Anda di halaman 1dari 25

Tanjungpura Law Journal, Vol. 1, Issue 1, January 2017: 64-88.

ISSN Print: 2541-0482 | ISSN Online: 2541-0490.


Open Access at: http://jurnal.untan.ac.id/index.php/tlj

Article Info
Submitted: 10 November 2016 | Reviewed: 23 November 2016 | Accepted: 30 January 2017

DEKONSTRUKSI EQUITABLE PRINCIPLE DALAM


HUKUM LAUT INTERNASIONAL1

Evi Purwanti2

Abstract

Equitable principle is the basic rule underlying the process of maritime delimitation between
adjacent or opposite states in the Exclusive Economic Zone and continental shelf. Due to
the issues of maritime boundaries between states are still many unresolved. Acceleration
of the settlement of maritime border is an important thing to be done in order to exploration,
exploitation, conservation and management in the rights in the EEZ and the continental shelf
areas. The deconstruction of equitable principle through multiple perspectives, namely in terms
of interpretation, area, orientation, scope and purpose of the equitable principle. The analysis
of equitable framework concluded that the equitable principle is an absolute principle in the
achievement of delimitation and derivatives form of justice which is more flexible than the notion
of substantive justice, the important thing is for the parties to get the maximum benefit from the
results of an agreed delimitation.

Keywords: continental shelf; EEZ; equitable principle;

Abstrak

Equitable principle merupakan prinsip yang mendasari proses delimitasi perbatasan maritim
antara negara-negara yang berhadapan atau bersebelahan di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas
kontinen. Saat ini perbatasan maritim antar negara masih banyak yang belum terselesaikan.
Percepatan penyelesaian perbatasan maritim merupakan hal penting yang harus dilakukan agar
eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan hak kedaulatan di ZEE dan landas kontinen
dapat terlaksana dengan baik. Untuk itu perlu pengkajian secara mendalam tentang konsep
equitable principle. Substansi equitable principle dapat di dekonstruksi melalui beberapa sudut
pandang, yaitu: dari sisi interpretasi, area, orientasi, cakupan serta tujuan equitable principle. Dari
analisis kelima kerangka itu dapat disimpulkan bahwa equitable principle merupakan suatu asas
yang absolut dalam pencapaian delimitasi serta merupakan suatu bentuk turunan keadilan yang
lebih fleksibel dari pengertian keadilan substantif, yang penting adalah para pihak mendapatkan
manfaat yang maksimal dari hasil delimitasi yang disepakati.

Kata Kunci: equitable principle; landas kontinen; ZEE

1 Artikel ini merupakan salah satu bagian penelitian disertasi penulis saat menempuh pendidikan S3 di
Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarya.
2 Fakultas Hukum, Universitas Tanjungpura, Jln. Prof. Hadari Nawawi, Pontianak, 78124, Kalimantan
Barat, Indonesia, email: evi_purwanti@yahoo.com, Hp. 085245870009.

64
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

I. Pendahuluan Dalam penentuan keputusan


delimitasi melalui peradilan internasional
Artikel ini membahas pendekatan
kewenangan pengadilan internasional
terhadap equitable principle yang
dalam mencapai equitable principle
merupakan dasar peraturan dalam
sangat luas. Untuk mencapai equitable
penentuan delimitasi perbatasan maritim
principle maka alasan-alasan seperti:
antar negara yang tumpang tindih satu sama
geografis, geologis, ekonomi, sosial dan
lain. Penentuan delimitasi dipengaruhi dan
kriteria keadaan yang relevant (relevant
berinteraksi dengan beberapa isu seperti
circumstances) dapat dijadikan unsur
politik, faktor historis dan kebudayaan,
penentu dalam kasus penentuan batas
isu strategis dan keamanan, kepentingan
wilayah maritim. Equitable yang secara
ekonomi, dan kepentingan bagi kelompok-
umum biasa diterjemahkan sebagai
kelompok masyarakat.3 Pentingnya hasil
keadilan atau keseimbangan, merupakan
yang harus dicapai dalam delimitasi
keadilan dari sudut pandang para hakim
maritim serta kompleksitas proses yang
di peradilan internasional. Keadilan sendiri
terkait dalam penentuan delimitasi maritim
sampai saat ini belum mendapat definisi
membuat topik ini menjadi objek penelitian
yang ajeg mengingat keadilan dapat dilihat
yang populer dalam hukum internasional.
dari berbagai sudut tergantung dari masing-
Dalam prakteknya penentuan
masing pihak yang memandangnya.
delimitasi tidak selalu mudah dilakukan,
Untuk menjawab permasalahan
hal ini terkait dengan tidak jelasnya
di atas, artikel ini akan membahas
identifikasi aturan equitable principle.
substansi equitable principle dari sisi
Berdasarkan tinjauan dari sisi filosofis,
interpretasi, area, ruang lingkup, cakupan
equitable principle memiliki permasalahan
serta tujuannya. Pentingnya pemecahan
ketidakjelasan makna atau definisi, padahal
masalah filosofis equitable principle
equitable principle merupakan suatu asas
berkaitan erat dengan usaha penyelesaian
yang absolut dalam tujuan delimitasi.
delimitasi. Perbatasan maritim yang telah
Hal ini mungkin terjadi karena prinsip
ditentukan dengan jelas merupakan elemen
hukum equitable terlalu umum dan luas
dasar untuk hubungan internasional
sehingga dapat terjadi salah interpretasi
yang baik dan pengelolaan laut yang
antara para pihak yang sedang melakukan
efektif. Jika perbatasan maritim belum
proses delimitasi. Pembahasan mengenai
diselesaikan dapat menimbulkan resiko
definisi equitable principle dalam tataran
politik dan keamanan yang berpotensial
hukum laut internasional juga belum
besar dalam sengketa perbatasan maritim.
tuntas dilakukan baik oleh pengadilan
Sebagaimana yang dikatakan oleh Lord
internasional maupun dari pendapat para
Curzon’s: “frontiers are the razor’s edge on
sarjana hukum internasional. Belum ada
which hang suspended…issues of war and
kriteria yang disepakati tentang equitable
peace…”5.
principle dalam penentuan delimitasi batas
maritim.4
II. Metode
3 Nuno M.Antunes.2003.Toward the Conceptu-
alisation of Maritime Delimitation. Netherlands: Berdasarkan jenisnya penelitian
Martinus Nijhoff Publishers, p. 1-2. mengenai “Dekonstruksi Equitable
4 Victor Prescott. 1997. The completion of
marine boundary delimitation between Australia Principle Dalam Hukum Laut Internasional”
and Indonesia, Geopolitics and International
Boundaries, 2:2, 132-149, p. 144. 5 http://chathamhouse.org/sites/default/files/
public/Research/International%20Law/
ilp140206.doc, [Accessed January 21, 2016].

65
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

ini merupakan penelitian hukum normatif berarti “menafsirkan” dan kata


atau studi kepustakaan karena yang diteliti benda hermeneia yang berarti
adalah prinsip atau asas hukum yang “interpretasi.” Hermeneutika
berkaitan dengan equitable principle. Data ditujukan kepada suatu proses
analisis dalam penelitian ini adalah data mengubah sesuatu atau situasi
arsip, data resmi instansi serta keputusan- yang tidak bisa dimengerti
keputusan hukum dan fakta-fakta yang sehingga dapat dimengerti. Ada
berhubungan dengan equitable principle tiga komponen dalam proses
dalam proses delimitasi perbatasan tersebut, yaitu: mengungkapkan,
maritim di ZEE dan landas kontinen menjelaskan dan menerjemahkan.7
Bahan penelitian tentang equitable Pendekatan hermeneutika ini
principle berupa prinsip hukum, keputusan digunakan dalam menganalisis
pengadilan serta ajaran dan pendapat para makna equitable principle.
ahli dirangkai secara sistematis sebagai Selain itu dalam analisis
susunan fakta hukum untuk mengkaji interpretasi permasalahan peneliti
pencapaian equitable principle dalam mempergunakan interpretasi per
penyelesaian delimitasi ZEE dan landas analogiam. Definisinya dapat di
kontinen negara pantai. Pencarian data pahami sebagai berikut, “analogy
pustaka dalam penelitian ini dilakukan means partial resemblance.” Dua
terhadap kebijakan penerapan equitable fenomena dapat dikatakan analogi
principle dalam perjanjian bilateral satu sama lain jika dalam hubungan
mengenai penentuan batas wilayah signifikan tertentu hal itu dapat
maritim antara satu negara dengan negara dikategorikan sebanding atau
tetangganya. Selain itu dilakukan juga dapat dikomparasikan, meskipun
studi pustaka terhadap kasus-kasus yang apa yang diperbandingkan itu
relevan berkaitan dengan penerapan merupakan hal yang berbeda.
equitable principle yang telah diputuskan Secara umum interpretasi per
oleh pengadilan internasional. Pendekatan analogiam dapat digunakan jika
penelitian yang digunakan adalah: pengguna menarik kesimpulan
1) Pendekatan konseptual; yaitu terhadap arti ketentuan yang ingin
beranjak dari pandangan- diinterpretasikan itu berdasarkan
pandangan dan doktrin-doktrin observasi bahwa analogi tersebut
yang berkembang dalam ilmu dapat dilakukan terhadap dua
hukum.6Dalam penelitian ini fenomena tersebut.8
pendekatan konseptual dilakukan
dengan memaparkan beberapa III. Analisis dan Pembahasan
persepsi doktrinal mengenai
Sesuai dengan ketentuan United
equitable principle yang umum
Nations Convention on the Law of the
digunakan dalam hukum
Sea 1982 (UNCLOS 1982), suatu negara
internasional.
pantai memiliki hak untuk menetapkan
2) Pendekatan Hermeneutika; Kata
7 Richard E. Palmer. “Interpratation Theory
“hermeneutika” secara etimologi in Schleirmacher, Dilthey, Heidegger, and
berasal dari istilah Yunani, dari Gadamer,” terj. Hery Mansur & M. Damanhuri.
2005. Hermeneutika, Teori Baru Mengenai
kata kerja hermeneuein, yang
Interpretasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm.
14.
6 Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum.
8 Ulf Linderfalk. 2007.On The Interpretation Of
Jakarta: Kencana, hlm. 95.
Treaties, Netherlands:Springer,p. 294.

66
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

zona maritim di bawah yurisdiksinya. Zona kontinen dalam UNCLOS 1982.


ini mencakup perairan pedalaman dalam Berdasarkan jenis perbatasan antar
garis pangkal yang digunakan untuk negara maka suatu negara pantai dapat
mengukur sejauh mana laut teritorial dan berbatasan dengan laut bebas ataupun
perairan yurisdiksi lainnya, laut teritorial dengan negara tetangga disekitarnya.
yang tidak boleh melebihi 12 nautical mile Terdapat dua komponen dalam penentuan
(n.m.)9 diukur dari garis pangkal.10 Zona perbatasan luar negara di zona maritim:
ekonomi eksklusif (ZEE) batasnya tidak yaitu delineation dan delimitation.14
boleh melebihi 200 n.m. diukur dari garis Delineation merupakan garis antara
pangkal.11 Untuk penentuan delimitasi yurisdiksi negara pantai dengan laut
landas kontinen memiliki beberapa kriteria,12 bebas. Mengingat luas pantai dan keadaan
yaitu: pertama kriteria jarak sampai 200 geografis masing-masing negara berbeda
n.m. jika tepian luar kontinennya tidak maka ada kemungkinan suatu klaim atas
mencapai jarak 200 n.m.; kedua adalah wilayah maritim terjadi tumpang tindih.
kriteria kelanjutan alamiah wilayah daratan Hukum internasional telah mengatur
di bawah laut hingga tepian luar kontinen mengenai delimitasi yang tercantum dalam
yang lebarnya tidak boleh melebihi 350 n.m. Pasal 15 UNCLOS 1982 tentang penentuan
yang diukur dari garis dasar laut teritorial batas laut teritorial antara negara yang
jika di luar 200 n.m. masih terdapat daerah berhadapan atau berdampingan, Pasal
dasar laut yang merupakan kelanjutan 74 UNCLOS 1982 tentang penentuan
alamiah dari wilayah daratan; dan ketiga batas zona ekonomi eksklusif (ZEE)
adalah kriteria kedalaman sedimentasi antara negara yang berhadapan atau
yang ditetapkan dalam konvensi atau berdampingan serta Pasal 83 UNCLOS
tidak boleh melebihi l00 n.m. dari garis 1982 tentang penentuan batas landas
kedalaman (isobath) 2500 meter. Di zona kontinen antara negara yang berhadapan
maritim tersebut suatu negara pantai atau berdampingan.
berhak untuk menikmati kedaulatan dan Mengingat ZEE merupakan zona
atau hak berdaulat untuk melaksanakan baru jika dibandingkan landas kontinen
yurisdiksinya serta menegakkan hukum maka dengan diberlakukannya UNCLOS
dan peraturan yang sesuai dengan hukum 1982 menyebabkan negara-negara yang
internasional.13 Konsep Equitable principle saling berhadapan ataupun bersebelahan
sendiri khususnya dicantumkan secara yang jarak pantainya kurang dari dua ratus
eksplisit dalam penentuan delimitasi n.m. harus melakukan delimitasi ZEE satu
di zona ekonomi eksklusif dan landas sama lain. Pengaturan delimitasi ZEE
diatur tersendiri dalam Pasal 74 UNCLOS
9 Secara teknis singkatan untuk n.m. (n.m - nautical
mile) adalah “M” (“n.m.” adalah singkatan untuk 1982. Rumusan pasal ini secara mutatis
nanometer). Akan tetapi, “n.m.” secara luas telah mutandis sama dengan Pasal 83 tentang
digunakan oleh berbagai otoritas (contohnya
the United Nations Office of Ocean Affairs and delimitasi landas kontinen.15
the Law of the Sea) dan juga untuk menghindari
salah paham dengan singkatan “M,” yang sering 14 Bjarni Már Magnússon.2014. “The Rejection of
dianggap sebagai singkatan untuk “meter.” a Theoretical Beauty: The Foot of the Continen-
10 UNCLOS 1982 Pasal 3. tal Slope in Maritime Boundary Delimitations
11 UNCLOS 1982, Pasal 57. Beyond 200 Nautical Miles”.Ocean Develop-
12 UNCLOS 1982, Pasal 76. ment & International Law, 45:1, 41-52, DOI:
13 Zou Keyuan. 2005. “Implementing The United 10.1080/00908320.2013.839159, p. 42.
Nations Convention On The Law Of The Sea In 15 Boer Mauna. 2005, Hukum Internasional Pen-
East Asia: Issues And Trends”. Singapore Year gertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dina-
Book Of International Law And Contributors, p. mika Global, Edisi ke-2, Bandung: Alumni. hlm.
37. 365.

67
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

Untuk pembagian wilayah yang Uniknya untuk pasal yang mengatur


tumpang tindih ini aturan delimitasi tentang delimitasi, UNCLOS 1982 memberi
mengenai ZEE dalam Pasal 74 ayat (1) petunjuk teknis penarikan garis pangkal
UNCLOS 1982 menyebutkan: “Penetapan yang berbeda untuk masing-masing rezim
batas zona ekonomi eksklusif antara hukum laut. Pada penentuan delimitasi
negara yang pantainya berhadapan laut teritorial ditetapkan dengan metode
atau berdampingan harus dilakukan atau cara menarik garis tengah (median
dengan persetujuan atas dasar hukum line) atau garis sama jarak (equidistance
internasional, sebagaimana ditetapkan line). Ketentuan ini dapat disimpangi
dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah apabila terdapat alasan hak historis atau
Internasional untuk mencapai equitable keadaan khusus lain yang menyebabkan
solution.” perlu ditetapkan batas laut teritorial antara
Hak berdaulat di ZEE memberikan kedua negara menurut suatu cara yang
kontrol atas sumber daya laut sepanjang berlainan dengan ketentuan di atas.
radius 200 n.m. (370 kilometer) di sebelah Berdasarkan esensi pasal di atas, sarana
luar laut teritorial suatu negara pantai. Hal (means) dalam menentukan delimitasi laut
ini menyebabkan proliferasi sengketa ZEE teritorial telah ditetapkan secara definitif
dari dua atau lebih negara yang tumpang melalui metode median atau equidistance.
tindih, terutama di negara yang mengklaim Di sisi lain, UNCLOS 1982
kedaulatan di pulau-pulau kecil karena menetapkan bahwa delimitasi ZEE dan
banyak negara terutama negara kepulauan landas kontinen antara negara yang
yang berada dalam jarak yang kurang dari pantainya berhadapan atau berdampingan
400 n.m. di antara kedua negara memiliki harus diadakan dengan persetujuan atas
ZEE yang berpotongan satu sama lain.16 dasar hukum internasional, sebagaimana
Untuk delimitasi landas kontinen ditetapkan dalam Pasal 38 Statuta
dalam Pasal 83 ayat (1) UNCLOS 1982 Mahkamah Internasional, untuk mencapai
menyatakan: “Penetapan garis batas suatu pemecahan yang adil (equitable
landas kontinen antara negara yang solution). Dalam aturan ini prinsip Equitable
pantainya berhadapan atau berdampingan berkedudukan sebagai hasil dari delimitasi
harus dilakukan dengan persetujuan atas (result) dan tidak ada cara yang dijelaskan
dasar hukum internasional, sebagaimana secara definitif untuk mencapai delimitasi
tercantum dalam Pasal 38 Statuta equitable solution. Untuk memperjelas
Mahkamah Internasional untuk mencapai konsep equitable principle maka perlu
equitable solution.” Pentingnya garis menggali konsep tersebut dengan analisis
perbatasan yang jelas di landas kontinen yang lebih mendalam. Dalam hal ini penulis
ini untuk membedakan antara wilayah mencoba merumuskan pemahaman
landas kontinen yang masuk dalam terhadap equitable principle ditinjau
wilayah hak berdaulat suatu negara dari sisi interpretasinya, area, orientasi,
dengan wilayah “kawasan (the area)” cakupan serta tujuannya.
yang merupakan warisan bersama umat
A. Interpretasi Konsep Equitable
manusia dan berada di bawah pengaturan
Principle
the International Seabed Authority (ISA).17
Sejak hukum membuat tradisi untuk
16 Available from:http://people.hofstra.edu/
geotrans/eng/ch5en/conc5en/EEZ.html, dituliskan (written law), maka pembacaan
[Accessed October 9, 2016]. Reflection on the First Thirty Years”. The Inter-
17 T.L. McDorman. 2012. “The Continental Shelf national Journal of Marine and Coastal Law. 27.
Regime in the Law of the Sea Convention: A 743–751, p. 744.

68
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

terhadap teks hukum menjadi masalah mendapat interpretasi beragam sehingga


yang penting sekali. Sejak pembacaan teks analisis terhadap prinsip ini dapat berfungsi
menjadi penting, maka penafsiran terhadap sebagai peringatan betapa berbahayanya
teks hukum tidak dapat dihindarkan. prinsip yang ambigu dan pentingnya
Bahkan tidak berlebihan apabila kita dapat asumsi bahasa dalam hukum internasional
mengatakan, bahwa penafsiran hukum memiliki makna tunggal atau tetap.21
itu merupakan jantung hukum. Hampir
1. Konsep Equitable Principle Secara
tidak mungkin hukum bisa dijalankan
Umum
tanpa membuka pintu bagi penafsiran.
Penafsiran hukum merupakan aktivitas Kata equity memiliki dua arti yang
yang mutlak terbuka untuk dilakukan, sejak berbeda dalam hukum sebagaimana yang
hukum bentuk tertulis sehingga muncul dipaparkan dalam buku “Legal Problem
suatu adagium “membaca hukum adalah Solver” yaitu:22
penafsiran hukum.”18 The word equity has two different
Di sisi lain sering kita menemukan meanings that pertain to the law.
dalam suatu peraturan hukum di bagian The first and simplest refers to the
penjelasan pasalnya dikatakan bahwa value of property, minus any amount
pasal yang bersangkutan sudah jelas, owed on or secured by that property.
padahal dalam praktek dan definisinya For example, suppose your home
ketentuan tersebut masih bermakna is worth $100,000, but you owe a
samar. Dalih mengatakan bahwa teks mortgage balance of $85,000. Your
hukum itu “sudah jelas” adalah suatu cara equity in your home is $15,000.
saja bagi para pembuat hukum untuk The second meaning of equity, …,
bertindak pragmatis seraya diam-diam concerns the fairness or impartiality
mengakui bahwa ia mengalami kesulitan of legal proceedings. It involves a
untuk memberikan penjelasan.19 Dalam complex set of rules first established
perjanjian internasional sering terdapat in England and later adopted in
unsur subsumption - pencocokan fakta American courts.
dan norma – yang terkendala dengan Definisi equity lainnya adalah:23
ketidakjelasan.20 a. Fairness and impartiality towards
Hukum internasional terkadang all concerned, based on the
ditafsirkan berbeda oleh pengacara principles of evenhanded dealing.
internasional yang masing-masing Equity implies giving as much
mewakili tradisi nasional, sosial dan advantage, consideration, or
doktrin yang berbeda. Sering kali timbul latitude to one party as it is given
masalah yang lebih sulit untuk memahami to another. Along with economy,
dan menjelaskan penggunaan hukum effectiveness, and efficiency,
internasional bahkan pada hukum Equity is essential for ensuring
yang tampaknya sederhana dalam that extent and costs of funds,
penerapannya. Sebagai contoh, gagasan
21 M.W. Janis. 1983. “The Ambiguity Of Equity
“equity” dalam hukum internasional In International Law”. Brooklyn Journal of
termasuk salah satu prinsip yang International Law, Vol.IX:1, p. 7.
22 John A. Pope. 1994. Legal Problem Solver: a
18 Linderfalk,. op.cit., p. 1-2. Quick and Easy Action Guide To The Law, New
19 Ibid. York: Reader’s Digest,p. 205.
20 Jörg Kammerhofer. 2011. Uncertainty in inter- 23 Available from: http://www.businessdictionary.
national law: a Kelsenian perspective.New York: com/definition/equity.html, [accesed October 29,
Routledge, p. 87. 2015].

69
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

goods and services are fairly each party has an interest in the marital
divided among their recipients. assets- that is, in property owned by the
b. The English system of justice that marriage partners; the divorce court will
developed during 17th to 19th decide what percentage is appropriate.”25
centuries, separate and distinct Definisi lain dari equitable principle secara
from the system of common law. umum adalah: “Remedy or solution that
Not bound by the precedents, is ethically or legally just and reasonable
it tempered the harshness and under the circumstances, but may or may
inflexibility of common law, not be wholly satisfactory to any or all the
especially in cases involving involved parties.”26 Pengertian equitable
families and children. Although principle dimana suatu penyelesaian
both systems of law merged by dituntut untuk diselesaikan secara
1875, the rules of equity prevail seimbang dan seadil-adilnya atau yang
in case of a conflict with the rules paling mendekati nilai keadilan yang ada,
of common law. (2) Any right to meskipun mungkin keputusan tersebut
an asset or property, held by a tidak dapat memuaskan semua pihak.
creditor, proprietor, or stockholder
2. Interpretasi Equitable Principle
(shareholder).
Dalam Hukum Laut
Fase modern dalam penggunaan
equity principle oleh Pengadilan Equitable principle dalam UNCLOS
internasional dimulai pada Meuse case 1982 berkaitan dengan teks perjanjian
(Belanda v. Belgia, 28 Juni, 1937), dan internasional, sehingga interpretasi adalah
khususnya Hakim Manley O. Hudson metode pertama untuk mengetahui makna
secara eksplisit dan kuat mendukung teks. Oleh karena itu, pembahasanan
equity principle dalam kasus tersebut. berikut ini berkaitan dengan pemahaman
Hakim Hudson berpendapat bahwa kita mengenai bagaimana metode
beberapa pengadilan arbitrase telah tegas interpretasi terhadap equitable principle itu
diarahkan untuk menerapkan “law and dilakukan. Meskipun demikian, interpretasi
equity,” sebagaimana tercantum dalam bukanlah satu-satunya alasan struktural
statuta Permanent Court of International yang menyebabkan ketidakpastian dalam
Justice: “under Article 38 of the Statute, if usaha memahami hakikat equitable
not independently of that Article, . . . has principle dalam UNCLOS 1982.
some freedom to consider principles of Adapun peran equitable principle
equity as part of the international law which dalam delimitasi perbatasan landas
it must apply.”24 kontinen dapat ditelusuri dari asal-
Equitable principle sendiri usul rezim landas kontinen. Mahkamah
sebelumnya dikenal dalam sistem common Internasional menyatakan dalam the North
law terutama dalam masalah perceraian. Sea Case:27
Dalam pembagian harta perkawinan The Truman Proclamation stated
hakim memutuskannya berdasarkan that such boundaries “shall be
equitable-distribution. “In equitable 25 Pope, op.cit., p. 204.
distribution, the law assumed only that 26 http://www.businessdictionary.com/definition/
equitable.html, [accesed October 29, 2015].
24 “Forty Years International Court of Justice: 27 the North Sea Case, 1969, Available
Jurisdiction, Equity and Equality.” by A. Bloed from: http://www.icj-cij.org/docket/index.
and P.van Dijk Review by: Leo Gross Source: php?sum=295&code=cs2&p1=3&p2=3&-
The American Journal of International Law,Vol. case=52&k=cc&p3=5[accesed February 14,
84, No. 4, Oct., 1990, pp. 944-950, p. 947. 2016].

70
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

determined by the United States and abstract justice, but of applying a rule of
the State concerned in accordance law,” kemudian ditegaskan kembali pada
with equitable principles.” These tahun 1985 dalam Libya-Malta case dalam
two concepts, of delimitation by pernyataan: “The Justice of which equity is
mutual agreement and delimitation an emanation, is not abstract justice ice
in accordance with equitable according to the rule of law.”30
principles, have underline all the Terdapat ambiguitas yang signifikan
subsequent history of the subject. dalam penggunaan prinsip equity dalam
They were reflected in various other peradilan internasional.31Dapat diambil
State proclamations of the period, kesimpulan bahwa putusan peradilan
and after, and in the later work on internasional dalam menjabarkan prinsip
the subject. equity adalah untuk mengekspresikan
Pasal 74 dan 83 UNCLOS 1982 keinginan untuk sampai pada solusi yang
yang berkaitan dengan delimitasi ZEE memberikan “keadilan” yang paling banyak
dan landas kontinen bagi negara yang untuk semua pihak yang bersangkutan.
berdampingan atau berseberangan Gagasan equity seperti ini akan
mengharuskan negara-negara untuk didasarkan pada teori keadilan substantif.
menyelesaikan perundingan dengan Tapi jika diasumsikan bahwa teori
berpijak pada hukum internasional dan keadilan substantif yang menjadi “Tujuan”
untuk mendapatkan penyelesaian yang sehingga memberikan penentuan dalam
adil (equitable solution). Dalam hal ini, pembenaran hukum, maka keputusan ini
Mahkamah Internasional dan Arbitrase akan gagal untuk menghormati prinsip nilai
Internasional telah mencoba beberapa kali subjektif dan memaksa negara melalui
untuk menentukan konsep equity:28 norma yang tidak akan mencerminkan
Equity as a legal concept is a kehendak atau kepentingan negara
direct emanation of the idea of tersebut yang dipahami secara subjektif.
Justice. The Court is bound to Jika keadilan substantif tidak dianggap
apply equitable equity as a part of sebagai objektivitas teori ini, maka akan
general international law. When kurang tepat untuk menggunakannya.
applying positive international law, Dalam the North Sea Case, Pengadilan
a court may choose among several berusaha keras untuk menunjukkan
possible interpretations of the law bahwa prinsip equity itu dalam pikirannya
the one which appears, in the light tidak menyatu dengan prinsip keadilan
of the circumstances of the case, dengan menggunakan istilah “just and
to be closest to the requirements of equitable shares’’ - yang menjadi sebuah
justice.29 doktrin untuk keputusan terhadap
Mahkamah Internasional dalam Republik Federal Jerman. Dalam putusan
North Sea case tahun 1969 lebih jauh tersebut, Pengadilan menyebutkannya
menyatakan bahwa: “It is not a question sebagai, ‘’a matter of abstract justice’’
of applying equity simply as a mater of dimana Pengadilan tidak menyibukkan diri
28
N. Dundua. Delimitation of Maritime Boundaries untuk menjelaskan istilah tersebut secara
Between Adjacent States, United Nations-
lebih rinci. Oleh karena itu, Koskenniemi
the Nippon Foundation Fellow, 2006-2007,
available from: www.un.org/depts/los/nippon/.../ telah mengasumsikan bahwa equity
dundua_0607_georgia.pdf, [accesed february
12, 2016],p. 34. 30 Dundua, loc.cit.
29
Tunisia/Libya case, 1982, Available 31 Martti Koskenniemi. 2005. From Apology To
from: http://www.icj-cij.org/docket/index. Utopia, Cambridge:Cambridge University Press,
php?sum=330&code=tl&p1=3&p2=3&- p. 50.
case=63&k=c4&p3=5, [accesed february 14,
2016].
71
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

dari peradilan internasional sebenarnya yang berlaku dalam menetapkan hasil


merupakan strategi purposif yang bertujuan keputusannya. Metode yang digunakan
memberikan pengaruh terhadap kehendak mahkamah internasional dalam
dan kepentingan semua pihak yang terkait delimitasi sangat kasuistis dan dalam
dalam bentuk analisis biaya-manfaat putusan peradilan jarang yang memiliki
yang bertujuan menjadi solusi yang paling kesepakatan bulat dan biasa terdapat
efisien (dan dalam pengertian ini paling dissenting opinion.
dapat diterima oleh semua pihak).32 Berdasarkan pembahasan karakter
Blecher berpendapat bahwa dan substansi equitable principle di atas
“equitable” sinonim dengan penggunaan dapat disimpulkan sementara bahwa
istilah-istilah: appropriate, appropriateness, equitable principle merupakan suatu asas
reasonable,and just yang tercantum dalam hukum yang berbeda dengan keadilan,
putusan Mahkamah Internasional dalam akan tetapi secara substantif nilai equitable
kasus North Sea Case.33 Tampaknya principle tersebut merupakan upaya para
equity yang diterapkan oleh Mahkamah pihak atau pengadilan untuk mencapai
Internasional merupakan bagian hukum delimitasi yang paling mendekati makna
internasional dan sebagai aturan hukum keadilan. Kedudukan equitable principle
untuk perbatasan landas kontinen. Weil dalam delimitasi maritim di ZEE dan
menyatakan, “the Judgments emphasize landas kontinen adalah tujuan absolut
that law and equity are close because yang ingin dicapai para pihak, dengan cara
they start from, and give expression to, the dan metode yang diserahkan sepenuhnya
same idea: the idea of justice”.34 pada para pihak dalam proses negosiasi,
Meskipun persyaratan dalam sedangkan dalam proses peradilan
UNCLOS 1982 Pasal 74 (1) dan 83 (1) harus sesuai dengan ketentuan konvensi
menyatakan bahwa perjanjian perbatasan untuk delimitasi. Penulis berusaha untuk
maritim disepakati atas dasar hukum merumuskan definisi equitable principle,
internasional, negara tidak terikat untuk yaitu: “Pencapaian kesepakatan para
mempertimbangkan aturan dan prinsip- pihak berlandaskan pada sumber hukum
prinsip yang mengatur batas maritim internasional dengan mempergunakan cara
di bawah hukum internasional. Para yang memberikan manfaat terbesar bagi
pihak bebas untuk menyetujui perjanjian para pihak dengan mempertimbangkan
perbatasan yang mereka inginkan asalkan faktor teknis, hukum dan politik untuk
hak dan kepentingan negara-negara menghasilkan pembagian wilayah yang
ketiga atau masyarakat internasional tidak equitable secara proporsional dengan
terganggu.35 indikator rasio perbandingan panjang
Berbeda dengan hasil keputusan pantai dan daratan dengan perairannya.”
peradilan internasional tentang delimitasi
B. Area Equitable Principle
perbatasan maritim, di Mahkamah
Internasional harus memperhatikan Equitable principle merupakan suatu
prinsip hukum serta ketentuan delimitasi tujuan dari delimitasi maritim antara dua
berdasarkan hukum laut internasional atau lebih negara yang bersebelahan atau
berseberangan di wilayah rezim hukum ZEE
32 Ibid.
33 Blecher. 1979.“Equitable Delimitation of Conti-
dan landas kontinen. Dalam pembahasan
nental Shelf,”73 Am.J. Int’l, L. 60, p. 83. berikut ini area pencapaian equitable
34 Ibid.
principle digolongkan berdasarkan tipe
35 Prescott & Schofield. 2005.The Maritime Political
Boundaries of the World, Leiden/Boston:Martinus negara dan rezim hukum yang di atur dalam
Nijhoff Publishers, p. 218. UNCLOS 1982. Adapun alasan pembagian

72
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

tipe negara karena dalam proses untuk lautan di Landas Kontinen.


mencapai equitable principle terdapat Garis pangkal yang dapat digunakan
perbedaan antara negara pantai biasa dan oleh negara pantai dalam penentuan
negara kepulauan. Indikator penentuan delimitasi maritimnya diantaranya adalah:
equitable principle pada negara pantai 1) garis pangkal biasa (normal
dapat berlaku untuk negara kepulauan, baselines); yaitu garis air rendah
akan tetapi indikator pencapaian equitable di sepanjang pantai. Dalam hal
principle khsusus bagi negara kepulauan ini garis air rendah dari batu-batu
tidak dapat diterapkan pada negara pantai. karang (fringing reef) yang terluar
juga dapat digunakan. Garis air
1. Berdasarkan Tipe Negara
rendah dan fringing reefs tersebut
a. .Coastal State
Coastal State harus diperlihatkan dalam peta-
Definisi negara pantai seperti yang peta yang diakui secara resmi
dikemukakan oleh Hasjim Djalal adalah: oleh negara yang bersangkutan;37
“The ‘normal’ coastal states include the 2) garis pangkal lurus (straight
coastal states which would be in the position baselines)38
to claim all or practically all the maritime 3) garis lurus (straight line)
zones stipulated under the new regime penutupan sungai; dalam
of the law of the sea.”36 Negara pantai UNCLOS menyatakan apabila
memiliki beberapa hak dan kewenangan, suatu sungai mengalir langsung
antara lain: ke laut, garis pangkal adalah
1) Kedaulatan teritorial dengan suatu garis lurus yang melintasi
pengecualian tidak berlakunya muara sungai antara titik-titik
hak lintas damai di dalam perairan pada garis air rendah kesuatu tepi
pedalaman sepanjang garis sungai;39
pantai negara itu. 4) garis penutup teluk (closing line);
2) Kedaulatan teritorial sepanjang 12 suatu area dapat menggunakan
mil diluar dari perairan pedalaman garis penutup teluk jika bentuknya
dan di sini berlaku hak lintas adalah suatu lekukan yang
damai di laut teritorial tersebut. jelas lekukannya berbanding
3) Hak untuk mengontrol dan sedemikian rupa dengan lebar
mengatur pencegahan mulut teluk sehingga mengandung
pelanggaran bea cukai, fiskal, perairan yang tertutup dan yang
imigrasi, dan sanitasi di daerah bentuknya lebih dari sekedar
contiguos zone sepanjang 12 suatu lekukan pantai semata-
mil dihitung dari batas luar laut mata. Suatu lekukan tidak akan
teritorial. dianggap teluk kecuali luas teluk
4) Hak berdaulat di daerah Zona adalah seluas atau lebih luas
Ekonomi eksklusif untuk daripada luas setengah lingkaran
melakukan eksplorasi eksploitasi, yang garis tengahnya adalah
konservasi dan pengaturan suatu garis yang ditarik melintasi
sumber daya alam lautan di water mulut lekukan tersebut.40
colum. 5) garis pangkal untuk instalasi
5) Hak berdaulat untuk melakukan
37 Pasal 5-6 UNCLOS 1982.
eksplorasi dan eksploitasi sumber 38 Pasal 7 UNCLOS 1982.
36 Hasjim Djalal.1995. Indonesia And The Law Of 39 Pasal 9 UNCLOS 1982.
The Sea, Jakarta: CSIS, p. 49. 40 Pasal 10 ayat (2) UNCLOS 1982.

73
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

pelabuhan (harbor works); kepulauan. Tidak ada keraguan tentang


yaitu instalasi pelabuhan yang arti istilah pulau, bagian dari pulau-pulau
merupakan struktur/bangunan dan perairan yang terhubung sebagai satu
buatan manusia permanen di kesatuan/interkoneksi. “Bagian dari pulau-
sepanjang pantai yang merupakan pulau ‘adalah klarifikasi yang diperlukan
bagian tak terpisahkan dari untuk kepentingan negara-negara seperti
sistem pelabuhan. Hal ini meliputi Indonesia yang berbagi pulau Kalimantan
pangkalan pelabuhan (jetties), dengan Malaysia, yang bukan merupakan
tanggul-tanggul, dermaga negara kepulauan, dan berbagi pulau
(quays), atau fasilitas pelabuhan New Guinea dengan Papua Nugini yang
lainnya, terminal pesisir, pemecah merupakan negara kepulauan tetangga.44
gelombang (breakwaters), dinding Karakteristik utama yang
laut (sea walls) dan lain-lainnya. membedakan negara kepulauan dengan
Instalasi pelabuhan seperti negara pantai, negara kontinental ataupun
yang disebutkan di atas dapat midocean archipelagos adalah kedaulatan
digunakan sebagai lokasi titik di wilayah kepulauan tersebut. Wilayah
pangkal untuk tujuan penentuan negara yang teritorialnya terpisah dari
garis pangkal laut teritorial dan negara induk seperti negara bagian Hawaii
zona maritim lainnya.41 tidaklah termasuk kedalam definisi negara
kepulauan, meskipun Hawaii secara
b. Negara Kepulauan
geografis berbentuk kepulauan, karena
Dalam definisinya yang tercantum Hawaii tidak memiliki kedaulatan penuh
dalam Pasal 46, negara kepulauan adalah: dan kedaulatannya menyatu pada negara
‘a State constituted wholly by one or induknya Amerika Serikat. Implikasinya
more archipelagos and may include other Hawaii tidak bisa menggunakan metode
islands.’42 Sedangkan ‘archipelago’ sendiri delimitasi yang dapat digunakan oleh
adalah: “a group of islands, including parts negara kepulauan.
of islands, interconnecting waters and Definisi negara kepulauan juga
other natural features which are so closely mensyaratkan bahwa negara itu
interrelated that such islands, waters and keseluruhannya terdiri dari satu atau
other natural features form an intrinsic lebih kepulauan. Implikasi dari definisi
geographical, economic and political entity, ini maka akan menyebabkan negara
or which historically have been regarded yang berbentuk kontinental tapi memiliki
as such.”43 midocean archipelagos tidak masuk dalam
UNCLOS 1982 Pasal 46 kategori tersebut, contohnya antara lain
mendefinisikan kepulauan dalam dua cara negara Denmark yang memiliki kepulauan
yang berbeda. Syarat mendasar untuk Faroes, Ekuador yang memiliki kepulauan
kedua definisi tersebut adalah keberadaan Galapagos dan Portugal yang memiliki
pulau-pulau, dan perairan yang saling kepualauan Azores.45 Akibat pembatasan
terhubung (interconnecting waters). pada definisi tersebut tidak semua
Bagian dari pulau-pulau dan fitur alam negara yang memiliki kepulauan dapat
lainnya juga dapat dimasukkan dalam dikategorikan sebagai negara kepulauan.
41 Pasal 11 UNCLOS 1982. 44 Prescott & Schofield, op.cit., p. 169.
42 UNCLOS 1982, Pasal 46 (a). 45 Mohamed Munavvar. 1993. Ocean States:
43 UNCLOS 1982, Pasal 46 (b). Archipelagic Regimes In The Law Of The Sea,
Dissertation at Dalhousie University. Halifax,
Nova Scotia, p. 243.

74
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

Jika dilihat dari tipe negaranya maka yang intensif. Jika ternyata tidak juga
permasalahan dalam melakukan delimitasi berhasil maka berdasarkan Bab XV
antar negara terkendala karena masih UNCLOS tentang penyelesaian sengketa
kurang jelasnya tentang peran garis pangkal kasus tersebut dapat dibawa ke ranah
kepulauan dalam penentuan metode pengadilan internasional.Jalan lain bagi
delimitasi. Hal ini bisa menjadi hambatan penyelesaian sengketa delimitasi adalah
jika pihak lawan perundingan tersebut tidak dengan melakukan kerjasama pengelolaan
menyandang status negara kepulauan. wilayah melalui zone cooperation seperti
Sebagai contoh, seperti dalam delimitasi yang dilakukan Indonesia dan Australia di
antara Indonesia dengan Malaysia dan Celah Timor dulu.
Vietnam, maka Indonesia sebagai negara
2. Berdasarkan Rezim Hukum
kepulauan berhak menggunakan garis
pangkal kepulauan sedangkan malaysia UNCLOS 1982 merupakan
atau Vietnam hanya bisa menggunakan kerangka hukum laut internasional yang
garis pangkal normal atau garis pangkal komprehensif. Konvensi ini mengatur
lurus dalam penentuan garsi pangkalnya. rezim-rezim hukum laut secara lengkap
Kondisi ini menyebabkan pihak lawan yang satu sama lainnya memiliki
merasa dirugikan karena melalui metode kewenangan yurisdiksi yang berbeda.
penarikan garis pangkal kepulauan maka Ditinjau dari isinya, UNCLOS tersebut
Indonesia akan mendapatkan wilayah yang memiliki beberapa poin penting, yaitu:
lebih banyak jika dibandingkan dengan a. Sebagian merupakan kodifikasi
menggunakan garis pangkal normal. ketentuan-ketentuan hukum
Akan tetapi, jika ditinjau secara laut yang sudah ada, misalnya
hukum, maka Indonesia yang menyandang kebebasan-kebebasan di Laut
hak negara kepulauan memang difasilitasi Lepas dan hak lintas damai di
untuk menggunakan garis pangkal Laut Teritorial;
kepulauan demi untuk mengakomodasi b. Sebagian merupakan
bentuk geografis negara kepulauan yang pengembangan hukum laut yang
jelas berbeda dengan negara daratan. sudah ada, misalnya ketentuan
Mengingat aturan mengenai delimitasi mengenai lebar Laut Teritorial
maritim di ZEE dan landas kontinen adalah menjadi maksimum 12 mil laut
berdasarkan kesepakatan, maka untuk dan kriteria Landas Kontinen.
mencapai kesepakatan ini akan memakan Menurut Konvensi Jenewa 1958
waktu yang panjang, karena biasanya tentang Hukum Laut kriteria bagi
pihak lawan yang merupakan negara penentuan lebar landas kontinen
pantai akan mengajukan keberatan atas adalah kedalaman air dua ratus
penentuan garis pangkal kepulauan meter atau kriteria kemampuan
yang diterapkan oleh Indonesia. Di sini eksploitasi. Kini dasarnya adalah
pentingnya penafsiran equitable principle kriteria kelanjutan alamiah wilayah
agar dapat menengahi perbedaan kedua daratan sesuatu Negara hingga
belah pihak. pinggiran luar tepian kontinennya
Adapun usaha penyelesaiannya (Natural prolongation of its land
dapat mempergunakan negosasi yang territory to the outer edge of the
aktif dan intensif antara para pihak karena continental margin) atau kriteria
kunci utama penyelesaian delimitasi jarak 200 mil laut, dihitung dari
adalah perundingan atau negosiasi garis dasar untuk mengukur lebar

75
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

laut Teritorial jika pinggiran luar antara negara-negara yang bertetangga.


tepian kontinen tidak mencapai Berbicara tentang pembagian SDA yang
jarak 200 mil laut tersebut; sesuai equitable principle maka peneliti
c. Sebagian melahirkan rezim-rezim cenderung untuk mempergunakan tiga teori
hukum baru, seperti asas Negara terkemuka yang memiliki relevansi dengan
Kepulauan, Zona Ekonomi kajian ini yaitu: teori keadilan utilitarian,
Eksklusif dan penambangan di teori keadilan Rawls, serta teori keadilan
Dasar Laut Internasional. libertarian sebagai landasan analisis untuk
Adapun kaitannya dengan area mengidentifikasi nilai keadilan dalam
aplikasi equitable principle maka UNCLOS equitable principle, mengingat ketiga
1982 telah menetapkan rezim ZEE dan teori tersebut berhubungan erat dengan
landas kontinen yang secara eksplisit pembagian sumber daya/ properti kepada
harus menghasilkan equitable solution masing-masing pihak yang berhak.
dalam penyelesaian delimitasi maritim Secara umum teori-teori diatas
antara negara yang bersebelahan atau ditujukan pada konteks “individu” di satu
berseberangan dan mengukuhkan sisi, dan konteks “negara” di pihak lain
equitable principle sebagai bagian sebagai subyeknya, sehingga untuk
ketentuan hukum positif, tidak hanya mencocokkan teori yang dipilih dengan
sekedar salah satu prinsip hukum umum pemecahan permasalahan penelitian
dalam hukum internasional. ini peneliti mempergunakan interpretasi
secara analogi (interpretasi per analogiam)
C. Orientasi Equitable Principle
terhadap konteks “subyek” teori. Pada
Di dalam proses delimitasi untuk persoalan delimitasi kedudukan negara
mencapai equitable principle terdapat dengan negara lainnya sebagai para
beberapa prinsip yang melandasi unsur pihak dalam negosiasi dapat dianalogikan
filosofis hubungan antar negara yang sebagai subyek “individu”, sedangkan
merupakan dasar untuk tercapainya hukum internasional dalam hal ini adalah
equitable principle. Terdapat beberapa UNCLOS 1982 dianalogikan sebagai
prinsip yang menjadi jiwa dari delimitasi negara yang berfungsi sebagai organ
dan equitable principle yaitu keadilan, pengatur dalam hukum laut internasional.
sovereignty, dan sovereign rights. Dibawah Analogi ini dilakukan karena peran
ini akan diuraikan mengenai keterkaitan negara dalam proses delimitasi sama
beberapa prinsip diatas dengan equitable kedudukannya dengan kedudukan individu
principle. pada kajian teori keadilan. Demikian pula
1. Keadilan kedudukan aturan hukum internasional
yang mengatur batas-batas serta
Hak berdaulat di ZEE dan landas
standar delimitasi perbatasan maritim
kontinen berkaitan dengan aspek
berkedudukan seperti peran negara yang
ekonomi, sosial, teknologi dan lingkungan
mengatur individu warganya.
dalam eksplorasi, eksploitasi, konservasi
Analisis terhadap hakikat equitable
serta manajemen sumber daya alam di
principle ini adalah untuk menguraikan
wilayah terkait. Jika dihubungkan dengan
pendekatan keadilan yang bagaimanakah
proses delimitasi maka poin-poin penting
yang cocok untuk diterapkan dalam
tersebut berhubungan erat dengan
mencapai equitable principle dalam
pembagian SDA serta pembagian hak
penentuan delimitasi perbatasan maritim.
untuk memanfaatkannya secara adil
Apakah keadilan itu? Keadilan dapat
diartikan dalam banyak hal seperti,

76
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

pentingnya memiliki hak, fairness, dan Dalam A Theory of Justice, Rawls


equality.46 Allen Buchanan berpendapat berusaha untuk mengembangkan
bahwa tujuan yang tepat untuk dogma pendekatan yang sistematis dan kuat
sistem hukum internasional adalah untuk seperti mazhab utilitarianisme, tetapi
mencapai perdamaian antar negara, masih menampung gagasan non-utilitarian
bukan keadilan.47 Dalam perkembangan bagi keadilan. Dalam membangun
teori keadilan dikenal tiga pandangan teori pandangannya tentang “justice as fairness,”
keadilan yang akan diuraikan di bawah ini, ia menarik inspirasi dari sebuah metode
yaitu teori keadilan utilitarian yang diusung keadilan distributif yang sederhana dan
oleh John Stuart Mill, teori keadilan John paradigmatis. Dalam pandangan Rawls,
Rawls, dan teori keadilan libertarian oleh kunci untuk mengembangkan sebuah teori
Robert Nozick. yang memadai tentang keadilan distributif
Mazhab utilitarian cenderung berada adalah untuk merancang metode analog
di antara mereka yang tidak melihat untuk pembagian yang lebih rumit terhadap
kesenjangan besar antara keadilan dan biaya dan keuntungan dalam kerjasama
moralitas. Utilitarian melihat keadilan sosial.50
sebagai bagian dari moralitas dan tidak Sekarang setelah kita memahami
melihat keadilan memiliki prioritas yang tujuan besar Rawls, mari kita lihat
lebih tinggi daripada kepedulian moral pembelaannya terhadap “justice as a
lainnya. Secara khusus, utilitarian berpikir fairness.” Rawls merumuskan teorinya
bahwa kita harus mempromosikan kebaikan sehingga mencakup dua prinsip utama,
(things of value), dan banyak yang berpikir tetapi karena prinsip kedua memiliki dua
kebaikan dapat ditemukan dalam kebaikan cabang juga, maka dapat dipahami dalam
tunggal, seperti kebahagiaan, kemajuan, teori Rawls terdapat tiga prinsip yang
kesejahteraan, atau kepuasan nafsu. berbeda: the Principle of Equal Basic
Ide keadilan utilitarian menghubungkan Liberties, the Principle of Fair Equality of
moralitas dengan hukum, distribusi Opportunity, dan the Difference Principle.
ekonomi, dan politik. Utilitarian sering The Principle of Equal Basic Liberties yang
menganjurkan kesejahteraan sosial menikmati prioritas di atas dua prinsip
karena kesejahteraan semua orang adalah lainnya, menetapkan bahwa “each person
kepentingan moral dan kesejahteraan has an equal claim to a fully adequate
sosial merupakan cara yang baik untuk scheme of equal basic rights and liberties,
memastikan semua orang berkembang which scheme is compatible with the same
sampai batas minimal.48Utilitarianisme scheme for all.” Hal ini menunjukkan bahwa
adalah bentuk konsekuensialisme,49 di setiap orang memiliki hak yang sama
mana hukumannya berwawasan ke depan. seperti kebebasan hati nurani, kebebasan
berbicara, kebebasan partisipasi politik,
46 W.H. Shaw. 1998. Business Ethics (Third
Edition), United States:Wadsworth Publishers, hak milik pribadi, dan lain-lain. Selain itu
pp. 87-88. juga harus kompatibel dengan orang lain
47 Allen Buchanan.2007. Justice, Legitimacy, and yang menikmati kebebasan pada tingkat
Self-Determination: Moral Foundation for Inter-
national Law, Oxford: Oxford University Press, p. yang sama pula. The Principle of Fair
6. Equality of Opportunity mensyaratkan
48 Shaw, op.cit, p. 90.
49 “the theory that the value and especially the mor-
bahwa jabatan dan posisi yang benar-
al value of an act should be judged by the value benar terbuka untuk semua kesempatan
of its consequences,” available from: http://www.
50 A. Altman & C.H. Wellman. 2009. A Liberal The-
merriam-webster.com/dictionary/consequential-
ory Of International Justice.Oxford: Oxford Uni-
ism, [accesed February 11, 2016].
versity Press, pp. 124-125.

77
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

di bawah kondisi persamaan yang adil. yang menegaskan hak-hak individu


Ide pokoknya adalah bahwa setiap orang untuk kebebasan, untuk memperoleh,
harus mampu bersaing di dalam tingkat menyimpan, dan bertukar kepemilikan
lapangan kerjanya, sehingga mereka mereka, dan menganggap perlindungan
yang memiliki bakat dan motivasi yang hak-hak individu merupakan peran utama
sama menikmati kesempatan yang sama untuk negara. Catatan ini adalah pada
untuk mendapat penghargaan dalam libertarianisme dalam arti sempit dalam
posisi ekonomi, kekuasaan, dan prestise. pandangan moral yang agen awalnya
Pada akhirnya, the Difference Principle sepenuhnya memiliki diri mereka sendiri
menegaskan bahwa kesenjangan sosial dan memiliki kekuatan moral tertentu
dan ekonomi harus diatur sedemikian untuk memperoleh hak milik dalam hal-hal
rupa sehingga mereka yang paling tidak eksternal.53
beruntung akan mendapatkan manfaat Versi yang paling terkenal dalam
maksimal yang paling menguntungkan aliran Libertarian tidak diragukan lagi,
bagi mereka. Berdasarkan hal tersebut adalah “teori hak” Robert Nozick, yang
maka peyimpangan dari kesetaraan menyatakan bahwa keadilan distributif
diperbolehkan hanya ketika hal itu adalah terutama hanya terdiri dari tiga prinsip:54
untuk keuntungan maksimal bagi mereka 1. the principle of justice in acquisition,
yang mendapatkan jatah paling kecil.51 2. the principle of justice in transfer,
Keadilan dalam sudut pandang 3. the principle of rectification for
liberalisme juga berkembang dalam violations of (1) and (2).
filsafat hukum dewasa ini. Teori liberal Libertarian melihat individu sebagai
hukum adalah sekelompok pandangan unit dasar analisis sosial. Hanya individu
tentang sifat hukum dan batasan yang yang membuat pilihan dan bertanggung
diperbolehkan dalam penggunaan hukum. jawab atas tindakan mereka. pemikiran
Esensi liberalisme adalah pandangan libertarian menekankan martabat masing-
bahwa negara tidak boleh menggunakan masing individu, yang mencakup hak
kekuasaan koersif untuk memaksakan dan tanggung jawab. Karena individu
konsepsi tentang kehidupan yang baik adalah agen moral, mereka memiliki
pada individu. Dalam setidaknya satu dari hak untuk menjadi aman dalam hidup
bentuk-bentuk modern yang signifikan, mereka, kebebasan dan properti. Hak-hak
liberalisme juga berkomitmen untuk ini tidak diberikan oleh pemerintah atau
kesetaraan. negara memperlakukan masyarakat; akan tetapi melekat dalam
warganya sebagai setara hanya jika sifat manusia.55
memungkinkan setiap orang untuk Libertarianisme adalah pandangan
mengembangkan dan bertindak atas bahwa setiap orang memiliki hak untuk
konsepsi kebaikannya sendiri. Komitmen menjalani hidupnya dengan cara apapun
kebebasan secara historis telah terwujud ia memilih selama dia menghormati
dalam hubungan filosofis antara liberalisme persamaan hak orang lain. Robert Nozick,
dan positivisme hukum.52 melihat keadilan sebagai hasil pertukaran
Dalam arti yang paling umum, kebebasan, dan ia menolak gagasan
libertarianisme adalah filsafat politik
53 Peter Vallentyne & Bas van der Vossen, “Liber-
51 Ibid. p.126. tarianism”, The Stanford Encyclopedia of Philos-
52 Leslie P.Francis & Bruce Landesman. “Liberal ophy (Fall 2014 Edition), Edward N. Zalta (ed.),
Philosophy of Law,” Christopher Berry Gray (ed), URL http://plato.stanford.edu/archives/fall2014/
1999, The Philosophy of Law: An Encyclopedia entries/libertarianism, diakses tanggal 23 Mei
Volume II, Garland Publishing, Inc.: New York & 2016.
London. p. 506. 54 Ibid.
55 David Boaz, 1997, Libertarian A Primer, Free
Press: New York, hlm. 16.
78
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

bahwa setiap orang berhak atas segala principle dengan mempergunakan


sesuatu dengan tanpa memperhatikan pembagian yang proporsionalitas antara
keadaan sekitar mereka.56 para pihak dengan memperhatikan rasio
Paada akhir pembahasan teori luas daratan dan panjang pantai dengan
keadilan yang dikaitkan kepada equitable perairannya sehingga masing-masing
principle maka dapat disimpulkan bahwa pihak mendapatkan sesuai dengan
teori keadilan John Rawls menginspirasi proporsinya dengan tanpa merugikan
prinsip kebutuhan (the need principle) pihak lainnya.
yang menyerukan kepuasan yang setara
2. Sovereignty & Sovereign Rights
atas kebutuhan dasar. Aliran utilitarianisme
telah tumbuh dari etika konsekuensialisme, Untuk memahami kedaulatan
atau tradisi dalam filsafat dan ekonomi yang dalam konteks hukum laut internasional,
menekankan konsekuensi dan keadaan- pertama kita harus melihat secara
akhir. Teori ini berkaitan erat dengan sekilas mengenai makna dan pengertian
Prinsip Efisiensi, yang mengedepankan dari kedaulatan itu sendiri. Menurut
maksimalisasi Surplus. Berlawanan Bodin,“Sovereignty is the absolute and
dengan utilitarianisme, teori Robert perpetual power of a commonwealth...”58
Nozick mengedepankan Prinsip equity, maksud dari ungkapan Bodin ini adalah
yang didasarkan pada proporsionalitas bahwa kedaulatan merupakan kekuasaan
dan tanggung jawab individu.57 tanpa adanya tanggungjawab, baik itu
Adapun penterjemahan kaitan terhadap rakyatnya sendiri ataupun
teori keadilan dalam proses delimitasi kepada negara lain. Ide kekuasaan tanpa
adalah: penentuan delimitasi dengan tugas tanggungjawab ini dapat disamakan
menggunakan metode median atau dengan titel “pangeran” jika dibandingkan
equidistance cenderung mewakili teori dengan titel “Raja.” Istilah “Raja” lebih
justice as fairness dengan pertimbangan mengacu kepada kesan seseorang
dalam metode median pembagian wilayah yang memiliki tanggungjawab dan kaum
dibagi sama rata tanpa mempertimbangkan bangsawan, sedangkan istilah “Pangeran”
komposisi wilayah masing-masing pihak. lebih berkonotasi pada kekuasaan dan
Utilitarian justice sendiri merupakan hak istimewa tanpa adanya kewajiban.
pendorong bagi para pihak untuk mencapai Keputusan tertinggi untuk mengikuti norma
kesepakatan dengan mempertimbangkan dan hukum tergantung sepenuhnya pada
kemanfaatan terbesar bagi masing-masing negara berdaulat tersebut. Kedaulatan
pihak. Disini yang lebih sesuai adalah harus menolak hukum internasional,
pandangan utilitarian Bentham yang lebih hukum nasional, dan pembatasan-
cenderung ke asas utilitarian individual, pembatasan lainnya terhadap hak negara.
yang dikaitkan pada kemanfaatan terbesar Kedaulatan menempati posisi tertinggi dan
dari masing-masing pihak yang dalam hal terakhir dari kekuasaan politik negara.59
ini individu-individu dalam masyarakat Lebih jauh lagi Bodin menyatakan bahwa
internasional adalah negara. Selain itu “sovereignty is not limited either in power,
prinsip dalam libertarian justice tercermin 58 Jean Bodin.1992. On Sovereignty: Four Chapter
sebagai indikator pengukur equitable from the Six Books of the Commonwealth, edited
and translated by Julian H. Franklin, Cambridge:
56 D. Boaz. 1997. Libertarianism – A Primer., New CambridgeUniversity Press, p. 1.
York: Free Press, p. 2. 59 D. A. Rosenvinge. 2000. ‘The Five Faces Of
57 James Konow, 2003.‘Which Is the Fairest One The State: Sovereignty In International Legal
of All?A Positive Analysis of Justice Theories,’ Discourse,’ Dissertation In Political Science,
Journal of Economic LiteratureVol. XLI pp. University of Pennsylvania, pp 26-27.
1188–1239, p. 1189.

79
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

or in function, or in length of time.”60 setiap istilah tersebut menunjukkan bentuk


Sebaliknya, Rousseau merevisi kekuasaan negara yang berbeda yang akan
analisis kedaulatan yang dipaparkan digunakan di masing-masing zona maritim
Bodin. Dalam konsep Rousseau, satu- ini. “Sovereign rights” di zona ekonomi
satunya kedaulatan yang memiliki eksklusif dan landas kontinen adalah
legitimasi adalah rakyat, dimana negara hak untuk menggunakan wilayah laut itu
adalah hasil dari kontrak yang dapat saja secara spesifik dan hukum internasional
dibatalkan antara rakyat dan pihak yang tidak mengijinkan negara melaksanakan
menggunakan kekuatan di dalam negara. kedaulatan penuh di wilayah tersebut.64
Rousseau menulis: “Sovereignty, being Perbedaan ini tidak berlaku pada teritorial
nothing but the exercise of the general daratan, sebagaimana dijelaskan di
will, can never be alienated, and that the atas bahwa di daratan hanya berlaku
sovereign power, which is only a collective kedaulatan penuh negara. Untuk lebih
being, can be represented by itself alone; mempermudah pengenalan istilah secara
power indeed can be transmitted, but not teknis maka dapat dikatakan bahwa tidak
will.”61 ada istilah “hak berdaulat” di daratan. Istilah
Sebagaimana diketahui bahwa poin ini hanya berlaku dalam ranah hukum laut
pertama dari hubungan internasional internasional.
adalah eksistensi negara, atau entitas Sebagai bagian substantif, hak
politik yang independen, yang masing- di wilayah daratan didapatkan melalui
masing pihak memiliki kedaulatan baik fakta kepemilikan fisik sedangkan hak
secara internal maupun eksternal. di wilayah maritim didapatkan melalui
Negara-negara dalam melaksanakan penerapan hukum yang sesuai dengan
perannya dalam berbagai tingkatan seperti prinsip “equitable.” Secara prosedural,
supremasi dan independen berangkat dari yurisdiksi atas sengketa teritorial darat
konsep kedaulatan.62 Kedaulatan negara dapat dilakukan hanya melalui persetujuan
saat ini memiliki empat aspek yang terdiri para pihak yang bersengketa, sedangkan
dari teritorial, populasi, pemerintah yang yurisdiksi atas sengketa di wilayah maritim
berkuasa, dan pengakuan dari masyarakat secara esensial adalah mandatory.65
internasional.63 Adapun dalam kepemilikan di wilayah
Hukum internasional dalam laut hal penting yang perlu diperhatikan
mengatur kedaulatan negara di darat dan sebagai aspek sentral, yaitu modus
di laut memiliki perbedaan yang mendasar alokasi yang diadopsi oleh UNCLOS
baik dari sisi substantif dan prosedural. untuk pengakuan wilayah maritim tidak
Perbedaan ini terjadi dalam hukum berdasarkan pada kepemilikan atau kontrol
laut yang mengatur antara kedaulatan seperti misalnya akuisisi pada wilayah
(sovereignty), hak berdaulat (sovereign teritorial, melainkan melalui proses yang
rights), dan yurisdiksi (jurisdiction) dimana diatur dalam hukum laut.66 Doktrin alokasi
60 Ibid, p. 3. yang tidak berdasarkan penggunaan fisik
61 Rousseau.1967.The Social Contract and Dis- atau kepemilikan melainkan berdasarkan
course on the Origin of Inequality, New York:Si-
mon & Schuster, p. 27. 64 Brilmayer, Lea & Klein, Natalie.(Spring 2001).
62 Lee,Wei-Chin.1986.‘Sovereignty And The Law Land And Sea: Two Sovereignty Regimes In
Of The Sea: A Comparison Between United Search Of A Common Denominator, 33 N.Y.U. J.
States And The People’s Republic Of China.’ Int’l L. & Pol. 703, p. 704.
Dissertation In Political Science.University Of 65 Ibid.

Oregon, p.182. 66 UNCLOS 1982 Pasal 2 (territorial sea), 33

63 T. Biersteker & Chintia Weber.1996.State Sov- (contiguous zone), 55 (exclusive economic


ereignty as Social Construct, Cambridge:Cam- zone), 86 (high seas).
bridge University Press, p. 46.

80
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

kedekatan geografis pada akhirnya telah menyadari jika menggunakan doktrin


dikenal sebagai doktrin ab initio, yang tersebut maka negara berkembanglah yang
berarti titel yang eksis dari luar atau titel paling akhir dapat menikmati hak berdaulat
yang menjadi bagian tetap serta tidak di landas kontinen karena keterbatasan
memerlukan aksi negara pantai untuk teknologi dan sarana prasarana, bahkan
menyempurnakannya. Keputusan untuk mungkin mereka tidak dapat menikmati
tidak memasukkan okupasi fisik sebagai hak berdaulat itu sama sekali.70
kriteria kepemilikan memang disengaja. Substansi hukum untuk pengaturan
Inggris sebagai contohnya, dikenal lebih alokasi wilayah maritim sangat berbeda
condong untuk memilih rezim kepemilikan dengan substansi hukum pengaturan
di lautan dapat dilakukan melalui okupasi, alokasi teritorial daratan. Sir Robert
khususnya melalui eksploitasi di landas Jennings membandingkan kepemilikan
kontinen dengan tujuan pengambilan wilayah daratan dan maritim dengan
mineral tambang. Namun, para perancang menyatakan bahwa wilayah maritim
kedua konvensi baik di tahun 1958 dialokasikan menurut “certain a priori
tentang Landas Kontinen dan UNCLOS legal principles,” sementara sengketa
1982, serta para akademisi telah sepakat mengenai kepemilikan wilayah daratan
bahwa okupasi fisik tidak relevan atas hak dapat diselesaikan melalui konsultasi “the
berdaulat di landas kontinen. Alasan utama juridical and geographical history of the
dari keputusan ini adalah untuk mencegah particular boundary in question,” khususnya
perburuan wilayah yang nantinya akan mengenai okupasi fisik daratan.71
merugikan negara berkembang.67 Yang patut diingat oleh negara pantai
Mahkamah Internasional me- adalah dalam wilayah hak berdaulatnya
nyatakan: ”The ‘ab initio’ doktrin diadopsi
68
kapal-kapal asing bebas berlayar diwilayah
pada Konferensi Jenewa sebagai sarana tersebut karena pada dasarnya wilayah
untuk melindungi negara pantai yang belum perairan di ZEE bebas untuk dilayari oleh
membuat proklamasi hak landas kontinen kapal-kapal asing, terkecuali jika kapal
mereka dan tidak memiliki sarana untuk asing itu bermaksud untuk melakukan
mengeksplorasi atau mengeksploitasi eksplorasi dan eksploitasi seperti
sumber daya mereka...” Semua negara pencurian ikan atau pengambilan sumber
pantai menerima doktrin ini tanpa ragu-ragu kekayaan alam lainnya baru negara
terutama untuk mencegah konsekuensi pantai yang bersangkutan berwenang
negatif, yaitu mencegah perburuan dan untuk menangkap kapal tersebut. Negara
pengambilan sumber daya laut di landas pantai hanya berdaulat atas hak untuk
kontinen yang dilakukan oleh beberapa mengeksplorasi dan eksploitasi sumber
negara maju berdasarkan dogma Grotian daya alam yang ada di wilayah hak
“freedom of the sea.”69 berdaulatnya.
Alasan penolakan doktrin “first Sebagaimana disebutkan diatas
come, first served” disebabkan meluasnya bahwa pertimbangan politik merupakan
ketidakinginan negara-negara pantai hal mendasar dalam delimitasi perbatasan
untuk menerima konsekuensi distribusi maritim, karena proses ini berkaitan
doktrin tersebut yang dapat berakibat pada dengan isu sensitif tentang kedaulatan
ketidakadilan. Negara-negara berkembang dan hak berdaulat yang menyentuh inti
67 Brilmayer & Klein, op.cit., p. 711.
masalah keamanan nasional, kepentingan
68 Tunisia. v. Libyan Arab Jamahiriya case, 1982
70 Ibid.
I.C.J. 123 (Feb. 24).
69 Brilmayer & Klein, op.cit., p. 712.
71 Ibid. p. 717.

81
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

ekonomi yang vital dan integritas legitimasi ini dalam wilayah 200 nm. 73 Setelah tahap
bagi negara-negara yang bersangkutan. itu baru dipertimbangkan apakah hasil
Perselisihan rumit terhadap interpretasi garis tersebut memuaskan para pihak atau
hukum internasional sering hanya masih harus dinegosiasikan lagi dengan
merupakan gejala dari kurangnya dasar memperhatikan faktor teknis, hukum serta
kemauan politik untuk menyelesaikan politik dan special circumstances wilayah
sengketa perbatasan. Diktum Ancel pada yang didelimitasi agar equitable solution
perbatasan darat sama tepat dalam didapatkan oleh semua pihak. Untuk
kaitannya dengan delimitasi perbatasan mengukur apakah metode median line/
maritim: Il n’y a pas de problemes de equidistance dapat diteruskan atau harus
frontiers. Il n’est que des problemes de dipertimbangkan lagi, maka digunakan
Nations [Tidak ada masalah perbatasan. asas proporsionalitas dengan melihat
Hanya ada masalah bangsa.].72 komposisi rasio panjang garis pantai
antara kedua wilayah yang berhadapan.
D. Cakupan Equitable Principle
Dalam negosiasi delimitasi, para
Equitable principle sebagai suatu pihak bebas untuk menyetujui metode
hasil dari proses delimitasi memiliki apapun dalam delimitasi maritim untuk
beberapa cakupan atau ruang lingkup mencapai garis perbatasan yang
yang menjadi bahan pertimbangan dalam equitable. Menentukan metode penetapan
menentukan hasil akhir delimitasi yang perbatasan dapat dianggap sebagai tahap
equitable menurut para pihak. Terdapat tiga penting dari proses delimitasi. Setelah
unsur penting dalam cakupan penentuan metode delimitasi disepakati, bagaimana
equitable principle, yaitu: bidang teknik, metode yang diterapkan dalam praktek
hukum dan politik. menjadi penting. Jika equidistance
1. Faktor Teknis digunakan sebagai metode penetapan
perbatasan, seperti yang sering terjadi,
Berdasarkan praktek kebiasaan
salah satu masalah yang biasanya dibahas
dalam peradilan internasional serta
pada tahap awal adalah bagaimana
praktek delimitasi negara, pada prinsipnya
memilih dan menentukan basepoint dan
sangat umum dipergunakan metode
baselines yang relevan. Dalam negosiasi
median line/equidistance sebagai langkah
di mana salah satu pihak merupakan
awal delimitasi dalam penarikan garis
negara kepulauan dan yang lainnya
pangkal. Beberapa negara telah me-
adalah negara pantai biasa, pembahasan
lakukan perjanjian perbatasan maritim di
mengenai hal ini bisa jadi memakan waktu
wilayah landas kontinen diluar batas 200
dan melelahkan.74
nm… International Tribunal on the law
of the Sea (ITLOS) menyatakan bahwa 2. Faktor Hukum
hukum yang berlaku untuk perbatasan Berdasarkan ruang lingkup hukum
landas kontinen di luar 200 nm juga maka permasalahan pencapaian equitable
menggunakan metode delimitasi yang 73 Dispute Concerning Delimitation of the Maritime
tidak berbeda dari yang digunakan dalam Boundary between Bangladesh and Myanmar
in the Bay of Bengal (Bangladesh/Myanmar),
wilayah 200 nm dan dengan demikian Judgment, 14 March 2012, see www..itlos.org.
mendukung penggunaan metode para. 455, diakses tanggal 12 November 2016.
equidistance/keadaan yang relevan, 74 Sora Lokita. 2010. The Role Of The Archipelagic
Baselines In Maritime Boundary Delimitation,
karena ITLOS menggunakankan metode New York: The United Nations:Division For
Ocean Affairs And The Law Of The Sea Office Of
72 Prescott & Schofield. op.cit. p. 246. Legal Affairs, p. 72.

82
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

principle dalam delimitasi dapat ditinjau Menurut Oxman, keputusan politik


dari dua sisi yaitu tentang indikator dapat diidentifikasikan di dalam empat
equitable principle di negara pantai dan keputusan penting yang berhubungan
indikator bagi negara kepulauan. Pada dengan perbatasan maritim, diantaranya
dasarnya indikator bagi negara pantai yaitu: keputusan untuk melakukan
secara umum juga digunakan oleh negara negosiasi, keputusan untuk mengajukan
kepulauan, akan tetapi indikator untuk perbatasan khusus,76 keputusan untuk
negara kepulauan tidak dapat berlaku melakukan konsesi dengan pandangan
bagi negara pantai karena kekhususan untuk mencapai perjanjian, dan keputusan
dari sifat negara kepulauan yang tidak untuk menyetujui perjanjian khusus.77
dimiliki oleh negara pantai, bahkan negara Karakter politik dalam pembuatan
kepulauan sendiri bisa saja tidak dapat perbatasan secara khusus tampak dalam
menggunakan haknya sebagai negara tahap pertama, yaitu alokasi. Tahap
kepulauan jika ternyata kriteria yang harus selanjutnya yaitu delimitasi lebih banyak
dipenuhi dalam indikator equitable pinciple melibatkan campuran antara pertimbangan
bagi negara kepulauan tidak terpenuhi. politik dan teknik secara seimbang. Tahap
Dalam penentuan delimitasi selain prinsip ketiga, yaitu demarkasi lebih banyak
dan metode yang telah dijabarkan di atas melibatkan aspek teknik. Tahap akhir,
proses delimitasi juga dipengaruhi oleh yaitu administrasi jelas melibatkan aspek
perkembangan beberapa aspek seperti politik dalam pengertian yang luas yaitu
aspek geografi, ekonomi, sosial, politik, administrasi publik dimana secara umum
aspek teknologi dan lingkungan. merupakan refleksi dari sistem politik
secara keseluruhan.78
3. Faktor Politik
Efek utama dari pendekatan politik
Aspek politik dijadikan salah satu dalam penentuan delimitasi perbatasan
alasan yang berpengaruh karena proses (boundary-making) adalah untuk
delimitasi maritim dianggap sebagai suatu menggarisbawahi fakta bahwa hampir
perbuatan politik. Teori ini menekankan semua perbatasan terutama dalam
bahwa karakter pemerintahan melekat perjanjian bilateral merupakan produk
dalam hampir semua pembuat perbatasan. dari proses politik. Para ahli politik dilatih
Aktor-aktor yang terlibat dalam proses untuk memberikan data dan ide yang
pembuatan perbatasan merupakan mungkin memiliki nilai yang menjelaskan
representatif dari nasional, subnasional, (explanatory), memprediksi (predictive),
atau bagian dari kepentingan negara. dan memberi petunjuk (prescriptive).
Bahkan jika sengketa perbatasan itu Aspek politik juga mempunyai
diserahkan pada pengadilan pihak ketiga, kelemahan yang dapat dijadikan kritik
perpanjangan dari karakter pemerintah karena memperkenalkan terlalu banyak
dalam proses peradilan itu masih terlihat ketidakpastian ke dalam teori dan praktek
jelas yang tercermin dalam agen-agen
76 Beberapa negara telah mengumumkan posisi
pemerintah yang mempertahankan publik yang berkaitan dengan lokasi perbatasan
kontrol atas kasus yang diajukan, lingkup sebelum diadakannya negosiasi, apakah itu
dengan alasan taktik atau politik atau karena
isu yang diajukan, dan biasanya negara kebutuhan untuk menentukan batas geografi
juga memiliki hak veto/penolakan atas sementara dalam peraturan domestik atau untuk
pemilihan hakim atau arbitrase yang akan penegakan tindakan hukum.
77 Charney and Alexander (eds). 1991. International
mengadili kasusnya.75 Maritime Boundaries, Volume I, Netherlands:
75 Douglas M. Johnston.1988.The Theory and Martinus Nijhoff Publishers, p. 11.
History of Ocean Boundary-Making, Canada: 78 Johnston, op.cit, p. 22.
McGill-Queen’s University Press, p. 22.

83
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

penentuan delimitasi perbatasan dengan equity disini adalah untuk mengurangi


nampak lebih meningkatkan fleksibilitas, kerasnya hukum, “to mitigate the effects of
meskipun hal ini dapat mengorbankan the application of the rule of law in particular
aspek prinsip, tradisi, geografi, dan circumstances in which the strict rule of
faktor stabilisasi lainnya, kepermanenan, law would work an injustice.”81 Aplikasi
dan prediktabilitas. Para ahli negosiasi dari equity akan menghasilkan modifikasi
juga mendapat kritikan karena terlalu aturan hukum umum dimana keadaan
banyak bersandar kepada tujuan untuk khusus dalam suatu kasus tertentu
menyelesaikan isu-isu sulit melalui cara diperlukan. Interpretasi para sarjana
adhoc yang mengabaikan beberapa hukum internasional di atas sebenarnya
implikasi jangka panjang.79 berakar dari pendapat Aristoteles, yaitu:
Dalam beberapa kesepakatan [T]he equitable is not just in the legal
delimitasi, terkadang para pihak sense of “just” but as a corrective
mempergunakan asas preseden of what is legally just. The reason
dalam penentuan metode penarikan is that all law is universal, but there
delimitasi batas maritim. Dalam putusan are some things about which it is
pengadilan internasional, asas preseden not possible to speak correctly in
ini juga sangat berpengaruh dalam universal terms. Now, in situations
penentuan keputusan pengadilan dengan where it is necessary to speak in
mempergunakan sandaran hukum dari universal terms but impossible to
kasus-kasus yang diputuskan sebelumnya do so correctly, the law takes the
dalam permasalahan yang semisal. majority of cases, fully realizing in
Sebagai contoh, dalam perundingan what respect it misses the mark.
perbatasan Indonesia dengan Filipina hasil The law itself is none the less
akhir yang dicapai hampir sama dengan correct. For the mistake lies neither
kasus Libya v Malta, garis delimitasi in the law nor in the lawgiver, but
ditentukan dengan mempergunakan asas in the nature of the case. For such
proporsionalitas. Dimana Filipina memiliki is the material of which actions are
pulau-pulau kecil berlawanan dengan made. So in a situation in which the
pulau Manado. Indonesia mempergunakan law speaks universally, but the case
yurisprudensi Libya v Malta sebagai asas at issue happens to fall outside
preseden. the universal formula, it is correct
to rectify the shortcoming, in other
E. Tujuan Equitable Principle
words, the omission and mistake of
1. As Corrective of law the lawgiver due to the generality of
Melihat peran utama equity his statement. Such a rectification
dalam delimitasi maritim, maka muncul corresponds to what the lawgiver
pertanyaan mengenai apa saja tujuan himself would have enacted if he
dari equity tersebut? Ada dua perbedaan had known [of this particular case].
posisi mengenai equity yang muncul untuk That is why the equitable is both
menjawab pertanyaan di atas.80 Untuk just and also better than the just in
interpretasi pertama memandang equity one sense. It is not better than the
sebagai perbaikan (corrective). Tujuan just in general, but better than the
mistake due to the generality [of the
79 Ibid.
80 Prosper Weil. 1989, The Law Of Maritime
law]. And this is the very nature of
Delimitation--Reflections, Cambridge: Grotius 81 Jennings. “Equity and Equitable Principles,”
Publications Limited, p. 153. dalam L.D.M.Nelson,1990. “The Roles Of Equity
In The Delimitation Of Maritime Boundaries,” 84
Am. J. Int’l L. 837, p. 839.
84
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

the equitable, a rectification of law certain, not all differences.84


where law falls short by reason of Retribusi dalam pandangan Hans
its universality.’82 Kelsen diartikan sebagai, sesuatu yang
sejenis maka dibalas dengan keadaan
2. As General Principle
yang sama, hal ini merupakan salah satu
Untuk pendekatan kedua, equity dari prinsip kesetaraan yang menjadi dasar
dianggap memainkan peran yang dari keadilan. Ide keadilan ini bermula
lebih otonom. Equity di sini berfungsi dari preposisi bahwa secara alamiah
sebagai bagian dari hukum internasional. setiap orang itu adalah setara, sehingga
Mahkamah Internasional melihat peran menghasilkan suatu postulat bahwa setiap
equity sebagai ide keadilan yang langsung, orang harus diperlakukan dengan cara
sebagaimana dinyatakan: yang sama. Dalam kenyataan, postulat
The Court whose task is by tersebut terbukti salah karena tidak ada dua
definition to administer justice is orang yang benar-benar sama, sehingga
bound to apply it. In the course of yang paling masuk akal bahwa postulat
the history of legal systems the term itu hanya berlaku dalam tatanan sosial,
“equity” has been used to define dalam memberikan hak dan memaksakan
various legal concepts. It was often tugas pada masing-masing orang,
contrasted with the rigid rules of maka harus mengabaikan perbedaan-
positive law, the severity of which perbedaan tertentu saja, namun tidak
had to be mitigated in order to do semua perbedaan dapat diabaikan.85 Di
justice. In general, this contrast has sinilah peran dari equitable principle dalam
no parallel in the development of mencapai keadilan dipergunakan sebagi
international law; the legal concept suatu prinsip yang lebih lunak dari pada
of equity is a general principle pengertian keadilan.
directly applicable as law.83
IV. Penutup
Hans Kelsen menyebutkan bahwa:
so far as retribution means like for Dari pembahasan di atas maka dapat
like, it is one of the many varieties disimpulkan bahwa equitable principle
of the principle of equality, which, merupakan suatu asas hukum yang
too, is presented as the essence berbeda dengan keadilan, akan tetapi
of justice. This idea of justice starts secara substantif nilai equitable principle
from the presupposition that men tersebut merupakan upaya para pihak
are by their very nature equal, and atau pengadilan untuk mencapai delimitasi
results in the postulate that all men yang paling mendekati makna keadilan.
shall be treated in an equal way. Equitable principle sebagai suatu
Since, however, the presupposition tujuan dalam proses delimitasi maritim
is evidently wrong, men being in merupakan asas yang bernilai absolut
fact very different, no two men dalam pencapaian delimitasi maritim.
being really equal, the only possible Untuk mencapai equitable principle
meaning of the postulate is that a maka negara yang berunding bebas
social order, in conferring rights and untuk menentukan cara serta metode
imposing duties on men, should
84 Hans Kelsen. 1957. What Is Justice? Justice,
ignore certain differences –only Law, And Politics in the Mirror of Science,
Berkeley and Los Angeles:University of California
Press, p. 14.
82 Aristotle.1962. Nichomachean Ethics, dalam
85 Ibid.
kutipan Janis. 1983, op.cit.p. 8.
83 Tunisia/Libya case, 1982 ICJ REP.

85
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

yang mereka tetapkan dalam delimitasi. Bibliografi


Berdasarkan analisis tersebut penulis
Buku:
mencoba membuat rumusan definisi
equitable principle, yaitu:”Pencapaian Altman & C.H. Wellman. 2009. A Liberal
kesepakatan para pihak berlandaskan Theory Of International Justice.
pada sumber hukum internasional dengan Oxford: Oxford University Press.
mempergunakan cara yang memberikan Biersteker & Chintia Weber. 1996. State
manfaat terbesar bagi para pihak dengan Sovereignty as Social Construct,
mempertimbangkan faktor teknis, hukum Cambridge: Cambridge University
dan politik untuk menghasilkan pembagian Press.
wilayah yang adil secara proporsional Boer Mauna. 2005, Hukum Internasional
dengan indikator rasio perbandingan Pengertian Peranan dan Fungsi
panjang pantai dan daratan dengan Dalam Era Dinamika Global, Edisi
perairannya.” ke-2, Bandung: Alumni.
Dalam area aplikasinya pertimbangan Charney and Alexander (eds).1991.
equitable principle digunakan oleh negara International Maritime Boundaries,
pantai dan negara kepulauan dengan Volume I, Netherlands: Martinus
perbedaan penarikan garis pangkal Nijhoff Publishers.
pada negara kepulauan karena karakter D. Boaz. 1997. Libertarianism – A Primer.,
wilayahnya yang khusus. Equitable New York: Free Press.
principle secara eksplisit dalam UNCLOS
Douglas M. Johnston. 1988. The Theory
1982 diaplikasikan dalam delimitasi rezim
and History of Ocean Boundary-
ZEE dan landas kontinen. Adapun orientasi
Making, Canada: McGill-Queen’s
equitable principle berwawasan pada asas
University Press.
keadilan serta kedaulatan negara yang
Hans Kelsen. 1957. What Is Justice?
merupakan elemen dasar peninjauan untuk
Justice, Law, And Politics in the
menentukan sikap yang tepat dan benar
Mirror of Science, Berkeley and Los
suatu negara dalam penentuan delimitasi
Angeles: University of California
perbatasan maritim. Cakupan equitable
principle melibatkan tiga faktor penting Press.
yaitu faktor teknis, faktor hukum dan faktor Hasjim Djalal. 1995. Indonesia And The
politik. Pada akhirnya tujuan yang ingin Law Of The Sea, Jakarta: CSIS.
dicapai oleh equitable principle adalah Jean Bodin. 1992. On Sovereignty: Four
sebagai korektif atas kerasnya hukum dan Chapter from the Six Books of
sebagai salah satu prinsip hukum umum the Commonwealth, edited and
dalam hukum internasional. Dari kelima translated by Julian H. Franklin,
kerangka itu dapat disimpulkan bahwa Cambridge: Cambridge University
equitable principle merupakan suatu asas Press.
yang absolut dalam pencapaian delimitasi John A. Pope. 1994. Legal Problem Solver:
perbatasan maritim khususnya di ZEE dan a Quick and Easy Action Guide To
landas kontinen serta merupakan suatu The Law, New York: Reader’s Digest.
bentuk turunan keadilan yang lebih fleksibel Jörg Kammerhofer. 2011. Uncertainty
dari pengertian keadilan substantif. in international law: a Kelsenian
perspective.New York: Routledge.

86
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

Martti Koskenniemi. 2005. From Apology Artikel Jurnal:


To Utopia, Cambridge: Cambridge
Bjarni Már Magnússon.2014. The Rejection
University Press.
of a Theoretical Beauty: The Foot of
Nuno M. Antunes. 2003. Toward the
the Continental Slope in Maritime
Conceptualisation of Maritime
Boundary Delimitations Beyond 200
Delimitation. Netherlands: Martinus
Nautical Miles, Ocean Development
Nijhoff Publishers.
& International Law, 45:1, 41-52, DOI:
Prescott & Schofield. 2005. The Maritime
10.1080/00908320.2013.839159.
Political Boundariesof the World,
Blecher. 1979. “Equitable Delimitation of
Leiden/Boston: Martinus Nijhoff
Continental Shelf,”73 Am.J. Int’l, L.
Publishers.
60.
Prosper Weil. 1989, The Law Of
Brilmayer, Lea & Klein, Natalie. Spring
Maritime Delimitation--Reflections,
2001. Land And Sea: Two
Cambridge: Grotius Publications
Sovereignty Regimes In Search Of A
Limited.
Common Denominator, 33 N.Y.U. J.
Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian
Int’l L. & Pol. 703.
Hukum. Jakarta: Kencana.
James Konow, 2003. ‘Which Is the Fairest
Richard E. Palmer. “Interpratation Theory
One of All? A Positive Analysis
in Schleirmacher, Dilthey, Heidegger,
of Justice Theories,’ Journal of
and Gadamer,” terj. Hery Mansur &
Economic Literature Vol. XLI pp.
M. Damanhuri. 2005. Hermeneutika,
1188–1239.
Teori Baru Mengenai Interpretasi,
Jennings. “Equity and Equitable Principles,”
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
dalam L.D.M.Nelson, 1990. “The
Rousseau. 1967. The Social Contract and
Roles Of Equity In The Delimitation
Discourse on the Origin of Inequality,
Of Maritime Boundaries,” 84 Am. J.
New York: Simon & Schuster.
Int’l L. 837.
Sora Lokita. 2010. The Role Of The
Leo Gross, 1990. “Forty Years International
Archipelagic Baselines In Maritime
Court of Justice: Jurisdiction, Equity
Boundary Delimitation, New York:
and Equality.” by A. Bloed and P.van
The United Nations: Division For
Dijk Review by: Leo Gross Source:
Ocean Affairs And The Law Of The
The American Journal of International
Sea Office Of Legal Affair.
Law,Vol. 84, No. 4, Oct., 1990.
Ulf Linderfalk. 2007. On The Interpretation
McDorman. 2012. “The Continental Shelf
Of Treaties, Netherlands: Springer.
Regime in the Law of the Sea
W.H. Shaw. 1998. Business Ethics (Third
Convention: A Reflection on the
Edition), United States: Wadsworth
First Thirty Years”. The International
Publishers.
Journal of Marine and Coastal Law.
Zou Keyuan. 2005. “Implementing The
27. 743–751.
United Nations Convention On The
M.W. Janis. 1983. “The Ambiguity Of
Law Of The Sea In East Asia: Issues
Equity In International Law”. Brooklyn
And Trends”. Singapore Year Book Of
Journal of International Law, Vol.
International Law And Contributors.
IX:1.

87
Tanjungpura Law Journal Vol. 1, Issue 1, January 2017

Disertasi:
Lee,Wei-Chin. 1986. ‘Sovereignty And
The Law Of The Sea: A Comparison
Between United States And The
People’s Republic Of China.’
Dissertation In Political Science.
University Of Oregon.
Mohamed Munavvar. 1993. Ocean States:
Archipelagic Regimes In The Law Of
The Sea, Dissertation at Dalhousie
University. Halifax, Nova Scotia.
Internet:
http://people.hofstra.edu/geotrans/eng/
ch5en/conc5en/EEZ.html, [Accessed
October 9, 2016].
http://www.hd.gov/HDdotGov/detail.
jsp?ContentID=346, [Accessed
December 23, 2015].
http://www. b u sin e ssd ictio n a ry. c o m/
definition/equity.html, [accesed
October 29, 2015].
h t t p : / / w w w. m e r r i a m - w e b s t e r. c o m /
dictionary/consequentialism,
[accesed February 11, 2016].
the Bay of Bengal case (Bangladesh/
Myanmar), Judgment, 14 March
2012, see www..itlos.org. accesed
November 12, 2016.
Tunisia/Libya case, 1982, Available from:
http://www.icj-cij.org/docket/index.

88

Anda mungkin juga menyukai