Anda di halaman 1dari 3

TRADISI LOMPAT BATU NIAS

Oleh : Raisya Annaya Putri Tsalisa


Kelas III B

Tradisi melompat batu atau yang biasa disebut oleh orang Nias sebagai fahombo
batu pada mulanya dilakukan oleh seorang pemuda Nias untuk menunjukan
bahwa pemuda yang bersangkutan sudah dianggap dewasa. Lebih jauh dari itu
bila sang pemuda mampu melompati batu yang disusun sampai ketinggian 2 m
dengan ketebalan 40 cm dengan sempurna maka artinya sang pemuda kelak akan
menjadi pemuda pembela kampungnya samu’i mbanua atau la’imba hor, jika ada
konflik dengan warga desa lain.

Tradisi lompat batu ini tidak terdapat di semua wilayah Nias dan hanya terdapat
pada kampung-kampung tertentu saja seperti di wilayah Teluk Dalam. Dan satu
hal lagi, tradisi ini hanya boleh diikuti oleh kaum laki-laki saja, dan sama sekali
kaum perempuan tidak boleh untuk mencobanya mengingat lompat batu
merupakan ajang ketangkasan yang nantinya bila berhasil melompat yang
bersangkutan akan menjadi pembela kampungnya ketika ada perselisihan dengan
kampung lain.
Oleh karena itu maka sang pemuda yang telah berhasil menaklukan batu ini pada
kali pertama bukan saja akan menjadi kebanggaan dirinya sendiri tapi juga bagi
keluarganya. Bagi keluarga sang pemuda yang baru pertama kali mampu
melompati batu setinggi 2 meter ini biasanya akan menyembelih beberapa ekor
ternak sebagai wujud syukuran atas keberhasilan anaknya.

Karena suatu kebanggaan, maka setiap pemuda tidak mau kalah dengan yang lain.
Sejak umur sekitar 7-12 tahun atau sesuai dengan pertumbuhan seseorang, anak-
anak laki-laki biasanya bermain dengan melompat tali. Mereka menancapkan dua
tiang sebelah menyebelah, membuat batu tumpuan, lalu melompatinya. Dari yang
rendah, dan lama-lama ditinggikan. Ada juga dengan bantuan dua orang teman
yang memegang masing-masing ujung tali, dan yang lain melompatinya secara
bergilir. Mereka bermain dengan semangat kebersamaan dan perjuangan.

Uniknya, konon meski sudah latihan keras tidak semua pemuda akhirnya berhasil
melewati undukan batu bersusun itu, bahkan tak jarang dari mereka ada yang
sampai patah tulang karena tersangkut ketika mencoba melewati batu tersebut.
Tapi tak jarang pula ada pemuda yang hanya berlatih sekali tapi langsung mampu
melewati batu tersebut. Menurut kepercayaan setempat hal ini karena oleh faktor
genetika. Jika ayahnya atau kakeknya seorang pemberani dan pelompat batu,
maka putranya pasti ada yang dapat melompat batu. Kalau ayahnya dahulu adalah
seorang pelompat batu semasih muda, maka anak-anaknya pasti dapat melompat
walaupun latihannya sedikit. Bahkan ada yang hanya mencoba satu-dua kali, lalu,
bisa melompat dengan sempurna tanpa latihan dan pemanasan tubuh.
Kemampuan dan ketangkasan melompat batu juga dihubungkan dengan
kepercayaan lama. Seseorang yang baru belajar melompat batu, ia terlebih dahulu
memohon restu dan meniati roh-roh para pelompat batu yang telah meninggal. Ia
musti memohon izin kepada arwah para leluhur yang sering melompati batu
tersebut. Tujuanya untuk menghindari kecelakaan atau bencana bagi para
pelompat ketika sedang mengudara, lalu menjatuhkan diri ke tanah. Sebab banyak
juga pelompat yang gagal dan mendapat kecelakaan.

Lantas kenapa para pemuda yang mampu melompat batu kemudian akan menjadi
ksatria dikampungnya? Itu karena ketika terjadi peperangan antar kampung maka
para prajurit yang menyerang harus mempunyai keahlian melompat untuk
menyelamatkan diri mengingat setiap kampung di wilayah Teluk Dalam rata-rata
dikelilingi oleh pagar dan benteng desa. Itu juga sebabnya desa-desa didirikan di
atas bukit atau gunung hili supaya musuh tidak gampang masuk dan tidak cepat
melarikan diri.

Dan bagi pemuda yang dapat selamat dari perangkap musuh itulah yang kemudian
akan pulang ke kampungnya dengan segala kehormatan dan dielu-elukan sebagai
pahlawan.

Sumber :
http://arsipbudayanusantara.blogspot.co.id/2013/08/tradisi-lompat-batu-nias.html,
2 Februari 2018, 19:43 WIB

Anda mungkin juga menyukai