Anda di halaman 1dari 7

Laporan Awal

Praktikum Pengujian Material

MODUL V
Pengujian Liquid Penetrant Testing

Mulyani
1706986662
Kelompok 21

Laboratorium Metalurgi Fisik


Departemen Metalurgi dan Material
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
2019
Modul V
Pengujian Liquid Penetrant Testing

1. Tujuan
1. Mengetahui metode pengujian tidak merusak liquid penetrant
2. Mengetahui indikasi-indikasi cacat yang terbentuk dalam pengujian liquid
penetrant
3. Mengetahui jenis cacat yang terbentuk pada permukaan material dan
penyebabnya
4. Mengetahui indikasi-indikasi cacat relevan sesuai dengan standar yang ada

2. Dasar Teori
Metode pengujian liquid penetrant testing (LPT) merupakan jenis pengujian tidak
merusak (non destructive testing) yang paling sederhana dengan memberikan cairan pada
permukaan material. Pengujian ini menggunakan 3 komponen utama untuk mendeteksi
cacat yakni cleaner, penetrant, dan developer.
Pengujian ini dapat mendeteksi cacat yang terbentuk pada permukaan material
dalam waktu singkat. Adapun keuntungan dari metode ini adalah:
1. Pengujian dapat dilakukan dalam berbagai jenis material
2. Murah dan mudah untuk dilakukan
3. Diskontinuitas kecil dapat terdeteksi
4. Material dengan bentuk geometri kompleks dapat diinspeksi dalam satu kali
percobaan
5. Berbagai macam tingkat sensitivitas dan metode dapat dilakukan
6. Bersifat portable

Sedangkan keterbatasan dari metode ini antara lain:


1. Tidak bisa digunakan untuk material yang berpori
2. Permukaan yang diuji harus bersih
3. Tidak dapat digunakan untuk material yang akan diproses dengan
menggunakan metode shot peening, sand blasting, dan pembubutan karena
proses-proses tersebut menutupi cacat yang terbentuk
4. Beberapa jenis material seperti plastik dan karet dapat terpengaruhi sifat
kimiawi penetrant
5. Hasil yang didapat bergantung dari kemampuan operator
6. Zat kimia yang digunakan dapat menyebabkan iritasi pada kulit jika tidak
menggunakan APD yang memadai

Prinsip dari pengujian LPT ini adalah memanfaatkan kemampuan media cair
untuk mengalir dalam suatu saluran tanpa dipengaruhi gaya-gaya dari luar seperti
gravitasi atau yang biasa disebut capillary action. Dengan metode ini, diskontinuitas dapat
terdeteksi dengan mengamati cairan yang muncul pada bagian permukaan. Penetran harus
bersifat stabil secara kimia, inert, memiliki kemampubasahan tinggi, viskositas rendah,
tingkat penetrasi rendah, memiliki stabilitas termal yang tinggi, dan tidak beracun.

Metode Pengujian LPT

Setelah penetran diaplikasikan ke permukaan, dibutuhkan waktu agar penetran


dapat masuk ke cacat yang ada di material. Waktu penetrasi ini berbeda-beda tergantung
pada kerapatan material. Ada material yang memiliki waktu penetrasi 2 menit dan bahkan
ada yang lebih dari 1 jam.
Penetrant dapat digunakan untuk mendeteksi cacat permukaan, terdapat tiga jenis
penetran:
1. Type I – Fluorescent dye merupakan jenis penetran yang dapat dilihat dalam
lingkungan khusus berupa ruang gelap dengan bantuan sinar ultraviolet
dengan intensitas cahaya minimal sebesar 1000 μW/cm2. Dalam pengujian
fluorescent penguji harus berada pada ruangan gelap selama minimal 5 menit
supaya mata penguji sudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang gelap.
2. Type II – Visible dye merupakan jenis penetran yang dapat diobservasi dalam
kondisi pencahayaan pada umumnya. Penetrant memiliki warna yang sangat
kontras dengan material yang diuji sehingga dapat dibedakan secara mudah.
Intensitas cahaya standar dalam pengujian ini adalah sebesar 22 lx (2ftc) pada
permukaan benda uji. Hal ini mengacu pada standar ASME VIII
3. Type III – Visible and Fluorescent dye (dual mode)

Pengujian harus dilakukan direntang suhu 5-52 oC sesuai dengan standar ASME
VIII. Terdapat beberapa langkah dalam pengujian penetran, yakni:
1. Preparasi permukaan
2. Aplikasi penetrant
3. Penyerapan penetran (Dwell Time)
4. Penghapusan penetrant berlebih
5. Aplikasi Developer
6. Inspeksi
7. Pembersihan permukaan

Dalam pengujian ini ,penetrant berlebih harus dihapus dari permukaan benda uji
setelah penetrant meresap ke dalam cacat dengan menggunakan kain pembersih. Hal ini
dilakukan agar penetrant tidak menutupi indikasi-indikasi yang muncul di permukaan uji.
Selain dari metode pengamatan yang dihasilkan penetran, penetran juga diklasifikasikan
berdasarkan metode yang digunakan untuk menghapus penetran berlebih dari permukaan
material, diantaranya:
1. Metode A – Water Washable
2. Metode B – Post emulsification, lipophilic
3. Metode C – Solvent Removable
4. Metode D – Post emulsification, hydrophilic
5. Developer adalah zat yang digunakan untuk menarik keluar penetran di dalam
cacat ke permukaan material sehingga indikasi cacat bisa diamati. Macam-
macam developer adalah
1. Dry developer = biasanya digunakan dalam bentuk powder
2. Aqueous wet developer = biasanya berwujud powder yang larut dalam air,
powder tidak larut dalam air, dan liquid developer
3. Non-aqueous wet developer = developer yang digunakan dalam pelarut yang
mudah menguap
4. Film Developer = Menarik penetran keluar membentuk lapisan film di
permukaan material

Developer digunakan sesuai dengan kebutuhan pada permukaan material. Dry


developer lebih sering digunakan pada permukaan kasar, sedangkan wet developer lebih
sering digunakan pada permukaan halus. Hal ini disebabkan oleh perbedaan daya rekat,
dimana wet developer memiliki daya rekat yang lebih baik sehingga cocok untuk
permukaan yang halus.

Pengujian LPT dilakukan untuk mengamati cacat yang terjadi di permukaan


benda uji. 3 Jenis indikasi cacat yang paling sering muncul yaitu:
1. Indikasi garis bersambung yang mengindikasikan crack pada permukaan
2. Indikasi garis putus-putus yang mengindikasikan grinding, peening,
forging, maupun machining
3. Indikasi lubang kecil yang mengindikasikan porositas , gas holes, ataupun
pinhole

(a) Indikasi Figur Bersambung, (b) Indikasi Garis Putus-Putus dan (c) Indikasi Lubang Kecil
Indikasi ini harus diintepretasi lagi untuk mengetahui penyebab munculnya. Hal
ini harus dilakukan karena indikasi bisa juga muncul akibat faktor lain. 3 hasil
intepretasi yang diketahui, yaitu:
1. Indikasi salah. Indikasi ini tidak muncul karena adanya cacat, melainkan
karena adanya partikel-partikel, seperti kotoran-kotoran, karat dan lain
sebagainya
2. Indikasi tidak relevan. Indikasi dihasilkan oleh adanya fitur-fitur pada
permukaan material yang bukan merupakan cacat.
3. Indikasi relevan. Indikasi dihasilkan oleh adanya cacat pada material.
Indikasi inilah yang diinspeksi pada pengujian ini. Klasifikasi indikasi
relevan menurut ASME VIII adalah:
a) Indikasi linear ketika panjang cacat lebih dari 3x lebar cacat
b) Indikasi bulat ketika panjang panjang cacat ≤ 3x lebar cacat
c) Suatu benda uji dikatakan tidak memenuhi standar yang ada apabila:
i. Memiliki indikasi linear
ii. Terdapat indikasi bulat dengan panjang cacat lebih dari 5 mm
iii. Terdapat empat indikasi bulat yang terbentuk dalam baris yang
sama dengan jarak ≤ 1,5 mm

Kondisi Tidak Memenuhi Standar (Rejected)

Selain jenis cacat, indikasi yang muncul dapat digunakan untuk


mengintepretasikan kedalaman dari cacat pada permukaan. Hal ini dengan mengamati
intensitas warna penetran yang muncul, dimana cacat yang dalam akan diindikasikan
dengan warna yang lebih pekat/intens
Kondisi yang Memenuhi Standar (Accepted)

3. Alat dan Bahan


1. Sampel Uji
2. Lap Kain
3. Penetran
4. Cleaner
5. Developer

4. Skema Praktikum

Bersihkan permukaan benda uji dari pengotor-


pengotor, bisa menggunakan cleaner lalu di lap
dengan kain lap

Semprotkan penetran ke seluruh permukaan benda


uji, lalu tunggu sesaat agar penetran dapat meresap
masuk ke dalam cacat permukaan benda uji

Hapus penetran berlebih dari permukaan benda uji


menggunakan kain lap yang sudah dibasahi oleh
cleaner

Gunakan developer pada permukaan benda uji.


Penetran akan meresap keluar ke permukaan benda
uji

Lakukan pengamatan dan catat hasil pengamatan

Anda mungkin juga menyukai