Anda di halaman 1dari 13

Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

PERAN PROGRAM SANIMAS DALAM PENINGKATAN


KUALITAS SANITASI MASYARAKAT DI DAERAH PADAT
PENDUDUK KHUSUSNYA PADA KOTA SEMARANG
Robby Cahyadi

Diajukan untuk melengkapi persyaratan tugas akhir studi mata kuliah


Analisa Kebijakan Spasial untuk Program Magister Teknik Sanitasi
Lingkungan yang diasuh oleh Bapak Prof. Ir. Wahyono Hadi, MSc. PhD. dan
Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg. Tahun Ajaran 2014/2015 – Mei
2015

1. PENDAHULUAN

Istilah pembangunan menurut Todaro (1998), pada hakikatnya


merupakan cerminan proses terjadinya perubahan sosial suatu masyarakat, tanpa
mengabaikan keragamaan kebutuhan dasar dan keinginaan individual maupun
kelompok sosial atau institusi yang ada di dalamnya untuk mencapai kondisi
kehidupan yang lebih baik. Sedangkan istilah pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987) adalah
proses pembangunan yang mencakup tidak hanya wilayah (lahan, kota) tetapi juga
semua unsur, bisnis, masyarakat, dan sebagainya) yang berprinsip "memenuhi
kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa
depan".
Sementara itu pengertian dan penerapan pembangunan wilayah pada
umumnya dikaitkan dengan kebijakan ekonomi atau keputusan politik yang
berhubungan dengan alokasi secara spasial dari kebijakan pembangunan
nasional secara keseluruhan. Menurut Cullis dan Jones (Nugroho dan Dahuri,
2004: Sugiharto, 2006). Pembangunan wilayah sangat tepat diimplementasikan
dalam perekonomian yang tumbuh dengan mengandalkan pengelolaan sumber
daya publik (common and public resources), antara lain sektor kehutanan,
perikanan, atau pengelolaan wilayah.1 Dengan demikian pembangunan wilayah
tentu saja memiliki kompleksitas permasalahan terkait dengan pengelolaan

1
Sugiharto, 2006. “Pembangunan dan Pengembangan Wilayah”, Cet. Ke-1. USU Press, Medan.
hlm.34.

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat


Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 1
Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

sumberdaya-sumberdaya tersebut, mengintensifkan pembinaan lingkungannya


ataupun yang terkait dengan masalah moral pelaksananya. Namun untuk
sebagian orang lain, konsep "pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah,
karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas. Salah satu faktor yang harus
dihadapi untuk mencapai pembangunan wilayah yang berkelanjutan adalah
bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan
pembangunan ekonomi dan keadilan sosial di wilayah tersebut.
Mengingat pembangunan wilayah yang berkelanjutan memiliki makna
yang multidimensional, maka diperlukan mekanisme pengambilan keputusan yang
tepat melalui analisis kebijakan pembangunan wilayah yang mampu
mengkombinasikan dan mentransformasikan substansi dan metode beberapa
disiplin ilmu. Lebih jauh lagi analisis tersebut harus manghasilkan informasi yang
relevan dengan kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah-masalah
publik tersebut.

2. KONSEP DASAR TEORI DAN KONSEP KEBIJAKAN SPASIAL


DALAM PENGELOLAAN SANITASI LINGKUNGAN

2.1 Dasar hukum kebijakan pembangunan wilayah/spasial di Indonesia


Pengertian wilayah dipahami sebagai ruang permukaan bumi dimana
manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktifitas. Sementara itu wilayah
menurut Hanafiah (1982) adalah unit tata ruang yang terdiri atas jarak, lokasi,
bentuk dan ukuran atau skala. Dengan demikian sebagai satu unit tata ruang yang
dimanfaatkan manusia, maka penataan dan penggunaan wilayah dapat
terpelihara. Sedangkan Hadjisaroso (1994) menyatakan bahwa wilayah adalah
sebutan untuk lingkungan pada umumnya dan tertentu batasnya. Misalnya
nasional adalah sebutan untuk wilayah dalam kekuasaan Negara, dan daerah
adalah sebutan untuk batas wilayah dalam batas kewenangan daerah.
Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang, wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan
atau aspek fungsional.

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat


Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 2
Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

Struktur perencanaan pembangunan nasional saat ini mengacu pada


Undang-Undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional. UU
tersebut mengamanahkan bahwa kepala daerah terpilih diharuskan menyusun
rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dan rencana pembangunan
jangka panjang (RPJP) di daerah masing-masing. Dokumen RPJM ini akan
menjadi acuan pembangunan daerah yang memuat, antara lain visi, misi, arah
kebijakan, dan program-program pembangunan selama lima tahun ke depan.
Sementara itu juga, dengan dikeluarkan UU No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN
2005-2025, maka ke dalam – dan menjadi bagian – dari kerangka perencanaan
pembangunan tersebut di semua tingkatan pemerintahan perlu mengintegrasikan
aspek wilayah/spasial. Dengan demikian 33 provinsi dan 496 kabupaten/kota yang
ada di Indonesia harus mengintegrasikan rencana tata ruangnya ke dalam
perencanaan pembangunan daerahnya masing-masing). Seluruh kegiatan
pembangunan harus direncanakan berdasarkan data (spasial dan nonspasial) dan
informasi yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.2
Sesungguhnya landasan hukum kebijakan pembangunan wilayah di
Indonesia terkait dengan penyusunan tata ruang di Indonesia secara umum
mengacu pada UU tentang Penataan Ruang. Pedoman ini sebagai landasan
hukum yang berisi kewajiban setiap provinsi, kabupaten dan kota menyusun tata
ruang wilayah sebagai arahan pelaksanaan pembangunan daerah.
Rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang
sangat umum sampai tingkat yang sangat perinci seperti dicerminkan dari tata
ruang tingkat provinsi, kabupaten, perkotaan, desa, dan bahkan untuk tata ruang
yang bersifat tematis, misalnya untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, jaringan
jalan, dan lain sebagainya. Kewajiban daerah menyusun tata ruang berkaitan
dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah. Menindaklanjuti undang-
undang tersebut, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
327/KPTS/M/2002 menetapkan enam pedoman bidang penataan ruang, meliputi:
1. Pedoman penyusunan RTRW provinsi.
2. Pedoman penyusunan kembali RTRW provinsi.
3. Pedoman penyusunan RTRW kabupaten.

2
Meneg PPN/Ketua Bappenas, 2009. Seminar Nasional Sosialisasi RUU Informasi Geospasial:
Kebijakan Perencanaan Pembangunan yang Didukung Data Geospasial. Hotel Borobudur, Jakarta
– 26 November

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat


Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 3
Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

4. Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten.


5. Pedoman penyusunan RTRW perkotaan.
6. Pedoman penyusunan kembali RTRW perkotaan.

Mengingat rencana tata ruang merupakan salah satu aspek dalam


rencana pembangunan nasional dan pembangunan daerah, tata ruang nasional,
provinsi dan kabupaten/kota merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan dari
aspek substansi dan operasional harus konsistensi.
Adanya peraturan perundang-undangan penyusunan tata ruang yang
bersifat nasional, seperti UU No. 25 Tahun 2004 dan Kepmen Kimpraswil Nomor
327/KPTS/M/2002 tersebut, kiranya dapat digunakan pula sebagai dasar dalam
melaksanakan pemetaan mintakat ruang sesuai dengan asas optimal dan lestari.
Dengan demikian, terkait kondisi tersebut, dokumen rencana tata ruang
wilayah (RTRW) yang ada juga harus mengacu pada visi dan misi tersebut.
Dengan kata lain, RTRW yang ada merupakan bagian terjemahan visi, misi daerah
yang dipresentasikan dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan ruang. Secara
rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. RTRW nasional merupakan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan
ruang wilayah Negara yang meliputi tujuan nasional dan arahan
pemanfaatan ruang antarpulau dan antarprovinsi. RTRW nasional yang
disusun pada tingkat ketelitian skala 1:1 juta untuk jangka waktu selama 25
tahun.
2. RTRW provinsi merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan
runag wilayah provinsi yang berfokus pada keterkaitan
antarkawasan/kabupaten/kota. RTRW provinsi disusun pada tingkat
ketelitian skala 1:250 ribu untuk jangka waktu 15 tahun. Berdasar pada
landasan hukum dan pedoman umum penyusunan tata ruang, substansi
data dan analisis penyusunan RTRW provinsi mencakup kebijakan
pembangunan, analisis regional, ekonomi regional, sumber daya manusia,
sumber daya buatan, sumber daya alam, sistem permukiman, penggunaan
lahan, dan analisis kelembagaan. Substansi RTRW provinsi meliputi: Arahan
struktur dan pola pemanfaatan ruang; arahan pengelolaan kawasan lindung
dan budi daya; arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan
tematik; arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan,

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat


Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 4
Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya;


arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan;
arahan pengembangan sistem prasarana wilayah; arahan pengembangan
kawasan yang diprioritaskan; arahan kebijakan tata guna tanah, air, udara,
dan sumber daya alam lain.
3. RTRW kabupaten/Kota merupakan rencana tata ruang yang disusun
berdasar pada perkiraan kecenderuangan dan arahan perkembangan untuk
pembangunan daerah di masa depan. RTRW kabupaten/kota disusun pada
tingkat ketelitian 1:100 ribu untuk kabupaten dan 1:25 ribu untuk daerah
perkotaan, untuk jangka waktu 5–10 tahun sesuai dengan perkembangan
daerah.

2.2 Kebijakan otonomi daerah dan pembangunan wilayah/spasial


Pembangunan dalam bidang apapun pada hakikatnya menghendaki
terjadinya keseimbangan, dan tercermin dalam konsep pemerataan
pembangunan. Terkait erat dengan idealisasi pembangunan serta pelaksanaan
pembangunan yang berimbang di daerah, maka diterbitkanlah UU No. 22 Tahun
1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua undang-undang ini
mengamanahkan pemberian kewenangan (otonomi) oleh Pemerintah Pusat
kepada Pemerintah Daerah. Otonomi daerah (OTDA) yang secara universal
dikenal sebagai desentralisasi, bukan hanya sekedar proses administrasi politik
menyangkut pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah semata, namun
yang lebih penting lagi adalah transfer proses pengambilan keputusan (transfer of
decision-making process) dalam merencanakan, melaksanakan dan
mempercepat kegiatan pembangunan, oleh daerah sendiri dan hasilnya ditujukan
untuk kesejahteraan rakyat di daerah tersebut.
Penerapan desentralisasi merupakan respon atas gagalnya sistem
pembangunan nasional yang sentralistik dan keinginan berbagai daerah untuk
mendapatkan manfaat dan rasa keadilan dalam alokasi hasil pengelolaan
sumberdaya alam. Sistem sentralistik yang diterapkan di Indonesia selama masa
orde baru selama 32 tahun (1966-1998) telah berakhir dengan kondisi antiklimaks
ditandai dengan terjadinya krisis ekonomi, sosial, dan politik. Proses
pembangunan dan peningkatan kemakmuran sebagai hasil pembangunan selama

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat


Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 5
Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

ini lebih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sentralisasi ekonomi dan pemerintahan


yang diterapkan oleh pemerintahan orde baru telah banyak menguras sumberdaya
alam (SDA) lokal dan mengalirkan keuntungan ekonomi yang diperoleh ke pusat
pemerintahan dan bisnis di Jakarta sehingga menimbulkan ketimpangan ekonomi
dan sosial di daerah. Indikator hasil pengurasan SDA secara sentralistik di
Indonesia ditunjukkan dengan terjadinya kesenjangan ekonomi antara daerah dan
pusat, distribusi pendapatan semakin melebar, tingginya tingkat kemiskinan di
daerah, kerusakan lingkungan hidup di daerah, dan lemahnya kelembagaan di
daerah.
Pelaksanaan OTDA dalam pembangunan wilayah diharapkan dapat
mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas,
meningkatkan peran serta masyarakat, dan mengembangkan fungsi dan peran
kelembagaan (legislatif) di daerah.
Asumsinya adalah dengan desentralisasi maka rentang birokrasi semakin
pendek, sehingga pembangunan dapat dijalankan lebih terfokus dan tepat sesuai
dengan aspirasi dan perkembangan masyarakat serta dinamika pembangunan.
Daerah mendapat kewenangan yang luas dalam pengaturan, pembagian, dan
pemanfaatan sumberdaya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah secara berkeadilan. Kebijakan desentralisasi yang menitikberatkan pada
penyelenggaraan otonomi di suatu daerah, menurut Djohan, 1998 (dalam
Kartodihardjo, 2004) pada hakekatnya adalah:
1. Mendekatkan penyelenggaraan dan pelayanan pemerintah dengan
masyarakat, sehingga kebijakan yang disusun akan lebih sesuai dengan
aspirasi masyarakat;
2. Mendekatkan pemerintah dengan situasi dan kondisi kehidupan masyarakat,
sehingga pemerintah dengan cepat mengetahui dan memantau
perkembangan kualitas kehidupan masyarakat;
3. Menyesuaikan kebijakan-kebijakan maupun program pemerintah dengan
kebutuhan masyarakat baik ekonomi, sosial, politik, budaya, spiritual
maupun faktor-faktor lokal/indigeneous lainnya;
4. Menggunakan sistem nilai dan mekanisme sosial yang hidup dan
berkembang di masyarakat setempat sebagai rujukan untuk sistem dan
mekanisme birokrasi pemerintahan daerah;

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat


Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 6
Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

5. Mengoptimalkan upaya pengembangan produktivitas sektor-sektor yang


memiliki keunggulan komparatif atau dominan di kabupaten/kota/wilayah
untuk dapat dikembangkan secara maksimal bersama-sama perintah
daerah;
6. Menciptakan sistem birokrasi pemerintahan daerah yang sesuai dengan
kondisi kedaerahan dan karakter penduduknya masing-masing, sehingga
akan terwujud suatu manajemen pemerintahan daerah yang berbeda satu
sama lain;
7. Meringankan beban tugas pemerintah (pusat)/instansi vertikal dengan
memberikan pelimpahan wewenang kepada daerah dengan tetap
memperhatikan azas efisiensi dan efektivitas, dan;
8. Mengutamakan kepentingan kabupaten/kota yang dapat menampilkan
keunggulan, keistimewaan dan kreativitasnya.

Menurut UU No. 25 Tahun 1999, dalam rangka implementasi


desentralisasi, daerah akan memperoleh alokasi dana pembangunan yang terdiri
atas Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Bagian daerah
tersebut berasal dari hasil pajak dan hasil non pajak yakni penerimaan dari
sumberdaya alam. Sesungguhnya desentralisasi menyangkut masalah ekonomi
secara keseluruhan, terutama yang menyangkut distribusi hasil pemanfaatan
sumberdaya alam (SDA) yang lebih merata dan dinikmati lebih besar oleh
masyarakat di daerah.
Beberapa peran dan manfaat yang diharapkan dari penerapan
desentralisasi antara lain adalah: (a) mempercepat terselenggaranya pelayanan
publik dan pengadaan fasilitas kepada masyarakat, sehingga mempercepat
pertumbuhan ekonomi daerah ,(b) alokasi dan distribusi hasil pemanfaatan
sumberdaya alam lebih adil dan merata, (c) membuka peluang berkembangnya
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah yang lebih merata, (d)
meningkatkan peran pemerintah daerah dan masyarakat dalam pemanfaatan
sumberdaya alam secara lebih efisien, efektif, dan sesuai dengan dinamika
masyarakat di daerah, dan (e) menempatkan posisi pengambil kebijakan lebih
dekat dengan kepentingan masyarakat.

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat


Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 7
Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

2.3 Isu pembangunan wilayah/spasial di perkotaan


Perbedaan pembangunan fasilitas untuk kepentingan masyarakat antara
daerah dan pusat, desa dan kota, merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya
urbanisasi selain keinginan untuk meningkatkan taraf hidup si pelaku.
Permasalahan yang ditimbulkan oleh urbanisasi :
1. Belum mampunya penyediaan perumahan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, khususnya MBR (masyarakat berpenghasilan rendah);
2. Pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sebagian belum
sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan,
terutama bagi MBR;
3. Belum terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan
yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan;
4. Adanya pembangunan perumahan yang belum memperhatikan kelestarian
fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan.

Oleh karena itu, urbanisasi memancing terciptanya permukiman kumuh


diperkotaan. Permukiman kumuh (slum’s) adalah permukiman yang tidak layak
huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi,
dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
Slum’s merupakan lingkungan hunian yang legal tetapi kondisinya tidak layak huni
atau tidak memnuhi persyaratan sebagai tempat permukiman (Utomo Is Hadri,
2000). Slum’s yaitu permukiman diatas lahan yang sah yang sudah sangat
merosot (kumuh) baik perumahan maupun permukimannya (Herlianto, 1985).
Dalam kamus sosiologi Slum’s yaitu diartikan sebagai daerah penduduk yang
berstatus ekonomi rendah dengan gedung-gedung yang tidak memenuhi syarat
kesehatan (Sukamto Soerjono, 1985).
Permukiman kumuh diperkotaan merupakan masalah yang serius yang
harus ditindaklanjuti dan dikelola dengan baik terutama sanitasi lingkungannya
yang sangat berimplikasi terhadap segala aspek kehidupan. Oleh karena itu
pemerintah membuat salah satu program pemberdayaan masyarakat SANIMAS
(Sanitasi Oleh Masyarakat) yang merupakan salah satu opsi program untuk
peningkatan kualitas di bidang sanitasi khususnya pengelolaan air limbah yang
diperuntukkan bagi masyarakat yang tinggal di kawasan padat kumuh miskin
perkotaan (Pakumis) dengan menerapkan pendekatan berbasis masyarakat,

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat


Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 8
Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

dengan maksud agar dapat berkelanjutan dikarenakan dikelola oleh masyarakat


langsung.

3. ALASAN PEMILIHAN JUDUL DAN LOKASI

Makalah ini berjudul : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan


Kualitas Sanitasi Masyarakat Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota
Semarang. Judul ini menurut penulis memenuhi kriteria dalam menggambarkan
kebijakan spasial yang dibuat pemerintah melalui program Sanimas untuk daerah-
daerah tertentu skala kota atau kawasan dalam hal ini kawasan kumuh perkotaan
untuk menangani permasalahan sanitasi lingkungan.
Program Sanimas telah dilaksanakan sejak tahun 2003 hingga tahun
2008 dimana dalam rentang waktu tersebut telah terdapat sebanyak 323 titik/lokasi
proyek Sanimas yang tersebar di 124 Kota/Kabupaten, 24 Provinsi di Indonesia.
Menurut data yang diperoleh, dari 323 titik/lokasi proyek yang telah dilaksanakan
terdapat beberapa titik pengembangan Sanimas yang dilakukan di wilayah
permukiman padat, kumuh, miskin dan rawan sanitasi Kota Semarang. Pada awal
pengembangan program Sanimas di Kota Semarang (tahun 2005), pembangunan
dilaksanakan di wilayah permukiman Kampung Bustaman (RT.04-05 RW,03),
Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah dengan aplikasi
(konstruksi) berupa MCK Plus yang pada awal pembangunananya diproyeksikan
untuk melayani sekitar 124 KK. Kemudian pada tahun 2006-2008, pembangunan
Sanimas terdapat di daerah Kecamatan Semarang Utara yaitu Kampung
Plombongan RT.04-05 RW.03 (tahun 2006), Kelurahan Bandarharjo RW.03 (tahun
2007), dan Kebonharjo RT,02 RW.02 (tahun 2008).
Metode penulisan yang dipergunakan adalah metode riset dan observasi
serta kepustakaan. Riset yang dilakukan dengan mencari informasi melalui
internet. Sedangkan untuk observasi didapatkan melalui peninjauan lapangan
ketika mengikuti kegiatan Bimbingan Teknis Jabatan Fungsional Teknik Sanitasi
Lingkungan. Studi pustaka yang dilakukan dengan membaca literatur baik berupa
Jurnal, Skripsi, Tesis maupun buku cetak yang berkaitan dengan judul yang dipilih.

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat


Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 9
Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

4. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT

4.1 Faktor Pendukung


Program SANIMAS merupakan inisiatif kerjasama Pemerintah Indonesia
dengan Pemerintah Australia melalui Australian International Agency for
International Development (AusAID) dan Water and Sanitation Program (WSP)
World Bank. Bremen Overseas Research and Development Association (BORDA),
bersama mitra LPTP, BEST, BALIFOKUS, YIS dan LPKP, sebagai executing
agency.
Program ini merupakan salah satu opsi program untuk peningkatan
kualitas di bidang sanitasi khususnya pengellaan air limbah yang diperuntukkan
bagi masyarakat miskin yang tinggal di wilayah permukiman padat, kumuh dan
rawan sanitasi perkotaan. Sanimas merupakan program dengan konsep Demand
Responsive Approach (DRA), Participative, Technical Options, Self-Selection
Process, Capacity Building atau dapat dikatakan pembangunan program ini
dilakukan dengan berbasis pada komunitas (community based depelopment).
Dikarenakan merupakan program pemerintah, maka dana dari pusat
dalam hal ini APBN bukan merupakan kendala apabila telah dipenuhi readiness
criteria-nya oleh daerah yang mengusulkan program ini.

4.2 Faktor Penghambat


Yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program ini adalah
keberlanjutan dari infrastruktur yang telah dibangun. Dari segi pembinaan
kelembagaan yang mengelola infrastruktur Sanimas menjadi suatu permasalahan
tersendiri bagi pemerintah daerah. Selain itu, permasalahan pada saat awal
perencanaan, baik berupa kesiapan lahan maupun readiness criteria kompeten
dan tepat sasaran merupakan kendala bagi pemerintah daerah.

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat


Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 10
Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

5. IMPLIKASI TEORI KEBIJAKAN SPASIAL TERHADAP


PENGELOLAAN SANITASI PADA PROGRAM SANIMAS

Akibat urbanisasi yang terjadi di kota Semarang, mengakibatkan adanya


daerah-daerah padat penduduk dengan kondisi yang kumuh. Lingkungan yang
kumuh ini memancing penurunan kualitas lingkungan baik berupa kondisi air
bersih maupun sanitasi yang buruk serta infrastruktur lainnya yang kurang
memadai. Dengan adanya salah satu program pemerintah dengan
memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan sanitasi (Sanimas) di
permukiman kumuh diharapkan lebih memberikan efek yang berkelanjutan.
Dengan menerapkan dokumen-dokumen kebijakan spasial yang
kompeten dan komprehensif akan memberikan hasil yang baik dan maksimal. Ini
terjadi pada satu daerah di kota semarang tepatnya pada permukiman Kampung
Bustaman (RT.04-05 RW,03), Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang
Tengah pada tahun 2005 diusulkan sebagai percontohan pelaksanaan Sanimas.
Dalam pelaksanaan pembangunan baik dari segi aspirasi awal, perencanaan
sampai pembangunan melibatkan masyarakat sekitar. Perencanaan yang
dirumuskan dengan baik dengan data yang akurat memberikan hasil yang
maksimal, selain keterlibatan masyarakat secara langsung akan lebih
mempermudah segala permasalahan sosial yang akan terjadi.
Selain itu dengan kelembagaan yang dibentuk berupa KSM
(Kelembagaan Swadaya Masyarakat) dalam mengelola infrastruktur yang
terbangun akan memberikan bimbingan kepada masyarakat dalam mengelola
asset sehingga bisa bermanfaat bagi mereka, bahkan bisa berkembang dan dapat
mensejahterakan pengelolanya.

6. PELAJARAN YANG BISA DIAMBIL (Lesson Learned)

Berdasarkan uraian diatas, ada beberapa pelajaran yang dapat diambil


pada pelaksanaan kebijakan spasial dalam pengelolaan sanimas di permukiman
kumuh perkotaan :

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat


Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 11
Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

1. Perlunya perencanaan dokumen spasial yang baik dan komprehensif


dengan data yang akurat untuk mempermudah dalam mengambil kebijakan
dan menentukan program-program kegiatan yang tepat;
2. Dalam program kegiatan yang memberdayakan masyarakat, peran
sosialisasi terhadap program dan rencana kegiatan yang berkelanjutan
sangatlah penting untuk mengeliminir permasalahan-permasalahan yang
akan muncul dikemudian hari;
3. Pendekatan secara personal dan instens terhadap pemimpin masyarakat
(pemuka adat, pemuka agama) dalam mensosialisasikan program
pemberdayaan memegang peranan sangat penting;
4. Pentingnya pembinaan yang berkelanjutan dan konsisten terhadap
kelembagaan yang telah dibentuk sangat mempengaruhi perkembangan
keberlanjutan program yang telah dilaksanakan.
5. Dengan melihat keberhasilan program Sanimas di kampung Bustaman, kita
dapat menyimpulkan karakteristik Sanimas agar pengembangannya pada
wilayah perkotaan lainnya dapat lebih optimal dan meminimalisasi tingkat
kegagalannya. Karakteristik tersebut cenderung kepada :
a. Sebagian besar penduduk terdapat dalam usia muda, memiliki
pengetahuan, sikap dan keahlian yang terbatas serta memiliki tingkat
perekonomian rendah.
b. Areal permukiman memiliki tingkat kerapatan bangunan dan kepadatan
hunian yang sangat tinggi.
c. Sebagian besar masyarakat tidak terakses oleh jaringan air bersih serta
fasilitas sanitasi pada bangunan huniannya serta jaringan drainase
kawasan permukiman yang sangat buruk.
Dengan kondisi dan karakteristik di atas mengakibatkan kebutuhan dan
ketergantungan akan fasilitas Sanimas yang dibangun sangat tinggi dan
rasa memiliki yang besar.

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat


Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 12
Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

7. DAFTAR PUSTAKA

Claire, H.W. 1973. Handbook on Urban Planning. New York: Van Hostrand
Rentrold.

Kuswartojo, Tjuk dkk. 2005. Perumahan dan Permukiman di Indonesia. Bandung:


ITB.

Jaya, R.C.A. dan Diah I.K.D., 2014. “Karakteristik Sanimas di Kampung Bustaman
Kota Semarang”, Jurnal Ruang VoLume 2 Nomor I Tahun 2014 ISSN
1858-3881, Hal.391-400, URL: http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/ruang/article/view/5320

SNI 03-1733-2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan


perkotaan

Sugiharto, 2006. “Pembangunan dan Pengembangan Wilayah”, Cet. Ke-1. USU


Press, Medan. hlm.34

United Nations Division for Sustainable Development. 2007 Documents:


Sustainable Development Issues Retrieved: 2007-05-12

UN Economic and Social Development. Division for Sustainable Development,


URL: http://www.un.org/esa/dsd/agenda21/index.shtml Core Publications
Agenda 21

United Nations Centre for Human Settlements (Habitat) [2003], The challenge of
slums: global report on human settlements 2003, Earthscan Publications
Ltd, London

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan


Permukiman

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat


Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 13

Anda mungkin juga menyukai