Anda di halaman 1dari 18

The Power of Talent Mangement

Abstrak
Talent Management merupakan salah-satu strategi penting dalam mengelola
sumber daya manusia perusahaan. Perusahaan yang dapat menjalankan strateginya
dengan baik, maka besar kemungkinan akan mengalami peningkatan kinerja
perusahaan lewat meingkatnya performa kinerja karyawan. Waktu berlalu begitu cepat
melahirkan generasi-generasi yang dapat dikelompokkan melalui rentang tahun
lahirnya dan memiliki sifat yang berbeda (Generasi baby boom, X, Y, Z, Alpha). Hal
tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi talent management untuk tetap
memaksimalkan sumber dayanya dalam ruang lingkup kerja yang multigenerasi.
Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas akhir mata kuliah People
Management yang diampu oleh Dr. C. Budi Santoso, M.Bus.

A. Talent management Overview


Sebelum membahas lebih jauh tentang Talent management, ada baiknya kita
mengetahui apa arti dari Talent management, baik definisi secara kata per kata, dan
definisi secara keseluruhan. Hal ini dimaksudkan agar dapat difahami dan dimengerti
lebih dalam tentang filosofi dari Talent management tersebut.

Dikutip dari Asosiasi Professional untuk para penggiat Manajemen Sumber


Daya Manusia (Chartered Institute of Personnel and Development) (2007),
menyebutkan bahwa talent merupakan individu-individu yang dapat membuat
perbedaan untuk kinerja organisasi, baik melalui kontribusi langsung mereka atau
dalam jangka panjang dengan menunjukkan tingkat potensi tertinggi. Sedangkan
Schiemann (2014) mendefinisikan talent sebagai pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, pengalaman, nilai-nilai kolektif, kebiasaan dan perilaku dari semua
tenaga kerja (karyawan tetap, kontraktor, tenaga outsourcing, atau bentuk pasokan
tenaga kerja lainnya) untuk mendukung misi organisasi. Kata talent jika diartikan
kedalam Bahasa Indonesia menjadi talenta atau bakat, yang merupakan faktor pembeda
dari kinerja setiap karyawan di dalam sebuah perusahaan atau organisasi. Jika
perusahaan ingin mempertahankan dan meningkatkan laba dalam siklus bisnis yang
sedang dijalaninya, maka salah satu yang harus menjadi fokus perhatian perusahaan
ada pada permasalahan sumber daya manusianya. Perusahaan harus mencari, melatih,
dan mempertahankan karyawan terbaiknya, sehingga perusahaan dapat bersinergi dan
menjalankan visi dan misinya dengan baik bersama para seluruh karyawannya.
Singkatnya, penulis menyimpulkan definisi talent berupa kombinasi dari tiga elemen,
diantara adalah: kompetensi, komitmen dan kontribusi yang mendukung kinerja
organisasi dan diidentifikasi memiliki potensi menjadi pemimpin masa depan
organisasi.

Dikutip dari Wikipedia (2019), kata manajemen berasal dari bahasa Perancis
kuno, yakni: ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur
(Oxford English Dictionary). Sehingga tak heran jika Lawrence A. Appley (1974)
mendefinisikan Manajemen sebagai seni untuk mencapai tujuan tertentu yang
dilakukan orang lain atau usaha orang lain. Selain itu, dalam buku The Fundamental of
Management 8th Edition (2015) Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai
sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan
sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Efektif berarti bahwa
tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas
yang ada dapat dilaksanakan dengan benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan.

Istilah Talent management pertama kali diperkenalkan oleh McKinsey melalui


salah satu studi yang dilakukannya pada tahun 1997. Pada tahun-tahun berikutnya,
talent management kemudian menjadi salah satu buku karangan yang ditulis bersama
oleh Ed Michaels, Helen Handfield-Jones, dan Beth Axelrod yang berjudul The War
for Talent pada tahun 2001. Mengutip dari Chartered Institute of Personnel and
Development (CIPD) (2007) mengartikan bahwa talent management adalah proses
analisis , pengembangkan, dan pemanfaatan talenta atau bakat yang berkelanjutan dan
efektif untuk memenuhi kebutuhan bisnis. Hal ini melibatkan proses tertentu yang
membandingkan talenta saat ini di suatu departemen dengan kebutuhan strategi
bisnisnya. Hasil ini mengarah pada pengembangan dan implementasi strategi yang
sesuai untuk mengatasi kesenjangan atau surplus talenta. Sedangkan menurut Thomas
dan Raghavan (2011) serta Cappeli (2008) menjelaskan bahwa talent management
sebagai satu pendekatan inovatif untuk mendukung tercapainya tujuan organisasi.,
sebagaimana Lockwood (2006) menyatakan bahwa talent management adalah faktor
pendorong utama untuk kesuksesan organisasi. Singkatnya, penulis menyimpulkan
definisi Talent Manajemen berupa seni (perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan ) dalam mempersiapkan karyawan dengan
metode-metode tertentu sehingga dapat menghasilkan karyawan yang berkinerja
tinggi, sejalan dengan visi dan misi perusahaan, serta mendukung kinerja bisnis
perusahaan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zemach-Bersin (2007), talent
management merupakan fase ke tiga pada perkembangan dunia HR. Pada 1960-an dan
1970-an, organisasi SDM difokuskan pada bisnis transaksional yang bersifat
administratif, sehingga fokus HR hanya sebatas mengelola orang (mempekerjakan
orang, membayar orang, dan menerapkan).

Namun, pada rentang periode 1980-an dan 1990-an, fokus HR bergeser ke


SDM yang lebih “strategis,” perusahaan menjalin hubungan "mitra bisnis" dengan para
karyawan spesifiknya untuk mendukung terjalinnya integrasi bisnis. Pada era ini,
organisasi SDM menetapkan fungsi-fungsi baru, diantaranya:
1. Perekrutan.
2. Pembelajaran dan pengembangan.
3. Desain organisasi.
4. Total kompensasi, dan
5. Komunikasi karyawan.

Gagasan "SDM strategis" adalah untuk membuat SDM menjadi sangat fokus
pada bisnis, memastikan bahwa setiap program yang dikembangkan oleh SDM selaras
dan diprioritaskan untuk mendorong nilai bisnis langsung.

Pada kenyataannya, zaman yang semakin berkembang memaksa fokus HR ikut


berkembang guna menyesuaikan dengan problematika yang ada, seperti kekurangan
tenaga kerja yang bertalenta pada jabatan yang tepat, saluran kepemimpinan,
demografi berubah, bercampurnya tiga generasi berbeda pada dunia kerja (pensiunan,
baby-boomer, generasi X, dan generasi Y). Abad 20 merupakan era ketiga yang
menyesuaikan peran SDM sebagai “pelayan proses manajemen bakat dari organisasi”
yang merupakan garis besar dari peran talent management. Sekarang, tidak cukup bagi
SDM untuk bermitra dengan lini bisnis; SDM harus memahami dan mengembangkan
kemampuan organisasi. Dalam peran baru ini, manajer dan eksekutif SDM sekarang
menyadari bahwa mereka harus: Mengidentifikasi siapa bakat kritisnya, memahami
bahwa kekuatan dan kelemahan bakat, serta mengintegrasikan dan memperbaiki proses
bisnis untuk merekrut, mengembangkan, ganti rugi, promosikan, pertahankan, dan
ukur bakat ini.
The Evolution of HR
By: Bersin et al (2007)

Gambar 1. The Revolution of HR

Jika kita berbicara lebih luas mengenai dunia HR, fase ke tiga bukanlah fase
terbaru dalam fokus pembahasan Human Resource. Rhosan Thiran (2016) telah
melakukan pembicaraan dan berbagi informasi dengan ratusan pemimpin SDM, CEO,
dan tim penelit tentang tren HR di masa depan. Berdasarkan percakapan dan
penelitiannya, Rhosan Thiran (2016) menyampaikan prediksi Top 10 saya tentang tren
pengembangan SDM dan organisasi untuk bisnis Malaysia dan Asia pada tahun 2017,
diantaranya:

1. Akan terjadi system SDM yang terdigitalisasi dalam hal besar.


2. SDM akan mulai fokus pada pengalaman karyawan.
3. Budaya akan menjadi permasalahan SDM dan agenda bisnis yang
penting.
4. SDM akan mulai berinvestasi dalam Big Data dan real-time feedback.
5. Pembelajaran digital akan berkembang pesat, menciptakan kembali
pembelajaran dan pengembangan.
6. SDM akan fokus pada tim daripada individu.
7. SDM akan secara radikal meningkatkan keterampilan untuk masa depan
saat pekerjaan terus berkembang.
8. SDM akan mulai mengelola “pengalaman kandidat yang ditolak.”
9. Sistem manajemen kinerja akan mulai berkembang.
10. SDM sebagai Business Leader.

Dari sepuluh (10) perkiraan tren pengembangan SDM terkini, sebagian besar
memperkirakan tentang adanya persinggungan dunia HR dan teknologi. Hal tersebut
bukanlah hal yang tabu, karena perkembangan dunia sekarang memang sedang
memasuki fase industry 4.0. Hal yang sama di utarakan oleh Robin Lissak pada (2009)
menggambarkan model layanan SDM baru, diantaraya:

1. Menerapkan cara baru dalam memberikan layanan SDM.


2. Menggunakan teknologi untuk memberi karyawan akses langsung ke
informasi SDM.
3. Outsourcing HR berfungsi untuk penyedia layanan jika mereka bisa
melakukannya lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah.
4. Mendemonstrasikan nilai bisnis yang diberikan HR dengan menerapkan
pekerjaan sesuai porsinya.

Gambar 2. Evolution of Human Resource Management

Lalu, bagaimana peran talent management pada fase ke tiga? Akankan berlalu
begitu saja seperti fase-fase sebelumnya? Peneliti berkeyakinan, selama karyawan
masih berwujud manusia, talent management akan selalu digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan perusahaan atau organisasi. Namun, mungkin dalam penerapan sistem
talent management nantinya akan ada paradigma baru ketika dihadapkan pada
permasalahan-permasalahan atau isu-isu terkini.

Talent management merupakan pembaharuan dari sistem perusahaan yang


hanya sekedar mempunyai budaya developing semata. Sebagaimana yang dicantumkan
dalam penelitian Brent Davies dan Barbara J. Davies (2015), mereka membandingkan
dampak yang diterapkan perusahaan ketika menerapkan Talent Management Culture
dengan Current Development Culture.

Tabel 1. Perbandingan Current Development Culture


dengan Talent management Culture

Current Development Culture Talent Management Culture


Keadaan sekarang yang menjadi tolak Selalu ingin menjadi yang lebih baik
ukurnya diatas rata-rata pada umumnya.
Karyawan yang handal Karyawan yang kreatif dan menantang
Struktur promosi yang dapat diprediksi Menginginkan struktur sekolah yang
baru dan berbeda
Orientasi pekerjaan Peran kinerja tinggi
Menolak resiko Menerima tantangan atau petualangan

Dalam mengimplementasikan talent management, diperlukan kerja sama dari


berbagai macam pihak, mulai dari HR itu sendiri, line manager, hingga bagian
pendukung operasional kegiatan bisnis itu sendiri. Penerapan talent management
merupakan integrasi dari beberapa elemen, seperti talent strategy,
rekrutmen, performance management, pelatihan dan pengembangan, rencana suksesi,
pengembangan kepemimpinan, hingga kompensasi. Ketika HR mengintegrasikan dan
meningkatkan proses-proses ini, pembelajaran dan pengembangan (Learning and
Development) akan menjadi lebih strategis. Organisasi akan memfokuskan kembali
pelatihan "yang digerakkan oleh kinerja" mereka ke dalam pelatihan "yang digerakkan
oleh bakat." Untuk melihat sebegitu kompleksnya permasalahan dan tanggung-jawab
talent management, Zemach-Bersin (2010) menggambarkan kerangka kerja baru dari
talent management yang enyoroti elemen-elemen dan praktik-praktik paling penting
yang perlu dipertimbangkan untuk talent management berdampak tinggi saat ini.
Gambar 3. The New Management Framework

Penelitian ini didasarkan pada wawancara studi kasus, survei kuantitatif, dan
konsultasi dengan organisasi dalam pengembangan strategi manajemen bakat mereka.
Kerangka kerja ini dikembangkan untuk merangkum praktik terbaik saat ini dan
membantu organisasi memahami bagaimana menyatukan berbagai elemen manajemen
bakat dan dirancang untuk membangun strategi bakat yang komprehensif untuk
organisasi. Kerangka kerja ini mencakup tiga belas bidang: strategi bakat dan
penyelarasan bisnis, perencanaan tenaga kerja, manajemen kemampuan dan
kompetensi, akuisisi bakat, pengembangan kepemimpinan, manajemen suksesi,
manajemen karir, manajemen kinerja, total imbalan, pengembangan pembelajaran dan
kemampuan, organisasi dan tata kelola, metrik bisnis dan analitik, dan infrastruktur
bakat. Untuk setiap bidang, laporan ini memberikan tinjauan umum dan elemen-
elemen mendasar, poin-poin integrasi penting, dan metrik kunci untuk mengevaluasi
efek yang ditimbulkan.
B. Talent Mangement dan Nilai yang Diciptakan
Melalui pandangan Resource-Based View (RBV) Barney dan Clark (2007)
berpendapat bahwa sumber daya bakat adalah aset strategis yang memiliki potensi
untuk menciptakan dan menangkap nilai dan menjalankan strategi bisnis. Talent
management merupakan alat yang sangat penting dalam lingkungan perusahaan untuk
mencari, menemukan, melatih, dan menjaga talenta karyawan yang tepat sehingga
dapat membuat organisasi lebih kompetitif. Karyawan yang berbakat sulit untuk ditiru
dan dapat mengarah pada keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Organisasi harus
mengorganisir proses, kebijakan, dan prosedur internal mereka untuk mengeksploitasi
potensi sumber daya yang ada jika mereka ingin mempertahankan keunggulan
kompetitifnya. Oleh sebab itu, untuk mencapai ini strategi Talent management perlu
diselaraskan dengan strategi bisnis.

Melalui empat proses yang didorong oleh Value of Talent management, yaitu
penciptaan nilai, penangkapan nilai, nilai rata-rata dan pelestarian nilai. Teori nilai
percaya bahwa manajemen bakat saat ini bergeser dari pusat keahlian ke pusat
keunggulan. Seiring dengan pergeseran fokus, kegiatan manajemen bakat diselaraskan
dengan nilai strategi keseluruhan perusahaan dan mampu berkontribusi lebih baik pada
kinerja perusahaan. Sparrow, P., Hird, M. dan Cooper, C. (2015) berpendapat bahwa
Penetapan srtategi talent management akan dapat mengakumulasi modal manusia
dalam meningkatkan produktivitas perusahaan. Sifat talent management ini
menghubungkannya lebih erat dengan kinerja nilai inti perusahaan dan memungkinkan
perannya sebagai penyedia solusi untuk masalah strategi tingkat tinggi. Misalnya,
dengan meramalkan permintaan atau pasokan masa depan, memahami tantangan
internal dan eksternal perusahaan, serta membiasakan diri dengan adanya proyek atau
kegiatan untuk mencapai produktivitas perusahaan yang lebih baik.

Menurut (Schiemann, 2014), ukuran kunci keberhasilan dari Talent


management adalah ketika “return” yang diperoleh perusahaan bukan hanya sekedar
keuntungan secara finansial saja, namun diperoleh juga keuntungan secara non-
finansial seperti terciptanya iklim dan budaya organisasi yang inovatif baik di dalam
maupun di luar perusahaan Jika perusahaan mampu meningkatkan investasi bakat
karyawannnya lebih dari yang lain, para pemegang saham akan mencapai
pengembalian investasi yang lebih tinggi, serta hal-hal lain dianggap sama. Dalam
situasi ini, seberapa baik talent ditingkatkan akan memberikan keunggulan kompetitif.

Mereka yang tidak melatih karyawannya secara efektif dapat mengalami


insiden kegagalan pekerjaan yang jauh lebih tinggi. Hal ini dapat menyebabkan tingkat
pergantian staf (turn over) yang lebih besar. Sedangkan, memberikan karyawan akses
untuk mengikuti pelatihan memungkinkan karyawan tersebut untuk mendapatkan hal-
hal baru dan untuk tetap bekerja lebih lama dan berkinerja lebih baik, sehingga dapat
menekan biaya perekrutan dan penggantian selama periode waktu yang lebih lama.
Manajer yang menginvestasikan waktu dan uang dalam pelatihan yang efektif pada
karyawannya memiliki biaya tenaga kerja keseluruhan yang lebih rendah (Schiemann,
2014).

Untuk mempertajam pemikiran tentang penciptaan nilai oleh bakat individu di


tingkat organisasi, Bowman dan Ambrosini (2000) berpendapat bahwa perusahan
harus membedakan, menunjukkan, dan mengelola (melalui arsitektur manajemen bakat
yang kuat) dua jenis nilai, yakni: nilai pakai dan nilai tukar. Nilai pakai mengacu pada
kualitas spesifik dari pengerjaan tugas, produk, atau layanan baru yang dirasakan oleh
pengguna (perusahaan) sehubungan dengan kebutuhan mereka. Sedangkan nilai tukar
mengacu pada jumlah uang yang direalisasikan pada titik waktu tertentu ketika
pertukaran tugas baru, barang, layanan, atau jumlah yang dibayarkan oleh pengguna
(perusahaan) kepada penjual (karyawan) untuk nilai penggunaan ini (pelatihan atau
beasiswa sekolah). Namun, dalam hal pengadaan talenta bintang (karyawan terbaik
dari yang berbakat), dua prasyarat harus ditetapkan sebelum nilai tukar dapat dibuat.
Jumlah uang yang dipertukarkan harus melebihi biaya produsen (karyawan), biaya
yang dimaksud seperti uang, waktu, usaha, atau kegembiraan sehingga karyawan
benar-benar merasakan kenyamanan dalam berproses.

Linda Ria Lumbantobing (2015) memaparkan banyak keuntungan atau manfaat


yang diraih oleh perusahaan sebagai fasilitator talent management, dan karyawan itu
sendiri. Diantaranya adalah:
♠ Manfaat Sistem Manajemen Talenta Bagi Perusahaan ♠

1. Meningkatkan penerimaan kepada pemegang saham (return on investment)


dan kapitalisasi pasar
2. Meningkatkan kepuasan pelanggan
3. Meningkatkan penerimaan dan profitabilitas
4. Meningkatkan efisiensi biaya melalui reduksi pemborosan terus-menerus
5. Meningkatkan kualitas, produktivitas dan kapabilitas
6. Menurunkan waktu siklus (cycle time)
7. Mengaitkan usaha-usaha individual dengan sasaran bisnis
8. Meningkatkan komitmen terhadap karyawan bernilai tinggi
9. Menurunkan tingkat keluar-masuk karyawan (employees turnover ratio)
10. Memadankan pekerjaan dan keterampilan karyawan
11. Mengidentifikasi dan menangani : pengembangan karir pegawai,
keanekaragaman

♠ Manfaat Sistem Manajemen Talenta Bagi Karyawan ♠

1. Meningkatkan motivasi dan komitmen; mengembangkan dan


mengkomunikasikan jalur karir.
2. Meningkatkan pengetahuan tentang kontribusi kepada sasaran perusahaan
3. Meningkatkan kepuasan kerja, dll.

C. Strategi Talent Management di Tempat Kerja Multigenerasi

Banyak ahli demografi dan penggiat sosial telah menarik perhatian pada
perubahan sikap lintas generasi. Memahami perubahan ini sangat penting dalam
memahami bagaimana mengelola dan menarik generasi yang berbeda (Cheese et al.,
2008). Generasi didefinisikan sebagai suatu kelompok-kelompok yang panjangnya
mendekati rentang fase kehidupan dan yang batas-batasnya ditetapkan oleh
kepribadian teman sebaya (Papenhusen, 2006). Sedangkan Arsenault (2004)
mendefinisikan generasi sebagai orang yang melewati waktu yang datang untuk
berbagi kebiasaan, heksis, dan budaya yang sama, yang fungsinya adalah memberi
mereka memori kolektif yang berfungsi untuk mengintegrasikan generasi selama
periode waktu yang terbatas. Meskipun para akademisi menggunakan definisi yang
berbeda dari suatu generasi, ada kesepakatan umum bahwa setiap generasi pasti
memiliki nilai, sikap, perilaku, harapan, kebiasaan, tombol motivasi yang berbeda,
pandangan otoritas dan harapan kepemimpinan (Crampton dan Hodge, 2007). Ada dua
faktor penting yang menjadi ciri suatu generasi, yaitu tingkat kelahiran dan kejadian
saat itu (Crumpacker dan Crumpacker, 2007).

Fluktuasi jumlah angka kelahiran (stagnasi atau pertumbuhan populasi) dan


peristiwa yang berdampak besar (perang, bencana alam, dsb) membentuk kelompok
orang yang mempunyai kepribadian mirip. Masyarakat memulai pelabelan generasi
pada abad ke-20 (Smola & Sutton, 2002) tetapi label-label dan tahun-tahun yang
diwakili label-label tersebut tidak konsisten dalam literatur. Dikutip dari Sanne
Klifman (2009) yang menunjukkan beberapa label yang digunakan untuk
menggambarkan generasi dan rentang waktu mereka.

Tabel 2. Pengelompokkan Generasi


Pengelompokkan Generasi Penulis
Veteran (Tradisionalis) : Lahir antara tahun 1920 sampai1940 Crampton
Baby Boomers : Lahir antara tahun 1947 sampai 1967 dan Hodge
Generasi X : Lahir antara tahun 1970 sampai 1980 (2007)
Generasi Y (Milenial) : Lahir antara tahun 1980 sampai 1990
Veteran : Lahir antara tahun 1922 sampai 1943 Arsenault
Baby Boomers : Lahir antara tahun 1944 sampai 1960 (Adapted
Generasi Xers : Lahir antara tahun 1961 sampai 1980 from Zemke
Generasi Yers : Lahir antara tahun 1981 sampai 2000 et al. 2003)
Silents : Lahir antara tahun 1925 sampai 1945 Jenkins
Baby Boomers : Lahir antara tahun 1946 sampai 1964 (2009)
Generasi-Xers : Lahir antara tahun 1965 sampai 1980
Milenium : Lahir setelah 1980
Baby Boomer : Lahir antara tahun 1940 sampai 1960 Generasi Cheese et al.
X : Lahir antara akhir 1960-an dan akhir 1970-an Generasi (2008)
Y : Lahir setelah 1980

Baby Boomers memiliki sifat yang sangat kompetitif dan memiliki sikap positif
terhadap pertumbuhan pribadi dan profesional (Crumpacker & Crumpacker, 2007).
Mereka loyal kepada majikan mereka (Crampton & Hodge, 2007) dan jarang berganti
pekerjaan dan praktik kerja jika tidak ada sama sekali (Cheese et al., 2008). Potret
gambar Generasi X sering diipresentasikan lebih negatif (Cennamo dan Gardner,
2008), mis. Generasi X umumnya lebih skeptis terhadap otoritas (Crumpacker dan
Crumpacker, 2007) dan kurang loyal dibandingkan generasi Baby Boom (Crampton &
Hodge, 2007). Namun, dilain sisi Generasi X dikarakterisasi sangat mudah beradaptasi
dengan ketidakstabilan pekerjaan, berkeinginan untuk mengembangkan keahliannya
dan menghadapi tantangan (Jenkins, 2008). Generasi X mungkin lebih suka bekerja
untuk organisasi yang menilai pengembangan keterampilan sebagai hal yang sangat
penting (Smola dan Sutton, 2002) dan memiliki keinginan yang lebih kuat untuk
dipromosikan daripada generasi Baby Boom (Smola dan Sutton, 2002). Sedangkan,
sgnerasi Millenial adalah generasi yang paling terdidik (Jenkins, 2008). Generasi
Millenial sangat percaya diri dan optimis, mengharapkan umpan balik segera dan
pengakuan yang hampir berkelanjutan (Crumpacker dan Crumpacker, 2007). Generasi
ini memiliki kemauan besar untuk bekerja keras dan menetapkan tujuan (Jenkins,
2008). Mereka mencari pengembangan pribadi dan penghargaan (Vaiman dan Vance,
2008), mengharapkan dan menuntut peluang maksimum untuk pemenuhan pribadi
(Cheese et al., 2008) dan lebih menghargai pengembangan karier daripada generasi
lainnya (Zemke et al., Di Cennamo & Garner, 2008).

Jika perbedaan sikap dan sifat lintas generasi ini kita kaitkan dengan lingkungan
kerja organisasi atau perusahaan, manajer memerlukan pendekatan yang kreatif dan
inovatif untuk mengatasi tantangan-tantangan yang semakin meningkat, sebab ia
dituntut untuk berusaha mengatasi lingkungan yang berubah, sikap, dan perilaku dalam
upaya untuk memenuhi tuntutan perusahaan. Tempat kerja yang memiliki karyawan
dari berbagai lintas generasi pasti memiliki berbagai ide, nilai, dan pengalaman yang
berbeda, sehingga mempengaruhi iklim dan budaya tempat kerja tersebut (Cekada,
2012). Lalu, strategi apa yang digunakan manajer bisnis untuk mengelola tenaga kerja
yang multigenerasi untuk tetap meningkatkan produktivitas perusahaan?

Penelitian yang dilakukan oleh Sanne Klifman (2009) mengemukakan bahwa


psychological contract fulfilment pada ketiga generasi tersebut lebih tinggi ketika
praktik Talent management dirasakan. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh
Latorre et al., (2016) yang menjelaskan bahwa komitmen tinggi praktik SDM terkait
dengan kinerja karyawan melalui efek mediasi dari persepsi dukungan organisasi,
psychological contract fulfilment dan keamanan kerja, merupakan kunci utama dari
dari hubungan kerja dan kepuasan kerja. Lebih jauh, hasil penelitian Bakotic (2016)
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang jelas antara kepuasan kerja karyawan dan
kinerja organisasi di kedua arah, tetapi dengan intensitas yang cukup lemah. Analisis
terperinci menunjukkan bahwa hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja organisasi
lebih kuat daripada hubungan antara kinerja organisasi dan kepuasan kerja. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerjalah yang menentukan kinerja organisasi,
bukan kinerja organisasi yang menentukan kepuasan kerja. Singkatnya, manager
(praktisi) harus memiliki cara atau pendekatan yang kreatif dan inovatif untuk
menciptakan psychological contract fulfilment pada masing-masing generasi, karena
tiap generasi mempunyai sikap dan sifat yang berbeda, sehingga diharapkan nantinya
dapat berimbas pada kinerja karyawan terkait, dan berujung pada meningkatnya kinerja
organisasi atau perusahaan.

Penelitian Sanne Klifman (2009) juga membagi strategi-strategi Talent


management yang direkomendasikan untuk para manager (praktisi) untuk melakukan
eksplorasi terhadap karyawannya dari masing-masing generasi. Untuk generasi Baby
Boom, strategi-strategi yang disarankan adalah: in-house development programmes,
succession planning, graduate development programmes, internal secondments,
assessment centres, job rotation and shadowing, dan development centres. Untuk
generasi X, strategi-strategi yang disarankan adalah: in-house development
programmes, coaching, succession planning, mentoring and buddying, courses at
external institutions dan assessment centres. Sedangkan strategi-strategi yang
disarankan untuk generasi Y adalah: in-house development programmes, coaching,
succession planning, mentoring and buddying, cross-functional project assignments,
high-potential development schemes, assessment centres, job rotation and shadowing,
dan MBAs.

Tabel 3. Penerapan Strategi Talent management untuk psychological contract


fulfilment pada Tiga Generasi (Baby Boom, X, dan Y).

Generasi Baby Boom Generasi X Generasi Y


In-House Development In-House Development In-House Development
Programmes Programmes Programmes
Succession Planning Coaching Cross-Functional Project
Assignments
Graduate Development Mentoring and Buddying High-Potential
Programmes Development Schemes
Internal Secondments Courses at External Assessment Centres
Institutions.
Assessment Centres Assessment Centres Job Rotation dan
Shadowing
Job Rotation dan Succession Planning MBAs
Shadowing
Development Centres - Mentoring and Buddying

Penulis mengusulkan bahwa penelitian seperti ini harus dilakukan secara


berkelanjutan pada tiap generasi. Hal tersebut dikarenakan pada fakta yang ada bahwa
pengelompokkan generasi manusia terus bertambah, yakni generasi Z dan Alpha.
Generasi Z didefenisikan sebagai orang-orang yang lahir dalam rentang tahun
kelahiran 1995 sampai 2010, sedangkan generasi Alpha adalah orang-orang yang lahir
setelah tahun 2010. Penulis menemukan bahwa literatur yang tersedia dalam
membahas generasi Z dan Alpha masih sedikit, sehingga penelitian dimasa mendatang
dapat memperkirakan apa saja kira-kira metode yang cocok untuk diterapkan pada
Genersi Z dikarenakan sebentar lagi mereka akan memasuki umur dunia kerja. Hal
tersebut pasti sangat bermanfaat untuk dunia penelitian dan praktisi, karena disadarinya
praktik Talent management memang sangat berdampak pada kinerja sumber daya
manusia perusahaan, sehingga berdampak pada kinerja perusahaan.

D. Talent management dan Kinerja Organisasi

Talent management telah dinyatakan sebagai strategi kunci untuk mengatasi


beberapa masalah sumber dayang yang sangat krusial dalam system operasional
perusahaan, seperti; pasar tenaga kerja yang ketat, penuaan tenaga kerja dan tingkat
pensiun yang meningkat, serta kebutuhan kemampuan (skill) tenaga kerja yang
beragam pada berbagai tingkatan. Ruky (2001) menjelaskan bahwa manajemen kinerja
berkaitan dengan usaha, kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh
pimpinan organisasi (perusahaan) untuk merencanakan, mengarahkan dan
mengendalikan prestasi karyawan, sebagaimana Collings dan Mellahi (2009) yang
mengidentifikasi berbagai rangkaian praktik kerja perusahaan yang sebagian besar
menjadi tanggung jawab kegiatan talent management, diantaranya: penempatan staf,
rekrutmen, pelatihan dan pengembangan, perencanaan suksesi, dan manajemen retensi
karyawan. Agus (2005) memandang bahwa kebijakan SDM, komitmen
kepemimpinan, pelatihan dan pengembangan, dan aspek-aspek bakat lainnya adalah
isu-isu penting dalam perusahaan, yang merupakan aspek krusial untuk memberi
karyawan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memungkinkan
mereka mengatasi penyelesaian masalah.

Salah satu elemen yang dapat dinilai adalah kinerja karyawan melalui tingkat
produktivitas mereka. Beberapa penelitian telah memperkenalkan berbagai metode
untuk mengevaluasi kinerja organisasi dalam hal kualitas pekerjaan yang mereka
hasilkan, kuantitas dalam hal jumlah output dan seberapa inovatif dan kreatif mereka
sebagai individu (Wong dan Wong, 2007, Prajogo, 2007). Ini membantu karyawan
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepada mereka
selama periode tertentu. Dengan kata lain, sistem penilaian dalam memilih karyawan
baru untuk mengisi peran dalam suatu organisasi harus memiliki beberapa parameter
standar yang dapat diandalkan. Setelah posisi telah diisi maka organisasi harus
mengikuti pendekatan holistik dalam talent management untuk tujuan meningkatkan
kinerja karyawan. Huselid (1995) berpendapat bahwa efektivitas akan mentransfer
pada perilaku karyawan sebagai akibat dari manajemen sumber daya manusia yang
juga membuktikan hubungan positif. Karyawan yang ideal adalah orang yang memiliki
keterampilan yang sangat baik dan beroperasi di lingkungan yang produktif. Organisasi
hanya dapat memanfaatkan potensi penuh karyawan dengan memberi mereka alat atau
stimulus yang diperlukan untuk berhasil. Oleh karena itu, manajemen harus memahami
pentingnya kinerja karyawan sehingga manajemen dapat mengambil langkah-langkah
tepat untuk mengembangkan dan memotivasi orang untuk melakukannya.

Hasil yang bisa didapatkan perusahaan dengan menggunakan strategi talent


management adalah dengan terisinya posisi-posisi manajemen puncak dengan orang-
orang yang mempunyai kualitas terbaik dan faham dengan visi misi perusahaan,
sehingga para elemen perusahaan (pemegang saham, CEO, direksi, dsb) tidak perlu
meragukan kinerja calon karyawan tersebut yang akan diangkat menjadi bagian dari
posisi puncak perusahaan (Pella dan Inayati, 2011). Hal tersebut berkaitan dengan teori
yang dikeluarkan oleh Pratt, et al., pada Bethke-Langenegger, et al., (2011)
menjelaskan bahwa investasi berupa talent management dapat menghasilkan pekerja
yang menghasilkan karya dengan kualitas kinerja yang tinggi, sehingga dapat diketahui
bahwa adanya kaitan yang signifikan antara manajemen talenta dengan kinerja
karyawan. Melalui praktik talent management perusahaan harus memberikan peluang
pengembangan karir kepada karyawan mereka dengan melakukan program pelatihan
internal maupun eksternal untuk meningkatkan pengalaman kerja mereka, seperti
pelatihan yang berfokus pada memperluas pengetahuan dan keterampilan karyawan
dapat mewakili peluang untuk pertumbuhan dan pengembangan individu dan
menghasilkan hasil yang menguntungkan seperti keterampilan yang terkait dengan tim
yang lebih mahir dan peningkatan fleksibilitas tenaga kerja. Sistem talent management
yang ideal adalah sistem di mana semua karyawan memahami misi organisasi,
seberapa jauh mereka mencapai tujuan organisasi, dan keterampilan yang diperlukan
untuk meningkatkan kinerja dan membantu organisasi mewujudkan impiannya. Talent
management meningkatkan kinerja karyawan dan meningkatkan produktivitas suatu
organisasi, karenanya manajemen talenta sangat penting untuk kinerja karyawan.

Lalu, apa proses yang harus dilakukan manajamen pada penerapan strategi
talent management agar terciptanya peningkatan kinerja karyawan? Dalam melakukan
proses penerapan strategi talent management, manajer atau Human Resource dapat
berforkus pada sistem rekrutmen, pelatihan dan pengembangan.

Fungsi awal dari sistem strategi talent management berkaitan dengan


perolehan dan identifikasi bakat baik secara internal maupun eksternal. Organisasi
yang mampu merekrut bakat secara efektif memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk
melakukan yang lebih baik dalam hal pemberian layanan yang efisien, dan
pemanfaatan sumber daya produksi yang efektif. MacDuffie (2011) berpendapat
bahwa perolehan bakat adalah siklus proses yang sedang berlangsung terkait dengan
menarik, sumber, merekrut, dan merekrut (atau menempatkan) karyawan dalam suatu
organisasi.

Prius (2011) telah mengidentifikasi dua pilihan strategi umum untuk


dipertimbangkan ketika melaksanakan proses rekrutmen, diantaranya: menyelaraskan
orang dengan peran atau, menyelaraskan peran dengan orang. Menyelaraskan orang
dengan peran dijelaskan secara singkat seperti ketika ada peran pekerjaan yang
disepakati sebelumnya dan fokusnya adalah untuk menyelaraskan orang dengan peran
ini. Sedangkan menyelaraskan peran dengan orang-orang adalah sebaliknya di mana
fokusnya adalah pada orang-orang dan peran pekerjaan disesuaikan dengan
karakteristik khusus mereka.

Jika berfokus pada menyelaraskan orang dengan peran, faktor-faktor yang


memengaruhi kinerja ada beberapa. Seleksi, rekrutmen, penempatan dan promosi pada
dasarnya adalah untuk menemukan individu yang tepat, merekrut mereka,
menempatkan mereka di posisi yang tepat dan kemudian mempromosikan mereka.
Keputusan promosi adalah pilihan strategis yang terkait dengan keputusan
pembelajaran dan pengembangan (Iles et al., 2010) yang merupakan fokus
penyelarasan peran dengan orang.

Kegiatan pelatihan adalah jantung dari pertumbuhan karyawan. Boselie et al.,


(2010) mendefinisikan pelatihan karyawan sebagai upaya yang direncanakan dan
berkelanjutan oleh manajemen untuk meningkatkan tingkat kompetensi karyawan dan
kinerja karyawan. Pelatihan juga dipandang sebagai alat yang berharga dan investasi
dalam organisasi yang membantu meningkatkan profitabilitas, mengurangi biaya dan
meningkatkan motivasi karyawan, komitmen dan efektivitas (Morgan dan Jardin,
2010). Somaya dan Williamson (2008) berpendapat bahwa pelatihan memberi makna
pada pekerjaan, dan memungkinkan pekerja untuk mempelajari prosedur pekerjaan
yang dapat diterima, dan untuk membenarkan dan setidaknya merasionalisasi upaya
yang dihabiskan untuk pekerjaan tersebut. Dengan meningkatkan kemampuan
karyawan untuk melakukan tugas-tugas yang diberikan oleh organisasi, pelatihan
memungkinkan penggunaan sumber daya manusia yang lebih baik dan memberikan
karyawan lebih ahli dalam pekerjaan mereka, yang mengarah pada peningkatan kinerja
(Gandossy & Kao, 2004).

Ada perbedaan antara pelatihan dan pengembangan. Pelatihan bersifat jangka


pendek dan biasanya dirancang untuk memungkinkan peserta didik memperoleh
pengetahuan dan keterampilan untuk pekerjaan mereka saat ini. Pengembangan di sisi
lain bersifat jangka panjang dan bertujuan untuk mengembangkan karyawan untuk
penugasan pekerjaan di masa depan dalam organisasi dan untuk memecahkan masalah
(Morgan dan Jardin, 2010). Program pelatihan dan pengembangan dirancang untuk
mendidik karyawan di luar persyaratan posisi mereka saat ini sehingga mereka siap
untuk peran yang lebih luas dan lebih menantang dalam organisasi sehingga ketika
diberikan tanggung jawab atau menghadapi masalah tertentu mereka sudah siap.
Contoh kegiatan pelatihan dan pengembangan adalah: program akademis, lokakarya,
seminar, konvensi, on the job training, couching and counseling, penugasan, dll.
Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kinerja masa depan organisasi itu sendiri.

E. Mempertahankan Talenta Terbaik

Dalam presentasinya, Triarko Nurlambang (2009) mengkualifikasikan tenaga


kerja yang berbakat (talent) menjadi empat (4) bagian, diantaranya:

1. High Performers: mereka yang memberi kontribusi pada keberhasilan bisnis


2. High Potentials: mereka yang perlu dipertahankan untuk dapat membangun dan
menggantikan tenaga yang kurang/tidak profuktif
3. Pivotal Performers: mereka yang dapat memastikan keberlanjutan bisnis yang
sedang berjalan
4. Average Performers: mereka yang mempunyai peran kritis yang terbatas bagi
keberhasilan bisnis

Setelah orang-orang berbakat direkrut, dipilih, dan dikembangkan, mereka


harus juga menjadi fokus dari upaya retensi. Para pengambil keputusan memerlukan
banyak waktu dan upaya untuk membuat strategi retensi terencana.

Kegiatan-kegiatan untuk memastikan retensi dan stabilisasi bakat dalam


organisasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen talenta. Individu-
individu bertalenta tidak harus meninggalkan organisasi karena kepergiannya biasanya
berdampak luar biasa pada operasi organisasi dalam hal jumlah pegawai bertalenta
akan berkurang.

Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi retensi talenta dalam organisasi


adalah tawaran pekerjaan yang menarik dan berharga, kepastian kesempatan untuk
pendidikan dan pengembangan, dan kemajuan profesional, menghormati
keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi, tawaran peran kerja yang
fleksibel, tawaran kondisi kualitas kerja dan peralatan, penyediaan rasa pengakuan dan
penghargaan, tawaran remunerasi yang memadai dan baru-baru ini juga mendapatkan
alasan untuk pendekatan tanggung jawab sosial organisasi.
Fakta-fakta yang disebutkan di atas membuat tawaran berharga untuk individu
berbakat yang menandai bahwa nilai-nilai yang logis akan diamati dalam organisasi.
Karyawan mengharapkan kepemimpinan yang baik , kebebasan dan otonomi , insentif
kerja, peluang bagi kemajuan profesional dalam karirnya dan remunerasi yang
memadai.

Berdasarkan survei global tentang manajemen talenta kepada profesional


sumber daya manusia, diketahui bahwa cara-cara paling efektif untuk mempertahankan
orang-orang berkinerja atau berprestasi tinggi (Softscape, 2009), adalah: Kesempatan
pengembangan karier (72%); Perencanaan karier yang mantap (69%); Lokasi dan
kondisi kerja yang fleksibel (60%); Rencana-rencana kompensasi yang inovatif (56%);
Rencana suksesi individual (45%); Insentif non-finansial (38%).

Anda mungkin juga menyukai