Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini

adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva

terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang

mengganggu.1 Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata

berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental.2

Peradangan tersebut menyebabkantimbulnya berbagai macam gejala, salah

satunya adalah mata merah.Konjungtivitis dapatdisebabkan oleh bakteri, virus,

alergi, atau kontak denganbenda asing, misalnya kontak lensa.

Konjungtivitisbakteri biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah

keluar kotoran matadalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan.

Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitisini,mata

sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis alergi

jugamengenaikedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga

akanterasa gatal.Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata

juga berlebihansehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa

adalahkonjungtivitisyang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa

kontak.Biasanya mengenaikedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air

mataberlebih, dan kadang muncul benjolan di kelopak mata.

Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk

mengobatikonjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika

ada infeksidi bagian tubuh lain. Konjungtivitis virusbiasanya tidak diobati, karena

akansembuh sendiri dalam beberapa hari.Walaupun demikian, beberapa dokter


2

tetap akanmemberikan larutan astringenagar mata senantiasa bersih sehingga

infeksi sekunder oleh bakteri tidak terjadidan air mata buatan untuk mengatasi

kekeringan dan rasatidak nyaman di mata.Pada konjungtivitis bakteri atau virus,

dapat dilakukankompres hangat di daerah mata untuk meringankan gejala. Tablet

atau tetes mataantihistamincocok diberikan pada konjungtivitis alergi. Selain itu,

air mata buatanjuga dapatdiberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus

melindungi mata dari paparanalergen, atau mengencerkan alergen yang ada di

lapisan air mata.

Pada konjungtivitis papiler raksasa, pengobatan utama adalah

menghentikanpaparandengan benda yang diduga sebagai penyebab, misalnya

berhentimenggunakan lensakontak. Selain itu dapat diberikan tetes mata yang

berfungsiuntuk mengurangi peradangan dan rasa gatal di mata.Pada dasarnya

konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun padabeberapa kasus dapat berlanjut

menjadi penyakit yang serius. Untuk itu perlupenanganan yang tepat dalam

penatalaksanaannya.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang

disebabkan oleh bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang

dengan keluhan mata merah, sekret pada mata dan iritasi mata.3

Gambar 1 : Perbedaan Mata Normal dan Konjungtivitis.

B. EPIDEMIOLOGI

Konjungtivitis dapat dijumpai di seluruh dunia, pada berbagai ras,

usia, jenis kelamindan strata sosial. Sampai saat ini belum ada data yang

akurat mengenai insidensi konjungtivitis, namun penyakit ini diestimasi

sebagai salah satu penyakit mata yang paling umum.4.5

Di Amerika Serikat, konjungtivitis diperkirakan mengenai 6 juta

orang setiap tahunnya. Prevalensi konjungtivitis virus merupakan

konjungtivitis infeksi yang paling sering ditemukan baik pada semua

golongan populasi dan biasanya lebih sering pada musim panas (negara

dengan empat musim). Sedangkan konjungtivitis bakterial merupakan


4

penyebab kedua terbanyak kejadiaan konjungtivits dan mengenai 50%-

75% kasus pada anak-anak. Konjungtivitis alergi juga merupakan

penyebab konjungtivitis paling umum, mengenai 15% hingga 40% dari

total populasi dan sering pada musim gugur dan panas. Prevalensi

konjungtivitis bervariasi tergantung penyebab yang mendasari, usia pasien

dan musim.

Konjungtivitis bakteri adalah kondisi umum di kalangan kaum

muda dan orang dewasa di seluruh Amerika Serikat. Menurut Ferri’s

Clinical Advisor, beberapa bentuk konjungtivitis, bakteri dan virus, dapat

ditemukan pada 1,6 persen menjadi 12 persen dari semua bayi yang baru

lahir di Amerika Serikat. Mata bayi kadang-kadang mungkin bisa terkena

beberapa bakteri selama proses kelahiran. Konjungtivitis bakteri juga

dapat mempengaruhi bayi yang hanya beberapa minggu. Konjungtivitis

bakteri dapat terjadi pada semua ras dan jenis kelamin.


5

C. ANATOMI

Gambar 2 : Anatomi Konjungtiva

Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang

transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata

(konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva

bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak

mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus,

konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan

membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan

melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata

bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik.1

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan

arteria palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan

bersama dengan banyak vena konjungtiva membentuk jaringan vaskular

konjungtiva yang sangat banyak.1 Konjungtiva juga menerima persarafan

dari percabangan pertama nervus V dengan serabut nyeri yang relatif

sedikit.6
6

D. HISTOLOGI

Gambar 3 : Histologi Konjungtiva

Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima

lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal.7 Sel-sel epitel

superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus

yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna

lebihpekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen.1

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis)

dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan

limfoid dan tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan.

Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada

lempeng tarsus dan tersusun longgar pada mata.1


7

E. KLASIFIKASI

1. Konjungtivitis Bakterial Akut

Konjungtivitis bakteri akut disebabkan streptokokus,

corynebacterium diphtherica, pseudomonas, neisseria, dan hemophilus.

Dengan tanda hiperemi konjungtiva, edema kelopak, papil dengan

kornea yang jernih.8

2. Konjungtivitis Bakterial Hiperakut dan Subakut

Konjungtivitis bakteri hiperakut merupakan suatu keadaan infeksi

yangberat dan membutuhkan penanganan optalmik yang cepat.

Onsetnya tiba-tiba(12-24 jam) dan ditandai dengan adanya sekret

purulen kuning kehijauan yangberlebihan disertai edema kelopak mata,

hiperemia, chemosis (utamanya dilimbus), dan sering terdapat

limfadenopati preaurikuler. Dapat juga terjadiperkembangan menjadi

keratitis yang ditandai dengan fotofobia, penurunanvisus, dan

fluorescein uptake. Penyebabnya adalah N. Gonorrhoeae dan

N.Meningitidis, dimana causa oleh N. Gonorrhoeae lebih sering terjadi.

Infeksidari kedua jenis ini mempunyai gejala yang mirip, dan hanya

dapat dibedakanmelalui pemeriksaan mikrobiologi.4.9.10

Infeksi okuler gonokokkal biasanya dialami oleh neonatus

(ophtalmianeonatorum) dan pada dewasa muda. Pada bayi, penyakit ini

umunya ditandaidengan adanya discharge bilateral tiga sampai empat

hari setelah di lahirkan. Penularannya biasanya terjadi dari ibu ke bayi

saat persalinan. Padadewasa,penularannya biasanya dari genitalia ke

tangan kemudian ke mata(berkaitan dengan penyakit menular seksual).9


8

Konjungtivitis bakterial subakut yang biasanya disebabkan oleh

H.Influenzae ditandai dengan adanya eksudat berair, tipis, atau

berawan.9

3. Konjungtivitis Bakterial Kronis

Konjungtivitis ini biasanya terjadi pada pasien dengan obstruksi

duktusnasolakrimalis dan dakriosistitis menahun, yang biasanya

unilateral. Infeksi inijuga dapat menyertai blefaritis bacterial menahun

atau disfungsi kelenjarmeibom. Pada beberapa kasus, konjungtivitis

bakterial kronik juga berhubungandengan seboroik facial.4.9

F. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu

hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut

biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N

meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus

pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering

pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan

Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada

konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus

nasolakrimalis.11
9

Gambar 4 : Streptococcus Pneumonia

Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian

mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang

lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak

dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi.12

G. PATOFISIOLOGI

Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal

seperti streptococci, staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan

pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora

normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora

normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari

organ sekitar ataupun melalui aliran darah.13

Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah

satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi

terhadap antibiotik.14

Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan

epitel yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan

sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan


10

konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air

mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya

gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat

menyebabkan infeksi pada konjungtiva.15

H. GEJALA KLINIS

Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya

dijumpai injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain

itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada

konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai

edema pada kelopak mata.16

Secara umum, gejala yang biasa timbul pada konjungtivitis bakteri

antaralain:5.17.18.19

 Mata merah akibat dilatasi pembuluh darah konjungtiva.

 Injeksi konjungtiva.

 Sekret konjungtiva mukopurulen sampai purulen.

 Edema kelopak mata.

 Rasa tidak nyaman; perih, panas, sensasi benda asing, rasa

berpasir.

 Nyeri tidak ada atau minimal.

 Epifora (air mata berlebih).

 Fotofobia biasanya tidak ada atau ringan.

 Kelopak mata sulit dibuka saat bangun tidur, melengket satu sama

lainkarena adanya sekret (“glue eye”).


11

 Penglihatan biasanya normal. Penglihatan kabur dapat disebabkan

adanyadischarge (sekret) atau debris pada tear film.

 Biasanya bilateral. Mulai pada satu mata kemudian dapat menyebar

denganmudah ke mata sebelah.

Gambar 5 : Gejala dari Konjungtivitis Bakteri

I. DIAGNOSIS

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

A. ANAMNESIS

Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena

mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan

tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara

seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat

penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya

penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit

sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat

pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit, riwayat


12

alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan riwayat penggunaan lensa-

kontak.12

B. PEMERIKSAAN FISIK

a. Injeksi konjungtiva dapat muncul secara segmental atau difus, sekret

yang muncul lebih purulen, kelopak mata sering melengket satu sama

lain terutama saat bangun tidur. Pembesaran nodus limfatikus

preaurikuler jarang ditemukan pada konjungtivitis bakteri, namun

biasanya ditemukan pada konjungtivitis bakteri yang berat. Dapat

terjadi pembengkakan kelopak mata yang ringan, refleks pupil

normal.10.12

b. Dengan menggunakan slit lamp, inflamasi dari konjungtiva dapat

terlihatberbentuk follikular atau papilar. Pola follikular pembuluh

darahnya tampak disekitar dasar dari lesi kecil yang timbul, dimana

hal ini biasanya nampak pada infeksi viral. Pada infeksi bakteri,

polanya adalah papilar dimana pembuluh darah berada pada pusat lesi

kecil yang timbul.12

Gambar 6 : Konjungtivitis Bakteri


13

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan mikroskopik kerokan konjungtivadengan pewarnaan

Gram atau Giemsa: banyak netrofil polimorfonuklear,kultur dari sekret

konjungtiva.Pewarnaan gram dan kultur konjungtiva tidak diperlukan

pada kasus ringan(uncomplicated), tetapi harus dilakukan pada situasi

berikut:

 Host yang memiliki kerentanan yang tinggi, seperti

neonatus,individu dengan immunocompromised.

 Kasus konjungtivitis purulen berat, untuk membedakannya dari

konjungtivitis hiperpurulen, yang pada umumnya membutuhkan

terapi sistemik.

 Kasus-kasus yang tidak berespon terhadap terapi awal.17.20

D. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Pemeriksaan radiologi tidak biasa dilakukan padakonjungtivitis

bakteri, kecuali dicurigai adanya sinusitis dapat di lakukanpemeriksaan

CT-Scan dan MRI. CT scan orbita diindikasikan untukmenyingkirkan

kemungkinan abses orbital atau pansinusitis, atau jikakonjungtivitis

berkaitan dengan selulitis orbitalis.12


14

J. DIAGNOSA DIFERENSIAL

Adapun diagnosis differensial konjungtivitis bakteri ini antara lain:

1. Konjungtivitis Virus

Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan

oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang

dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh

sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis

bakteri.1

2. Konjungtivitis Alergi

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling

sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang

diperantarai oleh sistem imun.21Reaksi hipersensitivitas yang paling

sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi

hipersensitivitas tipe 1.22

3. Keratitis

Keratitis merupakan peradangan kornea. Radang kornea biasanya

diklasifikasi dalam lapis kornea yang terkena, seperti keratitis

superfisial dan interstisial atau profunda. Gejala keratitis sakit ringan

sampai berat, silau, mata berair dan kotor, lesi dikornea disertai

penglihatan berkurang.8

4. Uveitis

Radang uvea dapat mengenai hanya bagian depan jaringan uvea

atau selaput pelangi ( iris ) dan keadaan ini disebut sebagai iritis. Bila

mengenai bagian tengah uvea maka keadaan ini disebut sebagai


15

siklitis. Bila mengenai selaput hitam bagian belakang mata maka

disebut koroiditis.8

5. Blefaritis

Radang yang sering terjadi pada kelopak merupakan radang

kelopak dan tepi kelopak. Radang bertukak atau tidak pada tepi

kelopak biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut.8

K. PENATALAKSANAAN

Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen

mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal

spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai

disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi

topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus

konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan

sekret konjungtiva.8

L. KOMPLIKASI

Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri,

kecuali pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut

di konjungtiva paling sering terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal

aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat

mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara

drastis dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet.

Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan


16

menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek

kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea.1

M. PROGNOSIS

Konjungtivitis bakterial akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa

diobati, infeksi dapat berlangsung selama 10-14 hari, jika diobati dengan

memadai, 1-3 hari, kecuali konjungtivitis Staphylococcus(yang dapat

berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap menahun)

dan konjungtivitis gonokokkus (yang bila tidak diobati berakibat ulkus

kornea, abses kornea, perforasi kornea, dan endoftalmitis). Konjungtivitis

bakterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi

masalah pengobatan yang menyulitkan.4.18.19


17

DAFTAR PUSTAKA

1. Garcia-Ferrer, F.J., Schwab, I.R., Shetlar, D.J., 2010. Konjungtiva.

Dalam: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC,

97-118.

2. Hurwitz, S.A., Antibiotics Versus Placebo for Acute Bacterial

Conjunctivitis. The Cochrane Collaboration.2009. Available at:

http://www.thecochranelibrary. com/userfiles/ccoch/file//CD001211.pdf.

Accessed on july 15, 2016.

3. James, B., Chew, C., Bron, A., 2005. Konjungtiva, Kornea, dan Sklera.

Dalam Bruce, J., et al (eds). Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta:

Penerbit Erlangga, 6-66

4. Garcia-Ferrer, Francisco J.; Schwab, Ivan R.; Shetlar, Debra J.

Conjunctiva. In: Riordan-Eva, Paul; Whitcher, John P., Eds. Vaughan &

Asbury's General Ophthalmology, 16th Edition. 2004. London: McGraw-

Hill; p.101-5.

5. Lang, Gerhard K.; Lang, Gabriele E. Conjunctiva. In: Gerhard K.Lang,

Ed.Ophthalmology: A Pocket Textbook Atlas, 2nd Edition. 2006. New

York: Thieme; p.67-83.

6. Tortora, G.J., Derrickson, B.H., 2009. The Special Senses. In: Tortora,

Gerard J., Derrickson, Bryan H. (eds). Principles of Anatomy and

Physiology. 12th edition. New York: John Wiley & Sons, Inc, 605-611.

7. Junqueira, L.C., Carneiro, J (ed). Histologi Dasar: Text & Atlas. Edisi

10.2007. Jakarta: EGC, 463.


18

8. Ilyas Sidarta.Yulianti Sri.R. Ilmu Penyakit Mata. Konjungtivitis bakteri.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. ed.4. 2013.Jakarta; hal.123-

124.

9. Morrow, Gary L.; Abbott, Richard L. Conjunctivitis. In: American

Family Physician. February 15, 1998. Published by American Academy

of Family Physicians. Available in:

www.aafp.org/afp/980251/morrow.html. Accessed on july 15, 2016.

10. Singer, Michael S.; Pavan-Langston, Deborah; Levy, Bruce

D.Conjunctivitis (Rad Eye). Available in:

http://www.bhchp.org/BHCHP%20Manual/pdf_files/Part1_PDF/Conjun

ctivitis.pdf . Accessed on july 15, 2016.

11. Jatla, K.K., 2009. Neonatal Conjunctivitis. University of Colorado

Denver Health Science Center. Available at:

http://emedicine.medscape.com/ article/1192190-overview. Accessed

july 15, 2016.

12. Marlin, David S. Bacterial Conjunctivitis. Hampton Roy Sr, ed.

Available in: http://emedicine.medscape.com/article/1191730

overview#showall. Updated: Jun 7, 2011. Accessed on july 15, 2016.

13. Rapuano, C.J., et al., 2008. Conjunctivitis. American Academy of

Ophthalmology. Available from: http://one.aao.org/asset.axd. Accessed

on july 15, 2016.


19

14. Visscher, K.L., et al., 2009. Evidence-based Treatment of Acute Infective

Conjunctivitis. Canadian Family Physician. Available from:

http://171.66.125.180/content/55/11/1071.short . Accessed on july 15,

2016.

15. Amadi, A., et al., 2009. Common Ocular Problems in Aba Metropolis of

Albia State, Eastern Nigeria. Federal Medical Center Owerri. Available

from: http://docsdrive.com/pdfs/medwelljournals/pjssci/2009/32-

35.pdf.Accessed on july 15, 2016.

16. Quinn, C.J., et al., 2010. Care of Patient with Conjunctivitis. American

Optometric Association. Available from: http://doccpc.file/19007/2010/

pdfs.aoa. Accessed on july 15, 2016.

17. Wood, Mark. Conjunctivitis: Diagnosis and Management. In: Journal of

Community Eye Health, Vol.12 (30), 1999. Available in:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1706007/ . Accessed on

july 15, 2016.

18. Anonymous. Bacterial Conjungtivitis. Last Updated: January 27, 2011.

Available in: http://www.patient.co.uk/doctor/Bacteria

Conjunctivitis.htm . Accessed on july 15, 2016.

19. Anonymous. Conjungtivitis. American College of Occupational and

Environmental Medicine. Available in:

http://www.mdguidelines.com/conjunctivitis . Accessed on july 15,2016.

20. Skuta, Gregory L.; Cantor, Louis B.; Weiss, Jayne S. Basic and Cliniccal

Science Cources : External Disease dan Cornea, Section 8, 2008-2009.

2008. Singapore : American Academy of Ophthalmology; p.169-71.


20

21. Cuvillo, A del., et al., 2009. Allergic Conjunctivitis and H1

Antihistamines. J investing Allergol Clin Immunol 2009; Vol. 19. Suppl.

1: 11-18.

22. Majmudar, P.A., 2010. Allergic Conjunctivitis. Rush-Presbyterian-St

Luke’s Medical Center. Available from: http://emedicine.medscape.com/

article/1191467-overview. Accessed on july 15, 2016.

Anda mungkin juga menyukai