net/publication/321025477
CITATIONS READS
0 434
1 author:
Nimatuzahroh Saidi
University of Muhammadiyah Malang
12 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Nimatuzahroh Saidi on 13 November 2017.
ISBN : 978-979-796-173-2
Sanksi Pelanggaran pasal 72: Undang-undang No. 19 Tahun 2002, Tentang Hak Cipta:
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00
(Satu Juta Rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/
atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
iv INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
v
KATA PENGANTAR
v
vi INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
Penulis
viii INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
ix
DAFTAR ISI
ix
x INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
BAB 1
MEMAHAMI INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1
2 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
1. Faktor Neurologi
yaitu adanya disfungsi pada Central Nervous System (CNS) atau
sistem syaraf pusat, sementara Carlson (2007) menyatakan adanya
kelainan dalam jaringan otak yang melibatkan stratum (caudate inti
dan putamen) dan Prefontal cortex. Lebih jauh dia menjelaskan
bahwa otak orang-orang dengan ADHD kira-kira 4% lebih kecil
dibanding normal, dengan pengurangan yang paling besar di prefrontal
cortex dan caudate inti. Freind, (2005) juga menyatakan ukuran otak
anak ADHD terlihat kecil dengan aktifitas metabolik yang sedikit.
2. Faktor Genetik
Faktor genetik diduga menjadi bagian dari penyebab gangguan
pada anak berkebutuhan khusus. seperti pada gangguan kesulitan
belajar (Learning disability) diketahui merupakan gangguan yang
sifatnya herediter. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 35-
45% dari individu yang mengalami kesulitan belajar memiliki
orangtua dan saudara yang Kesulitan belajar pula. Resiko terkena
kesulitan belajar juga pada anak yang memiliki kedua orangtua
mengalami kesulitan belajar, atau pada anak-anak yang memiliki
keluarga yang mengalami gangguan bicara dan bahasa, dan ADHD
(National Institute of Mental Health, dalam Freind, 2005; Rief, 1993).
Anak-anak yang memiliki orang tua ADHD beresiko mengalami
ADHD 3 kali lipat dibanding anak lainnya.
3. Faktor Teratogenic
Yaitu kerusakan perkembangan janin dimana faktor perantara
yang dapat menyebabkan cacat atau kerusakan dalam perkembangan
4 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
janin seperti Fetal Alcholol Syndrome (FAS )yaitu suatu kondisi dimana
bayi lahir dengan berat badan kurang, kemunduran intelektual, dan
ketidaksempurnaan bentuk fisik yang merupakan penyebab utama dari
kesulitan intelektual, toxin: yaitu keracunan timah yang merupakan
faktor yang menyebabkan kesalahan pembentukan (malformation)
pada perkembangan fetus pada wanita hamil (Hallahan, 2009).
4. Faktor Medis
Faktor medis biasanya disebabkan karena kelahiran prematur
dan komplikasi pada saat lahir, rendahnya berat badan (Hallahan,
2009), dan kekurangan oksigen pada saat proses kelahiran (Freind,
2005) menempatkan anak dalam resiko disfungsi neurology dan pediatric
AIDS yang menyebabkan kerusakan syaraf.
Penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Ronka; 1999,
Jessor;1998; Rutter & rutter; 1992 (dalam Visser, Daniels & Cole,
2001) ada 2 faktor resiko yang membuat anak-anak memiliki
pengalaman buruk yang kemudian membutuhkan pendidikan khusus
yaitu faktor internal yaitu rendahnya kontrol emosi dalam diri,
pengalaman negatif disekolah dan rendahnya harga diri. Sementara
faktor eksternalnya adalah rendahnya sosial ekonomi orangtua,
rendahnya pendidikan, kekerasan dalam keluarga dan keluarga
yang alkolisme. Dalam penelitiannya ia menemukan bahwa anak-
anak yang memiliki pengalaman buruk di masa kecilnya akan
mengalami pengalaman buruk pula manakala mereka dewasa.
Hasil penelitian Biederman, Faraone, dan Monuteaux (2002)
kelas sosial yang rendah, ibu yang mengalami psikopatologi, dan
konflik keluarga secara signifikan dihubungkan dengan psikopatologi
dan kerusakan atau pelemahan fungsional di dalam otak
(meningkatkan resiko ADHD), selain itu orangtua dan ibu yang
selama kehamilan merokok. Menurut Freind, (2005) faktor lingkungan
berupa pola asuh yang permisif, ibu hamil yang merokok, minum
alkohol atau menggunakan obat-obatan.
Penelitian Friedman, Youngwirth dan Goldstein (2007) menyimpulkan
bahwa masalah kognitif dan masalah pra-akademik pada anak-anak
mulai muncul pada awal usia 3 tahun dan menyoroti tentang
pentingnya mengevaluasi hubungan antara masalah prilaku lainnya
dengan kemampuan anak-anak.
Memahami Individu Berkebutuhan Khusus Dan
5
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
BAB 2
KLASIFIKASI DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU
BERKEBUTUHAN KHUSUS
7
8 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
1. Pengertian
Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidisipliner yang
digunakan dilapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu
kedokteran. Diawal tahun 1960-an di pertemuan orang tua, Samuel
Kirk (dalam Hallahan dkk., 2009) menyarankan penyatuan nama
istilah learning disability karena berbagai istilah yang digunakan
untuk mendeskripsikan anak dengan intelegensi yang normal yang
memiliki masalah belajar dengan istilah minimally brain injured, a
slow learner, atau perceptually disable. Beberapa orang tua dan juga
para guru percaya bahwa label minimal brain injury mengacu pada
individu yang memperlihatkan perilaku tapi tidak adanya kerusakan
pada otak.
Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu
atau lebih proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman
dan penggunaan bahasa, bicara atau tulisan. Gangguan tersebut
mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan
mendengarkan, berfikir, berbicara dan membaca, menulis, mengeja
atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi seperti
gangguan perseptual, luka pada otak, dyslexia, dan perkembangan
aphasia (kehilangan kemampuan memahami kata-kata), tapi tidak
mencakup anak-anak yang memiliki problem belajar yang
penyebab utama berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan,
pendengaran atau motorik, hambatan karena retardasi mental
(tunagrahita), gangguan emosional atau kemiskinan lingkungan,
budaya dan ekonomi (Hallahan dkk., 2009).
Klasifikasi Dan Karakteristik Individu Berkebutuhan Khusus 9
2. Prevalensi
Prevalensi anak berkesulitan belajar terkait erat dengan definisi
yang digunakan, karena alat identifikasi dan assesmen untuk
menentukan prevalensi didasarkan atas definisi tertentu. Karenanya
tiap peneliti mengemukakan data prevalensi yang berbeda dengan
peneliti lainnya. Menurut data dari pemerintah U.S, sekolah umum
yang telah diidentifikasi memiliki siswa berkesulitan belajar antara
5 sampai 6 persen dari siswa yang berusia 6 sampai 17 tahun, dan
jumlah ini bertambah dua kali lipatnya antara tahun 1976-1977, hal
ini disebabkan karena guru terlalu cepat melabel siswa mereka yang
10 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
a. Variasi interindividual
Istilah ini mengacu pada heterogenitas dimana karateristik antar
siswa yang mengalami kesulitan belajar berbeda satu dengan yang
lainnya, ada yang memiliki masalah membaca, matematika,
mengeja, tidak konsentrasi dll.
b. Variasi Intraindividual
Intraindividual merupakan istilah bahwa anak kesulitan belajar
menunjukkan berbagai variabel dengan profil kemampuan mereka
sendiri. Misalnya anak mungkin memiliki tingkat nilai diatas usia
dua atau tiga tahun dalam membaca, namun menunjukkan tingkat
nilai tertinggal 2 atau 3 tahun dari usianya dalam matematika.
c. Masalah prestasi akademik: ketidakmampuan membaca, terutama
dalam decoding (kemampuan untuk mengubah cetakan untuk
bahasa ucapan), phonological awarness dan phonemic awarness,
kesulitan membaca dengan lancar, memahami bacaan. Lainnya
memiliki masalah dalam bahasa tulisan seperti menulis tangan,
mengeja dan komposisi, masalah dalam bahasa ujaran terutama
bermasalah dalam syntax, semantic dan phonology.
d. Masalah persepsi, perceptual-motor, dan koordinasi umum.
Memiliki masalah dalam mengingat betuk-bentuk visual.
e. Gangguan perhatian dan hiperaktifity dicirikan dengan
distractibility, impulsive dan hiperaktif.
f. Masalah memori dan metakognisi
Anak kesulitan belajar kesulitan untuk mengingat tanda-tanda dan
appointment. Mereka mengalami dua masalah memori yaitu STM
(short term memory) yaitu kesulitan dalam mengingat informasi
yag baru saja didengar atau dilihatnya dan Working Memory (WM)
yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menyimpan
informasi dalam otaknya secara bersamaan dengan tugas kognitif
lainnya.
g. Masalah sosial dan emosional
Anak-anak dengan kesulitan belajar berada pada resiko terbesar
mengalami masalah sosial-emosional, penolakan sosial, fikiran
bunuh diri dan kesendirian. Juga mengalami penurunan dalam
kognisi sosial. Mereka salah dalam membaca tanda sosial dan
salah dalam mengartikan perasaan dan emosinya pada yang lain.
Klasifikasi Dan Karakteristik Individu Berkebutuhan Khusus 13
b. Karakteristik akademik
Mengalami masalah penting dalam membaca, khususnya dalam
wilayah kesadaran phonologi, kelancaran dan pemahaman, bahasa
verbal terutama dalam area phonology, morphology, syntax atau
pragmatic, masalah dalam bahasa tulisan (terutama kesulitan
membedakan penggunaan homonyms tertentu, tidak mampu
mengingat ketika mereka telah memiliki kesalahan dalam menulis
kata yang salah), kesulitan dalam matematika (dyscalculia).
c. Karakteristik sosial dan emosional
Memiliki self esteem rendah, kurang mampu untuk menginterpretasi
secara akurat komunikasi nonverbal seperti ekspresi wajah, sikap,
dan kontak mata, tidak memiliki motivasi belajar.
d. Karakteristik perilaku yang sama dengan ADHD.
Assesmen pada anak kesulitan belajar ini dapat dilakukan dengan
menggunakan assesmen formal dan informal berupa (tes IQ, tes
achievement, kesulitan belajar-criterion-refferenced tes, assesmen
kelas dengan menggunakan CBM (Curriculum-based measurement),
fortopholio siswa dan observasi.
Menurut Steward (dalam Ormrod, 2009) tidak semua karakteristik
tersebut diatas dimiliki oleh semua siswa yang mengalami kesulitan
belajar, dan manifestasinya berbeda pada siswa SD dan SMP, pada
siswa SD cenderung memperlihatkan atensi dan keterampilan
motorik yang buruk, serta kesulitan dalam menguasai keterampilan
dasar, Masalah-masalah emosi juga tampak muncul karena rasa
frustasi dan kegagalan akademik yang mereka alami berulangkali
(Lerner, dalam Ormrod, 2009).
Di tingkat SMP, siswa yang mengalami kesulitan belajar ini
cenderung mengalami masalah emosi dibanding masalah atensi dan
motorik. Hal ini disebabkan karena mereka mengalami tekanan
problem remaja dan tuntutan akademik yang semakin sulit, sementara
kemampuan akademik mereka sama dengan kemampuan membaca
siswa kelas 3 sampai kelas 5 SD.
1. Pengertian
ADHD merupakan istilah yang sangat populer, kependekan
dari Attention Deficite Hyperactiveity Disorder, (Attention = perhatian,
Deficite = berkurang, Hiperactivity = hiperaktif, dan Disorder =
gangguan). Dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan
pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Sebagian besar
ahli mengacu definisi dari DSM IV dari APA (American Pshycology
Association) untuk menentukan ADHD. Lebih dari beberapa tahun,
para peneliti dan praktisi memperdebatkan apakah ADHD ini
merupakan sindrom tunggal ataukah memiliki subtype. Hasil dari
16 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
2. Prevalensi ADHD
Prevalensi ADHD tidak jelas, namun beberapa organisasi utama
termasuk The National Institute of Health (NIH) dan American Medical
Association (AMA) menyimpulkan bahwa ADHD merupakan
gangguan yang nyata dan terjadi sepanjang rentang kehidupan,
(Barkley, dalam Freind, 2005). Dari data American Psyciatric
Association, (2002), sebagian besar profesional memperkirakan bahwa
populasinya 3 sampai 7 persen, namun menurut Lahey & Rowland,
(1999), prevalensi ADHD sekitar 1 sampai 20 persen hal ini disebabkan
karena ketidaksepakatan mengenai keberadaan gangguan ini,
ketidakkonsistenan acuan definisi dan karakteristik dari ADHD dan
kecepatan perubahan informasi mengenai ADHD. Satu faktor utama
yang berpengaruh terhadap perkiraan setting prevalensi adalah
ketika penggambaran sampel yang diambil dari sekolah, rata-rata
Klasifikasi Dan Karakteristik Individu Berkebutuhan Khusus 19
a. Faktor Fisiologis
Faktor yang paling penting adalah herediter. Peneliti telah
mengeksplorasi karakteristik orangtua, saudara dan kerabat dekat
dari individu ADHD, hasilnya anak ADHD memiliki keluarga yang
ADHD pula. Menurut National Institute of Mental Health (2000), anak-
anak yang memiliki orang tua ADHD beresiko mengalami ADHD 3
kali lipat dibanding anak lainnya. Faktor lainnya adalah adanya
perbedaan 3 bagian otak yang berbeda pada anak ADHD dibanding
anak normal terutama pada prefrontal cortex, basal ganglia dan
cerebellum. Ukuran otak anak ADHD terlihat lebih kecil dengan
aktifitas metabolik yang lebih sedikit. Dopamine, bahan kimia
neurotransmitter yang berhubungan dengan menyampaikan
informasi, tidak berfungsi dengan baik.
20 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
b. Faktor Lingkungan
Pola asuh yang permisif, kerusakan otak yang disebabkan karena
kondisi prenatal, ibu hamil yang merokok, minum alkohol atau
menggunakan obat-obatan. Kekurangan oksigen pada saat proses
kelahiran dan Freind (2005), menyebutkan bahwa adanya kesamaan
penyebab ADHD dengan Learning disability.
Sementara Hallahan, dkk (2009) menyatakan bahwa penyebabnya
adalah adanya abnormalitas yang menetap pada ketiga area otak
yaitu prefrontal lobes, frontal lobes, basal ganglia, cerebellum dan corpus
colosum, abnormalitas neurotransmitter: dopamine dan norepinephrine,
faktor herediter, toxin yaitu pembawa yang dapat menyebabkan
malformation pada perkembangan fetus pada wanita hamil dan
faktor medis seperti komplikasi pada saat lahir, rendahnya berat
badan.
Menurut Rief (1993), penyebab ADD/ADHD adalah faktor genetik
(orangtua atau famili memiliki gangguan yang sama saat kecil),
faktor biologis atau fisiologis (ketidakberfungsian neurologis pada
area diotak disebabkan ketidakseimbangan dopamine), Komplikasi
atau trauma pada saat kehamilan atau kelahiran, keracunan timah,
diet dan alergi makanan, pengunaan alkohol dan obat-obatan pada
masa prenatal/kehamilan.
Menurut Sugiarmin dan Baihaqi (2006) penyebab ADHD adalah
karena faktor diet, alergi, zat timah. Sebuah pandangan yang
populer pada tahun 70-an dan 80-an, bahwa zat tambahan pada
makanan menyebabkan anak hiperaktif dan inatentif. Adapun zat
tambahan ini bisa berupa penyedap rasa tambahan, bahan
pengawet, dan gula yang biasa digunakan ibu-ibu Selain itu zat
timah dalam kadar rendah yang bisa kita temukan pada debu,
minyak dan cat didaerah yang terdapat gasoline dan cat bertimah
yang 'sekali pakai langsung buang'.
Carlson (2007) menyatakan bahwa sebesar 75 - 91 % diturunkan,
lainnya adalah karena kelainan dalam jaringan otak yang melibatkan
stratum (caudate inti dan putamen) dan Prefontal kortex. Otak orang-
orang dengan ADHD kira-kira 4 persen lebih kecil dibanding
normal, dengan pengurangan yang paling besar di prefrontal cortex
dan caudate inti.
Klasifikasi Dan Karakteristik Individu Berkebutuhan Khusus 21
4. Karakteristik ADHD
Kriteria diagnostik ADHD dalam DSM IV (1994) adalah:
a. Salah satu dari (1) atau (2)
1) Enam (atau lebih) dari gejala kurang mampu memperhatikan
yang berikut ini terus muncul paling sedikit 6 bulan hingga
satu tingkat maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan mental:
Inattention:
a) Sering gagal untuk memperhatian detail atau membuat
kesalahan atau kecerobohan dalam mengerjakan tugas
sekolah, pekerjaan atau aktivitas yang lain.
b) Sering mengalami kesulitan dalam pemeliharaan perhatian
dalam mengerjakan tugas atau kegiatan bermain.
c) Sering terlihat tidak perhatian ketika berbicara secara
langsung.
22 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
6. Identifikasi ADHD
Karena ADHD dianggap merupakan gangguan psikiatrik
daripada gangguan pendidikan, maka siswa ADHD membutuhkan
penanganan bersama antara psikiter, dokter atau tenaga medis
28 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
7. Assesment ADHD
Tidak ada metode tunggal untuk mendiagnosa apakah seorang
anak mengalami ADHD atau tidak, sehingga assesmen ADHD
mencakup informasi dari timmedis, orang tua anggota keluarga,
dan staf sekolah. Menurut Barkley, (dalam Freind, 2005) ada beberapa
prosedur assesmen yang pada umumnya digunakan yaitu:
a. Interview diberikan secara fleksibel, baik interview tidak
terstruktur pada orangtua dan anak-anak maupun terstruktur.
b. Behavior rating scale; datanya dapat teraplikasi untuk berbagai
informasi.
c. Pengukuran laboratorium; khususnya mengukur attention dan
impulsivitas dengan menggunakan Gordon Diagnostic System,
Matching Familiar Figures Rest.
d. Prosedur observasi langsung, terutama untuk melihat bagaimana
interaksi mereka dengan orang lain, biasanya observasi dilakukan
didalam setting ruang kelas.
Sementara Anasopoulos. (1997) menyatakan bahwa metode
assesemen yang digunakan dapat berupa interiew, behavior rating
scale, clinic-based measures, direct observational procedures, dan data dari
Klasifikasi Dan Karakteristik Individu Berkebutuhan Khusus 29
8. Treatmen ADHD
Treatmen yang baik sangat dipengaruhi oleh proses asesmen
yang dilakukan. Jika assesmen dilakukan secara rinci maka treatmen
juga akan berjalan dengan baik. Menurut Barkley (1992) beberapa
jenis treatmen adalah: pharmacotherapy, stimulant medication,
antidepresant medication, behavior therapy, laboratory applications of
behavior therapy, pelatihan orangtua dalam manajemen contingensi,
manajemen contingensi ruang kelas, cognitive-behavioral therapy, dan
intervensi yang dikombinasi.
Sementara Anasopoulos (1997), & Hoeksema (2001), menyatakan
bahwa treatmen dapat dilakukan dengan pharmacotherapy, training
pada orangtua yang memiliki anak ADHD pelatihan prilaku
mendukung dari orangtua, managemen taktik seperti reinforcement
positif, respon cost, dan strategi time-out. Bisa juga berupa kombinasi
training managemen kontingensi dengan didactik konseling yang
bertujuan untuk menambah wawasan orangtua dan pemahaman
tentang ADHD. Selain itu untuk membuat perubahan perilaku anak,
orangtua juga dapat diberikan training intervensi untuk
meningkatkan berbagai aspek fungsi orangtua dan keluarga,
termasuk mengurangi stres orangtua dan meningkatkan self-esteem
orangtua. Treatmen lainnya manajemen classroom contingency, Cognitif-
Behavior Therapy, intervensi yang dikombinasi misalnya therapy
obat-obat stimulant dengan manajemen kelas kontingensi, bisa juga
dikombinasi dengan intervensi kognitif-Behavior.
Volkow dan Swanson (2002) dalam jurnalnya tentang Variabel
yang mempengaruhi penggunaan klinis dan penyalahgunaan
methylphenidate dalam treatmen ADHD, meneliti tentang variabel
peningkatan extra-cellular dopamine di otak dihubungkan dengan
methylphenidate sebagai penguat seperti halnya methylphenidate yang
mempengaruhi terapi (Methylphenidate yang merupakan treatment
yang paling umum untuk ADHD). Dengan metoda: Brain image dan
literatur klinis yang telah dianalisa untuk mengidentifikasi variabel
yang berperan dalam penyalahgunaan seperti halnya kemanjuran
methylphenidate dalam klinis hasilnya adalah: 1) Dosis merupakan
30 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
1. Pengertian
Merupakan gangguan perkembangan yang mem-pengaruhi
komunikasi verbal, nonverbal dan interaksi sosial, pada umumnya
terjadi sebelum umur 3 tahun yang mempengaruhi performance
anak. Tingkat keparahan autis berbeda-beda antara satu individu
dengan yang lain. Istilah spektrum digunakan untuk
mendeskripsikan tingkat keparahan tersebut. Karakteristik yang
sering dihubungkan dengan autis adalah pengulangan gerakan dan
aktifitas, resisten terhadap perubahan lingkungan atau perubahan
dalam aktifitas rutin dan selalu tidak merespon pengalaman sensori
(IDEA, 2004 dalam Hallahan, dkk, 2009). Sementara individu yang
mengalami Asperger memiliki intelektual dan kemampuan
komunikasi yang lebih tinggi dibanding autis namun memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan individu autis dengan
memiliki hambatan yang utama daam hal interaksi social.
2. Prevalensi Autis
Beberapa hasil penelitian mengindikasikan 0.6% (1 dari 166)
populasi mengalami gangguan autis, asperger. Data ini menunjukkan
bahwa ada perbedaan dengan hasil identifikasi layanan pendidikan
khusus dengan data 0,27% (1 dari 370 siswa usia 6-17 tahun
terindentifikasi autis dan mendapatkan pendidikan khusus. Data 1
dari 166 populasi menunjukkan peningkatan yang drastis dibanding
hasil survey tahun 1970an dimana prevalansi sekitar 0,04% atau
dibanding 2500).
3. Penyebab Autis
Meningkatnya gangguan autis menyebabkan penelitian diarahkan
pada mencari penyebab gangguan tersebut. Mayoritas gangguan
autism disebabkan karena abnormalitas di otak (Gilberg & Coleman;
Nelson, Theoret, dalam Ormrod,2009). Hans Asperger (dalam
Hallahan, 2009) menyebutkan bahwa penyebab autis adalah
kurangnya perhatian dari orangtua, Bettelheim (dalam Hallahan,
2009) menegaskan bahwa ibu yang dingin dan tidak responsive
terhadap anak menyebabkan anak menjadi autis. Bell dan Harper
32 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
4. Identifikasi
Tidak ada alat diagnostik yang universal yang dapat digunakan
untuk mendiagnosa gangguan ini. Diagnosa autis biasanya diarahkan
untuk mengetahui penyebab anak tersebut atau terapi diarahkan
pada kemampuan berkomunikasi, interaksi sosial dan pengulangan
pola perilaku dengan menggunakan karakteristik yang ditetapkan
dalam APA. Autis harus di diagnosa sedini mungkin agar dapat
dilakukan penanganan segera. Namun banyak ahli yang enggan
mendiagnosa sebelum usia 3 tahun dikarenakan khawatir terjadi
kesalahan dalam mendiagnosa.
5. Karakteristik Autis
Diagnosa autis menggunakan parameter Triad of Impairment
yaitu 3 area kesulitan belajar dan berkomunikasi yang tampak
dalam perkembangan anak:
a. Kesulitan bahasa dan komunikasi.
b. Kesulitan dalam interaksi sosial dan pemahaman terhadap
sekitarnya.
c. Kurangnya fleksibelitas dalam berfikir dan bertingkah laku.
Klasifikasi Dan Karakteristik Individu Berkebutuhan Khusus 33
1. Pengertian
Gangguan pendengaran didefinisikan dari sudut pandang
kebutuhan pembelajaran yang dilihat juga dari tingkat berat
kehilangan pendangaran dan usia seseorang ketika kehilangan
pendengaran, hal ini penting diketahui untuk mengoptimalkan sisa
pendengaran yang ada. Menurut PL-94-142 (dalam Smith, 2012)
sulit mendengar merupakan gangguan pendengaran yang bersifat
permanen maupun sementara yang mempengaruhi prestasi belajar
anak. Istilah Tuli mengacu pada gangguan pendengaran yang sangat
berat sehingga anak tidak dapat melakukan proses informasi bahasa
melalui pendengaran dengan ataupun tanpa alat bantu pengeras
suara yang jelas menganggau akademiknya.
1. Pengertian
Anak keterbelakangan mental ini sering disebut juga down
syndrome, merupakan bentuk keterbelakangan mental yang sangat
dikenal oleh banyak orang, disebabkan oleh adanya bahan kromosom
ekstra dalam sel yang biasa disebut trisomy 21 dikarenakan
kromosom yang berlebih yang dipasangkan ke kromosom ke-21.
Mereka memiliki wajah seperti orang mongol. Inilah yang membuat
mereka sangat mudah dikenali. Ciri lain yang khas adalah anak ini
sangat pendiam, koordinasi otot mulut, tangan dan kaki yang
bermasalah sehingga sering mengalami keterlambatan bicara dan
berjalan (Ambarsari, 2014).
Mereka juga memperlihatkan keterlambatan yang signifikan
disebagian besar aspek perkembangan kognitif dan sosialnya,
menurut Luckasson, dkk. (dalam Ormrod, 2009) mereka memiliki
karakteristik intelegensi umum di bawah rata-rata, biasanya memiliki
40 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
skor tes intelegensi yang cukup rendah antar 67-70, mereka belajar
secara lambat dan konsisten menunjukkan prestasi yang rendah
disemua mata pelajaran. Perilaku mereka seperti anak-anak, kurang
memiliki perilaku adaptif dan mencakup keterbatasan dalam
intelegensi praktis yaitu kurang mampu mengelola aktivitas-aktivitas
biasa sehari-hari dan rendahnya intelegensi sosial yaitu kurang
mampu bertingkahlaku secara tepat dalam berbagai situasi sosial.
Karakteristik umum yang tampak adalah hasrat yang tulus
untuk menjadi bagian dari sekolah dan merasa cocok berada
disekolah, kurangnya pengetahuan umum tentang dunia memiliki
keterampilan membaca dan berbahasa yang buruk, tidak memiliki
strategi belajar dan strategi memori yang efektif, sulit melengkapi
detil-detil ketika instruksi diberikan tidak detil dan ambigu, sulit
memahami gagasan abstrak, sulit menggeneralisasi sesuatu yang
dipelajari dalam suatu situasi ke situasi baru, memiliki keterampilan
motorik yang rendah, serta perilaku bermain dan keterampilan
interpersonal yang tidak matang (Beirne-Smith, dkk.; Turnbull dkk.,
dalam Ormrod, 2009).
2. Faktor Penyebab
Menurut Smith (2012) Faktor penyebab down syndrom adalah
faktor prakelahiran seperti cacar air atau rubella pada janin yang
terjadi pada trimester pertama kehamilan, penyakit syphilis dan
infeksi penyakit kelamin yang menyebabkan kerusakan otak. Racun
yang berasal dari alkohol dan obat-obatan yang digunakan pada
saat ibu hamil, dan merokok. Penyebab pada saat kelahiran berupa
lahir prematur yang beresiko mengalami kesulitas fisik dan kerusakan
otak, kelahiran sungsang yang menyebabkan kelahiran terhambat
dan bayi kekurangan oksigen, Penyebab selama masa perkembangan
anak dan remaja jika terkena penyakit radang selaput otak atau
radang otak. Kecelakaan, gizi buruk, keracunan timah.
Ormrod (2009) menyatakan bahwa keterbelakangan mental ini
disebabkan kondisi genetik, namun pada beberapa kasus karena
faktor biologis tetapi tidak diturunkan (inherited) seperti kekurangan
gizi, konsumsi alcohol yang berlebih pada masa hamil atau
kekurangan oksegen dalam proses kelahiran yang sulit, dalam
situasi lain disebabkan faktor lingkungan seperti diabaikan
Klasifikasi Dan Karakteristik Individu Berkebutuhan Khusus 41
BAB 3
43
44 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
BAB 4
MANAJEMEN DAN PENGELOLAAN
KELAS INKLUSI
55
56 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
1. Orangtua ABK
Sekolah harus melibatkan orangtua sesuai peran yang dapat
dilakukannya, karena keberhasilan pendidikan inklusif sangat
ditentukan oleh partisipasi aktif mereka. Sekolah harus memiliki
komunikasi yang baik dengan orangtua ABK. Pada tahap awal
sekolah perlu mengidentifikasi tujuan dan harapan orangtua
menyekolahkan anaknya di sekolah inklusif. Hal ini menjadi penting
agar orangtua dan sekolah memiliki kesamaan pandangan terhadap
perlakuan dan tugas-tugas yang akan diberikan pada anak disekolah.
Orangtua memiliki kesadaran dan tidak menuntut terlalu berlebihan
kepada sekolah serta membangun komitmen dan memiliki
keterlibatan penuh untuk mendukung anaknya dalam pelaksanaan
pembelajaran.
Dukungan orangtua dan keluarga dekat amat dibutuhkan ABK
yang bersekolah di sekolah inklusif karena keberadaannya di kelas
58 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
2. Guru Sekolah
Guru sebagai tonggak keberhasilan pembelajaran di kelas inklusif,
harus dipersiapkan mental dan pengetahuannya tentang pendidikan
inklusif karena mereka yang menjadi penentu keberhasilan program
inklusif. Dalam proses pembelajaran dikelas, gurulah yang
memegang kendali terutama mendorong, membimbing dan
memberikan fasilitas belajar agar ABK dapat mencapai tujuannya
Manajemen Dan Pengelolaan Kelas Inklusi 61
orang yang memiliki stres kerja tinggi yang artinya 54% dari total
subjek. Kemudian terdapat 46 orang yang memiliki stres kerja
rendah yang artinya 46% dari total jumlah subjek.
5. Karyawan
Karyawan di sekolah inklusif perlu juga dipersiapkan dan diberi
wawasan tentang pendidikan inklusi dan pelatihan pelayanan sesuai
dengan kebutuhan ABK, karena mereka adalah bagian dari komunitas
sekolah yang akan berhadapan dengan siswa ABK. Sikap empati
dan menerima siswa ABK ini akan dapat menjadi model bagi siswa
disekolah.
BAB 5
MEMAHAMI KEBUTUHAN ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS DALAM PROSES PEMBELAJARAN
DI KELAS
81
82 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
BAB 6
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBELAJARAN
INDIVIDUAL
93
94 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
1. Tahap Perencanaan
Asesmen dan kolaborasi perlu dilakukan sebagai bagian dari
perencanaan sebelum memulai tahap penulisan program
pembelajaran individual.Pertanyaannya, mengapa asesmen untuk
siswa berkebutuhan khusus menjadi sesuatu yang penting? Taylor
(2009), dalam bukunya menjelaskan bahwa dengan perencanaan
yang hati-hati, ada beberapa tujuan yang secara sekaligus dapat
dicapai dari asesmen, yaitu: Identifikasi atau screening awal,
Penentuan dan evaluasi dari proses pembelajaran, Penetapan dari
tingkat performansi dan kebutuhan pendidikan, keputusan tentang
kelayakan, pengembangan program pendidikan individual dan
keputusan tentang penempatan program. (Taylor, 2009).
Secara umum, proses asesmen terdiri atas 4 jenis kegiatan,
yaitu Reviewing, Interviewing, Observing, dan Testing. Sebelum
mengaplikasikan sebuah rancangan pembelajaran kepada siswa
berkebutuhan khusus, tim perancang program pembelajaran
individual (yang biasanya terdiri atas guru, manager kasus, konselor
sekolah, ahli komunitas, orangtua, dan terapis) perlu mengetahui
kemampuan dan kesiapan peserta didik. Asesmen kemampuan
(abilities) meliputi asesmen inteligensi, perilaku adaptif dan asesmen
status emosi dan perilaku asesmen bahasa lisan serta asesmen
96 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
2. Tahap Pelaksanaan
Setelah program pembelajaran individual selesai dibuat, maka
program pembelajaran individual apat diperkenalkan kepada peserta
didik untuk kemudian diaplikasikan. Tujuan perkenalan ini adalah
agar peserta didik mengetahui tujuan yang ingin dicapai dalam
pembelajarannya dan memahami peran yang harus dia lakukan agar
tujuan tersebut dapat dicapai. Guru sebagai penanggungjawab
pelaksanaan program pembelajaran individual juga perlu memastikan
kepada siswa bahwa semua kebutuhan pendidikannya akan
didukung oleh pihak-pihak lain sesuai kebutuhannya. Pada fase ini,
komunikasi yang berkualitas antar pemangku kepentingan yang
telah terjalin dari proses awal harus tetap dipelihara, sehingga
fungsi kontrol dan pemantauan perkembangan siswa tetap terjaga.
Pemantauan (monitoring) merupakan suatu proses di mana para
pendidik menilai respon siswa terhadap strategi yang diterapkan
apakah dapat memenuhi tujuan yang dicanangkan. Proses pemantauan
dilakukan oleh seluruh anggota pembuat program pembelajaran
individual dengan guru sebagai penanggungjawab utamanya.
Pemantauan dilakukan dengan menggunakan serangkaian
metode asesmen baik formal maupun informal, seperti misalnya
dengan menggunakan behavioral checklist untuk melakukan observasi.
Proses pemantauan ini nantinya akan menghasilkan feedback atau
umpan balik agar dapat dilakukan berbagai penyesuaian jika data
menunjukkan bahwa strategi yang diaplikasikan kurang cocok bagi
siswa atau tujuan yang dicanangkan kurang realistis. Masukan
dapat diberikan oleh siapapun anggota yang terlibat dalam
pembuatan program pembelajaran individual, termasuk orangtua
dan siswa sendiri. Akan tetapi sebelum memutuskan bahwa suatu
strategi tidak efektif, maka perlu dipastikan kembali kesiapan siswa
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, faktor yang
menghambat kemajuan siswa tetapi belum terpantau, perubahan
yang terjadi pada siswa di luar sekolah, dan situasi yang dibuat
terlalu menantang untuk siswa.
98 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
3. Tahap Evaluasi
Pada tahap ini, ada dua kegiatan pokok yang perlu dilakukan,
yaitu peninjauan (reviewing) dan pelaporan. Peninjauan perlu
dilakukan untuk menentukan kelayakan dan keefektifan sebuah
program pembelajaran individual, melihat kemajuan siswa, dan
mengidentifikasi strategi yang efektif pada masa persiapan transisi.
Idealnya, tiap program pembelajaran individual setidaknya ditinjau
setahun sekali.
Tinjauan terhadap program pembelajaran individual ini menjadi
dasar untuk membuat program pembelajaran individual pada tahun
berikutnya, sehingga jika seorang siswa naik kelas, guru di tingkat
berikutnya tidak perlu membuat program pembelajaran individual
dari awal, hanya perlu melanjutkan saja berdasarkan evaluasi
terhadap kemajuan yang dibuat oleh siswa. sehingga ada kontinyuitas
dalam proses pembelajaran siswa berkebutuhan khusus.
Laporan kemajuan menggambarkan proses dan kemajuan yang
dibuat oleh siswa selama proses pembelajaran yang direncanakan
dalam program pembelajaran individual diimplementasikan. Sebisa
mungkin penulisan laporan bebas dari jargon sehingga bisa diakses
oleh semua anggota tim program pembelajaran individual bahkan
yang paling awam sekalipun.
C. Rancangan Asesmen
Assesmen merupakan proses pemeriksaan dan pengumpulan
informasi dengan menggunakan berbagai metode untuk mengetahui
kondisi siswa yang digunakan untuk menegakkan diagnosis terhadap
kondisi yang dialami siswa (Taylor, 2009). Pemeriksaan yang
dilakukan harus komprehensif yang meliputi berbagai aspek yang
terkait individu antara lain riwayat hidup siswa, pendidikan,
psikologis, dan kesehatan. Dari assesmen ini akan dihasilkan
kebutuhan dan kekuatan siswa. Hasil dari asesmen ini digunakan
untuk menyusun program pembelajaran individual yang sesuai.
Assesmen pada siswa berkebutuhan khusus terbagi menjadi:
1. Asesmen Inteligensi
Aspek fungsi inteligensi merupakan salah satu aspek yang
digunakan sebagai kriteria penegakan diagnosis disabilitas
Penyusunan Program Pembelajaran Individual 99
d. Bermain sendiri
Kegiatan bermain tanpa melibatkan atau tidak berhubungan
dengan orang lain. Misalnya; bermain boneka.
7. Behavior Modification
Play therapy yang dilakukan dimodifikasi pula dengan
pemberian reinforcement (penguatan) agar siswa ABK semakin
tertarik untuk mengikuti permainan. Pendekatan yang digunakan
adalah Contingency management yaitu strategi dari modifikasi
perilaku yang dapat diterapkan dirumah atau disekolah yang
dimonitor oleh seorang profesional. Tujuannya adalah meningkatkan
perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak
diinginkan dengan prinsip operant-conditioning (Schwartzberg, 2000).
Salah satu cara adalah dengan pemberian reinforcement berupa
token, yaitu pemberian sesuatu yang sangat disukai anak bisa
berupa makanan, mainan atau aktivitas yang disukai anak (Wehman
& Mc.Laughlin, 1981). Pada contoh kasus nanti, siswa sangat
menyukai air putih dan bermain ayunan. Sehingga keduanya bisa
menjadi token yang digunakan untuk meningkatkan prosocial dan
academic behavior-nya. Penulis pun menggunakan Respon-Cost yaitu
program untuk mengurangi perilaku yang mengganggu (distructive
behavior). Pada respon-cost ini, anak akan kehilangan reward yang
telah disepakati, bila anak melakukan perilaku yang tidak
diinginkan (unwanted behavior).
8. Motivation
Selain pemberian token, play therapy juga dimodifikasi dengan
pemberian motivasi terutama untuk meningkatkan motivasi intrinsik
siswa yang menurut Deci (dalam Pintrinch & Meece, 2008) adalah
kebutuhan seseorang untuk menjadi kompeten dan self-determining
dalam berhubungan dengan lingkungannya yang memberi kekuatan
pada will seseorang untuk memuaskan kebutuhan, menyelesaikan
konflik diantara berbagai kebutuhan dan mengontrol kebutuhan
tersebut. Dapat diberikan berupa pemberian reward yang berfungsi
untuk mengontrol dan menginformasikan perilaku apabila diberikan
berdekatan waktunya dengan selesainya tugas individu pada level
tertentu. Bentuk lainnya berupa feedback positif yang diberikan ketika
anak dapat melakukan kegiatan dengan benar. Bentuk Feedback
positif juga dapat disesuaikan dengan aktivitas yang disukai siswa
seperti memberikan tepukan, pelukan maupun hadiah.
108 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
Contoh Rancangan Program Pengajaran Individual Bagi Siswa ADHD 109
BAB 7
CONTOH RANCANGAN PROGRAM PENGAJARAN
INDIVIDUAL BAGI SISWA ADHD
1. Profil Diri
Ananda FH lahir di Kota X pada tanggal 8 Maret 2003, saat ini
usianya 5 tahun 6 bulan. FH adalah anak pertama dari dua bersaudara
dari pasangan W dan R. FH pernah bersekolah di TK Z, namun 2
kali di keluarkan pihak sekolah dengan alasan FH seringkali
mengganggu anak lain. Dan saat ini mengikuti kelas intervensi di
TK Z.
Pada awal kehamilan FH, tidak ada gangguan kehamilan yang
berarti, ibu merasa kandungannya sehat-sehat saja. Hanya pada
bulan-bulan pertama ibu merasa sangat mual dan tidak nafsu makan.
Dalam kondisi hamil, si ibu masih terus bekerja hingga cuti untuk
melahirkan. Pada usia kehamilan 9 bulan, Ibu berangkat ke Kota X
dengan menggunakan pesawat karena ia ingin melahirkan dirumah
orangtuanya. Sampai usia FH 2 bulan, ia kembali ke rumahnya
karena bekerja dan diusia FH 3 bulan FH diberikan susu kaleng
karena ASI tidak mencukupi, karena ibu bekerja hingga malam. Di
rumah, FH diasuh oleh sepupu ibunya, namun kondisi FH waktu
itu sangat kurus dengan berat badan dibawah garis normal untuk
anak seusianya. Karena menurut informasi yang didapat ibu dari
para tetangga, FH kurang terurus masalah makannya karena
seringkali dibawa bepergian oleh sepupunya pada saat si ibu bekerja.
Untuk perkembangan fisik dan motorik lainnya, berkembang dalam
109
110 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
2. Kondisi Internal
a. Perilaku, Sosial dan Emosi
Perilaku secara umum, terutama ketika berada pada suatu
ruangan atau situasi tidak bisa tenang, ia berjalan mengelilingi
ruang sambil mata melihat kesekelililng secara bergantian, dan
tangannya meraih sesuatu yang menarik perhatiannya sesaat dan
kemudian sibuk memperhatikan hal lain.
Kemampuan FH untuk berinteraksi dan bersosialisasi terlihat
masih sangat kurang, karena terlihat FH masih suka bermain
sendiri, berlari kesana kemari dan lompat-lompat. Kontak mata
hanya bertahan beberapa saat, kemudian mata akan tertuju ke
arah benda lain, sambil mengeluarkan suara yang tidak jelas
intonasinya. Memerlukan instruksi berulang agar FH mau
Contoh Rancangan Program Pengajaran Individual Bagi Siswa ADHD 111
b. Intelektual
Saat pemberian aktivitas, FH masih sulit untuk memperhatikan
dan konsentrasinya masih mudah terpecah. Perhatiannya mudah
teralih pada hal lain. FH masih sangat memerlukan arahan untuk
fokus dan menyelesaikan tugas yang diberikan karena saat
mengerjakan aktivitas, ia tidak bertahan lama, ia akan
memperhatikan ke hal lain dan seringkali melihat teman-temannya
yang juga sedang mengerjakan tugasnya. Koordinasi mata tangan
FH juga masih memerlukan arahan. Kemampuan FH dalam
memahami suatu instruksi secara verbal masih memerlukan
instruksi berulang, karena adanya hiperaktif yang menyebabkan
setiap instruksi yang diberikan seperti tidak didengarkan atau
tidak diperhatikan oleh FH. Kemampuan akademik FH saat
itu masih sangat kurang, FH hanya mengenal warna biru
dan merah. FH juga belum mampu mengidentifikasi anggota
tubuhnya dengan baik, FH hanya mengenal gigi dan hidung,
itupun belum konsisten.
c. Kemampuan Motorik Kasar dan Halus
Kemampuan motorik kasar FH terlihat cukup baik, karena saat
aktivitas dikelas terlihat FH mau melakukan aktifitas dengan baik
seperti merangkak, berjalan diatas meja dan kursi, melompat
ditrampolin, dan berguling. Koordinasi seluruh tubuh dan integrasi
bilateral FH dengan ke dua tangannya saat melempar tangkap bola,
juga kontrol postur FH saat bermain cukup baik. Kemampuan
motorik halus masih kurang, terlihat pada saat diberikan aktifitas
untuk mewarna ia mewarnai dengan arah yang tidak beraturan
dengan mata menatap kearah lain sambil mengeluarkan suara
bergumam. Tingkat kesabaran FH masih perlu arahan karena selalu
112 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
d. Komponen Bahasa
Kemampuan lisan FH masih belum jelas, terdengar setiap
diberikan instruksi untuk mengikuti suku kata atau kata sederhana,
terdengar hanya baru suku kata saja itupun terkadang masih
mengikuti secara asal, belum sesuai dengan yang diinstruksikan.
Seperti "mama" menjadi "mma.." "Papa" menjadi "Ppah..".
Penekanan suara FH juga terdengar cukup kuat setiap mengikuti
instruksi. Untuk mengikuti instruksi sederhana FH memerlukan
instruksi berulang agar paham dan mengikuti instruksi dengan
baik. FH mampu berkomunikasi satu arah, untuk mengungkapkan
keinginannya.
dimulai pukul 08.00 sampai 11.00 WIB, kecuali jum'at pukul 8.00
sampai 10.30 WIB dengan kegiatan bersama dengan anak-anak play
group, TK dan SD di lapangan, setiap 1 bulan sekali sekolah
mengadakan field trip untuk mengenalkan anak dengan lingkungan
luar. FH ditangani oleh 3 orang terapis dengan latar belakang
pendidikan D3 terapis yang telah memiliki pengalaman mengajar
lebih dari 3 tahun. Ke tiga terapis tersebut menangani 3 orang anak
dengan 2 orang anak lainnya adalah autis. Terapis tersebut bergantian
mengajarkan FH berbagai aktifitas berdasarkan IEP FH.
Pada awal sekolah FH sangat agresif dengan temannya, ia suka
mendorong dan memukul temannya. Namun saat ini perilakunya
mengalami perubahan. Ia sudah dapat menyesuaikan diri dengan
baik meski tidak ada komunikasi 2 arah dengan teman-temannya,
namun ia tidak lagi mengganggu temannya. Sekolah memiliki
program yang variatif, 2 hari di kelas, hari jum'at kegiatan bersama
dengan siswa lain di luar kelas, adanya konsultasi harian untuk
para orang tua dengan terapis, konsultasi bulanan dengan psikolog
dan ada konferensi kasus yang diadakan pertiga bulan disesuaikan
dengan jadwal psikolognya untuk memantau perkembangan anak
dan untuk menentukan apakah anak akan naik ke level berikutnya
atau mengulang. Guru melihat FH mengalami banyak kemajuan,
terutama dalam hal keterampilan life skill-nya dibandingkan ketika
ia baru masuk kelas intervensi.
1. Pendahuluan
Berdasarkan ilustrasi kasus diatas, kita dapat melihat kekurangan
FH terutama dalam hal Inattention (dia sering gagal memperhatikan
detil atau sering membuat kesalahan atau kecerobohan dalam
mengerjakan tugas seperti saat menggunting dia mengerjakannya
dengan terburu-buru, sehingga proses dan hasilnya tidak optimal,
kontak matanya yang masih mudah teralihkan, sering terlihat tidak
perhatian ketika berbicara langsung, saat diberikan instruksi bertahap,
ia terburu-buru mengerjakan karena kurang memperhatikan, sering
salah dalam menyelesaikan tugas, ia kesulitan mengorganisasi tugas
dan aktifitas, sering menolak dan tidak suka ikut serta dalam
aktifitas kelompok, mudah terganggu stimulus luar), Hiperaktif
(Meskipun FH sudah mampu duduk dengan tenang untuk
mengerjakan tugas yang diberikan, namun ia masih tampak gelisah
dengan tangan atau kaki menggeliat di kursi, dan cepat bosan dengan
kegiatan yang dilakukannya) dan Impulsif (kesulitan menunggu
giliran dan sering menyela atau memaksakan kehendaknya pada
oranglain), Namun yang paling mendasar dan paling sering muncul
pada perilaku FH adalah inattention-nya, yang membuatnya kesulitan
untuk menerima pelajaran yang diberikan dikelas
Berdasarkan hal tersebut penulis memutuskan untuk membuat
program, pembentukan perilaku mengatasi inattention melalui terapi
bermain, hal ini disebabkan karena inattention yang dialami FH
menyebabkan FH kesulitan untuk menguasi keterampilan lain yang
diajarkan oleh guru dikelas. Program ini merupakan program yang
mudah dan sederhana sehingga dapat dilakukan tidak hanya oleh
guru dikelas melainkan orangtua di rumah. Kerjasama antar keduanya
akan memberikan hasil yang optimal.
Contoh Rancangan Program Pengajaran Individual Bagi Siswa ADHD 117
A. Tujuan Umum
Tujuan umum dari play therapy ini adalah untuk melatih FH
meningkatkan kemampuan konsentrasinya.
B. Tujuan Khusus
1. FH dapat memusatkan perhatian pada objek.
2. FH dapat mengontrol diri untuk tidak melihat rangsangan baru
3. FH tidak melihat kearah lain pada saat mengerjakan tugas.
C. Pelaksana
Terapis, Guru dan orangtua
D. Frekuensi
4 x pertemuan
E. Media
Meronce, memasukkan kelereng kedalam botol dan mewarnai
bentuk sederhana.
F. Tahapan Program
Program diberikan secara bertahap mulai dari meronce,
memasukkan kelereng kedalam botol dan mewarnai, diberikan
bergantian setiap kali pertemuan dengan tujuan agar anak tidak
bosan. Untuk kegiatan meronce dan memasukkan kelereng kedalam
botol bisa diberikan secara bergantian tiap pertemuan dengan tujuan
agar anak tidak bosan. Adapun rincian strategi kegiatan sebagai
berikut:
118 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
PROGRAM 1 : MERONCE
1. Tujuan Khusus : Latihan Konsentrasi dalam waktu 15 menit
2. Frekuensi : 4 x pertemuan
3. Durasi : 1 sesi 20 menit
4. Metode : Demontrasi dan praktek langsung
5. Bahan yang dibutuhkan:
Tali panjang 60 cm, kayu yang dipotong dan dibentuk dengan
berbagai macam bentuk dengan tengahnya diberi lubang kecil
berjumlah 30 buah dan wadah untuk meletakkan potonga kayu.
6. Prosedur Pelaksanaan Kegiatan
Tahap I : Persiapan
1. Waktu: 3 menit
2. Strategi:
a. Siapkan meja dengan kursi yang saling berhadapan, (dalam
menyiapkan meja dan kursi, terapis boleh meminta FH yang
melakukannya, hal ini berfungsi untuk mengeluarkan energi
FH yang berlebihan sehingga pada saat meronce, ia dapat
duduk dengan tenang dan lebih berkonsentrasi). Siapkan juga
seluruh bahan-bahan kegiatan yang akan digunakan, letakkan
diatas meja.
b. Minta FH untuk duduk dikursi yang telah disiapkan tadi.
c. Terapis memberikan instruksi sederhana bahwa tugas FH
adalah memasukan potongan kayu kedalam benang sambil
mendemontrasikan cara melakukannya.
Tahap II : Pelaksanaan
1. Waktu : 15 Menit
2. Strategi :
a. Setelah selesai mendemontrasikan, terapis meminta FH untuk
melakukannya dengan menginstruksikan tali dipegang
ditangan kiri dan tangan kanan mengambil potongan kayu
dan memasukkan tali kelubang porongan kayu.
b. Jika anak telah memahami tugasnya, biarkan anak melakukannya
sendiri dengan batasan waktu 15 menit.
Contoh Rancangan Program Pengajaran Individual Bagi Siswa ADHD 119
Tahap I : Persiapan
1. Waktu: 3 menit
2. Strategi:
a. Siapkan meja, letakkan meja merapat ke dinding agar tidak
bergeser pada saat diletakkan beban berat.
b. Minta FH untuk berdiri membelakangi meja kemudian minta
dia meletakkan kedua telapak tangannya dilantai dengan
posisi badan membungkuk dengan kepala menempel diatas
tangan.
c. Kemudian, terapis menaikkan kedua kaki FH keatas meja,
sehingga posisi kaki diatas dan kepala dibawah dengan
bertumpu pada kedua tangannya.
Contoh Rancangan Program Pengajaran Individual Bagi Siswa ADHD 121
Tahap II : Pelaksanaan
1. Waktu : 15 Menit
2. Strategi :
a. Minta anak untuk memasukkan kelereng kedalam botol aqua
dengan tangan kanan dan kiri secara bergantian.
b. Jika anak belum faham, terapis mencontohkan dengan
mengarahkan tangan kanan anak ke tempat kelereng dan
memintanya untuk mengambil satu kelereng, kemudian
memasukkan kedalam botol aqua.
c. Minta anak mengerjakan sendiri tanpa arahan sambil terus
memotivasi anak bahwa dia dapat melakukannya dengan baik.
d. Beri pujian dan tepuk tangan saat FH berhasil memasukkan
kelereng kedalam botol.
e. Beri motivasi jika anak tampak lambat dalam mengerjakan
tugas ini.
f. Setelah 30 menit minta anak menghentikan kegiatan dan bantu
anak untuk menurunkan kakinya dari atas meja.
g. Berilah pujian bahwa dia telah bekerja dengan baik. Pujian
bisa berupa tepuk tangan sambil mengucapkan, "FH hebat...",
kemudian ajak dia tos.
Tahap III : Pemberian Hadiah dan Penguatan Positif
a. Waktu : 5 menit
b. Strategi:
Sama halnya dengan meronce, penguatan positif pada kegiatan
ini mulai diberikan pada tahap awal pelaksanaan kegiatan, hal
ini dilakukan untuk memotivasi agar FH mau menyelesaikan
tugasnya sampai selesai. Namun tahap ketiga ini adalah tahap
pemberian hadiah dan penguatan positif yang dilakukan setelah
karya FH selesai. Dengan tujuan membuat FH bangga dan
termotivasi untuk terus terlibat dalam kegiatan yang sedang ia
lakukan. Tahap ini juga bertujuan mengembangkan self-efficacy dan
Self-Esteem FH secara perlahan. Minta FH mengangkat tinggi-tinggi
122 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
botol aqua yang berisi kelereng dan berikan pujian bahwa ia telah
berhasil memasukkan kelereng kedalam botol. Kemudian
sodorkan beberapa hadiah dan biarkan anak memilih benda
yang disukainya.
Tahap I : Persiapan
1. Waktu: 5 - 10 menit
2. Strategi:
a. Siapkan meja dengan kursi yang saling berhadapan, (dalam
menyiapkan meja dan kursi, terapis boleh meminta FH yang
melakukannya, hal ini berfungsi untuk mengeluarkan energi
FH yang berlebihan sehingga pada saat mewarnai ia dapat
duduk dengan tenang dan lebih berkonsentrasi). Siapkan juga
seluruh bahan-bahan kegiatan yang akan digunakan, letakkan
dibawah meja agar tidak terlihat FH.
b. Minta FH untuk duduk dikursi yang telah disiapkan tadi.
c. Kemudian, FH diminta untuk memilih satu gambar bentuk
sederhana, agar menarik, sediakan gambar binatang, gambar
kartun seperti mickey mouse, teletubbies, dora dan gambar
buah-buahan. FH diminta berpartisipasi dalam pemilihan tema
agar ia terikat untuk mewarnai tanpa merasa terpaksa. (agar
FH dapat memilih, gambar dijejer diatas meja, dan instruksi
diberikan perlahan-lahan agar FH mampu menangkap maksud
intruksi dengan baik).
d. Kemudian FH diminta mengambil gambar yang disukainya
dan meletakkan diatas meja. Berikutnya FH diminta memilih
apakah ingin menggunakan crayon, atau pensil warna, sambil
ditunjukkan satu persatu benda tersebut. Saat menunjukkan
benda, benda diangkat keatas (hal ini dilakukan untuk
membuat FH memperhatikan hanya kearah benda yang
ditunjukkan).
Tahap II : Pelaksanaan
1. Waktu : 20-25 Menit
2. Strategi :
a. Setelah semuanya siap, terapis mulai dengan memberikan
instruksi pelaksanaan mewarna dengan instruksi perlahan-
lahan dan satu persatu.
b. Instruksi diberikan sambil bercerita agar imaginasi FH juga
ikut tersentuh dengan intonasi suara yang variatif dan
komunikatif, dan yang terpenting adalah anak sangat
124 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
PROGRAM 1 : MERONCE
1. Tujuan Khusus : Latihan Konsentrasi dalam waktu 15 menit
2. Durasi : 1 sesi 20 menit
3. Metode : Demontrasi dan praktek langsung
4. Deskripsi Pelaksanaan Kegiatan:
Tahap I : Persiapan
1. Waktu: 3 menit
2. Deskripsi
Pada tahap ini FH duduk berhadapan dan melihat kearah penulis,
ketika diberikan instruksi ia tampak memperhatikan dan
tangannya segera mengambil beberapa potongan kayu dan tali,
kemudian demontrasi dilakukan dengan praktek langsung. FH
128 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
Tahap II:Pelaksanaan
a. Waktu: 15 menit
b. Deskripsi :
Pada tahap ini, ia melakukan dengan konsentrasi hanya pada 10
menit pertama, dan berhasil meronce sepuluh potongan kayu.
Pandangan matanya mulai mengarah ke sekeliling dan sesekali
mengeluarkan suara yang tak jelas. Kemudian dia menumpahkan
seluruh potongan kayu kemeja dan memasukkannya ke wadah.
Setelah dimotivasi FH memegang kembali tali dan mulai meronce
kembali. 5 menit terakhir, ia berhasil meronce 3 buah, itupun
dilakukannya sambil tersenyum-senyum dan sesekali
mengarahkan pandangan kekiri dan kekanannya.
Tahap II : Pelaksanaan
1. Waktu : 30 Menit
2. Deskripsi
FH dapat memasukkan kelereng kedalam botol satu persatu
dengan tangan kiri dan kanan secara bergantian. Selama 30 menit
ia dapat memenuhi botol aqua kecil dengan kelereng. Sesekali ia
mengeluarkan suara bergumam karena tampak kelelahan. Ia pun
memijat tangannya perlahan, namun ketika dimotivasi untuk terus
mengerjakan tugas tersebut, ia kembali lagi mengerjakannya,
sampai ia dapat memenuhi botol dengan kelereng. Meskipun telah
penuh, FH terus saja mencoba memasukkan kelereng kedalam
botol, dan menghentikannya saat diberikan instruksi selesai.
Segera penulis dan guru menurunkan kakinya, FH berguman
sambil memijat tangan kirinya dengan tangan kanannya, kemudian
berkata “uddah...uddah...”.
PROGRAM 3 : MEWARNAI
1. Tujuan Khusus:
a. FH mampu mewarnai bentuk-bentuk sederhana
b. FH dapat memusatkan perhatian pada objek yang sedang
diwarnai.
c. FH dapat mewarnai gambar dengan memperhatikan bagian-
bagian gambar tanpa melewati garis.
d. FH dapat mewarnai gambar sampai selesai dengan hasil yang
rapih.
3. Durasi : 1 sesi 35 menit
4. Metode : Praktek langsung
5. Deskripsi Pelaksanaan Kegiatan:
Tahap I : Persiapan
1. Waktu: 5 menit
2. Deskripsi
Pada tahap ini FH duduk berhadapan, matanya masih memandang
ke arah lain. Untuk menarik perhatiannya, penulis memintanya
memilih 3 buah gambar sederhana yang penulis jejer diatas meja.
Ia tampak menganggukkan kepalanya ketika ditanya apakah ia
mengerti apa yang harus dilakukannya. Ketika disodorkan crayon
warna, ia segera membukanya sambil tersenyum.
Tahap II : Pelaksanaan
1. Waktu : 20-25 menit
Contoh Rancangan Program Pengajaran Individual Bagi Siswa ADHD 131
2. Deskripsi:
FH tampak senang ketika instruksi diberikan sambil bercerita, dan
ia dapat mengikuti instruksi yang diberikan. Hanya 10 menit ia
dapat berkonsentrasi pada tugasnya, setelah itu matanya menatap
kearah lain, sehingga beberapa kali penulis harus mengingatkan
FH untuk fokus pada pekerjaannya. Ia masih harus diarahkan
memilih warna sesuai instruksi karena ia baru mengenal warna
merah dan kuning. Ia pun tampak kurang sabaran dalam
mewarnai, bahkan dengan arah yang tak beraturan, serta keluar
dari garis. Sesekali ia mengeluarkan suara yang tak jelas dan
matanya menoleh kesana kemari. Namun ia dapat
menyelesaikankan mewarnai gambar dengan cepat dan dengan
hasil yang masih berantakan.
REKOMENDASI
Hasil dari program yang telah dibuat mungkin tidak dapat
langsung dirasakan hasilnya, terutama pada anak-anak yang
mengalami gangguan ADHD seperti FH. Perlunya diberikan secara
berulang-ulang dan diberikan setiap hari diawal pelajaran, setidaknya
sampai anak menunjukkan perilaku yang diinginkan. Penulis hanya
dapat menerapkan program ini terhadap FH satu kali yaitu pada
hari selasa, tanggal 26 mei 2009, hal ini disebabkan karena
keterbatasan waktu yang dimiliki penulis dan pihak sekolah, karena
pada saat program ini selesai, belajar mengajar akan berakhir dan
sedang menunggu dilakukannya konferensi kasus, sehingga sekolah
akan diliburkan untuk kenaikan ke tingkat berikutnya.
Meskipun demikian, penulis berharap program pengajaran
individual ini dapat diterapkan terutama oleh orangtua dirumah
untuk mengisi masa liburan anak, juga oleh guru dikelas sebagai
alternatif treatment pada FH. Dari penerapan program pengajaran
individual ini, penulis sangat berharap adanya masukan dan saran
baik dari pihak orangtua maupun guru untuk mengetahui berbagai
hal yang masih harus penulis perbaiki.
Penulis yakin, dengan kerjasama yang baik dari orangtua
dan guru untuk terus memberikan stimulasi dan pengajaran yang
melatih berbagai keterampilan dasar secara berkesinambungan dan penuh
kesungguhan, akan menghasilkan kemajuan dan perkembangan
yang baik pada FH, sehingga ia dapat menguasai life skill yang
dibutuhkan untuk masa depannya.
Membangun Kemitraan Sekolah Dan Orangtua
133
Siswa Berkebutuhan Khusus
BAB 8
MEMBANGUN KEMITRAAN SEKOLAH DAN
ORANGTUA SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS
133
134 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
DAFTAR PUSTAKA
141
142 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
Hariyanti. (2004). Tinjauan stres kerja pada guru sekolah luar biasa widya
bakti semarang bulan. Jurnal Edukasi. Vol.13.h.29-40. Diakses
pada 26 Oktober 2015.
Henniger, M.L.(2009). Teaching Young Children an Introduction. Fouth
Edition. America: Mc. Graw-Hill.
Hoeksma & Nolen, S. (2001). Abnormal Psichology: International
Edition, 2nd ed. America: Mc. Graw Hill.
Hurlock, E. B. (1993). Psikologi perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlanggga.
______________. (1993). Perkembangan Anak, Jilid 1 Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.
Ismail, A. (2006). Education Games: Menjadi Cerdas dan Ceria dengan
Permainan Edukatif. Jogjakarta: Pilar Media.
Joseph B.M.D., Stephen V. Faraone, Ph.D. Michael C.Monuteaux,
B.A. Differential Effect of Environmental Adversity Gender: Rutter's
Index of Adversity in a Group of Boys and Girls With and Without
ADHD (Am J Psychiatry 2002; 158:1556-1562).
Kewley, G, D. (2005). Attention Defecit Hyperactivity Disorder; what can
teachers do? 2nd Ed. UK: David Fulton Publisher.
Khatena, J.(1992). Gifted: Challence and response for education. F. E.
Peacock Publishers, Inc. Itasca, Illinois.
Kurtz, S.M.S (2005) Summer School For Social Skill. (Online). Available:
http://www.abouttourkids.org/aboutour/disorder/ADHD.html.
Kuffner, T. (2004). Play & Learn: 280 Aktivitas bermain dan Belajar Bersama
Anak (usia 6-10 tahun). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Gramedia.
Kurnia, V.U. (3 Juli 2013). 4 Kompetensi guru profesional. Diakses pada
19 Desember 2014, dari http://www.informasi-pendidikan.com/
2013/07/4-kompetensi-guru-profesional.html?m=1.
Kulusic, T. (2006). A parents handbook of inclusive education. BC
Association for Community Living-Third Edition.
Landreth, G. L. (2001). Innovation in Play Therapy: Issues, process, and
special population. Philadelphia USA: Brouner-Routledge.
Lerner, J.W. (1985) Learning Disabilities. Boston: Houghton Mifflin
Company.Abnormal Psychology.
146 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
INDEKS
Akselerasi, 36, 59 B
Aktifitas metabolik, 3, 19 Bahasa verbal, 14
Aktivitas transisi, 27 Basal ganglia, 19, 20
Alam bawah sadar, 102, 103 Basic ability, 61
Alkolisme, 4, 45 Behavior rating scale, 28
Anak Berkebutuhan khusus Behaviors, 99
(ABK), 45 Behaviour manifestation, 67
Antecedents, 99 Belahan otak kanan, 89
Anti sosial, 25 Berfikir kreatif-produktif, 34
Antidepresant, 29 Berkelainan majemuk, 5
153
154 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
Visual-spasial, 88
W
Work Habit Self-Regulation, 79
Working Memory, 12, 23
Workplace bullying, 70
Work-related stressor, 67
Written expression, 96
Lampiran 161
LAMPIRAN
Lampiran 1
Guide Identifikasi Perilaku ADHD
Hari/Tanggal : .........................................................................................
Observer : .........................................................................................
161
162 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
Lampiran 2
Guide Wawancara Riwayat Hidup
Data Anak
1. Nama : .............................................................................
2. Tempat, tgl lahir : .............................................................................
3. Usia : .............................................................................
4. Jenis kelamin : .............................................................................
5. Anak ke : .............................................................................
6. Alamat : .............................................................................
7. Sekolah : .............................................................................
8. Kelas : .............................................................................
9. Nama orang tua : .............................................................................
Ibu : .............................................................................
Usia : .............................................................................
Pekerjaan : .............................................................................
Pendidikan : .............................................................................
Bapak : .............................................................................
Usia : .............................................................................
Pekerjaan : .............................................................................
Pendidikan : .............................................................................
b. Kelahiran
1) Umur kandungan: cukup / kurang
2) Saat kelahiran: biasa / lama / sukar / dengan cara: ...........
...............................................................................................
3) Tempat kelahiran: di rumah sendiri / di rumah sakit
4) Di tolong oleh: .....................................................................
5) Berat badan bayi: .................................................................
13. Riwayat makanan
a. Menetek ibu hingga umur: .........................................................
b. Minum susu kaleng hingga umur: ..............................................
c. Kualitas makanan: cukup / kurang
d. Kuantitas makanan: cukup / kurang
e. Kesukaran pemberian makanan berupa: ...................................
14. Riwayat toilet training
a. Dapat mengatur buang air kecil pada umur: ............................
b. Dilatih dengan cara: .......................................................................
c. Dapat mengatur buang air besar pada umur: ...........................
d. Dilatih dengan cara: .....................................................................
15. Riwayat perkembangan motorik
16. Tengkurap .......... bulan
17. Duduk .......... bulan
18. merangkak .......... bulan
19. Berdiri .......... bulan
20. Berjalan .......... bulan
21. Riwayat perkembangan bicara
a. Berbicara kata-kata pertama .......... bulan
b. Berbicara dengan kalimat lengkap .......... bulan
c. Kesulitan dalam bahasa: .............................................................
d. Kesulitan dalam gerak: .................................................................
22. Riwayat perkembangan sosial
a. Hubungan dengan saudara (kandung / tiri / angkat): ..............
......................................................................................................
166 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
Kesulitan Belajar
27. Keluhan orang tua: ..............................................................................
.............................................................................................................
28. Keluhan guru: .......................................................................................
.............................................................................................................
29. Konsul professional
Nama Organisasi
tanggal/bulan/tahun
a. Dokter : ....................... .......................
b. Psikolog : ....................... .......................
c. Okupasi terapis : ....................... .......................
d. Terapi wicara : ....................... .......................
e. Profesi lain : ....................... .......................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
30. Apa yang dilakukan sebagai hasil konsul ke professional tersebut?
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
31. Kegiatan lain di luar Terapi yang diikuti anak (ekstrakulikuler).
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
32. Bagaimana kondisi lingkungan tetangga dan keseharian.
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
168 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS & PENDIDIKAN INKLUSIF
Lampiran 3
Lembar Evaluasi Kegiatan Mewarnai Bentuk Sederhana
Lampiran 4
Lembar Evaluasi Kegiatan Memasukkan Kelereng Ke Dalam Botol
Lampiran 5
Lembar Evaluasi Kegiatan Meronce
TENTANG PENULIS
Ni'matuzahroh, S.Psi., M.Si., Lahir di Jakarta,
8 Maret 1977. Menempuh Pendidikan SD sampai
SMA di Tanah kelahirannya. Gelar sarjana S1
diraihnya Tahun 2000 di Fakultas Psikologi
UMM. Tahun 2008, melanjutkan studi S2 di
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia jurusan
Sains Pendidikan dan meraih gelar magister
tahun 2010. Sejak tahun 2003 sampai saat
ini menjadi dosen tetap Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang. Kiprahnya
dalam dunia pendidikan ditunjukkan dengan aktifitasnya sebagai
konsultan pendidikan, maupun sebagai narasumber dan trainer
dalam berbagai seminar dan pelatihan.
Penulis juga aktif menekuni penelitian dan pengabdian yang
banyak mengangkat isu pendidikan bagi anak Cerdas Istimewa/
Bakat Istimewa maupun Individu Berkebutuhan Khusus serta
Pendidikan Inklusi yang didanai DIKTI. Saat ini mengajar mata
kuliah Psikologi Pendidikan dan Psikologi Individu Berkebutuhan
Khusus dan menjadi Pembantu Dekan II Fakultas Psikologi UMM,
setelah sebelumnya menjadi ketua Program Studi Fakultas Psikologi
UMM. Beberapa buku yang telah ditulisnya adalah buku tes grafis:
Crhomatic dan Achromatic Test, Observasi Dalam Psikologi,
Pengelolaan Kelas Inklusi, serta buku Pendidikan dan Bimbingan
Karir Bagi Siswa Cerdas Istimewa/Bakat Istimewa.