasnya
data dan informasi mengenai jumlah anggaran pemerintah dan
pemerintah daerah yang sudah dibelanjakan untuk keperluan
pembangunan desa.
Setelah ditetapkannya RUU Desa menjadi UU No.6/2014, isu utama
mengenai Keuangan Desa dan Keuangan Desa Adat disepakati: (1) Desa
dan desa adat mendapatkan alokasi anggaran untuk pembangunan yang
bersumber dari APBN dan APBD; (2) Besarnya alokasi anggaran untuk
pembangunan desa dan desa adat yang bersumber dari APBN
disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara yang ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah; (3) Perumusan pasal dilakukan oleh Pansus
bersama dengan Pemerintah. Sebagai tindak lanjut ditetapkannya UU
No.6/2014 tentang Desa terdapat 9 pasal yang memerlukan pengaturan
melalui PP yaitu 6 pasal penyelenggaraan pemerintahan desa, 2 pasal
keuangan dan aset desa, serta 1 pasal ketentuan peralihan tentang
perangkat desa berstatus PNS. Disamping itu terdapat substansi dalam
UU yang memerlukan pengaturan lebih lanjut agar dapat dilaksanakan
yaitu tentang penataan desa, kewenangan desa, peraturan desa,
pembangunan desa dan kawasan perdesaan, BUMDes, Lembaga
Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, Ketentuan Khusus Desa
Adat, dan Pembinaan dan Pengawasan. Diusulkan beberapa subtansi di
atas diintegrasikan ke dalam 3 PP berikut, yaitu RPP tentang Pengaturan
Desa, RPP tentang Alokasi APBN ke Desa, dan RPP tentang
Penyelenggaraan Pemerintah Desa.

61
Pengembangan Ekonomi Lokal Dan Daerah
Pengembangan ekonomi Dalam rangka meningkatkan keterpaduan dalam pengembangan
lokal dan daerah ekonomi daerah, perlu dilakukan koordinasi dan sinkronisasi dalam
dilakukan untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi program yang
meningkatkan terkait dengan bidang pengembangan ekonomi daerah. Untuk itu pada
koordinasi, sinkronisasi,
tahun 2013 Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
dan kerjasama lintas
pelaku antara wilayah
Kementerian PPN/Bappenas telah membentuk Tim Koordinasi Strategis
produksi dengan pusat Pengembangan Ekonomi Daerah melalui Keputusan Menteri PPN/Kepala
pertumbuhan. Bappenas Nomor KEP.31/M.PPN/HK/02/2013 yang anggotanya terdiri
dari K/L terkait pengembangan ekonomi daerah.
Pada tingkat pusat, agenda utama kegiatan koordinasi strategis
pengembangan ekonomi lokal dan daerah, terdiri dari 2 (dua) hal sebagai
berikut: (1) Memperkuat Forum Stakeholder yang dilakukan melalui
penguatan forum lintas pelaku dengan kegiatan penguatan kelompok
kerja dan peningkatan kapasitas SDM; dan (2) Membentuk Fasilitasi
Pendukung Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah (FPPELD).
Reformasi Agraria Nasional
Koordinasi Strategis Pada tahun 2013 dilaksanakan kegiatan Koordinasi Strategis Reforma
Reformasi Agraria Agraria Nasional, yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri
Nasional adalah langkah PPN/Kepala Bappenas Nomor Kep.55/M.PPN/HK/03/2013 tentang
untuk memperbaiki Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional pada
sistem pengelolaan
tanggal 28 Maret 2013. Tim beranggotakan Perwakilan dari Kementerian
pertanahan nasional.
PPN/Bappenas, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Perwakilan K/L
terkait kegiatan Pertanahan Nasional. Pada tahun 2013 telah
dilaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) Identifikasi spasial
cakupan peta dasar, yang menunjukkan cakupan Peta Dasar Pertanahan
yang tersedia dalam format digital hingga November 2013 sekitar 25,44
juta Ha atau 13,31 persen dari total luas wilayah nasional secara
keseluruhan (191,09 juta hektar); (2) Identifikasi jumlah bidang tanah di
Indonesia yang telah bersertifikat, yang menunjukkan 40-45 juta bidang
tanah (46,51-52,32 persen) sudah bersertifikat yang tersebar di seluruh
wilayah; (3) Rencana pelaksanaan pilot project publikasi tata batas
kawasan hutan dan non hutan.
Dalam rangka mendukung penyempurnaan kegiatan reforma agraria
yang sudah dilakukan selama ini, maka pada tahun 2013 telah dilakukan
(1) Identifikasi tanah obyek landreform (TOL) yang meliputi luas tanah,
lokasi dan jumlah penerima manfaat. Data yang berhasil didapat dari
BPN, bahwa sejak tahun 1961 hingga 2007 jumlah tanah yang telah
diredistribusi 2.498.340 ha yang tersebar di seluruh Indonesia; (2)
Identifikasi terhadap data potensi tanah objek reforma agraria (TORA).
Jumlah total tanah terlantar tahun 2012 dan 2013 adalah 68.203,20
hektar yang tersebar pada 11 provinsi seluruh Indonesia; (3) Identifikasi
terhadap tanah yang telah diredistribusi. Jumlah luas tanah yang telah
diredistribusi pada periode tahun 1961 hingga 2012 adalah 2.177.550
hektar dengan jumlah penerima 2.339.626 kepala keluarga (KK). Dengan
demikian rata-rata setiap kepala keluarga mendapatkan tanah
redistribusi 0,93 hektar; (4) Identifikasi kegiatan institusi yang
mendukung upaya pemberdayaan masyarakat untuk dapat dijadikan
access reform.
62
Penataan Ruang Nasional

Pada tahun 2013 telah Kegiatan penyelenggaraan penataan ruang yang melibatkan peran
dilakukan penyelesaian berbagai sektor terkait memerlukan keterpaduan dan keserasian
dan penyerasian penanganan dalam satu wadah koordinasi nasional. Badan Koordinasi
peraturan perundangan, Penataan Ruang Nasional (BKPRN) sebagai lembaga ad-hoc yang
penyelesaian konflik
dibentuk berdasarkan Keppres No.4/2009, merupakan lembaga yang
pemanfaatan ruang dan
penguatan
ditugasi untuk mengkoordinasikan 14 K/L di bidang penataan ruang.
kelembagaan tata Menteri PPN/Kepala Bappenas berkedudukan sebagai Sekretaris BKPRN,
ruang. yang bertugas untuk membantu pelaksanaan tugas BKPRN. Pelaksanaan
tugas sebagai Sekretaris BKPRN ini dibantu oleh Sekretariat BKPRN, yang
dibentuk berdasarkan Kepmen PPN/Kepala Bappenas Nomor
KEP.13/M.PPN/HK/01/2012 tentang Pembentukan Tim Koordinasi
Strategis Sekretariat BKPRN.
Pada tahun 2013 telah dilaksanakan kegiatan koordinasi penataan ruang
untuk penyelesaian peraturan perundangan, penyelesaian konflik
pemanfaatan ruang, penguatan kelembagaan tata ruang, serta
penyusunan laporan semester kegiatan BKPRN. Untuk penyelesaian
peraturan perundangan telah ditetapkan PP No.8/2013 tentang Tingkat
Ketelitian Peta, dan total 19 Perda RTRW Provinsi, 277 RTRW Kabupaten,
dan 71 RTRW Kota. Telah dilakukan pula peninjauan kembali PP
No.26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional serta Perpres
No.54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur. Dalam rangka
mempercepat penyusunan RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota, telah
diterbitkan Inpres No.8/2013 tentang Penyelesaian Penyusunan RTRW
Provinsi/Kabupaten/Kota. Sebagai operasionalisasinya telah disiapkan
pula rancangan SEB 3 menteri untuk penerapan holding zone bagi
provinsi/kabupaten/kota yang kawasan hutannya belum ditetapkan.
Melalui upaya penyelesaian konflik pemanfaatan ruang, BKPRN telah
memberikan rekomendasi antara lain untuk penyelesaian konflik yang
berkenaan dengan rencana pembangunan kawasan industri di
Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang; serta rencana pembangunan
jaringan Sutet di Kabupetan Demak. Penguatan kelembagaan tata ruang
dilaksanakan salah satunya melalui penerbitan Permen PPN No.46/2013
tentang Pedoman Tata Kerja Sekretariat BKPRN, serta pelaksanaan Rapat
Kerja Nasional (Rakernas) BKPRN yang dilaksanakan pada 7 November
2013 di Jakarta. Rakernas ini dilaksanakan dalam rangka penyusunan
Agenda Kerja BKPRN 2014-2015. Selanjutnya dalam upaya untuk
meningkatkan peran masyarakat dalam penataan ruang, telah diterbitkan
Keppres No.28/2013 yang menetapkan tanggal 8 November 2013 sebagai
Hari Tata Ruang Nasional. Untuk meningkatkan akuntabilitas BKPRN,
pada tahun 2013 telah disusun Laporan Semester I/2013 BKPRN yang
telah disampaikan Ketua BKPRN kepada Presiden, serta telah tersusun
Rancangan Laporan Semester II/2013.

63
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Koordinasi Strategis dan Prakarsa Strategis Pembangunan Bidang Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup

Permasalahan dalam Pencapaian pelaksanaan kegiatan Koordinasi Pembangunan Bidang


pembangunan bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup adalah: (1) Tersusunnya
sumber daya alam dan mekanisme pelaksanaan koordinasi atas penyusunan program dan
lingkungan hidup kegiatan di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup dan (2)
adalah pada
Terlaksananya pembahasan dan penanganan isu-isu strategis
inkonsistensi
antarkebijakan.
pembangunan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Permasalahan yang dihadapi adalah adanya inkonsistensi antar kebijakan
dalam mengimplementasikan rencana pembangunan bidang sumber daya
alam dan lingkungan hidup. Tindak lanjut yang diperlukan adalah
sinkronisasi kegiatan, program dan kebijakan dalam upaya mewujudkan
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan
Prakarsa Strategis Isu pembangunan ekonomi konvensional secara bertahap mulai bergeser
Pengembangan kepada perlunya penerapan model pembangunan Ekonomi Hijau (Green
Ekonomi Hijau Economy). Ekonomi Hijau merupakan pendekatan baru yang mencoba
mengelaborasi dan
menggabungkan keseimbangan kesejahteraan dan sosial manusia dengan
mengkaji teori dan
contoh-contoh
mengurangi resiko lingkungan dan kelangkaan ekologis secara signifikan;
penerapan konsep memadukan upaya pemanfaatan sumber daya alam untuk pembangunan
Ekonomi Hijau dalam dengan tetap menjaga aspek kelestariannya. Langkah transisi menuju
pembangunan bidang arah tersebut memerlukan suatu konsep yang konkret dan strategi
sumber daya alam. tahapan secara komprehensif. Oleh sebab itu melalui Prakarsa Strategis
Ekonomi Hijau telah dihasilkan dan dikaji beberapa pendekatan prinsip-
prinsip Ekonomi Hijau untuk diadopsi dalam bidang pertanian, kelautan
perikanan, kehutanan, dan energi sumber daya mineral.
Permasalahan yang dihadapi adalah: (1) Benturan kepentingan
pemanfaatan ekonomi dengan pelestarian lingkungan dan (2) Masih
dianggapnya lingkungan sebagai faktor exogenous dalam kehidupan.
Tindak lanjut yang diperlukan adalah pengembangan Ekonomi Hijau yang
mengandalkan efisiensi sumber daya dan struktur ekonomi yang lebih
ramah lingkungan.

Koordinasi Isu-Isu Strategis Pengelolaan Sumber Daya Hutan Berkelanjutan

Isu strategis Hasil yang dicapai dalam Koordinasi Isu-Isu Strategis Pengelolaan Sumber
pengelolaan sumber Daya Hutan Berkelanjutan, diantaranya: (1) Dari total tata batas kawasan
daya hutan hutan 282.323 km, sepanjang 38.600 km belum selesai; (2) Hutan
berkelanjutan antara produksi 43,9 juta ha masih berstatus open access, belum dibebani hak
lain tata batas kawasan
atau belum dikelola oleh unit pengelola; (3) Hingga 2013 baru mampu
hutan, operasionalisasi
KPH, kuantitas dan
mengoperasionalkan 120 unit dari 600 unit KPH; (4) Rendahnya kualitas
kualitas SDM dan dan kuantitas SDM dan penyuluh kehutanan (5) Seluas 3.412.518 ha lahan
penyuluh kehutanan. sangat kritis (terdegradasi) di dalam kawasan hutan harus direhabilitasi;
(6) Meskipun hotspot kebakaran hutan dapat ditekan 51 persen
(dibandingkan rerata 2005-2009), namun kebakaran hutan akan terus
terjadi sehingga perlu diantisipasi di setiap tahunnya.
Permasalahan yang dihadapi: (1) Keberhasilan kegiatan rehabilitasi
memerlukan ketepatan waktu penanaman dengan musim penghujan
64
yang berlangsung di akhir tahun; (2) Operasionalisasi KPH masih dalam
taraf pengadaan sarana-prasarana (fisik) tetapi dari sisi manajemen belum
berjalan; (3) Keterbatasan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia
dalam pengelolaan di tingkat tapak. Tindak lanjut yang diperlukan: (1)
Mempercepat penyelesaian tata batas kawasan hutan sepanjang 20.000
km; (2) Mengoperasionalkan 30 unit KPH melalui penyediaan sarana
prasarana, bangunan kantor dan isinya, inventarisasi sumber daya hutan,
penyusunan rencana pengelolaan, dan penyediaan sumber daya manusia;
(3) Sertifikasi 500 penyuluh kehutanan; (4) Menyelesaikan target RHL
899.000 ha dan pengembangan hutan kemasyarakatan dan hutan desa
500.000 ha; (5) Penurunan 67,2 persen hotspot kebakaran hutan dari
rerata hotspot periode 2005-2009; (6) Dua model percontohan
pengembangan teknologi produk kehutanan untuk energi alternatif.

Penyusunan Perencanaan Kebijakan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Alokasi Khusus (DAK)
Bidang Kehutanan

Kualitas output kegiatan Hasil yang dicapai dalam kegiatan Koordinasi Penyusunan Perencanaan
DAK bidang kehutanan Kebijakan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang
masih belum semuanya Kehutanan diantaranya: (1) Belum semua kabupaten/kota penerima
memenuhi standar yang alokasi DAK Bidang Kehutanan melaksanakan kegiatan dan memberikan
ditetapkan.
laporan sesuai dengan petunjuk teknis; (2) Alokasi DAK yang seharusnya
untuk kehutanan dapat bergeser untuk bidang lainnya; (3) Sampai saat ini
fungsi monev oleh Pemerintah Provinsi belum berjalan dengan optimal;
(4) Kualitas output kegiatan DAK bidang kehutanan masih belum
semuanya memenuhi standar yang ditetapkan.
Permasalahan yang dihadapi adalah: (1) Koordinasi Dinas, Bappeda
dengan BPDAS belum dapat berjalan dengan baik dalam perencanaan
DAK; (2) Informasi alokasi DAK per daerah masih terlalu lambat, alokasi
tersebut baru dapat diketahui setelah penetapan APBD, hal ini menjadi
kendala bagi daerah penerima alokasi DAK dalam mengalokasikan dana
pendamping; (3) Besaran alokasi DAK per tahun tidak dapat diperkirakan
oleh pemerintah daerah, sehingga tidak dapat direncanakan dengan baik
oleh daerah. Tindak lanjut yang diperlukan adalah: (1) Diperlukan
perencanaan dan mekanisme alokasi yang lebih baik untuk memperbaiki
kualitas rencana; (2) Perlu diterapkan reward-punishment dalam
pelaksanaan DAK oleh pemerintah daerah untuk mendorong pelaksanaan
tepat waktu dan tidak di-carry-over tahun anggaran berikutnya; (3)
Perlunya memantapkan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi
pemanfaatan DAK secara terpadu baik di tingkat pusat maupun daerah;
dan (4) Perlu dibentuk pokja pemantauan teknis dan evaluasi
pemanfaatan DAK di daerah

Identifikasi Isu Strategis Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia

Pengelolaan lingkungan Koordinasi Identifikasi Isu - Isu Strategis Pengelolaan Lingkungan Hidup di
hidup merupakan Indonesia Tahun 2013 difokuskan pada penyusunan dokumen RKP 2014
bagian dari Prioritas bidang lingkungan hidup, dengan Prioritas Nasional terkait dengan
Nasional RKP 2014. lingkungan hidup yakni prioritas nasional 9: Lingkungan Hidup dan
Pengelolaan Bencana, dan Prioritas Bidang yakni perbaikan kualitas
lingkungan hidup dan Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Bencana
Alam serta Kapasitas Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim. Koordinasi
65
dilakukan untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan
prioritas tersebut, dan pendanaan untuk mitra kerja KLH dan BMKG.
Selain perumusan naskah RKP 2014, koordinasi juga dilakukan untuk
mensintesiskan kebijakan-kebijakan terkait dengan pengembangan
ekonomi hijau, yang telah dilakukan oleh Kementerian PPN/Bappenas
selama kurun waktu 2010-2012.
Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan koordinasi ini
adalah penyusunan perencanaan kebijakan dan penganggaran
dilaksanakan dalam agenda dan jadwal kerja yang ketat. Tindak lanjut
yang diperlukan adalah: (1) Koordinasi penyusunan RKP mendatang perlu
ditingkatkan kualitasnya terutama dalam menyusun menyusun kebijakan
di bidang lingkungan hidup untuk dapat mencapai target yang telah
ditetapkan; (2) Pengkajian literatur yang diteruskan dengan perumusan
kebijakan yang dituangkan dalam perencanaan pembangunan perlu
dikhususkan untuk konsep ekonomi hijau

Pelaksanaan Kegiatan Hibah Bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim


Pemanfaatan hibah Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan Hibah Bidang Lingkungan Hidup dan
yang selaras dengan Perubahan Iklim dilakukan untuk mensinkronkan kegiatan-kegiatan hibah
kebijakan yang dikelola Kementerian PPN/Bappenas dengan rumusan kebijakan
pembangunan nasional pembangunan bidang lingkungan hidup, dan perubahan iklim. Adapun
perlu terus ditingkatkan.
hibah yang dikelola antara lain: (1) Program Environmental Support
Programme Phase 3 (ESP 3) dari DANIDA; (2) Project of Capacity
Development for Climate Change Strategies in Indonesia dari JICA; (3)
Program Advis Kebijakan Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim (PAKLIM)
komponen 1 Advis Kebijakan Nasional dan v-NAMAs dari GIZ; dan (4)
Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF). Secara umum output dari
kegiatan hibah tersebut telah sinkron dengan tupoksi dan kebijakan
pembangunan bidang lingkungan hidup, dan dapat memberikan input
yang bermanfaat bagi perumusan kebijakan mendatang.
Permasalahan yang dihadapi adalah jenis kegiatan hibah yang seringkali
tumpang tindih, dan kurangnya koordinasi yang solid antara pemangku
kepentingan. Tindak lanjut yang diperlukan, diantaranya: (1) Perlunya
suatu basis data terkait dengan dana hibah bidang lingkungan hidup dan
perubahan iklim agar dapat terkelola lebih baik; (2) Perlunya pemetaan
lebih lanjut terkait dengan kegiatan hibah agar tidak saling tumpang
tindih; (3) Perlunya pelaporan secara berkala dari setiap kegiatan hibah
dengan format yang seragam; (4) Perlunya reviu yang terintegrasi dengan
kegiatan hibah yang dilakukan.
Optimalisasi Pelaksanaan dan Pengembangan untuk Indonesia Climate Change Trust Fund
(ICCTF)
Penguatan ICCTF Koordinasi Strategis Optimalisasi Pelaksanaan dan Pengembangan untuk
sebagai lembaga ICCTF dilakukan sebagai dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan/proyek
pendanaan perubahan perubahan iklim yang didanai oleh ICCTF, serta mengkoordinasikan dan
iklim terus dilakukan mensinergikan perencanaan kegiatan-kegiatan ICCTF dengan arahan
dengan pembentukan
RPJM 2010-2014 dan RKP 2013. Selain itu pada tahun 2013 ini terus
ICCTF sebagai Lembaga
Wali Amanah sesuai
dilakukan finalisasi untuk persiapan transisi National Trust Fund berupa
Perpres No.80/2011. kegiatan pembahasan draft LoA Peraturan Menteri mengenai
pembentukan Lembaga Wali Amanat (LWA) ICCTF.

66
Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah
banyaknya kegiatan yang bersifat lintas sektor, yang adakalanya tertunda
dikarenakan lambatnya mekansime pengambilan keputusan/ kebijakan.
Tindak lanjut yang diperlukan adalah meningkatkan sinergitas kegiatan
hibah yang didanai oleh ICCTF dengan kegiatan pembangunan nasional.
Selain itu, diperlukan perbaikan mekanisme pengambilan keputusan.

Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan RAN-GRK, RAD-GRK, dan RAN – API

Dokumen kebijakan Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional
untuk penanganan Gerakan Rumah Kaca (RAN-GRK), Rencana Aksi Daerah Gerakan Rumah
perubahan iklim di Kaca (RAD-GRK), dan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim
Indonesia telah lengkap (RAN–API) dilakukan untuk memfasilitasi penyusunan pedoman
untuk mitigasi
Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan (PEP) RAD-GRK, pelaksanaan PEP di
(RAN/RAD-GRK) dan
adaptasi (RAN-API).
daerah (termasuk pendampingan bersama dengan Sekretariat RAN-GRK),
serta penyusunan dokumen RAN-API. Hingga akhir tahun 2013 didapatkan
hasil pedoman PEP telah siap dan digunakan, terbukti dengan telah
dikirimkannya hasil pelaksanaan PEP RAD-GRK oleh 26 Provinsi, dan 3 K/L.
Sedangkan terkait dengan RAN-API, dokumen terus disempurnakan dan
difinalkan.
Permasalahan yang dihadapi terkait dengan mitigasi, antara lain
ketidakseragaman pemahaman daerah untuk melaksanakan PEP,
keterbatasan data, dan harmonisasi kegaitan RAN dan RAD-GRK. Terkait
adaptasi, tidak semua daerah memiliki kajian kerentanan perubahan
iklim, sehingga diperlukan koordinasi lebih lanjut untuk merumuskan aksi
adaptasi. Tindak lanjut terkait upaya mitigasi/RAN-RAD GRK adalah
melaksanakan PEP untuk seluruh provinsi dan sektor. Sedangkan tindak
lanjut terkait upaya adaptasi adalah memfinalisasi dokumen RAN-API,
memastikan tercantum ke dalam RKP/RKA-KL mendatang,
mengarusutamakan RAN-API dalam RPJMN 2015-2019, dan memilih
kegiatan-kegiatan pilot RAN-API.

Optimalisasi Perencanaan dan Implementasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Lingkungan
Hidup TA 2013

Pemanfaatan DAK Hasil yang diperoleh bahwa di beberapa Kab/Kota, pengalokasian DAK
Bidang Lingkungan bidang lingkungan hidup masih belum tepat dan kurang sesuai dengan
Hidup dilakukan kebutuhan daerah. Terkait dengan perencanaan tahun 2014, didapatkan
sebagai upaya hasil arah kebijakan untuk DAK bidang lingkungan hidup tahun 2014.
penanggulangan
Selain itu, untuk perbaikan, dihasilkan bahwa untuk merumuskan
pencemaran dan
perusakan lingkungan,
pedoman teknis yang lebih baik, diperlukan pendalaman permasalahan
peningkatan kualitas yang terdapat dalam evaluasi tahun sebelumnya, dan mengikutsertakan
lingkungan hidup, dan K/L dan pemda. Selain itu, diperlukan suatu instrumen agar pelaporan
peningkatan kapasitas DAK dapat lebih komplit.
dan kemampuan
Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan koordinasi ini
pengelolaan lingkungan
hidup di daerah.
adalah keterbatasan waktu dan anggaran untuk memantau dan
menganalisis daerah sampel, sehingga analisis sebagian besar dilakukan
berdasarkan data sekunder dari laporan pelaksanaan DAK bidang
lingkungan hidup. Selain itu, kurangnya koordinasi dengan KLH sebagai
kementerian yang mengkoordinir pelaksanaan DAK bidang lingkungan
hidup. Tindak Lanjut yang diperlukan antara lain diperlukannya koordinasi
67
yang lebih erat dengan KLH dan pemda, terkait dengan pemantauan,
evaluasi dan perencanaan DAK bidang lingkungan hidup, dan juga dengan
Sekretariat DAK dan kementerian keuangan terkait dengan perumusan
besaran anggaran DAK bidang lingkungan hidup.

Koordinasi Strategis Perencanaan, Pemantauan, dan Evaluasi DAK Kelautan dan Perikanan

Koordinasi Strategis ini Dana Alokasi Khusus bidang kelautan dan perikanan (DAK KP) tahun 2012
menganalisis ragam dan 2013 dialokasikan untuk mendukung kegiatan fisik pembangunan
pemanfaatan dan kelautan dan perikanan tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pada tingkat
tingkat efektivitas provinsi, DAK KP untuk kapal penangkap ikan 30-60 GT beserta alat
penggunaan dana DAK
penangkap ikan. Pada tingkat kabupaten/kota, DAK KP untuk: (1)
untuk menunjang
pembangunan sektor
Pengembangan sarana dan prasarana perikanan tangkap; (2)
kelautan dan perikanan Pengembangan sarana dan prasarana produksi perikanan budidaya; (3)
di daerah, beserta Pengembangan sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu,
tantangan yang masih dan pemasaran; (4) Pengembangan sarana dan prasarana pemberdayaan
dihadapi. ekonomi masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil; (5) Pengembangan
sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan;
(6) Pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan; (7)
Pengembangan sarana statistik kelautan dan perikanan.
Dalam pelaksanaan DAK KP 2012-2013, terdapat beberapa tantangan
sebagai berikut: (1) Pemilihan kegiatan DAK KP daerah terlalu banyak,
sehingga daerah tidak dapat menyelesaikan kegiatan dengan tuntas dan
fokus, serta anggaran operasional pelaksanaan DAK KP di daerah yang
kurang memadai; (2) Kapasitas SDM yang kuarang memadai termasuk
seringnya rotasi dan mutasi; (3) Daerah belum tertib dalam penyampaian
laporan pelaksanaan DAK KP; dan (4) Belum optimalnya koordianasi dan
keterpaduan dalam pemantauan dan evaluasi DAK KP di tingkat pusat,
provinsi, dan kabupaten/kota..

Peningkatan Produksi dan Kapasitas Kilang Minyak Bumi

Besarnya dana Pencapaian pelaksanaan Koordinasi Strategis Peningkatan Produksi dan


pembangunan kilang Kapasitas Kilang Minyak Bumi adalah: (1) Adanya studi lokasi
minyak bumi baru pembangunan kilang baru di Bontang dan beberapa alternatif lainnya,
diatasi dengan KPS. serta (2) Adanya studi kelayakan pembangunan kilang terutama
mencakup konfigurasi kilang dan kelayakannya secara finansial.
Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Besarnya dana pembangunan
kilang baru menyebabkan rencana pembangunan kilang yang sedianya
akan ditanggung melalui APBN berubah menjadi Kerjasama Pemerintah
dan Swasta (KPS), dan (2) Penentuan penanggungjawab proyek kerjasama
yang belum dapat disepakati antara Direktorat Jenderal Migas atau
Pertamina. Tindak lanjut yang diperlukan adalah: (1) Penyiapan peraturan
presiden untuk penugasan Pertamina dalam rangka pembangunan kilang
melalui pola kerjasama pemerintah dan swasta; (2) Pengkajian usulan-
usulan yang disampaikan calon investor pada saat pelaksanaan market
consultation seperti insentif fiskal, besaran kapasitas kilang, kebijakan
subsidi BBM, dan lokasi yang dekat dengan demand; dan (3) Penyiapan
dokumen lelang investor untuk pembangunan kilang baru.

68
Pengembangan Gas Bumi Dalam Negeri

Diperlukan kajian lebih Hasil Koordinasi Strategis Pengembangan Gas Bumi Dalam Negeri tahun
lanjut dampak ekonomi 2013 adalah: (1) Studi benchmarking dengan beberapa negara luar, (2) 10
dari peningkatan gas policy notes tentang pengembangan gas dalam negeri, (3) Model dan
domestik. manual tentang rencana induk pengembangan gas bumi indonesia.
Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Pengumpulan dan
pengolahan data yang mutakhir, dan (2) Koordinasi dengan tim konsultan
yang berlokasi di London dan Bangkok. Tindak lanjut yang diperlukan
adalah: (1) Melanjutkan studi pengembangan gas bumi dalam negeri
untuk mengkaji lebih lanjut dampak ekonomi, baik secara makro maupun
mikro seiring dengan peningkatan gas domestik; dan (2) Mendukung
penyelesaian penyempurnaan neraca gas 2013-2030 serta kebijakan gas
nasional yang mencakup pengembangan infrastruktur yang
menghubungkan supply dan demand serta kebijakan harga.

Pengembangan dan Percepatan Investasi Panas Bumi

Telah tersusun Pencapaian pelaksanaan Koordinasi Strategis Pengembangan Dan


handbook of Percepatan Investasi Panas Bumi adalah: (1) Tersusunnya handbook of
geothermal sebagai geothermal, dan (2) Adanya geoportal tentang informasi panas bumi
pencapaian koordinasi secara online dan dapat diakses oleh seluruh pemangku kepentingan.
strategis
Permasalahannya adalah kurangnya investasi panas bumi di Indonesia
pengembangan dan
percepatan investasi
walaupun potensi panas bumi di Indonesia sangat tinggi. Tindak lanjut
panas bumi. adalah memberikan informasi kepada para calon investor untuk
berinvestasi dalam bidang panas bumi di Indonesia

Kerjasama Pembangunan

GPEDC Forum yang Lebih Mengarah pada Development Effectiveness

Forum GPEDC menandai Global Partnership for Effective Development Cooperation(GPEDC)


berakhirnya kerangka dibentuk pada bulan Juni 2012 sesuai dengan mandat High Level Forum IV
kerja sama on Aid Effectiveness di Busan Korea 29 November-1 Desember 2011.
pembangunan Terbentuknya forum GPEDC menandai berakhirnya kerangka kerja sama
internasional yang
pembangunan internasional yang berorientasi pada aid development
berorientasi pada aid
development menjadi
menjadi development effectiveness, yang lebih mengutamakan kerja sama
development dengan mitra pembangunan kemitraan strategis yang lebih luas
effectiveness. (pemerintah, swasta, parlemen, NGO, philantropi). Indonesia yang
diwakili oleh Menteri PPN/Kepala Kementerian PPN/Bappenas
merupakan salah satu co-chair Steering Committee GPEDC bersama
dengan Inggris dan Nigeria.
Dalam tahun 2013 telah disiapkan beberapa inisiatif yang diharapkan
dapat menjadi (the HOW) untuk mencapai tujuan agenda pembangunan
paska 2015 (the “WHAT”) yang mencakup beberapa area penting yaitu:
(1) Perbaikan mobilisasi dana pembangunan (Domestic Resources
Mobilization/DRM (termasuk penguatan kebijakan pajak yang lebih
efisien, dan mengurangi ilicit transfer of money); (2) Keterlibatan pihak
swasta dalam pembangunan (business in development); (3)
Pengembangan Knowledge Sharing, kerjasama Selatan-Selatan dan
Triangular; dan (4) Peran Middle Income Countries (MICs) dalam
pembangunan.
69
Secara khusus, Indonesia telah mengangkat inisiatif perkuatan Knowledge
Sharing sebagai aktualisasi konsep Beyond Aid dalam proses
pembangunan dan mendorong negara-negara berkembang untuk menjadi
pelaku aktif pembangunan dengan pembekalan peningkatan kapasitas
melalui mekanisme Knowledge Sharing. Selain itu Indonesia juga
mendorong pembentukan mekanisme Knowledge Sharing yang lebih
terstruktur dan institutionalized untuk dapat diimplementasikan pada
tingkat nasional di masing-masing negara melalui contoh pengembangan
Country Led Knowledge Hub (CLKH)
Pertemuan Pertama Tingkat Tinggi/ 1st High-Level Meeting (HLM-1)
GPEDC, dilaksanakan di Meksiko, pada tanggal 15-16 April 2014 untuk
memperlihatkan kemajuan/progress dari Komitmen Busan, serta peran
GPEDC dalam upaya pencapaian agenda pembangunan global. Melalui
outcome HLM-1 di Mexico, disiapkan Communique yang mencakup: (1)
Kaitan antara GPEDC (the what) dengan agenda pembangunan post-2015
(the how), (2) Hasil kongkrit dari kerjasama pembangunan yang inklusif
dan berkesinambungan. Selain itu Communique tersebut juga akan
memberikan arahan baru bagi GPEDC pada masa 2 tahun mendatang
dimana akan diselenggarakan pertemuan tingkat tinggi selanjutnya,
termasuk di antaranya pembaharuan (rotasi) keanggotaan Steering
Committe, dan co-chairmanship (governance) yang baru.
Mengingat GPEDC masih merupakan forum dengan paradigma baru serta
melibatkan pemangku kepentingan pembangunan yang sangat luas maka
diperlukan adanya proses sosialisasi dan outreach yang berkelanjutan
dengan berbagai negara (region) maupun secara internal setiap negara
untuk menyamakan persepsi dan pemahaman mengenai konsep, visi dan
upaya yang kongkrit akan didorong melalui forum tersebut. Selanjutnya,
dengan pembentukan GPEDC yang relatif baru, maka beberapa proses
governance masih dalam tahap penyiapan agar dapat diyakinkan adanya
keterlibatan yang inklusif dan transparan dalam forum tersebut. Masih
diperlukan dukungan yang berkelanjutan terhadap upaya yang dilakukan
dalam forum GPEDC melalui kegiatan outreach dan implementasi
kesepakatan sesuai dengan posisi Indonesia sebagai salah satu negara
MIC.

Development Working Group G-20

Kementerian Sejak pembentukan Working Group on Development pada G-20 pada


PPN/Bappenas pertengahan tahun 2010, Kementerian PPN/Bappenas sebagai Ketua
merupakan focal point Delegasi RI terlibat cukup aktif menyampaikan pandangan dan inisiatif
untuk Development pembangunan yang tercakup dalam Multi-Year Action Plan (MYAP) dalam
Working Group pada G-
berbagai pertemuan G20 Development Working Group Meeting (G20-
20.
DWG Meeting) yang diselenggarakan secara rutin setiap tahun.
Pada tahun 2013 dengan keketuaan Rusia, Indonesia telah berkontribusi
dalam proses Accountability Assessment terhadap implementasi
komitmen pembangunan dalam Seoul 2010 Multi Years Action Plan dan
mendukung usulan penajaman dan penggabungan beberapa isu
pembangunan utama agar lebih fokus dan lebih kongkrit
implementasinya.

70
Di samping itu, sejak tahun 2010 Indonesia sebagai salah satu co-
facilitator bersama Australia dan Italia untuk area pembangunan growth
with resilience telah berhasil menyelesaikan beberapa komitmen yang
terkait dengan penguatan social protection program yaitu: (i) dengan
mendorong lessons learnt dan best practice serta mendukung replikasi
dalam implementasi program social protection kepada negara Low
Income Countries (LICs); (ii) meluncurkan the UN Global Pulse Lab
pertama di Jakarta yang didukung oleh seluruh anggota G20; (iii)
mendukung pembentukan Social protection Inter Agency Cooperation
Board untuk memperbaiki koordinasi kegiatan lembaga internasional
dalam penanganan social protection di LICs; dan (iv) menyiapkan on-line
Social protection Knowledge Sharing Gateway dalam rangka perkuatan
kapasitas negara berkembang dan LICs.
Untuk tahun 2014, Indonesia tetap akan mendorong fokus pembahasan
dan kontribusi G20 DWG pada area infrastruktur, financial inclusion dan
remittances, food security.

Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST)

Pengembangan KSST Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan Indonesia


Indonesia merupakan untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia, dan menjadi landasan dalam
upaya melaksanakan politik luar negeri dan pelaksanaan hubungan internasional Indonesia
amanat Pembukaan yang bebas aktif. Pengembangan Kerja sama Selatan-Selatan dan
Undang-Undang Dasar Triangular (KSST) Indonesia adalah salah satu upaya dalam melaksanakan
1945. amanat tersebut dan sebagai langkah nyata untuk mewujudkan semangat
solidaritas dan penguatan collective action di antara negara-negara
berkembang dan organisasi internasional yang terus mengalami
transformasi dan penguatan. Dalam kerangka pembangunan, Kerjasama
Selatan-Selatan dituangkan dalam RPJMN 2010-2014 sebagai salah satu
prioritas program perencanaan dan pembangunan politik luar negeri
Indonesia.
Pelaksanaan koordinasi dan kelembagaan untuk KSST dilaksanakan secara
bertahap berdasarkan tugas dan fungsi dari masing-masing K/L. Dengan
mempertimbangkan perkembangan dan kebutuhan di masa mendatang
maka koordinasi akan diperluas dengan melibatkan 3 pilar pembangunan
secara inklusif, yaitu pemerintah, pihak swasta dan masyarakat.
Pelaksanaan KSST dilakukan oleh Tim Koordinasi Pengembangan
Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular yang dibentuk melalui
Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor Kep.
51/M.PPN/HK/03/2013 tanggal 25 Maret 2013. Tim diketuai oleh Menteri
PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Luar Negeri. Keanggotaan tim berasal
dari 4 institusi, yaitu Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Luar
Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Sekretariat Negara,
serta beberapa K/L lainnya. Tim ini memiliki tugas antara lain: (1)
Menyusun konsep kebijakan KSST, dan (2) Mengkoordinasikan,
melaksanakan dan memfasilitasi kegiatan dalam rangka pengembangan
KSST.
Sebagai upaya untuk mendapatkan payung hukum dalam menentukan
kebijakan pembangunan nasional yang terintegrasi antara kerjasama
pembangunan internasional dan alokasi prioritas pembangunan, telah
dilakukan finalisasi draft Peraturan Presiden tentang Kerjasama Selatan-
71
Selatan dan Triangular beserta draft Rencana Induk KSST sebagai
lampirannya. Isi draft tersebut antara lain: mekanisme pendanaan KSST,
penguatan mekanisme koordinasi diantara Tim Koordinasi KSST, dan
perumusan strategi pelibatan pihak swasta dalam rangka meningkatkan
keuntungan ekonomi (economical dividend).
Pada tahun 2013 telah diselenggarakan 3 kegiatan flagship dalam rangka
KSST, yaitu Training Manajemen Inseminasi Buatan, Training Manajemen
Pengelolaan Risiko Bencana dan Workshop di bidang Demokrasi.

The 3rd Global Dialogue of Agencies and Ministries for International Cooperation and Development

Kegiatan internasional lainnya yang telah diselenggarakan adalah The 3rd


Global Dialogue of Agencies and Ministries for International Cooperation
and Development. Kegiatan ini diselenggarakan pada tanggal 4-5
Desember 2013 di Jakarta, bekerja sama dengan Kementerian Kerjasama
Ekonomi dan Pembangunan Republik Federal Jerman (BMZ). Acara
tersebut dihadiri oleh peserta dari China, Columbia, Jepang, Jerman,
Korea, Meksiko, Peru, Afrika Selatan, Thailand dan Indonesia.
Pelaksanaan kerjasama Persiapan dan pelaksanaan kerjasama triangular telah dilakukan dengan
triangular pada tahun melibatkan beberapa mitra pembangunan (develoment partner), antara
2013 telah melibatkan lain: Japan International Cooperation Agency (JICA), World Bank, United
beberapa mitra Nations Development Programme (UNDP), Islamic Development Bank
pembangunan.
(IDB), United States Agency for International Development (USAID),
Pemerintah Jerman (melalui BMZ dan GIZ) dan Pemerintah Norwegia.
Beberapa pencapaian hasil kerjasama dengan JICA antara lain melalui
knowledge management project, telah dihasilkan completion report,
booklet dan video pendek untuk PNPM, demokrasi, dan manajemen
makro. Selain itu telah dihasilkan laporan evaluasi terhadap pelaksanaan
KSST, yaitu laporan case study road sector di Timor Leste dan agricultural
sector di Tanzanian dan Gambia. Sedangkan untuk Capacity Development
Project for South-South and Triangular Cooperation (CADEP-SSTC) telah
dilakukan penandatanganan Record of Discussion (ROD), penugasan
Advisor, dan perekrutan tim untuk sekretariat CADEP-SSTC.

72
Pencapaian kerjasama dengan Islamic Development Bank (IDB) melalui
reverse linkage program adalah telah ditandatanganinya MoU oleh
Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Presiden IDB pada tanggal 6 April
2013. MOU ini merupakan milestone utama, yang diantaranya
menyepakati area kerjasama di sektor pertanian, penanggulangan
kemiskinan (diantaranya melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat),
manajemen perekonomian makro dan kebijakan fiskal, dan
penanggulangan bencana.
Dalam rangka kerjasama pembangunan dengan Pemerintah Jerman telah
dihasilkan dokumen Summary Record of The Negotiations on
Development Cooperation Between The Government of Indonesia and the
Government of The Federal Republic of Germany pada tanggal 14
November 2013 yang ditandatangani oleh Deputi Bidang Pendanaan
Pembangunan, Kementerian PPN/Bappenas (mewakili Pemerintah
Indonesia) dan Kepala Divisi Asia Tenggara, Kementerian Kerjasama
Ekonomi dan Pembangunan - BMZ (mewakili Pemerintah Federal Jerman).
Salah satu hasil kesepakatan tersebut adalah Pemerintah Jerman melalui
GIZ akan mendukung kegiatan South-South and Triangular Cooperation
and Networks for Global Governance.
UNDP telah memberikan dukungan operasional pelaksanaan KSST di
Kementerian PPN/Bappenas melalui Strengthening Innovative
Partnerships for Development Cooperation (SIP-DC). Selain itu UNDP dan
Pemerintah Norwegia telah menandatangani Cost Sharing Agreement
pada tanggal 5 Desember 2013 untuk pelaksanaan pilot project dan
dukungan terhadap sekretariat KSST melalui SIP-DC Project.
Mitra kerjasama pembangunan lainnya pada tahun 2013 adalah World
Bank dan USAID. World Bank melalui World Bank Institute (WBI) akan
memberikan Technical Assistant (TA) untuk meningkatkan kapasitas
knowledge sharing dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
TOR pelaksanaan kegiatan pelaksanaan studi dan workshop knowledge
exchange telah disepakati. Sedangkan untuk kerjasama dengan USAID
telah dihasilkan draft concept paper dan persiapan pelaksanaan
workshop.
Pengintegrasian Dalam rangka penyiapan usulan kegiatan KSST untuk TA 2014 telah
perencanaan kegiatan dilakukan serangkaian kegiatan. Pada tanggal 14 Februari 2013
KSST ke dalam proses diselenggarakan workshop dengan tujuan untuk koordinasi dan
perencanaan dan pengenalan KSST dalam proses perencanaan dan penganggaran TA 2014.
penganggaran APBN.
Selanjutnya dilakukan penyusunan konsep dan petunjuk pengisian tabel
KSST untuk buku panduan Trilateral Meeting (TM).
Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan KSST tahun 2013 antara
lain: (1) Belum adanya strategi dan kebijakan KSST Indonesia yang
terintegrasi diantara K/L; dan (2) Belum adanya koordinasi yang efektif
dalam pelaksanaan KSST, termasuk perencanaan dan penganggaran.
Tindak lanjut untuk menyelesaikan permasalahan, meliputi: (1) Finalisasi
draft Peraturan Presiden dan Rencana Induk KSST; dan (2) Menetapkan
petunjuk pengisian usulan kegiatan KSST dalam buku panduan Trilateral
Meeting (TM) sebagai upaya mengintegrasikan perencanaan program dan
kegiatan KSST dengan perencanaan penganggaran dalam APBN

73
Inter-governmental Committee of Experts on Sustainable Development Financing (ICE-SDF)
Peran Kementerian Inter-governmental Committee of Experts on Sustainable Development
PPN/Bappenas dalam Financing (ICE-SDF) dibentuk dengan tujuan menyiapkan laporan berisi
ICE-SDF penting dalam strategi mengenai opsi pendanaan yang efektif untuk pembangunan yang
memberikan masukan berkelanjutan, dan mengupayakan mobilisasi sumber pendanaan untuk
mengenai opsi inisiatif
mencapai tujuan pembangunan. Penugasan ini merupakan bagian dari
pembiayaan yang
inovatif dalam
proses UN yang akan difinalkan dalam bulan September 2014.
pembangunan yang Keikutsertaan Kementerian PPN/Bappenas yang diwakili oleh Bapak Wakil
berkelanjutan. Menteri PPN sebagai salah satu anggota Inter-governmental Committee of
Experts on Sustainable Development Financing (ICE-SDF) sejak bulan
Agustus 2013 sangat penting dalam memberikan masukan mengenai opsi
inisiatif pembiayaan yang inovatif dalam pembangunan yang
berkelanjutan. Secara khusus Indonesia memperjuangkan ODA agar dapat
tetap dapat diakses oleh Middle Income Countries, sehingga terhindar dari
Middle Income Trap, serta memperjuangkan alokasi pendanaan
Sustainable Development Goals selain alokasi untuk pencapaian Millenium
Development Goals yang ada selama ini.
Permasalahan dalam pelaksanaan koordinasi ICE-SDF antara lain
disebabkan oleh batas waktu yang singkat dan lingkup permasalahan yang
cukup luas memerlukan sumbangan pemikiran yang strategis dan efektif
dalam waktu cepat. Masukan Kementerian PPN/Bappenas melalui ICE-SDF
sangat erat bersinergi dengan diskusi pada Open Working Group on
Sustainable Development Goals (OWG-SDG).
Global Green Growth Institute (GGGI)
Kementerian Tahun 2013 merupakan tahap persiapan kerjasama pemerintah Indonesia
PPN/Bappenas dengan lembaga internasional Global Green Growth Institute (GGGI).
merupakan salah satu Beberapa langkah persiapan yang telah dilakukan meliputi: (1) Penyiapan
participating member kelembagaan GGGI agar dapat beroperasi secara resmi di Indonesia yang
dari GGGI dan anggota
meliputi penyiapan MoU interim mengenai penanganan persiapan
council lembaga GGGI.
kerjasama GGGI di Indonesia sambil menunggu proses resmi ratifikasi
perjanjian GGGI di Indonesia; (2) Melakukan penyiapan yang diperlukan
dalam proses ratifikasi perjanjian melalui rangkaian proses penyiapan
naskah akademis, ijin prakarsa, penyiapan rancangan Perpres, dan
melakukan proses harmonisasi perjanjian GGGI.
Kementerian PPN/Bappenas yang diwakili oleh Bapak Wakil Menteri PPN
sebagai salah satu anggota Council lembaga GGGI juga telah memberikan
kontribusi dalam bentuk pemikiran baik dalam pengelolaan operasi
lembaga GGGI (kelembagaan, SDM, pembiayaan) serta memberikan arah
strategis program kerjasama GGGI dengan berbagai negara untuk
beberapa tahun ke depan.
Pada tahun 2013 juga telah dilakukan penyiapan program kerjasama
Indonesia dan GGGI untuk beberapa tahun mendatang dengan
melibatkan kementerian lembaga serta pemerintah daerah Kalimantan
Timur dan Kalimantan Tengah sebagai pilot kegiatan GGGI di Indonesia.
Untuk mengoptimalkan manfaat dari kerjasama GGGI, perlu segera
diselesaikan proses diratifikasi agar program dan kegiatan GGGI dapat
segera mulai dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku di Indonesia.
Di sisi lain, perlu adanya koordinasi yang solid terhadap program dan
74
rencana kegiatan GGGI di Indonesia mengingat banyaknya kementerian
dan lembaga yang terlibat.

Launching Program Kerja Sama Pertumbuhan Ekonomi Hijau Antara Pemerintah RI dan GGGI

Kerja sama Pembangunan Bilateral dan Multilateral

Kerja sama Dalam rangka memastikan ketersediaan sumber pembiayaan luar negeri
pembangunan bilateral untuk mendukung pendanaan pembangunan, Kementerian
dan multilateral PPN/Bappenas berkoordinasi dengan K/L dalam pengembangan kerja
dilakukan untuk sama pembangunan bilateral dan multilateral. Rencana kerja sama
memastikan
pembangunan dituangkan dalam strategi kerjasama pembangunan/
ketersediaan sumber
pembiayaan luar negeri
country partnership strategy. Terkait rencana kerja sama pembangunan
sebagai pendukung bilateral, pada tahun 2013 Kementerian PPN/Bappenas mereviu dokumen
pendanaan Strategi Kerjasama Pembangunan (Country Development Cooperation
pembangunan. Strategy-CDCS) antara RI dan Amerika Serikat. Reviu tersebut bertujuan
untuk melihat konsistensi antara CDCS dengan RPJMN 2010-2014, dengan
mempertimbangkan tujuan RPJMN 2015-2019 sesuai amanat RPJPN
2005-2025. Untuk kurun waktu 2014–2018, prioritas kerjasama RI dan
Amerika Serikat difokuskan pada: (1) Democratic Governance
Strengthened; (2) Essential Human Services for Poorest and Most
Vulnerable Improved; (3) Global Development Priorities of Mutual Interest
Advanced; dan (4) Collaborative Achievement in Science, Technology and
Innovation Increased.
Di samping itu, pada tanggal 14 November 2013 Kementerian
PPN/Bappenas juga menyepakati dokumen “Summary Record of
Negotiation” yang menjadi acuan kerjasama pembangunan RI dan
Jerman 2013-2020. Dalam kurun waktu tersebut, prioritas kerjasama
pembangunan Indonesia – Jerman akan difokuskan pada: (1) Energy &
Climate Change; (2) Inclusive Growth; dan (3) Good Governance & Global
Network. Terkait rencana kerja sama pembangunan multilateral, pada
tahun 2013 Kementerian PPN/Bappenas juga melakukan reviu atas
dokumen kerjasama pembangunan dengan berbagai lembaga multilateral
yang menjadi mitra pembangunan, seperti dengan ADB dan IFAD.

75
Koordinasi Lainnya

Perencanaan Pendanaan Pembangunan

Koordinasi perencanaan Dalam rangka memenuhi kebutuhan pendanaan pembangunan dan untuk
pendanaan meningkatkan kinerja pinjaman luar negeri, Kementerian PPN/Bappenas
pembangunan meliputi mengkoordinasikan penyusunan dokumen perencanaan pinjaman dalam
perencanaan negeri, pinjaman luar negeri, dan penerimaan hibah. Untuk meningkatkan
perencanaan pinjaman
kualitas perencanaan kegiatan-kegiatan yang dibiayai pinjaman luar
dalam negeri, pinjaman
luar negeri, dan
negeri sesuai arahan RPJMN 2010-2014 dan PP No.10/2011, Kementerian
penerimaan hibah. PPN/Bappenas menerapkan kriteria kesiapan untuk usulan proyek-proyek
yang akan dibiayai pinjaman luar negeri. Untuk memastikan pemenuhan
kriteria kesiapan proyek tersebut dan dalam rangka akuntabilitas,
Kementerian PPN/Bappenas juga menerapkan penggunaan lembar
kendali kesiapan proyek. Selain itu, juga dikembangkan pemanfaatan
SBSN (sukuk) sebagai salah satu alternatif sumber pendanaan
pembangunan. Pada tahun 2013, Kementerian PPN/Bappenas telah
melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan dan kementerian
teknis lainnya untuk menyiapkan berbagai kegiatan yang dibiayai melalui
penerbitan SBSN.

3.4. Tata Kelola dan Manajemen Internal


Dalam pelaksanaan tata kelola dan manajemen internal, Kementerian PPN/Bappenas telah
melaksanakan reformasi birokrasi (RB), pencapaian opini WTP atas laporan keuangan, penguatan
pengawasan internal, penataan manajemen aset, perencanaan dan pengadaan dukungan sarana
dan prasarana kantor, dan pengembangan sistem layanan data dan informasi perencanaan
pembangunan.

Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

Perkembangan RB Pelaksanaan program Reformasi Birokrasi (RB) Kementerian


Kementerian PPN/Bappenas dimulai sejak tahun 2008, dan tahun 2013 ini merupakan
PPN/Bappenas tercermin tahun keenam pengimplementasiannya. Pelaksanaan RB tersebut
dari penerapan jam kerja dilakukan dengan melakukan pembenahan dan peningkatan di bidang
dan kehadiran,
kelembagaan, sarana dan prasana, sumber daya manusia, dan
pemberian tunjangan
kinerja, dan peningkatan
ketatalaksanaan termasuk penataan program, kegiatan, dan anggaran
kinerja secara sejalan dengan kebijakan anggaran berbasis kinerja dengan melibatkan
kelembagaan. seluruh pimpinan, staf dan unit kerja. Perkembangan dan hasil yang
sudah dicapai sampai dengan saat ini telah dirasakan oleh organisasi dan
seluruh pegawai di Kementerian PPN/Bappenas yang tercermin dari
penerapan jam kerja dan kehadiran, pemberian tunjangan kinerja, dan
peningkatan kinerja secara kelembagaan.
Dalam pelaksanaan reformasi birokrasi tahun 2013, terjadi perubahan
metode penilaian reformasi birokrasi dengan diterapkannya metode
penilaian mandiri (self assesment) yang disebut Penilaian Mandiri
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB). Dalam pelaksanaan metode
PMPRB, Kementerian PPN/Bappenas membentuk Tim Penilai (Asesor)
dan Tim Pelaksana di setiap Unit Kerja Eselon I (UKE-I) di Kementerian
PPN/Bappenas sesuai Peraturan Menteri PAN dan RB No. 1 Tahun 2012
76
tentang Pedoman Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
(PMPRB) dan Peraturan Menteri PAN dan RB No. 31 Tahun 2012 tentang
Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
(PMPRB) Secara Online. Tim Pelaksana dan Tim Asesor masing-masing
dikoordinatori oleh Pejabat Eselon II yang telah ditunjuk oleh Pejabat
Eselon I dan dikukuhkan dalam SK Tim. Tim Pelaksana berfungsi untuk
menyusun dan mengisi capaian keberhasilan UKE-nya ke dalam kertas
kerja PMPRB. Tim Asesor berfungsi untuk memberikan penilaian atas
kinerja instansi berdasar indikator/elemen yang telah ditetapkan dan
menyusun tindak lanjutnya. Inspektorat Utama bertugas sebagai
koordinator asesor dan fasilitator.

Gambar 12. Arah dan Kebijakan RB: Framework Secara Ringkas

Sumber: Biro Perencanaan, Organisasi, dan Tata Laksana Kementerian PPN/Bappenas

Pelaksanaan dan hasil pencapaian sembilan program Reformasi sampai


dengan tahun 2013:
Pertama: Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan Kementerian
PPN/Bappenas telah berdampak pada terbangunnya kesamaan persepsi,
komitmen, konsistensi dan keterlibatan seluruh pegawai dalam
pelaksanaan program dan kegiatan reformasi birokrasi.
Kedua: Pelaksanaan Program Penataan Peraturan Perundang-undangan
telah berdampak pada tersedianya/tersusunnya pemetaan berbagai
peraturan perundang-undangan yang selaras (harmonis) dan tidak
tumpang tindih.
Ketiga: Pelaksanaan Program Penataan dan Penguatan Organisasi telah
berdampak pada: (1) Tersedianya peta tugas dan fungsi unit kerja di
instansi yang tepat fungsi dan tepat ukuran yang dituangkan di dalam
dokumen struktur Organisasi dan Tata Kerja instansi; dan (2) Tersedianya
rencana penguatan (dokumen organisasi dan tata kerja, uraian tugas dan
fungsi) unit organisasi yang secara fungsional melaksanakan fungsi
organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepegawaian dan diklat.
77
Keempat: Program Penataan Tata Laksana diukur berdasarkan: (1)
Seluruh dokumen SOP yang diterbitkan oleh Kementerian PPN/Bappenas
sudah disahkan, dan (2) Tersedianya Blue Print pengembangan E-
Government (IT Plan).
Kelima: Program Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur diukur
berdasarkan: (1) Meningkatnya ketaatan terhadap pengelolaan SDM
aparatur di instansi, (2) Meningkatnya transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan SDM Aparatur di instansi, (3) Meningkatnya disiplin SDM
aparatur di instansi, (4) Meningkatnya efektivitas manajemen SDM
aparatur di instansi, dan (5) Meningkatnya profesionalisme SDM aparatur
di instansi.
Keenam: Program Penguatan Pengawasan diukur berdasarkan: (1)
Meningkatnya kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan negara di
Kementerian PPN/Bappenas, (2) Meningkatnya efektivitas pengelolaan
keuangan negara di Kementerian PPN/Bappenas, (3) Diperolehnya opini
WTP dari BPK terhadap pengelolaan keuangan negara di Kementerian
PPN/Bappenas, dan (4) Menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang
di Kementerian PPN/Bappenas.
Ketujuh: Program Penguatan Akuntabilitas Kinerja diukur berdasarkan:
(1) Meningkatnya kinerja Kementerian PPN/Bappenas, dan (2)
Meningkatnya akuntabilitas Kementerian PPN/Bappenas.
Kedelapan: Pelaksanaan Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
telah berdampak pada: (1) Meningkatnya kualitas pelayanan publik
kepada pemangku kepentingan, (2) Meningkatnya jumlah unit pelayanan
yang memperoleh standarisasi pelayanan internasional, (3)
Meningkatnya indeks kepuasan pemangku kepentingan terhadap
pelayanan Kementerian PPN/Bappenas.

Gambar 13. Hasil Pencapaian 9 Program Mikro dengan PMPRB

Sumber: PMPRB Online KemenPAN dan RB

78
Dalam kaitan dengan pelaksanaan kegiatan Partisipasi Masyarakat Dalam
Pelayanan Publik telah dilakukan Pelaksanaan Survei Eksternal Kepuasan
Pelanggan terhadap Layanan Kementerian PPN/Bappenas. Pelaksanaan
survei adalah untuk mengukur kepuasan masyarakat/pemangku
kepentingan terhadap layanan yang disediakan Kementerian
PPN/Bappenas, dengan hasil: (1) Berdampak pada meningkatnya
integritas, akuntabilitas, dan transparansi layanan sehingga pada
gilirannya meningkatkan kepercayaan publik (public trust) dan pemangku
kepentingan (stakeholder) kepada Kementerian PPN/Bappenas. Hal ini
dapat dibuktikan dari pemberian penghargaan dari pemangku
kepentingan (stakeholder) kepada Kementerian PPN/Bappenas,
diantaranya: (a) Penghargaan atas responsif gender “Anugerah Parahita
Ekapraya” sebagai prestasi keberhasilan melaksanakan pembangunan
kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,
dan (2) JICA Award atas implementasi RPJMN dalam bidang perubahan
iklim (peduli isu lingkungan); serta (2) Berdampak pada internal, dengan
telah terjadinya perubahan perilaku SDM aparatur (peningkatan) dalam
hal etika, kinerja, kedisiplinan, dan perilaku terhadap pemangku
kepentingan eksternal. Apabila dilihat dari indikator integritas,
akuntabilitas, dan transparansi, maka pemangku kepentingan eksternal
menilai sangat memuaskan terhadap penyediaan layanan kepada
pemangku kepentingan eksternal berupa RPJPN, RPJMN, RKP, dan
rencana kebijakan.
Kesembilan: Pelaksanaan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Reformasi
Birokrasi Kementerian PPN/Bappenas telah berdampak pada adanya
jaminan mutu agar pelaksanaan reformasi birokrasi dijalankan sesuai
dengan ketentuan dan target yang ditetapkan dalam road map
Kementerian PPN/Bappenas. Di samping itu dapat diketahui sejauhmana
hasil pelaksanaan reformasi birokrasi dimanfaatkan oleh seluruh
stakeholder dan adanya umpan balik untuk perbaikan pelaksanaan
reformasi birokrasi di tahun berikutnya.
Pelaksanaan Program Percepatan (Quick Wins) juga telah berdampak
pada meningkatnya kepercayaan publik (public trust) dan pemangku
kepentingan (stakeholder) kepada Kementerian PPN/Bappenas.
Sedangkan hasil dari pelaksanaan survei internal dan eksternal terhadap
Layanan Kementerian PPN/Bappenas menunjukkan bahwa pelaksanaan
reformasi birokrasi telah berdampak pada tiga hal, yaitu: (1) Dilihat dari
sisi hasil pada SDM aparatur, terjadinya peningkatan motivasi dan
kepuasan pegawai terhadap apa yang dikerjakannya. Sehingga motivasi
dan kepuasan ini menjadi stimulan untuk menguatkan kembali
(reinforcement) kinerja pegawai; (2) Dilihat dari sisi pengungkit,
meningkatnya dukungan kepemimpinan dan organisasi secara
keseluruhan akan terus membangkitkan semangat, motivasi dan kinerja
pegawai, apalagi didukung juga oleh hasil survei eksternal yang menilai
sangat memuaskan terhadap integritas, akuntabilitas, dan transparansi
layanan; dan (3) Dilihat dari sisi pemangku kepentingan eksternal,
meningkatnya motivasi dan kepuasan pegawai akan berdampak pada
tersedianya layanan berkualitas (penyediaan RPJPN, RPJMN, RKP, dan
rencana kebijakan) yang dirasakan juga oleh pemangku kepentingan
eksternal.

79
Pencapaian Opini atas Laporan Keuangan

Peningkatan kualitas Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)


akuntabilitas terhadap laporan keuangan, Kementerian PPN/Bappenas telah
pengelolaan keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama lima tahun
bertujuan untuk berturut-turut (2008-2012). Pencapaian opini WTP merupakan isu yang
mendorong proses
sangat penting karena memberikan gambaran tingkat kewajaran dari
perbaikan sehingga opini
WTP dapat
akuntabiltas pengelolaan dana publik yang terwujud pada suatu laporan
dipertahankan. keuangan. Dengan demikian kredibilitas Bappenas sebagai lembaga
perencana yang produk-produknya digunakan oleh K/L dan lain dapat
selalu terjaga. Capaian ini juga menggambarkan bahwa pengelolaan
keuangan di Bappenas telah dilakukan secara akuntabel, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan didukung sistem pengendalian
intern yang memadai.

Penguatan Pengawasan Internal

Penguatan pengawasan Penguatan pengawasan internal tahun 2013 mencakup penguatan


Internal dilakukan pengawasan di bidang keuangan dan kinerja. Hal ini dilakukan melalui
sebagai bentuk antara lain: (1) Penyusunan Peta Risiko Unit Kerja Kementerian
komitmen terhadap PPN/Bappenas; (2) Penetapan Whistle Blowing System (WBS) dengan
akuntabilitas dan
Permen PPN/Kepala Bappenas No.5/2013; (3) Penatausahaan
transparansi
pelaksanaan tupoksi
pengelolaan BMN secara optimal; (4) Pelaksanaan fungsi assurance dan
Kementerian consulting dalam bidang keuangan dan kinerja, antara lain audit atas
PPN/Bappenas. program/kegiatan, audit atas pengelolaan dana dekonsentrasi, reviu RKA-
KL, reviu Laporan Keuangan, monitoring tindak lanjut hasil pengawasan,
monitoring LAMPID, monev RB, pelaksanaan join audit BPKP,
pelaksanaan SPIP, pemetaan kinerja output, monitoring penyerapan
anggaran, dan pendampingan pengawasan eksternal; (5) Pengembangan
situs Bappenas sebagai media untuk menginformasikan kegiatan strategis
secara terbuka; (6) Pendidikan dan budaya anti korupsi; dan (7)
Pencanangan Pakta Integritas bagi pimpinan.
Penguatan pengawasan internal menghasilkan dampak yang positif
seperti: (1) Peningkatan nilai LAKIP Kementerian PPN/Bappenas; (2)
Peningkatan persepsi kualitas kepuasan terhadapfungsi konsultasi; dan
(3) Peningkatan nilai Internal Audit Capability Model (IACM) level 2.
Namun demikian, penguatan pengawasan internal masih menghadapi
beberapa kendala dalam pelaksanaannya, antara lain: (1) Terbatasnya
jumlah dan kapasitas SDM Inspektorat untuk mendukung pelaksanaan
kegiatan; dan (2) Tugas-tugas strategis tambahan lainnya yang tidak
tercakup dalam PKPT menyebabkan pelaksanaan pengawasan belum
optimal. Langkah tindak lanjut yang dilakukan antara lain: (1) Menyusun
rencana pengembangan SDM Inspektorat sebagai dasar pengusulan
formasi kebutuhan SDM; dan (2) Menyempurnakan PKPT dengan
mengakomodasi tugas tambahan yang bersifat strategis.

80
Pencapaian Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Penguatan sistem AKIP Kementerian PPN/Bappenas mendapatkan peringkat “Baik” untuk


dilakukan melalui pencapaian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
penyempurnaan sebagai perwujudan hasil penguatan akuntabilitas kinerja di tahun 2012.
penetapan kinerja, IKU, Hal ini menunjukkan peningkatan nilai LAKIP sejak tahun 2009. Reviu
tujuan dan sasaran yang
LAKIP dilakukan oleh Inspektorat Utama dalam rangka mendukung
lebih berorientasi hasil
sehingga dapat diukur
implementasi Sistem AKIP di Kementerian PPN/Bappenas. Komponen
secara obyektif dan penilaian mencakup perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan
relevan. kinerja, evaluasi kinerja, dan capaian kinerja.

Gambar 14. Pencapaian AKIP

Nilai

B Target
B (72) A
B
(65,3) (>75)
CC (<65) (65,1)
Tahun
2009 2010 2011 2012 2013
Sumber: Inspektorat Kementerian PPN/Bappenas

Permasalahan yang dihadapi khususnya terkait dengan masih perlunya


optimalisasi peningkatan pelaksanaan evaluasi kinerja dalam capaian
kegiatan. Tindak lanjut yang dilakukan adalah: (1) intensifikasi
pelaksanaan evaluasi berkala terhadap pencapaian kinerja secara
berjenjang dengan melibatkan seluruh jajaran pimpinan dan pegawai di
unit kerja; (2) penerapan sistem IT dalam proses manajemen kinerja; (3)
melakukan proses penyelarasan indikator kinerja utama (IKU) di masing-
masing unit kerja untuk diturunkan menjadi Sasaran Kinerja Pegawai
(SKP); dan (4) melaksanakan proses pendampingan manajemen kinerja
yang bertujuan membantu unit kerja dalam menyusun action plan,
menyelaraskan target kinerja, serta strategi yang tepat dalam pencapaian
target kinerja.

Penataan Manajemen Aset

Penertiban Penatausahaan aset/BMN merupakan salah satu komponen dalam


penatausahaan Aset penilaian yang dapat mempengaruhi opini BPK atas Laporan Keuangan
(Barang Milik Negara) K/L. Sejak tahun 2008, Kementerian PPN/Bappenas telah memperoleh
Kementerian opini Wajar Tanpa Pengecualian. Hal ini tentunya dapat dicapai karena
PPN/Bappenas. Kementerian PPN/Bappenas selalu memperhatikan tiga tertib, yaitu
tertib administrasi, tertib hukum, dan tertib fisik dalam melakukan
penatausahaan aset/BMN.
Dalam rangka tertib administrasi, Kementerian PPN/Bappenas telah
melakukan penyusunan Laporan Barang Milik Negara secara
komputerisasi sejak tahun 2006 hingga kini, melalui aplikasi Sistem
Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) yang
diterbitkan oleh Kementerian Keuangan. Kementerian PPN/Bappenas
81
juga telah melakukan penyusunan Laporan BMN secara berjenjang,
dimulai dari tingkat Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB), Unit
Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon I (UAPPB-E1) sampai
dengan Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB). Selain itu, pada tahun
2013 juga telah diterapkan penyusutan dalam proses penyusunan
Laporan Barang Milik Negara dengan nilai total aset per 31 Desember
2013 Rp.470.072.314.804,- (unaudited). Sejak tahun 2012 hingga saat ini,
Kementerian PPN/Bappenas memiliki 35 (tiga puluh lima) satuan kerja
yang terdiri dari 2 (dua) satuan kerja pusat dan 33 (tiga puluh tiga) satuan
kerja dekonsentrasi.
Dalam rangka tertib hukum, Kementerian PPN/Bappenas telah
melakukan sertifikasi atas tanah-tanah yang dikuasai serta melakukan
pengurusan Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) atas
kendaraan yang bersumber dari hibah.
Dalam rangka tertib fisik, Kementerian PPN/Bappenas telah melakukan
pengamanan dengan cara pemagaran dan pemasangan plang pada lokasi
tanah yang dikuasai serta pengidentifikasian atas seluruh BMN yang
dikuasai dengan cara pelabelan dan pemasangan Daftar Barang Ruangan
pada setiap ruangan sehingga eksistensi BMN dapat diketahui lokasinya.
Pada tahun 2013, terdapat pengelolaan BMN yang menghasilkan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai Rp.1.020.426.772,- yang
berasal dari pemindahtanganan BMN/bongkaran BMN, serta sewa tanah,
gedung, peralatan dan mesin.
Atas upaya penertiban tersebut, sejak tahun 2012 hingga saat ini
Kementerian PPN/Bappenas mendapat penghargaan sebagai Juara Kedua
kategori Utilisasi Barang Milik Negara untuk kelompok K/L dengan jumlah
Unit Kuasa Pengguna Barang sampai dengan sepuluh Satuan Kerja dari
Kementerian Keuangan selaku Pengelola Barang.
Permasalahan yang dihadapi dalam melakukan penatausahaan aset/BMN
yaitu: (1) Kurangnya pemahaman pejabat/pegawai Kementerian
PPN/Bappenas tentang penatausahaan dan pengelolaan BMN, dan (2)
Terbatasnya sumber daya manusia pelaksana/petugas penatausahaan
dan pengelolaan BMN baik kualitas dan kuantitas. Sebagai upaya
meningkatkan penertiban dan penatausahaan aset/BMN di Kementerian
PPN/Bappenas, dipandang perlu untuk melakukan: (1) Sosialisasi secara
terus menurus kepada seluruh pegawai tentang pentingnya
tanggungjawab dalam penatausahaan aset/BMN, (2) Peningkatan
kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dalam penatausahaan
aset/pengelolaan BMN, (3) Penetapan penanggungjawab ruangan,
sebagai penatausahaan aset/BMN di masing-masing ruangan, dan (4)
Melakukan pengawasan dan pengendalian rutin atas aset/BMN yang
digunakan.
Perencanaan dan Pengadaan Dukungan Sarana dan Prasarana Kantor

Dukungan sarana dan Dalam melaksanakan tugas dan fungsi pegawai diperlukan sarana dan
prasarana kantor sangat prasarana kantor yang dapat mendukung dan memperlancar pencapaian
penting untuk sasaran kinerja sesuai tupoksi satuan kerja di Kementerian
memperlancar PPN/Bappenas. Pada tahun 2013 telah dilakukan pekerjaan pengadaan
pencapaian sasaran sarana dan prasarana kantor, antara lain: (1) Revovasi gedung kantor di
kinerja. lingkungan Kementerian PPN/Bappenas; (2) Pembangunan gedung
82
kantor di Jalan Proklamasi 70; (3) Sewa jasa operasional perlengkapan
sarana gedung; (4) Pengadaan buku-buku untuk mendukung
perencanaan; (5) Perbaikan/rehabilitasi peralatan dan mesin; (6)
Pengadaan/penggantian kendaraan dinas operasional roda-2 dan roda-4
sebagai pengganti kendaraan dinas yang sudah dihapus/lelang sesuai
peraturan (7) Pengadaan alat pengolah data dan perlengkapan ruang
rapat pimpinan; dan (8) Operasional pegawai dalam menyusun laporan
pertanggungjawaban dalam upaya mempertahanan opini Badan
Pemeriksa Keuangan dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Pelaksanaan perencanaan dan pengadaan dukungan sarana dan
prasarana kantor Kementerian PPN/Bappenas tidak mengalami kendala
yang berarti karena didukung oleh staf yang berpengalaman dan ahli
dalam bidang pengadaan barang/jasa serta memiliki keahlian dalam
bidang teknik walaupun penyusunan dokumen perencanaan teknik
dilakukan oleh konsultan individual dan/atau konsultan perusahaan.
Tindak lanjut yang diperlukan antara lain: (1) Peningkatan kemampuan
staf perencanaan dan pengadaan sarana dan prasarana kantor
Kementerian PPN/Bappenas, (2) Pemanfaatan gudang penyimpanan
secara lebih efisien sehingga dapat memperlancar proses pengadaan
sarana dan prasarana, dan (3) Peningkatan akuntabilitas dan azas
manfaat yang diperoleh bagi pegawai Kementerian PPN/Bappenas secara
keseluruhan.

Pengembangan Sistem Layanan Data dan Informasi Perencanaan Pembangunan

Pengembangan koleksi Dalam rangka penyediaan data dan informasi bagi pegawai di
bahan pustaka Kementerian PPN/Bappenas, dilaksanakan kegiatan pengadaan,
berdasarkan kebutuhan pemeliharaan, dan pelayanan bahan pustaka untuk mendukung
dan/atau usulan dari pelaksanaan tugas sehari-sehari. Pada tahun 2013 terdapat pengadaan ±
user serta disesuaikan
196 eksemplar buku, menurun 11 eksemplar dibandingkan tahun
dengan perkembangan
teknologi informasi
sebelumnya, namun dengan penambahan subjek tentang kesehatan/gizi.
Selain penambahan koleksi bahan pustaka juga dilakukan kegiatan alih
media/digitalisasi dokumen. Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1)
Tidak semua user mengetahui dan memanfaatkan koleksi bahan pustaka
secara optimal, dan (2) Keterbatasan tempat/rak penyimpanan koleksi
bahan pustaka. Tindak lanjut yang diperlukan adalah seperti: (1)
Melakukan sosialisasi dengan cara membuat daftar koleksi bahan
pustaka terbaru dan disebarkan ke seluruh user via email atau ditempel
di mading agar semua user mengetahui koleksi bahan pustaka terbaru
/terkini, dan (2) Menyediakan koleksi bahan pustaka dalam bentuk digital
(e-book) selain untuk meminimalisasi tempat/rak penyimpanan juga agar
dapat diakses oleh semua user dari berbagai tempat/lokasi.

Pengelolaan arsip Terkait dengan tugas perpustakaan dan kearsipan, pada tahun 2013 telah
dinamis secara efektif dilakukan penyusunan tata naskah dinas, klasifikasi arsip, jadwal retensi
dan efisien, perlu arsip, dan klasifikasi keamanan dan akses arsip (UU No.43/2009 tentang
didukung dengan Kearsipan) dan penyiapan pedoman kearsipan sebagai guidance dalam
SOP/pedoman,
pengelolaan arsip Kementerian PPN/Bappenas. Selain itu, telah dilakukan
instrumen, serta sarana
dan prasarana
pula penyusunan instrumen pengelolaan arsip berbasis IT sebagai
kearsipan. instrumen dalam mengolah arsip. Permasalahan yang dihadapi antara
lain: (1) Belum tersedianya tempat penyimpanan arsip (record center), (2)
Belum disahkannya pedoman/SOP Kearsipan secara baku, (3)
83
Terbatasnya SDM kearsipan baik di unit-unit kerja maupun di unit
kearsipan, (4) Tidak semua unit kerja mengimplementasikan draft
instrumen kearsipan dalam mengelola arsip unit kerja. Tindak lanjut yang
diperlukan adalah: (1) Perlu disediakan record center (tempat
penyimpanan) arsip inaktif Kementerian PPN/Bappenas, (2) Mengusulkan
proses legalisasi pedoman/SOP kearsipan oleh Menteri PPN/Kepala
Bappenas, (3) Mengikuti diklat dan/atau melakukan pembinaan terhadap
pelaksana arsip di unit-unit kerja, dan (4) Melakukan sosialisasi dan
koordinasi baik berupa pendampingan maupun bimbingan teknis
kearsipan di unit-unit kerja secara berkesinambungan.

Pengembangan website Pada tahun 2013, dilakukan penyempurnaan dan peningkatan fitur dan
Kementerian interface (antar muka) website Kementerian PPN/Bappenas dengan
PPN/Bappenas terus mengadopsi teknologi web 2.0. Terdapat fitur komentar dan kontak yang
disempurnakan. lebih interaktif dengan masyarakat, sebagai bentuk keterbukaan
informasi publik. Kemudian, pengelola konten website Kementerian
PPN/Bappenas juga sudah diserahkan ke masing-masing unit kerja, tidak
lagi dilakukan oleh admin Pusdatin. Untuk mengoptimalkan kebutuhan
admin unit kerja, telah dilaksanakan pelatihan admin website
Kementerian PPN/Bappenas pada tanggal 16-17 Desember 2013. Pada
tahun 2013 website Kementerian PPN/Bappenas telah mendapatkan
penghargaan kompetisi situs web dari 47 Kementerian dan Lembaga “e-
transparancy award 2013”, yaitu menduduki peringkat ke-8.
Penghargaan ini sebagai bentuk apresiasi pemerintah terhadap website
Kementerian PPN/Bappenas yang telah banyak berkembang dari segi
fitur dan layanan secara berkelanjutan.

Pengembangan dan Untuk meningkatkan kualitas data perencanaan pembangunan, pada


pengelolaan data tahun 2013 Kementerian PPN/Bappenas bekerjasama dengan
informasi statistik dan lembaga/pengelola sumber data seperti Badan Informasi Geospasial
non statistik dilakukan (BIG) dalam bentuk data spasial dan infrastruktur. Sebelumnya, telah
melalui kerja sama
dilakukan kerja sama serupa dengan BPS dalam bentuk data statistik
dengan lembaga/
pengelola sumber data.
(data mentah dan publikasi data BPS). Bentuk koordinasi dan komunikasi
kerja sama dengan pengelola data di luar lingkungan Kementerian
PPN/Bappenas sudah terimplementasi dalam Forum Komunikasi Data
dan Informasi Perencanaan Pembangunan, yang pada tanggal 12
Desember 2013 dilaksanakan untuk Kementerian PPN/Bappenas-
Bappeda di Jakarta. Wadah penyajian online berbasis website, yang
disebut Data Kementerian PPN/Bappenas (data.bappenas.go.id) telah
banyak berkembang dari segi fitur dan proses pengelolaan datanya. Data
Kementerian PPN/Bappenas memuat data statistik dan non statistik yang
berisikan informasi perencanaan pembangunan dalam bentuk web report
dataset. Di tahun 2013 telah dikumpulkan 54 jenis dataset statistik dan 1
jenis dataset spasial (data Rupa Bumi Indonesia–RBI skala 1:250.000).
Kendala yang masih dihadapi dalam penyajian data dan informasi
perencanaan pembangunan adalah masih kurangnya pemanfaatan fitur-
fitur website (dengan teknologi web 2.0) dan data online oleh unit kerja
UKE I/II dalam menyajikan dan meng-update informasi olahan data unit
kerja UKE I/II yang bersangkutan kedalam website utama Kementerian
PPN/Bappenas dan Data Kementerian PPN/Bappenas online.

84
Penyediaan dan Prasarana teknologi informasi, terdiri atas pengelolaan data center,
pengembangan pengelolaan jaringan data dan pengelolaan desktop serta midleware;
prasarana teknologi merupakan back-end dari sistem pengolahan data dan informasi yang
informasi dan dikembangkan Kementerian PPN/Bappenas. Kegiatan yang dilaksanakan
komunikasi merupakan
meliputi pengadaan barang dan jasa, pemeliharaan dan pendayagunaan
aspek penting dalami
sistem pengolahan data
serta penerapan tata kelola teknologi informasi. Selama tahun 2013,
dan informasi. telah dilakukan: (1) Penambahan kapasitas Server Blade 2 unit dan
storage 12 TB (SAN Storage) guna mendukung pengolahan BIG DATA,
penguatan sistem backup (data dan aplikasi) dengan penambahan 24 TB
(NAStorage); (2) Konfigurasi infrastruktur aplikasi pendukung
eMusrenbangnas 2013 dan sistem rekrutmen CPNS online Kementerian
PPN/Bappenas yang lebih optimal; (3) Dalam upaya pengembangan dan
pemeliharaan jaringan data dan sistem keamanan informasi telah
dilakukan peningkatan kapasitas koneksi internet menjadi 50 Mbps
(utama) dan 20 Mbps (Backup), penambahan 2 koneksi jaringan data ke
Wisma Nusantara (Pulse Lab Jakarta) dan BIG, memfasilitasi internet
mobile kepada pejabat eselon 1 dan eselon 2, pengadaan perangkat
keamanan email (Ironport), anti virus yang tersentralisasi (ESET),
penambahan spot wireless (Aruba); (4) Tersusunnya dokumen tata kelola
keamanan sistem informasi yang terdiri dari 12 kebijakan dan 11
prosedur; (5) Untuk meningkatkan kemampuan SDM di bidang teknologi
informasi, telah dilaksanakan pelatihan tentang tata kelola teknologi
informasi, dan Disaster Recovery Plan; (6) Untuk peningkatan pelayanan
prasarana teknologi informasi, telah dilaksanakan evaluasi data center
dengan melakukan pemeriksaan kondisi infrastruktur data center dan
DRC, serta melakukan evaluasi prasarana jaringan data yang tersedia.

Pengembangan Aplikasi Pengembangan Aplikasi Sistem Informasi Perencanaan Pembangunan


Sistem Informasi dapat dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu : (1) Aplikasi Substantif,
Perencanaan yaitu aplikasi yang mendukung langsung proses perencanaan, dan (2)
Pembangunan dilakukan Aplikasi Fasilitatif, yaitu aplikasi yang menunjang administrasi
untuk meningkatkan
perkantoran. Pengembangan aplikasi sistem informasi bertujuan untuk
layanan pengguna.
meningkatkan layanan kepada user terhadap akses data dan informasi.
Kegiatan pengembangan aplikasi pada tahun 2013, antara lain:
(1) Integrasi aplikasi, yang menggabungkan beberapa aplikasi fasilitatif,
sehingga database dari setiap aplikasi dapat digunakan bersama. Aplikasi
yang digabungkan antara lain aplikasi naskah dinas, surat masuk, agenda
rapat dan kearsipan (modul baru); (2) Pengembangan aplikasi kolaborasi
matrik untuk memudahkan user dalam penyusunan matrik RKP, terutama
untuk mengkoreksi angka-angka dalam matrik tersebut; (3)
Pengembangan aplikasi Term Of Reference (TOR) dan Rincian Anggaran
Biaya (RAB) untuk mempermudah user dalam penyusunan dan
pengkoreksian TOR dan RAB. Semua aplikasi tersebut akan diuji coba
pada tahun 2014.

85
3.5. Pengembangan Kualitas SDM Aparatur Perencanaan Pusat dan Daerah
Pengembangan kualitas SDM aparatur perencanaan pusat dan daerah dilaksanakan melalui
pendidikan dan pelatihan (Diklat) gelar dan non gelar di dalam dan luar negeri dengan tujuan
untuk peningkatan kapasitas instansi perencana dan penguatan reformasi birokrasi.

Pendidikan dan Pelatihan Gelar dan Non Gelar S2 dan S3 di Dalam dan Luar Negeri

Pencapaian Pencapaian pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (Diklat) program gelar


pelaksanaan Diklat (S2 dan S3) serta non gelar, baik linkage, di dalam dan luar negeri tahun
program gelar dan non 2013 dapat dinilai sangat baik. Realisasi jumlah peserta yang mengikuti
gelar (S2 dan S3) serta Diklat gelar mencapai 112 persen dari terget yang direncanakan. Jumlah
non gelar sudah sangat
peserta yang mengikuti program Diklat gelar S2 Dalam Negeri 427 peserta,
baik.
S2 Linkage (1 tahun di dalam negeri dan 1 tahun di luar negeri) 83 peserta,
S2 Luar Negeri 123 peserta, S3 Dalam Negeri 16 peserta, dan S3 Luar
Negeri 32 peserta.
Realisasi jumlah peserta yang mengikuti Diklat non gelar JFP mencapai 96
persen dari terget yang direncanakan. Pelaksanaan program Diklat non
gelar baik linkage, di dalam maupun di luar negeri, yang meliputi diklat
substantif dan penjenjangan Jabatan Fungsional Perencana (JFP) juga
cukup berhasil. Untuk Diklat non-gelar penjenjangan JFP, jumlah peserta
diklat JFP Pertama 568 peserta, JFP Muda 145 peserta, JFP Madya 78
peserta, dan JFP Utama 4 peserta. Realisasi jumlah peserta yang mengikuti
diklat non gelar substantif, TOT dan lainnya mencapai 96 persen dari
terget yang direncanakan. Dalam pelaksanaan Diklat non-gelar substantif,
jumlah peserta diklat topik khusus di dalam negeri 1.128 peserta, Diklat
Training of Trainers (TOT) Linkage 50 peserta, TOT di dalam negeri 19
peserta, Diklat non gelar magang (staf enhancement) di luar negeri 14
peserta. Selain itu, jumah peserta yang mengikuti Diklat non gelar untuk
sabatical dan academic exchancge di luar negeri mencapai 10 peserta.
Dalam rangka pembinaan dan pengembangan JFP telah dilakukan
penilaian angka kredit terhadap 9 orang pejabat fungsional perencana
mulai dari jenjang Pertama sampai dengan Utama. Selain itu juga telah
dilaksanakan akreditasi terhadap 11 penyelenggara Diklat yang telah
melaksanakan kerjasama dengan Pusbindiklatren Kementerian
PPN/Bappenas. Untuk meningkatkan kapasitas tim penilai angka kredit di
daerah, telah dilakukan workshop penilaian angka kredit perencana dan
administrasi penilaian angka kredit perencana.
Permasalahan yang dihadapi yang terkait dengan pelaksanaan Diklat gelar
dan non-gelar adalah: (1) Berkurangnya pembiayaan hibah dari donor
untuk program Diklat gelar S2 linkage, (2) Proses mekanisme pembayaran
yang menggunakan metode swakelola masih lemah, dan (3) Peserta
mengundurkan diri pada saat Diklat akan dilaksanakan. Sedangkan
masalah yang dihadapi dalam rangka pembinaan dan pengembangan JFP
adalah: (1) Belum pahamnya unit kerja yang bertanggungjawab mengelola
kepegawaian di pusat dan daerah terhadap proses dan mekanisme
pengangkatan pertama kali ke dalam JFP, dan (2) Belum seluruh unit kerja
di daerah memiliki Tim Penilai, sehingga adanya keraguan calon peserta
untuk memasuki JFP. Upaya yang telah dilaksanakan untuk mengatasi
pemasalahan tersebut di atas adalah: (1) Mengembangkan rintisan
program (skema) baru dan melakukan penjajagan kerjasama dengan
86
lembaga donor, (2) Meningkatkan komunikasi dengan pihak-pihak yang
terkait dengan pembayaran, dan (3) Melakukan koordinasi dengan
penyelenggara Diklat untuk mengingatkan calon peserta mematuhi
ketentuan dan persyaratan untuk mengikuti Diklat non-gelar. Upaya yang
telah dilakukan untuk mengatasi masalah rendahnya pemahaman dan
belum adanya tim penilai adalah dengan meningkatkan frekuensi
sosialisasi JFP di pusat dan daerah serta melakukan worskhop dan
konsultasi/fasilitasi yang terkait dengan pelaksanaan JFP.

3.6. Penugasan Lainnya kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas


Sejumlah penugasan lain yang dilaksanakan oleh Kementerian PPN/Bappenas, antara lain: (1)
Pelaksanaan Inpres/Perpres, meliputi Inpres No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang
Berkeadilan, Perpres No.42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gerakan
1000 HPK); dan (2) Penyusunan prakarsa strategis, kajian, dan kertas kebijakan.

Pelaksanaan Inpres/Perpres

Koordinasi Percepatan Pencapaian Target MDGs dalam Rangka Pelaksanaan Inpres No.3/2010
tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan
Koordinasi Percepatan Koordinasi Percepatan Pencapaian Target MDGs pada tahun 2013
Pencapaian Target difokuskan pada penyusunan berbagai peraturan dan kebijakan untuk
MDGs difokuskan pada mendorong percepatan pencapaian target MDGs, antara lain: (1)
penyusunan berbagai Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Pemantauan Pelaksanaan
peraturan kebijakan.
Rencana Aksi Daerah (RAD) Percepatan Pencapaian MDGs melalui SK
Menteri PPN/Kepala Bappenas No.KEP.11/M.PPN/HK/01/2013; (2)
Penyusunan pedoman teknis pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RAD
MDGs Provinsi (Revisi 2013); (3) Penyusunan pedoman teknis Reviu RAD
MDGs Provinsi; (4) Pemberian insentif bagi daerah terbaik dalam
pencapaian MDGs pada saat Musrenbangnas 2013; (5) Pelaksanaan
diseminasi dan advokasi percepatan pencapaian MDGs kepada seluruh
pemangku kepentingan; (6) Penguatan ketersediaan data dan informasi
dengan kerjasama antara BPS; (7) Penyusunan laporan MDGs Indonesia
Tahun 2013; (8) Persiapan replikasi MDGs Acceleration Framework (MAF);
(9) Bersama-sama Kantor Utusan Khusus Presiden (KUKP) RI merumuskan
kriteria penerima MDGs Award; (10) Pemantauan pelaksanaan RAD
Percepatan Pencapaian MDGs Provinsi; (11) Fasilitasi kepada pemerintah
provinsi dalam menyusun Laporan Pencapaian MDGs Provinsi Tahun
2013; dan (12) Fasilitasi kepada pemerintah kabupaten/kota dalam
menyusun matriks RAD percepatan pencapaian MDGs kabupaten/kota.
Permasalahan yang dihadapi terutama pada bagaimana: (1) Mengatasi
lebarnya disparitas pencapaian sasaran MDGs antarprovinsi dan
kabupaten/kota; (2) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan
sumber daya untuk mencapai sasaran MDGs; (3) Meningkatkan koordinasi
antarinstansi dalam merumuskan perencanaan dan mengalokasikan
anggaran untuk mendukung pencapaian sasaran MDGs; (4) Memperkuat
monitoring dan evaluasi pencapaian kinerja MDGs; (5) Memperkuat
database MDGs tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan (6)
Memperkuat komitmen eksekutif dan legislatif dalam pencapaian sasaran
MDGs.
87
Koordinasi Pelaksanaan Perpres No.42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan
Gizi (Gerakan 1000 HPK)
Kementerian Perpres No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
PPN/Bappenas (Gerakan 1000 HPK), bertujuan untuk meningkatkan status gizi
berperan dalam masyarakat, khususnya menurunkan prevaleni stunting pada anak balita
penyusunan dan melalui pengaturan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat
peluncuran Perpres No.
dalam penggalangan partisipasi dan kepedulian pemangku kepentingan
42/2013 tentang
Gerakan Nasional
secara terencana dan terkoordinasi. Peluncuran Gerakan 1000 HPK telah
Percepatan Perbaikan dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2013 yang diintegrasikan dengan
Gizi. peringatan Hari Pangan Sedunia. Kementerian PPN/Bappenas berperan
penting dalam penyusunan dan peluncuran Perpres tersebut. Pelaksanaan
sosialisasi telah dilakukan di tingkat pusat maupun daerah, antara lain
melalui workshop, seminar dan diskusi. Peran Kementerian PPN/Bappenas
sebagai Ketua Tim Teknis Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dan
menjadi Sekretariat, serta merupakan Lead Group Scaling Up Nutrition
Movement (Gerakan Percepatan Perbaikan Gizi di tingkat global).
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian adalah: (1) Belum optimalnya
partisipasi pemangku kepentingan, yang terdiri dari pemerintah dan
pemerintah daerah, lembaga sosial kemasyarakatan dan keagamaan,
akademisi, organisasi profesi, media massa, dunia usaha dan mitra
pembangunan; (2) Belum optimalnya upaya untuk menyelaraskan
program-program sesuai dengan kerangka gerakan; dan (3) Belum
teridentifikasinya sumber-sumber pembiayaan. Kegiatan yang akan
dilakukan adalah melanjutkan sosialisasi dan advokasi pada seluruh
pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Perpres
No.42/2013 serta finalisasi dokumen integrasi indikator Gerakan 1000 HPK
ke dalam dokumen RAN-PG, dan membentuk kelompok kerja guna
mempercepat pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.
Koordinasi Pelaksanaan RAN-PG dan RAD PG dalam Rangka Pelaksanaan Inpres No.3/2010
tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan
Telah diterbitkan 33 Berdasarkan Inpres No.3/2010, Kementerian PPN/Bappenas ditugaskan
peraturan gubernur untuk mengkoordinasikan dan memfasilitasi penyusunan Rencana Aksi
tentang RAD-PG pada Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) dan Rencana Aksi Daerah Pangan dan
tahun 2013. Gizi (RAD-PG) untuk tingkat provinsi. Pada tahun 2013 telah diterbitkan 33
peraturan gubernur tentang RAD-PG 33 provinsi, dan telah dilakukan
sosialisasi untuk penyusunan laporan pemantauan. Permasalahan yang
dihadapi adalah: (1) Belum seluruh provinsi menyampaikan laporan
pelaksanaan kegiatan sesuai ketetapan pada buku pedoman pemantauan,
sehingga laporan perkembangan secara nasional belum bisa tersusun
secara utuh, dan (2) Setiap kegiatan, indikator dan target yang
dicantumkan dalam RAD-PG belum sepenuhnya diinternalisasi ke dalam
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan dialokasikan
pembiayaannya pada dokumen anggaran SKPD secara memadai. Langkah
yang akan dilakukan adalah: (1) Melakukan sosialisasi dan advokasi
intensif kepada lintas sektor terkait pada setiap jenjang pemerintahan
tentang target rencana aksi yang telah ditetapkan dan harus dicapai; (2)
Meningkatkan komitmen para pemangku kepentingan melalui
peningkatan pemahaman bahwa masalah pangan dan gizi adalah masalah
lintas sektor; dan (3) Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
indikator yang tercantum dalam RAN-PG dan RAD-PG.
88
Penyusunan Kajian

Kajian Pengembangan Sistem Ekonomi Nasional

Kajian ini bertujuan Perubahan keempat terhadap UUD 1945 turut membawa implikasi
untuk menyusun Naskah terhadap sistem perekonomian nasional karena pasal-pasal tentang
Akademik RUUPN. perekonomian Indonesia, terutama Pasal 33 UUD 1945, telah mengalami
perubahan. Selain mengubah rumusan berbagai pasal dalam UUD 1945,
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah pula menghapuskan
Penjelasan UUD 1945 termasuk Penjelasan atas Pasal 33 UUD 1945, yang
kemudian menimbulkan multi tafsir terhadap frasa atau kata, baik pada
rumusan pasal tersebut sebelum atau sesudah Perubahan Pasal 33 UUD
1945. Mengantisipasi kemungkinan multi tafsir terhadap pasal-pasal
perekonomian Indonesia di dalam UUD 1945 tersebut, MPR
menambahkan ayat (5) di dalam Pasal 33 UUD 1945 yang menetapkan
bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur
dalam undang-undang.
Pengaturan lebih lanjut ayat-ayat di dalam Pasal 33 UUD 1945 di dalam
undang-undang berarti menetapkan sendi-sendi perekonomian Nasional
ke dalam suatu tatanan perekonomian yang dapat dinamakan Sistem
Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Nasional. Namun agar undang-
undang ini taat asas, maka undang-undang ini tetap menggunakan istilah
sebagaimana digunakan oleh Pasal 33 UUD 1945, sehingga lebih tepat jika
disebut Undang-Undang Tentang Perekonomian Nasional (UUPN). Dalam
rangka menyusun UUPN tersebut, sesuai amanat Pasal 43 ayat (3) UU
No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
disusun Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang
Perekonomian Nasional (RUUPN).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Kementerian PPN/Bappenas
melaksanakan kegiatan Kajian Pengembangan Sistem Ekonomi Nasional
yang bertujuan untuk melakukan penyusunan Naskah Akademik RUUPN.
Kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai acuan atau
referensi pembahasan dan penelitian bahan penyusunan RUUPN. Hasil
akhir kajian ini berupa Naskah Akademis RUUPN berisi penjabaran pasal-
pasal dalam UUD 1945, khususnya Pasal 33 Ayat 1-4. Naskah akademis ini
juga telah memuat draft Undang-Undang Perekonomian Nasional
termasuk penjelasannya.

Kajian Pengembangan Model Ekonomi Makro

Kementerian Kebijakan ekonomi yang ditujukan untuk mendorong pertumbuhan


PPN/Bappenas ekonomi yang berkelanjutan, inklusif dan berkeadilan disertai dengan
memformulasikan alat stabilitas harga, penurunan jumlah pengangguran dan kemiskinan, serta
analisis yang mudah, mampu menangkap pengaruh guncangan negatif ekonomi global dan
cepat, tepat dan
domestik yang sangat tidak menentu perlu dirumuskan melalui
komprehensif dalam
menghadapi kondisi
permodelan yang tepat, komprehensif, sesuai teori, praktis dan cepat.
perekonomian yang Oleh karena itu, pada tahun 2013, Kementerian PPN/Bappenas telah
sangat dinamis. menyusun model ekonomi dengan aplikasi berbasis piranti lunak
terkoneksi yang terdiri dari berbagai model diantaranya model Input-
Output, Social Accounting Matrix Multipier, Inter Regional Social
Accounting Matrix, Computable General Equilibrium, CGE Indoterm,
89
Model Pertumbuhan-Inflasi-Kemiskinan dan Mikrosimulasi berdasarkan
Susenas.
Aplikasi model ekonomi tersebut dapat digunakan secara tepat, praktis
dan cepat dalam menganalisis sektor ekonomi, kebijakan fiskal, sektor
eksternal, bencana alam dan perubahan iklim, efisiensi infrastruktur, dan
pengeluaran sosial. Selain itu, aplikasi model ini juga memiliki kapasitas/
kemampuan dalam menginterpretasi hasil evaluasi kebijakan terkait
dengan kemiskinan dan distribusi pendapatan. Simulasi yang dapat
dilakukan sebagai berikut: (1) Kebijakan dan guncangan dalam
pertumbuhan ekonomi, inflasi, kemiskinan dan ketimpangan, seperti
guncangan eksternal (harga-harga dunia, krisis), guncangan domestik
(kekeringan, produktifitas, korupsi), dan kebijakan domestik
(pajak/subsidi, pengeluaran, kebijakan perubahan iklim); (2) Kebijakan
untuk mengurangi kemiskinan, seperti bantuan sosial dan subsidi harga
tertentu, serta (3) Kebijakan untuk meningkatkan pendapatan, seperti
distribusi, pajak komoditas progresif, dan bantuan sektoral.

Analisis Komponen Strategis Daya Saing UMKM

Hasil analisis menjadi Kegiatan ini bertujuan untuk untuk mengidentifikasi dan menghitung
pijakan untuk menyusun komponen yang membentuk indikator daya saing UMKM terutama di
perangkat analisis daerah. Hasil dari kajian diharapkan dapat memberikan gambaran faktor-
kebijakan terkait daya faktor pembentuk daya saing UMKM, yang menjadi dasar bagi upaya-
saing UMKM di
upaya penguatan peran UMKM dalam pembangunan ekonomi di pasar
berbagai wilayah.
domestik, regional, dan internasional. Hasilnya juga diharapkan dapat
menjadi salah satu masukan bagi perencanaan di bidang pemberdayaan
koperasi dan UMKM pada RPJMN 2015-2019.
Dalam pelaksanaan kegiatan ini, masalah yang dihadapi adalah
keterbatasan data yang digunakan untuk melakukan validasi model daya
saing UMKM. Hal ini menyebabkan perhitungan indikator-indikator dalam
model tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Namun hasil analisis
komponen strategis daya saing UMKM tetap menjadi pijakan yang
berguna untuk menyusun satu perangkat analisis yang dapat digunakan
sebagai panduan bagi berbagai pemangku kepentingan dalam mengukur
tingkat daya saing UMKM di wilayahnya masing-masing.

Kajian Pemantapan Manajemen Aparatur Sipil Negara dengan Berlakunya Undang-Undang ASN
Kajian dilakukan untuk Dalam rangka menyingkapi pembaharuan manajemen kepegawaian
mengetahui potret dan negara yang akan diatur dengan RUU ASN (diundangkan menjadi UU
permasalahan tata
No.5/2014), dilakukan pengkajian pemantapan manajemen ASN. Hal ini
kelola ASN, dan
dilakukan untuk menyusun usulan kebijakan, strategi, dan kegiatan guna
menyusun usulan
kebijakan serta strategi mendukung perbaikan manajemen kepegawaian negara menuju ke arah
menuju manajemen yang lebih berkualitas dan profesional pada seluruh proses manajemen
aparatur yang kepegawaian mulai dari tahap perencanaan, rekrutmen, pengembangan,
profesional dan sistem kesejahteraan dan pensiun.
berkualitas.
Permasalahan yang dihadapi dalam tata kelola/manajemen kepegawaian
negara antara lain: (1) Tumpang tindih kebijakan bidang kepegawaian; (2)
Tidak optimalnya perencanaan SDM aparatur; (3) Belum terbangunnya
sistem rekrutmen CPNS yang kredibel dan transparan; (4) Sistem promosi,
mutasi dan sistem pengembangan pegawai yang belum berkualitas dan
90
profesional; (5) Belum tepatnya sistem pensiun dan kesejahteraan
pegawai; dan (6) Masih rendahnya netralitas pegawai/PNS. Rekomendasi
yang dihasilkan antara lain: (1) Perlu dilakukan penyempurnaan kebijakan
pada aspek perencanaan (pengadaan) SDM aparatur untuk menghindari
tumpang tindih kebijakan; (2) Perbaikan pada aspek perencanaan meliputi
identifikasi kebutuhan yang mencerminkan kebutuhan riil lembaga,
sistem seleksi yang menjamin diperolehnya SDM aparatur yang
kompeten, dan penempatan yang diselaraskan dengan karakteristik
individu, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dimiliki
dengan tuntutan jabatan; (3) Dibutuhkan perbaikan mendasar pada
sistem manajemen kinerja yang mendukung pada peningkatan
profesionalitas pegawai; (4) Parameter yang digunakan sebagai dasar
untuk menilai kinerja harus jelas, terukur, dan terkait dengan kinerja
individu maupun kinerja organisasi; (5) Perlu dibuatnya sistem penggajian
(didasarkan pada posisi, kompetensi, prestasi, dan KHL- single salary
system), dan perbaikan sistem pensiun (BUP, pembayaran pensiun, dan
manfaat pensiun); (6) Perlu komitmen semua pihak untuk melepaskan diri
dari aspek politik dan menegakkan integritas SDM aparatur; dan (7)
Dalam rangka mendapatkan hasil kajian yang lebih mendalam dibutuhkan
kajian lanjutan dengan fokus pada setiap tahapan manajemen SDM.

Kajian Analisis Supply Demand Kayu Untuk Industri Kehutanan Berbasis Kayu

Kajian menunjukkan Kesimpulan Kajian Analisis Supply Demand Kayu Untuk Industri Kehutanan
peluang pasar Berbasis Kayu adalah: (1) Kebijakan pelarangan ekspor kayu bulat dari HTI
internasional atas
atau hutan rakyat tidak berpengaruh terhadap penawaran kayu bulat.
produk berbasis kayu
Selama ini ekspor kayu bulat hanya berasal dari hutan alam; (2) Produksi
Indonesia masih terbuka
luas. kayu bulat dari hutan rakyat di Jawa Tengah dan Jawa Timur diramalkan
terus mengalami peningkatan; dan (3) Peluang pasar internasional atas
enam produk unggulan Indonesia (plywood, sawntimber, pulpwood,
particleboard, MDF, dan furniture) masih terbuka luas bagi Indonesia
untuk mengembangkan dan meningkatkan pangsa pasar, karena memiliki
keunggulan komparatif (kecuali MDF dan particleboard). Permasalahan
yang terjadi adalah: (1) Terdapat gap antara permintaan dan penawaran
kayu bulat di Indonesia tahun 1995-2011; dan (2) Diprediksi selama kurun
waktu 2014-2023, gap permintaan dan penawaran kayu bulat di
Indonesia akan mengalami penurunan dalam waktu yang cukup lama.

Kajian Pengembangan Model dalam Mendukung Perencanaan Energi

Model LEAP merupakan Hasil Kajian Pengembangan Model dalam Mendukung Perencanaan Energi
model yang paling adalah: (1) Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari setiap model
optimal digunakan untuk dijadikan pertimbangan pemilihan model sebagai alat bantu
untuk mendukung perencanaan energi ke depan; (2) Tersusunnya alternatif model energi
perencanaan energi.
yang akan digunakan untuk melakukan perencanaan energi di Indonesia
khususnya dalam RPJMN 2015-2019; (3) Model yang paling optimal untuk
digunakan untuk negara berkembang seperti Indonesia adalah model
bottom-up accounting atau model hibrid dengan pendekatan accounting.
Beberapa model energi yang termasuk golongan model ini adalah LEAP,
POLES dan WEM. Indonesia merupakan negara dengan pengguna LEAP
terbesar di dunia, hingga akhir tahun 2013 mencapai 1715 dengan
pengguna aktif diperkirakan 200 orang.
91
Tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah: (1) Penyeragaman model
energi yang mudah dipahami dan memiliki fleksibilitas yang tinggi; (2)
Model energi harus dapat menjadi alat pengembangan database dan
menyediakan ruang atau kerangka yang cukup sebagai alat analisis
kebijakan energi. Salah satu model energi yang dapat secara optimal
untuk perencanaan energi secara keseluruhan pada saat ini adalah model
LEAP; (3) Perlu disosialisasi dan didiseminasikan mengenai konsep,
metodologi dan asumsi dari model LEAP secara masif tidak hanya untuk
sektor penyedia energi tetapi juga untuk sektor pemanfaatan energi.

Kajian Pembangunan Transportasi dan Perubahan Iklim dalam Mendukung Konektivitas dan
Pembangunan Berkelanjutan

Kajian ini mendukung Kajian Pembangunan Transportasi dan Perubahan Iklim dalam
pengintegrasian prinsip- Mendukung Konektivitas dan Pembangunan Berkelanjutan
prinsip pembangunan mengidentifikasi sejumlah permasalahan, yaitu: (1) Belum terintegrasinya
berkelanjutan melalui isu-isu strategis dan fokus kebijakan pengembangan sistem transportasi
penanganan perubahan
nasional dan pengembangan wilayah yang sudah memperhatikan isu
iklim dalam kebijakan
transportasi yang
perubahan iklim; dan (2) Perlunya dukungan kerangka regulasi dan
mendukung konektivitas kelembagaan dalam pengembangan sistem transportasi yang
nasional. mengintegrasikan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Rekomendasi
kebijakan yang dihasilkan meliputi rekomendasi dalam hal pengelolaan
energi sektor transportasi, pengembangan wilayah, peningkatan
konektivitas, peningkatan kapasitas iptek dan teknologi informasi dan
komunikasi, peningkatan institusional dan kelembagaan, peningkatan
kapasitas SDM, serta pembiayaan melalui platform green economy.

Kajian Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kenekaragaman Hayati

Kajian ini dilakukan Kajian Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kenekaragaman Hayati
untuk menyusun dilakukan karena banyaknya perkembangan faktor global, nasional dan
rekomendasi kebijakan lokal yang mempengaruhi kebijakan pengelolaan keanekaragaman hayati
dan strategi di Indonesia, sehingga perlunya pembaharuan dalam hal kebijakan dan
pengelolaan
strategi pengelolaan KEHATI di masa datang yang sesuai dengan isu-isu
keanekaragaman hayati
(KEHATI).
lingkungan dan pembangunan terkini. Terdapat empat rekomendasi
utama yang dihasilkan dari kajian ini, yakni terkait dengan: (1)
Peningkatan pemahaman; (2) Peningkatan kualitas SDM; (3) Dukungan
politik, regulasi dan anggaran; dan (4) Peningkatan identifikasi,
inventarisasi, pemetaan dan publikasi potensi dan nilai keanekaraman
hayati, serta perlunya peningkatan implementasi yang nyata dari
pengelolaan keanekaragaman hayati. Permasalahan yang dihadapi antara
lain belum efektifnya mekanisme monitoring dan evaluasi, keterbatasan
sumberdaya baik pembiayaan maupun kapasitas SDM, rendahnya
kepedulian terhadap nilai penting keanekaragaman hayati (khususnya
bagi pengambil kebijakan), dan kurangnya koordinasi antarlembaga
terkait.

92
Rapat Kerja Internal Kementerian PPN/Kementerian PPN/Bappenas Tahun 2013

BAB IV
RENCANA KERJA 2014

Berbagai capaian kinerja yang telah berhasil dilaksanakan sampai akhir tahun 2013 merupakan
bagian pembangunan nasional yang harus terus dilanjutkan sesuai dengan porsi kerja dalam
Renstra Kementerian PPN/Bappenas 2010-2014. Adapun arah kebijakan yang dilaksanakan dalam
periode 2010-2014, meliputi: (1) Penguatan kelembagaan perencanaan pembangunan nasional
melalui penataan sistem perencanaan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan
pembangunan; pengembangan sistem dan kualitas data dan informasi perencanaan
pembangunan nasional; serta peningkatan kualitas koordinasi dengan para pemangku
kepentingan; (2) Penerapan perencanaan pembangunan nasional dan penganggaran yang
berbasis kinerja; (3) Peningkatan kualitas hasil evaluasi kebijakan/kajian sebagai masukan bagi
perencanaan pembangunan dan perumusan kebijakan penyelesaian permasalahan
pembangunan; (4) Peningkatan kualitas data dan informasi perencanaan pembangunan; (5)
Pelaksanaan reformasi birokrasi secara konsisten dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan
kinerja (better performance) lembaga dan pegawai.
Sebagai instrumen dalam menjalankan kebijakan, Kementerian PPN/Bappenas telah menetapkan
program dan kegiatan. Pada tahun 2014, Kementerian PPN/Bappenas menjalankan 4 (empat)
Program yang terdiri dari 3 (tiga) Program generik, yakni: (1) Program Dukungan Manajemen dan
Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya; (2) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur; dan
(3) Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur; dan 1 (satu) Program teknis
yakni Program Perencanaan Pembangunan Nasional.

93
Selanjutnya, program-program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan prioritas
Kementerian PPN/Bappenas, sebagai berikut:

Kegiatan 1) Penyusunan RKP Tahun 2015 sesuai dengan Konsep RPJMN 2015-2019;
utama untuk
2) Penyelesaian background study RPJMN 2015-2019;
melaksanakan
Program 3) Finalisasi Konsep RPJMN 2015-2019;
Perencanaan 4) Pertemuan nasional dalam rangka sosialisasi rancangan RPJMN 2015-
Pembangunan 2019;
Nasional:
5) Memperkuat peran Indonesia dalam pelaksanaan agenda-agenda
internasional (Global Partnership, G-20, dan Pengembangan Kerjasama
Selatan Selatan, Pulse Lab Jakarta, serta MDG’s dan Pasca 2015);
6) Forum konsultasi publik melalui tukar pikiran dengan Stakeholder (pihak
akademisi, lembaga profesi, dan organisasi masyarakat sipil) dalam rangka
meningkatkan perencanaan yang partisipatif.

Kegiatan untuk 1) Pemantapan Reformasi Birokrasi dan Peningkatan pelayanan umum


melaksanakan perkantoran;
ketiga program
2) Pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia Aparatur Perencana
generik
Pemerintah Pusat dan Daerah;
(pendukung):
3) Rehabilitasi gedung kantor, ruang kerja dan penggantian mebelair ruang
kerja dan Pengadaan peralatan dan mesin serta perbaikan lift, system
hidrant, dan instalasi listrik;
4) Rencana Aksi Akselerasi Implementasi Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP), Whistle Blowing System (WBS) dan Sistem Pelaporan
Gratifikasi dan Rencana Aksi Mempertahankan Opini WTP terhadap
Laporan Keuangan Instansi;
5) Peningkatan Kualitas Pengawasan Kinerja dan Anggaran serta
Optimalisasi Peran Konsultansi Auditor Internal.

94
Penyematan Penghargaan Pengabdian Pegawai Kementerian PPN/Bappenas

BAB V
PENUTUP

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, setiap tahun Kementerian PPN/Bappenas telah
menghasilkan berbegai produk di bidang perencanaan pembangunan sepertisudah diuraikan
terdahulu. Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, selain telah dihasilkan produk-produk
perencanan yang menjadi referensi bagi pembangunan nasional, Kementerian PPN/Bappenas
menyadari tentang masih adanya kekurangan yang perlu diperbaiki. Karena itu Kementerian
PPN/Bappenas akan terus berusaha untuk meningkatkan kualitas hasil perencanaan melalui
berbagai upaya, antara lain: (1) Peningkatan kualitas evaluasi kinerja, (2) Peningkatan kapasitas
dan kualitas SDM Kementerian PPN/Bappenas, (3) Koordinasi dan sinergi dengan seluruh K/L,
pemda, dan stakeholder lainnya,dan (4) Penjaringan masukan dari seluruh pihak melalui berbagai
forum.
Upaya peningkatan kualitas tersebut akan terus dilanjutkan pada tahun-tahun yangakan datang.
Sehingga harapan semua pihak agar pembangunan nasional dapat menghasilkan peningkatan
kesejahteraan dan pemerataan pembangunan dapat cepat tercapai sesuai dengan visi
pembangunan yang telah ditetapkan pada RPJPN 2005-2025.
Selanjutnya melalui Laporan Capaian Kinerja Kementerian PPN/Bappenas ini diharapkan dapat
memberikan gambaran tentang berbagai produk yang telah dihasilkan Kementerian
PPN/Bappenas hingga akhir tahun 2013, baik produk-produk perencanaan dan kebijakan yang
dihasilkan oleh Kementerian PPN/Bappenas secara mandiri, maupun hasil koordinasi dengan
berbagai pihak. Untuk itu, kami mengharapkan masukan agar kedepan Kementerian
PPN/Bappenas dapat menghasilkan produk perencanaan dan kebijakan yang lebih baik dan dapat
bermanfaat bagi pembangunan Indonesia.
95
96

Anda mungkin juga menyukai