Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN KOROSI

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2018/2019

MODUL : DCVG dan CIPS


PEMBIMBING : Ir. Yunus Tonapa S. MT.

Tanggal Praktikum : 23 Mei 2019


Tanggal Penyerahan Laporan : 28 Mei 2019

Disusun Oleh :

Kelompok 8

Valentino Sihombing (171411029)

Vera Amelia Permatasari (171411030)

Widya Fitriana Nurfauziah (171411031)

2A D3 Teknik Kimia

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2019
I. TUJUAN
1. Melakukan uji karakteristik terhadap system alat ukur CIPS
2. Mengaplikasikan system pengukuran untuk mendeteksi kerusakan coating pada system perpiaan
3. Melakukan coating kerusakan pada pipa

II. DASAR TEORI


2.1. Metode Pengendalian Korosi

Korosi tidak dapat dicegah, namun dapat dikendalikan seminimal mungkin. Ada
beberapa metode yang biasanya digunakan untuk mengendalikan korosi, diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Perancangan geometris alat atau benda kerja.
b. Pemilihan bahan atau material logam yang sesuai dengan lingkungan. Pemilihan material
haruslah dipertimbangkan. Jenis material yang digunakan harus memiliki ketahanan korosi
yang tinggi pada suatu media tertentu yang sesuai dengan lingkungan tempat aplikasinya
c. Metode Pelapisan (Coating) adalah suatu upaya mengendalikan korosi dengan menerapkan
suatu lapisan pada permukaan logam yang akan dilindungi. Misalnya, dengan pengecatan
atau penyepuhan logam. Zat atau logam yang akan melapisi suatu logam harus bisa
membentuk lapisan oksida yang tahan terhadap karat (pasivasi) sehingga logam yang
dilindungi terlindung dari korosi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan film permukaan
dari oksida logam hasil oksidasi yang tahan terhadap korosi sehingga dapat mencegah
korosi lebih lanjut.
d. Proteksi Katodik merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya korosi pada
logam.Prinsip kerjanya adalah dengan mengubah benda kerja menjadi katoda. Proteksi
dilakukan dengan mengalirkan elektron tambahan kedalam material. Terdapat dua jenis
proteksi katodik, yaitu metode impressed current (arus paksa) dan sacrificial anode (anoda
korban).
e. Proteksi anodik yaitu dengan cara mempertebal lapisan pasif dari suatu material dengan
cara memberikan potensial kearah anodik.
f. Inhibitor adalah zat kimia yang ditambahkan ke dalam suatu lingkungan korosif dengan
kadar sangat kecil (ukuran ppm) guna mengendalikan korosi. Inhibitor korosidapat
dikelompokkan berdasarkan mekanisme pengendaliannya, yaitu inhibitor anodik, inhibitor
katodik, inhibitor campuran, dan inhibitor teradsorpsi.

2.2. Metode Pengendalian Korosi dengan Coating

Coating merupakan sistem proteksi logam terhadap korosi dengan cara memberikan
lapisan di permukaan logam untuk mencegah kontak langsung atau reaksi reduksi-oksidasi
antara logam dengan lingkungan sekitar. Coating diberikan untuk melindungi pipa dengan
keadaan tanah. Tanah memiliki harga resistivitas yang berbeda-beda, bergantung kepada
keadaan geometris dan jenis tanah. Untuk mengetahuitingkat korosifitas, digunakan alat
resistivity meter.
Pada umumnya, coating dibagi menjadi dua macam, yaitu organic coating dan
anorganic coating. Organic coating berbahan kimia biasanya menggunakan senyawa polimer
seperti HDPE (High Density Polyethylene). Sedangkan organic coating yang umum digunakan
dan murah adalah coaltar atau aspal. Anorganic coating biasanya bekerja dengan pembentukan
oksida dengan proses anodisasi dan pembentukan senyawa anorganik di permukaan logam.
Pelapisan dengan organic coating biasanya menggunakan metode pengecatan. Sedangkan
pelapisan anorganic coating yang biasanya dilakukan adalah anodisasi aluminium, kromatisasi
dan fosfatisasi.
Syarat dari coating pada system perpipaan dimuat di NACE Standard RP 0169-96,
diantaranya :
1) Insulator elektrik yang efektif
2) Pelindung Kelembaban yang efektif
3) Aplikatif terhadap struktur
4) Memiliki sifat adesi yang kuat terhadap pipa
5) Mampu menahan defect dari kemungkinan membesar dalam jangka waktu lama

2.3. Metode Pendeteksi Kerusakan Coating

Pada penerapan di lapangan, kerusakan coating dapat dideteksi dengan dua metode
yang umum digunakan, yaitu metode Direct Current Voltage Gradient (DCVG) dan Close
Interrupted Potential Survey (CIPS).
Metode kerja dari DCVG dan CIPS adalah dengan memastikan sistem perpipaan telah
diproteksi dengan arus paksa (ICCP). Adanya kerusakan coating akan menyebabkan terjadinya
peningkatan arus dalam jumlah yang besar di sekitar kerusakan coating. Ilustrasi dari
kerusakan coating dapat dilihat pada gambar berikut

Gambar 2.1. Ilustrasi arus masuk ke daerah coating yang rusak

(Sumber:www.cathodicprotectionnetwork.com)
Gambar2.2 Ilustrasi jenis kerusakan coating

(Sumber:PMLDCVGManualSheet)

Metode DCVG merupakan pengembangan dari metode CIPS. Dengan menggunakan


metode DCVG, tidak hanya posisi kerusakan dari coating yang dapat diketahui, akan tetapi
besar kerusakan atau derajat kerusakan coating. Apabila ada kerusakan coating maka akan
berdampak pada aliran arus listrik yang mengalir dari tanah sekitar dan masuk menuju pipa.
Aliran listrik ini akan menyebabkan adanya gradient tegangan yang terjadi di tanah, yang dapat
diukur dengan menggunakan voltmeter. Dengan mengamati arah dari gradien arus listrik
tersebut, maka lokasi coating yang rusak dapat diidentifikasi. Dengan memasukkan data dari
arah gradien tegangan yang terukur di sekitar lokasi coating yang rusak, maka jenis dan
karakteristik kerusakan coating dapat diketahui.

2.4. Metode Close Interval Potential Survey

Ada atau tidaknya kerusakan pada coating dalam suatu system perpipaan yang
ditanam dibawah tanah dapat dideteksi. Salah satu cara untuk mendeteksi kerusakan coating
tersebut adalah dengan menggunakan metode Close Interval Potential Survey (CIPS). Close
Interval Potensial Survey atau yang dikenal juga dengan close interval survey (CIS) adalah
sebuah survey potensi yang dilakukan pada pipa logam yang terkubur atau terendam untuk
mendapatkan pengukuran potensial struktur DC ke elektrolit pada interval regular (NACE
SP0207, 2007).
Metode Close Interval Potential Survey ditujukan untuk mengetahui integritas dari
jalur pipa khususnya berkaitan dengan efektifitas kerja dari Sistem Proteksi Katodik. Prinsip
dari CIPS ini adalah mengukur Potensial Pipa dalam kondisi Sistem Proteksi Katodik
berjalan, sehingga secara langsung akan dapat diketahui pada lokasi mana saja dari jalur pipa
yang tidak terlindungi oleh Sistem Proteksi Katodik tersebut. Pipa yang terproteksi dengan
baik akan memenuhi kriteria proteksi sesuai dengan Standard NACE RP 0169– 2002.
Pengukuran potensial rangkaian tertutup secara interval (CIPS) ini menggunakan alat yang
dilengkapi dengan Data logger/ Voltmeter dan juga elektroda reference Cu/CuSO4 yang
terkalibrasi. Peralatan ini merupakan alat yang dirancang dan deprogram oleh para ahli korosi
terutama ahli proteksi katodik untuk pemeriksaan kondisi kerusakan coating pada pipa baja
dalam tanah.
Menurut Nur Salam, teknik pengukuran dari Close Interval Potential Survey (CIPS) ini
dilakukan dengan cara berjalan tepat diatas jalur pipa, kontak dengan tanah dilakukan
secara kontinyu melalui elektroda reference Cu/CuSO4 yang digunakan secara parallel dengan
metoda “tongkat berjalan”. Kabel survey dihubungkan ke kabel pengetesan pipa (test box)
dengan menggunakan terminal sebagai penjepit. Reel/Wire Kabel yang dirancang khusus
dipasang pada alat pengukur jarak yang menyatu pada alat data logger melalui sebuah interface
flug. Dengan cara tersebut, kontak langsung antara pipa dengan data logger dapat terjadi
sehingga melengkapi sikrit pengukuran dan sesuai dengan berpindahnya pengukuran pada jalur
pipa,kabel survey akan terukur dari sistem dial indicator yang dipasang pada alat data logger
tersebut melalui alat putar yang telah terkalibrasi sehingga diperoleh pulsa (pulse)

jarak dalam meter yang langsung terekam pada data logger. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.3 Metode Pengukuran CIPS


(Sumber :Pawson, 2012)

Data-data yang diperoleh dari kegiatan CIPS dapat memberikan manfaat seperti :
1. Mengindentifikasikan daerah-daerah diluar jangkauan kriteria potensial pipa tidak bisa
diidentifikasi dengan test point survey.
2. Menentukan kondisi area diluar kisaran atau range kriteria potensial.
3. Mencari defect atau cacat pipa menengah sampai cacat besar pada coating,
terisolasi atau menerus dan biasanya > 600 nm atau 1 in.
4. Mencari area stray-current pick up dan discharge atau area yang berisiko korosi.
5. Menentukan area pengaruhcathodic protection(CP).
6. Mengidentifikasi casing yang mengalami korsleting, cacat pada perangkat isolasi listrik,
atau tidak disengaja kontak dengan struktur logam lainnya.
7. Mencari daerah perisai geologichatodic protection.
8. Melakukan pengukuran tingkat CP dalam melakukan pengujian arus dan mengevaluasi
efektivitas distribusi arus sepanjangpipa.
9. Mencari daerah yang berisiko mengalami stress corrosion cracking (SCC) dengan pH
tinggi. Tingkat CP terbukti sebagai faktor kerentaan pipa hingga timbulnya SCC dengan
pHtinggi. CIS dapat membantu menunjukkan lokasi di sepanjang saluran pipa dimana
struktur elektrolit jatuh pada jangkauan kerentaan terjadinya SCC, dan
10. Menentukan dan memprioritaskan area risiko korosi (Bariyyah, 2012), sebagai
bagian dari program managemen integritas atau bagian dari eksternal corrosion direct
assessment (ECDA).

2.5. Metode Direct Current Voltage Gradient

Survey DCVG dan CIPS dapat dilakukan dengan menggunakan interrupter pengaturan
on/off dalam interval waktu tertentu. Tujuan dari penggunaan interrupter adalah untuk
membedakan adanya arus yang liar yang mengganggu pengukuran dengan arus proteksi.
Dengan mengetahui frekuensi dari interrupter, maka arus proteksi struktur perpipaan dapat
diketahui dengan pasti. On/off dari arus rectifier diatur siklusnya melalui current interruptor.
Dengan begitu, potensial soil to soil atau tanah ke tanah bisa diukur pada saat siklus on dan
juga pada saat siklus off. Apabila telah dilakukan pengukuran CIPS, maka pengukuran DCVG
tidak perlu menggunakan interrupter. Istilah potensial DCVG diartikan sebagai perbedaan/
selisih antara potensial soil to soil di sekitar lokasi coating yang rusak.
Dalam survey DCVG, dikenal dua teknik yang digunakan untuk menentukan posisi
kerusakan coating, yaitu teknik tegak lurus dan teknik parallel yang membedakan dari teknik
ini adalah pergerakan dari data Probe berupa Elektroda Standar Cu/CuSO4 (Copper Sulphate
Electrode atau CSE).
Pada teknik tegak lurus, pergerakan CSE dilakukan dalam kondisi dimana posisi dari
kedua elektroda tersebut tegak lurus terhadap centerline dari struktur pipa. Jarak antar
elektroda umumnya antara 50 cm sampai 1 meter, dengan salah satu elektroda berada tepat di
garis pusat dari pipa. Data logging umumnya dilakukan setiap interval satu sampai dua meter.
Pada teknik DCVG ini sebelum memasuki daerah coating defect yang ditunjukkan
dengan daerah diluar lingkaran merah, beda potensial yang terbaca pada voltmeter dari data log
gerakan menunjukkan angka nol.Semakin mendekati coating defect maka beda potensial akan
semakin naik dan mencapai nilai maksimum tepat pada bagian dari pipa yang mengalami
coating defect. Dan sebaliknya apabila pergerakan menjauhi lokasi yang mengalami coating
defect, beda potensial yang terbaca akan turun kembali. Profil dari survey DCVG dengan teknik
tegak lurus apabila menemui suatu lokasi yang mengalami coating defect dapat dilihat di
gambar berikut.

Gambar 2.4 (a)Posisi Penempatan Elektroda (b)Profil DCVG Tegak Lurus


(sumber:EUS,ManualDCVG)

Pada survey DCVG dengan teknik Paralel, posisi dari kedua elektroda standard
Cu/CuSO4 segaris dengan centre line dari pipa. Sehingga pergerakan dari data probe segaris
antar probe yang satu dengan yang lain. Pada metode ini, lokasi dari coating defect ditunjukkan
dengan adanya simpangan dari nilai beda potensial, dimana:
a) Pada saat pergerakan data probe mendekati area yang mengalami coating defect, nilai
beda potensial akan meningkat dan bernilai positif.
b) Pada saat data probe berada tepat di atas lokasi pipa yang mengalami coating defect, beda
potensial yang terbaca divoltmeter adalah nol.
c) Padasaat data probe menjauhi area yang mengalami coating defect, nilai beda potensial
bernilai negatif.
Setelah dapat menentukan posisi dari kerusakan coating, maka dapat dilakukan
pengukuran tingkat kerusakan dari coating tersebut. Persen kerusakan dari coating
menggunakan variabel total potensial dalam satuan mV. Total potensial merupakan perbedaan
antara potensial maksimum pada lokasi coating defect dan potensial tanah yang semakin
meningkat akibat kontribusi sistem Proteksi Katodik terhadap aliran arus ke coating defect.
Untuk menentukan Total mV, terlebih dahulu harus diketahui posisi yang pasti dari
coating defect, contoh: lokasi dimana bacaan potensial DCVG mencapai maksimum yang
diketahui dari survey DCVG sebelumnya. Kemudian dilakukan pengukuran potensial DCVG
dengan menggerakan data probe segaris dengan arah tegak lurus dari arah pipa.
Pengukuran Total mV dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu :
1. Pengukuran Total mV Satu Halfcell Diam– Satu Half cell Bergerak
 Tempatkan elektroda sebelah kiri yang terhubung dengan kutub negatif dari data logger
pada lokasiyang mengalami coating defect.
 Elektroda sebelah kanan yang terhubung dengan kutub positif dari data logger
ditempatkan pada jarak 50 atau 100 cm tegak lurus dari arah pipa. Hasil bacaan
potensial DCVG yang terukur merupakan nilai awal Total mV.
 Lanjutkan pergeseran half cell positif, dengan half cell kutub negatif tetap diam di atas
jalur pipa, sampai didapat nilai pengukuran terbesar.
 Apabila dalam pengukuran ada anomaly, atau perubahan nilai potensial secara drastis,
maka hentikan pergeseran di tempat dimana nilai pengukuran terbesar diperoleh.
 Nilai pengukuran terbesar merupakanTotal mV

2. Pengukuran Total mV Dua Halfcell Bergerak


 Tempatkan elektroda sebelah kiri yang terhubung dengan kutub negative dari data
logger pada lokasi yang mengalami coating defect. Sedangkan elektroda sebelah kanan
yang terhubung dengan kutub positif dari data logger ditempatkan pada jarak
50 atau100 cm tegak lurus dari arah pipa. Hasil bacaan potensial DCVG pada
pengukuran tersebut merupakan nilai mV maksimum. Nilai potensial tersebut akan
menjadi komponen pertama dalam penentuan Total mV.
 Selanjutnya pengukuran dilanjutkan secara paralel terhadap arah tegak lurus dari arah
pipa kurang lebih tiga atau empat pengukuran sampai didapatkan nilai pengukuran beda
potensial terbaca nol.
 Hasil penjumlahan nilai–nilai pengukuran tersebut diatas merupakan Total mV.

Perbedaan dari kedua metode ini hanya didasarkan pada kebutuhan teknis. Karena
dalam pergeseran dengan alat pengukur DCVG yang memiliki kabel untuk merentang tidak
terlau panjang, maka akan digunakan metode Dua Halfcell Bergerak. Kelebihan lainnya adalah
metode Dua Half cell Bergerak dapat dilakukan hanya oleh satu orang.
Kemudian setelah mendapatkan variable Total mV, besar kerusakan coating dapat
diestimasi dengan persamaan yang menggabungkan antara IR Drop dan Total mV.
Gambar2.5 Visualisasi Kerusakan Coating berdasarkan Voltage Gradient
(Sumber:Dokumen Presentasi Indocorr)

Nilai dari IR drop dari persamaan tersebut diatas,diambil dari pengukuran IR drop pada
2 test point terdekat dari lokasi coating defect (lokasi coating defect berada diantara 2 test
point). Nilai IR drop pada masing – masing test point merupakan selisih dari potensial pipa
terhadap tanah pada saat CP on dan potensial pipa terhadap tanah pada saat CP off. Apabila
hasil pengukuran selisih potensial on/off di kedua test point sama, maka nilai itulah yang
digunakan sebagai nilai IR drop. Tetapi apabila dari hasil pengukuran didapatkan nilai selisih
potensial yang berbeda diantara kedua test point tersebut, maka nilai selisih potensialnya bisa
ditentukan dengan cara ekstrapolasi dari jarak antara testpoint dengan lokasi coating defect.
Ukuran dari coating defect diekspresikan dalam hubungan IR potensial drop dalam
tanah dengan adanya aliran proteksi katodik dari arus paksa.
Besaran coating defect diekspresikan dalam %IR dengan formula sebagai berikut:

Gambar2.6 Grafik Karakteristik Kerusakan Coating

(Sumber: Dokumen Indocorr,2013)

Keterangan :

V1 = Potensial terukur pada test box pertama(mV)


V2 = Potensial terukur pada test box kedua(mV)
X= Jarak test box atau panjang pipa dari test box pertama(m)
dX =Letakatau posisi kebocoran pipa(m)
Dari hasil perhitungan % IR, maka dapat diketahui seberapa besar kerusakan
coating. Untuk menentukan tingkat kerusakan coating dapat didasarkan sesuai table berikut:

Tabel 2.1 Tingkat Kerusakan Coating berdasarkan% IR


Klasifikasi Kerusakan %IR
Ringan 0-15
Sedang 15-35
Berat 35-70
Parah 70-100
(Sumber : Dokumen Presentasi Indocor, 2013

III. METODOLOGI
3.1. CIPS
3.1.1. Alat
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :

No. Nama Alat


1. Simulator Perpipaan

2. Elwktroda Standar Cu/CuSO4 (1 pasang)


3. Voltmeter Digital
4. Transformator
5. Recifer
6. Kabel
Peralatan safety untuk personil (helmet, safety boot, goggle,
7. dan gloves)

3.1.2. Prosedur Percobaan


 Persiapan

Test Point, pastikan kabel pipa terhubung dengan kabel


anoda (kondisi sistem proteksi katodik bekerja).

Rangkai Peralatan dengan langkah– langkah sebagai


berikut: Hubungkan Kabel Pipa/Anoda dengan kabel
yang terhubung dengan positif dari alat CIPS.

Setting Data sesuai dengan User Manual dari alat CIPS

Masukkan default untuk pembacaan potensial proteksi


minimum sebesar -850 mV

Kalibrasi bacaan data (kedua data menunjukkan nilai


bacaan potensial yang sama pada lokas iyang sama).
 Prosedur Pengambilan Data

Survey CIPS dilakukan tepat diatas permukaan tanah dimana pipa terpendam.

Pengambilan data (data logging) dilakukan setiap interval jarak titik pengukuran
(meter) daripergerakan Alat CIPS.

Pastikan rangkaian peralatan tidak terputus selama pengambilan data.

 Interpretasi Data
Data hasil survey CIPS yang telah berbentuk grafik akan lebih mudah untuk
diinterpretasi, mengingat grafik langsung memuat bacaan nilai potensial proteksi
terhadap jarak pengukuran dari titik awal.

3.2. DCVG
3.2.1. Alat
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :

N0. Nama Alat


1. Simulator Perpipaan

2. Elwktroda Standar Cu/CuSO4 (1 pasang)


3. Voltmeter Digital
4. Transformator
5. Recifer
6. Kabel
Peralatan safety untuk personil (helmet, safety boot, goggle,
7. dan gloves)

3.2.2. Prosedur Percobaan


Menghubungkan Transformator dengan sumber arus AC 220V

Menghubungkan Rectifier dengan Transformator.

Mengatur Set Potensial Proteksi di Angka 4.5V

Menyalakan Main Switcher ke Posisi 1

 Mengoperasikan Proteksi Arus Paksa

 Pemasangan Alat Ukur DCVG

Siapkan dua buah halfcell dan satu buah multimeter.

Sambungkan kabel dari masing-masing halfcell


kepada multimeter.

 Mencari Nilai Overline (OL/RE) dan Tititk Kerusakan Coating Pipa

Telusuri daerah yang diduga terdapat kerusakan coating pada pipa


dengan melihat data pengukuran CIPS.

Tancapkan kedua buah halfcell diantara pipa sampai


menemukan nilai 0 mV di multimeter.

Titik kerusakan coating pipa terdapat ditengah jarak halfcell.

 Mencari Nilai Remote Earth

Tancapkan satu halfcell pada titik kerusakan pipa.

Tancapkan satu halfcell lainnya tegak lurus dengan pipa.

Catat nilai yang terbaca oleh multimeter sampai terjadi


perubahan yang tidak signifikan.
IV. DATA PENGAMATAN
4.1 CIPS
V1 : -4,68 V
V2 : -1,108 V
Jarak : 60 cm
Titik Potensial Sel
ke-
(V)
1 -1,108
2 -1,115
3 -1,114
4 -1,115
5 -1,083
6 -0,859
7 -1,121
8 -0,904
9 -1,135
10 -0,845
11 -1,000
12 -0,855
13 -1,158
14 -1,166
15 -0,874
16 -0,939
17 -0,863
18 -0,842
19 -0,849
20 -1,066

*Daerah yang diberi warna merah diprediksi terjadi kebocoran pada pipa
Potensial Sel VS Titik ke-
1

Potensial Sel
1

0
0 5 10 15 20 25
Titik Ke-

4.2. DCVG
Jarak : 30 Cm

Potensial Sel
Titik ke -
(mV)

1 -2.3

2 -3.7

3 -27.7

4 -7.5

5 -21.6

6 -15.1

7 -21.1

Potensial Sel vs Titik ke-


30

25

20
Potensial Sel

15

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Titik Ke-
𝑷 𝒅𝒙
= 𝑽𝟏 − (𝑽𝟏 − 𝑽𝟐)
𝑹𝑬 𝒙
𝑷 𝟏, 𝟖
= 𝟒, 𝟔𝟖 − (𝟒, 𝟔𝟖 − 𝟏, 𝟏𝟎𝟖)
𝑹𝑬 𝟐𝟎
𝑷
= 𝟒, 𝟑𝟓𝟖
𝑹𝑬
𝑶𝑳
= 𝟎, 𝟎𝟎𝟕𝟓 + 𝟎, 𝟎𝟐𝟕𝟕 + 𝟎, 𝟎𝟎𝟑𝟕 + 𝟎, 𝟎𝟎𝟐𝟑
𝑹𝑬
𝑶𝑳
= 𝟎, 𝟎𝟒𝟏𝟐
𝑹𝑬
𝑶𝑳
%𝑰𝑹 = 𝑹𝒆
𝑷
𝑹𝑬
𝟎, 𝟎𝟒𝟏𝟐
%𝑰𝑹 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝟒, 𝟑𝟓𝟖
%𝑰𝑹 = 𝟎, 𝟗%

Kebocoran yang terjadi termasuk kebocoran ringan karena kurang 15%

V. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yaitu CIPS dengan tujuan untuk mengetahui integritas dari jalur pipa khususnya
berkatan dengan efektifitas kerja dari sistem proteksi katodik. Sedangkan, DCVG bertujuan untuk
mendeteksi adanya cacat pad acoating pipa yang terpendam didalam tanah.
Pertama, praktikum dimulai dengan mengukur nilai potensial pipa dari test box awal sampai akhir dengan
jarak kurang lebih 30cm menggunakan elektroda standar CuSO4. Percobaan CIPS ini untuk mengetahui
bagian dari pipa yg mengalami kebocoran maka nilai potensialnya akan lebih kecil karena hambatan pada
pipa yang mengalami kebocoran akan kecil.
Setelah dilakukan metode CIPS dan didapatkan daerah yg mengalami kebocoran atau potensialnya
rendah dilakukan praktikum DCVG untuk mengetahui seberapa besar kebocoran.
Berdasarkan percobaan yg telah dilakukan terjadi kebocoran pada pipa sebesar 0,9%, kebocoran ini
termasuk ringan karena kurang dari 15%.

VI. SIMPULAN
1. Kebocoran terjadi pada titik ke -18 pada metode CIPS
2. Kerusakan yg didapat sebesar 0,9% hal tersebut terimasuk pada kerusakan ringan
VII. DAFTAR PUSTAKA
1. Jones, D.A. 1997. “Priciples and Prevention of Corrosion”. 2nd edition, Practice
Hall, Singapore.
2. Bariyyah, Mariana. 2012. “Analisa Risiko Pipa Transmisi gas Onshore di
Sumatera”. Universitas Indonesia. Depok.
3. Tim Dosen Politeknik Negeri Bandung. “Jobsheet Praktikum Pengendalian
Korosi” Hal V1-VI17. Politeknik Negeri Bandung. Bandung.
VIII. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai