Abstrak
Talent Management merupakan salah-satu strategi penting dalam mengelola
sumber daya manusia perusahaan. Perusahaan yang dapat menjalankan strateginya
dengan baik, maka besar kemungkinan akan mengalami peningkatan kinerja
perusahaan lewat meingkatnya performa kinerja karyawan. Waktu berlalu begitu cepat
melahirkan generasi-generasi yang dapat dikelompokkan melalui rentang tahun
lahirnya dan memiliki sifat yang berbeda (Generasi baby boom, X, Y, Z, Alpha). Hal
tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi talent management untuk tetap
memaksimalkan sumber dayanya dalam ruang lingkup kerja yang multigenerasi.
Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas akhir mata kuliah People
Management yang diampu oleh Dr. C. Budi Santoso, M.Bus.
Dikutip dari Wikipedia (2019), kata manajemen berasal dari bahasa Perancis
kuno, yakni: ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur
(Oxford English Dictionary). Sehingga tak heran jika Lawrence A. Appley (1974)
mendefinisikan Manajemen sebagai seni untuk mencapai tujuan tertentu yang
dilakukan orang lain atau usaha orang lain. Selain itu, dalam buku The Fundamental of
Management 8th Edition (2015) Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai
sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan
sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Efektif berarti bahwa
tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas
yang ada dapat dilaksanakan dengan benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan.
Gagasan "SDM strategis" adalah untuk membuat SDM menjadi sangat fokus
pada bisnis, memastikan bahwa setiap program yang dikembangkan oleh SDM selaras
dan diprioritaskan untuk mendorong nilai bisnis langsung.
Jika kita berbicara lebih luas mengenai dunia HR, fase ke tiga bukanlah fase
terbaru dalam fokus pembahasan Human Resource. Rhosan Thiran (2016) telah
melakukan pembicaraan dan berbagi informasi dengan ratusan pemimpin SDM, CEO,
dan tim penelit tentang tren HR di masa depan. Berdasarkan percakapan dan
penelitiannya, Rhosan Thiran (2016) menyampaikan prediksi Top 10 saya tentang tren
pengembangan SDM dan organisasi untuk bisnis Malaysia dan Asia pada tahun 2017,
diantaranya:
Dari sepuluh (10) perkiraan tren pengembangan SDM terkini, sebagian besar
memperkirakan tentang adanya persinggungan dunia HR dan teknologi. Hal tersebut
bukanlah hal yang tabu, karena perkembangan dunia sekarang memang sedang
memasuki fase industry 4.0. Hal yang sama di utarakan oleh Robin Lissak pada (2009)
menggambarkan model layanan SDM baru, diantaraya:
Lalu, bagaimana peran talent management pada fase ke tiga? Akankan berlalu
begitu saja seperti fase-fase sebelumnya? Peneliti berkeyakinan, selama karyawan
masih berwujud manusia, talent management akan selalu digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan perusahaan atau organisasi. Namun, mungkin dalam penerapan sistem
talent management nantinya akan ada paradigma baru ketika dihadapkan pada
permasalahan-permasalahan atau isu-isu terkini.
Penelitian ini didasarkan pada wawancara studi kasus, survei kuantitatif, dan
konsultasi dengan organisasi dalam pengembangan strategi manajemen bakat mereka.
Kerangka kerja ini dikembangkan untuk merangkum praktik terbaik saat ini dan
membantu organisasi memahami bagaimana menyatukan berbagai elemen manajemen
bakat dan dirancang untuk membangun strategi bakat yang komprehensif untuk
organisasi. Kerangka kerja ini mencakup tiga belas bidang: strategi bakat dan
penyelarasan bisnis, perencanaan tenaga kerja, manajemen kemampuan dan
kompetensi, akuisisi bakat, pengembangan kepemimpinan, manajemen suksesi,
manajemen karir, manajemen kinerja, total imbalan, pengembangan pembelajaran dan
kemampuan, organisasi dan tata kelola, metrik bisnis dan analitik, dan infrastruktur
bakat. Untuk setiap bidang, laporan ini memberikan tinjauan umum dan elemen-
elemen mendasar, poin-poin integrasi penting, dan metrik kunci untuk mengevaluasi
efek yang ditimbulkan.
B. Talent Mangement dan Nilai yang Diciptakan
Melalui pandangan Resource-Based View (RBV) Barney dan Clark (2007)
berpendapat bahwa sumber daya bakat adalah aset strategis yang memiliki potensi
untuk menciptakan dan menangkap nilai dan menjalankan strategi bisnis. Talent
management merupakan alat yang sangat penting dalam lingkungan perusahaan untuk
mencari, menemukan, melatih, dan menjaga talenta karyawan yang tepat sehingga
dapat membuat organisasi lebih kompetitif. Karyawan yang berbakat sulit untuk ditiru
dan dapat mengarah pada keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Organisasi harus
mengorganisir proses, kebijakan, dan prosedur internal mereka untuk mengeksploitasi
potensi sumber daya yang ada jika mereka ingin mempertahankan keunggulan
kompetitifnya. Oleh sebab itu, untuk mencapai ini strategi Talent management perlu
diselaraskan dengan strategi bisnis.
Melalui empat proses yang didorong oleh Value of Talent management, yaitu
penciptaan nilai, penangkapan nilai, nilai rata-rata dan pelestarian nilai. Teori nilai
percaya bahwa manajemen bakat saat ini bergeser dari pusat keahlian ke pusat
keunggulan. Seiring dengan pergeseran fokus, kegiatan manajemen bakat diselaraskan
dengan nilai strategi keseluruhan perusahaan dan mampu berkontribusi lebih baik pada
kinerja perusahaan. Sparrow, P., Hird, M. dan Cooper, C. (2015) berpendapat bahwa
Penetapan srtategi talent management akan dapat mengakumulasi modal manusia
dalam meningkatkan produktivitas perusahaan. Sifat talent management ini
menghubungkannya lebih erat dengan kinerja nilai inti perusahaan dan memungkinkan
perannya sebagai penyedia solusi untuk masalah strategi tingkat tinggi. Misalnya,
dengan meramalkan permintaan atau pasokan masa depan, memahami tantangan
internal dan eksternal perusahaan, serta membiasakan diri dengan adanya proyek atau
kegiatan untuk mencapai produktivitas perusahaan yang lebih baik.
Banyak ahli demografi dan penggiat sosial telah menarik perhatian pada
perubahan sikap lintas generasi. Memahami perubahan ini sangat penting dalam
memahami bagaimana mengelola dan menarik generasi yang berbeda (Cheese et al.,
2008). Generasi didefinisikan sebagai suatu kelompok-kelompok yang panjangnya
mendekati rentang fase kehidupan dan yang batas-batasnya ditetapkan oleh
kepribadian teman sebaya (Papenhusen, 2006). Sedangkan Arsenault (2004)
mendefinisikan generasi sebagai orang yang melewati waktu yang datang untuk
berbagi kebiasaan, heksis, dan budaya yang sama, yang fungsinya adalah memberi
mereka memori kolektif yang berfungsi untuk mengintegrasikan generasi selama
periode waktu yang terbatas. Meskipun para akademisi menggunakan definisi yang
berbeda dari suatu generasi, ada kesepakatan umum bahwa setiap generasi pasti
memiliki nilai, sikap, perilaku, harapan, kebiasaan, tombol motivasi yang berbeda,
pandangan otoritas dan harapan kepemimpinan (Crampton dan Hodge, 2007). Ada dua
faktor penting yang menjadi ciri suatu generasi, yaitu tingkat kelahiran dan kejadian
saat itu (Crumpacker dan Crumpacker, 2007).
Baby Boomers memiliki sifat yang sangat kompetitif dan memiliki sikap positif
terhadap pertumbuhan pribadi dan profesional (Crumpacker & Crumpacker, 2007).
Mereka loyal kepada majikan mereka (Crampton & Hodge, 2007) dan jarang berganti
pekerjaan dan praktik kerja jika tidak ada sama sekali (Cheese et al., 2008). Potret
gambar Generasi X sering diipresentasikan lebih negatif (Cennamo dan Gardner,
2008), mis. Generasi X umumnya lebih skeptis terhadap otoritas (Crumpacker dan
Crumpacker, 2007) dan kurang loyal dibandingkan generasi Baby Boom (Crampton &
Hodge, 2007). Namun, dilain sisi Generasi X dikarakterisasi sangat mudah beradaptasi
dengan ketidakstabilan pekerjaan, berkeinginan untuk mengembangkan keahliannya
dan menghadapi tantangan (Jenkins, 2008). Generasi X mungkin lebih suka bekerja
untuk organisasi yang menilai pengembangan keterampilan sebagai hal yang sangat
penting (Smola dan Sutton, 2002) dan memiliki keinginan yang lebih kuat untuk
dipromosikan daripada generasi Baby Boom (Smola dan Sutton, 2002). Sedangkan,
sgnerasi Millenial adalah generasi yang paling terdidik (Jenkins, 2008). Generasi
Millenial sangat percaya diri dan optimis, mengharapkan umpan balik segera dan
pengakuan yang hampir berkelanjutan (Crumpacker dan Crumpacker, 2007). Generasi
ini memiliki kemauan besar untuk bekerja keras dan menetapkan tujuan (Jenkins,
2008). Mereka mencari pengembangan pribadi dan penghargaan (Vaiman dan Vance,
2008), mengharapkan dan menuntut peluang maksimum untuk pemenuhan pribadi
(Cheese et al., 2008) dan lebih menghargai pengembangan karier daripada generasi
lainnya (Zemke et al., Di Cennamo & Garner, 2008).
Jika perbedaan sikap dan sifat lintas generasi ini kita kaitkan dengan lingkungan
kerja organisasi atau perusahaan, manajer memerlukan pendekatan yang kreatif dan
inovatif untuk mengatasi tantangan-tantangan yang semakin meningkat, sebab ia
dituntut untuk berusaha mengatasi lingkungan yang berubah, sikap, dan perilaku dalam
upaya untuk memenuhi tuntutan perusahaan. Tempat kerja yang memiliki karyawan
dari berbagai lintas generasi pasti memiliki berbagai ide, nilai, dan pengalaman yang
berbeda, sehingga mempengaruhi iklim dan budaya tempat kerja tersebut (Cekada,
2012). Lalu, strategi apa yang digunakan manajer bisnis untuk mengelola tenaga kerja
yang multigenerasi untuk tetap meningkatkan produktivitas perusahaan?
Salah satu elemen yang dapat dinilai adalah kinerja karyawan melalui tingkat
produktivitas mereka. Beberapa penelitian telah memperkenalkan berbagai metode
untuk mengevaluasi kinerja organisasi dalam hal kualitas pekerjaan yang mereka
hasilkan, kuantitas dalam hal jumlah output dan seberapa inovatif dan kreatif mereka
sebagai individu (Wong dan Wong, 2007, Prajogo, 2007). Ini membantu karyawan
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepada mereka
selama periode tertentu. Dengan kata lain, sistem penilaian dalam memilih karyawan
baru untuk mengisi peran dalam suatu organisasi harus memiliki beberapa parameter
standar yang dapat diandalkan. Setelah posisi telah diisi maka organisasi harus
mengikuti pendekatan holistik dalam talent management untuk tujuan meningkatkan
kinerja karyawan. Huselid (1995) berpendapat bahwa efektivitas akan mentransfer
pada perilaku karyawan sebagai akibat dari manajemen sumber daya manusia yang
juga membuktikan hubungan positif. Karyawan yang ideal adalah orang yang memiliki
keterampilan yang sangat baik dan beroperasi di lingkungan yang produktif. Organisasi
hanya dapat memanfaatkan potensi penuh karyawan dengan memberi mereka alat atau
stimulus yang diperlukan untuk berhasil. Oleh karena itu, manajemen harus memahami
pentingnya kinerja karyawan sehingga manajemen dapat mengambil langkah-langkah
tepat untuk mengembangkan dan memotivasi orang untuk melakukannya.
Lalu, apa proses yang harus dilakukan manajamen pada penerapan strategi
talent management agar terciptanya peningkatan kinerja karyawan? Dalam melakukan
proses penerapan strategi talent management, manajer atau Human Resource dapat
berforkus pada sistem rekrutmen, pelatihan dan pengembangan.