Anda di halaman 1dari 22

BLOK VII

SKENARIO 2

DOSEN PEMBIMBING :

KELOMPOK 6

NAMA MAHASISWA :

KETUA : VANYA FIONA (1810070110030)


SEKRETARIS : ASYIFA MUTIARA (1810070110057)
ANGGOTA : APRILIA KUNTARI (1810070110001)
ALIF AL ASAD (1810070110002)
SABRINA PRIMEDIA (1810070110021)
SABRINI DWI PRIMA (1810070110022)
HAJRILIDYA MEIZA (1810070110035)
GRACE I.V.E.P. DEWI SABABALAT (1810070110043)
ADITA SUCI RAMADHAN (1810070110050)
TRI ANDIKA PUTRI (1810070110055)
TIKA NOVRYANA (1810070110092)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
TAHUN 2019

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah Laporan Hasil Belajar Skenario 2 ini.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan


mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih


ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah.

Akhir kata kami berharap semoga makalah skenario tentang “Bunyi


Klik” ini dapat memberikan manfaat dan wawasan terhadap pembaca.

Padang, 4 Mei 2019

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Temporomandibula joint (TMJ) atau yang disebut dengan
sendi temporomandibula adalah artikulari antara mandibula dan dua
tulang pada basis cranii, yaitu os temporale. Sendi ini adalah satu-
satunya sendi yang terlihat bergerak bebas di regio kepala.
Temporomandibula joint merupakan sendi yang bertanggung jawab
terhadap pergerakan membuka dan menutup mulut, mengunyah serta
gerakan ke lateral berdasarkan gerakan rotasi dan translasi.
Temporomandibula joint terdiri dari tiga bagian ,yaitu fosa
glenoidalis (fosa articularis), kondilus mandibula (prossesus
kondylaris mandibulae), dan diskus artikularis dimana posisinya
saling berdekatan (Scheid & Weiss, 2014).

Gangguan atau kelainan pada sendi temporomandibula


disebut dengan Temporomandibular disorder. Temporomandibula
disorder tidak hanya melibatkan sendi temporomandibula saja tetapi
juga melibatkan otot pengunyahan, dan struktur yang terkait
(Chernoff, 2006). Gejala dan tanda dari TMD tidak hanya tunggal,
tetapi terdiri dari sindrom dan keadaan yang berbeda-beda. Pada
gangguan fungsi TMJ keluhan utama yang sering dirasakan adalah
rasa nyeri, rasa tidak enak, dan disertai dengan (clicking) atau
keluhan-keluhan yang lain (Pedersen, 1996).

Banyak faktor yang berkontribusi terhadap gangguan TMD


diantaranya adalah kondisi oklusal, trauma, stres emosional, dan
aktivitas parafungsional. Kondisi oklusi seperti kehilangan gigi
berkontribusi terhadap kejadian TMD (Okeson, 2008). Gangguan
pada sendi temporomandibula salah satu penyebabnya adalah
kehilangan gigi (Gunadi, 2013).

BAB II

PEMBAHASAN
Skenario 2
Bunyi “Klik”

Seorang mahasiswa tahap sarjana Fakultas Kedokteran Gigi tahun


terakhir datang ke dokter gigi dengan keluhan adanya bunyi dan terasa sakit
saat membuka rahang. Pemeriksaan ekstra oral, pipi kanan terlihat lebih
besar dibanding pipi kiri, sulit membuka mulut dan saat menutup rahang
terdengar klik pada sendi rahang kiri. Pemeriksaan intra oral terlihat gigi
posterior kanan rahang atas ekstrusi, dan gigi posterior rahang bawah
missing. Pemeriksaan radiografis memperlihatkan kelainan pada TMJ.
Dokter gigi menerangkan hal ini terjadi akibat kehilangan gigi sehingga
oklusi tidak normal saat menutup rahang atau rahang dalam keadaan
istirahat. Dokter melakukan edukasi kepada mahasiswa tersebut.
Selanjutnya, untuk mengetahui kelainan pada TMJ yang terjadi, pasien
tersebut dirujuk ke bagian radiologi untuk dilakukan pemeriksaan rontgen
pada TMJnya.

2.1 Klarifikasi Istilah

1. Ekstrusi : suatu keadaan dimana terjadinya pergerakan gigi keluar


dari soketnya yang mengakibatkan mahkota gigi terlihat lebih
panjang
2. Missing : gigi permanen yang hilang karena karies
3. Gigi posterior : gigi bagian belakang yang berfungsi untuk
melakukan oklusi, tersusun dari gigi premolar 1 dan 2 dan molar 1,
2, 3 baik rahang atas maupun rahang bawah
4. Oklusi : perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada rahang
atas (maksila) dan rahang bawah (mandibula) yang terjadi selama
pergerakan mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi
geligi pada kedua rahang.
5. Pemeriksaan radiografis : suatu tindakan mengambil gambar dalam
tubuh seseorang menggunakan sinar x atau gamma untuk
membentuk bayangan benda

2.2 Penetapan Masalah


1. Apa penyebab bunyi klik pada rahang?
2. Apakah ada hubungan oklusi normal dengan TMJ?
3. Apa saja kelainan pada TMJ?
4. Bagaimana pemeriksaan untuk mengetahui bunyi klik pada rahang?
5. Bagaimana cara mengatasi gangguan pada TMJ?
6. Apa hubungan kehilangan gigi dengan TMJ?
7. Apa efek pada pasien yang mengalami gangguan pada TMJ namun
tidak melakukan penanganan lebih lanjut?
8. Jenis pemeriksaan rontgen apa yang digunakan untuk TMJ?
9. Apakah ada gejala lain pada penderita gangguan TMJ?
10. Apa saja faktor yang berkaitan dengan gangguan TMJ?
11. Apa penyebab gangguan TMJ?

2.3 Curah Pendapat


1. Apa penyebab bunyi klik pada rahang?
Jawaban : salah satu penyebab bunyi klik pada rahang yaitu akibat
adanya ketidakteraturan pada sendi, serta adanya pergeseran pada
diskus.
2. Apakah ada hubungan oklusi normal dengan TMJ?
Jawaban : p a d a o k l u s i n o r m a l , a k a n t e r c a p a i hubungan
yang baik antara gigi geligi, otot, dan sendi TMJ sehingga
tercapainyaefisiensi mastikasi yang baik, namun apabila oklusi
tidak normal TMJ juga akan terganggu.
3. Apa saja kelainan pada TMJ?
Jawaban : gangguan fungsional otot, gangguan fungsional gigi
geligi.
4. Bagaimana pemeriksaan untuk mengetahui bunyi klik pada rahang?
Jawaban : Pemeriksaan ekstraoral, dilakukan dengan cara
palpasi pada daerah sekitar TMJ, pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui kelainan yang terlihat secara visual maupun yang
terdeteksi dengan palpasi. Pemeriksaan region TMJ dilakukan
teknik inpeksi, melihat secara visual, palpasi didepan tragus untuk
mengetahui sinkronasi pergerakan kedua TMJ ketika menutup
danmembuka, ada juga auskultasi menggunakan stetoskop untuk
dapat mendengarkan apakah
ada bunyi abnormal ketika melakukan pergerakan sendi.
5. Bagaimana cara mengatasi gangguan pada TMJ?
Jawaban : perawatan dapat dilakukan dengan cara bedah dan non
bedah. Perawatan non bedah dilakukan apabila gangguan masih
ringan. Apabila gangguan masih ringan dapat mengkonsumsi obat
untuk menghilangkan rasa nyeri yaitu paracetamol. Selain itu,
gangguan TMJ dapat diatasi dengan terapis gerakan rahang, terapis
obat-obatan, jawrest, management stress, terapi arus listrik.
Perawatan bedah dilakukan apabila gangguan sudah semakin
parah.
6. Apa hubungan kehilangan gigi dengan TMJ?
Jawaban : kerusakan struktur gigi menyebabkan gangguan TMJ.
Apabila gigi geligi tidak diganti akan menyebabkan oklusi berubah
dan hambatan pergerakan rahang serta akan terjadi perbedaan
posisi saat oklusi.
7. Apa efek pada pasien yang mengalami gangguan pada TMJ namun
tidak melakukan penanganan lebih lanjut?
Jawaban : apabila pasien tidak melakukan penanganan lebih lanjut,
pasien tersebut akan mengalami gangguan yang lebih parah serta
discuss yang terus menerus bergeser akan mengalami penipisan.
8. Jenis pemeriksaan rontgen apa yang digunakan untuk TMJ?
Jawaban : pemeriksaan potopanoramic, lateral transcranial,
proyeksi.
9. Apakah ada gejala lain pada penderita gangguan TMJ?
Jawaban : ketidaknyamanan saat menggigit, rasa nyeri disekitar
sendi, otot pengunyahan tegang, sakit pada telinga, rahang
terkunci, sakit kepala.
10. Apa saja faktor yang berkaitan dengan gangguan TMJ?
Jawaban :Wanita usia 30-50 tahun,bruxism, Benturan pada wajah
atau rahang, deformitas kongenital pada tulang wajah, kelelahan
dari otot pada sendi
11. Apa penyebab gangguan TMJ?
Jawaban : kebiasaan tidur miring, infeksi TMJ, kerusakan struktur
pendukung gigi, kerusakan pada tulang rahang, benturan, artritis,
bruxism, kerusakan sendi karena benturan, membuka mulut lebar

2.4 Analisis Masalah


Diagram 2.1 Skema Analisis Masalah

2.5 Tujuan Pembelajaran


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kondisi pasien pada
skenario
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi kasus pada
skenario
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mekanisme
terjadinya kliking
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara
mengkomunikan, menginformasikan dan mengedukasi pasien
terhadap gangguan TMJ
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan
radiografis TMJ
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan macam-macam
kelainan pada TMJ
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis pada
TMD
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan rencana perawatan
TMD
9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan TMD

2.6 Penjelasan Secara Sistematik


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kondisi pasien
pada skenario

Pada skenario tersebut pipi kanan pasien terlihat lebih besar


dibanding pipi kiri, kemudian terlihat gigi posterior kanan rahang
atas ekstrusi, dan gigi posterior rahang bawah missing hal ini dapat
menyebabkan wajah pasien terlihat asimetris (terlihat tidak sama
pada setiap sisinya). Selain itu, kondisi kehilangan gigi (missing)
yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan rahang juga
menjadi tidak simetris. Hal ini dapat menyebabkan pasien tersebut
mengalami kesulitan dalam mengunyah makanan dan penampilan
pun akan terganggu.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi kasus pada


skenario

Gangguan sendi temporomandibula (GSTM) adalah sekumpulan


gejala klinik yang melibatkan otot-otot pengunyahan, sendi
temporomandibula, atau kedua-duanya. Gejala utama GSTM adalah
nyeri pada kepala dan leher, adanya bunyi sendi, keterbatasan buka
mulut, dan deviasi pada saat buka mulut. Hal itu dapat menyebabkan
terganggunya aktivitas penderita akibat sakit yang dideritanya
sehingga dapat menurunkan kualitas hidup penderita. (C. Mcneill,
1997)

Studi epidemiologis potong lintang menurut Turp dkk., di dalam


Tabbara, menunjukkan bahwa 40-75% populasi dewasa mempunyai
paling sedikit satu tanda yang berhubungan dengan GSTM.
Peningkatan kasus GSTM diperkirakan sebanyak 2% per tahun.
Himawan (2007) melakukan survei pada mahasiswa FKG UI di
Indonesia yang menunjukkan sebanyak 96% mahasiswa mempunyai
satu tanda yang berhubungan dengan GSTM. (C. Mcneill, 1997)

Menurut jurnal American Dental Association pada tahun 1990,


trauma merupakan penyebab utama kelainan TMJ. Didapatkan 40%
dari 90% kasus kelainan TMJ merupakan akibat trauma. Trauma
yang sederhana seperti pukulan pada rahang atau sesuatu yang lebih
kompleks seperti yang mengenai kepala, leher, dan rahang. Penelitian
terbaru juga menunjukkan benturan terhadap pengaman airbag dalam
kendaraan dapat menyebabkan kelainan TMJ. Faktor lainnya yang
mendukung antara lain tekanan psikologik, sering kali sulit
diidentifikasi karena penderita bukan suatu kelompok homogen
dalam segi karakteristiknya, adanya kebiasaan parafungsional seperti
bruxism. Semua itu dapat menyebabkan spasme otot kunyah yang
memicu terjadinya kelainan TMJ. (Suhartini,2011)

Etiologi dari trauma itu sendiri terbagi atas 2 yaitu


makrotrauma dan mikro trauma. Tekanan yang berlebihan akan
menyebaban gangguan fungsional pada bagian tersebut dan dapat
berdampak kerusakan pada jaringan tersebut juga.

a. Makro trauma

Tekanan yang terjadi secara langsung pada bagian yang


mengalami kerusakan yang menyebabkan perubahan pada bagian
diskus dan kondilaris secara langsung. Makro trauma dapat juga
terjadi ketika gigi bersamaan atau dapat juga menyebabkan
perubahan pada kondilus dengan fossa ketika mulut di buka.
Trauma besar yang tiba-tiba dan mengakibatkan perubahan
struktural, seperti pukulan pada wajah atau kecelakaan.

b. Mikro trauma

Dimana trauma ini merubah posisi diskus dan kondilus secara


perlahan-lahan. Trauma ringan tapi berulang dalam jangka waktu
yang lama, seperti bruxism dan clenching. Kedua hal tersebut
dapat menyebabkan microtrauma pada jaringan yang terlibat
seperti gigi, sendi rahang, atau otot.

c. Kondisi oklusi

Dulu oklusi selalu dianggap sebagai penyebab utama


terjadinya TMD, namun akhir-akhir ini banyak diperdebatkan.

d. Stress emosional
Keadaan sistemik yang dapat mempengaruhi fungsi
pengunyahan adalah peningkatan stres emosional. Pusat emosi dari
otak mempengaruhi fungsi otot. Hipotalamus, sistem retikula, dan
sistem limbik adalah yang paling bertanggung jawab terhadap
tingkat emosional individu. Stres sering memiliki peran yang
sangat penting pada TMD.

Stres adalah suatu tipe energi. Bila terjadi stres, energi yang
timbul akan disalurkan ke seluruh tubuh. Pelepasan secara internal
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan psikotropik seperti
hipertensi, asma, sakit jantung, dan/atau peningkatan tonus otot
kepala dan leher. Dapat juga terjadi peningkatan aktivitas otot
nonfungsional seperti bruxism atau clenching yang merupakan
salah satu etiologi TMD.

e. Deep pain input

Aktivitas parafungsional adalah semua aktivitas di luar fungsi


normal (seperti mengunyah, bicara, dan menelan), dan tidak
mempunyai tujuan fungsional. Contohnya adalah bruxism, dan
kebiasaan-kebiasaan lain seperti menggigit-gigit kuku, pensil,
bibir, mengunyah satu sisi, tongue thrust, dan bertopang dagu.
Aktivitas yang paling berat dan sering menimbulkan masalah
adalah bruxism, termasuk clenching dan grinding. Bruxism adalah
mengerat gigi atau grinding terutama pada malam hari, sedangkan
clenching adalah mempertemukan gigi atas dan bawah dengan
keras yang dapat dilakukan pada siang ataupun malam hari.

Pasien yang melakukan clenching atau grinding pada saat


tidur sering melaporkan adanya rasa nyeri pada sendi rahang dan
kelelahan pada otot-otot wajah saat bangun tidur..

Pada anak bruxism yang juga disertai keluhan nyeri kepala,


perlu dilakukan pemeriksaan fungsi mastikasi dan TMD-nya untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara keduanya. Bila ternyata
tidak ada hubungan, anak tersebut harus dirujuk ke spesialis lain.
Sehubungan dengan adanya rasa nyeri, beberapa peneliti
menemukan bahwa 70-85 % pasien TMD sering merasakan nyeri
kepala dan 40 % melaporkan adanya nyeri wajah. Nyeri tersebut
bertambah pada saat membuka dan menutup mulut. 50 % pasien
TMD sering mengeluhkan nyeri telinga, namun pada saat diperiksa
tidak ditemukan tanda infeksi. Bunyi sendi juga sering dilaporkan
oleh pasien TMD, tanpa atau disertai rasa nyeri. Pening (dizziness)
juga dilaporkan oleh 40 % pasien, selain itu 33 % melaporkan
telinga terasa penuh dan berdengung.

Gejala-gejala tersebut lokasinya berada di daerah orofasial


namun karena tidak berada dalam rongga mulut seperti sakit gigi,
maka pasien tidak mencari pengobatan ke dokter gigi melainkan ke
dokter umum atau spesialis lain seperti THT, neurologi, rehabilitasi
medik maupun chiropractor.

Studi di Finlandia menemukan bahwa banyak pasien TMD


mengalami overdiagnosis dan overtreatment karena tanda dan
gejala TMD sering tidak betul-betul dipahami oleh para praktisi.
Namun karena TMD banyak berhubungan dengan mastikasi,
dokter gigilah yang merupakan tenaga medis pertama yang harus
dapat mendiagnosa dan merawat pasien dengan tanda dan gejala
TMD.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mekanisme


terjadinya kliking
Kliking dapat terjadi pada setiap waktu selama gerakan
membuka dan menutup dari mandibular. Bunyi kliking adalah bunyi
tunggal dalam waktu yang singkat. Bunyi tersebut dapat berupa
bunyi berdebuk perlahan, samar, sampai bunyi retak yang tajam dan
keras. Kliking adalah satu suara dengan waktu yang pendek. Suara
ini relatif kuat terdengar dan kadang-kadang terdengar seperti satu
tepukan. Kliking tunggal (single clicking) adalah bunyi yang
terdengar ketika membuka mulut saat kondilus bergerak melewati
posterior border masuk ke zona intermediat diskus. Kliking ini
merupakan salah satu gejala paling awal terjadinya kelainan sendi
temporomandibula. Sedangkan kliking ganda (double clicking)
adalah bunyi kliking kedua saat menutup mulut setelah kliking
tunggal terdengar pada waktu membuka mulut. Bunyi ini terdengar
saat kondilus bergerak dari zona intermediat diskus ke posterior
border. (Dipoyono, 2012)
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komunikasi,
informasi dan edukasi pasien terhadap gangguan TMJ

informasi bagaimana tmj tersebut dan macam-macam penyembuihannyaa

b.Pengunyahan 2 sisi secara seimbang

memberikan Gejala sendi rahang/TMJ clicking merupakan salah satu tanda


gangguan TMJ yaitu TMD(TMJ Disorder). TMD masih dapat diobati
dengan beberapa cara. Berikut ini adalah perawatan gannguan sendi rahang,
antara lain:

1. Jaw Rest (Istirahat Rahang)

Pasien dianjurkan untuk menghindari mengunyah permen karet atau makan


makanan yang keras, kenyal (chewy) dan garing (crunchy), seperti sayuran
mentah, permen-permen atau kacang-kacangan. Makanan-makanan yang
memerlukan pembukaan mulut yang lebar, seperti hamburger, tidak
dianjurkan. Dan sebisa mungkin membiarkan gigi-gigi atas dan bawah
terpisah.

2. Terapi Panas dan Dingin

Terapi ini berguna untuk membantu mengurangi tegangan dan spasme otot-
otot. Sangat baik digunakan pada luka atau trauma pada sendi rahang,
Kompres dingin (cold packs) dapat membantu meringankan sakit.
3. Obat-obatan

Obat-obatan anti peradangan seperti aspirin, ibuprofen (Advil dan lainnya),


naproxen (Aleve dan lainnya), atau steroids dapat membantu mengontrol
peradangan. Perelaksasi otot seperti diazepam (Valium), membantu dalam
mengurangi spasme-spasme otot.

4. Terapi Fisik

Pembukaan dan penutupan rahang secara pasif, urut (massage) dan


stimulasi listrik membantu mengurangi sakit dan meningkatkan batasan
pergerakan dan kekuatan dari rahang.

5. Managemen stres

Mengenali faktor pemicu stres, konsultasi psikologi, dan obat-obatan dapat


membantu mengurangi tegangan otot. Respon balik dari pasien
(biofeedback) dapat membantu pasien mengenali waktu-waktu dari aktivitas
otot yang meningkat dan spasme dan menyediakan metode-metode untuk
membantu mengontrol mereka.

6. Terapi Occlusal

Pada umumnya suatu alat acrylic yang dibuat sesuai pesanan dipasang pada
gigi-gigi, ditetapkan untuk malam hari namun mungkin diperlukan
sepanjang hari. Ia bertindak untuk mengimbangi gigitan dan mengurangi
atau mengeliminasi kertakan gigi (grinding) atau bruxism.

7. Koreksi Kelainan Gigitan

Terapi koreksi gigi, seperti orthodontics, mungkin diperlukan untuk


mengkoreksi gigitan yang abnormal. Restorasi gigi membantu menciptakan
suatu gigitan yang lebih stabil. Penyesuaian dari bridges atau crowns
bertindak untuk memastikan kesejajaran yang tepat dari gigi-gigi. Anda
dapat berkonsultasi dengan dokter gigi spesialis Prosthodonsi( spesialis Gigi
Palsu).

8. Operasi

Operasi diindikasikan pada kasus-kasus dimana terapi medis gagal. Ini


dilakukan sebagai jalan terakhir. TMJ arthroscopy, ligament tightening,
restrukturisasi rahang (joint restructuring), dan penggantian rahang (joint
replacement) dipertimbangkan pada kebanyakan kasus yang berat dari
kerusakan rahang atau perburukan rahang. Anda dapat berkonsultasi dengan
dokter gigi spesialis bedah mulut.

9. Perawatan Tanpa bedah

Beberapa kasus gangguan TMJ akan berakhir dengan perawatan biasa yang
bahkan mungkin tidak membutuhkan kehadiran dokter gigi di samping
anda. Di antaranya :

a. Mengubah kebiasaan buruk. Dokter gigi anda akan mengingatkan anda


untuk lebih memperhatikan kebiasaan-kebiasaan anda sehari-hari. Misalnya
kebiasaan menggemertakkan gigi, bruxism, atau menggigit-gigit sesuatu.
Kebiasaan ini harus digantikan dengan kebiasaan baik seperti membiarkan
otot mulut dalam kondisi rilex dengan gigi atas dan bawah tidak terlalu
rapat, lidah menyentuh langit-langit dan berada tepat di belakang gigi atas
anda.

b. Mengurangi kelelahan otot rahang. Dokter gigi anda akan meminta anda
tidak membuka mulut terlalu lebar dalam berbagai kesempatan. Contohnya
jangan tertawa berlebihan.

c. Peregangan dan pijatan. Dokter gigi akan memberikan latihan bagaimana


caranya meregangkan atau memijat otot rahang anda. Sebagai tambahan
juga mungkin akan diberikan petunjuk bagaimana posisi kepala, leher, dan
bahu yang tepat dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
d. Kompres panas atau dingin. Dengan mengompress kedua sisi wajah anda
baik dengan kompres panas atau dingin akan membantu relaksasi otot
rahang.

e. Obat anti inflamasi. Untuk mengurangi inflamasi (peradangan) dan rasa


sakit, dokter gigi anda mungkin akan menyarankan aspirin atau obat anti
inflamasi nonsteroid lainnya, misalkan ibuprofen (Advil, Motrin, dll)

f. Biteplate. Jika TMJ anda mengalami kelainan pada posisi mengunyah,


sebuah biteplate (pemandu gigitan) akan diberikan. Biteplate dipasang di
gigi untuk menyesuaikan rahang atas dengan rahang bawah. Dengan posisi
mengunyah yang benar tentunya akan membantu mengurangi tekanan di
struktur sendi.

g. Penggunaan night guard. Alat ini berguna untuk mengatasi kebiasaan


bruxism di malam hari.

h. Terapi kognitif. Jika TMJ anda mengalami gangguan karena stress atau
anxietas, dokter gigi anda akan menyarankan untuk menemui psikiater
untuk mengatasinya.

10. Perawatan lanjutan

Jika perawatan non bedah tidak berhasil mengurangi gejala gangguan TMJ,
dokter gigi anda akan merekomendasikan perawatan berikut :

a. Perawatan gigi. Dokter gigi anda akan memperbaiki gigitan dengan


menyeimbangkan permukaan gigi anda. Caranya bisa dengan mengganti
gigi yang hilang atau tanggal, memperbaiki tambalan atau membuat
mahkota tiruan baru.

b. Obat kortikosteroid. Untuk sakit dan peradangan pada sendi, obat


kortikosteroid akan diinjeksikan ke dalam sendi.
c. Arthrocentesis. Prosedur ini dilakukan dengan jalan menyuntikan cairan
ke dalam sendi untuk membuang kotoran atau sisa peradangan yang
mengganggu rahang.

d. Pembedahan. Jika semua perawatan tidak berhasil juga, dokter gigi akan
merujuk anda ke dokter gigi spesialis bedah mulut.

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan


radiografis TMJ

Untuk mendapatkan gambaran radiografi dapat dilakukan


dalam beberapa teknik pemotretan yaitu : transkranial,
transfaringeal, panoramik, tomografi, computed tomography (CT)

a. Teknik Panoramik

Secara radio-patologis, terdapat beberapa kondisi pada hasil


radiografi panoramik yang dapat digunakan untuk mendeteksi
kemungkinan adanya TMD. Kondisi tersebut adalah :

1) Asimetri Mandibula, apabila tingkat asimetri dari mandibula


kiri dan kanan pada sebuah radiograf panoramik melebihi
angka 6 %, hal ini menunjukkan adanya asimetri yang nyata
pada daerah fasial. Pengukuran dapat dilakukan secara
sederhana dengan menarik garis vertikal mulai dari puncak
kondilus sampai dengan titik sudut angulus mandibula kiri dan
kanan. Kemudian selisih keduanya dihitung secara prosentase,
apabila kurang dari 6% kemungkinan asimetri ini terjadi
karena elongasi atau tidak tepatnya posisi kepala pasien pada
saat pemotretan. Sedangkan selisih yang besar menunjukkan
adanya asimetri yang nyata pada tinggi kepala kondilus, dan
perlu dianalisa lebih lanjut untuk mendapatkan data
pendukung lainnya sehingga dapat diketahui tingkat
abnormalitas yang terjadi.
2) Perubahan Bentuk Kepala Kondilus, dalam arah sagital bentuk
kepala kondilus dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis :
(a) adalah bentuk yang normal didasarkan pada bentuk tulang
kortikal pada kepala kondilus tampak halus dan bersih. (b)
tampak terjadinya flattening, sehingga kepala kondilus tampak
menyudut dan tidak lagi berbetuk cembung. (c) tampak
terjadinya erosi yang ditandai tergerusnya sebagian daerah
kepala kondilus disertai penurunan densitas pada daerah
tersebut. (d) adalah bentuk osteophyte, yaitu tampak adanya
pertumbuhan atau penonjolan di bagian anterior dan atau
superior dari permukaan kepala kondilus. Perubahan bentuk
yang terjadi ini menunjukkan terjadinya tekanan berlebih di
area tertentu dari kepala kondilus pada saat gerakkan
fungsional, sehingga apabila terjadi dalam jangka waktu yang
lama dapat berdampak pada perubahan bentuk kepala
kondilus.15

Gambar . Klasifikasi Bentuk Kepala Kondilus

3) Asimetri Posisi Kondilus. Berdasarkan penilaian tingkat


akurasi yang rendah, radiograf panoramik tidak diindikasikan
sebagai bahan referensi untuk menganalisa posisi kondilus.
Walaupun demikian, gambaran yang dihasilkan dapat
dijadikan sebagai bahan pembanding untuk melihat posisi
kondilus pada kedua sisi.

Gambar . Eminensia Artikularis pada Radiografi Panoramik

4) Perubahan Bentuk Eminensia Artikularis, tekanan yang


berlebihan pada pergerakan sendi temporomandibula dapat
menyebabkan keausan pada daerah eminensia artikularis.
Melalui radiograf panoramik, kondisi flattening pada
eminensia akan tampak jelas. 15
5) Perubahan Bentuk Processus Styloideus, sangat berkaitan
dengan pergerakan otot-otot mastikasi. Bentuk processus yang
membesar dan memanjang. Selain itu perbedaan yang terjadi
pada kedua sisi dapat membantu menunjukkan tingkat
keparahan yang terjadi di antara kedua sendi.15
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan macam-macam
kelainan pada TMJ

Gejala dan tanda utama yang sering ditemui para peklinik pada g
angguan sendi tempotomandibula antara lain bunyi sendi, rasa pegal/
lelah pada otot penguyahan, keterbatasan dalam membuka mulut, ga
ngguan pada gerak mandibula yang meliputi devisi dan defleksi raha
ng maloklusi akut akibat gangguan pada otot pengunyahan, keausan
gigi, nyeri wajah, nyeri kepala, dan bahkan gangguan pada telinga.

Menyebabkan perubahan sruktural, dapat berasal dari luar (exter


nal) ataupun dari dalam (internal). contoh makrotrauma yang berasal
dari luar misalnya pukulan di wajah, kecelakaan kendaraan bermotor,
atau olahraga. Sedangkan contoh makrotrauma yang berasal dari dala
m adalah ketika mengunyah makanan yang keras, menguap, menyan
yi, membuka mulut lebar dalam waktu cukup lama ketika dilakukan
perawatan kedokteran gigi, atau trauma akibat prosedur intubasi pada
anestesi umum. (L, Kartika, 2007)

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis pada TM


Diagnosa kasus TMJ sering dinyatakan secara sederhana sebagai
gangguan sendi rahang yang ditandai dengan gelala bunyi sendi atau
krepitasi ringan. Diagnosa lebih spesifik dinyatakan dalarn bentuk
nyeri otot, kejang otot buka tutup mulut, radang sendi, pergeseran
atau kerusakan diskus. Gejalanya antara lain bunyi sendi waktu buka-
tutup mulut yang dapat disertai rasa sakit, kepitasi, atau kesulitan
menbuka mulut. Diperlukan anamnesa dan perneriksaan-pemeriksaan
seperti riwayat penyakit. pemeriksaan fisik oleh dokter gigi, dan
pemeriksaan tambahan lainnya. (Masbirin, 2000)
Tanda dan gejala Temporomandibular Disorders (TMD) sangat
umum ditemukan. Beberapa diantaranya muncul sebagai gejala yang
signifikan sehingga pasien berusaha untuk mencari pengobatan.
Namun banyak juga yang tidak memberikan gejala yang jelas
sehingga diabaikan oleh pasien. Anamnesis bertujuan untuk
identifikasi pasien dengan tanda dan gejala subklinis dimana pasien
mungkin tidak berhubungan dengan gangguan yang diderita, namun
umumnya terkait dengan gangguan fungsional sistem pengunyahan
(contohnya sakit kepala, telinga). Anamnesis penyaring terdiri dari
beberapa pertanyaan yang akan membantu orientasi klinisi pada
TMD. (Suhartini, 2011)

8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan rencana perawatan


TMD
Agar seorang dokter gigi dapat melakukan perawatan pada
kelainan TMJ dengan hasil yang baik, maka sebaiknya dokter gigi
membuat rencana perawatan, yaitu :
a. Pemerikasaan dan Diagnosa
Pemeriksaan meliputi anamnesa, yaitu keterangan sosial
dan pekerjaan, keluhan yang ada sekarang, sifat dan gejala
(rasa sakit, bunyi, disfungsi), kapan timbulnya gejala, pola
gejala, riwatan kesehatan masa lalu, serta riwayat keadaan
gigi. Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah
memeriksa rentang pergerakan, bunyi sendi, rasa sakit,
pemeriksaan intra oral, dan pemeriksaan radiografi.
b. Perawatan Aktif
1) Perawatan Gejala
Perawatan yang segera dan efesien tidak hanya dapat
meredakan penderitaannya tetapi juga membantu
mengembalikan rasa percaya diri pasien.
Yang harus dilakukan dalam perawatan gejala adalah :
a) Menenangkan pasien. Merupakan cara yang harus dan
selalu digunakan, karna pasien menganggap ini
keadaan yang berbahaya, jadi tugas seorang dokter
adalah menjelaskan tentang kelainan ini agar pasien
merasa tenang.
b) Mengistirahatkan rahang. Pada kunjungan pertama
biasanya hanya digunakan untuk diagnosa dan
menenangkan pasien. Tapi dokter juga harus memberi
nasihat agar pasien mengistirahatkan rahangnya dari
kerja-kerja yang dapat memperparah keadaan seperti,
mengunyah makanan yang terlalu keras, menguap,
dan berteriak.
c) Pemberian obat-obatan. Pemberian analgetik seperti
aspirin dan paracetamol untuk mengurangi rasa sakit
umum digunakan. Selain itu pemberian penenang
seperti diazepam juga lebih baik digunakan pada
malam hari menjelang tidur untuk menghindari
kebiasaan bruxism.
d) Latihan. Tujuan perawatan dari latihan adalah untuk
merangsang fungsi mandibula.
e) Terapi panas. Ini dapat mengurangi rasa sakit dari
kekakuan otot. Metode yang paling sering digunakan
adalah diatermi gelombang pendek terapi ultrasonic
juga memberi efek yang sama. Atau dengan
pemberian krim metil salisilat di daerah maseter dan
temporal.
2) Operasi Sendi Temporomandibula
Ada berbagai jenis operasi pada sendi
temporomandibula, yaitu menisektomi, condylotomi, dan
high condylotomi. Tujuannya adalah untuk
meremodeling permukaan articular condyle dan
memperbaiki meniscus atau ligament yang rusak.
c. Perbaikan
Meliputi pelepasan alat dan pemberhentian obat serta
penjelasan tentang prognosa oleh dokter.

9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan


TMD

a. Inspection (Bilateral)

Pada saat inspeksi dapat diperhatikan adanya


pembengkakan, deformasi ,deviasi pada dagu dan kondisi
gigi-geligi. Pembengkakan dapat terjadi karena adanya
infeksi bakteri atau inflamasi sendi. Beberapa inflamasi sendi
yang terjadi pada anak-anak juga dapat menyebabkan
terlihatnya pertumbuhan asimetri pada wajah bagian bawah.
Synovitis juga dapat mengakibatkan deviasi ipsilateral ketika
membuka mulut dan deviasi kontralateral ketika menutup
mulut. Kehilangan gigi, maloklusi, kondisi abnormal yang
diakibatkan oleh bruxism merupakan beberapa kondisi gigi-
geligi yang dapat mengawali adanya gangguan sendi
temporomandibular.

b. Palpation (Bilateral)

Palpasi dapat dilakukan pada area sendi


temporomandibular yaitu di anterior tragus. Palpasi TMJ dan
otot dilakukan untuk mengetahui adanya rasa sakit dan
abnormalitas pada saat TMJ dalam kondisi statis dan kondisi
bergerak. Pergerakan kondilus yang asimetri dapat dirasakan
saat palpasi dilakukan ketika pasien diintruksikan untuk
membukan dan menutup mulut.

c. TMJ Sounds.

Auskultasi stetoskop padaTMJ untuk mendengarkan


suara yang tidak normal saat pembukaan dan penutupan
mandibula (cliking, crepitus, popping). Kliking yang terjadi
pada awal fase membuka mulut menunjukkan dislokasi
discus ke antrior ringan, sedangkan kliking yang terjadi atau
timbul lebih lambat berkaitan dengan kelainan meniscus.
Krepitus sendi ditunjukkan melalui bunyi kemeretak atau
mencericit yang lebih sering timbul saat translasi. Perforasi
perlekatan discus posterior juga berkaitan dengan krepitus
sendi

d. Range of Motion of Mandible.

Pengukuran pembukaan mandibula maksimum.


Trismus terjadi apabila ada keterbatasan pembukaan mulut
yang kurang dari normal.

Daftar pustaka
C.Scheid Rickne dan Gabriela Weiss. Woelfel’s Dental Anatomy Edition,
Publisher: ZIFATAMA; 2016.

Anda mungkin juga menyukai