Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Serologi adalah ilmu yang mempelajari reaksi antigen dan antibodi secara invitro.
Pemeriksaan serologi adalah pemeriksaan yang menggunakan serum. Untuk dapat menegakkan
diagnosa suatu penyakit infeksi maka harus dilakukan isolasi atau menemukan kuman
penyebabnya. Proses isolasi atau menemukan kuman tersebut memakan waktu yang cukup lama
dan sulit dalam pelaksanaannya. Apabila suatu kuman masuk ke dalam tubuh maka kuman
tersebut merupakan suatu antigen (benda asing) bagi tubuh dan selanjutnya akan merangsang
tubuh untuk membentuk antibodi. Dengan terbentuknya antibodi dalam tubuh maka hal ini akan
membantu dalam menegakkan diagnosa suatu penyakit. Proses untuk menemukan atau
mendeteksi adanya antigen dan antibodi tersebut yang selanjutnya dikenal dengan pemeriksaan
serologi. Pemeriksaan serologi mempunyai hasil yang sangat bervariasi tergantung pada respon
imun saat pemeriksaan laboratorium dilakukan dan lamanya kelainan yang dialami penderita.
Dengan pemeriksaan serologi dimungkinkan melakukan pengamatan secara invitro terhadap
perubahan kompleks antigen-antibodi. Pengujian tersebut berdasar pada proses presipitasi atau
aglutinasi atau aktivasi komplemen. Beberapa contoh pemeriksaan serologi adalah WIDAL,
VDRL, Toxoplasmosis, Hepatitis, AIDS

WIDAL

Widal adalah pemeriksaan serologi untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit demam
thypoid. Dalam pemeriksaan ini dipakai suspensi kuman Salmonela Typhosa, Salmonela
Paratyphosa sebagai antigen untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap kedua kuman
Salmonela tersebut dalam serum penderita.

Apabila terjadi pertemuan antara antigen dan antibodinya yang sejenis, maka akan terjadi proses
AGGLUTINASI.
STRUKTUR ANTIGENIK KUMAN SALMONELA TYPHOSA
Untuk pemeriksaan Widal, dipakai antigen O dan antigen H, sedangkan antigen Vi biasanya
dipakai untuk mendeteksi adanya karrier.
Sifat dan ciri khas antigen O adalah :
· Merupakan lapisan luar dari kuman.
· Merupakan suatu lipopolisakarida.
· Bersifat sebagai endotoxin.
· Tahan terhadap pemanasan dan alcohol.
· Tidak tahan terhadap formalin.
Sifat dan ciri khas antigen H adalah :
· Terhadap pada flagella / fimbriae.
· Merupakan suatu protein.
· Tahan terhadap formalin.
· Tidak tahan terhadap panas dan alcohol.
Sifat dan ciri khas antigen Vi adalah :
· Terdapat pada Kapsul kuman.
· Berperan pada karier.
PATOGENESA DEMAM TYPHOID
Kuman S. Typhii dan S. Paratyphii masuk ke dalam tubuh kita melalui saluran pencernaan
mencapai epithel usus kemudian menembus kelenjar lymphe usus (PLAQUE of PAYER), dan
kemudian berkembang biak dikelenjar lymphe tersebut.
Dari kelenjar lymphe tersebut kemudian masuk ke ductus thoracicus dan akhirnya ke aliran
darah hingga mencapai liver, kandung empedu, limpa, ginjal dan sumsum tulang dan
berkembang biak lagi didalam organ-organ tersebut.
Seluruh proses ini memakan waktu selama 7-10 hari.
Dari organ-organ tersebut kemudian masuk kedalam aliran darah lagi (stadium bakteremia
kedua) dan melepaskan endotoxin sehingga menimbulkan gejala-gejala penyakit demam typhoid
seperti misalnya : mual, febris, pusing, perut kembung dsb. Adanya endotoxin di dalam
darahtersebut juga merangsang pembentukan antibodi terhadap kuman salmonella tersebut.
Proses pembentukan antibodi tersebut memerlukan waktu kurang lebih 1 minggu.
Selanjutnya kuman akan dimakan oleh sel macrophage sehingga kuman di dalam darah akan
menghilang.
Adapun antibodi yang mula-mula dibentuk adalah : Antibodi terhadap antigen O, kemudian
menyusul antobodi terhadap antigen H, dan yang paling akhir adalah antibodi terhadap antigen
Vi.
Titer (kadar) antibodi didalam aliran darah ini baru dapat dideteksi pada hari ke 15-17 setelah
kuman masuk kedalam tubuh, dan mencapai kadar puncak pada minggu ke 4-5, kemudian akan
menghilang setelah 6-12 bulan untuk antibodi terhadap antigen H.
Peningkatan titer antibodi didalam tubuh sebanyak 4 kali pada pemeriksaan ulangan merupakan
diagnosa pasti demam thypoid. (misalnya : dari 1/100 menjadi 1/400)
TEKNIK PEMERIKSAAN
1. CARA SLIDE :
1 tetes serum (antibodi) ditambah 1 tetes antigen salmonella dan dilakukan pada sebuah obyek
glass. Bila terjadi agglutinasi berarti hasil + dan ini harus dikonfirmasi.
Tabung pada baris pertama ditambah dengan antigen O, tabung pada baris kedua ditambah
dengan antigen H, tabung pada baris ketiga ditambah dengan antigen para typhhus A, sedangkan
tabung pada baris keempat ditambah dengan antigen para – typhus B.

Kemudian keseluruhan tabung tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C. Setelah itu
dilakukan pembacaan pada masing-masing tabung.
Keuntungan dari pemeriksaan Widal adalah : tekniknya sederhana, mudah dan murah.
Kerugian dari pemeriksaan Widal adalah :
ü Adanya reaksi silang
ü Nilai normal daerah endomis tidak sama dengan daerah no endemis
ü Bila terjadi gangguan proses immunitas, pembentukan antibodi terganggu maka Test Widal dapat
memberikan hasil negative palsu.
ü Tidak digunakan untuk evaluasi teraphi

Pemeriksaan HBsAg
a) Metode rapid test
· Deskripsi
HBsAg adalah penanda awal infeksi Hepatitis B. Bila HBsAg menetap dalam darah > 6
bulan, berarti telah terjadi infeksi kronis.
·
Prinsip
HBsAg dalam sampel akan berikatan dengan anti HBs colloidal gold konjugat membentuk
komplek yang akan bergerak melalui membran area tes yang telah dilapisi oleh anti HBs.
Kemudian terjadi reaksi membentuk garis berwarna merah muda keunguan yang menunjukkan
hasil positif.
· Alat dan Bahan
Alat :
- KIT AKON ® HbsAg
- Mikropipet 100 µL
- Pipet Tetes
- Tabung Reaksi
Bahan :
- Sampel (Serum)
· Prosedur Pemeriksaan :
1) Disiapkan rapid test, simpan pada permukaan mendatar
2) Tambahkan 3 tetes atau 100 µL serum pada well sampel
3) Ditunggu reaksi yang terjadi, hasil baca tidak lebih dari 20 menit.
· Interpretasi Hasil
Positif : Jika terdapat garis pada bagian control dan tes
Negatif : Jika terdapat garis pada bagian control saja.
b) Metode MEIA
· Manfaat :
(1) Mendeteksi dan mendiagnosis infeksi Hepatitis B;
(2) Uji skrining donor darah dan pra-vaksinasi Hepatitis B; dan
(3) Memantau viral clearance.
· Persyaratan & Jenis Sampel
Serum, Plasma (Na heparin, Na sitrat atau EDTA)
· Stabilitas Sampel
2-8 °C : 5 hari, -10 °C atau lebih dingin : > 5 hari (dibekukan)
· Catatan
Semua sampel yang akan diperiksa disentrifuge dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit.
Hindari beku ulang, dan jangan menggunakan sampel yang diinaktifasi dengan pemanasan.

Pemeriksaan VDRL
a. Tujuan Pemeriksaan
Untuk mendeteksi adanya antibodi non-treponema (Reagin)
b. Prinsip pemeriksaan
1) Pada penderita sifilis akan terbentuk antibody yang terjadi sebagai reaksi terhadap bahan-
bahan yang dilepaskan karena kerusakan sel-sel antibody tersebut disebut regain
2) Regain dalam serum penderita akan berflokulasi bila ditambahkan kardiolipin yaitu antigen
yang berasal dari ekstraksi hati sapi.
c. Alat dan Bahan Pemeriksaan
1) Alat:
- Objek glass
- Mikropipet 10 µl, 20 µl, 40 µl
- Pipet ukur 10 ml
- Mikroskop
- Penangas air
2) Bahan:
- Serum darah dan cairan otak
- Antigen VDRL
- Larutan garam buffer
- Larutan garam fisiologis (0,9%)
d. Metode
- Slide
e. Prosedur pemeriksaan VDRL pada serum
Persiapan sampel
· Serum yang jernih dipanaskan dulu dalam penangas air pada suhu 56 °C selama 30 menit,
jangan memakai serum yang keruh atau hemolisis.
· Pemanasan serum perlu diulang pada 56 °C selama 10 menit bila pemeriksaan dilakukan lebih
dari 4 jam setelah pemanasan yang pertama.
· Pemeriksaan dilakukan bila suhu serum sudah sama dengan suhu kamar (23-29 °C).
Reagen
· Antigen harus tidak berwarna merupakan larutan dalam alcohol yang mengandung 0,03%
kardiolipin, 0,9% kolesterol dan leucithin murni (0,21%). Antigen harus disimpan dalam ruangan
gelap pada suhu 6-8 °C. bilamana terjadi presipitat, maka larutan antigen tersebut tidak dapat
dipergunakan lagi dan harus dibuang. Suspense antigen baru harus dibandingkan terlebih dahulu
terhadap larutan antigen yang reaktivitasnya sudah diketahui sebelum dipergunakan dalam
pemeriksaan rutin.
· Larutan garam buffer VDRL dengan pH 6,0+0,1 terdapat komersial atau dapat dibuat dengan
komposisi sebagai berikut:
Formaldehyde netral : 0,5 ml
· Na2HPO4 : 0,037 gr
· KH2PH2PO4 : 0,170 gr
· NaCl : 10.0 gr
· Aquadest ad : 1000 ml
· Larutan garam fisiologis (0,9 % NaCl)
Persiapan Suspensi Antigen
· Terlebih dahulu simpan botol antigen dan larutan garam buffer VDRL pada suhu kamar
selama 15 menit.
· Pipet 400 µl larutan garam buffer, masukkan kedalam botol reagen ukuran 30 ml. kemudian
ditambahkan 500 µl antigen tetes demi tetes langsung diatas larutan garam buffer sambil
menggerakkan botol tersebut dengan gerakan memutar pada bidang yang rata.
· Lanjutkan gerakan memutar botol selama 10 detik.
· Tambahkan 4100 µl larutan garam buffer. Kocok 30 kali dalam 10 detik.
· Suspense antigen siap untuk dipakai dan hanya tahan selama 1 hari.

Prosedur pemeriksaan kualitatif


· Simpan semua alat pemeriksaan, serum dan suspense antigen pada suhu kamar (23°C –
29°C).pemeriksaan yang dilakukan di bawah suhu kamar memberikan reaktivitas yang lebih
rendah, sebaliknya bila di atas suhu kamar reaktivitasnya meningkat.
· Pipet 50 µl serum yang sudah dipanaskan ke atas permukaan slide
· Pipet 50 µl suspense antigen dan teteskan diatas setiap tetes serum dengan posisi vertical.
· Slide disimpan di atas rotator dan rotator dihidupkan selama 4 menit. Bila pemeriksaan
dilakukan pada udara yang kering dan panas. Sebaiknya slide disimpan di dalam kotak yang
berisi tissue/kapas basah untuk menghindari adanya penguapan yang berlebihan.
· Pembacaan dilakukan segera setelah rotator berhenti dengan menggunakan mikroskop
pembessaran 100x.
Pembacaan Hasil
Laporan hasil cukup dengan menyebutkan non-reaktif, reaktif lemah atau reaktif
· REAKTIF : Bila tampak gumpalan sedang atau besar
· REAKTIF LEMAH : Bila tampak gumpalan kecil-kecil
· NON REAKTIF : Bila tidak tampak flokulasi/gumpalan.
Prosedur pemeriksaan kuantitatif
- Letakkan serum sampel pada baris terdepan rak dan baris kedua berisi tabung dengan 700 µl
larutan garam fisiologis
- Buat pengenceran 1:8 dengan menambahkan 100 mikro serum ke dalam 0,7 ml larutan garam
fisiologis.
- Campur hingga homogen.
- Letakkan 40 mikro. 20 mikro dan 10 mikro serum yang sudah diencerkan pada lingkaran ke
4. 5 dan 6 dari slide keramik.
- Buang sisa serum yang sudah diencerkan tadi kedalam tabung pengenceran.
- Dengan menggunakan pipet yang sama, letakkan 40 mikro, 20 mikro dan 10 mikro serum
yang tidak diencerkan pada lingkaran pertama, kedua dan ketiga.
- Tambahkan 20 mikro larutan garam fisiologis pada lingkaran ke 2 dan 5.
- Tambahkan 30 mikro larutan garam fisiologis pada lingkaran ke 3 dan 6
- Slide digoyang perlahan-lahan dengan menggunakan kedua belah tangan selama kurang lebih
15 detik untuk memperoleh campuran yang homogen.
- Tambahkan 10 mikro suspense antigen pada tiap lingkaran.
- Tahap selanjutnya dilakukan seperti pemeriksaan VDRL kualitatif.
- Hasil dilaporkan dengan menyebutkan pengenceran serum tertinggi yang masih memberikan
hasil reaktif.
CONTOH:
Pengenceran serum Laporan hasil hasil
1:1 Reaktif (+) Reaktif pada
pengenceran
1:2 Reaktif 1:8
1:4 Reaktif Atau
1:8 Reaktif Reaktif pada
pengenceran
1:16 Non reaktif 8 kali
1:32 Non reaktif

Pemeriksaan TPHA (Treponema Pallidum Hemaglutination Assay)


a) Metode : indirek hemaglutinasi
b) Prinsip
Antibodi spesifik untuk T.pallidum yang ada di dalam serum pasien akan beraglutinasi dengan
awetan eritrosit burung yang terdapat dalam reageant Plasmatec TPHA yang telah dilapisi
komponen antigenik patogen T.pallidum (Nichol Strain) dan menunjukkan pola aglutinasi pada
sumur mikrotitrasi.
c) Dasar Teori
Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) merupakan suatu pemeriksaan serologi
untuk sifilis dan kurang sensitif bila digunakan sebagai skrining (tahap awal atau primer) sifilis.
Manfaat pemeriksaan TPHA sebagai pemeriksaan konfirmasi untuk penyakit sifilis dan
mendeteksi respon serologis spesifik untuk Treponema pallidum pada tahap lanjut atau akhir
sifilis. Untuk skirining penyakit sifilis biasanya menggunakan pemeriksaan VDRL atau RPR
apabila hasil reaktif kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA sebagai konfirmasi
(Vanilla, 2011).
TPHA merupakan tes yang sangat spesifik untuk melihat apakah adanya antibodi terhadap
treponema. Jika di dalam tubuh terdapat bakteri ini, maka hasil tes positif. Tes ini akan menjadi
negatif setelah 6 - 24 bulan setelah pengobatan. Bakteri-bakteri yang lain selain keluarga
treponema tidak dapat membuat hasil tes ini menjadi positif (Anonim, 2013).
Pemeriksaan TPHA dilakukan berdasarkan adanya antibodiTreponema Palidum yang akan
bereaksi dengan antigen treponema yang menempel pada eritrosit sehingga terbentuk aglutinasi
dari eritrosit-eritrosit tersebut (Vanilla, 2011).
Keunggulan metode TPHA untuk pemeriksaan Sifilis dibandingkan metode lain:
1. Teknik dan pembacaan hasilnya mudah, cukup spesifik dan sensitive (dapat mendeteksi titer –
titer yang sangat rendah)
2. Bakteri lain selain dari family Treponema tidak dapat memberikan hasil positif
Namun, metode TPHA memiliki beberapa kekurangan, antara lain:
1. Harganya mahal
2. Pengerjaannya membutuhkan waktu inkubasi yang lama, hampir 1 jam.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan TPHA antara lain :
1. Jangan menggunakan serum yang hemolisis karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
2. Serum atau plasma harus bebas dari sel darah dan kontaminasi mikrobiologi
3. Jika terdapat penundaan pemeriksaan, serum disimpan pada suhu 2-80C dimana dapat bertahan
selama 7 hari dan bila disimpan pada suhu -200C, serum dapat bertahan lebih lama.
4. Serum atau plasma yang beku sebelum dilakukan pemeriksaan harus dicairkan dan
dihomogenkan dengan baik sebelum pemeriksaan.
5. Reagen harus disimpan pada suhu 2-80C jika tidak digunakan dan jangan disimpan di freezer.
6. Uji TPHA menunjukkan hasil reaktif setelah 1-4 minggu setelah terbentuknya chancre.
7. Dalam melakukan pemeriksaan harus menyertakan kontrol positif dan kontrol negatif
d) Alat, Bahan, dan Reagen
Alat
1. Mikropipet 190 µl, 10 µl, 25 µl, dan 75 µl
2. Microplate
3. Yellow tip
Bahan
1. Serum
Reagen
1. Plasmatec TPHA Test Kit mengandung:
- R1 : Test sel
- R2 : Control sel
- R3 : Diluent
- R4 : Control positif
- R5 : Control negatif
e) Langkah Kerja
Uji Kualitatif
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Setiap komponen kit dan sampel dikondisikan pada suhu kamar.
3. Semua reagen dihomogenkan perlahan
4. Diluents ditambahkan sebanyak 190 µl dan sampel ditambahkan sebanyak 10µl pada sumur 1
lalu dihomogenkan
5. Campuran pada sumur 1 dipipet sebanyak 25 µl dan ditambahkan pada sumur 2 dan 3
6. Control sel sebanyak 75 µl ditambahkan pada sumur 2 lalu dihomogenkan
7. Test sel sebanyak 75 µl ditambahkan pada sumur 3 lalu dihomogenkan
8. Sumur diinkubasi pada suhu ruang selama 45 – 60 menit.
9. Aglutinasi yang terjadi diamati
10. Sampel yang menunjukan hasil aglutinasi positif dilanjutkan ke uji semi kuantitatif.
11. Note : control positif dan negatif selalu disertakan dalam setiap uji tanpa perlu diencerkan.
Uji Semi Kuantitatif
3. Alat dan bahan disiapkan
4. Setiap komponen kit dan sampel dikondisikan pada suhu kamar
5. Semua reagen dihomogenkan perlahan
6. Sumur mikrotitrasi disiapkan dan diberi label no. 1 sampai 8
7. Pengenceran sampel dibuat pada sumur yang berbeda dengan sumur mikrotitrasi dengan
mencampur 190 µl diluents dan 10 µl sampel
8. Sumur mikrotitrasi no. 1 dikosongkan
9. Sumur mikrotitrasi no. 2 – 8 ditambahkan 25µl diluent
10. Pada sumur mikrotitrasi no. 1 dan 2 ditambahkan 25 µl sampel yang telah diencerkan.
11. Campuran pada sumur 2 dipipet 25 µl dan ditambahkan pada sumur 3, lalu dihomogenkan.
Begitu seterusnya sampai sumur 8
12. Campuran pada sumur 8 dipipet 25 µl dan dibuang
13. Control sel sebanyak 75 µl ditambahkan pada sumur mikrotitrasi no. 1 lalu dihomogenkan
14. Tes sel sebanyak 75 µl ditambahkan pada sumur mikrotitrasi no. 2-8 lalu dihomogenkan
15. Sumur diinkubasi pada suhu ruang selama 45 – 60 menit
16. Aglutinasi yang terjadi dibaca, dan ditentukan titernya
f) Interprestasi Hasil
Uji Kualitatif
Hemaglutinasi positif ditandai dengan adanya bulatan berwarna merah dipermukaan sumur, hasil
negatif terlihat seperti titik berwarna merah di tengah dasar sumur
Tingkatan aglutinasi:
+4 : bulatan merah merata pada seluruh permukaan sumur
+3 : bulatan merah terdapat di sebagian besar permukaan sumur
+2 : bulatan merah yang terbentuk tidak besar dan tampak seperti cincin
+1 : bulatan merah kecil dan tampak cincin terang
+/- : tampak cincin dengan warna bulatan merah yang samar
- : Tampak titik berwarna merah didasar sumur

Uji Semi Kuantitatif


Titer : pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan aglutinasi
Sumur 1 2 3 4 5 6 7 8
Titer (control 1:80 1:160 1:320 1:640 1:1280 1: 2560 1: 5120
cell)

Pemeriksaan HIV
a). Metode :Imunokromatografi (Rapid Test)
Tujuan : Mendeteksi keberadaan virus HIV atau antibod HIV dalam sampel Serum.
Prinsip :
Specimen yang di teteskan pada ruang membrane
bereaksi dengan partikel yang telah dilapisi dengan protein A yang terdapat pada bantalan
specimen. Selanjutnya akan brgerak secara kromatografi dan bereaksi dengan antigen HIV
rekombinan yang terdapat pada garis test. Jika specimen mengandung antibody HIV maka akan
timbul garis warna.

Dasar Teori
HIV adalah suatu virus yang dapat menyebabkan
penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh,
sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawaninfeksi. Seperti virus lain pada umumnya, HIV
hanya dapat bereplikasi dengan memanfaatkan sel inang. Siklus hidup HIV diawali dengan
penempelan partikel virus (virion) dengan reseptor pada permukaan sel inang, di antaranya
adalah CD4, CXCR5, dan CXCR5. Sel-sel yang menjadi target HIV adalah sel dendritik, sel T,
dan makrofaga. Sel-sel tersebut terdapat pada permukaan lapisan kulit dalam
(mukosa) penis,vagina, dan oral yang biasanya menjadi tempat awal infeksi HIV. Selain itu,
HIV juga dapat langsung masuk ke aliran darah dan masuk serta bereplikasi di noda limpa.
Alat dan Bahan:
Alat :
- Strip HIV/Test card HIV
- Pipet tetes
Tabung reaksi kecil + rak
Bahan :
- Sampel serum
- Sampel dilution buffer
Cara Kerja :
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dimasukkan 3 tetes serum pada sumur sampel.
3. Ditambahkan 1 tetes larutan buffer.
4. Didiamkan selama beberapa menit.
5. Dibaca reaksi yang terjadi.
b). Pemeriksaan ELISA
Mekanisme :
· Virus HIV ditumbuhkan pada biakan sel
· Dirusak dan dilekatkan pada biji-bijin polistiren atau sumurmicroplate
· Inkubasi serum atau plasma yang akan diperiksa dengan antigen tersebut selama 30 menit
sampai 2 jam, lalu cuci
· Bila positif IgG(immunoglobulin G) yg menempel pada biji2 / sumur microplate, maka akan
terjadi reaksi pengikatan antigen-antibodi ; antibodi anti-IgG sudah diberi label dengan enzim
alkali fosfatase, horseradish peroxidase
· Akan berwarna bila ditambah dengan suatu substrat
· Ada yang lebih spesifik, yaitu test EIA dengan ikatan dari heavy & light chain dari Human
Immunoglobulin à mampu mendeteksi IgM dan IgG
· Umumnya hasil akan positif pada fase dimana timbul gejala pertama AIDS (AIDS Phase) dan
sebagian kecil akan negatif pada fase dini AIDS (Pre AIDS Phase)
Kelebihan test ELISA yaitu :
· Nilai sensitivitas yang tinggi ; 98,1%-100 %
· Meski demikian, perdictive value hasil test positif tergantung dari prevalensi HIV di
masyarakat ; pada penderitaà100%, donor darahà5%-100%, hasil negatif pada
masyarakat à99,99% sampai 76,9%
Kekurangan path test ELISA yg perlu diperhatikan :
· Pemeriksaan ELISA hanya mendeteksi antibodi, bukan antigen (akhir-akhir ini sudah
ditemukan test ELISA untuk antigen). Oleh karena itu test uji baru akan positif bila penderita
telah mengalami serokonversi yang lamanya 2-3 bulan sejak terinfeksi HIV, bahkan ada yang 5
bulan atau lebih (pada keadaan immunocompromised).Kasus dengan infeksi HIV laten dapat
temp negatif selama 34 bulan.
· Pemeriksaan ELISA hanya terhadap antigen jenis IgG. Penderita AIDS pada taraf permulaan
hanya mengandung IgM, sehingga tidak akan terdeteksi. Perubahan dari IgM ke IgG
membutuhkan waktu sampai 41 minggu.
· Pada umumnya pemeriksaan ELISA ditujukan untuk HIV1. Bila test ini digunakan pada
penderita HIV-2, nilai positifnya hanya 24%. Tetapi HIV2 paling banyak ditemukan hanya di
Afrika.
· Masalah false positive pada test ELISA. Hasil ini sering ditemukan pada keadaan positif
lemah, jarang ditemukan pada positif kuat. Hal ini disebabkan karena morfologi HIV hasil
biakan jaringan yang digunakan dalam test kemurniannya ber-beda dengan HIV di alam.
c). Pemeriksaan Western Blot
Pengertian :
Metode untuk deteksi protein pada sampel jaringan ,Imunoblot dg elektroforesis gel untuk
memisahkan protein asli atau perubahan oleh jarak polipeptida atau oleh struktur 3D-
protein,Protein dikirim ke membran à dideteksi dg antibody.Cukup sulit, mahal, interpretasinya
butuh pengalaman dan lama pemeriksaan kurang lebih 24 jam
Mekanisme :
· HIV murni letakan pada pada poliakrilamid gel yg diberi arus elektroforesis sehingga terurai
menurut berat protein yang berbeda-beda
· Pindahkan ke Nitrocellulosa dan inkubasi dg serum penderita
· Antibodi HIV dideteksi dg memberikan antibodi anti-human yg sudah dikonjugasi dg enzim
yg memberikan warna bila diberi suatu substrat
· Test ini dilakukan bersama dengan suatu bahan dengan profil berat molekul standar, kontrol
positif dan negatif
· Gambaran band dari bermacam-macam protein envelope dan coredapat mengidentifikasi
macam antigen HIV. Antibodi terhadap protein core HIV (gag) misalnya p24 dan
protein precursor (p25) timbul pada stadium awal kemudian menurun pada saat penderita
mengalami deteriorasi. Antibodi terhadap envelope (env) penghasil gen (gp160) dan precursor-
nya (gp120) dan protein transmembran (gp4l) selalu ditemukan pada penderita AIDS pada
stadium apa saja
· Beberapa protein lainnya yang sering ditemukan adalah: p3 I, p51, p66, p14, p27, lebih jarang
ditemukan p23, p15, p9, p7. Secara singkat dapat dikatakan bahwa bila serum mengan-dung
antibodi HIV yang lengkap maka Western blot akan memberi gambaran profil berbagai
macam band protein dari HIV antigen cetakannya
d). PCR (Polymerase Chain Reaction)
Meliputi 3 perlakuan:
¡ Denaturisasi
¡ Hibridisasi
“Primer" sekuen DNA pada bagian tertentu.
¡ Perbanyakan bagian
Oleh Tag polymerase, dengan mengadakan campuran reaksi dalam tabung mikro yang kemudian
diletakkan pada blok pemanas yang telah diprogram pada seri temperatur yang diinginkan.
Dasarnya:
¡ Target DNA diekstraksi dari spesimen
¡ Membelah dalam tabung sampai diperoleh jumlah cukup (kelipatan jutaan atau lebih)
¡ Deteksi dengan cara hibridisasi.
¡ Target didenaturisasi pada suhu 90°–95°C àDidinginkan antara 37°–50°C àannealing spesifik
antara primer dan target DNA à cetakan untuk enzimTag-polymerase (pada suhu 67°–72°C
mengkopi masing-masing rantai)
¡ Setiap produk terdiri dari sekuen yang saling melengkapi 1 dari 2 primer dan akan menguatkan
dalam lingkaran sintesis.
Hambatan diagnosis PCR: false negative.
¡ Dihindarkan dengan: memilih primer dari bagian yang berlawanan dari genome.
¡ Primer SK 38/39 dan SK 68/69: pilihan yang baik digunakan untuk HIV.
¡ Pasangan primer SK-38–39 dan atau SK-145–101 telah berhasil digunakan untuk mendeteksi HIV
pada lebih dari 96% individu dengan zat anti positif.
¡ PCR dapat mendeteksi molekul tunggal dari target DNA dan juga mengamplifikasi target yang ada
sebagai pasangan yang tidak komplet; sebaliknya kontaminasi dan campuran reaksi dengan
sejumlah target DNA yang tidak terdeteksi akan memberikan hasil false positive. Ketaatan
mengikuti prosedur dapat mengurangi risiko kontaminasi. Cara yang cepat dan sederhana dalam
menyiapkan sampel dapat pula mengurangi false positive.
PCR DNA dan RNA HIV
¡ PCR DNA HIV
· Ketersediaan primer untuk subtipe HIV memungkinkan para peneliti untuk memakai PCR
DNA HIV untuk meneliti dan melacak subtipe HIV untuk pengembangan vaksin dan penelitian
epidemiologi.
· PCR DNA HIV pertama kali dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi pada 1990. Tes sel
mononuklear darah perifer (peripheral blood mononuclear cells/ PBMC) dari bayi pada berbagai
titik waktu setelah kelahiran.
· Penelitian selanjutnya terhadap bayi yang baru lahir oleh Delamare dkk34 dan Dunn dkk35
menemukan bahwa PCR DNA HIV terdeteksi <50% infeksi HIV dalam lima hari pertama
kehidupannya. Sensitivitasnya meningkat hingga 90% setelah berusia 14 hari.
· Ketidaksensitifan PCR DNA HIV untuk mendiagnosis infeksi HIV saat
kelahiran mungkin terjadi karena kenyataan bahwa kebanyakan penularan HIV pada bayi terjadi
saat sakit kelahiran dan persalinan, dan virus tidak mencapai tingkat terdeteksi selama beberapa
minggu setelah tertular. Bayi yang terinfeksi dalam kandungan mungkin mempunyai hanya
sedikit jumlah virus yang bereplikasi.
PCR RNA HIV
· Metode yang dapat mendiagnosis bayi lebih dini, dapat mendeteksi HIV dalam darah.
· Berbeda dengan PCR DNA HIV (tes kualitatif: tes memberikan diagnosis HIV
ya/tidak), deteksi RNA HIV menyediakan informasi tambahan:
ž informasi kuantitatif tentang status virologis
ž Menghitung jumlah virus yang beredar ( “viral load” dalam copies/mL) pada pasien.
· Viral load dapat dipakai untuk:
ž mendiagnosis pasien
ž menuntun permulaan memakai ART
ž memantau tanggapan pengobatan
· Diharapkan RNA HIV:
ž akan sensitif dalam mendeteksi virus dan tetap sangat spesifikterhadap HIV
ž akan mengganti teknik biakan virus yang lebih rumit dan mahal untuk mendiagnosis bayi.

Anda mungkin juga menyukai