Anda di halaman 1dari 3

Gejala Klinis

1. Pruritus nokturna: gatal pada malam hari. Yang disebabkan oleh aktivitas tungau lebih tinggi
pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Menyerang sekelompok manusia, misalnya dalam keluarga terkena infeksi, di asrama, atau
pondokan. Begitupun dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi, warna putih, keabuan, bentuk garis
lurus atau berkelok, rata2 panjang 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul atau
vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dll).
Namun, kunikus biasanya sukar terlihat, karena sangat gatal pasien selalu menggaruk,
sehingga kunikulus dapat rusak. Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan
stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, bagian vilar, siku
bagian luar, lipat ketiak, bagian depan, areola mammae ( perempuan), umbilikus, bokong,
genitalia eksterna ( laki-laki), dan perut bagian belakang. Pada bayi dapat menyerang telapak
tangan, telapak kaki, wajah, dan kepala.
4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling menunjang diagnosis. Dapat ditemukan satu
atau lebih stadium hidup tungau. Selain tungau dapat ditemukan telur dan kotoran (skibala).

Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi : melihat bentuk, letak, dan gambaran pada lesi kulit dan sekitarnya. Gunakan kaca
pembesar agar dapat melihat lebih jelas.
2. Palpasi: meraba tekstur, kelembaban, dan suhu pada lesi kulit dan sekitarnya

Pemeriksaan penunjang

Walaupun tungau dan produk tungau sulit ditemukan, pemeriksaan laboratorium sebaiknya
tetap dilakukan terutama pada kasus yang diduga skabies atipik. Pemeriksaan laboratorium dapat
dilakukan sebagai berikut:

1. Kerokan kulit
Sebelum melakukan kerokan kulit, perhatikan daerah yang diperkirakan akan
ditemukan tungau yaitu papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh. Selanjutnya
papul atau terowongan ditetesi minyak mineral lalu dikerok dengan skalpel steril yang tajam
untuk mengangkat bagian atas papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan di kaca objek,
ditetesi KOH, ditutup dengan kaca penutup kemudian diperiksa dengan mikroskop.
Kerokan kulit merupakan cara yang paling mudah dilakukan dan memberikan hasil
yang paling memuaskan sehingga cocok untuk yang belum banyak pengalaman dalam
mendiagnosis skabies. Kemudahan lainnya adalah kerokan kulit dapat dilakukan hanya
dengan peralatan sederhana sehingga memungkinkan untuk dilakukan di fasilitas kesehatan
dengan fasilitas terbatas. Kerokan kulit memiliki spesifisitas yang tinggi namun sensitivitasnya
rendah karena jumlah tungau pada penderita skabies klasik/tipikal umumnya sangat sedikit.
2. Mengambil tungau daalam jarum
Pengambilan tungau dengan jarum dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dari 5%
menjadi 95%. Untuk mengambil tungau, jarum ditusukkan di terowongan di bagian yang gelap
lalu diangkat ke atas. Pada saat jarum ditusukkan biasanya tungau akan memegang ujung
jarum sehingga dapat diangkat keluar.
Mengambil tungau dengan jarum relatif sulit bagi orang yang belum berpengalaman terutama
pada penderita skabies yang lesinya tidak khas lagi dan banyak infeksi sekunder oleh bakteri.
3. Pemeriksaan histopatologik
Papul atau terowongan yang dicurigai mengandung tungau diangkat menggunakan
ibu jari dan telunjuk, kemudian diiris dengan skalpel sejajar permukaan kulit. Biopsi dilakukan
sangat superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak perlu anestesi. Spesimen
diletakkan di kaca objek, ditetesi minyak mineral, ditutup dengan kaca tutup lalu diperiksa di
bawah mikroskop.
Gambaran histopatologik lesi skabies adalah terdapatnya terowongan di stratum
korneum, namun ujung terowongan tempat tungau betina berada terletak diirisan dermis.
Pemeriksaan histopatologik tidak mempunyai nilai diagnostik kecuali ditemukan
tungau atau telur pada pemeriksaan tersebut. Daerah yang berisi tungau akan menunjukkan
eosinofil yang sulit dibedakan dengan reaksi gigitan artropoda lain seperti gigitan nyamuk atau
kutu busuk. Apabila gambaran histopatologik pada biopsi terowongan epidermis hanya
terdapat infiltrat sel radang perivaskular dengan banyak eosinofil, edema, dan spongiosis
epidermal, maka hanya bersifat sugestif dan bukan diagnosis pasti infestasi skabies.
Gambaran histopatologik pada biopsi kulit yang menunjukkan gambaran ekor babi
merah muda (pink pigtail) dan melekat di stratum korneum serta terdapatnya bungkus telur
tungau yang kosong mengarahkan pada diagnosis skabies.

Diagnosa Banding

1. Prurigo
2. Pedikolosis korporis
3. Dermatitis

Epidemiologi

Skabies disebut juga the itch, pamaan itch, seven year itch karena gatal hebat yang
berlangsung menahun. Di Indonesia skabies disebut penyakit kudis, gudik, atau buduk. Skabies
terdapat di seluruh dunia dengan prevalensi yang bervariasi, tetapi umumnya terdapat di wilayah
beriklim tropis dan subtropis di negara berkembang. Siapapun yang kontak dengan S.scabiei dapat
terinfestasi skabies, meskipun demikian skabies lebih banyak terdapat pada penduduk yang memiliki
faktor risiko tinggi untuk terinfestasi skabies. Di masyarakat yang memiliki risiko tinggi skabies
prevalensi dapat mencapai 80.

Jumlah penderita skabies di dunia diperkirakan lebih dari 300 juta setiap tahunnya sehingga
menimbulkan beban ekonomi bagi individu, keluarga, masyarakat dan sistem kesehatan. Biaya untuk
mengobati skabies cukup mahal karena biasanya skabies menginfeksi orang miskin yang tidak mampu
membayar biaya berobat. Biaya menjadi semakin mahal apabila penderita mengalami skabies berat
dengan komplikasi infeksi sekunder oleh bakteri. Pada level rumah tangga, dana yang digunakan untuk
berobat mengakibatkan pengurangan biaya untuk kebutuhan pokok misalnya untuk makan sehingga
menambah beban keluarga. Pada level institusi dana yang cukup besar dikeluarkan untuk
menanggulangi wabah skabies.

Skabies memiliki hubungan erat dengan kebersihan personal dan lingkungan tempat tinggal
sehingga sering terjadi pada orang yang tinggal bersama di pemukiman padat penghuni misalnya di
perkampungan padat penduduk atau di pondok pesantren dengan kepadatan penghuni yang tinggi.
Wabah skabies sering dijumpai di lingkungan padat penghuni dengan kontak kulit yang erat dan lama
seperti di tempat penitipan anak, panti asuhan, tempat perawatan orang usia lanjut, penjara,
pengungsian, dan pesantren bahkan di rumah sakit.

Referensi
1. Buku ajar ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI
2. Bahan ajar dr. Fanny Iskandar
3. Buku ajar Skabies: Etiologi, Patogenesis, Pengobatan,Pemberantasan, dan Pencegahan
penerbit FK UI

SKENARIO

Seorang laki-laki, usia 38 tahun, status menikah, datang ke poliklinik kesehatan kulit dan
kelamin dengan keluhan gatal-gatal dan timbul bercak-bercak kemerahan pada semua sela-sela jari
kedua tangan dan paha kanan yang dirasakan sejak satu bulan lalu, awalnya dirasakan di sela-sela jari
tangan kanannya. Keluhan gatalnya dirasakan sangat mengganggu terutama saat malam hari, sampai
terkadang mengganggu tidurnya. Pasien sempat berobat namun 2 minggu kemudia keluhan ini
muncul kembali pada sela-sela jari tangan kiri dan paha kanannya. Saat ini pasien tinggal di rumah
pribadi bersama istri dan seorang anaknya. Keluarganya (istri dan anaknya) pada saat pemeriksaan
juga mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

Pasien merupakan seorang pegawai negeri. Tekanan darah 120/80mmHg, nadi 80x/menit,
napas 20x/menit. Pada pemeriksaan fisik regio sela-sela jari tangan dan paha kiri didapatkan
effloresensi berupa papul eritema, berbentuk bulat, berbatas tegas, penyebaran diskrit dan multipel

Anda mungkin juga menyukai