Anda di halaman 1dari 19

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/281203268

BIOREAKTOR MEMBRAN UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH

Conference Paper · June 2004

CITATION READS

1 4,497

1 author:

I Gede Wenten
Bandung Institute of Technology
505 PUBLICATIONS   2,010 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

[INDUSTRIAL PROJECT: PT. Badak NGL, 2009] RO Membrane Technology for PTB Water and Wastewater Treatment View project

[INDUSTRIAL PROJECT: PT. Chevron Pacific Indonesia] Bench Scale Combined Chemical Precipitation and Ultrafiltration Membrane For Waste Brine Regeneration at
Duri Field View project

All content following this page was uploaded by I Gede Wenten on 28 October 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BIOREAKTOR MEMBRAN UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH

I.G. Wenten
Departemen Teknik Kimia - Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha 10 Bandung
igw@che.itb.ac.id

PENDAHULUAN
Pembuangan limbah cair hasil industri yang tidak melewati proses pengolahan
terlebih dahulu telah menyebabkan tingginya kasus pencemaran lingkungan di Indonesia.
Untuk mengatasi makin meningkatnya pencemaran lingkungan khususnya badan air, setiap
industri di Indonesia diwajibkan membangun unit instalasi pengolahan limbah guna
mengurangi beban pencemaran air permukaan. Namun demikian beberapa masalah yang
menjadi kendala saat ini adalah terbatasnya lahan yang tersedia untuk pembangunan
instalasi pengolahan limbah, biayanya yang mahal, serta kebutuhan akan unit pengolahan
limbah yang kompak dan dapat diandalkan. Teknologi pengolahan limbah yang ada saat ini
tidak mampu menghasilkan efluen yang memenuhi standar buangan limbah. Proses
pengolahan limbah yang sering digunakan untuk mengolah limbah khususnya limbah
organik adalah proses pengolahan secara biologis seperti proses lumpur aktif. Proses ini
memanfaatkan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik yang terdapat di dalam
limbah. Proses perlakuan berjalan alamiah sehingga seringkali memerlukan waktu yang
lama dan juga membutuhkan lahan yang luas. Kualitas keluaran yang sangat ditentukan
oleh tahap sedimentasi juga merupakan permasalahan yang sering dihadapi pada proses
lumpur aktif sehingga perhatian yang intensif diperlukan untuk menjaga karakteristik
pengendapan lumpur yang baik. Semakin ketatnya standar baku mutu buangan limbah
menyebabkan kebutuhan akan teknologi yang dapat diandalkan semakin mendesak.
Kehadiran teknologi membran sebagai proses pemisahan memberikan alternatif baru
untuk meningkatkan kinerja pengolahan limbah konvensional. Kombinasi membran dengan
proses lumpur aktif memunculkan sistem pengolahan limbah yang disebut bioreaktor
membran. Sistem ini memungkinkan pengolahan limbah yang berbasis pada konsep “re-
use” (pemanfaatan kembali) yang mengubah paradigma limbah sebagai sektor non-profit
menjadi limbah sebagai sektor profit. Efluen yang dihasilkan dari sistem bioreaktor membran
memiliki kualitas yang memenuhi standar re-use dibandingkan kualitas efluen yang
dihasilkan proses konvensional yang hanya ditujukan untuk memenuhi standar buangan.
Konsep pemanfaatan kembali yang ditawarkan oleh teknologi membran terbukti dapat
menghasilkan keuntungan diantaranya penghematan dari segi biaya operasional (air, listrik,
bahan kimia, dll). Hal ini tentunya memberikan implikasi positif tidak saja bagi pihak industri
karena proses menjadi hampir selalu menguntungkan (profitable) tetapi juga bagi kelestarian
lingkungan yang selama ini acapkali terabaikan.
Adanya tiga jenis bioreaktor membran yang berfungsi berdasarkan karakteristik
spesifik limbah yaitu bioreaktor membran pemisahan biomassa, bioreaktor membran aerasi,
dan bioreaktor membran ekstraktif memungkinkan luasnya aplikasi bioreaktor membran
dalam mengolah berbagai jenis limbah baik toksik maupun non-toksik. Saat ini telah
terdapat lebih dari 500 instalasi bioreaktor membran di berbagai negara yang mengolah
limbah domestik, perkotaan, maupun berbagai jenis limbah industri.

1
PROSES MEMBRAN
Proses membran mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF), dan nanofiltrasi (NF) merupakan
proses membran yang paling sering digunakan untuk bioreaktor membran. Namun demikian
jenis membran lainnya yaitu membran tidak berpori diaplikasikan pula pada bioreactor
membran khususnya tipe ekstraktif. Dalam perannya sebagai proses pemisahan, membran
berfungsi sebagai penghalang selektif di antara dua fasa yang memungkinkan lewatnya
komponen tertentu namun menahan komponen lainnya. Proses membran MF, UF, dan NF
bekerja berdasarkan perbedaan tekanan sebagai gaya dorong.
Berdasarkan asalnya, membran dapat dibedakan menjadi membran alami dan
membran sintetik. Membran juga dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur simetrinya yaitu
struktur membran simetris dan asimetris. Membran asimetris dapat dibedakan menjadi
membran asimetris integral dan membran asimetris komposit. Membran simetris memiliki
struktur yang seragam sepanjang arah ketebalan membran. Tebal membran simetris sangat
bervariasi, berkisar dari 10-200 m. Sebaliknya membran asimetris memiliki struktur yang
berbeda sepanjang arah ketebalan membran. Pada membran asimetris terdapat lapisan
atas yang sangat tipis (skin) dengan tebal 0,1-0,5 m dan biasanya merupakan membran
berpori sempit. Untuk memberikan kekuatan mekanik, lapisan skin ini ditunjang oleh lapisan
berikutnya atau biasa dikenal sebagai support. Lapisan support memiliki ketebalan berkisar
antara 50-150 m dan sangat berpori. Membran asimetris integral memiliki lapisan skin dan
support yang terbuat dari bahan yang sejenis sementara membran asimetris komposit
terbuat dari bahan yang berbeda.
Membran dapat dipabrikasi dalam dua bentuk yaitu membran tubular dan membran
datar. Dalam aplikasinya, membran digunakan dalam bentuk modul-modul. Baik membran
datar maupun tubular dapat diaplikasikan untuk bioreaktor membran. Dua modul membran
yang paling umum dijumpai di pasaran adalah hollow fiber (kapiler) dan spiral wound (Gbr.
1). Bentuk modul lainnya adalah plate & frame, tubular, rotari, vibrasi, dan vorteks Dean.

Gbr. 1. Tipe modul membran (a) spiral wound and (b) hollow fiber

Modul-modul tersebut memiliki keunggulan masing-masing yang diantaranya


didasarkan pada packing density, kemudahan pencucian, hilang tekan, volume hold-up, dan
kebutuhan sistem perlakuan awal (pre-treatment). Modul hollow fiber memiliki packing
density yang paling tinggi dibandingkan jenis modul lainnya, termasuk pula paling mudah
dibersihkan. Dari segi harga, hollow fiber dan spiral wound lebih kompetitif dibanding modul
lainnya. Sementara dari segi hilang tekan, modul tubular dan rotating-disc/silinder memiliki
hilang tekan yang paling rendah [1]. Pada aplikasi skala industri, membran biasanya terdiri
dari banyak modul yang disusun seri atau paralel dengan sistem satu-tahap ataupun multi-
tahap [1].

2
Dari segi pengoperasiannya, membran dapat dioperasikan secara dead-end (static
filtration) ataupun cross-flow (Gbr. 2). Pada mode operasi dead-end, arah aliran umpan
tegak-lurus terhadap membran. Pada mode operasi ini, seluruh air umpan dipaksa melewati
membran secara kontinu, dan tidak ada sirkulasi air di dalam modul membran. Produk
keluar dalam bentuk filtrat sementara pengotor berada dalam bentuk filter cake yang
biasanya dikeluarkan sekali pada saat backwash. Mode operasi dead-end memiliki
kelemahan yaitu cenderung mengakibatkan fouling yang sangat tinggi akibat terbentuknya
lapisan cake di permukaan membran. Ketebalan cake terus meningkat terhadap waktu
sehingga fluks terus-menerus turun hingga menuju nol (Gbr. 2a). Pola aliran ini masih
digunakan pada beberapa operasi di bidang medis dan pengolahan air. Khusus untuk
pengolahan air, sistem ini digunakan pada proses filtrasi dengan kualitas umpan yang baik
dan tingkat kekeruhan yang rendah. Jika umpan memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi,
mode operasi cross-flow lebih disukai. Secara umum, semakin baik kualitas umpan, mode
operasi dead-end memberikan keuntungan yang semakin besar, dimana biaya operasinya
lebih rendah (lebih sedikit energi untuk pompa) dan memberikan tingkat perolehan
(recovery) yang tinggi. Sistem dead-end juga telah diterapkan pada bioreaktor membran
khususnya konfigurasi terendam.
Pada pola aliran cross flow, umpan dialirkan dengan arah sejajar dengan permukaan
membran. Konsentrat disirkulasikan pada kecepatan yang lebih tinggi dengan tujuan
menciptakan turbulensi di permukaan membran. Dengan perlakuan seperti ini, pembentukan
lapisan cake terjadi sangat lambat karena tersapu oleh gaya geser yang diakibatkan oleh
aliran cross-flow umpan. Pada setiap operasi cross-flow, kecepatan aliran umpan sangat
menentukan besarnya perpindahan massa dalam modul. Kelebihan sistem ini adalah
tendensi fouling dapat dikurangi karena laju cross-flow yang tinggi akan meminimumkan
ketebalan lapisan cake. Fluks permeat akan menurun di awal proses dan akan menuju pada
kondisi stabil dalam kurun waktu tertentu ketika ketebalan lapisan foulant di permukaan
membran tidak meningkat lagi seperti ditunjukkan Gbr. 2b.

(a) (b)
Gbr. 2. Skema operasi membran secara dead-end dan cross-flow

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH SECARA BIOLOGIS


Pengolahan air limbah secara umum didesain dalam tiga tahap pengolahan yaitu
tahap pengolahan primer, pengolahan sekunder, dan pengolahan tersier. Limbah pertama-
tama akan memasuki tahap pengolahan primer. Pengolahan primer merupakan tahap

3
penyisihan padatan kasar dan materi tersuspensi dengan cara screening, sedimentasi dan
filtrasi serta pengkondisian aliran air limbah melalui pengaturan pH [2]. Padatan berukuran
besar disaring atau di-skimmed-off untuk selanjutnya dibakar atau dikubur. Cairannya
dialirkan menuju bak sedimentasi dimana lebih banyak padatan akan mengendap dan
membentuk lumpur. Pengolahan primer umumnya mampu menghilangkan padatan
tersuspensi sebanyak 50-65% dan penurunan BOD (biological oxygen demand) sebesar 25-
40% [3].
Efluen dari pengolahan primer kemudian memasuki sistem pengolahan sekunder
atau dikenal sebagai pengolahan biologis. Pada tahap ini efluen ditahan dalam suatu bak
berisi mikroba yang diaerasi. Mikroba yang terdapat di dalam bak akan mengurai material
organik terlarut dan padatan tersuspensi yang terdapat dalam limbah. Limbah olahan ini
kemudian ditransfer ke bak sedimentasi sekunder untuk memisahkan cairan dari lumpur.
Sekitar 1/5 dari lumpur dikembalikan ke bak aerasi sebagai starter inokulum mikroba untuk
limbah berikutnya. Lumpur dari bak sedimentasi primer dan sekunder akan diolah pada
sistem lain oleh mikroorganisme anaerob sementara sisanya yang tidak terurai akan
dibakar, dikubur, atau dijadikan pupuk [4]. Pada kondisi ideal baik dari segi desain maupun
pengoperasian, tahap pengolahan sekunder mampu menghilangkan 90% BOD dan 90%
padatan tersuspensi [3]. Pada situasi dimana limbah mengandung polutan tertentu ataupun
badan air sensitif maka dibutuhkan pengolahan lanjut yaitu pengolahan tersier [5].
Pengolahan tersier bervariasi dan terspesialisasi tergantung sifat polutan yang akan
dihilangkan. Pengolahan tersier diantaranya meliputi penghilangan residu senyawa
anorganik dan senyawa organik refraktori dengan satu atau lebih metode pemisahan fisik,
misalnya adsorpsi karbon, deep-bed filtration, dan teknik berbasis membran [2]. Skema di
bawah ini menunjukkan proses pengolahan limbah yang tersusun atas pengolahan primer
dan pengolahan sekunder. Dapat dilihat bahwa pada pengolahan sekunder, bak
sedimentasi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari bak aerasi.
Air limbah yang belum diolah merupakan medium mikroba yang ideal, kaya akan
senyawa organik dan anorganik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba. Mikroba yang
ditumbuhkan dalam medium limbah akan mengoksidasi senyawa organik menjadi CO 2 dan
H2O khususnya oleh mikroorganisme yang bekerja dalam kondisi aerob. Sementara itu
senyawa organik yang tidak teroksidasi akan diurai pada kondisi anaerob oleh mikroba
tertentu menghasilkan campuran gas CH4, CO2, dan H2S. Pada limbah domestik,
pengolahan biologis terutama ditujukan untuk mengurangi kandungan organik dan nutrien
seperti nitrogen dan fosfor. Pada beberapa tempat, penyisihan senyawa organik mikro
(trace) yang berpotensi racun juga menjadi salah satu tujuan penting. Untuk limbah
pertanian karena tingginya kandungan nutrien yang berasal dari pupuk yang digunakan
maka pengolahan biologis terutama digunakan untuk menghilangkan nitrogen dan fosfor
yang bila berada di perairan mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman akuatik karena
kondisi kaya nutrisi yang diciptakannya. Sedangkan untuk limbah industri, penyisihan
umumnya ditujukan terhadap senyawa organik dan senyawa anorganik [6].
Proses-proses pengolahan biologis yang terutama digunakan untuk pengolahan
limbah adalah proses aerob, proses anaerob, proses anoksik, kombinasi proses aerob,
anoksik, dan anaerob, dan proses pond. Proses-proses itu sendiri selanjutnya dapat
dikelompokkan lagi tergantung pada pertumbuhan biomassa ketika pengolahan dilakukan,
apakah dalam pertumbuhan mikroba tersuspensi, terikat, atau kombinasi keduanya.
Perlakuan/pengolahan aerob dan anaerob adalah sistem yang didesain untuk penyisihan
karbon organik sedangkan sistem anoksik biasanya didesain terutama untuk penyisihan
nitrogen. Dengan demikian secara garis besar dapat dilihat bahwa penerapan utama dari
proses biologis adalah untuk penyisihan materi karbon organik dari air limbah, nitrifikasi,
denitrifikasi, penyisihan fosfor, dan stabilisasi limbah. Dari banyak proses aerob yang ada,
proses lumpur aktif sejauh ini merupakan proses yang paling sering digunakan untuk
pengolahan limbah sekunder.

4
Proses lumpur aktif merupakan proses biologis dengan pertumbuhan mikroba
tersuspensi yang paling sering dikombinasikan dengan membran sebagai sistem bioreaktor
membran (BRM) khususnya tipe pemisahan biomassa. Proses biologis dengan
pertumbuhan mikroba terikat menyusun BRM tipe lainnya yaitu BRM aerasi dan BRM
ekstraktif. Proses lumpur aktif adalah suatu sistem pertumbuhan tersuspensi yang tersusun
atas massa mikroba yang secara konstan disuplai dengan materi organik dan oksigen [7].
Reaktor lumpur aktif berisi massa flok teraerasi, dikelilingi oleh influen air limbah atau mixed
liquor. Flok lumpur aktif tersusun atas agregat mikroorganisme, materi organik, materi
anorganik, dan material partikulat, semuanya terikat dalam matriks organik yang kompak.
Bakteri menyusun sekitar 95% dari total biomassa lumpur aktif.
Kinerja lumpur aktif sangat dipengaruhi oleh sejumlah parameter yang saling terkait
yakni konsentrasi umpan, waktu tinggal lumpur (SRT/sludge retention time), waktu tinggal
cairan (HRT/hydraulic retention time), konsentrasi biomassa (MLSS/mixed liquor suspended
solid), pembebanan organik, laju pembuangan lumpur dan karakteristik pengendapan
biomassa. Konsentrasi biomassa merupakan parameter yang sangat penting dalam
pengolahan biologis. Konsentrasi biomassa yang tinggi dapat dicapai dengan meningkatkan
SRT. Semakin tinggi konsentrasi biomassa maka proses biodegradasi akan berlangsung
lebih cepat. Namun demikian, pada proses lumpur aktif konvensional, konsentrasi biomassa
yang tinggi menyebabkan penurunan kualitas efluen akibat terbentuknya biomassa dengan
karakteristik yang sulit mengendap. Karakteristik lumpur yang sulit mengendap biasa dikenal
sebagai bulking sludge. Fenomena lain yang juga menyebabkan sulitnya pengendapan
lumpur aktif di bak sedimentasi adalah pertumbuhan bakteri terdispersi yang dikenal sebagai
pin-point floc dan lumpur mengapung. Dalam prakteknya, pemisahan antara biomassa dan
efluen yang mengandalkan pada sedimentasi juga menyebabkan selalu terdapat biomassa
yang terikut dalam aliran efluen (wash-out) sehingga terhitung sebagai COD (chemical
oxygen demand).
Pada bioreaktor membran khususnya tipe pemisahan biomassa, pemisahan tidak
lagi tergantung pada karakteristik pengendapan lumpur. Pori membran yang berukuran
mikron bahkan mampu menahan secara sempurna biomassa lumpur akitf menghasilkan
efluen dengan kualitas yang sangat baik. Selain itu tingginya konsentrasi biomassa juga
dapat mempercepat proses biodegradasi. Karakteristik ini merupakan salah satu ciri dan
keunggulan sistem bioreaktor membran. Parameter yang mengendalikan efisiensi
biodegradasi yaitu rasio F/M (jumlah makanan terhadap jumlah mikroba) dapat ditekan
serendah-rendahnya (konsentrasi biomassa tinggi) sehingga efisiensi dapat dicapai setinggi-
tingginya. Volume bioreaktor dengan demikian dapat direduksi sehingga menghasilkan
sistem yang kompak (compact).
Lumpur yang terbentuk dari proses bioreaktor membran juga lebih sedikit (atau
bahkan tidak ada) dibandingkan lumpur yang dihasilkan oleh proses lumpur aktif
konvensional. Hal ini juga merupakan salah satu keuntungan BRM karena bila dibandingkan
dengan proses konvensional yang menghasilkan lumpur berlebih (excess sludge) dalam
jumlah yang sangat banyak menyebabkan proses pengolahan dan pembuangan lumpur saja
menghabiskan 50% dari total biaya pengolahan.
Dari segi kualitas efluen, banyak kasus yang ada menunjukkan bahwa efluen yang
dihasilkan dari bioreaktor membran tidak saja memenuhi standar buangan tetapi juga
memiliki kualitas yang memenuhi syarat untuk digunakan kembali sebagai air proses.
Sementara dari segi waktu tinggal cairan (HRT), BRM memiliki HRT yang lebih singkat
dibandingkan proses lumpur aktif konvensional. HRT pada proses lumpur aktif konvensional
dapat mencapai hitungan hari sementara pada BRM HRT dimungkinkan dalam hitungan
jam. Konsentrasi biomassa di dalam BRM juga dapat mencapai hingga 30.000 mg/l
sementara kebanyakan lumpur aktif hanya dapat beroperasi pada konsentrasi biomassa
maksimum 5000 mg/l. Hal ini dikarenakan pada proses lumpur aktif konvensional, untuk
mencapai pengendapan yang memuaskan, konsentrasi biomassa terbatas paling tinggi
hanya 5000 mg/l [8].

5
BIOREAKTOR MEMBRAN
Bioreaktor membran (BRM) dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis BRM yaitu
bioreaktor membran untuk pemisahan biomassa, bioreaktor membran aerasi, dan bioreaktor
membran ekstraktif [9]. Ketiga jenis bioreaktor membran ini memiliki fungsi masing-masing
yang disesuaikan dengan jenis limbah. Gambar 3 menunjukkan skema secara garis besar
ketiga tipe bioreaktor membran.

(a) (b) (c)


Gbr. 3. Tiga tipe bioreaktor membran (a: bioreaktor membran pemisahan biomassa, b:
bioreaktor membran aerasi, c: bioreaktor membran ekstraktif)

Aplikasi BRM yang paling luas skala aplikasinya adalah BRM pemisahan biomassa
(Gbr. 3a). Kedua BRM lainnya yaitu BRM aerasi (Gbr. 3b) dan BRM ekstraktif (Gbr. 3c)
masih dalam tahap pengembangan dan belum diaplikasikan secara luas dalam skala
industri.
Kemunculan Bioreaktor Membran Aerasi (BRMA) seperti dapat dilihat skemanya
pada Gbr. 3(b), berkaitan dengan rendahnya efisiensi proses aerasi konvensional pada
sistem pengolahan limbah secara biologis. Aerasi pada sistem pengolahan limbah ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan oksigen mikroba pendegradasi limbah yang terdapat di dalam
bioreaktor. Aerasi menjadi faktor penting yang menentukan kinerja sistem khususnya sistem
yang mengolah limbah dengan kandungan BOD atau COD tinggi. BRMA sejauh ini
merupakan alternatif menarik untuk mencapai efisiensi aerasi yang tinggi di dalam sistem
pengolahan limbah. Sebelumnya perlu ditekankan bahwa pada BRMA, mikroba yang
digunakan berada dalam bentuk terikat/melekat pada media suport dan tumbuh dalam
bentuk film biologis (biofilm), tidak dalam bentuk suspensi. Kelebihan pada sistem BRMA
adalah proses aerasi berlangsung melalui kontak langsung oksigen dengan biofilm mikroba
tanpa melewati bulk sehingga efisiensi penggunaan oksigen menjadi jauh lebih tinggi
dibandingkan proses konvensional.
Jenis membran yang umum digunakan untuk BRMA adalah membran tak berpori
(dense) yang permeabel terhadap gas, membran berpori yang hidrofobik, dan membran
komposit. Penggunaan membran untuk aerasi mampu menghasilkan aerasi yang tidak
disertai pembentukan gelembung udara (bubbleless oxygen mass transfer), ataupun bila
disertai pembentukan gelembung udara, gelembung udara yang dihasilkan memiliki ukuran
yang sangat halus (fine bubble) [10]. BRMA telah diaplikasikan pada berbagai jenis air
limbah dan berbagai laju pembebanan. Berdasarkan hasil penelitian yang ada, diketahui

6
bahwa dalam penerapannya, BRMA cocok digunakan untuk mengolah limbah dengan BOD
tinggi, biodegradasi senyawa organik volatil dan pengolahan limbah berupa kombinasi
nitrifikasi, denitrifikasi dan/atau oksidasi karbon pada biofilm yang sama. Limbah primer,
limbah sintetik, dan efluen bir merupakan contoh air limbah yang telah diolah menggunakan
BRMA. Tabel 1 berikut diambil dari buku yang ditulis oleh Stephenson, dkk. [9] berisikan
sejumlah aplikasi BRMA dalam mengolah limbah domestik, limbah sintetik, dan limbah
industri. Secara umum persen penyisihan polutan bervariasi dengan kisaran 28-98% namun
sebagian besar berada pada kisaran persen penyisihan polutan di atas 75%.

Tabel 1. Aplikasi-aplikasi BRMA [9]


Jenis Komponen Laju Kons. Persen Laju penghi- Rujukan
efluen air limbah pembebanan polutan di penghilangan langan polutan
polutan influen polutan (kg/m2/
(kg/m2/hari) (mg/l) hari)
Primary TOC 0.003-0.011 70-92 33-50 Timberlake et
sewage Org-N 0.001 17-27 55-75 al., 1988
NH4-N 0.002-0.002 14-30
<0.004
Primary COD 0.1-0.6 75-90 <0.18 Osa et al.,
sewage Tot. N <0.1 0.01-0.05 1997
Sintetik BOD 0.011 200 Yamagiwa et
TOC 0.007 114 95 al., 1994
Tot.N 0.003 41 50-90 0.002
Sintetik TOC 0.042a 1000 98 Hirasa et al.,
Tot. N 0.002a 59 98 1991
Sintetik 2,4 dichloro- ~0.0003b ~2c 85 Kniebusch et
phenoxy- al., 1990
acetate
Sintetik TOC 0.0048 83 0.0040 Suzuki et al.,
1993
Sintetik NH4-N 0.006 ~45-55 83 0.005 Brindle et al.,
nitrifikasi 1998
98 penghila-
ngan N
Efluen bir Tot. CODd ~0.068 1782  40 83 Brindle et al.,
Sus. CODd ~0.013 343  49 84 1999
Tot. CODe ~0.076 2545  69 81
Sus. CODe ~0.014 465  14 28
avolumetric loading rate (kg/m3/d), bvolumetric loading rate (mM/m3/d), cmM/l, dcomplete-mixed operation, eplug-
flow operation

Bioreaktor membran ekstraktif (BRME) (Gbr. 3c) merupakan tipe bioreaktor


membran yang paling akhir kemunculannya. BRME memiliki kesamaan dengan bioreaktor
membran aerasi (BRMA) dimana mikroba yang digunakan berada dalam bentuk
pertumbuhan terikat (biofilm). Berbeda dengan BRMA yang menekankan pada peningkatan
efisiensi aerasi, BRME lebih ditekankan pada peningkatan efisiensi pengolahan limbah
toksik dengan cara mengekstrak senyawa toksik tersebut kemudian diolah secara tersendiri.
Sebagian besar limbah terkontaminasi oleh senyawa organik toksik sehingga
digolongkan sebagai limbah berbahaya. Penggolongan suatu senyawa sebagai senyawa
toksik didasarkan atas kemampuan senyawa tersebut dalam berbagai konsentrasi untuk
memberikan efek merusak terhadap lingkungan (khususnya kehidupan akuatik) dan
manusia [6]. Salah satu contoh senyawa organik toksik misalnya fenol dapat dijumpai pada
limbah yang dihasilkan industri kimia, industri pulp dan kertas, industri penyamakan, dan

7
industri obat-obatan [11]. Meskipun kontaminasi senyawa organik toksik ini umumnya pada
konsentrasi rendah, senyawa organik toksik ini tetap harus dipisahkan dari aliran limbah
dengan alasan kesehatan dan juga agar aliran limbah tersebut bisa diproses lebih lanjut
dengan metode yang sesuai. Pengolahan limbah toksik secara biologis mampu
menghilangkan senyawa organik toksik dari lingkungan, menurunkan toksisitas senyawa
organik toksik, ataupun keduanya. Namun demikian pada sejumlah kasus, kondisi limbah
sangat ekstrim sehingga mikroba tidak dapat tumbuh akibatnya limbah toksik tidak dapat
didegradasi secara biologis.
Teknologi konvensional yang umum digunakan adalah steam-stripping dan adsorpsi
karbon namun teknologi ini masih meninggalkan residu kontaminan pekat yang harus
dibuang. Pada kondisi dimana limbah diolah secara biologis (dalam hal ini kondisi anorganik
limbah masih memungkinkan pertumbuhan mikroba), mikroba akan terlebih dahulu
mendegradasi senyawa organik yang mudah di biodegradasi sehinggga acapkali senyawa
organik toksik menjadi tidak terdegradasi dan menjadi “hard COD” [12]. Oleh karena itu,
pencampuran limbah toksik dengan limbah dari unit proses lain sebaiknya dihindari untuk
menghindari peluang terbentuknya “hard COD”. Pengolahan limbah toksik langsung di
tempat limbah dihasilkan (point of source) akan mengeliminasi kemungkinan tersebut di
atas.
Sebagian besar senyawa kimia organik toksik yang menjadi kontaminan ini
sebenarnya dapat didegradasi oleh mikroorganisme yang spesifik tetapi karakteristik limbah
anorganik seperti asam, basa, atau garam konsentrasi tinggi menyebabkan mikroorganisme
pendegradasi tidak dapat tumbuh. BRME bekerja dengan cara mengekstrak senyawa toksik
tersebut dari limbah kemudian ditransfer menuju biofilm mikroba pendegradasi yang
ditumbuhkan dalam biomedium yang sesuai untuk pertumbuhannya. Dengan cara ini BRME
memungkinkan mikroba untuk mendegradasi organik toksik yang sebelumnya berada di
lingkungan dengan konsentrasi garam atau pH ekstrim. Sama seperti halnya BRM aerasi,
senyawa organik toksik yang sukar larut dalam air (VOC/volatile organic compound) dapat
pula diolah dengan BRME [13].
Pada sejumlah aplikasi, ekstraksi senyawa toksik dari limbah memungkinkan
dilakukannya pemanfaatan terhadap limbah. Brookes & Livingston [14] juga menyatakan
bahwa BRME dapat digunakan untuk pengambilan kembali dan daur-ulang garam dan
komponen hidrofilik yang tidak berpermeasi melewati membran silikon. Hal ini dibuktikan
pada BRME skala pilot di Athocem, Inggris dimana ekstraksi terhadap benzen yang
mengkontaminasi limbah memungkinkan AlCl3 yang terdapat di dalam limbah untuk diambil
kembali dan dimanfaatkan sebagai flokulan pada sistem pengolahan air [15]. Pada kasus ini
teknologi BRME merupakan teknologi alternatif yang lebih hemat dibandingkan metode
konvensional. Biaya pembuangan limbah dapat dipangkas dan biaya pengoperasian
bioreaktor lebih murah dibandingkan biaya listrik yang dikeluarkan untuk proses
konvensional seperti steam-stripping atau unit karbon adsorpsi. Tabel 2 di bawah ini
berisikan hasil-hasil penelitian penghilangan kontaminan senyawa organik toksik dengan
BRME. Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan efisiensi penghilangan yang sangat
tinggi yaitu 99%, beberapa bahkan di atas 99% yaitu untuk penghilangan anilin, 4-
kloroanilin, 2,3-dikloroanilin, 3,4-dikloroanilin, senyawa nitroaromatik, 3-klorobenzoat, 2,4-
diklorofenol, dan benzen.

8
Tabel 2. Senyawa organik toksik yang berhasil diolah dengan BRM ekstraktif
Efisiensi
No. Senyawa organik toksik Rujukan
penghilangan
Anilin, 4-kloroanilin, 2,3- [16]
1 dikloroanilin, 3,4-dikloroanilin, > 99 %
senyawa nitroaromatik [17]

2 3-kloronitrobenzen - [13]
3 Monoklorobenzen 98 - 99 % [12]
4 1,2-dikloroetana 99 % [18]
5 3-klorobenzoat 99,5 % [19]
6 1,3-dikloropropena - [20]
7 2,4-diklorofenoksiasetat 50 % [21]
1,2-dikloroetana, 3-kloro-4-
8 - [22]
metilanilin
9 Trikloroetilen - [23]
10 2,4-diklorofenol 99,9 % [24]
11 Benzen 99,9 % [25]
12 Tetrakloroetena - [26]
13 Toluen - [27]
14 Cd, Zn - [28]

BIOREAKTOR MEMBRAN PEMISAHAN BIOMASSA


Bioreaktor membran pemisahan biomassa merupakan tipe BRM yang paling luas
aplikasinya yaitu telah mencapai hingga skala industri. BRM tipe ini digunakan untuk
menggantikan peran bak sedimentasi sekunder pada sistem pengolahan limbah
konvensional. Keuntungan yang didapat dari penggunaan membran adalah penghematan
ruang, kualitas efluen yang lebih baik, retensi sempurna terhadap mikroba sehingga
konsentrasi biomassa dapat dibuat setinggi-tingginya sekaligus sebagai proses desinfeksi
terhadap efluen tanpa penambahan zat kimia.
Perkembangan BRM untuk pemisahan biomassa pada awalnya tercatat pada tahun
1969 dimana Smith dkk., melaporkan tentang penggunaan membran UF sebagai pengganti
tahap sedimentasi pada proses lumpur aktif. Tahun 1970, Hardt, dkk., menggunakan
bioreaktor aerob untuk mengolah limbah sintetik dengan mode operasi dead-end
menggunakan membran UF untuk pemisahan biomassa dengan konsentrasi biomassa 23-
30.000 mg/l. Tahun 1960-an, Dorr-Oliver Inc., mengembangkan proses MST (Membrane
Sewage System) menggunakan modul UF plate & frame. Tahun 1970-an teknologi ini
memasuki Jepang dengan kesepakatan lisensi antara Dorr-Oliver dan Sanki Engineering
Co. Ltd. Tahun 1993, sebanyak 39 sistem BRM eksternal ini telah diaplikasikan untuk
pengolahan limbah sanitasi dan industri. Sebelumnya pada tahun 1982, Dorr-Oliver
memperkenalkan sistem MARS (Membrane Anaerobic Reactor System) untuk pengolahan
limbah berat industri makanan. Sistem ini dikembangkan lebih lanjut di Afrika Selatan dalam
bentuk ADUF (Anaerobic Digester Ultra Filtration) [9].
Pada awal tahun 1970-an, perusahaan lainnya yaitu Thetford Systems, Inc. dari Ann
Arbor, Michigan mengembangkan sistem BRM yang disebut Cycle-Let untuk mengolah dan
mendaur-ulang air bilasan dari fasilitas komersil skala kecil. Sistem ini menggunakan proses
lumpur aerobik-anoksik dua tahap. Filtrasi dilakukan dengan menggunakan membran UF
tubular. Permeat yang keluar dari UF selanjutnya di-desinfeksi dengan sinar UV dan
digunakan untuk membilas toilet. Thetford Systems, Inc. memasang 27 buah sistem ini

9
antara tahun 1974 dan 1982. Pada awal 1980-an, Thetford mulai mengaplikasikan proses
Cycle-let di fasilitas yang lebih besar seperti gedung-gedung perkantoran, pusat-pusat
perbelanjaan, kawasan-kawasan industri, tempat olahraga, dan fasilitas-fasilitas lain dimana
daur-ulang air bilasan diperlukan untuk mengurangi pembuangan limbah ke saluran
pembuangan. Thetford System, Inc. diakuisisi oleh ZENON Environmental Systems, Inc.
pada tahun 1994 dan diubah namanya menjadi ZENON Municipal System [29]. Akhir tahun
1980-an dan awal 1990-an, Zenon Environmental mengembangkan sistem BRM untuk
pengolahan limbah industri [9].
Pada tahun 1980, perusahaan Jepang Mitsui Petrochemical Company
memperkenalkan sistem BRM dengan nama UBIS (Ultra Biological System) untuk mengolah
limbah pada gedung Marunochi, Tokyo. Sistem ini dikembangkan oleh Rhone Poulenc,
Perancis. Air limbah yang berasal dari toilet, dapur, bak cuci, dan pengepelan lantai,
dikumpulkan dan disalurkan ke reaktor lumpur aktif aerobik. Membran UF plate-and-frame
(Pleiade) digunakan untuk mengolah air dan memisahkan lumpur. HRT yang digunakan
kurang-lebih 1 jam dengan konsentrasi lumpur 20 g/l. Pencucian kimia dilakukan setiap 45
hari untuk menjaga fluks pada 100 dan 120 LMH. Efluen BRM mengandung BOD <5 mg/l
dan tanpa sama sekali padatan tersuspensi. Efluen ini kemudian digunakan sebagai air
pembilas toilet. Sistem UBIS ini telah dipasang di lebih dari 40 bangunan dan memproduksi
lebih dari 5000 m3/hari [29]. Tahun 1989, berkaitan dengan program Aqua Renaissance ’90,
pemerintah Jepang mengembangkan BRM dengan membran datar terendam bekerja-sama
dengan perusahaan Kubota [9]. Aplikasi BRM dilaporkan pula dilakukan dengan
menggunakan teknologi ASMEX (Activated Sludge and Membrane CompleX System) [30].
Proses ini di-adaptasi dari sistem UBIS yang dikembangkan oleh Mitsui Petrochemical
Industry. Berdasarkan survei yang dilakukan Adham & Gagiiardo [31], berikut ini adalah
tabel yang berisikan daftar manufaktur BRM beserta status keaktifannya saat ini.

Tabel 3. Vendor BRM [31]


Nama dagang Perusahaan Negara Limbah Status terkini
MSTS Dorr Oliver AS Domestik Tidak aktif
UBIS Rhone Poulenc Prancis Domestik Tidak aktif
Domestik,
ASMEX Mitsui Petrochemical Jepang Tidak aktif
industri
CYCLE-LET Thetford System AS Domestik Di-akusisi oleh Zenon
Sedang
MEMBIO Memtec Australia Domestik mengembangkan
produk baru
BIOREM Kubota Jepang Domestik Masih aktif
Domestik,
STERAPORE Mitsubishi Rayon Jepang Masih aktif
industri
MARS Dorr Oliver AS Industri Tidak aktif
ADUF Ross/Membratek Afrika Selatan Pabrik jagung Tidak aktif
BIOMEMBRAT Wehrle Werk AG Jerman Lixiviat Tidak aktif
ZENOGEM Zenon Env. Inc. Kanada Minyak Masih aktif
CGE
Menggunakan
BIOSEP (Compagnie G&ale des Prancis Domestik
teknologi Zenon
Eaux)
Suez-LDE/IDI
Domestik,
BRM (Group Suez-Lyonnaise des Prancis Masih aktif
industri
Eaux/Infilco Degremont Inc.)

10
Tabel 4. Instalasi bioreaktor membran kapasitas >50.000 galon/hari [31]
Kapasitas
No. Lokasi Manufaktur Aplikasi Tahun
(galon/hari)
1 Prancis Suez-LDE Pabrik susu 211.260 02/97
2 Prancis Suez-LDE Air minum 105.680 03/95
3 Pads, Prancis Suez-LDE Perkotaan 486.129 Pilot 100 hari
4 Chiba, Jepang Mitsubishi-Rayon Industri 264.200 01/96
5 Ibaraki, Jepang Mitsubishi-Rayon Industri makanan 52.840 1996
6 Xamaguchi, Mitsubishi-Rayon Pabrik es krim 264.200 1996
Jepang
7 Aichi, Jepang Mitsubishi-Rayon Industri 198.150 1996
8 Ehime, Jepang Mitsubishi-Rayon Pabrik permen 66.050 1996
9 Tokyo, Jepang Mitsubishi-Rayon Perhotelan 19.260 1996
10 Chiba, Jepang Mitsubishi-Rayon Gedung perkantoran 121.532 1996
11 Gifu, jepang Mitsubishi-Rayon Bir 92.470 1997
12 Kumamoto, Mitsubishi-Rayon Bir 92.470 1997
Jepang
13 Shizuoka, Jepang Mitsubishi-Rayon Industri 158.520 04/97
14 Aomori, Jepang Mitsubishi-Rayon Industri makanan laut 52.840 03/97
15 Gifu, Jepang Mitsubishi-Rayon Bir 79.260 05/97
16 Kumamoto, Mitsubishi-Rayon Bir 79.260 05/97
Jepang
17 Kagawa, Jepang Mitsubishi-Rayon Industri 79.260 03/97
18 Wakayama, Mitsubishi-Rayon Industri 221.929 03/98
Jepang
19 Okinawa, Jepang Mitsubishi-Rayon Industri 118.890 06/98
20 Prancis CGE/Zenon Perkotaan 237.780 1995-1996
21 B.C., Kanada Zenon Rekreasi/domestik 200.000 11/96
22 B.C., Kanada Zenon Perkotaan 134.000 1997: Tahap II
200.000 1999: Tahap III
23 Tecumseh, MI Zenon Industri 60.000 n.a.
24 ON, Kanada Zenon Perkotaan 260.000 – 520.000 06/97
Proyek 1 tahun
25 Denver, CO Zenon Perkotaan, instalasi 1.000.000 – Sedang
pengolahan limbah 1.500.000 dibangun
26 Kairo, Mesir Zenon Perkotaan, instalasi 660.000 – Sedang
pengolahan limbah 1.320.000 dibangun
27 Kaha, Mesir Zenon Perkotaan, instalasi 1.000.000 – Sedang
pengolahan limbah 2.000.000 dibangun
28 Orascum, Mesir Zenon Perkotaan, irigasi 265.000 Sedang
dibangun
29 B.C., Kanada Zenon Perkotaan, instalasi 1.000.000 – Sedang
pengolahan limbah 2.000.000 dibangun
30 Mansfield, OH Zenon Industri 60.000 1991
31 ON, Kanada Zenon Industri 230.000 Akhir 1994
32 Kolombia, WA Zenon Industri minuman 120.000 n.a.
33 Puerto Rico Zenon Industri kosmetik 60.000 n.a.

11
Saat ini bioreaktor membran untuk pemisahan biomassa telah diaplikasikan hingga
skala industri. Jumlah instalasi telah mencapai lebih dari 500 plant dimana aplikasi terbesar
pada pengolahan limbah industri (27%) dan domestik (27%) diikuti pengolahan limbah yang
ditujukan untuk in-building (24%), perkotaan (12%) dan landfill leachate (9%) [9]. Tabel 4
menunjukkan beberapa instalasi bioreaktor membran yang tersebar di berbagai tempat
dengan kapasitas instalasi lebih dari 50.000 galon per hari. Sebagian besar manufaktur
bioreaktor membran didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Kubota, Zenon,
Suez-LDE, dan Mitsubishi-Rayon.
Survey mengenai instalasi BRM yang dilakukan oleh South Australian (SA) Water
Corporation [32] latar belakang pemasangan BRM di berbagai tempat yang tersebar di
British Columbia, Kanada, Amerika Serikat, dan Inggris (UK). BRM-BRM ini terdapat di
komunitas kecil, komunitas daerah (regional), ataupun daerah satelit yang sedang
berkembang yang berlokasi di pedalaman, daerah-daerah subkota/ pengembangan baru,
dan juga di daerah kota. Dari survei yang dilakukan, komunitas terkecil pengguna BRM
adalah komunitas dengan 960 orang (Florida) sementara populasi terbesar adalah 14.000
orang di California, dan populasi musiman terbesar 28.000 orang di Inggris. Alasan
penerapan BRM diantaranya didasari oleh kebutuhan meng-upgrade sistem pengolahan
yang sudah ada, area sensitif, upgrade sistem pengolahan yang disertai dengan
penggunaan RO, pembangunan instalasi pengolahan limbah baru, small footprint, package
plant, high profile, state of the art process, alternatif filtrasi tersier, demonstrasi teknologi,
daur-ulang air dan hubuangan dengan sistem air minum, kemampuan untuk pengendalian
salinitas, dan plant baru yang dibangun sebagai antisipasi peraturan yang akan datang.
Konfigurasi bioreaktor membran untuk pemisahan biomassa pada awalnya berupa
bioreactor dan modul membran yang terpisah, belakangan kemudian muncul konfigurasi
dimana modul membran direndam langsung ke dalam bioreaktor (Gambar 4).

Gbr. 4. Bioreaktor membran konfigurasi eksternal dan terendam

Perbandingan BRM eksternal (kadang disebut juga BRM tubular) dan BRM terendam
disajikan pada Tabel 5. Kondisi biologis pada dasarnya sama untuk kedua sistem akan
tetapi kondisi filtrasi berbeda nyata. Pada sistem eksternal, filtrasi berlangsung dengan
mode operasi inside-out (Gbr. 5a) sementara pada sistem terendam, filtrasi berlangsung
dengan mode operasi outside-in (Gbr. 5b). Sistem eksternal mampu mencapai fluks yang
lebih tinggi tapi membutuhkan kecepatan tangensial yang tinggi (3-5 m/det) dan tekanan
operasi yang secara signikan lebih tinggi karena adanya hilang tekan (pressure-drop) di

12
sepanjang membran. Hal ini menghasilkan rasio recycle yang besar (aliran umpan terhadap
aliran permeat) antara 25 dan 75 dan konsumsi energi antara 4 dan 12 kWh per m 3 yang
diolah. Kebalikannya, membran terendam bekerja pada tekanan yang lebih kecil, tanpa
resirkulasi biomassa, tapi dibutuhkan aerasi untuk scouring membran. Konsumsi energi
untuk filtrasi (termasuk pompa dan aerasi) antara 0,3-0,6 kWh per m3 terolah, 10-20 kali
lebih kecil dibandingkan sistem eksternal.

Tabel 5. Perbandingan kondisi filtrasi untuk BRM tubular dan terendam [29]
‘single-pump external loop’ Sistem membran terendam
Model modul membran Satuan Zenon’s PermaflowR Zenon’s ZeeWeedR
Z-8 ZW-500
Luas permukaan m2 2 46
Fluks LMH 50-100 20-50
Tekanan operasi kPa 400 20-50
Kecepatan m/det 3-5 -
Laju alir udara Nm3/jam 40
Rasio recycle (Qumpan/Qpermeat) 25-75
Energi untuk filtrasi kWh/m3 4-12 0,3-0,6

a. BRM eksternal (inside-out) b. BRM terendam (outside-in)


Gbr. 5. Skema filtrasi BRM (a: BRM eksternal, b: BRM terendam)

Bioreaktor pemisahan biomassa dapat dilakukan dalam kondisi aerob dan anaerob.
Tabel 6 berikut menunjukkan kinerja bioreaktor membran untuk pemisahan biomassa yang
telah diaplikasikan untuk berbagai limbah industri.

13
Tabel 6. Aplikasi bioreaktor membran pemisahan biomassa [33]
Influen Efluen

Industri Proses N-
COD BOD5 SS N-NTK COD BOD5 SS
NTK
mg/L mg/L g/L mg/L mg/L mg/L g/L
mg/L
Kosmetik Aerobik 6.500 2.400 1.900 40 <100 20 <5 0,4
Pemrosesan
Aerobik 4.200 2.600 650 110 40 <10 <5 4,2
susu
Tekstil Aerobik 10.000 - - - 600 - - -
Jus buah Aerobik 2.250 - - - 24 - - -
Penyamakan Aerobik 7.600 - - - 190 - - -
Air limbah 4.300-
Aerobik 919-1.360 253-889 - 180-660 3-34 1-11 -
oily 6.900
Sludge heat 9.200- 4.300- 1.500- 150-
Anaerobik 180-520 160-310 <5 250
treated liquor 10.600 5.000 2.200 230
Sweet whey Anaerobik 58.000 34.000 5.200 - 700 300 <10 -
Tepung
Anaerobik 35.000 15.000 13.000 - 270 70 <10 -
tapioka
Air limbah
sintetik Anaerobik 9.700 - - - 300 - - -
tapioka

Tabel 6 menunjukkan dengan jelas kinerja bioreaktor membran dalam penghilangan


COD, BOD, SS, dan total N. Efisiensi penghilangan COD, BOD5, SS dan total N rata-rata di
atas 97%. Beban COD yang sangat tinggi yaitu 58.000 ppm seperti pada limbah sweet whey
berhasil diolah dengan bioreaktor membran dengan efisiensi penghilangan kurang-lebih
98%. Pada Tabel 6 juga terlihat bahwa aplikasi bioreaktor membran telah merambah ke
berbagai industri seperti industri komestik, industri pemrosesan susu, industri tekstil, industri
jus buah, industri penyamakan, industri penghasil limbah berminyak, dan industri tapioka.
Hingga saat ini penelitian-penelitian di bidang bioreaktor membran masih terus berlangsung.
Beberapa diantaranya tidak dicantumkan di dalam Tabel 6 namun dapat diulas sedikit
bahwa penelitian yang ada saat ini diantaranya telah pula mengolah limbah-limbah lain
seperti limbah perkotaan, limbah domestik, limbah industri kimia, limbah lindi, limbah kertas,
limbah farmasi, limbah kelapa sawit, limbah pulp kraft, limbah penggosokan wol, dll. [9].
Namun demikian terdapat beberapa faktor yang menghambat pemakaian membran
secara luas yaitu masalah fouling dan biaya operasi jangka panjang yang secara bertahap
meningkat. Fouling membran menyebabkan penurunan fluks filtrasi dan peningkatan biaya
akibat kebutuhan untuk pencucian/penggantian membran yang tersumbat. Banyak peneliti
menyebutkan bahwa fouling terutama disebabkan oleh eksopolimer yang dihasilkan selama
lisis bakteri. Beberapa studi juga telah dilakukan untuk mengkuantifikasi masing-masing
fraksi terhadap fouling dimana koloid memegang peran utama dalam proses fouling [34].
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengendalikan masalah fouling pada
bioreaktor membran diantaranya adalah pengendalian turbulensi, pengoperasian pada fluks
sub-kritis, pemilihan material membran yang tahan fouling, periodic backwashing, dan
penambahan flokulan-koagulan.
Fouling dapat dikendalikan melalui proses pencucian secara berkala. Metode
pencucian membran dapat dibedakan ke dalam empat golongan, yaitu pencucian hidraulik,
pencucian mekanis, pencucian kimiawi, dan pencucian elektris. Pemilihan metode
pencucian bergantung pada konfigurasi modul, tipe membran, ketahanan kimia, dan jenis
foulant. Pencucian hidraulik meliputi backflushing, pressurize-depressurize tekanan, dan
perubahan aliran pada frekuensi tertentu. Pada metode backflushing, arah aliran permeat
dibalik secara periodik. Pada motode tersebut, produk dialirkan dari sisi permeat menuju sisi
umpan. Metode tersebut mereduksi waktu operasi efektif juga menyebabkan kehilangan

14
permeat ke larutan umpan. Hal ini menyebabkan backflush dalam aplikasi industri sangat
terbatas sehingga diperlukan optimalisasi. Optimalisasi proses backflush dilakukan terhadap
durasi dan interval backflush. Peningkatan laju produk setelah dilakukan backflush semata-
mata merupakan fungsi tekanan backflush dan interval antara dua backflush. Belakangan
ini, waktu interval backflush telah dikurangi hingga hitungan detik yang menandakan pula
tahanan cake tetap rendah karena tidak sempat membentuk lapisan.
Teknik backflush terbaru dengan frekuensi tinggi dan waktu yang sangat singkat juga
telah dikembangkan. Dengan waktu bakcflush yang sangat singkat (0,06 detik) dan interval
maksimum 5 detik (disarankan 1-3 detik) didapatkan hasil yang sangat baik [35, 36]. Karena
waktu backflush efektif yang sangat singkat dan tekanan backflush yang relative tinggi (1 bar
di atas tekanan umpan) metode ini disebut sebagai “backshock”. Kehilangan permeat
selama backshock menjadi sangat rendah dan hampir tidak mempengaruhi aliran permeat.
Teknik backshock yang dikombinasikan dengan struktur memban asimetrik terbalik
memungkinkan filtrasi pada kecepatan crossflow yang sangat rendah dan fluks permeat
yang sangat stabil. Backshock dengan frekuensi tinggi akan mencegah membran dari
penyumbatan dan memungkinkan filtrasi dengan fluks yang sangat stabil [36]. Dengan
metode tersebut, permasalahan fouling pada proses klarifikasi larutan tersuspensi dapat
diatasi [37-40]. Metode lainnya yaitu pencucian mekanis, hanya dapat diterapkan pada
sistem modul tubular seperti dengan metode ultrasonik. Adapun pencucian kimiawi
merupakan metode yang paling penting untuk mereduksi fouling menggunakan bahan kimia
yang dapat digunakan secara terpisah maupun terkombinasi. Konsentrasi bahan kimia dan
waktu pencucian juga merupakan hal yang penting karena berkaitan dengan ketahanan
membran terhadap bahan kimia. Pencucian secara elektrik merupakan metode pencucian
yang sangat khusus. Dengan mengaplikasikan arus listrik melewati membran, partikel-
partikel atau molekul-molekul bermuatan akan bermigrasi sesuai dengan arah arus listrik.
Pencucian elektrik dapat dilakukan tanpa mengganggu proses yang sedang berjalan dimana
arus listrik dihidupkan hanya pada interval-interval waktu tertentu [41]. Selain pencucian,
fouling juga dapat dikendalikan dengan mengatur laju alir membran seperti mengoperasikan
membran di bawah fluks kritisnya [42]. Dengan metode seperti ini, penumpukan foulant
dipermukaan membran dapat dihindari. Selain itu, membran dapat dioperasikan dengan
fluks yang stabil.
Dari pembahasan terdahulu telah ditunjukkan bahwa proses BRM memiliki beberapa
keunggulan yang tidak dimiliki oleh proses lumpur aktif konvensional, seperti kebutuhan
ruang yang lebih kecil, tingkat penyisihan padatan yang lebih baik, desinfeksi yang hampir
menyeluruh, laju pembebanan yang lebih tinggi, dan produksi lumpur yang lebih rendah [43].
Namun pada akhirnya keputusan pemilihan teknologi yang akan digunakan sering kali
ditentukan oleh pertimbangan ekonomi. Tabel 7 yang menampilkan salah satu perbandingan
biaya proses bioreaktor membran terendam dengan biaya proses lumpur aktif konvensional.
Berdasarkan perbandingan tersebut, sistem bioreaktor membran terlihat lebih menarik
daripada lumpur aktif konvensional sebab keperluan ruang dan konsumsi energinya jauh
lebih rendah. Studi yang dilaporkan oleh Adham & Gagiiardo [31] juga menunjukkan bahwa
pada skala yang kecil (1 MGal/hari), sistem bioreaktor membran lebih ekonomis
dibandingkan dengan sistem konvensional.

15
Tabel 7. Perbandingan biaya antara sistem bioreaktor membran terendam dengan sistem
lumpur aktif konvensional [10]
Sistem BRM Terendam Sistem Lumpur Aktif
Luas pabrik (m2) Tangki Pengendali Laju 13,4 Tangki Pengendali Laju Alir 13,4
Alir
Asa Tanka 20,0 Asa Tankb 66,7
Tangki sedimentasi 66,7
Tangki presedimentasi 5,0
Tangki sedimentasi 10,0
Tangki pemekatan lumpur 13,5
Total 33.4 Total 100,3
Daya listrik (kw) Ayakan halus 0.10 Ayakan halus 0,1
Pompa pengendali 0.25 Pompa pengendali aliran 0,25
aliran
Blower pengendali 0.40 Blower pengendali aliran 0,4
aliran
Blower untuk aerasi 3.70 Blower untuk aerasi 5,5
Pompa hisap 0.20
Total 4.65 Total 6,25
Lumpur (m3/hari) 0,069 0,963
Running costsc 8,37 11,25
(USD/hari)
Pengolahan 34,65 48,3
lumpur (USD/hari)
Running costs 72 % 100 %
Kebutuhan ruang 30 % 100 %
a tangki aerasi lumpur aktif (beban 2 kg/m3/hari)
b tangki aerasi lumpur aktif (load 0.6 kg/m3/hari)
c Biaya listrik pada USD 075 (Exchange rate = 40B/USD)

Daftar pustaka:
1. Aptel, P. and Buckley, C.A., Categories of membrane operations, in Water Treatment
Membrane Processes, J. Mallevialle, P. Odendaal, and M.R. Wiesner, Editors. 1996,
McGraw-Hill: New York.
2. Shuler, M.L. and Kargi., F., Bioprocess Engineering : Basic Concepts. 1992: Prentice-
Hall International, Inc. .
3. Masters, G.M., Introduction to Environmental Engineering and Science. 1991: Prentice-
Hall, Inc. USA
4. Mc Kane, L. and Kandel., J., Microbiology: Essential and Applications. 1986, Singapore:
McGraw-Hill, Inc.
5. Dunn, I.J., Heinzle, E., Ingham, J., and Prenosil, J.E., Biological Reaction Engineering :
Principles, Applications and Modelling with PC Simulation 1992, Germany: VCH.
6. Metcalf & Eddy, I., Wastewater Engineering: Treatment, disposal, and reuse. Vol. 3rd
ed. 1991: Metcalf & Eddy, Inc.
7. Horan, N.J., Biological Wastewater Treatment Systems : Theory and Operation. 1991,
England: John Wiley & Sons, Ltd.
8. Defrance, L. and Jaffrin, M.Y., Comparison between filtrations at fixed transmembrane
pressure and fixed permeate flux: application to a membrane bioreactor used for
wastewater treatment. Journal of Membrane Science, 1999. 152: p. 203-210.

16
9. Stephenson, T., Judd, S.J., Jefferson, B., and Brindle., K., Membrane Bioreactors for
Wastewater Treatment. 2000: IWA Publishing Company.
10. Visvanathan, C., Aim, R.B., and Parameshwaran, K., Membrane Separation Bioreactors
for Wastewater Treatment. Critical Review in Environmental Science and Technology,
2000. 30(1): p. 1-48.
11. Lederberg, J., Alexander, M., Hopwood, D.A., Iglewski, B.H., and Laskin., A.I.,
Encyclopedia of Microbiology. Vol. 2 D-L. 1992, Toronto: Academic Press, Inc.
12. Livingston, A.G., Arcangeli, J.P., Boam, A.T., Zhang, S., Marangon, M., and Santos,
L.M.F.d., Extractive Membrane Bioreactors for Detoxification of Chemical Industry
Wastes: Process Development. Desalination, 1998. 149: p. 211-215.
13. Fane, A.G. and Parameshwaran, K. Alternative MBR Concepts. in Seminar on
Membrane Bioreactors and Hybrid Systems. 2001. UTS. Sydney. Australia.
14. Brookes, P.R. and Livingston, A.G., Biological detoxification of a 3-chloronitrobenzene
manufacture wastewater in an extractive membrane bioreactor. Wat. Res. , 1994. 28: p.
1347-1354.
15. Anonymous. A Novel Membrane Bioreactor for By-Product Recovery.
http://www.cheresources.com/memreactor.shtml
16. Livingston, A.G., Brookes, P.R., and Santos, L.M.F.d., Removal and Destruction of
Priority Pollutants from Chemical Industry Wastewaters Using An Innovative Membrane
Bioreactor. IchemE Symposium Series, 1993. 132: p. 131-136.
17. Livingston, A.G., Boam, A.T., Zhang, S.F., and Arcangeli, J.P. Extractive Membrane
Bioreactor for Detoxifying Aqueous Wastes from The Chemicals Industry.
http://www.che.utoledo.edu/nams98/scripts/viewpap.cfm?ID=212.
18. Freitas dos Santos, L.M. and Livingston, A.G. Extraction and Biodegradation of Toxic
Volatile Organic Compound (1,2-Dichloroethane) from Waste-Water in A Membrane
Bioreactor. . http://link.springerny.com/link/service/journals/00253/bibs/
4042002/40420421.htm.
19. Peys, K., Diels, L., R.Leysen, and Vandecasteele, C., Development of a Membrane
Biofilm Reactor for The Degradation of Chlorinated Aromatics. Water Science and
Technology, 1997. 36(1): p. 205-214.
20. Katsivela, E., Bonse, D., Krüger, A., Strömpl, C., Livingston, A., and Wittich., R.M., An
Extractive Membrane Biofilm Reactor for Degradation of 1,3-Dichloropropene in
Industrial Waste Water. Applied Microbiology and Biotechnology, 1999. 52: p. 853-862.
21. Buenrostro-Zagal, J.F., Ramirez-Olive, A., Caffarel-Mėndez, S., Schettino-Bermúdez,
B., and Poggi-Varaldo, H.M., Treatment of a 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D)
Contaminated Wastewater in A Membrane Bioreactor. Water Science and Technology,
2000. 42(5-6): p. 185-192.
22. Wolf, G., Degradation of 1,2 dichloroethane and 3-chloro-4methylaniline Using An
Extractive Membrane Bioreactor., in Cost Action 624 – Optimal Management of
Wastewater Systems. WG4 meeting on “Biodegradation of toxic and biorefractory
compounds and their impact on wastewater treatment plants". 2001: Roma.
23. Lee, J.-M. and Jahng, D. TCE Degradation in An Extractive Membrane Bioreactor.
http://my.netian.com/~jun91/ paper/2.htm.
24. Liu, W., Howell, J.A., Arnott, T.C., and Scott., J.A., A Novel Extractive Membrane
Bioreactor for Treating Biorefractory Organic Pollutants in The Presence of High
Concentrations of Inorganics: Application to a Synthetic Acidic Effluent Containing High
Concentrations of Chlorophenol and Salt. . Journal of Membrane Science, 2001. 181: p.
127-140.
25. Ballinger, S. A Novel Membrane Bioreactor for By-Product Recovery.
http://www.cheresources.com/memreactor.shtml
26. Pampel, L.W.H. and Livingston., A.G., Anaerobic Dechlorination Of Prechloroethene In
An Extractive Membrane Bioreactor. 1998. 50(3): p. 303-308.
27. Emanuelsson, E.A.C. and Livingston, A.G., Study of Membrane Attached Biofilm
Performance with Nitrate as Electron Acceptor. Desalination, 2002. 149: p. 211-215.

17
28. Diels, L., Roy, S.V., M.Mergeay, Doyen, W., Taghavi, S., and Leysen., R.
Immobilisation of Bacteria in Composite Membranes and Development of Tubular
Membrane Reactors for Heavy Metal Recuperation. in 3rd Intnl. Conf. Effective
Membrane Processes. 1993.
29. Cote, P. and Thompson, D., Wastewater Treatment Using Membranes: The North
American Experience. Membrane Technology in Environmental. 1999, Tokyo.
30. Roullet, R. The Treatment of Wastewater Using an Activated Sludge Bioreactor
Coupled With an Ultrafiltration Module. in Proceedings of Workshop on Selected Topics
on Clean Technology. 1989. Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand.
31. Adham, S. and Gagiiardo., P., Membrane Bioreactors for Water Repurification – Phase
I. 1998: Desalination Research and Development Program Report No. 34. U.S.
Department of The Interior.
32. Salked, M. and Sickerdick., L., A Survey of Commercial Membrane Bioreactor
Installations, in MBR 3 Cranfield University, S. Judd, Editor. 2001, The School of Water
Science. Cranfield University: UK.
33. Manam, J. and Sanderson, E., Membrane bioreactors In: Water Treatment: Membrane
Process, in Water Treatment Membran Processes, J. Mallevialle, P. Odendaal, and
M.R. Wiesner, Editors. 1996, McGraw-Hill: New York.
34. Bouhabila, E.H., Aim, R.B., and Buisson, H., Fouling Characterisation in Membrane
Bioreactors. Separation and Purification Technology, 2001. 22-23: p. 123-132.
35. Wenten, I., Koenhen, D., Roesink, H., Rasmussen, A., and Jonsson, G., The Backshock
Process: A novel backflush technique in microfiltration. Proceedings of Engineering of
Membrane Processes, II Environmental Applications, Ciocco, Italy, 1994.
36. Wenten, I.G., Mechanisms and control of fouling in crossflow microfiltration. Filtration &
separation, 1995. 32(3): p. 252-253.
37. Jonsson, G. and Wenten, I.G. Control of concentration polarization, fouling and protein
transmission of microfiltration processes within the agro-based industry. in Proceedings
of the ASEAN-EC Workshop on Membrane Technology in Agro-Based Industry, Kuala-
Lumpur, Malaysia. 1994.
38. Wenten, I.G., Application of crossflow membrane filtration for processing industrial
suspensions. 1994, The Technical University of Denmark.
39. Wenten, G., Koenhen, D.M., Roesink, H.D.W., Rasmussen, A., and Jonsson, G.
Method for the removal of components causing turbidity, from a fluid, by means of
microfiltration. US Patent No. US5560828 A. 1996
40. Wenten, I.G. and Jonsson, G.E. Fouling studies during membrane filtration of single-cell
protein suspension. in International Congress on Membranes and Membrane
Processes. 1996.
41. Mulder, M., Basic Principles of Membrane Technology. 1996, Netherlands: Kluwer
Academic Publisher.
42. Chen, V., Fane, A.G., Madaeni, S., and Wenten, I.G., Particle deposition during
membrane filtration of colloids: transition between concentration polarization and cake
formation. Journal of Membrane Science, 1997. 125(1): p. 109-122.
43. Wenten, I.G., Recent development in membrane science and its industrial applications.
J Sci Technol Membrane Sci Technol, 2002. 24(Suppl): p. 1010-1024.

18

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai