Anda di halaman 1dari 9

SELEKSI PANELIS

BAB I
PENDAHULAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya aktivitas dan tuntutan pekerjaan membuat masyarakat Indonesia lebih
memilih mengonsumsi produk makanan jadi. Produk makanan jadi digemari oleh masyarakat
Indonesia dari karena mudah didapatkan, harganya relatif murah, memiliki masa simpan yang
relatif panjang, dan memiliki rasa yang bervariasi untuk produk tertentu. Tingginya tingkat
konsumsi makanan jadi dan besarnya pangsa pasar bisnis di Indonesia, menyebabkan
banyaknya bermunculan berbagai brand produk makanan yang diproduksi oleh berbagai
perusahaan makanan di Indonesia. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan suatu brand
produk dianggap sebagai cara yang efektif dalam mengembangkan pangsa pasar dari suatu
produk tertentu.
Untuk menyikapi persaingan suatu produk sejenis di pasaran, perlu juga di perhatikan
apakah produk tersebut dapat diterima oleh konsumen. Dapat dilakukan beberapa uji agar
dapat diketahui cita rasa dari suatu produk apakah dapat merepresentasikan harapan
konsumen. Uji yang pertama adalah uji sensori, dimana merupakan suatu uji yang dilakukan
dengan menggunakan bantuan indra manusia. Ada juga uji ranking yang berfungsi untuk
mengukur pengaruh suatu proses terhadap mutu suatu produk. Dengan begitu, maka perlu
dilakukan pengujian agar praktikkan mampu untuk memahami bagaimana caranya serta dapat
diketahui adakah beberapa kriteria dari praktikkan yang mampu menjadi panelis yang handal.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Memperkenalkan beberapa tahapan uji dalam melakukan tahapan seleksi awal panelis
berdasarkan kemampuan mengidentifikasi, mendeskripsikan serta membedakan
stimulus sensori
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uji Sensori
Evaluasi sensori merupakan penilaian berdasarkan kepada rangsangan syaraf sensori
pada indera (organ tubuh) manusia. Disebut juga penilaian indrawi karena mengukur sifat –
sifat indrawi (organoleptik) dan merupakan penilaian yang bersifat subjektif karena
menggunakan manusia. Menurut Gatchallan (1989) dalam buku Muhandri dkk (2012),
peranan uji sensori tidak hanya berkaitan dengan masalah mutu saja, tetapi juga berkaitan
dengan riset dan pengembangan, produksi juga pemasaran. Penampakan produk merupakan
atribut sensori yang paling penting pada suatu produk. Dalam memilih sebuah produk
konsumen akan mempertimbangkan kenampakan dari produk tersebut terlebih dahulu dan
mengesampingkan atribut sensori lainnya. Hal tersebut dikarenakan penampakan dari suatu
produk yang baik cenderung akan dianggap memiliki rasa yang enak dan memiliki kualitas
yang tinggi. Aroma merupakan bau dari produk makanan, bau sendiri merupakan suatu
respon ketika senyawa volatil dari suatu makanan masuk ke rongga hidung dan dirasakan
oleh sistem olfaktori. Senyawa volatil masuk ke dalam hidung ketika manusia bernafas atau
menghirupnya, namun juga dapat masuk dari belakang tenggorokan selama seseorang makan
(Kemp et al., 2009). Tekstur merupakan ciri suatu bahan sebagai akibat perpaduan dari
beberapa sifat fisik yang meliputi ukuran, bentuk, jumlah dan unsur-unsur pembentukan
bahan yang dapat dirasakan oleh indera peraba dan perasa, termasuk indera mulut dan
penglihatan (Midayanto dan Yuwono, 2014). Karakteristik dari kenampakan umum produk
meliputi warna, ukuran, bentuk, tekstur permukaan, tingkat kemurnian dan karbonasi produk
(Meilgard et al., 2006).

2.2 Panelis dan Panel Leader


Panelis merupakan sekelompok orang yang bertugas menilai sifat maupun kualitas
suatu bahan berdasarkan pendapat subjektif. Kemampuan seorang panelis tidak dapat muncul
begitu saja, perlu ada usaha untuk memunculkannya, dalam arti kata bahwa seseorang
mungkin saja telah memiliki bakat terpendam, namun tetap harus di latih. Panel merupakan
manusia atau instrumen yang dipakai untuk mengukur rangsangan di dalam penilaian indera,
baik yang bersifat subyektif maupun obyektif. Dalam hal ini diketahui ada lima macam panel
yang penggunaannya berbeda (berlaku untuk tujuan tertentu saja). Terdapat beberapa syarat
yang harus di penuhi oleh anggota panel, yaitu :
1. Memiliki kepekaan indrawi yang cukup baik
2. Bersedia dan memiliki waktu yang cukup untuk berlatih
3. Memiliki pengetahuan yang luas tentang komoditas atau produk yang di uji
4. Memiliki ketertarika pada bidang yang diuji
5. Memiliki kemampuan dan keterampilan dasar yang cukup (prinsip analisis,
sistem dan prosedur)
Sedangkan panel leader sendiri merupakan kepala panelis yang berfungsi untuk
menerangkan tujuan dari pengujian dan menyajikan contoh sampel yang akan diuji (Suradi,
2007).
2.3 Jenis-jenis Panelis
Dalam penilaian organoleptik dikenal terdapat tujuh jenis panelis, yaitu :
1. Panel perorangan
Merupakan orang yang sangat ahli dan memiliki kepekaan yang sangat tinggi.
kepekaan diperoleh karena bakat maupun pelatihan yang intensif. Keuntungan
dari panel ini adalah sedikitnya bias, penilaian cepat dan cukup efisien.
2. Panel terbatas
Terdiri dari tiga hingga lima orang yang memiliki kepekaan sangat tinggi. para
panelis mengenal baik faktor penilaian organoleptik. Keputusan akhir di
tentukan dari diskusi diantara panelis.
3. Panel terlatih
Terdiri dari 15 hingga 25 orang yang memiliki kepekaan cukup baik. Untuk
dapat menjadi panel terlatih, perlu dilakukan seleksi dan pelatihan sebelumnya.
Panelis dapat memberikan nilai berupa sifat rangsangan sehingga tidak terlalu
spesifik.
4. Panel agak terlatih
Terdiri dari 15 hingga 25 orang yang sebelumnya telah dilatih untuk dapat
mengetahui sifat sensorik sesuatu. Dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan
menguji kepekaan.
5. Panel tidak terlatih
Terdiri dari 25 orang awam yang dipilih berdasarkan jenis kelamin, umur, suku
dan sebagainya. Hanya dapat menggunakan sifat sensorik yang sangat
sederhana, misalnya uji kesukaan
6. Panel konsumen
Terdiri dari 30 sampai 100 orang bahkan lebih bergantung dari target pemasaran
dari suatu produk. Panel bersifat sangat umum dan dapat dipilih berdasar
geografis atau terdapat sasaran tertentu.
7. Panel kana-kanak
Biasanya menggunakan anak berusia 3 hingga 10 tahun untuk menguji tingkat
kesukaan mereka terhadap produk-produk yang memiliki pangsa pasar anak-
anak
(Muhandri,dkk,2012)

2.4 Uji Rasa Dasar


Salah satu faktor yang menentukan kualitas makanan adalah kandungan senyawa
citarasa. Senyawa citarasa merupakan senyawa yang menyebabkan timbulnya sensasi rasa
(manis, pahit, masam, asin), trigeminal (astringent, dingin, panas) dan aroma setelah
mengkonsumsi senyawa tersebut. Citarasa adalah persepsi biologis seperti sensasi yang
dihasilkan oleh materi yang masuk ke mulut, dan yang kedua. Citarasa terutama dirasakan
oleh reseptor aroma dalam hidung dan reseptor rasa dalam mulut. Senyawa citarasa
merupakan senyawa atau campuran senyawa kimia yang dapat mempengaruhi indera tubuh,
misalnya lidah sebagai indera pengecap. Pada dasarnya lidah hanya mampu mengecap empat
jenis rasa yaitu pahit, asam, asin dan manis. Selain itu citarasa dapat membangkitkan rasa
lewat aroma yang disebarkan, lebih dari sekedar rasa pahit, asin, asam dan manis. Lewat
proses pemberian aroma pada suatu produk pangan, lidah dapat mengecap rasa lain sesuai
aroma yang diberikan (Midayanto dan Yuwono, 2014).
Persepsi rasa yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh data-data yang di peroleh oleh
organ sensor yang lain. Informasi dapat berupa bau dari makanan, tekstur, suhu dan
sebagainya yang dapat mempengaruhi rasa dari suatu makanan. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kepekaan indra pengecap adalah suhu, tidur, tingkat lapar, umur dan jenis
kelamin. Kondisi fisiologis indra pengecap dapat mempengaruhi panelis dalam mendeteki
rasa. Ambang rasa untuk setiap rasa juga dapat berpengaruh. Ambang rasa berarti konsentrasi
minimum bagi senyawa kimia tertentu untuk dapat melakukan transduksi pada sel pengecap
sehingga akan menimbulkan sensasi rasa (Guyton, 1976). Faktor lain yang berpengaruh
adalah adanya fenomena butarasa. Beberapa orang mengalami akan adanya buta rasa pada
lidahnya, yang berarti bila pada orang lain dapat merasakan suatu substansi, maka bagi orang
yang buta rasa maka akan tidak berasaapa-apa. Salah satu bagian dari uji inderawi adalah uji
threshold. Metode pengujian threshold merupakan salah satu metode untuk pengujian panelis
dalam penentuan sensitivitas. Metode ini digunakan untuk menentukan tingkat konsentrasi
terendah suatu substansi yang dapat dideteksi (absolute threshold) atau perubahan
konsentrasi terkecil suatu substansi yang dapat dideteksi perubahannya (difference threshold)
(Wibowo, 2006).

2.5 Uji Segitiga


Uji triangle merupakan salah satu metode pengujian yang banyak digunakan di dalam
pengujian mutu produk terutama produk hasil perikanan. Hal ini dikarenakan metode
pengujian yang mudah dan sederhana sehingga dapat dilakukan oleh semua orang. Selain itu,
metode pengujian ini tergolong murah karena hanya menggunakan peralatan yang sederhana
sehingga tidak memerlukan biaya yang mahal. Uji pembedaan segitiga atau disebut juga uji
triangle merupakan uji untuk mendeteksi perbedaan yang kecil, karenanya uji ini lebih peka
dibandingkan dengan Uji Pasangan (Setyaningsih et al., 2010). Menurut Meilgaard et al.,
(2007) pengujian sifat sensoris pada produk pangan ataupun produk olahan pangan terbagi
menjadi dua yaitu untuk mengetahui perbadaan secara umum antar sampel dan membedakan
salah satu atribut pada produk pangan tersebut, diantara metode pegujian perbedaan
keseluruhan yang umum digunakan pada produk pangan adalah uji segitiga dan duo-trio.
Tujuan dari uji segitiga adalah untuk mengetahui apakah ada perubahan sifat sensoris pada
kedua bahan dimana salah satu bahan, tahapan ataupun proses yang digunakan telah diubah.
2.6 Uji Rangking
Uji rangking dapat digunakan untuk mengurutkan serangkaian dua sampel atau lebih
sesuai intensitas mutu dan kesukaan konsumen dan dalam rangka memilih yang terbaik dan
menghilangkan yang terjelek. Uji ranking memungkinkan pengujian sampel lebih dari satu,
mudah untuk mengelola, dan cocok untuk penggunaan skala tetap dengan sampel kontrol
atau referensi (Amerine et al., 2009). Penggunaan uji ranking ini memiliki keuntungan yaitu
petunjuk yang sederhana sehingga mudah dimengerti oleh panelis, kesederhanaan dalam
penanganan data, dan minimal asumsi tentang tingkat pengukuran, karena data diperlakukan
secara urut. Uji ranking sering digunakan untuk uji hedonik (Lawless dan Heymann, 2013).
Uji ranking termasuk pada uji skalar karena hasil pengujian oleh panelis telah dinyatakan
dalam besaran kesan dengan jarak (interval) tertentu. Dalam uji ini panelis diminta membuat
urutan contoh-contoh yang diuji menurut perbedaan tingkat mutu tingkat sensorik. Jarak atau
interval antara jenjang (ranking) ke atas dan ke bawah tidak harus sama. Pada besaran skala
datanya diperlakukan sebagai nilai pengukuran, karena itu dapat diambil rata-ratanya dan
dianalisis sidik ragam. Data uji rangking sebagaimana adanya tidak dapat diperlakukan
sebagai nilai besaran dan tidak dapat dianalisis sidik ragam, tetapi mungkin dibuat rata-rata.
Uji ranking ini bisa mengukur pengaruh proses baru terhadap mutu produk, yaitu untuk
mengetahui apakah produk baru sama atau lebih baik dari produk lama. Selain itu juga untuk
menentukan contoh terbaik atau produk yang paling digemari konsumen, tujuan utama
pemasaran produk itu. Dengan menggunakan uji ranking, uji penjenjangan atau pengurutan
ini maka mutu produk dapat diketahui dan diurutkan. Produk kesukaan konsumen juga bisa
diketahui sehingga untuk selanjutnya jenis atau tingkat mutu produk inilah yang dijadikan
patokan dalam proses pembuatan suatu produk. Angka-angka atau nilai hasil uji ranking yang
dilakukan hanyalah nomor urut, tidak menyatakan besaran skalar. Uji ini juga tidak
menyatakan contoh pembanding sebagai komoditi yang paling tinggi nilainya tetapi hanyalah
alat atau sarana untuk pedoman dalam membandingkan berbagai komoditi yang sama
jenisnya, sedangkan kualitasnya berbeda.

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Sendok 45 Buah
2. Cup 85 Buah
3. Tisu 5 Buah
4. Gelas Ukur 1 Buah
3.1.2 Bahan
1. Minuman A dan B (Uji Segitiga)
2. Larutan A, B, C, D (Uji Rangking)
3. Larutan A, B, C, D, E (Uji Rasa Dasar)
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Uji Segitiga
1. Siapkan dua sampel yang memiliki perbedaan sangat kecil

Set 1

Set 2

Set 3
2. Jumlah set uji segitiga yang disajikan kepada setiap panelis adalah 3 set, sehingga
setiap panelis secara total akan mendapatkan 9 sampel
3.2.2 Uji Rangking
1. Siapkan empat sampel uji yang memiliki perbedaan intensitas sensori.

Set 1

3.2.3 Uji Rasa Dasar


1. Siapkan 5 sampel uji yang memiliki perbedaan intensitas rasa

Set 1

2. berikan kode sampel dan lakukan pengacakan baik dalam hal urutan rasa yang disajikan
ke masing-masing panelis
3.2.4 Scoresheet
UJI SEGITIGA
Nama : Tanggal :
Sampel : Booth :
Nomor Panelis :
Instruksi :
Dihadapan anda terdapat 3 set sampel uji segitiga. Untuk masing-masing set, indentifikasi
sampel yang berbeda dari 2 sampel lainnya dan tuliskan kode sampel yang berbeda.
Set uji segitiga Kode sampel beda
1
2
3
Nb : Pengujian hanya boleh dilakukan 1 kali dan tidak boleh ada pengulangan.

UJI RANGKING
Nama : Tanggal :
Sampel : Booth :
Nomor Panelis :
Instruksi :
Urutkan intensitas rasa manis dari 4 sampel yang disajikan, tuliskan kode sampel dari urutan
1 (paling lemah) sampai 4 (paling kuat).
Urutan Kode sampel
1
2
3
4
Nb : Pengujian hanya boleh dilakukan 1 kali dan tidak boleh ada pengulangan.

UJI RASA DASAR


Nama : Tanggal :
Sampel : 5 jenis Larutan Sesi & booth :

Intruksi
Lakukan pencicipan sampel larutan yang ada dihadapan anda satu persatu secara berturut dari
kiri ke kanan. Ambil satu sendok sampel larutan, tempatkan pada sendok pencicip anda dan
masukan ke dalam mulut (ke atas lidah), rasakan selama 5 detik kemudian ditelan.
Deskripsikan rasa yang teridentifikasi pada tempat yang tersedia dibawah ini. Setelah
mencicipi satu sampel, lakukan pembilasan lidah dengan meminum air tawar dan jeda waktu
selama 30 detik, untuk kemudian berpindah pada sampel berikutnya.

Kode sampel Deskripsi rasa

3.2.5 Analisa Data


Penelis dukatakan terpilih jika Nilai
Rasa Dasar 100% benar
Uji segitiga 75% benar
Uji rangking 100% benar

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Amerine, et. al. 1987. Technology of Wine Making. Connecticut: The AVI Publishing Co.
Inc., Westport.
Arief Wibowo, 2006, Kajian tentang Perilaku Pengguna Sistem Informasi dengan
Pendekatan Technology Acceptance Model (TAM), Universitas Budi Luhur, Jakarta.

Dr. Ir. Tjahja Muhandri, MT. Ir. Darwin Kadarisman, MS. Dan Tim PREMYSIS consulting.
2012. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Kampus IPB Taman Kencana Bogor
Press : Bogor.

Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati,
Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.

Kemp,. E., Hollowood, T., dan Hort, J. 2009. Sensory Evaluation: A Practical Handbook.
Wiley-Blackwell, United Kingdom.

Lawless, H. T. 2013. Labolatory Exercises for Sensory Evaluation. Springer Science. New
York

Meilgaard, M. C., G. V. Civille dan B. T. Carr. 2006. Sensory Evaluation Techniques.Boca


Raton: CRC Press.

Midayanto, D., and Yuwono, S. 2014. Penentuan atribut mutu tekstur tahu untuk
direkomendasikan sebagai syarat tambahan dalam standar nasional indonesia. Jurnal
Pangan dan Agroindustri. 2: 4, 259-267

Setyaningsih, Dwi. et al. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. IPB Press :
Bogor.

Suradi & Kristina (Ed). 2004. Manajemen Laktasi Cetakan ke 2. Jakarta: Program
Manajemen Laktasi Perkumpulan Perinatologi Indonesia

Anda mungkin juga menyukai