Anda di halaman 1dari 4

Menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang


Psikotropika disebutkan bahwa psikotropika
adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sistesis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan
prilaku.
Atau dengan kata lain, psikotropika merupakan
zat kimia yang mengubah fungsi otak dan
menghasilkan perubahan dalam persepsi,
suasana hati, kesadaran, pikiran, emosi, dan
perilaku. Oleh karena efeknya yang bisa
menimbulkan adiksi atau ketagihan,
psikotropika hanya boleh digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau
ilmu pengetahuan.

Di Indonesia, obat psikotropika terbagi menjadi


empat golongan, yaitu:

 Golongan I, yaitu psikotropika dengan


daya adiktif (dapat menyebabkan
ketergantungan) yang sangat kuat
seperti MDMA/ekstasi, LAD, dan STP.
Psikotropika jenis ini dilarang digunakan
untuk terapi dan hanya untuk
kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan.
 Golongan II, yaitu psikotropika dengan
daya kuat, contohnya ritalin, metilfenidat,
dan amfetamin yang berguna untuk
penelitian dan pengobatan.
 Golongan III, yaitu psikotropika dengan
daya adiksi sedang dan berguna untuk
penelitian dan pengobatan, misalnya
flunitrazepam, pentobarbital,
buprenorsina, lumibal, dan lain
sebagainya.
 Golongan IV, yaitu psikotropika dengan
daya adiktif ringan dan boleh digunakan
untuk pengobatan. Contoh jenis
psokotropika golongan ini adalah
diazepam, nitrazepam (dumolid,
mogadon, BK), dan masih banyak lagi.

Beberapa obat psikotropika yang boleh


digunakan dalam pengobatan harus
mendapatkan resep dari dokter atau ahli
kesehatan lainnya. Obat-obatan tersebut
biasanya digunakan untuk anestesi (mencegah
nyeri, relaksasi otot, membuat pasien tidak
sadar ketika operasi), mengobati pasien dengan
masalah atau kelainan emosi dan mental,
sebagai anti kejang, sebagai obat parkinson,
sebagai obat hipnotik untuk mengobati
gangguan tidur, hingga menjadi obat
detoksifikasi dan rehabilitasi bagi pengguna
narkoba psikoaktif.
Meskipun secara hukum dilarang, namun
faktanya, tidak sedikit orang yang
menggunakan obat psikotropika dengan tidak
semestinya dan tanpa resep dari dokter. Obat
psikotropika yang sering disalahgunakan antara
lain adalah sabu-sabu, ekstasi,
amfetamin, mushroom, BK, LSD, pil koplo,
lexotan, dumolid, rohypnol, dan mogadon. Jika
disalahgunakan, obat psikotropika justru bisa
menimbulkan efek samping yang tidak
diinginkan.
Efek sampingnya termasuk penyakit
kardiovaskular, sistem saraf pusat, kelainan
darah, diabetes mellitus, berat badan naik,
obesitas, sembelit, hipersalivasi (produksi air
liur berlebih), luka di tenggorokan, hidung
tersumbat, mual, enuresis nocturnal
(mengompol di malam hari), retensi urine,
resistensi insulin, dyslipidemia (tidak normalnya
jumlah lipid dalam darah), gangguan toleransi
glukosa, hipertensi dan juga masih banyak efek
samping lain.
Menyalahgunakan obat psikotropika tidak
hanya berbahaya bagi kesehatan tubuh, tapi
juga bisa dikenai sanksi dan hukuman sesuai
dengan perundang-undangan di Indonesia.
Berdasarkan Pasal 59 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika, barangsiapa yang
menggunakan, memproduksi, mengedarkan,
mengimpor, memiliki, menyimpan, membawa
psikotropika golongan I dengan tidak
semestinya akan dipidana 4-15 tahun penjara
dan denda Rp150.000.000-Rp750.000.000.
Hindari penyalahgunaan psikotropika tanpa
resep dari dokter agar terhindar dari efek
samping berbahaya dan tindak pidana.

Anda mungkin juga menyukai