Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadits Nabi merupakan sumber ajaran Islam, di samping al-Qur'an. "Hadits atau disebut juga
dengan Sunnah, adalah segala sesuatu yang bersumber atau didasarkan kepada Nabi SAW., baik
berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir-nya. Hadits, sebagai sumber ajaran Islam setelah al-
Qur'an, sejarah perjalanan hadits tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam itu sendiri.

Hadits Nabi yang berkembang pada zaman Nabi (sumber aslinya), lebih banyak berlangsung
secara hafalan dari pada secara tulisan. Penyebabnya adalah Nabi sendiri melarang para sahabat
untuk menulis hadits-nya, dan menurut penulis karakter orang-orang Arab sangat kuat
hafalannya dan suka menghafal, dan ada kehawatiran bercampur dengan al-Qur'an. Dengan
kenyataan ini, sangat logis sekali bahwa tidak seluruh hadits Nabi terdokumentasi pada zaman
Nabi secara keseluruhan.

Pada realitas kehidupan masyarakat muslim, perkembangan hadits Nabi secara kuantitatif cukup
banyak sekali. Selain perkembangan hadits yang cukup banyak, juga banyak istilah-istilah yang
digunakan. Pada masyarakat umum yang dikenal adalah Hadits dan as-Sunnah, sedangkan pada
kelompok tertentu, dikenal istilah Khabar dan Atsar. Untuk itu, pada pembahasan makalah ini,
pemakalah akan menyoroti : (1) pengertian Hadits, dan perbedaan Hadits dengan al-Khabar, dan
al-Atsar.

1
B. Rumusan Masalah :

1. Apakah pengertian Hadits?

2. Apakah bentuk-bentuk hadits?

3. Apakah pengertian sunnah?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui pengertian Hadits.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk hadits.

2
BAB II

PEMBAHASAN

I. Hadist
A. Pengertian Hadits

Hadis atau al-hadits menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru – lawan dari al-
Qodim (lama) – artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang
singkat seperti ‫( سالم أال فى اللعهد حديث‬orang yang baru masuk/memeluk agama Islam). Hadis juga
sering disebut al-khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan
dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadis.1

Hadis dengan pengertian khabar sebagaimana tersebut di atas dapat dilihat pada beberapa ayat
al-Qur'an, seperti:

QS. Al-Thur (52):34,

‫ن ِمثْ ِل ٍِه ِب َحدِيثٍ فَ ْليَأْتُوا‬


ٍْ ‫صا ِدقِينٍَ كَانُوا ِإ‬
َ

"Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-
orang yang benar."

QS. AL-Kahfi (18):6,

ٍ‫سر ال يَ ْعلَ ٍُم الَّذي أَ ْنزَ لَ ٍهُ قُ ْل‬


ٍَّ ‫َّماوات فِي‬
ٍِ ‫ض ٍَو الس‬ ْ ُ‫اٍ َرحيم َغفُوراٍ كانٍَ ِإنَّ ٍه‬
ٍ ِ ‫ال َْْْ ْر‬

"Katakan olehmu Dia (al-Furqan) ini diturunkan langsung oleh Yang Maha Mengetahui rahasia
di sekalian langit dan di bumi.Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun dan Maha
Penyayang."

QS. Al-Dhuha (93):11.

‫ث فَ َح ٍِد كٍَ َرب بِ ِن ْع َم ٍِة َوأَ َّما‬


ٍْ

3
"Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan." Demikian pula dapat dilihat
pada hadis berikut:

‫من فيه نا وجد وما ه استحللنا ل حالل من فيه وجدنا ما هللا كتاب هدا يقول ان حدكم أ شك يو‬

‫ ثة ثال به كذب فقد به فكدب حديث ى عن بلغه من أال مناه ر ح حرم‬, ‫به حدث والذى له ورسو هللا‬

"Hampir-hampir ada seorang diantara kamu yang akan mengatakan "ini kitab Allah" apa yang
halal didalamnya kami halalkan dan apa yang haram di dalamnya kami haramkan. Ketahuilah
barang siapa yang sampai kepadanya suatu hadis dariku kemudian ia mendustakannya, berarti ia
telah mendustakan tiga pihak, yakni Allah, Rasul, dan orang yang menyampaikan hadis
tersebut".

Sedangkan menurut istilah (terminology), para ahli memberikan definisi (ta'rif) yang berbeda-
beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya. Seperti pengertian Hadits menurut ahli ushul
akan berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh ahli hadis.

Menurut ahli hadis, pengertian hadis adalah:

‫واحواله وافعاله م وسل عليه هللا ى صل النبى اقوال‬

"Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya."

Yang dimaksud dengan "hal ihwal" ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW. yang
berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya.2

Ada juga yang member pengertian lain:

‫أوصفة أوتقريزا فعال أو قوال م وسل عليه هللا ى صل ى ب الن إلى ماأضيف‬

"Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun
sifat beliau.

Sebagian muhadditsin berpendapat bahwa pengertian hadis diatas merupakan pengertian yang
sempit. Menurut mereka, hadis mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas, tidak terbatas
pada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. (hadis marfu') saja. Melainkan termasuk juga

4
yang disandarkan kepada para sahabat (hadis mauquf), dan tabi'in (hadis maqta'), sebagaimana
disebutkan oleh Al-Tirmisi:

‫إلى أضيف ما وهو لموقوف با جاء بل م وسل عليه هللا ى صل إليه فوع بالمر ص يخت ال الحديث ن أ‬

‫بعى ا للت ضيف أ ما وهو ع والمقطو بى الصحا‬

"Bahwasanya hadis itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu', yaitu sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW., melainkan bisa juga untuk sesuatu yang mauquf, yaitu yang disandarkan
kepada tabi'in.

Sementara para ulama ushul memberikan pengertian hadits adalah:

‫ررها وتق ألحكام ال تثبت تى ال وتقريراته له وأفعا اله أقو‬

"Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara' dan
ketetapannya".

Berdasarkan pengertian hadis menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadis adalah segala sesuatu
yang bersumber dari Nabi SAW. baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan
dengan hukum atau ketentua-ketentuan Allah yang disyariatkan kepada manusia. Selain itu tidak
bisa dikatakan hadis. Ini berarti ahli ushul membedakan diri Muhammad sebagai rasul dan
sebagai manusia biasa. Yang dikatakan hadis adalah sesuatu yang berkaitan dengan misi dan
ajaran Allah yang diemban oleh Muhammad SAW. sebagai Rasulullah. Inipun, menurut mereka
harus berupa ucapan dan perbuatan beliau serta ketetapan-ketetapannya. Sedangkan kebiasaan-
kebiasaan , tata cara berpakaian, cara tidur dan sejenisnya merupakan kebiasaan manusia dan
sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai hadis. Dengan demikian, pengertian hadis
menurut ahli ushul lebih sempit disbanding dengan hadis menurut ahli hadis.

B. Bentuk-Bentuk Hadits

Berdasarkan pengertian istilah yang dikemukakan oleh ulama, secara lebih mendetail bentuk –
bentuk (cara-cara) yang termasuk kedalam kategori hadis menurut Muhammad Abdul Rauf,
seperti dikutip Syuhudi Ismail, ialah:

1. Sifat-siat Nabi SAW. yang dikemukakan sahabat;

5
2. Perbuatan dan akhlak Nabi SAW. yang diriwayatkan oleh para sahabat;

3. Sikap dan perbuatan para sahabat yang didiamkan/dibiarkan Nabi SAW. (disebut juga dengan
taqrir an-nabiy);

4. Timbulnya beragam pendapat sahabat di hadapan Nabi SAW. lalu beliau mengemukakan
pendapatnya sendiri atau mengakui salah satu pendapat sahabat itu.

5. Sabda Nabi SAW. yang keluar dari lisan beliau sendiri;

6. Firman Allah selain al-Qur'an yang disampaikan oleh Nabi SAW. yang biasa disebut dengan
hadis qudsy;

7. Surat-surat Nabi SAW. yang dikirimkan kepada para sahabat yang bertugas di daerah-daerah
atau kepada pihak di luar Islam.3

Sebagaimana dalam uraian di atas telah disebutkan bahwa Hadits mencakup segala perkataan,
perbuatan dan taqrir Nabi SAW. Oleh karena itu, pada bahasan ini akan diuraikan tentang bentuk
Hadits:

1. Hadits Qouli

Yang dimaksud dengan Hadits Qouli adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW. yang
berupa perkataan atau ucapan yang memuat berbagai maksud syara', peristiwa, dan keadaan, baik
yang berkaitan dengan aqidah, syari'ah, akhlak, maupun yang lainnya. Di antara contoh Hadits
Qouli ialah Hadits tentang do'a Rosul SAW. yang ditujukan kepada yang mendengar ,
menghafal, dan menyampaikan ilmu. Hadits tersebut berbunyi:

‫حامل ورب بفقيه ليس فقه حامل رب فاءنه غيره يبلغه حتى فحفظه يثا حد منا امراسمع هللا انضر‬

‫صحة ومنا هلل العمل اخالص ابدا مسلم قلب عليهن اليغل حصال ث ثال منه افقه هو من الى فقه‬

‫(احمد وراه) ورائهم من تحيط دعوتهم فاءن الجماحة والةاآلمرولزوم‬

"Semoga Allah member kebaikan kepada orang yang mendengarkan perkataan dariku kemudian
menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain, karena banyak orang berbicara mengenai
fiqh padahal ia bukan ahlinya. Ada tiga sifat yang karenanya tidak akan timbul rasa dengki dihati

6
seorang muslim, yaitu ikhlas beramal semata-mata kepada Allah SWT., menasehati, taat dan
patuh kepada pihak penguasa; dan setia terhadap jama'ah. karena sesungguhnya do'a mereka
akan memberikan motivasi (dan menjaganya) dari belakang". (HR. Ahmad)

Contoh lain Hadits tentang bacaan al-Fatihah dalam shalat, yang berbunyi:

‫ (مسلم رواه) ب الكتا تحة بفا يقرا لم لمن صالة ال‬4

"Tidak sah shalat seseorang yany tidak membaca Fatihah Al- Kitab". (HR. Muslim)

2. Hadits Fi'li

Dimaksudkan dengan hadits Fi'li adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa
perbuatannya yang sampai kepada kita. Seperti Hadits tentang

shalat dan haji. Contoh Hadits Fi'li tentang shalat adalah sabda Nabi SAW. yang berbunyi:

‫ (رى البخا زواه) أصلي ني رأيتمو كما وا صل‬5

"Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat". (HR. Bukhari)

Contoh lainnya, Hadits yang berbunyi:

‫(مذى التر رواه) به جهت تو ما حيث راحلته على ي يصل م سل و عليه هللا ى صل ي النب كان‬

"Nabi SAW shalat diatas tunggangannya, ke mana saja tunggangannya itu menghadap". (HR.
Al=Tirmidzi)

3. Hadits Taqriri

Yang dimaksud dengan hadits taqriri adalah segala hadits yang berupa ketetapan Nabi SAW.
terhadap apa yang datang dari sahabatnya. Nabi SAW. membiarkan suatu perbuatan yang
dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat, baik mengenai pelakunya
maupun perbuatannya.

Diantara contoh Hadits Taqriri, ialah sikap Rasul SAW. membiarkan para sahabat melaksanakan
perintahnya, sesuai dengan penafsirannya masing-masing sahabat terhadap sabdanya, yang
berbunyi:

7
‫ (رى البخا رواه) يظة قر بني في إال العصر أحد ن ي يصل ال‬6

"Janganlah seorangpun shalat 'Asar kecuali di Bani Quraizah)".

Sebagian sahabat memahami larangan tersebut berdasarkan pada hakikat perintah tersebut,
sehingga mereka tidak melaksanakan shalat 'Asar pada waktunya. Sedang segolongan sahabat
lainnya memahami perintah tersebut dengan perlunya segera menuju Bani Quraizah dan jangan
santai dalam peperangan, sehingga bisa shalat tepat pada waktunya. Sikap para sahabai ini
dibiarkan oleh Nabi SAW. tanpa ada yang disalahkan atau diingkarinya.

4. Hadis Hammi

Yang dimaksud dengan hadis hammi adalah hadis yang berupa hasrat Nabi SAW. yang belum
terealisasikan, seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9 'Asyura. Dalam riwayat Ibn Abbas,
disebutkan sebagai berikut:

‫مه بصيا مر ؤأ راء شو عا يوم م وسل عليه هللا ى صل هللا رسول م صا حين‬, ‫ه إن هللا ل سو ر يا لوا قا‬

‫سع ا الن اليوم صمنا هللا شاء إن المقبل العام ن كا فاءذا فقال رى صا ن وال اليهود ظعه تع يوم‬

)‫(مسلم رواه‬

" Ketika Nabi SAW. berpuasa pada hari 'Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk
berpuasa, mereka berkata: Ya Nabi! Hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang
Yahudi dan Nasrani. Nabi SAW, bersabda: Tahun yang akan datang insya' Allah aku akan
berpuasa pada hari yang kesembilan ". (HR. Muslim)"

Nabi SAW, belum sempat merealisasikan hasratnya ini, karena wafat sebelum sampai bulan
'Asyura. Menurut Imam Syafi'I da para pengikutnya, bahwa menjalankan hadis hammi ini
disunnahkan, sebagaimana menjalankan sunnah-sunnah yang lainnya.

5. Hadis Ahwali

Yang dimaksud dengan hadis ahwali ialah hadis yang berupa hal ihwal Nabi SAW. yang
menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadiannya. Tentang keadaan fisik Nabi SAW.
dalam beberapa hadis disebutkan, bahwa fisiknya tidak terlalu tinggi dan tidak pendek,
sebagaimana yang dikatakan oleh al-Barra' dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, sebagai berikut:

8
‫والبالقصير ئن البا بالطويل ليس خلقا وأحسنه وجها اس الن أحسن م وسل عليه هللا ى صل هللا رسو ن كا‬

)‫ (البخارى رواه‬7

"Rasul SAW. adalah manusia yang sebaik-baiknya rupa dan tubuh. Keadaan fisiknya tidak tinggi
dan tidak pendek". (HR. Bukhari)

Pada hadis lain disebutkan:

‫وال م وسل عليه هللا ى صل ي ب الن ف ك من ألين ديباجا وال يرا حر مسست ما عنه هللا رضي أنس قال‬

‫رى البخا رواه) م سل و عليه هللا ى صل ي ب الن ف حر أو ريح من أطيب ط ق فا أوعر ط ق ريحا شممت‬

"Berkata Anas bin Malik: Aku belum pernah memegang sutra murni dan sutra berwarna (yang
halus) sehalus telapak tangan Rasul SAW. juga belum pernah mencium wewangian seharum
Rasul SAW. (HR. Bukhari)

II. SUNNAH
A. Pengertian Sunnah

Sunnah secara harfiyah berarti perjalanan, pekerjaan atau cara. Secara terminologis, menurut
hukum islam ialah segala perkataan, perbuatan dan persetujuan nabi Muhammad e. [1]

Sunnah menurut para ahli hadist identik dengan hadist, yaitu: seluruh yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan ataupun yang sejenisnya
(sifat keadaan atau himmah). Sunnah menurut ahli ushul fiqhٍadalahٍ“ٍsegalaٍyangٍdiriwayatkanٍ
dari Nabi Muhammad SAW, berupa perbuatan, perkataan , dan ketetapan yang berkaitan dengan
hukum”.

Sedangkan sunnah menurut para ahli fiqh , di samping pengertian yang dikemukakan para
ulama’ٍushulٍfiqhٍdiٍatas,ٍjugaٍdimaksudkan sebagai salah satu hokum taqlifih, yang
mengandungٍpengertian”perbuataanٍyangٍapabilaٍdikerjakanٍmendapatٍpahaladanٍapabilaٍ
ditinggalkanٍtidakٍmedapatٍsiksaٍ(tidakٍberdosa)”[2]

Atau terkadang dengan perbuatan, beliau menerangkan maksudnya, seperti pelajaran shalat yang
beliau ajarkan kepada mereka (para sahabat) secara praktek dan juga cara-cara ibadah haji. Dan
kadang para sahabatnya brbuat sesuatu di hadiratnya atau sampai berita-berita berupa ucapan
atau tindakan mereka kepada beliau, tetapi hal ini tidak di ingkarinya, bahkan didiamkannya saja,
padahal beliau sanggup untuk menolaknya(kalau tidak dibenarkan) atau nampak padanya setuju
dan senang, sebagai mana diriwayatkan bahwa beliau tidak mengingkari orang yang makan
daging biawak di tempat makan beliau.[3]

9
B. Macam-macam Sunnah

Pembagian hadist atau sunnah dapat didasarkan dari berbagai pendekatan. Ada beberapa
pendekatan yang biasa digunakan untuk menentukan pembagian tersebut. Pembagian yang
didasarkan pada pada pendekatan sumbernya. Maksudnya darimana seumber ide dari perkataan,
perbuatan, dan persetujuan Raul Allah tersebut. Berdasarkan pendekatan ini, maka Hadist dibagi
menjadi: Hadist Qudsi dan Hadist Nabawi.[4]

Hadist qudsi adalah hadist yang maknanya dari Allah dan lafazdnya dari Rasul Allah e.[5] Dan
Hadist Nabawi maksudnya hadist dan makna lafasz kata-kata sepenuhnya berasal dari nabi, hal
ini dibagi kepada tiga macam: yaitu:

1)Sunnah Qauliyah (perkataan): yaitu hadist yang bersumber dari perkataan Nabi SAW. Berisi
informasi yang menerangkan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum-hukum
agama dan maksud kandungan AL-Qur’an.

2)SunnahٍFi’liyahٍ(Perbuatan),ٍyaituٍhadistٍyangٍbersumberٍdariٍperbuatanٍNabiٍSAW.ٍHadistٍ
Fi’liyahٍiniٍmerupakanٍinformasiٍvisualٍ(gerakٍlakonٍyangٍdapatٍdilihat) dari perbuatan ytang
dalamٍmelakukanٍperintahٍAllah,ٍmisalnyaٍbewudu’,ٍsholat,ٍpuasa,ٍzakat,ٍhaji,ٍdanٍlain-lainnya.
Contohٍhaditsٍfi’liyah

‫بن خالد عن عنهما هللا رضي عباس بن هللا عبد عن سهل بن أمامة أبي عن شهاب ابن عن مالك عن مسلمة بن هللا عبد حدثنا‬
‫ الوليد‬: ‫سلم و عليه هللا صلى هللا رسول إليه فأهوى محنوذ بضب فأتي ميمونة بيت سلم و عليه هللا صلى هللا رسول مع دخل أنه‬
‫فقلت يده فرفع هللا رسول يا ضب هو فقالوا يأكل أن يريد بما سلم و عليه هللا صلى هللا رسول أخبروا النسوة بعض فقال بيده‬
‫ ) أعافه فأجدني قومي بأرض يكن لم ولكن ال ( فقال ؟ هللا رسول يا هو أحرام‬. ‫هللا صلى هللا ورسول فأكلته فاجتررته خالد قال‬
‫[ينظر سلم و عليه‬6]

3)Sunnah Taqririyah (persetujuan), yaitu hadist yang bersumber dari sikap Nabi SAW. Terhadap
kasis tertentu, bila Nabi SAW. Mendengar sahabat mengatakan suatu perkataa, lalu beliau
membiarkan (tidak merespon) dengan cara tidak menyuruh atau melarang. Sikap seperti itu
mengisyaratkan persetujuan dari beliau, bahwa apa yang dilakukan itu boleh-boleh saja dan tidak
melanggar hukum.

Pembagian hadits dari segi kualitasnya

1.Mutawatir

Menurut bahasa, kata al-mutawatirٍadalahٍisimٍfa’ilٍberasalٍdariٍmashdarٍ”al-tawatur´ semakna


denganٍ”at-tatabu’u”ٍyangٍberartiٍberturut-turut atau beriring-iringanٍsepertiٍkataٍ“tawataraٍal-
matharu”ٍyangٍberartiٍhujan turun berturut-turut.

10
Menurut istilah, hadis mutawatir adalah hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi pada
semua thabaqat (generasi) yang menurut akal dan adat kebiasaan tidak mungkin mereka
bersepakat untukberdusta[7]

Contohnya: Perkataan Nabi yang diriwayatkan oleh orang banyak kepada orang banyak.

‫النار من متعمدافليتبوأمقعده علي كذب من‬

Artinya : Barang siapa berdusta atas (nama)-ku dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil
tempat duduknya dari neraka

2.Masyhur

Hadist masyhur dipahami sebagai suatu hadist yang telah dikenal dikalangan para ahli ilmu
tertentu atau dikalangan masyarakat umum tanpa memperhatikan ketentuan syarat di atas, yakni
banyaknya perawi yang meriwayatkannya, sehingga kemungkinannya hanya mempunyai satu
jalur sanad saja atau bahkan tidak berasal (bersanad) sekalipun.

Contohnya: seperti hadist yang diriwayatkan Anas ra:

‫وذكوان رعل علي يدعو شهرا الركوع بعد وسلم عليه هللا صلي النبي قنت‬

Artinya:ٍBahwaٍNabiٍsawٍpernahٍmembacaٍdoaٍqunutٍsetelahٍruku’ٍselamaٍsatuٍbulanٍuntukٍ
mendoakan keluargaٍRi’ilٍdanٍDzakwan(HR.ٍBukhariٍMuslim).

3.Ahad

Menurutٍbahasaٍkataٍ“ahad”ٍbentukٍpluralٍ(jama’)ٍdariٍkataٍ“ahad”ٍyangٍberarti:ٍsatuٍ(hadistٍ
wahid) berarti hadis yang diriwayatkan satu perawi.

Menurut istilah, hadist ahad adalah:

‫المتواتر شروط يجمع مالم هو‬

Artinya: Hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi hadis mutawwatir[8]

Yang dimaksud hadist ahad adalah hadist yang diriwayatkan oleh beberapa perawi yang
jumlahnya tidak mencapai batasan hadist mutawwatir. Mayoritas hadist yang diriwayatkan dari
Rasulullah SAW dan terdapat dalam kitab-kitab referensi adalah jenis hadist ahad.[9]

Contohnya: Hadis Nabi SAW:

‫العباد من ينتزعه انتزاعا العلم يقبض ال هللا إن‬

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan menggenggam ilmu pengetahuan dengan mencabutnya
dari para hamba.[10]

11
Pembagian hadits menurut perowinya

1.Shahih

Kata Shahih (‫ )الصحيح‬dalam pengertian bahasa, diartikan sebagai orang sehat antonim dari kata
as-saqîm (‫ = )السقيم‬orang yang sakit. Jadi yang dimaksud hadis shahih adalah hadis yang sehat
dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat.

ٍ‫ل َما ه َُو‬ َ َّ‫سنَدٍُهُ ات‬


ٍَ ‫ص‬ َ ‫ل‬ ٍِ ْ‫ط ْالعَد‬
ٍِ ‫ل بِ َن ْق‬ ٍِ ِ‫ضبْطاٍ الضَّاب‬
َ ٍ‫َامال‬
ِ ‫نك‬ٍْ ‫الَ ٍَو ِمثْ ِل ٍِه َع‬ ُّ ‫ْال ِعلَّ ٍِة ٍَو ال‬
ٍ ‫شذ ُ ْو ٍِذ ِمنٍَ َخ‬

“Hadisٍyangٍmuttasilٍ(bersambung)ٍsanadnya,ٍdiriwayatkanٍolehٍorangٍ‘adilٍdanٍdhabith (kuat
dayaٍingatan)ٍsempurnaٍdariٍsesamanya,ٍselamatٍdariٍkejanggalanٍ(syadz),ٍdanٍcacatٍ(‘illat)”.

Imam As-Suyuthiٍmendifinisikanٍhadisٍshahihٍdenganٍ“hadisٍyangٍbersambungٍsanadnya,ٍ
diriwayatkan oleh ar-râwiyٍ(periwayat)ٍyangٍ‘adilٍdanٍdhabith,ٍtidak syadz dan tidak
ber‘illat”.[11]

Syarat-Syarat Hadis Shahih

1. Sanadnya Bersambung
2. Ar-râwiy (periwayat)-nyaٍBersifatٍ‘Adil
3. Ar-Râwiy (periwayat)-nya Bersifat Dhabith
4. Tidak Syadz
5. TidakٍBer’illat

2.Hasan

Secara bahasa, hasan berarti al-jamâl,ٍyaitu:ٍ“indah”.ٍHasan juga dapat juga berarti sesuatu
sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan para ulama berbeda pendapat
dalam mendefinisikan hadis hasan karena melihat bahwa ia meupakan pertengahan antara hadis
shahihٍdanٍhadisٍdha’if,ٍdanٍjugaٍkarenaٍsebagian ulama mendefinisikan sebagai salah satu
bagiannya. Sebagian dari definisinya yaitu:

üAl–Khaththabi:ٍ“hadisٍyangٍdiketahuiٍtempatٍkeluarnya,ٍdanٍtelahٍmasyhurٍar-ruwât/ ‫(الرواة‬para
periwayat) dalam sanadnya, dan kepadanya tempat berputar kebanyakan hadis, dan yang
diterimaٍkebanyakanٍulama,ٍdanٍyangٍdipakaiٍolehٍumumnyaٍfuqahâ’”.

3.Maudhu’

Dariٍsegiٍbahasa,ٍmaudhu’ٍberartiٍbentukٍismٍmaf’ulٍdariٍkataٍkerjaٍwadha’aٍyangٍberartiٍ
mengada-ada atau membuat-buat.Bila dikaitkan dengan Hadis maka berarti mengada-adakan
HadisٍatauٍmemalsukanٍHadis.ٍMenurutٍilmuٍHadis,ٍHadisٍmaudhu’ٍberartiٍHadisٍyangٍ

12
disandarkan kepada Rasulullah saw. yang Rasulullah saw. sendiri tidak pernah mengerjakan,
berbuat dan memutuskannya. Dalam sumber lain dikatakan bahwa Hadis maudhu’ٍberartiٍ
kebohongan yang dibuat dan diciptakan serta disandarkan kepada Rasulullah saw.[12]

4.Dha’if

Kataٍ“Dha`if”ٍmenurutٍbahasaٍberasalٍdariٍkata”dhu`fun”ٍyangٍberartiٍlemahٍlawanٍdariٍkataٍ
“qawiy”ٍyangٍberartiٍkuat,ٍsedangkanٍhaditsٍdha`ifٍberartiٍhadits yang tidak memenuhi kriteria
hadits hasan. hadits dha`if disebut juga hadits mardud(ditolak). Contoh Hadits Dha`if adalah
hadits yang artinya:

“bahwasanyaٍNabiٍSAWٍwudhuٍdanٍbeliauٍmengusapٍkeduaٍkaosٍkakinya”

Hadits tersebut dikatakan Dha`if karena diriwayatkan dari Abu Qais Al-Audi, seorang rawi
yangmasih dipersoalkan.[13]

Secara terminologis, para ulama berbeda pendapat dalam merumuskanya. Namun demikian,
secara substansial kesemuanya memiliki persamaan arti. Imam Al-Nawawi, misalnya
mendefinisikan Hadits Dha`if dengan hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits
shahih dan syarat-syaratٍhaditsٍhasan.ٍSedangkanٍmenurutٍMuhammadٍ‘AjjajٍAl-Khathib, Hadits
Dha`if didefinisikan sebagai segala hadits yang di dalamnya tidak terkumpul sifat-sifat maqbul.
Nur Al-Din itr merumuskan Hadits Dha`if dengan hadits yang hilang salah satu syaratnya dari
syarat-syaratٍhaditsٍmaqbulٍ”haditsٍyangٍshahihٍatauٍhaditsٍyangٍhasan”.

Berdasarkan definisi rumusan di atas, dapat dipahami bahwa hadits yang kehilangan salah satu
syarat dari syarat-syarat Hadits Shahih atau Hadits Hasan, maka hadis tersebut dapat
dikategorikan sebagai Hadits Dhaif. Artinya jika salah satu syarat saja hilang, disebut Hadits
Dha`if. Lalu bagaimana jika yang hilang itu dua atau tiga syarat? Seperti perawinya tidak adil,
tidak dhabit, atau dapat kejanggalan dalam matannya. Maka hadits yang demikian, tentu dapat
dinyatakan sebagai Hadits Dha`if yang sangat lemah sekali.[14]

Macam-macamٍdha’if

Hadist Dhaif dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: Hadits Dhaif karena gugurnya
rawi dalam sanadnya, dan hadits dhaif karena adanya cacat pada rawi atau matan.

a.Hadits dhaif karena gugurnya rawi

Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu atau beberapa rawi, yang
seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan sanad, maupun pada pertengahan atau
akhirnya. Ada beberapa nama bagi hadits dhaif yang disebabkan karena gugurnya rawi, antara
lain yaitu:

1)Hadits Mursal

13
Hadits mursal menurut bahasa, berarti hadits yang terlepas. Para ulama memberikan batasan
bahwa hadits mursal adalah hadits yang gugur rawinya di akhir sanad. Yang dimaksud dengan
rawi di akhir sanad ialah rawi pada tingkatan sahabat yang merupakan orang pertama yang
meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW. (penentuan awal dan akhir sanad adalah dengan
melihat dari rawi yang terdekat dengan imam yang membukukan hadits, seperti Bukhari, sampai
kepada rawi yang terdekat dengan Rasulullah). Jadi, hadits mursal adalah hadits yang dalam
sanadnya tidak menyebutkan sahabat Nabi, sebagai rawi yang seharusnya menerima langsung
dari Rasulullah.

Contoh hadits mursal:

Artinya:ٍRasulullahٍbersabda,ٍ“ٍAntaraٍkitaٍdanٍkaumٍmunafikٍmunafikٍ(adaٍbatas),ٍyaituٍ
menghadiriٍjama’ahٍisyaٍdanٍsubuh;ٍmerekaٍtidakٍsanggupٍmenghadirinya”.

2)HaditsٍMunqathi’

Haditsٍmunqathi’ٍmenurutٍetimologiٍialahٍhaditsٍyangٍterputus.ٍParaٍulamaٍmemberiٍbatasanٍ
bahwaٍhaditsٍmunqathi’ٍadalahٍhaditsٍyangٍgugurٍsatuٍatauٍduaٍorangٍrawiٍtanpaٍberiringanٍ
menjelang akhir sanadnya. Bila rawi di akhir sanad adalah sahabat Nabi, maka rawi menjelang
akhirٍsanadٍadalahٍtabi’in.ٍJadi,ٍpadaٍhaditsٍmunqathi’ٍbukanlahٍrawiٍdiٍtingkatٍsahabatٍyangٍ
gugur,ٍtetapiٍminimalٍgugurٍseorangٍtabi’in.ٍBilaٍduaٍrawiٍyangٍgugur,ٍmakaٍkeduaٍrawiٍtersebutٍ
tidak beriringan, dan salahٍsatuٍdariٍduaٍrawiٍyangٍgugurٍituٍadalahٍtabi’in.

Contohٍhaditsٍmunqathi’:

Artinya:ٍRasulullahٍSAW.ٍbilaٍmasukٍkeٍdalamٍmesjid,ٍmembacaٍ“denganٍnamaٍAllah,ٍdanٍ
sejahtera atas Rasulullah; Ya Allah, ampunilah dosaku dan bukakanlah bagiku segala pintu
rahmatMu”.

3)HaditsٍMu’dhal

Menurutٍbahasa,ٍhaditsٍmu’dhalٍadalahٍhaditsٍyangٍsulitٍdipahami.ٍBatasanٍyangٍdiberikanٍparaٍ
ulamaٍbahwaٍhaditsٍmu’dhalٍadalahٍhaditsٍyangٍgugurٍduaٍorangٍrawinya,ٍatauٍlebih,ٍsecaraٍ
beriringan dalam sanadnya.

Contohnya adalah haditsٍImamٍMalikٍmengenaiٍhakٍhamba,ٍdalamٍkitabnyaٍ“Al-Muwatha”ٍyangٍ


berbunyi: Imam Malik berkata: Telah sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah
SAW bersabda:

Artinya:Budak itu harus diberi makanan dan pakaian dengan baik.

4)Haditsٍmu’allaq

14
Menurutٍbahasa,ٍhaditsٍmu’allaqٍberartiٍhaditsٍyangٍtergantung.ٍBatasanٍparaٍulamaٍtentangٍ
hadits ini ialah hadits yang gugur satu rawi atau lebih di awal sanad atau bias juga bila semua
rawinya digugurkan (tidak disebutkan).

Contoh: Bukhari berkata: Kata Malik, dari Zuhri, dan Abu Salamah dari Abu Huraira, bahwa
Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:Janganlah kamu melebihkan sebagian nabi dengan sebagian yang lain.

b.Hadits dhaif karena cacat pada matan atau rawi

Banyak macam cacat yang dapat menimpa rawi ataupun matan. Seperti pendusta, fasiq, tidak
dikenal,ٍdanٍberbuatٍbid’ahٍyangٍmasing-masing dapat menghilangkan sifat adil pada rawi.
Sering keliru, banyak waham, hafalan yang buruk, atau lalai dalam mengusahakan hafalannya,
dan menyalahi rawi-rawi yang dipercaya. Ini dapat menghilangkan sifat dhabith pada perawi.
Adapun cacat pada matan, misalkan terdapat sisipan di tengah-tengah lafadz hadits atau
diputarbalikkan sehingga memberi pengertian yang berbeda dari maksud lafadz yang
sebenarnya.

1)Hadits matruk atau hadits mathruh

Hadits ini, menurut bahasa berarti hadits yang ditinggalkan / dibuang. Para ulama memberikan
batasan bahwa hadits matruk adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang pernah
dituduh berdusta ( baik berkenaan dengan hadits ataupun mengenai urusan lain), atau pernah
melakukan maksiat, lalai, atau banyak wahamnya.

Contohٍhaditsٍmatrukٍ:ٍ“RasulullahٍSawٍbersabda,ٍsekiranyaٍtidakٍadaٍwanita,ٍtentuٍAllahٍ
dita’atiٍdenganٍsungguh-sungguh”.

2)Hadits Munkar

Hadist munkar, secara bahasa berarti hadits yang diingkari atau tidak dikenal. Batasan yang
diberikanٍparaٍ‘ulamaٍbahwaٍhaditsٍmunkarٍialahٍhaditsٍyangٍdiriwayatkanٍolehٍrawiٍyangٍlemahٍ
dan menyalahi perawi yang kuat, contoh :

Artinya:“Barangsiapaٍyangٍmendirikanٍshalat,ٍmembayarkanٍzakat,ٍmengerjakan haji, dan


menghormatiٍtamu,ٍniscayaٍmasukٍsurga.ٍ(ٍH.RٍRiwayatٍAbuٍHatimٍ)”

3)Hadits Syadz

Secara bahasa, hadits ini berarti hadits ayng ganjil. Batasan yang diberikan para ulama, hadits
syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dipercaya, tapi hadits itu berlainan dengan
hadits-hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang juga dipercaya. Haditsnya mengandung
keganjilan dibandingkan dengan hadits-hadits lain yang kuat. Keganjilan itu bisa pada sanad,
pada matan, ataupun keduanya.

15
C.Kedudukan Sunnah dan Fungsinya Terhadap Agama

Seluruh umat Islam, telah sepakat bahwa hadits merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Ia
mempati kedudukan kedua setelah Al-Qur`an. Keharusan mengikuti hadits bagi umat Islam baik
yang berupa perintah maupun larangannya, sama halnya dengan kewajiban mengikuti Al-Qur`an.

Hal ini karena, hadis merupakan mubayyin bagi Al-Qur`an, yang karenanya siapapun yang tidak
bisa memahami Al-Qur`an tanpa dengan memahami dan menguasai hadis. Begitu pula halnya
menggunakan Hadist tanpa Al-Qur`an. Karena Al-qur`an merupakan dasar hukum pertama, yang
di dalamnya berisi garis besar syari`at. Dengan demikian, antara Hadits dengan Al-Qur`an
memiliki kaitan erat, yang untuk mengimami dan mengamalkannya tidak bisa terpisahkan atau
berjalan dengan sendiri.[15]

Al-Qur’anٍituٍmenjadiٍsumberٍhukumٍyangٍpertamaٍdanٍAl-Hadits menjadi asas perundang-


undan(gan setelah Al-Qur’anٍsebagaimanaٍyangٍdijelaskanٍolehٍDr.ٍYusufٍAl-Qardhawibahwa
Haditsٍadalahٍ“sumberٍhukumٍsyara’ٍsetelahٍAl-Qur’an”.[16]

Al-Qur’anٍdanٍHaditsٍmerupakanٍsumberٍpokokٍajaranٍIslamٍdanٍmerupakanٍrujukanٍumatٍIslamٍ
dalam memahami syariat. Pada tahun 1958 salah seorang sarjana barat yang telah mengadakan
penelitian dan penyelidikan secara ilmiah tentang Al-Qur’anٍmengatanٍbahwaٍ:ٍ“Pokok-
pokokajaran Al-Qur’anٍbegituٍdinamisٍsertaٍlanggengٍabadi,ٍsehinggaٍtidakٍadaٍdiٍduniaٍiniٍ
suatuٍkitabٍsuciٍyangٍlebihٍdariٍ12ٍabadٍlamanya,ٍtetapiٍmurniٍdalamٍteksnya”.[17]

MenurutٍAhmadٍhanafiٍ“KedudukanٍHaditsٍsebagaiٍsumberٍhukum sesudah Al-


Qur’an…merupakanٍhukumٍyangٍberdiriٍsendiri.”[18]

Keberlakuan hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa Al-Qur`an
hanya memberikan garis-garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan
rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Karena itu, keabsahan
hadits sebagai sumber kedua secara logika dapat diterima.Di antara ayat-ayat yang menjadi bukti
bahwa Hadits merupakan sumber hukum dalam Islamadalah firman Allah dalam Al-Qur’anٍ
surah An- Nisa’:ٍ80

ٍ‫ل ي ُِط ٍعِ َم ْن‬


ٍَ ‫سو‬ َّ ٍْ‫ع فَقَد‬
ُ ‫الر‬ َ َ‫ّللاَ أ‬
ٍَ ‫طا‬ ٍَّ …ٍ(80)

“BarangsiapaٍyangٍmentaatiٍRosul,ٍmakaٍsesungguhnyaٍdiaٍtelahٍmentaatiٍAlloh…”[19]

Sejak masa sahabat sampai hari ini para ulama telah bersepakat dalam penetapan hukum
didasarkan juga kepada Hadits Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional.

Dalam ayat lain Allah berfirman QS. Al-Hasyr :: 7

‫ل آَتَا ُك ٍُم َو َما‬


ٍُ ‫سو‬ َّ ُ‫فَا ْنتَ ُهوا َع ْن ٍهُ نَ َها ُك ٍْم َو َما فَ ُخذُو ٍه‬
ُ ‫الر‬

16
“ApaٍyangٍdiberikanٍRasulٍkepadamu,ٍmakaٍterimalahٍdia.ٍDanٍapaٍyang dilarangnya bagimu
makaٍtinggalkanlah…”

DalamٍQ.SٍAnNisa’ٍ59,ٍAllahٍberfirmanٍ:

‫ّللاَ أَ ِطيعُوا آَ َمنُوا الَّذِينٍَ أَيُّ َها يَا‬


ٍَّ ‫ل َوأَ ِطيعُوا‬
ٍَ ‫سو‬ َّ ‫ن ِم ْن ُك ٍْم ْاأل َ ْم ٍِر َوأُو ِلي‬
ُ ‫الر‬ َ ُ‫ّللاِ ِإلَى فَ ُردُّو ٍه‬
ٍْ ِ ‫ش ْيءٍ فِي تَنَازَ ْعت ُ ٍْم َفإ‬ ٍَّ ‫ل‬ٍِ ‫سو‬
ُ ‫الر‬
َّ ‫َو‬

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembali kanlah ia kepada
Allahٍ(AlٍQuran)ٍdanٍRasulٍ(sunnahnya)…”

Dari beberapa ayat di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang tidak cukup hanya berpedoman
pada Al-Qur’anٍdalamٍmelaksanakanٍajaranٍIslam,ٍtapiٍjugaٍwajibٍberpedomanٍkepadaٍHaditsٍ
Rasulullah Saw.

Ada beberapa kedudukan as-Sunnah dalam al-Qur’an,ٍsepertiٍfirmanٍAllah:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(Q.S.
Annisa: 59

Firman allah:

Artinya: Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia Telah mentaati Allah. dan
barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka. (Q.S. An-Nisa: 80)

17
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal
ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala sesuatu
yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.”

Sunnah menurut para ahli hadist identik dengan hadist, yaitu: seluruh yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan ataupun yang sejenisnya (sifat
keadaan atau himmah). Sunnah menurut ahli ushul fiqh adalah “ segala yang diriwayatkan dari Nabi
Muhammad SAW, berupa perbuatan, perkataan , dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum”.
Pembagian yang didasarkan pada pada pendekatan sumbernya. Maksudnya darimana seumber ide dari
perkataan, perbuatan, dan persetujuan Raul Allah tersebut. Berdasarkan pendekatan ini, maka Hadist
dibagi menjadi: Hadist Qudsi dan Hadist Nabawi. Hadist Nabawi terdiri dari

1.Qouliyah
2.Fi’liyah
3.Taqririyah.

2. Saran
Dalam makalah ini masih banyak kekurangan, pembaca diharapkan lebih banyak
membaca buku-buku tentang Pengertian Hadits, dan sunah sehingga lebih banyak menambah
ilmu dan wawasan tentang pengertian tersebut,
Kritik dan saran juga kami harapkan dari pembaca, untuk membuat makalah-makalah
selanjutnya agar lebih baik lagi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Suparta, Drs. Munzier, ILmu Hadis, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.


2. al-Bukhary. Muhammad bin Isma’il1987 , shahih al-Bukhary Bairut: Dar Ibn Kasir
3. al-Maliki Muhammad Alawi, 2006, Ilmu Ushul Hadits, Yogyakarta; Pustaka Pelajar
4. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya (Jakarta: Departemen Agama RI,
2008) Hal: 91
5. Hanafi, Ahmad, 1989, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang
6. Jalaluddin, Fiqih remaja, 2009, Jakarta: Kalam Muliua,
7. Qardhawi, Yusuf, 2007, Pengantar Studi Hadts, (Bandung: Pustaka Setia
8. Ranuwijaya, Utang, 1996, Ilmu Hadis, Jakarta : Gaya Media Pratama
9. Smeer. Zeid B. t.th,Ulumum Hadist Pengantar Studi Hadist Praktis., Malang, UIN- Malang
Press
10. Syauki,Achmad, 1985, Lintasan Sejarah Al-Qur’an, Bandung: Sulita
11. Thahhan. Mahmud, 2007, Intisari Ilmu Hadist, Malang:UIN-Press
12. Thalib, Muhammad, 1977, Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta: Bina Ilmu
13. Usman, Suparman, t.th, hukum islam, Jakarta: Gaya Media Pratama
14. http://makalahlaporanterbaru1.blogspot.com/2012/05/makalah-hadis-maudhu.html#
15. http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/hadis-shahih-hasan-dan-dhaif-pengertian-ciri-ciri-dan-
kehujahannya/#
16. http://www.mufarrihulhazin.com/

19

Anda mungkin juga menyukai