Anda di halaman 1dari 79

cover_gadai_saham_v4_arsip_dpn.

pdf 1 12/15/10 5:02 PM


Penjelasan Hukum tentang GADAI SAHAM

CM

MY

CY

CMY

Suharnoko
Kartini Muljadi
PENJELASAN HUKUM
TENTANG EKSEKUSI
GADAI SAHAM

Isi1-ok.indd 1 12/13/2010 11:19:32 PM


Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang.
Diterbitkan pertama kali oleh Nasional Legal Reform Program, Jakarta, 2010

Penulis: Suharnoko, Kartini Muljadi Editor: Sebastian Pompe


Pengulas: Kartini Muljadi Gregory Churchill
Ahli Internasional: Prof. Dr. Henk Joseph Snijders Mardjono Reksodiputro
Pelaksana Penelitian: Lembaga Kajian Hukum Binziad Kadafi
Perdata Universitas Indonesia Fritz Edward Siregar
Peneliti: Endah Hartati Harjo Winoto
Rosa Agustina
Akhmad Budi Cahyono Fisella Mutiara A.L.Tobing
Henny Marlina
Abdul Salam
Karisa Utami
M. Yahdi Salampessy
Gita Nurthika

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun (seperti cetak, fotokopi,
mikrofilm, VCD, CD-ROM, dan rekaman suara) tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Sanksi Pelanggaran Pasal 72


Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu
ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta


Isi di luar tanggung jawab Percetakan

Isi1-ok.indd 2 12/13/2010 11:19:32 PM


DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................... v
Ringkasan Eksekutif ................................................................................................... 1
Dokumen Penjelas: Eksekusi Gadai Saham ........................................... 3
Perspektif Internasional ......................................................................................... 19
Laporan Penelitian . ..................................................................................................... 28

A. Ekeskusi Gadai Saham Menurut Literatur dan


Peraturan Perundang-undangan ..................................................................... 28
1. Permasalahan Hukum Mengenai Eksekusi Gadai Saham
Menurut Para Ahli ............................................................................................... 28
2. Permasalahan Hukum Mengenai Eksekusi Gadai Saham

yang Dibahas dalam Tesis-Tesis . .................................................................... 29


3. Permasalahan Hukum Mengenai Gadai Saham
Menurut Kajian Literatur dan Peraturan Perundang-undangan . ...... 34

B. Ekeskusi Gadai Saham Menurut Putusan Pengadilan ............................ 43


1. Latar Belakang Munculnya Lembaga Gadai Saham ............................... 43
2. Arti Gadai, Saham, dan Gadai Saham .......................................................... 44

Penjelasan Hukum Eksekusi tentang Gadai Saham iii

Isi1-ok.indd 3 12/13/2010 11:19:32 PM


3. Urgensi Restatement tentang Gadai Saham ............................................. 44
4. Pembahasan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia .......... 46

Daftar Putusan ..................................................................................................................... 59


Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 61
Lampiran . ............................................................................................................................... 67

iv Perspektif
Daftar Isi Internasional

Isi1-ok.indd 4 12/13/2010 11:19:32 PM


KATA PENGANTAR
PENJELASAN HUKUM TENTANG EKSEKUSI GADAI SAHAM

Ketiadaan kepastian hukum merupakan masalah utama di Indonesia pada zaman


modern ini. Ketidakpastian hukum merupakan masalah besar dan sistemik yang
mencakup keseluruhan unsur masyarakat. Ketidakpastian hukum juga merupakan
hambatan untuk mewujudkan perkembangan politik, social dan ekonomi yang
stabil dan adil. Singkat kata, jika seseorang ditanya apa hukum Indonesia tentang
subyek tertentu, sangat sulit bagi orang tersebut untuk menjelaskannya dengan
pasti, apalagi bagaimana hukum tersebut nanti diterapkan. Ketidakpastian ini
banyak yang bersumber dari hukum tertulisnya yang umumnya tidak jelas dan
kontradiktif satu sama lain. Selain dari itu, adalah ketidakpastian dalam penerapan
hukum oleh institusi pemerintah maupun pengadilan. Yang menjadi garis bawah
dari ketidakpastian hukum adalah lemahnya lembaga dan profesi hukum.. Itu dapat
kita lihat di lingkungan peradilan, dimana hakim terus menerus tidak menjaga
konsistensi dalam putusan mereka. Advokasi pun tidak berhasil untuk betul-betul
jaga standar profesi mereka. Ketidakpastian hukum juga bersumber dari dunia
akademik yang ternyata kurang berhasil untuk membangun suatu disiplin ilmiah
terpadu dalam analisa peraturan perundangan dan putusan pengadilan. Lemahnya
‘legal method’ di dunia akademik adalah alas an pokok kenapa akuntabilitas
pengadilan dan lembaga negara tetap lemah.
Proyek Restatement ini merupakan upaya untuk menjawab isu ketidakpastian
hukum tersebut. Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk mewujudkan suatu
gambar yang jelas tentang beberapa konsep penting hukum Indonesia modern.
Metode yang digunakan adalah analisis terhadap tiga sumber hukum: peraturan
perundang-undangan, putusan pengadilan, dan literatur yang otoritatif. Tujuan
kedua dari proyek ini adalah untuk membangun kembali ‘the legal method’, yaitu
sistem penelitian dan diskursus hukum yang riil oleh kalangan universitas, institusi
penelitian dan organisasi swadaya masyarakat. Tentunya Restatement ini tidak
dimaksudkan sebagai kata terakhir atau tertinggi untuk suatu topik hukum yang
dibahas di dalamnya. Namun, Restatement ini bisa memperkaya nuansa hukum
Indonesia, terutama karena analisisnya bersandarkan pada putusan pengadilan dan
literatur yang berwibawa mulai Indonesia merdeka. Ahli hukum, hakim, dan advokat
jelas mempunyai kebebasan untuk menyetujui atau menolak hasil analisis dalam
Restatement ini, namun kami berharap supaya Restatement ini bisa mencapai suatu
kepastian hukum lebih besar untuk topik-topik tertentu, terutama dalam struktur

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham v

Isi1-ok.indd 5 12/13/2010 11:19:32 PM


analisis terhadap disiplin hukum tertentu, agar pembahasan tentang topik tersebut
mampu menapak suatu tingkatan intelektual yang lebih tinggi.
Alasan kami memilih topik Gadai Saham sebagai salah satu pokok bahasan
Restatement adalah karena terdapat inkonsistensi putusan pengadilan terkait
lembaga hukum Gadai Saham. Selain itu perkembangan kegiatan ekonomi terkait
dengan kegiatan usaha persekutuan perdata melahirkan banyak “kekosongan
hukum” terkait diskursus hukum perdata tentang gadai saham. Misalnya, apakah
eksekusi gadai saham bisa dilakukan di bawah tangan atau harus melalui penetapan
pengadilan? Bagaimana bila terdapat parate eksekusi untuk saham tersebut?
Bagaimana pula jika dalam parate eksekusi pihak debitur tidak mau bekerja sama
atau kooperatif?
Akhir kata, kami berharap “mimpi” kami untuk mewujudkan koherensi,
konsistensi dan kesesuaian diskursus hukum perdata dapat terakomodasi dengan
baik dalam program Restatement ini sehingga mempunyai faedah bagi para
stakeholders.

Hormat kami,

Sebastiaan Pompe
Program Manager

vi Perspektif
Kata Pengantar
Internasional

Isi1-ok.indd 6 12/13/2010 11:19:32 PM


RINGKASAN EKSEKUTIF

Pokok-pokok dalam Restatement Eksekusi Gadai Saham adalah sebagai


berikut.

A. Pengertian “saham” menurut UPT 2007


1. Penulis diminta untuk membuat Restatement tentang Eksekusi Gadai Saham.
Pada saat ini, sudah berlaku UPT 2007 maka pengertian “saham” dalam
Restatement ini adalah saham menurut UPT 2007. Dengan demikian, juga harus
di­sebutkan cara dan persyaratan penggadaian saham menurut UPT 2007.
2. Penulis juga mengemukakan ketentuan dalam UPT 2007 yang harus diperhatikan
dan diatur dalam Perjanjian Gadai Saham, supaya kreditor/pemegang gadai
dapat melaksanakan hak atas saham yang digadaikan sebagaimana mestinya.

B. Pengertian “gadai” sebagaimana diatur dalam Pasal 1150 dan Pasal
1153 KUH Perdata serta dalam Pasal 60 UPT 2007

C. Surat kuasa yang tidak dapat ditarik kembali yang diberikan


oleh pemberi gadai kepada kreditor untuk menjual barang yang
digadaikan tidak mengakibatkan kreditor secara otomatis menjadi
pemilik barang yang digadaikan.
Menurut hemat penulis, surat kuasa tersebut tidak mengakibatkan kreditor/
pemegang gadai secara otomatis menjadi pemilik barang yang digadaikan
sehingga pemberian kuasa itu tidak melanggar ketentuan Pasal 1154 KUH
Perdata.

D. Kalimat pertama Pasal 1155 KUH Perdata.


Kalimat pertama Pasal 1155 KUH Perdata sebaiknya dirumuskan kembali sesuai
dengan maksudnya, yaitu sebagai berikut.
Jika debitor/pemberi gadai cidera janji setelah tenggang waktu yang
ditentukan untuk membayar kembali utang lampau atau jika tidak ditentukan
suatu tenggang waktu, setelah diperingati untuk membayar tidak juga
membayar utangnya, maka kreditor/pemegang gadai oleh Undang-Undang
diberi hak untuk melaksanakan gadai atas kewenangannya sendiri (“parate

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 1

Isi1-ok.indd 1 12/13/2010 11:19:32 PM


executie”) dengan cara menjual barang yang digadaikan di muka umum
(lelang), menurut kebiasaan setempat dengan syarat-syarat yang lazim berlaku,
dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga
dan semua biaya yang berkaitan dengan eksekusi tersebut, dari pendapatan
penjualan barang yang digadaikan.
Debitur/pemberi gadai dan kreditur/pemegang gadai dapat membuat
perjanjian bahwa jika debitur/pemberi gadai cidera janji, gadai dapat
dilaksanakan dengan perantaraan/izin hakim.

E. Kalimat pertama Pasal 1156 KUH Perdata


Kalimat pertama Pasal 1156 KUH Perdata sebaiknya dirumuskan kembali se­
suai dengan maksud pasal tersebut, yaitu jika debitor/pemberi gadai cidera
janji maka dengan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri
yang berwenang, kreditor/pemegang gadai dapat mohon supaya hakim
menetapkan cara eksekusi gadai dengan cara penjualan di bawah tangan
(bukan lelang) dengan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh hakim, atau
hakim dapat menetapkan bahwa barang yang digadaikan boleh dibeli sendiri
oleh pemegang gadai dengan harga yang ditetapkan hakim.

F. Persoalan: debitor belum membayar lunas utangnya, tetapi


perjanjian gadai saham yang menjaminnya sudah berakhir.
Hal ini dibahas dalam halaman 13 Restatement ini.

G. Komentar atas Putusan dan Penetapan Pengadilan


Komentar atas Putusan dan Penetapan Pengadilan hanya didasarkan pada
“Bagan Ringkasan Isu hukum mengenai Gadai Saham berdasarkan Putusan dan
Penetapan Pengadilan” karena sayang sekali penulis tidak menerima salinan
Putusan dan/atau Penetapan Pengadilan yang bersangkutan secara lengkap.

2 Perspektif Internasional
Ringkasan Eksekutif

Isi1-ok.indd 2 12/13/2010 11:19:32 PM


DOKUMEN PENJELAS

EKSEKUSI
GADAI SAHAM

A. Pengertian Saham Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007


tentang Perseroan Terbatas
1. Pengertian “Saham”
Jika kita akan membicarakan gadai saham, perlu kiranya ditetapkan terlebih
dahulu “saham” apa yang digadaikan itu.
Yang dimaksud dengan “saham” di sini adalah saham suatu perseroan
terbatas yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
yang sekarang berlaku, yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, yang berlaku sejak tanggal 16  Agustus 2007
(selanjutnya disebut “UPT 2007”). UPT 2007 hanya mengenal saham atas
nama.
Sebelum berlakunya UPT 2007, suatu perseroan terbatas yang
didirikan menurut undang-undang yang berlaku di Republik Indonesia
diperkenankan mengeluarkan saham atas nama dan saham atas unjuk.
Namun, jelas dalam Pasal 48 UPT 2007 ditetapkan bahwa saham yang
dapat dikeluarkan oleh perseroan terbatas yang didirikan menurut
UPT 2007 (selanjutnya disebut “Perseroan”) adalah hanya saham atas nama
pemiliknya. Oleh karena itu, logis bahwa dalam Pasal 50 UPT 2007, Perseroan
diwajibkan menyelenggarakan dan menyimpan Daftar Pemegang Saham
(selanjutnya disebut “DPS”) dan Daftar Khusus.

2. Tentang Klasifikasi Saham


Walaupun menurut UPT 2007 hanya ada saham atas nama, Pasal 53 UPT
2007 menetapkan bahwa dalam Anggaran Dasar Perseroan dapat ditetapkan

Penjelasan Hukum Eksekusi tentang Gadai Saham 3

Isi1-ok.indd 3 12/13/2010 11:19:33 PM


lebih dari satu klasifikasi saham, dan jika ada lebih dari satu klasifikasi saham,
salah satu di antaranya harus ditetapkan sebagai saham biasa.
Saham biasa adalah saham yang memberi hak kepada pemegangnya
untuk mengeluarkan suara dan ikut serta mengambil keputusan dalam
Rapat Umum Pemegang Saham mengenai segala hal yang berkaitan dengan
pengurusan Perseroan, dan berhak menerima dividen yang dibagikan serta
menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.
Ayat (2) dan ayat (3) Pasal 60 UPT 2007 mengatur tentang Gadai
Saham. Ayat (2) Pasal 60 tersebut dengan jelas memungkinkan saham
suatu Perseroan diagunkan dengan Gadai atau Jaminan Fidusia, sepanjang
tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar Perseroan.
Ketentuan ini menimbulkan pertanyaan, apakah mungkin dalam
Anggaran Dasar suatu Perseroan ditentukan bahwa saham Perseroan yang
bersangkutan tidak dapat diagunkan dengan gadai?
Menurut hemat penulis, mungkin saja karena adanya kata-kata “sepanjang
tidak ditentukan lain”.
Yang juga perlu diperhatikan adalah ketentuan dalam ayat (3) Pasal 60
UPT 2007 yang menentukan bahwa gadai saham wajib dicatat dalam DPS
dan Daftar Khusus yang memuat keterangan tentang saham yang dipegang
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perseroan beserta keluarga
mereka dalam Perseroan dan/atau pada perseroan lain serta tanggal saham
itu diperoleh.
Hal-hal ini menimbulkan pertanyaan “Apakah gadai atas saham yang
belum atau tidak dicatat dalam DPS dan Daftar Khusus tidak sah dan/
atau tidak berlaku sehingga tidak ada dampak hukumnya? Siapa yang
berkewajiban untuk mendaftarkan gadai atas saham itu?”
Menurut hemat penulis, demi kepastian hukum, setelah akta gadai
atas saham ditandatangani, sebaiknya dipastikan agar gadai atas saham
tersebut dicatat dalam DPS, dan jika gadai atas saham itu mengenai saham
yang dipegang anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dan/
atau keluarga mereka, sebaiknya gadai saham itu dicatatkan dalam Daftar
Khusus.
Kreditur yang menerima gadai sebaiknya mensyaratkan agar
kepadanya dalam perjanjian gadai diberi kuasa yang tidak dapat ditarik
kembali oleh pemberi gadai untuk memberitahukan Direksi Perseroan
tentang dibuatnya perjanjian gadai dan supaya Direksi Perseroan
mencatatkan gadai saham yang bersangkutan dalam DPS dan Daftar Khusus

4 Perspektif Penjelas
Dokumen Internasional

Isi1-ok.indd 4 12/13/2010 11:19:33 PM


Perseroan untuk memastikan keabsahan gadai saham yang bersangkutan.
Lagi pula Kreditor sebaiknya memperoleh bukti tertulis tentang pencatatan
gadai itu dari Direksi Perseroan yang sahamnya digadaikan itu.
Menurut hemat penulis, penting sekali diperhatikan ketentuan ayat
(4) Pasal 60 UPT 2007, yang berbunyi “Hak suara atas saham yang diagunkan
dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham”.
Ketentuan tersebut penting untuk dibicarakan dan dipikirkan akibatnya
karena jika seandainya pemberi gadai tidak beritikad baik dan ia sendiri
menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham dan mengeluarkan suara
dalam Rapat Umum Pemegang Saham serta misalnya, mengusulkan untuk
membagi dividen yang sangat besar jumlahnya atau untuk memberi
wewenang kepada Direksi Perseroan untuk memindahkan hak atas
aset utama Perseroan sehingga jika usul-usul itu disetujui Rapat Umum
Pemegang Saham, nilai intrinsik Perseroan dapat berkurang dan tentunya
nilai saham juga dapat berkurang. Hal ini dapat sangat merugikan
pemegang gadai.
Pada praktiknya, dalam perjanjian gadai, pemberi gadai disyaratkan
untuk memberi kuasa kepada pemegang gadai, untuk atas nama pemberi
gadai saham, menghadiri dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum
Pemegang Saham Perseroan berkaitan selama utang belum dibayar lunas.
Ini merupakan proteksi bagi pemegang gadai.

3. Gadai
Pada Pasal 1150 KUH Perdata ditentukan apa yang dimaksud dengan gadai,
yaitu sebagai berikut.
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang
atau oleh seorang lain yang bertindak atas nama orang yang berutang, dan
yang memberikan kewenangan kepada yang berpiutang untuk mengambil
pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada pihak yang
berpiutang lainnya; kecuali, biaya untuk melelang barang tersebut dan
biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang tersebut
setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

a. Ciri-Ciri Gadai
Ciri-ciri gadai adalah sebagai berikut.
1) Berdasarkan Pasal 1150 KUH Perdata, gadai adalah accessoir pada
perjanjian utang-piutang yang dijaminnya; berakhirnya perjanjian

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 5

Isi1-ok.indd 5 12/13/2010 11:19:33 PM


utang-piutang mengakibatkan berakhirnya perjanjian gadai yang
berkaitan.
2) Hak gadai bersifat kebendaan dan mengikuti benda gadai (droit de suite)
karenanya pemegang gadai berhak menuntut haknya atas benda yang
digadaikan dalam tangan siapa pun benda itu berada dan pemegang
gadai berhak menjual benda yang digadaikan jika debitor cidera janji.
3) Pemegang gadai berkedudukan “preferen”, yang berarti harus
didahulukan di antara para kreditor lainnya, dan untuk didahulukan
dalam penerimaan pembayaran tagihannya dari hasil penjualan benda
yang digadaikan, kecuali jika ditentukan lain oleh Undang-Undang.
Misalnya, pembayaran biaya lelang dan biaya untuk menyelamatkan
barang gadai, tagihan pajak negara harus didahulukan (Pasal 1133 jo.
Pasal 1137 jo. 1150 KUH Perdata).
4) Pemegang gadai berkedudukan sebagai “separatis”, yaitu pemegang
gadai dapat mengeksekusi hak gadainya seolah-olah debitor tidak
dinyatakan pailit. Hak eksekusi tersebut dapat ditangguhkan untuk
jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah keputusan
kepailitan debitor diucapkan (Pasal 55 ayat (1) dan Pasal 56 ayat (1)
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang).
5) Menurut Pasal 1160 KUH Perdata, jika utang yang dijamin dengan gadai
dibayar untuk sebagian, hak gadai tidak hapus untuk sebagian.
Di halaman 131, buku karangan J. Satrio S.H., “Hukum Jaminan, Hak-Hak
Jaminan Kebendaan” Tahun 2002, ditulis: “Setiap hutang (dan setiap
bagian dari hutang) menindih setiap bagian maupun seluruh benda
jaminan sebagai satu kesatuan, bukan sebagai benda berdiri sendiri-
sendiri, sekalipun benda jaminannya dapat dibagi-bagi.”
6) Menurut Pasal 1150 dan Pasal 1152 KUH Perdata, benda yang
dijaminkan harus dilepaskan dari kekuasaan pemiliknya dan harus
diserahkan dalam kekuasaan kreditor atau pihak ketiga yang disetujui
kreditor, debitor dan pemberi gadai. Ini adalah syarat pokok gadai.

b. Gadai Saham
Pasal 1153 KUH Perdata menentukan bahwa “Hak gadai atas benda-benda
bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-surat tunjuk atau surat-surat
bawa, diletakkan dengan pemberitahuan perihal penggadaiannya kepada

6 Perspektif Penjelas
Dokumen Internasional

Isi1-ok.indd 6 12/13/2010 11:19:33 PM


orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh
orang ini, tentang hal pemberitahuan tersebut serta tentang izinnya si
pemberi gadai dapat diminta suatu bukti tertulis.”
Dalam hubungan ini, perlu diperhatikan Pasal 60 UPT 2007 yang pada
dasarnya berbunyi sebagai berikut.
1) Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 UPT 2007 kepada pemiliknya.
2) Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang
tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
3) Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib
dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 UPT 2007.
4) Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan
fidusia tetap berada pada pemegang saham.

c. Kreditor/Pemegang Gadai Dilarang secara Otomatis Menjadi


Pemilik Barang yang Digadaikan jika Debitor Cidera Janji
Pasal 1154 KUH Perdata berbunyi “Jika yang berutang atau pemberi gadai
tidak memenuhi kewajibannya, maka yang berpiutang tidak diperkenankan
memiliki barang yang digadaikan. Semua janji yang bertentangan dengan
ketentuan ini adalah batal.”
Jadi, Pasal 1154 KUH Perdata melarang bahwa dalam perjanjian gadai
dicantumkan jika debitor/pemberi gadai cidera janji, kreditor secara
otomatis/langsung menjadi pemilik benda yang digadaikan itu.
Namun, Kreditor tidak dilarang untuk membeli benda yang
digadaikan, asal melalui prosedur eksekusi sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya baca Pasal 1155
dan 1156 KUH Perdata. Pembelian demikian menurut hemat penulis, tidak
bertentangan dengan Pasal 1154 KUH Perdata karena dalam hal ini, kreditor
tidak otomatis menjadi pemilik benda yang digadaikan.
Tentang hubungan ketentuan Pasal 1154 KUH Perdata dengan surat
kuasa yang tidak dapat dicabut kembali yang diberikan oleh debitor/
pemberi gadai kepada kreditor/penerima gadai, untuk menjual benda
yang digadaikan dengan cara apa pun dan dengan harga berapa pun, telah
dikaji oleh Lembaga Kajian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas
Indonesia (selanjutnya disebut “LKHP”).

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 7

Isi1-ok.indd 7 12/13/2010 11:19:33 PM


Di halaman 1 butir 3 dan halaman 17 “Laporan Penelitian Eksekusi
Gadai, Lembaga Kajian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Pengkajian Literatur/Dokrin/Pendapat Ahli/Tesis/Buku/Jurnal
Hukum” (selanjutnya disebut “Laporan Literatur”) dan di halaman 14 butir
3) “Laporan Penelitian Peraturan Perundang-undangan Eksekusi Gadai
Saham” (selanjutnya disebut “Laporan Peraturan Perundangan”) serta di
halaman 14 butir 3) “Laporan Penelitian Putusan Eksekusi Gadai Saham”
(selanjutnya disebut “Laporan Putusan”), LKHP menguraikan pendapatnya,
yang pada pokoknya menyatakan bahwa naskah surat kuasa mutlak atau
irrevocable power of attorney yang isinya, debitor/pemberi gadai memberi
kuasa yang tidak dapat ditarik kembali kepada kreditor/pemegang gadai
untuk menjual saham yang digadaikan, dengan cara dan harga yang
ditentukan oleh kreditor pemegang gadai sendiri, pada dasarnya tidak
dengan sendirinya merupakan tindakan kepemilikan oleh kreditor penerima
gadai sebagaimana dilarang oleh Pasal 1154 KUH Perdata. Akan tetapi,
(masih menurut LKHP) seharusnya surat kuasa tersebut tidak dibuat sebelum
debitor/pemberi gadai melakukan wanprestatie, tetapi seharusnya dibuat
setelah debitor/pemberi gadai melakukan wanprestatie.
Selanjutnya, LKHP setuju dengan pendapat Henk Snijders yang
disampaikan dalam Seminar tentang Eksekusi Gadai Saham di Jakarta,
tahun 2010 bahwa untuk melakukan penjualan benda yang digadaikan
secara tertutup (private sale), surat kuasa mutlak untuk menjual tidak
cukup.
Menurut hemat penulis, surat kuasa yang tidak dapat ditarik kembali
tersebut, tidak mengakibatkan kreditor/pemegang gadai secara otomatis
menjadi pemilik benda yang digadaikan sehingga surat kuasa itu tidak
melanggar Pasal 1154 KUH Perdata; tetapi perlu diperhatikan juga bahwa
pada waktu mempergunakan surat kuasa tersebut, kreditor/pemegang
gadai tidak boleh melanggar prosedur eksekusi sebagaimana diatur, antara
lain, dalam Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUH Perdata.
Penulis berpendapat bahwa untuk dapat melakukan “private sale”
suatu barang gadai, kreditor/pemegang gadai harus terlebih dahulu
mengajukan permohonan kepada hakim untuk memperoleh izin menjual
barang gadai itu tanpa melalui lelang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1156 KUH Perdata; jadi tidak cukup hanya dengan menggunakan surat
kuasa yang tidak dapat ditarik kembali sebagaimana dimaksud di atas.

8 Perspektif Penjelas
Dokumen Internasional

Isi1-ok.indd 8 12/13/2010 11:19:33 PM


B. Eksekusi Gadai Saham
Dalam membicarakan eksekusi gadai saham, kita harus memperhatikan ketentuan
tentang pemindahan hak atas saham Perseroan yang tercantum berturut-turut
dalam Pasal 55, 56, 57, 58, dan Pasal 59 UPT 2007 sehingga tidak menjumpai kendala
ketika melakukan eksekusi gadai saham yang bersangkutan.
Alangkah baiknya jika pembuat konsep perjanjian gadai saham mengingat
bahwa ketentuan tentang pemindahan hak atas saham dalam Anggaran Dasar
Perseroan berbeda dari satu perseroan ke perseroan lain.

1. “Parate Executie”
Ketentuan yang berkaitan dengan “parate executie” adalah kalimat pertama
Pasal 1155 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut.
“Jika oleh para pihak tidak diperjanjikan lain, maka pihak yang berpiutang
berhak, jika pihak yang berutang atau pemberi gadai cidera janji, setelah
tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak ditentukan suatu
tenggang waktu, setelah diberikan peringatan untuk membayar, menyuruh
menjual barang yang digadaikan di muka umum menurut kebiasaan
setempat serta dengan syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud
untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya, beserta bunga dan biaya
dari hasil penjualan tersebut.”
Kalimat pertama Pasal 1155 KUH Perdata mengandung kata-kata “jika
oleh para pihak tidak diperjanjikan lain”. Kata-kata ini sering disalahtafsirkan,
yaitu ditafsirkan bahwa jika debitor/pemberi gadai cidera janji, para
pihak dalam perjanjian gadai dapat menentukan bahwa kreditor berhak
menyuruh agar benda dijual di bawah tangan (“private sale”).
Tafsiran ini tidak benar karena menurut hemat penulis, maksud
kalimat pertama Pasal 1155 KUH Perdata adalah sebagai berikut.

Jika debitor/pemberi gadai cidera janji sesudah tenggang waktu yang


ditentukan lampau atau jika tenggang waktu tidak ditentukan, maka
sesudah disomasi oleh Pengadilan untuk memenuhi kewajibannya,
dan debitor tetap tidak memenuhi kewajibannya, maka Undang-
Undang memberi hak kepada kreditor/pemegang gadai untuk
melaksanakan gadai dengan “parate executie” (zonder tussenkomst
van de Rechter, eigenmachtig verkoop). Pemegang gadai siap (paraat)
untuk menjual benda yang digadaikan atas kewenangannya sendiri,

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 9

Isi1-ok.indd 9 12/13/2010 11:19:33 PM


kecuali para pihak menyetujui eksekusi perjanjian gadai dengan
cara lain, yaitu dengan perantaraan hakim (met tussenkomst van de
Rechter).

Jadi, walaupun para pihak dalam perjanjian gadai dapat menentukan


cara eksekusi dengan atau tanpa perantaraan hakim, mereka tidak boleh
menyetujui bahwa benda yang digadaikan itu dijual di bawah tangan
(“private sale”).
Hak kreditor/pemegang gadai untuk melelang benda yang
digadaikan atas kekuasaan sendiri (“parate executie”) terjadi demi hukum,
yaitu berdasarkan Undang-Undang dan tidak karena diperjanjikan oleh/
antara kreditor, debitor, dan pemberi gadai.
Di sinilah letak perbedaan antara gadai di satu pihak, dan hipotik serta
hak tanggungan di pihak lain. Pasal 1178 kalimat kedua KUH Perdata dan
Pasal 11 ayat (2) huruf e Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan, pada pokoknya mengatur bahwa dalam Akta Pemberian
Hipotik/Hak Tanggungan dapat diperjanjikan bahwa pemegang Hipotik/
Hak Tanggungan pertama diberi hak untuk menjual atas kewenangannya
sendiri objek agunan, jika debitor/pemberi hipotik/hak tanggungan cidera
janji (beding van eigenmachtig verkoop).
Jadi, “parate executie” pada hipotik dan hak tanggungan tidak terjadi demi
hukum, tetapi harus dengan tegas diperjanjikan antara debitor/pemberi
agunan dan pemegang hipotik/hak tanggungan yang pertama.
Menurut Pasal 1155 KUH Perdata, penjualan barang yang digadaikan
dengan “parate executie” harus dilakukan dengan cara lelang. Jika pemberi
gadai dan kreditor menginginkan penjualan dengan cara di bawah tangan
(“private sale”), harus ditempuh cara yang diatur dalam Pasal 1156 KUH
Perdata. Kreditor/pemegang gadai dapat melaksanakan eksekusi gadai
atas kewenangan sendiri tanpa parantaraan hakim yang biasanya disebut
“parate executie”, dengan cara melelang barang yang digadaikan itu dengan
perantaraan kantor lelang.
Di halaman 97 s/d halaman 100, Edisi 2007, Buku “Pedoman Teknis
Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum”, yang dikeluarkan oleh
Mahkamah Agung Republik Indonesia, ditentukan tentang cara lelang,
antara lain, sebagai berikut.

10 Perspektif Penjelas
Dokumen Internasional

Isi1-ok.indd 10 12/13/2010 11:19:33 PM


- Pengumuman lelang harus dilakukan di harian yang terbit di kota
atau kota yang berdekatan dengan tempat objek lelang terletak.
- Lelang dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 40/
PMK.07/2006 tanggal 30 Mei 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang dan S.1908 Nomor 189 jo S.1941 Nomor 3, antara lain, diatur
cara penyerahan surat penawaran yang harus ditulis dalam bahasa
Indonesia dan harus ditandatangani oleh penawar. Kemudian,
surat penawaran setelah memenuhi syarat, disahkan oleh pejabat
kantor lelang.
- Penawar tidak boleh mengajukan surat penawaran lebih dari satu
kali untuk suatu barang yang sama.
- Untuk dapat ikut serta dalam pelelangan, para penawar diwajibkan
menyetor uang jaminan yang jumlahnya ditetapkan oleh pejabat
lelang, dan uang jaminan tersebut akan diperhitungkan dengan
harga pembelian jika penawar bersangkutan ditunjuk sebagai
pembeli.
- Pembeli tidak boleh menguasai barang yang telah dibelinya
sebelum uang pembelian dilunasi sesuai dengan akta pemindahan
hak atas barang yang digadaikan.

Selanjutnya, akta pemindahan hak atas saham atau salinannya disampaikan


kepada Perseroan yang mengeluarkan saham berkaitan, dan Direksi
Perseroan wajib mencatat pemindahan hak atas saham tersebut dalam
DPS/Daftar Khusus dan memberitahukan perubahan susunan pemegang
saham itu kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia paling lambat
30 (tiga puluh) hari sejak pencatatan pemindahan hak untuk dicatat dalam
Daftar Perseroan Terbatas (Pasal 56 UPT 2007).
Penulis menyarankan supaya kalimat pertama Pasal 1155 KUH Perdata
dirumuskan kembali sebagai berikut.

”Jika debitor/pemberi gadai cidera janji setelah tenggang waktu yang


ditentukan lampau, atau jika tidak ditentukan suatu tenggang waktu,
setelah diberikan peringatan untuk membayar, kreditor/pemegang
gadai oleh Undang-Undang diberi hak untuk melaksanakan gadai
atas kewenangannya sendiri (“parate executie”) dengan cara menjual
barang yang digadaikan di muka umum (lelang) menurut kebiasaan
setempat dengan syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 11

Isi1-ok.indd 11 12/13/2010 11:19:33 PM


untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga
dan semua biaya yang berkaitan dengan eksekusi tersebut, dari
pendapatan penjualan barang yang digadaikan.”

Debitur/pemberi gadai dan kreditur/pemegang gadai dapat membuat


perjanjian bahwa apabila debitur/pemberi gadai cidera janji, gadai dapat
dilaksanakan dengan perantaraan/izin hakim.

2. Eksekusi Gadai dengan Perantaraan/Izin Hakim


Kalimat pertama Pasal 1156 KUH Perdata menentukan bahwa dalam segala
hal, jika debitor/pemberi gadai cidera janji, kreditor dapat menuntut di
hadapan Pengadilan (in rechten vorderen) agar
a. benda yang digadaikan dapat dijual menurut cara yang ditentukan
oleh hakim untuk dapat melunasi utang debitor beserta bunga dan
biaya, atau
b. atas tuntutan kreditor, hakim dapat mengabulkan permohonan
kreditor agar barang yang digadaikan tetap berada pada kreditor,
untuk suatu jumlah yang ditetapkan oleh hakim dalam putusannya,
sampai sejumlah utang debitor beserta bunga dan biaya.

Tentang penjualan benda yang digadaikan, kreditor wajib memberitahukan


debitor/pemberi gadai selambatnya pada hari berikutnya jika ada hubungan
pos harian atau telegraf, atau jika tidak, dengan pos yang berangkat
pertama.
Proses di Pengadilan yang ditempuh sesuai dengan Pasal 1156
KUH Perdata harus dilakukan dengan cara mengajukan permohonan.
Walaupun diajukan dengan cara mengajukan permohonan (bukan dengan
mengajukan gugatan), karena terdapat kepentingan debitor dan pemberi
gadai, debitor dan pemberi gadai sebagai pihak yang berkepentingan
harus didengar oleh hakim dalam persidangan.
Berdasarkan Pasal 1156 KUH Perdata dengan cara mengajukan
permohonan kepada hakim, kreditor/pemegang gadai dapat mohon
supaya hakim menetapkan bahwa eksekusi gadai dapat dilakukan melalui
penjualan di bawah tangan (private sale), dengan syarat dan ketentuan yang
ditetapkan hakim dengan adil sehingga kreditor tidak dapat menentukan
harga dengan semena-mena, atau hakim juga dapat menetapkan bahwa
benda yang digadaikan itu diperbolehkan tetap dipegang pemegang

12 Perspektif Penjelas
Dokumen Internasional

Isi1-ok.indd 12 12/13/2010 11:19:33 PM


gadai, dengan membeli sendiri benda yang digadaikan itu, dengan harga
yang ditetapkan oleh hakim.
Di halaman 16 alinea kedua Laporan Literatur, LKHP mengemukakan
pendapat Sdr. Fred B.G. Tumbuan sebagai ahli dalam kasus Beckkett Pte.
Ltd. versus Deutsche Bank AG dan PT Dianlia Setyamukti di High Court of
the Republic of Singapore, sebagai berikut:

“Dalam hal pemberi dan pemegang gadai telah secara eksplisit


sepakat di antara mereka tentang suatu cara penjualan
barang gadai selain melalui lelang, salah satu hal yang harus
diperhatikan adalah dalam hal perjanjian tersebut telah dibuat
terlebih dahulu bahwa perjanjian tersebut menjadi dasar
permohonan pemegang gadai kepada hakim untuk dikeluarkan
suatu penetapan atau perintah hakim yang menyatakan bahwa
pemegang gadai, dapat melaksanakan penjualan dengan cara
tersebut.”

Jadi, meskipun antara pemberi gadai dan pemegang gadai sudah


ada persetujuan tentang penjualan gadai tidak dengan lelang (private),
penjualan tidak dengan lelang hanya dapat dilakukan setelah ada penetapan
hakim (Pasal 1156 KUH Perdata).
Penulis menyarankan supaya kalimat pertama Pasal 1156 KUH Perdata
dirumuskan kembali sehingga pada pokoknya berbunyi sebagai berikut:
“Dalam hal debitor/pemberi gadai cidera janji, kreditor/pemegang gadai
dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri, supaya
hakim menetapkan cara eksekusi gadai melalui penjualan di bawah tangan
(tidak melalui lelang) dengan syarat dan ketentuan yang ditetapkan
oleh hakim dengan adil, untuk melunasi seluruh kewajiban debitor
kepada kreditor, atau hakim juga dapat menetapkan bahwa benda yang
digadaikan diperbolehkan tetap ada pada pemegang gadai dengan cara
pemegang gadai sendiri membeli barang yang digadaikan dengan harga
yang ditetapkan hakim dalam penetapannya.”

C. Persoalan Jika Debitor Belum Membayar Lunas Utangnya, Tetapi


Perjanjian Gadai Saham Sudah Berakhir
Di halaman 24 butir 2 dan halaman 25 Laporan Peraturan Perundangan, serta di
halaman 24 butir 2 dan halaman 25 Laporan Putusan, disebut Isu Hukum sebagai
berikut:

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 13

Isi1-ok.indd 13 12/13/2010 11:19:33 PM


“Ketika utang debitor belum lunas dibayar dan jangka waktu
perjanjian gadai sahamnya terbatas, apakah kreditor dalam
memperpanjang perjanjian gadai saham tersebut harus
dilakukan dengan persetujuan pemberi gadai atau cukup dengan
pemberitahuan?”

Selanjutnya, dalam Laporan Peraturan Perundangan dan Laporan Putusan ditulis:


“Menurut hemat kami, bahwa dalam hal tersebut cukup dengan pemberitahuan saja,
merujuk pada Pasal 49 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Pasal 49 ayat (1) berbunyi sebagai berikut: “Pemindahan hak atas saham atas nama
dilakukan dengan akta pemindahan hak”, dan kemudian dalam Pasal 49 ayat (2), “Akta
pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) atau salinannya
disampaikan secara tertulis kepada Perseroan” sehingga perpanjangan gadai saham
cukup dengan pemberitahuan saja, dan tidak memerlukan persetujuan.”
Di halaman 1 Restatement Eksekusi Gadai Saham, LKHP mengemukakan
kembali pendapatnya bahwa sesuai dengan sifat gadai yang accessoir, selama utang
yang dijamin dengan gadai saham belum dilunasi, untuk memperpanjang gadai
saham tidak diperlukan persetujuan debitor/pemberi gadai, tetapi cukup melalui
pemberitahuan oleh kreditor/pemegang gadai saham kepada debitor/pemberi
gadai saham.

Pendapat penulis adalah sebagai berikut.


Pada praktiknya, hampir tidak pernah terjadi bahwa suatu perjanjian gadai
saham berakhir sebelum utang yang dijaminnya dibayar lunas. Sifat perjanjian
gadai adalah accessoir pada perjanjian utang yang dijaminnya dan biasanya dalam
perjanjian gadai selalu ada ketentuan bahwa selama kewajiban debitor belum lunas
dibayar debitor, perjanjian gadai akan terus berlaku.
Jika seandainya ada kasus perjanjian gadai saham sudah berakhir padahal utang
yang dijaminnya belum lunas dibayar, bagaimana cara memperpanjang perjanjian
gadai saham tersebut?
Dalam UPT 2007 tidak ada pengaturan mengenai cara menggadaikan saham.
Oleh karena itu, penulis merujuk pada ketentuan KUH Perdata.

Pasal 1153 KUH Perdata berbunyi sebagai berikut:


“Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-
surat tunjuk atau surat-surat bawa, diletakkan dengan pemberitahuan

14 Perspektif Penjelas
Dokumen Internasional

Isi1-ok.indd 14 12/13/2010 11:19:34 PM


perihal penggadaiannya, kepada orang terhadap siapa hak yang digadaikan
itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini, tentang hal pemberitahuan tersebut
serta tentang izinnya si pemberi gadai dapat diminta suatu bukti tertulis.”

Dalam Pasal 1153 KUH Perdata, yang dimaksud dengan “orang terhadap siapa
hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan” adalah Perseroan yang mengeluarkan
saham yang digadaikan.
Jadi berdasarkan Pasal 1153 KUH Perdata, jika debitor belum melunasi utangnya
kepada kreditor, tetapi gadai saham yang diberikan oleh pemberi gadai sudah
berakhir, maka jika debitor/pemberi gadai beritikad baik, debitor tersebut harus
memperpanjang berlakunya perjanjian gadai, dan perpanjangan berlakunya gadai
tersebut juga harus diberitahukan secara tertulis oleh debitor/pemberi gadai dan/
atau kreditor/pemegang gadai kepada Perseroan yang mengeluarkan saham yang
digadaikan tersebut.
Dalam hal ini, dapat saja terjadi bahwa Perseroan minta bukti tertulis tentang
perpanjangan perjanjian gadai ini, dan jika debitor mau bekerja sama dengan
cara menegaskan secara tertulis bahwa benar utangnya belum lunas, maka gadai
diperpanjang. Jika pemberi gadai tidak beritikad baik dan tidak setuju memberi
konfirmasi bahwa gadai saham itu diperpanjang berlakunya, maka pihak kreditor
menghadapi persoalan yang pelik.
Kalau Perseroan menerima pemberitahuan perpanjangan gadai saham
dari kreditor/pemegang gadai, dan kemudian debitor membantah/menolak
perpanjangan gadai saham itu, menurut hemat penulis, Perseroan kemungkinan
besar tidak dapat/tidak mau mencatatkan perpanjangan gadai saham. Dalam hal
ini, kreditor dapat kehilangan jaminan berupa gadai saham.
Jadi pada pokoknya, dalam pembuatan perjanjian gadai saham harus dihindari
kemungkinan berakhirnya gadai saham sebelum utang debitor dibayar lunas.
Perpanjangan perjanjian gadai saham tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan Anggaran Dasar Perseroan yang mengeluarkan saham yang digadaikan
itu, dan selanjutnya harus dicatat dalam DPS Perseroan dan/atau Daftar Khusus
Perseroan yang bersangkutan (Pasal 60 UPT 2007).

Dalam Anggaran Dasar Perseroan, kadang-kadang terdapat faktor yang dapat


menghambat penjualan saham yang digadaikan. Misalnya, menurut Pasal 57 ayat
(1) UPT 2007, dalam Anggaran Dasar dapat diatur persyaratan pemindahan hak atas
saham, yaitu
1) keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham lainnya,
dan

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 15

Isi1-ok.indd 15 12/13/2010 11:19:34 PM


2) keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ
Perseroan.

Seandainya terdapat persyaratan seperti dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), dalam
Anggaran Dasar Perseroan yang sahamnya digadaikan, dan kreditor serta pemberi
gadai ingin membuat perjanjian gadai, maka dalam perjanjian gadai saham, kreditor
harus mensyaratkan supaya para pemegang saham lainnya secara tertulis dengan
tegas melepaskan hak untuk membeli saham yang akan digadaikan itu dan mereka
setuju jika debitor/pemberi gadai cidera janji, pemegang gadai dapat melakukan
penjualan saham yang digadaikan tanpa perlu menawarkan terlebih dahulu kepada
pemegang saham lainnya.
Pada praktiknya, dalam perjanjian gadai, kreditor juga mensyaratkan adanya
persetujuan tertulis semua anggota organ Perseroan yang persetujuannya
disyaratkan oleh Anggaran Dasar Perseroan, untuk memberi persetujuan kepada
pemegang gadai untuk menjual saham yang digadaikan dan selama utang debitor
belum terbayar lunas, keanggotaan organ yang bersangkutan tidak dapat diubah
tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu kreditor/pemegang gadai.

D. Isu Hukum Mengenai Gadai Saham dalam Putusan dan Penetapan


Pengadilan
Sayang sekali, penulis hanya menerima Bagan Putusan dan Penetapan Pengadilan,
tanpa disertai Putusan dan Penetapan Pengadilan yang lengkap sehingga pendapat
penulis yang dikemukakan di sini hanya didasarkan atas Putusan dan Penetapan
Pengadilan yang tercantum dalam Bagan Putusan dan Penetapan Pengadilan
tersebut.

Pendapat penulis adalah sebagai berikut.


1. Isu Hukum: “Maksud unsur “kecuali ditentukan lain” dalam Pasal 1155 ayat (1)
KUH Perdata.”
- Penetapan No. 332/Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel s/d Penetapan No. 343/Pdt.P/2001/
PN.Jak.Sel dengan pemohon: Deutsche Bank Aktiengesellschaft.
Di halaman 1 Bagan Putusan dan Penetapan Pengadilan ditulis: “Berdasarkan
share pledge agreement, kreditor berhak untuk menjual keseluruhan saham
yang telah digadaikan secara private atau secara “tidak di muka umum”.”
Menurut penulis, “private sale” benda yang digadaikan harus dilakukan
berdasarkan Pasal 1156 KUH Perdata; jadi tidak berdasarkan share pledge
agreement saja.

16 Perspektif Penjelas
Dokumen Internasional

Isi1-ok.indd 16 12/13/2010 11:19:34 PM


2. Isu Hukum: “Maksud unsur “tuntutan (vorderen)” dalam Pasal 1156 KUH
Perdata”.
- Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 s/d Penetapan No.  PTJ.KPT. 04.2005 jo
Penetapan No. 33/Pdt.P/2002/PN.Jaksel s/d Penetapan No. 36/Pdt.P/2002/
PN.Jaksel.
Di halaman 2 Bagan Putusan dan Penetapan Pengadilan ditulis: “Berdasarkan
Pasal 1156 KUH Perdata untuk melakukan eksekusi maka lembaga jaminan
gadai memerlukan Pengadilan.”
Menurut hemat penulis, kata “Pengadilan” seharusnya diartikan “Izin
Pengadilan”.

3. Isu Hukum: “Berakhirnya hak penerima gadai untuk melakukan eksekusi.”


- Putusan MA RI No.115 PK/PDT/2007 jo No. 517/PDT.G/ 2003/PN.JKT.PST.
Di halaman 3 Bagan Putusan dan Penetapan Pengadilan ditulis: “Perjanjian
gadai saham tersebut merupakan perjanjian accessoir. Accessoir, artinya
berlakunya hak gadai atas saham tergantung pada ada atau tidaknya
perjanjian pokok atau hutang piutang, artinya jika perjanjian hutang piutang
sah, maka perjanjian gadai sahamnya sebagai perjanjian tambahan juga sah.
Sebaliknya jika perjanjian hutang piutang tidak sah, maka perjanjian gadai
sahamnya juga tidak sah.”
Menurut penulis, putusan MA RI tersebut sudah tepat karena berdasarkan
Pasal 1150 KUH Perdata, salah satu sifat perjanjian gadai adalah accessoir
pada perjanjian utang-piutang yang dijaminnya.

4. Isu hukum: “Ketika utang belum lunas dan jangka waktu gadai sahamnya
terbatas, apakah kreditor dalam memperpanjang gadai saham harus mendapat
persetujuan pemberi gadai atau cukup dengan pemberitahuan saja?”
- Putusan PK No. 115PK/PDT/2007 jo. No. 517/PDT.G/2003 /PN.JKT.PST.
Di halaman 3 Bagan Putusan dan Penetapan Pengadilan ditulis: “Cukup
dengan pemberitahuan, merujuk pada Pasal 49 ayat (1) Undang-undang No.
1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Ayat (1), bahwa pemindahan hak
atas saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak. Ayat (2), akta
pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau salinannya
disampaikan secara tertulis kepada perseroan sehingga perpanjangan gadai
saham cukup dengan pemberitahuan saja tidak memerlukan persetujuan.”

Pendapat penulis dalam hubungan ini telah diuraikan di halaman 13 Restatement


ini.

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 17

Isi1-ok.indd 17 12/13/2010 11:19:34 PM


Isi1-ok.indd 18 12/13/2010 11:19:34 PM
PERSPEKTIF INTERNASIONAL

PLEDGE IN GENERAL AND PLEDGE


OF SHARES IN PARTICULAR
INCLUDING THE ENFORCEMENT
UNDER NETHERLANDS LAW
Oleh: Dr. Henk Joseph Snijders

A. General Remarks
Pledge (“pand”) is a “dismembered”—also translated as “limited”—security right
provided for in Title 3.9 of the Burgerlijk Wetboek (BW; Dutch Civil Code). The concept
of dismembered or limited right (“beperkt recht”) is described in art. 3:8 BW as one
which is derived from a more comprehensive right encumbered with the dismem-
bered right. The principal right is also called the parental right and the person enti-
tled to the parental right is called the principal entitled person (“rechthebbende”). A
parental right may be both a full right and a dismembered right. Thus, dismembered
rights may exist in “the second degree”. An example is a pledge on a right of usufruct
(“vruchtgebruik”) which in turn is vested on the ownership of a motor car.

Only independent and transferable rights may be parental rights (art. 3:81
para. 1 BW). If the dismembered right is extinguished, the principal right ipso
iure regains its former status.

The qualification of this right as “dismembered” or “limited” (“beperkt”) is quite
misleading, for dismembered rights have a high legal status by their nature. As dis-
membered rights are proprietary rights by definition, they are also absolute rights.
They are effective vis-à-vis everybody. This implies exclusivity first of all: every third
party must refrain from behaviour that disturbs the title-holder to a property in his
use, management or disposal. This exclusivity is done the most justice in the full
rights—ownership (“eigendom”) and other belonging (“toebehoren”). Indeed, seve­
ral dismembered rights may apply to property. If two dismembered rights are cre-
ated on property, the exclusivity of the oldest right prevails, pursuant to the priority

Penjelasan Hukum Eksekusi tentang Gadai Saham 19

Isi1-ok.indd 19 12/13/2010 11:19:34 PM


principle. The effect of a proprietary right on property vis-à-vis third parties implies
that no third party can also create a proprietary right on that property unless ful-
ly subject to the proprietary right that was first in existence (“prior tempore, potior
iure”).
The droit de suite is also a consequence of the absolute nature of proprietary
rights: the title-holder can exercise his right regardless of who is holding the object
of his right. It is also important to note that a person who has a proprietary right
on property may exercise that right in spite of a later attachment of that property
or the bankruptcy of the principal person entitled to that property and can there-
fore separately exercise his proprietary right. For this reason a person with a pro-
prietary right, especially a proprietary security right such as pledge and hypothec
(mortgage), is called a separatist. Thus, the pledgee can, in the event of the debtor’s
bankruptcy or judicial debt rescheduling, exercise his proprietary rights as if there
were no such bankruptcy or judicial debt rescheduling (art. 57 para. 1 Faillissements-
wet (Fw; Bankruptcy Act) resp. art. 57 para. 1 in conjunction with art. 299 para. 3 Fw).
On the other hand it may be mentioned that the pledge is not allowed to use or
to appropriate the pledged property (art. 3:235 BW).
Naturally there are also exceptions in the domestic Netherlands law to the legal
consequences discussed here. They will be discussed later on as far as applicable
to pledge. Now, attention will be paid to a special BW ruling for financial collateral
arrangements (security contracts) for the establishment of a right of pledge, as intro-
duced in the Netherlands on the basis of the Collateral Directive1. This special ruling
has been laid-down in Title 7.2 BW. It applies only to financial security contracts of
which at least one of the parties is a government agency or an agency belonging to
the governmental sector or a financial institution subject to governmental financial
supervision or a similar person (art. 7:52 BW). Furthermore it deals only with pledge
on money (a very strange concept under Netherlands law) or on shares and similar
“transferable securities”: shares and other securities, bonds and other debt instru-
ments traded in the capital market (art. 7:51 BW).
Art. 7:53 BW provides, contrary to Netherlands law in general, that if so stipu-
lated, the pledgee is allowed to use the pledge. Art. 7:54 para. 1 BW states that unless
the financial security contract for the establishment of a right of pledge otherwise
provides, the secured creditor may, when the conditions for execution are met, ap-
propriate such securities and net the value of the securities with the sum due by

1 Directive 2002/47/EC of 6 June 2002.

20 Perspektif Internasional

Isi1-ok.indd 20 12/13/2010 11:19:34 PM


it. This provision forms an exception to the rule that the pledgee is not entitled to
appropriate the pledged property (laid down in art. 3:235 BW). For the case that the
conditions for execution are not met, art. 7:54 BW provides in the third paragraph
that such appropriation is permitted if so agreed and the valuation of such securities
is based on their market value or value on an exchange. As to the enforcement of the
pledged shares, there are also exceptions to the domestic Netherlands law. These
will be dealt with under 4.
Article 3:98 BW is of paramount importance. It states that in principle the provi-
sions relating to the transfer of property apply mutatis mutandis to the establish-
ment, transfer and abandonment of a dismembered right. We will not here discuss
the general provisions on transfer of property, but it may be kept in mind that these
provisions apply mutatis mutandis, except for derogations in the arrangement per-
taining to the pledge itself.
Just like hypothec, pledge is provided for in Title 3.9 BW. The regulation for pledge
and hypothec commences in Title 3.9, with section 1, General provisions. Subse-
quently the right of pledge is provided for (section 3.9.2-3 BW) and, finally hypothec
(section 3.9.4 BW).
Hypothec is a dismembered security right over registered property, pledge is
a dismembered security right over other properties, such as movable things and
debts. Pledge or hypothec can be established for an existing claim as well as for a
future claim (art. 3:231 para. 1, first sentence BW). It can be a claim against the gran-
tor of the pledge or hypothec himself as well as a claim against another person (art.
3:231 para. 1, final sentence BW).
Pledge and hypothec are both dependent rights (art. 3:7 and art. 3:82 BW) and
accessory rights (6:142 BW). This would mean that the security right is extinguished
ipso iure upon the extinction of the secured claim, and that the security right also
by operation of law passes to the person who acquires the debt with which the se-
curity right is attached, as in the event of assignment or subrogation. However, the
law knows exceptions to the dependent nature. This was shown above when it was
established that pledge and hypothec may also be established for future claims, like
a right of pledge and hypothec for a claim arising from a loan agreement at the mo-
ment when the balance of the loan is still nil.
An important legal effect that pledge and hypothec have in common, even
though it has not been arranged in a common general provision but in art. 3:248
BW respectively art. 3:268 BW (see also art. 7:19 BW and art. 461a-b and 490b respec-
tively 461c and 551 para. 5 BRv (Wetboek van Burgerlijke Rechtsvordering; Code of Civil

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 21

Isi1-ok.indd 21 12/13/2010 11:19:34 PM


Procedure)), may be described as the right of summary execution (“parate executie”),
that is to say execution without a judicial or comparable title for enforcement.
Pursuant to art. 57 para. 1 Fw, pledge and hypothec also have in common that
they are unsusceptible to bankruptcy, as pointed out before and explicitly laid down
in the Act for these two proprietary rights. As separatists the pledgee and hypothe-
cary creditor can exercise their rights in principle separately from the bankruptcy;
unlike other creditors they can, if they like, proceed to execution on their own and
take recourse for what is owed to them. However, attention may be drawn to art. 63
(a) Fw, which may cause the pledgee and the hypothecary creditor temporarily not
to enforce their rights to summary execution. Of course it is also possible that the
receiver fully settles the claim secured by pledge or hypothec, as a result of which the
relevant security right is extinguished (art. 58 para. 2 Fw).

B. Types of pledge and their legal consequences


Section 3.9.2 BW provides for four kinds of right of pledge, depending on the ques-
tion on what kind of property the pledge is established and whether it concerns an
undisclosed or public establishment. See art. 3:236 para. 1 BW for the establishment
of a public right of pledge on movable things and on similar property and see art.
3:236 para. 2 BW for a public right of pledge on other property (i.e. personal rights
not to order or bearer, and usufruct on such rights). See art. 3:237 BW for the estab-
lishment of an undisclosed right of pledge on movable things and on similar prop-
erty and see art. 3:239 BW for the establishment of an undisclosed right of pledge
on other property (i.e., again, personal rights not to order or bearer, and usufruct on
such rights). These provisions show that an undisclosed right of pledge may be es-
tablished by an authentic or registered private instrument (the same form of delivery
as for the undisclosed assignment (art. 3:94 para. 3 BW)). A public right of pledge on
a property is established in approximately the same manner as has been provided
for the delivery of the property itself. This is not only evident from art. 3:236 para. 2
BW, but also from art. 3:236 para. 1 BW. However, for the establishment of a pledge
on a movable thing or similar property, the pledgor does not need to give posses-
sion of the property to the pledgee, but only control of the property to him or at
least control of the property to a third person (so another person than the pledgor
and the pledgee), apart from the required endorsement in the event of a pledge of
a right to order.
The importance of the difference between a public and an undisclosed pledge
lies in the existence yes or no of protection against third persons claiming that the

22 Perspektif Internasional

Isi1-ok.indd 22 12/13/2010 11:19:34 PM


pledge was not validly established, arguing that the pledgor lacked the right to dis-
pose of the property. In case of a public pledge this protection is offered indeed to
a pledgee in good faith, whereas an undisclosed pledge does not give such protec-
tion. See art. 3:238 BW for the right of pledge on movable things and similar property
and art. 3:239 para. 4 BW for the pledge of rights not payable to bearer or order.
The difference between a public and an undisclosed pledge on a personal right
also becomes evident when we read art. 3:246 para. 1 BW, which does not grant the
power to collect payment of the debt until notice of the right of pledge has been
given to the pledgee.

C. Pledge on shares in general


Shares are subject to special rules. A distinction must be made between bearer
shares and registered shares. The shares in the capital of a public limited company
(PLC; in Dutch “naamloze vennootschap (NV)”) are either bearer shares or registered
shares (art. 2:82 BW), shares in the capital of a limited liability company, a private
company with limited liability (Ltd.; in Dutch “besloten vennootschap met beperkte
aansprakelijkheid (BV)”), are always registered shares (art. 2:175 BW).
In principle, the general rules on patrimonial law (including the general law on
pledge) apply to the establishment of a pledge on bearer shares (in particular art.
3:98 BW, arts. 3:236 and 237 BW), but there are some particulars to which I shall come
back later.
A different arrangement applies to the establishment of a pledge on registered
shares. A public pledge on registered shares in a public limited company of which
the (depositary receipts of ) shares are listed on the stock exchange, is established
by a private instrument and a written acknowledgement of the pledge by or service
on the public limited company (art. 2:86c, para. 2 BW). An undisclosed pledge on
such registered shares (art. 2:89 para. 6 BW) is established in the same manner as
an undisclosed pledge on other property, notably by a notarial or private registered
instrument (art. 2:86c para. 4 BW). This undisclosed right of pledge may be made
public by acknowledgement by or service on the public limited company (art. 2:89
para. 6 BW), in derogation of art. 3:239 para. 4 BW, which provides for a notification
that requires no prescribed form. A right of pledge on all other registered shares in a
public limited company or a limited liability company can be established by notarial
instrument (arts. 2:86 and 2:196 BW). A registered private instrument does not suf-
fice here, then. All persons involved—the pledgor and the pledge­—­must be parties
to this instrument (art. 2:86 para. 1 BW and 2:196 para. 1 BW). The establishment of

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 23

Isi1-ok.indd 23 12/13/2010 11:19:34 PM


the pledge shall (ipso iure) also have effect as against the company (art. 2:86a para. 1,
first sentence BW and art. 2:196a para. 1, first sentence BW). However, shareholders
rights such as voting can only be invoked by the pledgee after acknowledgement
by or service to the company. See art. 2:86a para. 1, second sentence BW and art.
2:196a para. 1, second sentence BW, thus providing for disclosed respectively public
pledge.
The following special provisions for a right of pledge on shares may be interest-
ing to note as well (even though this paper priMA RIly concerns the enforcement of
pledge on shares). The pledge of registered shares in a public limited company or
a limited liability company may be excluded in the articles of association of a com-
pany (arts. 2:89 para. 1 and 2:198 para. 1 BW), but the pledge of bearer shares may
not be excluded in the articles of association (art. 2:89 para. 1 BW). The shareholder
shall have the right to vote in a general meeting, unless this right is attributed to the
pledgee (arts. 2:89 and 198 BW; see also art. 2:24a BW).
Furthermore, there are special rules applicable to the enforcement of a pledge
on shares, on which more will be said here.

D. Enforcement of pledge on shares


Articles 3:248 BW respectively 3:268 BW give a pledgee respectively a hypothecary
creditor (mortgagee) the right, when the debtor is in default, to sell the pledged or
encumbered property and to have recourse for what is owed to them. As mentioned
before, this right is a right of summary execution, which means that execution can
be effected without any judicial or similar title of enforcement, such as a judicial deci-
sion or a notarial deed. The sale must take place in public, barring judicial permission
for a private sale. See arts. 3:250–251 BW, resp. art. 3:268 BW; see also art. 3:254 BW.
This ruling is mandatory and what is more, it cannot be bypassed by an irrevocable
power of attorney.2
As stated, the sale must take place in public subject to judicial permission for a
private sale. This private sale may be a sale to a third party or the sale in the form of
securities remaining with the pledgee as buyer (3:251 BW). This judicial permission
must be requested (art. 3:251 para. 1 BW provides that it can be granted “op verzoek
van” (at the request of ) the pledgee or the pledgor, so it concerns request proceed-
ings. The permission will usually not be granted ex parte. The general rules for re-
quest proceedings apply (arts. 61 et seq. BRv, particularly arts. 278-279 BRv). Apart

2 HR 1 April 1927, NJ 1927, 601 and Asser/Van Mierlo, Goederenrecht III, Kluwer: Deventer 2003, No.
50.

24 Perspektif Internasional

Isi1-ok.indd 24 12/13/2010 11:19:34 PM


from these legal options, art. 3:251 para. 2 BW provides the pledgee and the pledgor
with the option of agreeing to a manner of sale which deviates from art. 3:250 BW.
If the pledged property is encumbered with a dismembered right or is subject to a
seizure (attachment), then this form of execution ex contractu also requires the co-
operation of the holder of the dismembered right or of the seizor (attachor). It is also
worth mentioning that such an agreement can be concluded in a legally valid man-
ner only after the pledgee has become entitled to proceed to the sale.
It is difficult to underestimate the statutory requirements applicable to enforce-
ment of pledge on shares:
1. there must be a default of the pledgee (art. 3:248 para. 1 BW);
2. if so provided, the court must, upon the demand of the pledgee, determine
that the obligor is in default (art. 3:248 para. 2 BW);
3. unless otherwise stipulated the pledgee must give at least three days no-
tice to the pledgee, to the extent that this is reasonably possible (art. 3:249
BW);
4. after the power to sell has arisen, the sale shall take place in public, subject
to the court’s permission for another way of sale, or a different agreement in
that matter (art. 3:250-251 BW);
5. unless otherwise stipulated, and to the extent that this is reasonably pos-
sible, the pledgee must, no later than on the day following the sale, give
notice of the sale to the pledgor (art. 3:252 BW).

The pledgee must also comply with the restrictions set in the articles of the
company for the disposal and transfer of shares. Admittedly, the right to pledge a
bearer share in a public limited company may not be restricted or excluded by the
articles of association (art. 2:89 para. 1, first sentence BW). Registered shares in a
public limited company may be pledged, unless otherwise provided by the articles
of association (art. 2:89 para. 1, second sentence BW). The provisions of the articles of
association in respect of the disposal and transfer of shares apply to the disposal and
transfer of shares by the pledgee or the transmission of shares to the pledgee, pro-
vided that the pledgee shall exercise all the rights conferred upon the shareholder
in respect of disposal and transfer and shall perform the obligations of the latter in
respect thereof (art. 2:89 para. 5 BW). For the limited liability company, art. 2:195
BW provides a share transfer restriction that extends much further. According to this
article, insofar as the articles of association do not restrict or exclude such right, a
shareholder may transfer one or more of his shares to some of his near relatives, a

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 25

Isi1-ok.indd 25 12/13/2010 11:19:34 PM


co-shareholder and to the company, but in respect of any other transfer the articles
of association must contain restrictions on transfer (art. 2:195 paras. 1-2 BW). Such
restrictions on transfer must provide that the shareholder shall require the approval
of a transfer by a corporate body of the company, designated by the articles, for the
same to be valid (art. 2:195 para. 4 BW with a nuance in art. 2:195 para. 5 BW; see also
art. 2:195 paras. 6-9 BW and art. 2:195a-195b BW). Article 2:198 para. 5 BW provides
that art. 2:195 BW and the provisions of the articles of association in respect of the
disposal and transfer of shares shall apply to the disposal and transfer of shares by
a pledgee or to the transmission of shares to a pledgee, provided that the pledgee
shall exercise all the rights conferred upon the shareholder in respect of disposal and
transfer and shall perform the obligations of the latter in respect thereof. Articles
2:89 and 198 para. 5 BW constitute a lex specialis in respect of art. 3:250-251 BW.3

It is also conceivable that an execution of shares requires a permit or exemption


in accordance with the Wet Toezicht Effectenverkeer (Securities Transactions Supervi-
sion Act).

Furthermore, it is conceivable that in accordance with the Wet op het Financieel


Toezicht (Wft; Financial Supervision Act) a prospectus is required for the public ex-
ecution sale of pledged shares. In this respect there are exemptions, for example
where an offer to fewer than a hundred persons is concerned, not being qualified
investors, or a total equivalent of less than 100.000 euros or a situation in which the
nominal value per security is at least fifty thousand euros (art. 5:3 Wft).4

Then, a brief reference must be made to art. 3:259 BW, which provides for a spe-
cial (statutory) right of pledge for holders of depositary receipts for shares to the
shares for which the depositary receipts have been issued. The third paragraph of
this provision states special rules for the enforcement of such a right of pledge.

Finally it may be noted that in conformity with the Collateral directive art. 7:54
BW provides a special ruling for the enforcement of pledged shares and similar prop-
erty subject to this directive besides the appropriation as discussed under 1. They
may be sold in a market through a professional intermediary or on the stock ex-

3 According to the judge for special provisions of the District Court of Amsterdam, 2 February 2006,
JOR (Jurisprudentie Ondernemingsrecht) 2006, 93. See also Ondernemingskamer Hof Amsterdam 10
March 2003, JOR 2003, 108, HJE Veerbeek, and, for example, Tijdschrift O&F (Onderneming & Fi-
nanciering) 2003 p. 24, W. ten Hove V&O (Vennootschap & Onderneming) 2007, pp. 222-223.
4 See further f.i. Georg van Daal, Executoriaal en conservatoir verhaalsbeslag op aandelen in kapitaal-
vennootschappen en op certificaten daarvan, thesis Rotterdam, Kluwer: Deventer 2008, nos. 105-122
and 226.

26 Perspektif Internasional

Isi1-ok.indd 26 12/13/2010 11:19:34 PM


change if so stipulated (art. 7:54 para.2 BW). If so stipulated, the court may permit
another way for the sale or decide that the pledged properties by way of appropria-
tion remain with the pledgee (as art. 7:54 para. 4 BW states, slightly differing from
the general ruling of art. 3:251 BW).

Altogether, the sale in public of pledged shares is by no means a sinecure and


this is therefore a rare phenomenon in the Netherlands. It occurs regularly that per-
mission is requested for a private sale pursuant to art. 3:251 BW, which is usually
granted, also in view of the fact that the proceeds of a private sale are often much
higher than those of a sale in public. This is true in particular for unlisted shares (for
listed shares art. 3:250 para. 2 BW contains a reasonably practical provision, the gist
of which is that the sale may take place in a market through a professional interme-
diary).

Although the enforcement of a right of pledge on shares is the central topic in


this paper, it must be noted also that a pledgee can benefit a great deal by exercis-
ing his right to vote, provided that he has stipulated a right to vote. This can be very
useful. By means of voting the pledgee can exert his influence on the company and
ask for a transfer of the company or of a company’s subsidiary for instance. It is also
conceivable that he will receive a dividend, provided that the dividend has been
pledged too.

Henk Snijders5 31st March 2010

5 Professor of Civil Law and Civil Procedure at Leiden University, h.j.snijders@law.leidenuniv.nl.

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 27

Isi1-ok.indd 27 12/13/2010 11:19:35 PM


LAPORAN PENELITIAN
Oleh: Lembaga Kajian Hukum Perdata Universitas Indonesia 

A. Gadai Saham Menurut Literatur dan Peraturan Per­


undang-undangan
1. Permasalahan Hukum Mengenai Eksekusi Gadai Saham
Menurut Para Ahli
Terdapat tiga permasalahan hukum utama terkait dengan eksekusi gadai saham,
yaitu sebagai berikut.

J. Satrio dan Fred Tumbuan


Berdasarkan Pasal 1156, penjualan barang gadai dengan cara tertutup/privat
dimungkinkan, tetapi dengan prosedur pemegang gadai mengajukan permo-
honan kepada hakim, meminta hakim untuk mengizinkannya menjual barang
gadai secara tertutup/privat.

R. Subekti, J. Satrio, dan Kartini Mulyadi


Untuk dapat melakukan eksekusi gadai saham dengan melakukan penjualan
secara tertutup/privat maka prosedur yang harus ditempuh oleh kreditur pene-
rima gadai saham adalah dengan mengajukan permohonan untuk mendapat-
kan Penetapan Pengadilan.

H. H. Snijders
Khusus untuk melakukan penjualan secara privat/tertutup, surat kuasa mut-
lak ini tidaklah cukup untuk dapat melakukan penjualan secara tertutup. Se-
bagaimana yang diatur dalam Pasal 1156, untuk dapat melakukan penjualan
secara tertutup, pemegang gadai harus mengajukan permohonan kepada
hakim, meminta hakim untuk mengizinkannya menjual barang gadai secara
tertutup/privat. Surat kuasa mutlak atau irrevocable power of attorney yang isi­
nya debitur memberi kuasa yang tidak dapat ditarik kembali, kepada kreditur
untuk menjual saham-saham yang digadaikan dengan cara dan harga yang
ditentukan oleh kreditur, pada dasarnya tidak dengan sendirinya merupakan
tindakan kepemilikan oleh kreditur Pemegang Gadai sebagaimana yang di­
larang oleh Pasal 1154 KUH Perdata. Akan tetapi, sebaiknya surat kuasa demi-
kian seharusnya tidak dibuat sebelum debitur wanprestasi seperti yang selama

28

Isi1-ok.indd 28 12/13/2010 11:19:35 PM


ini terjadi dalam praktik. Surat Kuasa demikian sebaiknya dibuat setelah debitur
wanprestasi supaya lebih adil bagi para pihak.

2. Permasalahan Hukum Mengenai Eksekusi Gadai Saham yang


Dibahas dalam Tesis-Tesis
a. Bagaimanakah cara mengeksekusi gadai saham?
Kurniawan Catur Andrianto6
Eksekusi gadai saham dapat dilakukan melalui penjualan langsung, penjual­
an melalui lelang, dan penjualan di bursa efek. Terkait penjualan langsung
masih terdapat kesimpangsiuran tentang tata cara eksekusi gadai saham,
khususnya tentang cara penjualan langsung. Perbedaan pendapat terdapat
di kalangan praktisi hukum, yaitu apakah penjualan langsung dapat dilaku-
kan sebagaimana jual beli biasa selama diperjanjikan dalam akta perjanjian
gadai saham ataukah harus melalui penjualan di muka umum (lelang).

b. Apakah eksekusi gadai saham selalu harus melalui lelang umum?


J. Satrio7
Parate eksekusi dilaksanakan melalui penjualan di depan umum agar bisa
didapat harga pasar. Terhadap benda-benda yang setiap hari mempunyai
harga pasar, pelaksanaan eksekusinya tidak perlu melalui lelang.

Dedy Adi Saputra8


Praktik eksekusi gadai saham tidak selalu harus melalui lelang umum. Hal ini
juga dibenarkan oleh Pasal 1155 KUH Perdata. Sifat aanvullend dari keten-
tuan Pasal 1155 KUH Perdata, memberikan kesempatan kepada para pihak
untuk memperjanjikan cara penjualan yang lain, selain penjualan di muka
umum, yaitu setelah debitur wanprestasi, para pihak dapat memperjan-
jikan menjual objek gadai di bawah tangan untuk memperoleh hasil yang
maksimal dan menguntungkan para pihak sehingga diharapkan debitur
dapat melaksanakan kewajibannya membayar hutang kepada kreditur.

6 Tesisnya berjudul “Lelang Eksekusi Atas Gadai Saham PT Terbuka”.


7 Dalam makalahnya yang berjudul “Eksekusi Benda Jaminan Gadai”.
8 Dalam tesisnya yang berjudul “Pelaksanaan Eksekusi Gadai Saham yang Dilakukan Secara Privat
(Private Selling) Menurut Hukum Jaminan” (Analisis Yusidis Eksekusi Gadai Saham PT Swabara Min-
ing Energy dan PT Asminco Bara Utama oleh Deutsche Bank) hlm. 130-131.

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 29

Isi1-ok.indd 29 12/13/2010 11:19:35 PM


Rachmat Soemadipradja9
Dalam praktik, ada tahapan yang harus dilakukan sebelum mengajukan
penetapan eksekusi saham. Sesuai Pasal 1243 KUH Perdata, harus ada per­
nyataan gagal bayar terlebih dahulu yang dilanjutkan dengan pengajuan
somasi. Apabila tidak dipenuhi juga, sudah cukup alasan untuk mengajukan
tagihan. Dalam hal terjadi kegagalan, barulah meminta bantuan pengadil­
an untuk mengeksekusinya. Sepanjang disepakati oleh para pihak, dapat
saja penjualan saham dilakukan tanpa mekanisme lelang.

Ignatius Andy10
KUH Perdata tidak mengatur eksekusi gadai secara terperinci. Namun, ber-
dasarkan KUH Perdata, bila dianalogikan dengan Hak Tanggungan, gadai
saham merupakan hak dari kreditur preference sehingga untuk eksekusi
gadai saham, dapat dilakukan melalui upaya hukum yang istimewa juga
dan tidak harus melalui mekanisme gugatan. Penjualan saham secara pri-
vat adalah hal yang wajar, apalagi dalam kontrak gadai saham yang leng­
kap, selalu dicantumkan klausula itu. Lelang hanya ditujukan sebagai
perlindung­an terhadap debitur untuk mencapai harga tertinggi dari penju-
alan sahamnya. Jadi, sepanjang sudah mendapatkan harga yang tinggi dan
wajar, penjualan saham secara privat tidak akan menjadi persoalan, apalagi
kalau secara kontraktual sudah disepakati. Hampir selalu dikatakan private
sale itu diperbolehkan. Namun, untuk mencoba mendapatkan rasa aman,
kreditur selaku pemegang hak gadai meminta legalisasi, dari penjualan sa-
hamnya dengan cara meminta penetapan.

Harifin A. Tumpa11
Seandainya ada perselisihan antara kreditur dan debitur, eksekusi saham
yang dijaminkan harus menunggu putusan pengadilan yang menyatakan
debitur wanprestasi terlebih dahulu. Oleh karena itu, seandainya ada seng-
keta, kreditur tidak bisa melakukan eksekusi saham dengan berpegang
pada penetapan pengadilan. Setelah dinyatakan wanprestasi, pengadilan
akan menghukum debitur. Pembayarannya itu tidak harus dengan saham
karena dapat juga dilakukan dengan yang lain. Namun demikian, dalam hal
debitur hanya memiliki saham, saham-saham itulah yang harus dijual. Jika

9 Sebagaimana dikutip dalam Tesis Dedy Adi Saputra.


10 Sebagaimana dikutip dalam Tesis Dedy Adi Saputra.
11 Sebagaimana dikutip dalam Tesis Dedy Adi Saputra.

30 Perspektif
Laporan Penelitian
Internasional

Isi1-ok.indd 30 12/13/2010 11:19:35 PM


pemegang gadai setuju untuk dijual maka tidak akan ada masalah. Jadi,
begitu debitur wanprestasi kemudian ia mengatakan untuk menjual sa-
hamnya, hal itu dapat dilakukan. Selain itu, penjualannya juga tidak harus
dilakukan melalui lelang. Akan tetapi, jika para pihak berkeinginan penjual­
an dilakukan melalui lelang maka hal tersebut juga tidak masalah.

J. Satrio12
Kelebihan lain yang diberikan UU kepada kreditur pemegang gadai adalah
diberikannya hak parate eksekusi (Pasal 1155 KUH Perdata). Hak ini diberi-
kan demi UU, tetapi bersyarat: (1) hak itu tidak telah disingkirkan oleh para
pihak; (2) hak tersebut baru ada pada kreditur kalau debitur wanprestasi
yang disyaratkan dalam Pasal 1155 KUH Perdata. Syarat pertama menunjuk-
kan bahwa ketentuan tersebut bersifat menambah (aanvullend), dan kare-
nanya dapat disepakati oleh para pihak untuk disingkirkan. Jadi, hak parate
eksekusi ini ada kalau tidak telah disingkirkan. Hak parate eksekusi ini dapat
dilaksanakan tanpa campur tangan pengadilan, artinya eksekusi selalu pa-
raat di tangan kreditur.

c. Apakah alternatif terbaik eksekusi atas gadai saham?

Kurniawan Catur Andrianto dalam tesisnya yang berjudul “Lelang


Eksekusi Atas Gadai Saham PT Terbuka” menyimpulkan bahwa lelang se-
bagai alternatif eksekusi atas gadai saham merupakan alternatif terbaik
yang memiliki keunggulan, yaitu penjualannya dilakukan di muka umum,
harga yang transparan, memberikan kepastian hukum dan perlindungan
terhadap kepentingan para pihak, baik kreditur, debitur, dan pembeli serta
pihak terkait lainnya, serta mengurangi potensi gugatan dari debitur.

d. Bagaimana cara eksekusi terhadap gadai saham yang belum tercetak


jika debitur wanprestasi?

Siti Chadijah Erna Montez13


Cara eksekusi terhadap gadai saham yang belum tercetak jika debitur wan-
prestasi adalah seperti layaknya jaminan lainnya, yaitu dengan cara lelang.

12 Dalam makalahnya yang berjudul “Eksekusi Benda Jaminan Gadai”.


13 Dalam tesisnya yang berjudul ”Analisis Hukum terhadap Gadai Saham Perseroan Terbatas yang Be-
lum Dicetak Sebagai Barang Jaminan Kredit dalam Akta Notaris”, USU, Tahun 2003.

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 31

Isi1-ok.indd 31 12/13/2010 11:19:35 PM


Eksekusi atas gadai saham ini dilakukan apabila hasil eksekusi atas jaminan
pokok tidak mencukupi untuk membayar hutang debitur kepada kreditur.

e. Sejauh mana pihak pemegang gadai saham dapat mengeksekusi hak-


hak dan kekuasaannya selaku kreditur preferen apabila pemberi gadai
pailit berdasarkan prinsip umum jaminan, berdasarkan pe­ri­­k­atan
yang dituangkan dalam perjanjian gadai saham dan berdasarkan UU
Kepailitan?

Sri Moelyati14
Kewenangan pemegang gadai saham selaku kreditur preferen untuk
mengeksekusi hak-hak dan kekuasaannya apabila pemberi gadai pailit:

1) berdasarkan prinsip umum jaminan (KUH Perdata), kreditur pemegang


gadai saham dapat mengeksekusi hak-hak dan kekuasaannya sebagai
kreditur preferen, kreditur dengan hak separatis dan kreditur dengan
hak parate eksekusi, secara penuh tanpa ada batasan-batasan tertentu,
kecuali mengenai tata cara penjualan yang harus dilaksanakan di muka
umum atau melalui 2 orang pialang di bursa efek;
2) berdasarkan perikatan yang dituangkan dalam perjanjian gadai saham,
kewenangan kreditur pemegang gadai saham biasanya tidak diatur
secara rinci dalam perjanjian gadai saham, tetapi hanya disebutkan
bahwa si pemegang gadai saham berhak untuk menjual saham yang
digadaikan dalam hal si pemberi gadai wanprestasi mengacu pada ke-
tentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
3) berdasarkan UU Kepailitan, kreditur pemegang gadai saham juga dapat
melaksanakan hak-hak dan kekuasaannya sebagai kreditur preferen,
kreditur dengan hak separatis dan kreditur dengan hak parate eksekusi
sebagaimana kewenangannya berdasarkan prinsip umum jaminan,
tetapi dibatasi dengan beberapa aturan, yaitu dengan adanya: (i) masa
penangguhan selama 90 hari setelah adanya putusan pailit, di mana
pemegang gadai saham tidak boleh mengeksekusi/menjual saham
yang digadaikan kepadanya; (ii) jangka waktu selama 2 bulan untuk
melakukan eksekusi/menjual saham yang digadaikan; (iii) hak kurator

14 Dalam tesisnya yang berjudul ”Aspek Hukum Gadai Saham Terkait dengan Kepailitan Pihak Pemberi
Gadai”.

32 Perspektif
Laporan Penelitian
Internasional

Isi1-ok.indd 32 12/13/2010 11:19:35 PM


untuk menuntut agar saham yang digadaikan diserahkan kepada kura-
tor, untuk selanjutnya dijual sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Pasal 169 UU Kepailitan.

f. Apakah untuk melaksanakan hak parate eksekusi untuk melaku-


kan penjualan jaminan gadai secara tertutup, pemegang gadai
perlu mengajukan penetapan kepada PN?

Melisa Juan15
Untuk melaksanakan hak parate eksekusi melakukan penjualan jaminan
gadai secara tertutup, pemegang gadai tidak perlu mengajukan peneta-
pan kepada PN. Bagi kreditur pemegang jaminan gadai apabila debitur
melakukan wanprestasi, sedangkan dalam perjanjian telah diatur bah­
wa eksekusi jaminan gadai boleh dilakukan tanpa melalui pelelangan
umum, pemegang jaminan tidak perlu mengajukan permohonan pe-
netapan kepada PN, cukup dengan parate eksekusi. Apabila debitur
tetap tidak kooperatif, sebagai pemegang gadai oleh Pasal 1156 KUH
Perdata diberi hak untuk mengajukan gugatan perdata di pengadilan
agar barang gadai dapat dijual menurut cara yang ditentukan oleh ha-
kim atau mengajukan gugatan agar barang gadai tetap pada kreditur.

Dedy Adi Saputra sependapat dengan Melisa Juan16


Putusan Pengadilan Tinggi sudah tepat karena telah membatalkan Pe-
netapan Pengadilan Negeri yang menyatakan Pemegang Gadai berhak
dan berwenang menjual saham-saham yang digadaikan. Hal ini berarti
Pengadilan Tinggi Jakarta berpendapat bahwa untuk melakukan ekse-
kusi gadai saham secara privat berdasarkan Pasal 1156, tidak memerlu-
kan Penetapan dari Pengadilan Negeri.

MA RIa Elisabeth Elijana menyatakan pendapat yang berbeda17


Mengutip pendapat Prof. Wiryono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum
Perdata tentang Hak atas Benda dan Prof. Subekti dalam bukunya Pokok-

15 Dalam tesisnya yang berjudul ”Penjualan Jaminan Gadai Saham Berdasarkan Penetapan Pengadilan
Negeri: Analisis Kasus Gadai Saham PT Abu di DBA”.
16 Dalam tesisnya yang berjudul ”Pelaksanaan Eksekusi Gadai Saham yang Dilakukan Secara Privat
(Private Selling) Menurut Hukum Jaminan (Analisis Yusidis Eksekusi Gadai Saham PT Swabara
Mining Energy dan PT Asminco Bara Utama oleh Deutsche Bank).
17 Dalam makalahnya yang berjudul “Eksekusi Barang Jaminan Sebagai Salah Satu Cara Pengembalian
Hutang Debitur”.

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 33

Isi1-ok.indd 33 12/13/2010 11:19:35 PM


Pokok Hukum Perdata halaman 81, serta pendapat MA RI dalam buku
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku I MA RI
Agustus 1993 hlm. 63 No. 31b, menurutnya eksekusi langsung parate
eksekusi yang diatur dalam Pasal 1155-1156 KUH Perdata dengan seizin
Hakim, penggunaan Pasal 1156 KUH Perdata cukup ditempuh dengan
permohonan kepada Ketua/Hakim Pengadilan yang berwenang, yang
menghasilkan penetapan.

g. Apakah pemberi dan pemegang gadai saham dapat memperjan-


jikan mengenai persetujuan bahwa pemegang gadai akan dapat
secara langsung melakukan eksekusi gadai saham melalui penjual­
an saham secara tertutup atau bawah tangan, dalam hal debitur
melakukan tindakan wanprestasi (cidera janji) terhadap pemegang
gadai selaku kreditur?

Ivan Lazuardi Suwana18


Persetujuan atau kesepakatan mengenai pelaksanaan eksekusi gadai
saham melalui penjualan secara tertutup hanya dapat dilakukan sete-
lah debitur wanprestasi karena dalam keadaan demikian debitur dan
kreditur berada dalam posisi yang seimbang untuk memberikan peni-
laian mengenai cara penjualan yang paling menguntungkan bagi para
pihak sehingga penjualan saham secara tertutup dapat dipastikan me­
rupakan solusi untuk memperoleh hasil penjualan yang terbaik untuk
dipergunakan dalam pelunasan hutang debitur kepada kreditur.

3. Permasalahan Hukum Mengenai Gadai Saham Menurut Kajian


Literatur dan Peraturan Perundang-undangan
Terdapat tiga permasalahan hukum utama yang dikaji, yaitu sebagai berikut.

a. Apakah ketentuan eksekusi gadai saham dalam KUH Perdata mem-


benarkan eksekusi gadai dilakukan secara private tanpa melalui
kantor lelang?

18 Dalam tesisnya yang berjudul ”Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Eksekusi Gadai Saham Melalui
Penjualan Secara Tertutup (Studi Kasus Eksekusi Gadai Saham PT Ongko Multicorpora).

34 Perspektif
Laporan Penelitian
Internasional

Isi1-ok.indd 34 12/13/2010 11:19:35 PM


1) Penjualan Harus Melalui Lelang

Mariana Sutadi19
Menurut Pasal 1155 dan 1156 KUH Perdata, barang gadai harus di-
jual melalui lelang. Selanjutnya berdasarkan Pasal 1156, pemegang
gadai harus mengajukan gugatan dan menggugat debitur untuk
memperoleh putusan sebelum mengeksekusi gadai saham terse-
but.

2) Penjualan Boleh Secara Tertutup

J. Satrio dan Fred Tumbuan menyatakan pendapat ber-


beda dengan Mariana Sutadi
Pasal 1156 adalah aturan hukum yang memaksa (dwingend recht)
yang tidak dapat dikesampingkan oleh para pihak. Ketentuan ini
adalah hak yang dimiliki oleh pemegang gadai sekaligus persyarat­
an gadai. Setiap pemegang gadai mempunyai hak untuk meminta
hakim untuk menentukan cara menjual barang gadai selain mela-
lui lelang.
Dalam hal pemberi gadai dan pemegang gadai tidak menca-
pai kese­pakatan mengenai alternatif cara menjual selain mela-
lui lelang, masih berdasarkan Pasal 1156, pemegang gadai dapat
meminta hakim untuk mengizinkannya menjual barang gadai
dengan cara private.

Fred B.G. Tumbuan20


Dalam hal pemberi dan pemegang gadai telah secara eksplisit
sepakat di antara mereka tentang suatu cara penjualan barang
gadai selain melalui lelang, berikut ini hal-hal yang harus diperha-
tikan.
a) Perjanjian tersebut diperbolehkan berdasarkan Pasal 1155
dan 1156 KUH Perdata.

b) Sejak pemberi gadai wanprestasi, berdasarkan Pasal 1156


paragraf 1, pemegang gadai tetap harus meminta penetap­
an hakim untuk mengizinkan cara penjualan alternatif
tersebut.

19 Makalah Beberapa Penyelesaian Permasalahan oleh Pengadilan Menurut UU No. 40 Th. 2007.
20 Dalam kasus Beckket PTE LTD.

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 35

Isi1-ok.indd 35 12/13/2010 11:19:35 PM


c) Dalam hal perjanjian tersebut telah dibuat terlebih dahulu,
perjanjian tersebut menjadi dasar permohonan pemegang
gadai ke hakim untuk suatu penetapan atau perintah hakim
yang menyatakan bahwa pemegang gadai dapat melak-
sanakan penjualan dengan cara tersebut.

Dedy Adisaputra21
Adalah sah untuk menjual gadai saham secara privat, namun harus
dilakukan dengan melibatkan debitur setelah terjadi wanprestasi.

Pendapat LKHP

Terkait permasalahan hukum ini, LKHP mempunyai pendapat yang


sama dengan J. Satrio dan Fred Tumbuan, berdasarkan Pasal 1156,
penjualan barang gadai dengan cara private dimungkinkan, tetapi
dengan prosedur pemegang gadai mengajukan permohonan
kepada hakim, meminta hakim untuk mengizinkannya menjual
barang gadai secara tertutup/privat.

3) Jika eksekusi secara private, yaitu tanpa melalui kantor lelang


dibenarkan, bagaimana prosedur yang harus ditempuh oleh
kreditur penerima gadai saham, apakah melalui prosedur per-
mohonan ataukah harus melalui prosedur gugatan?

Terdapat perbedaan pendapat, ada yang menyatakan cukup dengan mengajukan


permohonan penetapan, namun ada juga yang menyatakan harus melalui prosedur
gugatan.

a) Mengajukan Permohonan Penetapan

Wirjono Prodjodikoro22
Menurut Pasal 1156 B.W. pemegang gadai dapat menempuh jalan lain,
yaitu meminta kepada Hakim, supaya Hakim menetapkan cara bagai-
mana penjualan itu harus dilakukan, atau supaya barangnya ditetapkan
oleh Hakim menjadi milik si pemegang gadai selaku pembayaran hu-
tang, seluruh atau sebagiannya.

21 Tesis Eksekusi Gadai Saham yang Dilakukan Secara Privat.


22 Hukum Perdata tentang Hak atas Benda, hlm. 158.

36 Perspektif
Laporan Penelitian
Internasional

Isi1-ok.indd 36 12/13/2010 11:19:36 PM


Prof. Subekti menyatakan pendapat yang senada23
Pasal 1156 ayat (1) mensyaratkan agar pemegang gadai mengajukan
penetapan pengadilan.

J. Satrio24
Sebagai tambahan dari hak untuk menjual, pemegang gadai dalam hal
debitur wanprestasi, dapat meminta penetapan hakim untuk menetap-
kan cara penjualan benda gadai.

J. Satrio25
Pasal 1156 ayat (1) BW memberikan sarana agar kreditur bisa:

● minta agar pengadilan menetapkan suatu cara penjualan benda


gadai yang bersangkutan;
● mohon agar kreditur, dengan perhitungan sejumlah uang yang
ditetapkan oleh Pengadilan, boleh memiliki benda gadai.

Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya26 sependapat de­


ngan J. Satrio di atas
Pasal 1156 KUH Perdata memberikan mekanisme penjualan benda
gadai berdasarkan Penetapan Pengadilan.

Maria Elisabeth Elijana27


Eksekusi langsung parate eksekusi yang diatur dalam Pasal 1155-1156
KUH Perdata dengan seizin Hakim maka penggunaan Pasal 1156 KUH
Perdata cukup ditempuh dengan permohonan kepada Ketua/Hakim
Pengadilan yang berwenang, yang menghasilkan Penetapan.

23 Pokok-Pokok Hukum Perdata, hlm. 81.


24 Buku Hukum Jaminan, Hak-Hak Kebendaan, hlm. 126.
25 Makalah Eksekusi Benda Jaminan Gadai,” hlm. 7-8.
26 Hak Istimewa, Gadai dan Hipotik, hlm. 198.
27 Makalah ”Eksekusi Barang Jaminan Sebagai Salah Satu Cara Pengembalian Hutang Debitur” hal yang
isinya sependapat dengan Prof. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum Perdata tentang Hak atas
Benda dan Prof. Subekti dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata serta pendapat MA RI dalam
Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku I MA RI Agustus 1993 hlm. 63
No. 31b.

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 37

Isi1-ok.indd 37 12/13/2010 11:19:36 PM


b) Mengajukan Gugatan

Mariana Sutadi28
Berdasarkan Pasal 1156, pemegang gadai harus mengajukan gugatan
dan menggugat debitur untuk memperoleh putusan sebelum mengek-
sekusi gadai saham tersebut.

M. Yahya Harahap29
Eksekusi dari suatu kebendaan harus dilakukan di bawah pengawasan
Ketua Pengadilan Negeri. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas
tersebut, Ketua Pengadilan Negeri mempunyai kewenangan diskresi
berdasarkan Penetapan atau Putusan.

Melissa Juan30
Apabila debitur tetap tidak kooperatif maka sebagai pemegang gadai
oleh Pasal 1156 KUH Perdata diberi hak untuk mengajukan gugatan per-
data di pengadilan agar barang gadai dapat dijual menurut cara yang di-
tentukan oleh hakim atau mengajukan gugatan agar barang gadai tetap
pada kreditur. Oleh karena itu, ia menyimpulkan bahwa Penetapan PN
Jak Sel dalam kasus Gadai Saham PT Abu di DBA bertentangan dengan
Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan yang
melarang bila dalam penetapan tersebut menetapkan beberapa orang
sebagai pemilik atau mempunyai hak atas suatu barang.

H. H. Snijders31
Persyaratan untuk dapat mengeksekusi gadai saham berdasarkan Bur-
gerlijk Wetboek Belanda yang baru adalah sebagai berikut.

1) Pemberi Gadai telah wanprestasi (art.3:248 para. 1 NBW).


Pengadilan berdasarkan permohonan dari Pemegang Gadai, ha-
rus telah memutuskan bahwa Pemberi Gadai telah wanprestasi.
(Pasal 3:248 para. 2 NBW).

28 Makalah “Beberapa Penyelesaian Permasalahan oleh Pengadilan Menurut UU No. 40 Th. 2007”, hlm.
13.
29 Buku Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, hlm. 233.
30 Tesis: ”Penjualan Jaminan Gadai Saham Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri: Analisis Kasus
Gadai Saham PT Abu di DBA”, hlm. 70-71.
31 Makalah ”Pledge in General and Pledge of Shares in Particular including the Enforcement under
Netherlands Law“ pada Seminar Eksekusi Saham, Jakarta, 31 Maret 2010, .hlm. 5.

38 Perspektif
Laporan Penelitian
Internasional

Isi1-ok.indd 38 12/13/2010 11:19:36 PM


2) Kecuali diatur sebaliknya, Pemegang Gadai harus memberikan
pemberitahuan paling sedikit 3 (tiga) hari kepada Pemberi Gadai
apabila dimungkinkan dengan batas yang wajar (Pasal 3: 249
NBW).

3) Setelah kewenangan untuk menjual lahir, penjualan akan dilaku-


kan di muka umum, untuk penjualan dengan cara yang lain ha-
nya berdasarkan izin pengadilan, atau perjanjian lain mengenai
hal tersebut (Pasal 3250-251 NBW).

4) Kecuali diatur sebaliknya dan sampai dengan batas yang wajar,


Pemegang Gadai harus, tidak lebih dari sehari setelah dilakukan-
nya penjualan, memberikan pemberitahuan tentang penjualan
tersebut kepada Pemberi Gadai (Pasal 3: 252 NBW).

Lebih lanjut H. H Snijders32 menjelaskan bahwa permohonan


judicial untuk dapat melakukan penjualan secara tertutup/privat harus
diajukan oleh Pemberi Gadai atau Pemegang Gadai, dan hal ini tidak
dapat diterobos dengan adanya surat kuasa mutlak untuk menjual. Bia-
sanya di Belanda, permohonan untuk menjual gadai atas saham secara
privat/tertutup dikabulkan oleh Pengadilan.

Pendapat LKHP

LKHP mempunyai pendapat yang sama dengan pendapat dari Fred B.G.
Tumbuan, Wirjono Prodjodikoro, R. Subekti, J. Satrio dan Kartini Mulyadi
bahwa untuk dapat melakukan eksekusi gadai saham dengan melaku-
kan penjualan secara tertutup/privat maka prosedur yang harus ditem-
puh oleh kreditur penerima gadai saham adalah dengan mengajukan
Permohonan untuk mendapatkan Penetapan Pengadilan.

32 Makalah ”Pledge in General and Pledge of Shares in Particular including the Enforcement under
Netherlands Law“ pada Seminar Eksekusi Saham, Jakarta, 31 Maret 2010, hlm. 5-7.

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 39

Isi1-ok.indd 39 12/13/2010 11:19:36 PM


Pendapat ini berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut.
Kedudukan pemegang gadai sebagai secured creditor berbeda dengan
unsecured creditor. Sebagai unsecured creditor, sebelum mengeksekusi
benda-benda milik debitur, ia harus mengajukan gugatan terhadap de-
bitur ke pengadilan. Unsecured creditor yang menang dalam gugatan-
nya tersebut kemudian dapat meminta Ketua Pengadilan Negeri untuk
mengeluarkan surat penetapan eksekusi. Di pihak lain, Undang-Undang
mempermudah secured creditor untuk mengeksekusi hak-haknya.
Sebagai contoh bagi Pemegang Hipotek, berdasarkan Pasal 224 HIR
dapat mengeksekusi tanpa harus memiliki putusan pengadilan yang
menghukum debitur untuk membayar hutang tersebut. Dalam hal ini,
Pemegang Hipotek tidak perlu mengajukan perkaranya ke Pengadilan
sebagai Penggugat dan menggugat debitur sebagai Tergugat. Peme-
gang Hipotek hanya perlu mengajukan permohonan agar Pengadilan
mengeluarkan Penetapan eksekusi dan selanjutnya melakukan pen-
jualan melalui lelang. Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 1178 KUH Per-
data, Pemegang Hipotek dapat membuat perjanjian dengan debitur
untuk melakukan penjualan di depan umum atau lelang tanpa perin-
tah pengadilan. Prosedur yang sama dapat juga dilihat dalam Pasal 20
dari UU Hak Tanggungan bahwa pemegang Hak Tanggungan cukup
dengan mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mengeluarkan
Penetapan eksekusi atau sebagai alternatif lain, berdasarkan perjanjian
antara Pemberi dan Pemegang Hak Tanggungan dimungkinkan untuk
melakukan penjualan di muka umum atau lelang tanpa perintah/pe-
netapan pengadilan. Lebih lanjut eksekusi dari Hak Tanggungan dapat
dilakukan dengan penjualan tertutup selama didasarkan pada perjan-
jian antara Pemberi dan Pemegang Hak Tanggungan untuk mempero-
leh harga terbaik. Selanjutnya, Pasal 29 UU Fiducia juga mempermudah
prosedur eksekusi. Kreditur Pemegang Fiducia dapat mengeksekusi
benda yang dijaminkan hanya dengan mengajukan permohonan me-
minta Pengadilan untuk mengeluarkan Penetapan Eksekusi dan untuk
melakukan penjualan di muka umum melalui lelang. Pemegang Fidu-
cia juga dapat membuat perjanjian dengan debitur untuk mengekse-
kusi benda yang dijaminkan melalui lelang tanpa penetapan Pengadil­
an. Selain itu, Pemegang Fiducia juga dimungkinkan untuk melakukan
penjualan tertutup atas benda yang dijaminkan untuk mendapatkan
harga terbaik.

40 Perspektif
Laporan Penelitian
Internasional

Isi1-ok.indd 40 12/13/2010 11:19:36 PM


Sebagai perbandingan, Burgerlijk Wetboek Belanda yang baru mengatur mengenai
eksekusi gadai sebagai berikut.

Pasal 249
1. Dalam hal debitur wanprestasi dalam membayar hutang yang
mana gadai menjadi jaminan pembayarannya, Pemegang Gadai
mempunyai hak untuk menjual benda gadai dan untuk melakukan
tindakan untuk mendapatkan pengembalian atas apa yang dimi-
likinya.
2. Para Pihak dapat menentukan bahwa tiada penjualan akan dilaku-
kan sampai dengan hakim, atas permohonan Pemegang Gadai,
menyatakan bahwa debitur wanprestasi.

Pasal 251 (3.9.2.12)


1. Kecuali diatur lain, Ketua Pengadilan Negeri dapat menentukan,
atas permintaan Pemegang Gadai atau Pemberi Gadai, bahwa
benda gadai akan dijual dengan cara yang berbeda dari ketentuan
sebelumnya; atas permintaan dari Pemegang Gadai, Ketua Penga-
dilan Negeri dapat pula menentukan bahwa benda gadai dapat
dimiliki oleh Pemegang Gadai sebagai pembeli atas jumlah yang
ditentukan olehnya.

c) Apakah pembuatan surat kuasa mutlak (irrevocable power of attor-


ney), substansinya merupakan tindakan kepemilikan oleh kreditur
penerima gadai yang dilarang oleh Pasal 1154 KUH Perdata?

J. Satrio33
Pasal 1154 KUH Perdata, tidak dapat diterapkan pada piutang atas nama
termasuk saham atas nama karena nilainya sudah ditetapkan. Sebalik­
nya apabila nilai dari barang gadai ditentukan dari hasil penjualan, ada
kemungkinan kreditur menyalahgunakan kewenangannya dalam me-
nentukan harga.

Fred B.G. Tumbuan


Pasal 1156 yang menyatakan bahwa hakim menetapkan nilai dari
barang gadai tidak dapat berlaku apabila pemegang gadai bermaksud

33 Dalam bukunya Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan.

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 41

Isi1-ok.indd 41 12/13/2010 11:19:36 PM


untuk menjual barang gadai kepada pihak ketiga selain melalui lelang.
Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hal barang
gadai merupakan saham atas nama maka tidak ada pelarangan untuk
membuat surat kuasa mutlak untuk menjual dan hal ini tidak termasuk
menjadi pemilik barang gadai.

Fred B.G. Tumbuan34


Dalam hal pemberi dan pemegang gadai telah secara eksplisit sepakat di
antara mereka tentang suatu cara penjualan barang gadai selain mela-
lui lelang, salah satu yang harus diperhatikan adalah dalam hal perjan-
jian tersebut telah dibuat terlebih dahulu, perjanjian tersebut menjadi
dasar permohonan pemegang gadai ke hakim untuk suatu penetapan
atau perintah hakim yang menyatakan bahwa pemegang gadai dapat
melaksanakan penjualan dengan cara tersebut.

Jebul Jatmiko35
Bank lebih menyukai cash collateral atau jaminan tunai yang diikat
secara Gadai sebagai jaminan pemberian kredit. Untuk keperluan ek-
sekusi, debitur memberikan Bank surat kuasa yang tidak dapat ditarik
kembali untuk mencairkan cash collateral atau jaminan tunai tersebut.

Nurin Asriyatun36
Berdasarkan Surat Kuasa yang tidak dapat ditarik kembali, Bank mem-
punyai kewenangan untuk mencairkan rekening deposito yang di-
gadaikan apabila debitur wanprestasi.

Dedy Adisaputra37
Adalah sah untuk menjual gadai saham secara privat, namun demikian
harus dilakukan dengan melibatkan debitur setelah terjadi wanprestasi.

34 Dalam Pendapat sebagai Saksi Ahli dalam kasus antara Beckkett PTE LTD vs Deutsche Bank AG dan
PT Dianlia Setyamukti di High Cout Rep of Singapore.
35 Tesis: “Penggunaan Cash Colateral (Jaminan Tunai) sebagai Upaya Pengamanan Pemberian Kredit di
Perbankan”.
36 Tesis: “Pelaksanaan Gadai Deposito Berjangka pada PT Bank Negara Indonesia (Persero) TBK Kantor
Wilayah 05 Semarang”.
37 Tesis “Eksekusi Gadai Saham yang Dilakukan Secara Privat”.

42 Perspektif
Laporan Penelitian
Internasional

Isi1-ok.indd 42 12/13/2010 11:19:36 PM


H. H. Snijders38
Permohonan judicial untuk dapat melakukan penjualan secara tertu-
tup/privat harus diajukan oleh Pemberi Gadai atau Pemegang Gadai,
dan hal ini tidak dapat diterobos dengan adanya surat kuasa mutlak
untuk menjual.

Pendapat LKHP
LKHP berpendapat bahwa surat kuasa mutlak atau irrevocable power
of attorney yang isinya debitur memberi kuasa yang tidak dapat di-
tarik kembali, kepada kreditur untuk menjual saham-saham yang di-
gadaikan dengan cara dan harga yang ditentukan oleh kreditur, pada
dasarnya tidak dengan sendirinya merupakan tindakan kepemilikan
oleh kreditur penerima gadai sebagaimana yang dilarang oleh Pasal
1154 KUH Perdata. Akan tetapi, sebaiknya surat kuasa demikian seha-
rusnya tidak dibuat sebelum debitur wanprestasi seperti yang selama
ini terjadi dalam praktik. Surat Kuasa demikian sebaiknya dibuat setelah
debitur wanprestasi supaya lebih adil bagi para pihak. LKHP sependa-
pat dengan H. H. Snijders bahwa khusus untuk melakukan penjualan se-
cara privat/tertutup, surat kuasa mutlak untuk mutlak ini tidaklah cukup
untuk dapat melakukan penjualan secara tertutup. Sebagaimana diatur
dalam Pasal 1156, maka untuk dapat melakukan penjualan secara tertu-
tup, pemegang gadai harus mengajukan permohonan kepada hakim,
meminta hakim untuk mengizinkannya menjual barang gadai secara
tertutup/privat.

B. Gadai Saham Menurut Putusan Pengadilan


1. Latar Belakang Munculnya Lembaga Gadai Saham
Kegiatan ekonomi (bisnis) membutuhkan modal untuk dapat bergerak. Begitu pula
perusahaan yang merupakan bagian dari kegiatan ekonomi, membutuhkan modal
untuk menjalankan usahanya. Dana diperoleh dari pemilik perusahaan itu sendiri
maupun dari hutang, atau dapat dikatakan bahwa sumber dana perusahaan dapat

38 Makalah ”Pledge in General and Pledge of Shares in Particular including the Enforcement under
Netherlands Law” pada Seminar Eksekusi Saham, Jakarta, 31 Maret 2010, .hlm 5.

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 43

Isi1-ok.indd 43 12/13/2010 11:19:36 PM


berasal dari intern maupun ekstern. Salah satu alternatif pendanaan ekstern adalah
dengan menawarkan saham pada pasar modal.

2. Arti Gadai, Saham, dan Gadai Saham


Saham pada dasarnya merupakan benda bergerak. Oleh karena itu, saham juga
memberikan hak kebendaan, yaitu dapat memberikan kenikmatan langsung terha-
dap suatu benda dan dapat dipertahankan kepada semua orang. Saham juga dapat
dijadikan jaminan atau agunan atas suatu hutang, di mana dalam konstruksi hukum
perdata dikenal dengan istilah gadai saham.
Gadai merupakan salah satu bentuk pembebanan terhadap benda milik deb-
itur yang meminjam dana di perbankan. Objek gadai, berdasarkan ketentuan Pasal
1150 KUH Perdata, gadai dapat dibebankan atas barang bergerak yang berwujud
maupun yang tidak berwujud. Syarat sahnya gadai berdasarkan ketentuan Pasal
1152 KUH Perdata adalah benda yang menjadi objek gadai harus dilepaskan dari
kekuasaan debitur (inbezitstelling) dan penguasaannya diserahkan kepada kreditur
atau pihak ketiga. Hal inilah yang menyebabkan gadai terhadap benda bergerak
berwujud menjadi kalah populer dibandingkan gadai saham (benda bergerak tidak
berwujud).
Di samping penjelasan tersebut, perihal saham yang dapat dijadikan jamin­
an kebendaan pun telah diatur. Pasal 61 Undang-Undang Pasar Modal mengatur
bahwa saham yang diperdagangkan pada bursa efek dapat juga dijadikan sebagai
jaminan atas suatu hutang, yaitu apabila saham yang termaksud ditempatkan pada
suatu penitipan kolektif.39 Kemudian, kebolehan ini juga diatur dalam Surat Keputus­
an Direksi Bank Indonesia No. 24/32/KEP/DIR tertanggal 12 Agustus 1991 dan Surat
Edaran Bank Indonesia No. 24/1/UKU/ tertanggal 12 Agustus 1991.40

3. Urgensi Restatement tentang Gadai Saham


Di antara keungulan tersebut, gadai saham pada praktiknya menimbulkan permasa-
lahan hukum, khususnya dalam pengeksekusiannya. Hal tersebut ditandai dengan
beragamnya putusan mengenai eksekusi gadai saham yang dihasilkan oleh peng­
adilan, khususnya Mahkamah Agung Republik Indonesia. Hal ini menggambarkan
belum ada kesamaan penafsiran terhadap eksekusi gadai saham di Indonesia.

39 Lihat Pasal 61 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dikatakan bahwa efek dalam
penitipan kolektif, kecuali efek atas rekening reksadana, dapat dipinjamkan atau dijaminkan.
40 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Uta-
ma, 2001, hlm. 292.

44 Perspektif
Laporan Penelitian
Internasional

Isi1-ok.indd 44 12/13/2010 11:19:36 PM


Tentunya, perbedaan-perbedaan penafsiran inilah yang nantinya dalam praktik
menimbulkan ketidakpastian hukum. Apabila ini dibiarkan berlarut-larut, akan me­
nurunkan tingkat kepastian hukum berinvestasi di Indonesia.
Penelitian tentang eksekusi gadai saham penting untuk dilaksanakan setidak-
tidaknya karena tiga alasan sebagai berikut.

Pertama, sampai saat ini ketentuan gadai masih mengacu pada ketentuan yang
diatur dalam KUH Perdata (Burgelijk Wetboek), warisan pemerintah kolonial Be-
landa yang kurang sesuai lagi dengan perubahan dan dinamika bangsa Indo-
nesia. Kedua, terdapatnya multitafsir terhadap ketentuan KUH Perdata, terkait
dengan eksekusi gadai saham menimbulkan ketidakpastian hukum. Pasal 1155
KUH Perdata menyebutkan bahwa

“Apabila oleh para pihak telah tidak diperjanjikan lain, maka si


berpiutang berhak jika si berutang atau pemberi gadai cidera
janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau atau
apabila tidak ditentukan suatu tenggang waktu, setelah di-
lakukannya suatu peringatan membayar, menyuruh menjual
barang gadainya di muka umum ...”.

Ketentuan “telah tidak diperjanjikan lain” menimbulkan multitafsir apakah para


pihak sebelumnya dapat memperjanjikan untuk menjual di bawah tangan apa-
bila debitur wanprestasi dengan tidak melalui penjualan di muka umum atau
dengan diperjanjikan lain maka para pihak melepaskan haknya untuk dapat
melakukan penjualan langsung melalui lelang tanpa bantuan pengadilan yang
dikenal dengan Parate Eksekusi. Berdasarkan penafsiran yang terakhir apabila
hal tersebut yang dipilih, hanya tersedia satu mekanisme eksekusi, yaitu melalui
bantuan pengadilan berdasarkan Pasal 1156 KUH Perdata.
Kedua, multitafsir berkenaan dengan Pasal 1156 KUH Perdata juga muncul
terkait dengan kata-kata ’penuntutan di muka hakim’ dalam hal debitur cidera
janji. Kata-kata ’penuntutan di muka hakim’ sesuai Pasal 1156 KUH Perdata di-
tafsirkan dalam dua hal. Pertama, mereka yang menafsirkan bahwa yang dimak-
sud dengan ’penuntutan di muka hakim’ adalah melalui upaya hukum gugatan.
Sementara penafsiran kedua, mengartikan ’penuntutan di muka hakim’ sebagai
upaya hukum permohonan dalam hal debitur cidera janji.

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 45

Isi1-ok.indd 45 12/13/2010 11:19:36 PM


Ketiga, dengan ditransaksikannya saham di lantai bursa dengan mekanisme
dan aturannya sendiri, menjadi pertanyaan apakah ketentuan dalam KUH Per-
data masih berlaku. Perbedaan pengaturan dan mekanisme gadai yang berlaku
dalam KUH Perdata dengan ketentuan yang berlaku di lantai bursa menimbul-
kan permasalahan tersendiri tentang keabsahan penjaminan gadai di lantai
bursa.
Berdasarkan penelitian putusan pengadilan, Lembaga Kajian Hukum Per-
data FHUI berpendapat bahwa multitafsir dalam pelaksanaan eksekusi gadai
saham berpangkal pada pemahaman atas Pasal 1155 KUH Perdata dan 1156
KUH Perdata.

4. Pembahasan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Data putusan dan penetapan yang berhasil dikumpulkan oleh LKHP-FHUI adalah
sebagai berikut:

Jumlah Putusan yang


Periode Tahun Putusan
Dikumpulkan

Tahun 1931 = 15 Putusan


Tahun 1932 = 8 Putusan
Yurisprudensi periode 1900–1942
Tahun 1934 = 14 Putusan
Tahun 1936 = 15 Putusan

Yurisprudensi periode 1942–1945 -

Yurisprudensi periode 1950–1964 3 Putusan

Putusan : 34
Yurisprudensi Periode 1964–2009
Penetapan : 20

Putusan : 89
TOTAL
Penetapan : 20

Khusus untuk data putusan periode tahun 1900–1942, data tersebut masih
dalam bentuk Bahasa Belanda. Data diambil dari kumpulan yurisprudensi Belanda
yang tersedia di Pusat Dokumentasi Hukum UI (PDH-UI).
Data yang berhasil dikumpulkan kemudian diolah dan dimasukkan dalam tabel
yang disusun untuk mempermudah penganalisisan data penelitian. Format tabel
penginputan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

46 Perspektif
Laporan Penelitian
Internasional

Isi1-ok.indd 46 12/13/2010 11:19:37 PM


No. Jumlah Putusan yang Dikumpulkan

Nomor Putusan dan Penerapan di Mahkamah


No. putusan/penetapan
Agung yang diinput

Tahun Tahun diputuskan/ditetapkan

Jenis Jenis adalah putusan atau penetapan

Pihak penggugat dan tergugat (gugatan), Pemo-


Para pihak
hon dan termohon (penetapan)

Kasus Kasus Posisi timbulnya permasalahan

Putusan/penerapan pengadilan Isi dari Putusan/petetapan

Norma hukum, Putusan Pengadilan tingkat per-


Keterangan
tama, banding

No. No. Putus Tahun Jenis Para Pihak Kasus Putusan/ Keterangan
Penetapan Penetapan
Penggugat/ Tergugat/ Pengadilan
Pemohon Pemohon

Berikut adalah keterangan terhadap tabel data penginputan:


Berdasarkan data yurisprudensi yang dikumpulkan, khususnya data yurisprudensi
periode 1942–2009 (1900–1942 masih dalam bahasa Belanda), LKHP-FHUI melaku-
kan pemetaan dengan mengelompokkan data yurisprudensi tersebut berdasarkan
materi yang diaturnya. Berikut adalah pemetaan tersebut:

Jenis Putusan Jumlah Putusan

Gadai Tanah 16 yurisprudensi

Gadai Tanah Adat 6 yurisprudensi

Hak Gadai 1 yurisprudensi

Putusan terkait Gadai 2 yurisprudensi

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 47

Isi1-ok.indd 47 12/13/2010 11:19:37 PM


Gadai Umum (akibat Hu- 5 yurisprudensi
kum terhadap barang yang
digadaikan)

Gadai Saham Penetapan:


20 Penetapaan, dengan perincian:
12 penetapan eksekusi
5 penetapan mengenai konfirmasi eksekusi
3 penetapan Pengadilan PT yang membatalkan 12 penetapan
eksekusi

Putusan Pengadilan
4 yurisprudensi

Namun, dari data yang dikumpulkan LKHP-FHUI sebagaimana telah diuraikan dalam
latar belakang memfokuskan pembahasan mengenai eksekusi gadai saham saja.
Berdasarkan isu-isu hukum yang diajukan dalam proposal penelitian serta didukung
dengan data yurisprudensi yang dikumpulkan, LKHP-FHUI setidaknya ada empat
belas kasus penting mengenai gadai saham yang akan dianalisis.

Berikut adalah isu-isu hukum yang merupakan sudut telaah dalam restatement ini.

1) Apakah ketentuan eksekusi gadai saham dalam KUH Perdata membenarkan


eksekusi gadai dilakukan secara private tanpa melalui kantor lelang?
2) Apakah penentuan eksekusi gadai saham secara private atau melalui kantor
lelang harus berdasarkan penetapan/putusan pengadilan?
3) Jika eksekusi secara private, yaitu tanpa melalui kantor lelang dibenarkan,
bagaimana prosedur yang harus ditempuh oleh kreditur penerima gadai
saham, apakah melalui prosedur permohonan ataukah harus melalui prosedur
gugatan?
4) Apakah sebagai perjanjian accesoir, perjanjian gadai saham berakhir ketika
perjanjian pokoknya berakhir?
5) Apakah pembuatan surat kuasa mutlak atau irrevocable power of attorney,
substansinya merupakan tindakan kepemilikan oleh kreditur penerima gadai
yang dilarang oleh Pasal 1154 KUH Perdata?
6) Apakah kreditur penerima gadai harus meminta persetujuan dari debitur
pemberi gadai untuk memperpanjang masa gadai ataukah kreditur penerima
gadai cukup melakukan pemberitahuan (notification) kepada debitur pemberi
gadai?

48
48 Perspektif
Laporan Penelitian
Internasional

Isi1-ok.indd 48 12/13/2010 11:19:37 PM


7) Apakah terdapat perbedaan antara putusan maupun penetapan hakim atas
eksekusi gadai saham dari perseroan yang tertutup dan putusan maupun hakim
atas eksekusi gadai saham dari perseroan yang terbuka?

Bagan Kronologis Perkembangan Aliran Pemikiran/Mahzab Mengenai Gadai


Saham dalam Lingkup Putusan MA RI

No. Isu Hukum Tahun No. Putusan/Penetapan Ringkasan

Maksud dari 2001 Penetapan No. 332/ Berdasarkan share pledge


unsur “ke­cuali Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel agreement, kreditur berhak
ditentukan s/d Penetapan No. 343/ untuk menjual keseluruhan
lain” dalam Pdt.P/2001/PN.Jak. saham yang telah digadaikan
Pasal 1155 Sel dengan pemohon: secara privat atau secara
ayat (1) KUH Deutsche Bank Aktieng- “tidak di muka umum”.
Perdata. esellschaft

2002 Penetapan No. PTJ. Kreditur telah menjual secara


KPT.01.2005 s/d Penetap­ privat gadai saham yang
an No. PTJ.KPT.04.2005 dipegang dengan dasar
jo. Penetapan No. 33/ telah diperjanjikan (memiliki
Pdt.P/2002/PN. Jaksel hak parate eksekusi) namun
s/d Penetapan No. 36/ setelah itu tetap meminta
Pdt.P/2002/PN. Jaksel penetapan dari pengadilan
agar penjualan tersebut
adalah sah.

2007 MA RI No. 115 PK/ Penjualan harus dilakukan


PDT/2007 jo. No. 517/ dengan cara lelang di muka
PDT.G/2003/PN.JKT.PST umum atau dengan cara lain
yang telah ditentukan oleh
Putusan Pengadilan yang
telah berkekuatan hukum
tetap.

2. Maksud dari 2002 Penetapan No. PTJ. Berdasarkan Pasal 1156 KUH
unsur “tuntu- KPT.01.2005 s/d Penetap­ Perdata untuk melakukan
tan (vorderen)” an No. PTJ.KPT.04.2005 eksekusi maka lembaga
dalam Pasal jo. Penetapan No. 33/ jaminan gadai memerlukan
1156 KUH Pdt.P/2002/PN. Jaksel Pengadilan.
Perdata. s/d Penetapan No. 36/
Pdt.P/2002/PN. Jaksel

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 49

Isi1-ok.indd 49 12/13/2010 11:19:37 PM


3. Prosedur apa­ 2002 Penetapan No. PTJ. Prosedur eksekusi objek
kah yang harus KPT.01.2005 s/d Penetap­ jaminan melalui perantaraan
digunakan an No. PTJ.KPT.04.2005 pengadilan adalah mela-
untuk melaku- jo. Penetapan No. 33/ lui permohonan eksekusi
kan eksekusi Pdt.P/2002/PN. Jaksel ter­hadap objek jaminan.
di Pengadil­ s/d Penetapan No. 36/ Dengan demikian, prosedur
an, apakah Pdt.P/2002/PN. Jaksel yang ditempuh tidaklah
prosedur melalui upaya gugatan, tetapi
mengajukan dengan permohonan. Dalam
gugatan atau hal ini, perjanjian gadai
mengajukan saham bersifat accesoir dan
permohonan. merupakan ikutan dari
perjanjian pokoknya hutang
piutang sehingga termasuk
dalam perkara sengketa
yang ada para pihak yang
saling berkepentingan, yaitu
kreditur dan debitur sehingga
seharusnya diajukan dalam
bentuk gugatan.

4. Berakhirnya 2007 MA RI No. 240PK/ Hak mengeksekusi saham


hak penerima PDT/2006 jo 123/ yang digadaikan ada pada
gadai untuk PDT.G/2003/PN.JKT.PST penerima gadai selama
melakukan perjanjian itu masih berlaku.
eksekusi Berakhirnya suatu gadai
bukan harus karena hutang
yang dijamin telah lunas.
Saham-saham terikat sebagai
jaminan hanya
selama jangka waktu yang te-
lah disepakati para pihak dan
bukan sampai seluruh hutang
lunas. Dimungkinkan apabila
suatu perjanjian gadai saham
berakhir tanpa adanya pem-
bebasan/pelunasan hutang
yang dijamin.

2007 MA RI No. 115 PK/ Perjanjian gadai saham terse-


PDT/2007 jo. No. 517/ but merupakan perjanjian
PDT.G/2003/PN.JKT.PST accesoir. Accesoir, artinya ber-
lakunya hak gadai atas saham
bergantung pada ada atau
tidaknya perjanjian pokok
atau hutang piutang, artinya
jika perjanjian hutang piutang
sah maka perjanjian

50
50 Perspektif
Laporan Penelitian
Internasional

Isi1-ok.indd 50 12/13/2010 11:19:37 PM


gadai sahamnya sebagai
perjanjian tambahan juga sah,
seba1iknya jika perjanjian hu-
tang piutang tidak sah maka
perjanjian gadai sahamnya
juga tidak sah.

5. Ketika kewa- 2001 Penetapan 333/ Penjualan seluruh saham


jiban tidak Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel yang digadaikan tanpa perlu
dilaksana- mendapat persetujuan ter-
kan, apakah lebih dahulu.
kreditur dalam
menjual gadai
saham harus
dilakukan de­
ngan persetu-
juan pemberi
gadai?

6. Ketika hutang 2007 Putusan PK Nomor 115 Cukup dengan pemberita-


belum lunas PK/PDT/2007 jo. No. 517/ huan, merujuk pada Pasal 49
dan jangka PDT.G/2003/PN.JKT.PST ayat (1) Undang-Undang No.
waktu gadai 1 tahun 1995 tentang Perse-
sahamnya ter- roan Terbatas. Ayat (1), bahwa
batas, apakah pemindahan hak atas saham
kreditur dalam atas nama dilakukan dengan
memperpan- akta pemindahan hak. Ayat
jang gadai (2), akta pemindahan hak
saham harus sebagaimana dimaksud da-
dilakukan de­ lam ayat (1) atau salinannya
ngan persetu- disampaikan secara tertulis
juan pemberi kepada perseroan sehingga
gadai atau perpanjangan gadai saham
cukup dengan cukup dengan pemberita-
pemberita- huan saja tidak memerlukan
huan? persetujuan.

7. Bagaimana 2008 Putusan Arbitrase Pemer- Meskipun pemberi ga-


perlindungan intah Indonesia Melawan dai tidak berwenang untuk
hak penerima PT Newmont Nusa Teng- menyerahkan gadai tersebut,
gadai ketika gara penerima gadai tetap di­lin­
pemberi ga- dungi (Pasal 1152 Ayat (4)
dai tidak ber- KUH Perdata).
wenang untuk
menggadaikan
sahamnya?

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 51

Isi1-ok.indd 51 12/13/2010 11:19:37 PM


8. Siapa yang 2008 Putusan Arbitrase Pemer- Berdasarkan Pasal 1492 KUH
menurut intah Indonesia Melawan Perdata, Pemerintah Indone-
hukum lebih PT Newmont Nusa Teng- sia dapat menuntut PT NTT
tepat untuk gara sebagai penjual menjalankan
dilindungi, kewajibannya dalam hal pe­
apakah nanggungan dan pemerintah
penerima berhak untuk menerima gadai
gadai saham saham tersebut.
atau pembeli
saham?

9. Bagaimana 2001 Penetapan 332/ Pembeli berhak untuk melak-


dampak pen- Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel sanakan dan menikmati
jualan saham segala hak-hak yang terbit
terhadap dari saham-saham yang
pembeli yang bersangkutan.
beritikad baik?
2007 Penetapan No. 09/2007 Menyatakan bahwa Putusan
Eks PK dalam Kasus PT Aryaputra
Teguharta vs BFI (240PK/
PDT/2006 jo 123/PDT.G/2003/
PN.JKT.PST), adalah non ex-
ecutable. Ketika saham-saham
tersebut telah dijual di pasar
modal meskipun kreditur
kalah, perlindungan terhadap
pihak ketiga yang beritikad
baik tetap diberikan.

1. Apakah eksekusi gadai saham bisa dilakukan secara private tanpa melalui
kantor lelang?
Permasalahan hukum apakah eksekusi gadai saham bisa dilakukan secara pri-
vate tanpa melalui kantor lelang ini muncul karena frasa “kecuali ditentukan
lain” dalam Pasal 1155 ayat (1) KUH Perdata.

Dalam Penetapan No.332/Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel s/d Penetapan No. 343/


Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel dengan pemohon Deutsche Bank Aktiengesellschaft, Pe­
ngadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan bahwa kreditur berhak untuk men-
jual keseluruhan saham yang telah digadaikan secara privat atau “secara tidak di
muka umum” karena hal tersebut diperjanjikan dalam suatu share pledge agree-
ment.

52 Perspektif
Laporan Penelitian
Internasional

Isi1-ok.indd 52 12/13/2010 11:19:37 PM


Dalam Putusan MA RI No. 115 PK/PDT/2007 jo. No. 517/PDT.G/2003/PN.JKT.
PST dinyatakan bahwa penjualan harus dilakukan dengan cara lelang di muka
umum atau dengan cara lain yang telah ditentukan oleh Putusan Pengadilan
yang telah berkekuatan hukum tetap. Kesimpulan ini ditarik dari pertimbangan
bahwa eksekusi gadai saham secara tegas telah diatur dalam ketentuan gadai
yang bersifat tertutup dan tidak dapat disimpangi, di mana penjualan harus di-
lakukan dengan cara lelang di muka umum (sesuai ketentuan Pasal 1155 KUH
Perdata) atau dengan cara lain yang ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap (sesuai dengan ketentuan Pasal 1156 KUH Per-
data). Yang menarik untuk ditinjau dalam putusan ini adalah “cara lain” yang
ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum. Putusan
ini tidak menyatakan bahwa penjualan secara private tidak diizinkan, tetapi ha-
rus melalui Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dalam sudut
pandang praktis, dari penjualan secara private (dan ditentukan oleh Putusan Pe­
ngadilan yang berkekuatan hukum tetap) bisa didapatkan nilai penjualan yang
lebih tinggi sehingga apabila disetujui oleh kedua pihak yang bersengketa, cara
itu harusnya masuk akal untuk ditempuh. Aspek lain yang penting untuk di-
catat dalam putusan ini adalah bahwa eksekusi gadai tidak dapat dikecualikan,
artinya walaupun diperjanjikan oleh pemberi dan penerima gadai, tetap untuk
mengeksekusi barang gadai harus tunduk pada aturan dan mekanisme yang
mengaturnya, apalagi eksekusi gadai yang bersifat tertutup.

Kesimpulan, sejauh penetapan Pengadilan Jakarta Selatan di atas, eksekusi


gadai saham bisa dilakukan secara private atau secara tidak di muka umum.

2. Apakah penentuan eksekusi gadai saham secara private atau melalui kan-
tor lelang harus berdasarkan penetapan/putusan pengadilan?
Dalam Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 s/d Penetapan No. PTJ.KPT.04.2005 jo.
Penetapan No. 33/Pdt.P/2002/PN. Jaksel s/d Penetapan No. 36/Pdt.P/2002/PN.
Jaksel, PN Jakarta Selatan menentukan walaupun kreditur telah menjual secara
privat gadai saham yang dipegang dengan dasar telah diperjanjikan (memiliki
hak parate eksekusi), setelah itu tetap meminta penetapan dari pengadilan agar
penjualan tersebut adalah sah.

Sikap yang sama juga diambil dalam Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 s/d Pene­
tapan No. PTJ.KPT.04.2005 jo. Penetapan No. 33/Pdt.P/2002/PN. Jaksel s/d
Penetapan No. 36/Pdt.P/2002/PN. Jaksel yang menyatakan bahwa “Berdasar-

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 53

Isi1-ok.indd 53 12/13/2010 11:19:37 PM


kan Pasal 1156 KUH Perdata untuk melakukan eksekusi maka lembaga jaminan
gadai memerlukan Pengadilan.

Selanjutnya, dalam putusan MA RI No. 115 PK/PDT/2007 jo. No. 517/PDT.G/2003/


PN.JKT.PST, Mahkamah Agung menyatakan bahwa metode eksekusi harus di-
lakukan berdasarkan yang telah ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap.

Kesimpulan, penentuan apakah suatu gadai saham dieksekusi secara privat


atau melalui kantor lelang harus berdasarkan penetapan/putusan pengadilan.

3. Jika eksekusi gadai saham secara private, yaitu tanpa melalui kantor lelang
dibenarkan, apakah melalui prosedur permohonan ataukah harus melalui
prosedur gugatan?
Pertanyaan selanjutnya, jika eksekusi gadai saham secara private dibenarkan,
apakah harus dilakukan melalui prosedur permohonan atau gugatan?

Dalam Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 s/d Penetapan No. PTJ.KPT.04.2005 jo.


Penetapan No. 33/Pdt.P/2002/PN. Jaksel s/d Penetapan No. 36/Pdt.P/2002/PN.
Jaksel, Pengadilan Jakarta Selatan menentukan memang secara umum prose­
dur eksekusi objek jaminan melalui perantaraan pengadilan adalah melalui
permohonan eksekusi terhadap objek jaminan. Dengan demikian, prosedur yang
ditempuh tidaklah melalui upaya gugatan, tetapi dengan permohonan. Namun,
dalam kasus tersebut perjanjian gadai sahamnya bersifat accesoir dan merupakan
ikutan dari perjanjian pokok hutang piutang sehingga termasuk dalam perkara
sengketa yang terdapat para pihak yang berkepentingan (kreditur dan debitur)
sehingga seharusnya diajukan dalam bentuk gugatan.

Kesimpulan, eksekusi gadai saham dilakukan melalui permohonan, kecuali jika


perjanjian gadai sahamnya bersifat accesoir.

4. Apakah sebagai perjanjian accesoir, perjanjian gadai saham berakhir ke-


tika perjanjian pokoknya berakhir?
Dalam putusan kasus PT Ongko Multicorpora (PT Mitra Investindo Multicorpo-
ra) vs BFI. (Putusan PK Nomor 115 PK/PDT/2007 jo. No. 517/PDT.G/2003/PN.JKT.
PST), MA RI menyatakan berlakunya hak gadai atas saham bergantung pada
ada atau tidaknya perjanjian pokok atau hutang piutang, artinya jika perjanjian
hutang piutang sah, perjanjian gadai sahamnya sebagai perjanjian tambahan

54 Perspektif
Laporan Penelitian
Internasional

Isi1-ok.indd 54 12/13/2010 11:19:38 PM


juga sah, sebaliknya jika perjanjian hutang piutang tidak sah, perjanjian gadai
sahamnya juga tidak sah. Dalam kasus tersebut dinyatakan bahwa perjanjian
gadai saham tersebut tetap berlaku sepanjang APT tidak melakukan wan-
prestasi kepada BFI.

Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa Pledge of Shares


Agreement tertanggal 1 Juni 1999 (Akta Gadai Saham), surat tertanggal 22
Februari 2000 (Perubahan Akta Gadai Saham), Consent to Transfer, tertanggal
7 Agustus 2000 dan Power of Attorney tertanggal 7 Agustus 2000 telah gugur
dan tidak berlaku lagi terhitung sejak tanggal 1 Desember 2000 dan karenanya
seluruh perikatan dan perbuatan hukum yang dibuat dan dilakukan Ongko Mu-
litcorpora dan Debenture Trust Corporation berdasarkan perjanjian-perjanjian
tersebut sejak tanggal 1 Desember 2000 adalah batal demi hukum.

Dalam Putusan MA RI No. 240PK/PDT/2006, MA RI menentukan bahwa hak


mengeksekusi barang yang digadaikan ada pada pihak penerima gadai selama
perjanjian gadai itu masih berlaku. Dengan kata lain, dengan berakhirnya masa
berlaku perpanjangan gadai dalam kasus tersebut, hak untuk mengeksekusi
demi hukum turut berakhir (gugur).

Dalam Putusan PK Nomor 115 PK/PDT/2007 jo. No. 517/PDT.G/2003/PN.JKT.PST,


MA RI menentukan bahwa perjanjian gadai saham akan berlaku terus dengan sis-
tem diperpanjang selama hutang belum lunas.

Dalam putusan MA RI No. 240PK/PDT/2006 jo. No. 123/PDT.G/2003/PN.JKT.PST,


MA RI menyatakan kreditur melakukan parate eksekusi atas gadai saham yang
diterimanya. Namun, oleh majelis hakim dianggap sebagai perbuatan melawan
hak karena perjanjian gadai saham telah berakhir. Hak mengeksekusi saham
yang digadaikan ada pada penerima gadai selama perjanjian itu masih berlaku.

Isu yang lebih menarik adalah apakah suatu perjanjian gadai saham bisa ber­
akhir sebelum perjanjian pokoknya berakhir. Dalam putusan MA RI No. 240PK/
PDT/2006 jo 123/PDT.G/2003/PN.JKT.PST, MA RI menyatakan bahwa hak
mengeksekusi saham yang digadaikan ada pada penerima gadai selama per-
janjian itu masih berlaku. Berakhirnya suatu gadai bukan harus karena hutang
yang dijamin telah lunas. Saham-saham terikat sebagai jaminan hanya selama
jangka waktu yang telah disepakati para pihak dan bukan sampai seluruh hu-
tang lunas. Dimungkinkan apabila suatu perjanjian gadai saham berakhir tanpa
adanya pembebasan/pelunasan hutang yang dijamin.

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 55

Isi1-ok.indd 55 12/13/2010 11:19:38 PM


Kesimpulan, perjanjian gadai saham berakhir ketika perjanjian pokoknya ber­
akhir karena perjanjian gadai saham bersifat accesoir.

5. Apakah pembuatan surat kuasa mutlak atau irrevocable power of attorney,


substansinya merupakan tindakan kepemilikan oleh kreditur penerima
gadai yang dilarang oleh Pasal 1154 KUH Perdata?
Pasal 1154 KUH Perdata disebutkan bahwa ketika debitur cidera janji, kreditur
dilarang secara serta merta menjadi pemilik benda yang dibebani gadai terse-
but. Rasio dari pasal ini adalah mencegah kreditur penerima gadai memiliki
benda gadai yang nilainya lebih tinggi dari jumlah hutang debitur beserta bu­
nga dan denda. Dalam praktik pemberian fasilitas kredit oleh bank dan lem-
baga keuang­an nonbank, untuk kepentingan eksekusi dibuat surat kuasa mut-
lak atau irrevocable power of attorney yang isinya debitur memberi kuasa yang
tidak dapat ditarik kembali, kepada kreditur untuk menjual saham-saham yang
digadaikan dengan cara dan harga yang ditentukan oleh kreditur. Surat kuasa
ini sudah dibuat sebelum debitur cidera janji. Permasalahan hukum yang tim-
bul apakah pembuatan surat kuasa mutlak seperti ini, substansinya merupakan
tindakan kepemilikan oleh kreditur penerima gadai yang dilarang oleh Pasal
1154 KUH Perdata?

Dalam putusan PK Nomor 115 PK/PDT/2007 jo. No. 517/PDT.G/2003/PN.JKT.PST,


MA RI menyatakan bahwa irrevocable power of attorney tidak memenuhi syarat
dan tidak memiliki kualitas sebagai kuasa yang berdiri sendiri sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 1792, 1796 KUH Perdata karena nyata-nyata power
of attorney tidak berdiri sendiri. Power of attorney lahir karena adanya perjanjian
gadai saham dan karenanya demi hukum tidak boleh dipergunakan selain un-
tuk dan dalam rangka eksekusi gadai saham.

6. Apakah kreditur penerima gadai harus meminta persetujuan dari de­


bitur pemberi gadai untuk memperpanjang masa gadai ataukah kreditur
penerima gadai cukup melakukan pemberitahuan (notification) kepada
debitur pemberi gadai?
Dalam Putusan PK Nomor 115 PK/PDT/2007 jo. No. 517/PDT.G/2003/PN.JKT.PST,
MA RI menyatakan bahwa cukup dengan pemberitahuan, merujuk pada Pasal
49 ayat (1) Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Ayat
(1) bahwa pemindahan hak atas saham atas nama dilakukan dengan akta pe-
mindahan hak. Ayat (2), Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam

56
56Laporan
Perspektif
Penelitian
Internasional

Isi1-ok.indd 56 12/13/2010 11:19:38 PM


ayat (1) atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan sehingga
perpanjangan gadai saham cukup dengan pemberitahuan saja tidak memerlukan
persetujuan.

7. Bagaimana dampak penjualan saham di mana kreditur kalah (penjualan


saham dinyatakan tidak sah) terhadap pembeli (pihak ketiga) yang beri-
tikad baik?
Dalam Penetapan No. 09/2007 Eks, dinyatakan bahwa Putusan PK dalam Ka-
sus PT Aryaputra Teguharta vs BFI (240PK/PDT/2006 jo 123/PDT.G/2003/PN.JKT.
PST), adalah non executable. Ketika saham-saham tersebut telah dijual di pasar
modal meskipun kreditur kalah, perlindungan terhadap pihak ketiga yang beri-
tikad baik tetap diberikan.

Pendapat yang senada juga diutarakan dalam Penetapan 332/Pdt.P/2001/


PN.Jak.Sel: Pembeli berhak untuk melaksanakan dan menikmati segala hak-hak
yang terbit dari saham-saham yang bersangkutan.

Putusan yang menarik untuk dikaji adalah Putusan Arbitrase Pemerintah In-
donesia Melawan PT Newmont Nusa Tenggara yang menyatakan berdasarkan
Pasal 1492 KUH Perdata, Pemerintah Indonesia dapat menuntut PT NTT sebagai
penjual menjalankan kewajibannya dalam hal penanggungan dan pemerintah
berhak untuk menerima gadai saham tersebut. Artinya, sebagai pembeli yang
beritikad baik, saham tersebut (walaupun tidak dijual secara sah) tetap merupa-
kan milik pembeli yang beritikad baik. Penjual (kreditur) saham harus bertang-
gung jawab atas perbuatannya menjual saham secara tidak sah kepada pihak
pemberi gadai.


Kesimpulan, pembeli (pihak ketiga) gadai tetap berhak atas saham walau-
pun pemegang gadai (kreditur) menjualnya secara tidak sah.

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 57

Isi1-ok.indd 57 12/13/2010 11:19:38 PM


Isi1-ok.indd 58 12/13/2010 11:19:38 PM
DAFTAR PUTUSAN

A. Penetapan
1) Penetapan No. 332/Pdt.P/2001/PN. Jaksel
2) Penetapan No. 333/Pdt.P/2001/PN. Jaksel
3) Penetapan No. 334/Pdt.P/2001/PN. Jaksel
4) Penetapan No. 335/Pdt.P/2001/PN. Jaksel
5) Penetapan No. 336/Pdt.P/2001/PN. Jaksel
6) Penetapan No. 337/Pdt.P/2001/PN. Jaksel
7) Penetapan No. 338/Pdt.P/2001/PN. Jaksel
8) Penetapan No. 339/Pdt.P/2001/PN. Jaksel
9) Penetapan No. 340/Pdt.P/2001/PN. Jaksel
10) Penetapan No. 341/Pdt.P/2001/PN. Jaksel
11) Penetapan No. 342/Pdt.P/2001/PN. Jaksel
12) Penetapan No. 343/Pdt.P/2001/PN. Jaksel
13) Penetapan No. 33/Pdt.P/2002/PN. Jaksel
14) Penetapan No. 34/Pdt.P/2002/PN. Jaksel
15) Penetapan No. 35/Pdt.P/2002/PN. Jaksel
16) Penetapan No. 36/Pdt.P/2002/PN. Jaksel
17) Penetapan No. 36/Pdt.P/2002/PN. Jaksel
18) PTJ.KPT.01.2005
19) PTJ.KPT.02.2005
20) PTJ.KPT.03.2005

B. Putusan
1) MA RI No. 240PK/PDT/2006 jo 123/PDT.G/2003/PN.JKT.PST
2) MA RI No. 115 PK/PDT/2007 jo. No. 517/PDT.G/2003/PN.JKT.PST
3) MA RI No. 1433 K/PDT/2002
4) MA RI No. 147 K/Sip/1953
5) MA RI No. 26 K/Sip/1955
6) No. 187 K/Sip/1956

Penjelasan Hukum Eksekusi tentang Gadai Saham 59

Isi1-ok.indd 59 12/13/2010 11:19:38 PM


7) MA RI No. 45 K/Sip/1960
8) MA RI 8K/SIP/1967
9) MA RI No. 36 K/SIP/1968
10) MA RI No. 266 K/SIP/1968
11) MA RI No. 420 K/Sip/1968
12) MA RI No. 74 K/Sip/1968
13) MA RI No. 372 K/Sip/1970
14) MA RI No. 475 K/Sip/1970
15) MA RI No. 810 K/Sip/1970
16) MA RI No. 340 K/Sip/1971
17) MA RI No. 379 K/Sip/1971
18) MA RI No. 1363 K/Sip/1972
19) MA RI 401 K/Sip/1972
20) MA RI No. 453 K/Sip/1972
21) MA RI No. 903 K/Sip/1972
22) MA RI No. 1004 K/ Sip/1973
23) MA RI No. 1043 K/Sip/1972
24) MA RI No. 1109 K/Sip/1972
25) MA RI No. 1148 K/Sip/1972
26) MA RI No. 453 K/Sip/1973
27) MA RI No. 1272 K/Sip/1973
28) MA RI No. 95 K/Sip/1974
29) MA RI No. 101 K/Sip/1974
30) MA RI No. 568 K/Sip/1974
31) MA RI No. 883 K/Sip/1974
32) MA RI No. 1627 K/Sip/1974
33) MA RI No. 21 K/Sip/1975
34) MA RI No. 262 K/Sip/1975
35) MA RI No. 531 K/Sip/1975
36) MA RI No. 405 K/Kr/1980
37) MA RI No. 2034 K/Sip/1980
38) MA RI No. 2438 K/Sip/1980
39) MA RI No. 577 K/Kr/1981
40) MA RI No. 569 K/Sip/1983
41) MA RI No. 3492.K/Pdt/1984
42) MA RI No. 3428 K/Pdt/1985
43) MA RI No.319.PK/Pdt/1986
44) MA RI No. 522 K/Pdt/1990
45) MA RI No. 487 K/Pdt/1991
46) MA RI No. 2064 K/Pdt/1991
47) MA RI No. 3329 K/Pdt/1991
48) MA RI No. 2370 K/Pdt/1992
49) MA RI No. 282 K/AG/1995
50) MA RI No. 922 K/Pdt/1995
51) MA RI No. 018 PK/N/2000
52) MA RI No. 128 K/Pdt/2002

60 Dafar
Perspektif
Putusan
Internasional

Isi1-ok.indd 60 12/13/2010 11:19:38 PM


DAFTAR PUSTAKA

Daftar Literatur
1. Tesis: Siti Chadijah Erna Montez, Analisis Hukum terhadap Gadai Saham
Perseroan Terbatas yang Belum Dicetak sebagai Barang Jaminan Kredit dalam
Akta Notaris, USU, Tahun 2003.

2. Tesis: Megarita, Perlindungan Hukum terhadap Pembeli Saham yang Digadaikan


dalam Kaitannya dengan Perjanjian Kredit, USU, Tahun 2007.

3. Tesis: Dyah Madya Ruth S.N., Pelaksanaan Gadai Saham Perusahaan Publik pada
Sistem Scripless Trading di Pasar Modal Indonesia, UI, Tahun 2002.

4. Tesis: Sri Moelyati, Aspek Hukum Gadai Saham Terkait dengan Kepailitan Pihak
Pemberi Gadai, UI, Tahun 2004.

5. Tesis: Melisa Juan, Penjualan Jaminan Gadai Saham Berdasarkan Penetapan


Pengadilan Negeri: Analisis Kasus Gadai Saham PT Abu di DBA, UI, Tahun 2005.

6. Tesis: Indirarini, Pihak yang Berkepentingan Langsung terhadap Akta Notaris


Sehubungan dengan Eksekusi Gadai Saham Keputusan Majelis Pengawas
terhadap Keputusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta Nomor 01/LM/III/2006 Tertanggal 22 Maret 2006, UI, Tahun 2007.

7. Tesis: Ivan Lazuardi Suwana, Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Eksekusi


Gadai Saham Melalui Penjualan secara Tertutup (Studi Kasus Eksekusi Gadai
Saham PT Ongko Multicorpora), UI, Tahun 2009.

8. Tesis: Iim Zovito Simanungkalit, Gadai Saham dalam Sistem Perdagangan Tanpa
Warkat (Tinjauan dari Hukum Perdata), UI, Tahun 2007.

Penjelasan Hukum Eksekusi tentang Gadai Saham 61

Isi1-ok.indd 61 12/13/2010 11:19:38 PM


9. Tesis: Titin Etikawati, Eksekusi Gadai Saham atas Saham-Saham PT Go Publik
(Studi Kasus Perdagangan Saham PT Trias Sentosa, Tbk), UI, Tahun 2002.

10. Tesis: Aulia Abdi, Pelaksanaan Gadai Saham dalam Perdagangan Tanpa Warkat,
UNDIP, Tahun 2008.

11. Tesis: Aris Harianto, Tinjauan Yuridis Mengenai Pelaksanaan Penjaminan Gadai
atas Saham Schripless dalam Perjanjian Kredit pada Bank Umum di Jakarta
(Studi Kasus Bank Central Asia (BCA) Jakarta), UGM, Tahun 2005.

12. Tesis: Dedy Adi Saputra, Pelaksanaan Eksekusi Gadai Saham yang Dilakukan
Secara Privat (Private Selling) Menurut Hukum Jaminan (Analisis Yusidis Eksekusi
Gadai Saham PT Swabara Mining Energy dan PT Asminco Bara Utama oleh
Deutsche Bank), UGM, Tahun 2006.

13. Tesis: Kurniawan Catur Andrianto, Lelang Eksekusi Atas Gadai Saham PT Terbuka,
Unair, Tahun 2008.

14. Tesis: Margie Harijono Santoso, Lembaga Jaminan Gadai dalam Perjanjian
Pembiayaan Margin Transaksi Efek, UNAIR, Tahun 2009.

15. Tesis: Suhardi, Pengaruh Peraturan Gadai Tanah Pertanian (Pasal 7 UU NO. 56/
PRP/1960) terhadap Pelaksanaan Gadai Tanah dalam Hukum Adat Minangkabau
di Nagari Lurah Ampalu, USU, Tahun 2004.

16. Tesis: Esther Million, Tugas dan Fungsi Lembaga Pembiayaan Pegadaian dalam
Pemberian Kredit dengan Sistem Gadai (Penelitian pada Perum Pegadaian
Cabang Medan Pringgan), USU, Tahun 2003.

17. Tesis: Rina Dalina, Kedudukan Lembaga Gadai Syariah (Ar-Rahn) dalam Sistem
Perekonomian Islam, USU, Tahun 2005.

18. Tesis: Nurkhalis, BS, Kedudukan Gadai Adat Tanah Sawah di Kabupaten Aceh
Besar, USU, Tahun 2004.

19. Tesis: Tutty Sumiaty, Tinjauan atas Pelaksanaan Lelang Eksekusi Barang Jaminan
Gadai dalam Kaitannya dengan Persyaratan dalam Memperoleh Uang Pinjaman
dari Perum Pegadaian, UNPAD, Tahun 2005.

20. Tesis: Estiana Rahayu, Suatu Tinjauan terhadap Prosedur Perolehan dan Eksekusi
Kredit Angsuran Sistem Gadai (Krasida) Dibandingkan dengan Gadai Biasa pada
Perum Pegadaian Dihubungkan dengan Vendu Reglement Stb.1908 Nomor 189
dan Vendu Instructie Stb. 1908 Nomor 190 jo Peraturan Pemerintah Nomor 103
Tahun 2000 tentang Perum Pegadaian, UNPAD, Tahun 2007.

62 Dafar
Perspektif
Pustaka
Internasional

Isi1-ok.indd 62 12/13/2010 11:19:38 PM


21. Tesis: Arisman, Tinjauan Hukum tentang Gadai atas Tanah pada Masyarakat
Hukum Adat Minangkabau di Sumatra Barat dihubungkan dengan Perjanjian
Gadai sejak berlakunya UUPA dan Undang-Undang Nomor 56 PRP Tahun 1960
tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, UNPAD, Tahun 2007.

22. Tesis: Narry Berlian Pahalmas, Tinjauan Hukum atas Jaminan Rahn (Gadai) dalam
Pembiayaan dengan Prinsip Syariah Dihubungkan dengan Undang-Undang
Perbankan, UNPAD, Tahun 2008.

23. Tesis: Dyah Illiyen A, Tanggung Jawab Pemegang Gadai terhadap Barang Gadai
di Perum Pegadaian Cabang Banyumanik Semarang, UNDIP, Tahun 2007.

24. Tesis: Nugraheni Tjatur Pamungkasnesthi, Pelaksanaan Gadai dengan Sistem


Syariah, UNDIP, Tahun 2009.

25. Tesis: Bana Bayu Wibowo, Perlindungan Hukum bagi Debitur Pemberi Gadai
terhadap Barang Jaminan yang Digadaikan di Perum Pegadaian Kota Semarang,
UNDIP, Tahun 2006.

26. Tesis: Nurin Asriyatun, Pelaksanaan Jaminan Gadai Deposito Berjangka pada
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Wilayah 05 Semarang, UNDIP,
Tahun 2008.

27. Tesis: Susilowati Anggraeni, Pelaksanaan Penahanan Benda Gadai atau Hak
Retensi terhadap Benda Milik Debitur Oleh Perum Pegadaian Apabila Debitur
Wanprestasi, UNDIP, Tahun 2008.

28. Tesis: Fahri Yamani, Pelaksanaan Perjanjian Kredit yang Dilakukan Oleh Perum
Pegadaian dengan Nasabah di Kota Jogjakarta, UNDIP, Tahun 2002.

29. Tesis: Hanifa, Pelaksanaan Sistem Gadai terhadap Tanah Ulayat Minangkabau
(Di Kabupaten Padang Pariaman), UNDIP, Tahun 2008.

30. Tesis: Aliasman, Pelaksanaan Gadai Tanah dalam Masyarakat Hukum Adat
Minangkabau di Nagari Campago Kabupaten Padang Pariaman Setelah
Berlakunya Pasal 7 UU NO. 56/PRP/1960, UNDIP, Tahun 2005.

31. Tesis: Andi Yuliana, Konflik dan Penyelesaian dalam Perjanjian Gadai Tanah pada
Masyarakat Adat Bugis di Kecamatan Liliriaja Kabupaten Soppeng, UGM, Tahun
2005.

32. Tesis: Janner Damanik, Perlindungan Hukum terhadap Perum Pegadaian atas
Benda Gadai yang Berasal dari Hasil Tindak Kejahatan di Kota Jogjakarta, UGM,
Tahun 2007.

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 63

Isi1-ok.indd 63 12/13/2010 11:19:38 PM


33. Tesis: Jebul Jatmoko, Penggunaan Cash Collateral (Jaminan Tanah) Sebagai
Upaya Pengamanan Pemberian Kredit di Perbankan, UGM, Tahun 2008.

34. Tesis: Rahmat Yunianto Abdullah, Tanggung Jawab Perum Pegadaian Syariah
Kantor Cabang Solo Baru terhadap Objek Gadai, UGM, Tahun 2008.

35. Disertasi: H. Syamsul Bakhri, Eksistensi, Fungsi, dan Realita Serta Masa Depan
Hak Gadai Tanah Pertanian Setelah Berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun
1960, UNAIR, Tahun 2001.

Buku: Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak yang Memberi
Jaminan Jilid II. Jakarta: Ind-Hill-Co, 2005.

36. Buku: Ifan Noor Adham, Perbandingan Hukum Gadai di Indonesia, Jakarta: PT
Tatanusa, 2009.

37. Buku: J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1996.

38. Buku: Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Istimewa, Gadai, dan Hipotek.
Jakarta, Prenada Media, 2005.

39. Buku: M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi di Bidang Perdata.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993.

40. Buku: MA RIam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional.
Bandung: PT Alumni, 1997.

41. Buku: MA RIam Darus Badrulzaman, Bab-Bab tentang Credietverband, Gadai, dan
Fidusia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997.

42. Buku: Salim H.S., Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004.

43. Buku: Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga
Jaminan Khususnya Fiducia di Dalam Praktek dan Pelaksanaannya di Indonesia.
Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1977.

44. Buku: Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda. Yogyakarta:
Liberty, 2000.

45. Buku: Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok
Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta: Liberty, 2001.

46. Buku: Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Intermasa, 1992.

64 Perspektif
Dafar Pustaka
Internasional

Isi1-ok.indd 64 12/13/2010 11:19:38 PM


47. Buku: Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum
Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni, 1996.

48. Buku: Subekti, Perbandingan Hukum Perdata. Jakarta: PT Pradnya Paramita,


2006.

49. Buku: Sudargo Gautama, Indonesian Business Law. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 1995.

50. Buku: Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Hak atas Benda. Jakarta, PT
Intermasa, 1986.

51. Buku: Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

52. Tulisan dalam Jurnal Hukum: Wahyono Darmabrata dan Ari Wahyudi Hertanto,
“Jual Beli dan Aspek Peralihan Hak Milik Suatu Benda” (Dalam Konstruksi Gadai
Saham, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-35 No. 1, Januari-Maret
2005).

53. Tulisan dalam Jurnal Hukum: Teddy Anggoro, “Kata Menuntut atau Vorderen
Dalam Pasal 1156 ayat (1) KUH Perdata adalah Suatu Upaya Hukum Permohonan
(Suatu Pemahaman Dasar dan Mendalam)”, Jurnal Hukum dan Pembangunan
Tahun ke-39 No. 3 Juli-September 2009.

54. Tulisan dalam Jurnal Hukum: Tartib, “Catatan tentang Parate Eksekusi”, Varia
Peradilan No. 124 Januari 1996.

55. Tulisan dalam Jurnal Hukum: Setiawan, “Mekanisme Hukum Penjaminan Kredit:
Gadai Saham serta Eksekusinya”, Varia Peradilan No. 172 Januari 2000.

56. Tulisan dalam Jurnal Hukum: M. Yahya Harahap, “Tinjauan Saham Sebagai
Jaminan Kredit”, Varia Peradilan No. 101 Februari 1994.

57. Tulisan dalam Jurnal Hukum: Dedy Adi Saputra, “Eksekusi Gadai Saham yang
dilakukan Secara Privat (Private Selling) Menurut Hukum Jaminan”, Varia Peradilan
No. 258 Mei 2007.

58. Pendapat Ahli (Dalam Seminar): Marianna Sutadi, S.H., “Beberapa Penyelesaian
Permasalahan oleh Pengadilan Menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007”,
dalam Seminar Sehari Aspek-Aspek Penting UU No. 40/2001 tentang Perseroan
Terbatas.

59. Pendapat Ahli (Dalam Seminar): J. Satrio, “Peranan Lembaga Jaminan dalam
Pembiayaan Perbankan”, dalam Seminar Sehari Perbankan: Aspek Hukum

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 65

Isi1-ok.indd 65 12/13/2010 11:19:38 PM


Jaminan dalam Corporate Financing oleh Perbankan di Indonesia: Aturan dan
Penyelesaian Sengketa Hukum dalam Hubungan Kreditur dan Debitur, Jurnal
Hukum dan Pembangunan FHUI, 17 Juli 2006.

60. Pendapat Ahli (Dalam Seminar): MA RIa Elizabeth Elijana, “Eksekusi Barang
Jaminan Sebagai Salah Satu Cara Pengembalian Hutang Debitur”, dalam
Seminar Sehari Perbankan: Aspek Hukum Jaminan dalam Corporate Financing
oleh Perbankan di Indonesia: Aturan dan Penyelesaian Sengketa Hukum dalam
Hubungan Kreditur dan Debitur, Jurnal Hukum dan Pembangunan FHUI, 17
Juli 2006, Seminar Sehari Perbankan: Aspek Hukum Jaminan dalam Corporate
Financing oleh Perbankan di Indonesia: Aturan dan Penyelesaian Sengketa
Hukum dalam Hubungan Kreditur dan Debitur, Jurnal Hukum dan Pembangunan
FHUI, 17 Juli 2006.

61. Pendapat Ahli (Dalam Seminar): H. H. Snijders, “Pledge in General and Pledge
of Shares in Particular including the Enforcement under Netherlands Law” pada
Seminar Eksekusi Saham, Jakarta, 31 Maret 2010.

66 Perspektif
Dafar Pustaka
Internasional

Isi1-ok.indd 66 12/13/2010 11:19:39 PM


LAMPIRAN

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh data berupa buku, jurnal, tesis dan disertasi,
serta makalah dengan perincian sebagai berikut.

1. Tesis dan Disertasi

NO. UNIVERSITAS JUMLAH

1. Universitas Indonesia 7 Tesis

2. Universitas Padjajaran 4 Tesis

3. Universitas Diponegoro 9 Tesis

4. Universitas Gadjah Mada 6 Tesis

5. Universitas Airlangga 2 Tesis dan 1 Disertasi

6. Universitas Sumatera Utara 6 Tesis

7. Universitas Hasanudin 0 Tesis

TOTAL 35

Pengklasifikasian Tesis dan Disertasi

NO.. TOPIK GADAI JUMLAH

1. Gadai Tanah 7

2. Gadai Saham 14

3. Gadai Syariah 3

4. Gadai Lainnya 11

TOTAL 35

Penjelasan Hukum Eksekusi tentang Gadai Saham 67

Isi1-ok.indd 67 12/13/2010 11:19:39 PM


Tesis tentang Gadai Saham

NO. NAMA PENULIS, JUDUL, ASAL UNIVERSITAS, TAHUN

Siti Chadijah Erna Montez, Analisis Hukum terhadap Gadai Saham Perseroan Terbatas
yang Belum Dicetak sebagai Barang Jaminan Kredit dalam Akta Notaris, USU, Tahun
2003.

Megarita, Perlindungan Hukum terhadap Pembeli Saham yang Digadaikan dalam


Kaitannya dengan Perjanjian Kredit, USU, Tahun 2007.

Dyah Madya Ruth S.N., Pelaksanaan Gadai Saham Perusahaan Publik pada Sistem
Scripless Trading di Pasar Modal Indonesia, UI, Tahun 2002.

Sri Moelyati, Aspek Hukum Gadai Saham Terkait dengan Kepailitan Pihak Pemberi
Gadai, UI, Tahun 2004.

Melisa Juan, Penjualan Jaminan Gadai Saham Berdasarkan Penetapan Pengadilan


Negeri: Analisis Kasus Gadai Saham PT Abu di DBA, UI, Tahun 2005.

Indirarini, Pihak yang Berkepentingan Langsung terhadap Akta Notaris sehubungan


dengan Eksekusi Gadai Saham Keputusan Majelis Pengawas terhadap Keputusan Ma-
jelis Pengawas Wilayah Notaris Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 01/LM/III/2006
Tertanggal 22 Maret 2006), UI, Tahun 2007.

Ivan Lazuardi Suwana, Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Eksekusi Gadai Saham
Melalui Penjualan Secara Tertutup (Studi Kasus Eksekusi Gadai Saham PT Ongko
Multicorpora), UI, Tahun 2009.

Iim Zovito Simanungkalit, Gadai Saham dalam Sistem Perdagangan Tanpa Warkat
(Tinjauan dari Hukum Perdata), UI, Tahun 2007.

Titin Etikawati, Eksekusi Gadai Saham atas Saham-Saham PT Go Publik (Studi Kasus
Perdagangan Saham PT Trias Sentosa, Tbk), UI, Tahun 2002.

Aulia Abdi, Pelaksanaan Gadai Saham dalam Perdagangan Tanpa Warkat, UNDIP,
Tahun 2008.

Aris Harianto, Tinjauan Yuridis Mengenai Pelaksanaan Penjaminan Gadai atas Saham
Schripless dalam Perjanjian Kredit pada Bank Umum di Jakarta (Studi Kasus Bank
Central Asia (BCA) Jakarta), UGM, Tahun 2005.

Dedy Adi Saputra, Pelaksanaan Eksekusi Gadai Saham yang Dilakukan Secara Privat
(Private Selling) Menurut Hukum Jaminan (Analisis Yusidis Eksekusi Gadai Saham PT
Swabara Mining Energy dan PT Asminco Bara Utama oleh Deutsche Bank), UGM,
Tahun 2006.

Kurniawan Catur Andrianto, Lelang Eksekusi Atas Gadai Saham PT Terbuka, Unair,
Tahun 2008.

Margie Harijono Santoso, Lembaga Jaminan Gadai dalam Perjanjian Pembiayaan


Margin Transaksi Efek, Unair, Tahun 2009.

68 Perspektif
Lampiran Internasional

Isi1-ok.indd 68 12/13/2010 11:19:39 PM


2. Buku

NO.. NAMA PENGARANG JUDUL BUKU, PENERBIT, TAHUN TERBIT

Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak yang Memberi


1. Frieda Husni Hasbullah
Jaminan Jilid II. Jakarta: Ind-Hill-Co, 2005.

Perbandingan Hukum Gadai di Indonesia. Jakarta: PT


2. Ifan Noor Adham
Tatanusa, 2009.

Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan. Ban­


3. J. Satrio
dung: Citra Aditya Bakti, 1996.

Kartini Muljadi dan Gu- Hak Istimewa, Gadai, dan Hipotek. Jakarta, Prenada
4.
nawan Widjaja Media, 2005.

Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi di Bidang Per-


5. M. Yahya Harahap
data. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993.

Mariam Darus Badrulza- Mencari Sistem Hukum Benda Nasional. Bandung: PT


6.
man Alumni, 1997.

Mariam Darus Badrulza- Bab-Bab tentang Credietverband, Gadai, dan Fidusia.


7.
man Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997.

Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta:


8. Salim H.S.
Raja Grafindo Persada, 2004.

Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan


Sri Soedewi Masjchoen Khususnya Fiducia di Dalam Praktek dan Pelaksanaan-
9.
Sofwan nya di Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Hukum Univer-
sitas Gadjah Mada, 1977.

Sri Soedewi Masjchoen Hukum Perdata: Hukum Benda. Yogyakarta: Liberty,


10.
Sofwan 2000.

Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum


Sri Soedewi Masjchoen
11. Jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta: Liberty,
Sofwan
2001.

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 69

Isi1-ok.indd 69 12/13/2010 11:19:39 PM


NO.. NAMA PENGARANG JUDUL BUKU, PENERBIT, TAHUN TERBIT

Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta, PT Intermasa,


12. Subekti
1992.

Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut


13. Subekti
Hukum Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni, 1996.

Perbandingan Hukum Perdata. Jakarta: PT Pradnya


14. Subekti
Paramita, 2006.

Indonesian Business Law. Bandung: PT Citra Aditya


15. Sudargo Gautama
Bakti, 1995.

Wiryono Prodjodikoro Hukum Perdata tentang Hak atas Benda. Jakarta, PT


16.
Intermasa, 1986.

17. Zainuddin Ali Hukum Gadai Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

3. Tulisan dalam Jurnal Hukum

NO. NAMA PENGARANG JUDUL TULISAN, NAMA JURNAL, TAHUN TERBIT

“Jual Beli dan Aspek Peralihan Hak Milik Suatu


Wahyono Darmabrata dan Ari Benda (Dalam Konstruksi Gadai Saham)”, Jurnal
1.
Wahyudi Hertanto Hukum dan Pembangunan Tahun ke-35 No. 1,
Januari-Maret 2005.

“Kata Menuntut atau Vorderen dalam Pasal 1156


ayat (1) KUH Perdata adalah Suatu Upaya Hukum
2. Teddy Anggoro Permohonan (Suatu Pemahaman Dasar dan Men-
dalam)”, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun
ke-39 No. 3 Juli-September 2009.

“Catatan tentang Parate Eksekusi”, Varia Peradilan


3. Tartib
No. 124 Januari 1996.

“Mekanisme Hukum Penjaminan Kredit: Gadai


4. Setiawan Saham serta Eksekusinya”, Varia Peradilan No. 172
Januari 2000.

70 Perspektif
Lampiran Internasional

Isi1-ok.indd 70 12/13/2010 11:19:39 PM


NO. NAMA PENGARANG JUDUL TULISAN, NAMA JURNAL, TAHUN TERBIT

“Tinjauan Saham Sebagai Jaminan Kredit”, Varia


5. M. Yahya Harahap
Peradilan No. 101 Februari 1994.

“Eksekusi Gadai Saham yang dilakukan Secara


6. Dedy Adi Saputra Privat (Private Selling) Menurut Hukum Jaminan”,
Varia Peradilan No. 258 Mei 2007

4. Pendapat Ahli (Dalam Seminar, Workshop)

NO. NAMA AHLI JUDUL TULISAN, NAMA SEMINAR/WORKSHOP

“Beberapa Penyelesaian Permasalahan oleh Penga-


dilan Menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007”,
1. MA RIanna Sutadi
dalam Seminar Sehari Aspek-Aspek Penting UU No.
40/2001 tentang Perseroan Terbatas.

“Peranan Lembaga Jaminan dalam Pembiayaan Per-


bankan”, dalam Seminar Sehari Perbankan: Aspek
Hukum Jaminan dalam Corporate Financing oleh
2. J. Satrio Perbankan di Indonesia: Aturan dan Penyelesai­an
Sengketa Hukum dalam Hubungan Kreditur dan
Debitur, Jurnal Hukum dan Pembangunan FHUI, 17
Juli 2006.

“Eksekusi Barang Jaminan Sebagai Salah Satu Cara


Pengembalian Hutang Debitur”, dalam Seminar
Sehari Perbankan: Aspek Hukum Jaminan dalam
Corporate Financing oleh Perbankan di Indonesia:
Aturan dan Penyelesaian Sengketa Hukum dalam
Hubungan Kreditur dan Debitur, Jurnal Hukum
3. Maria Elizabeth Elijana
dan Pembangunan FHUI, 17 Juli 2006, Seminar
Sehari Perbankan: Aspek Hukum Jaminan dalam
Corporate Financing oleh Perbankan di Indonesia:
Aturan dan Penyelesaian Sengketa Hukum dalam
Hubungan Kreditur dan Debitur, Jurnal Hukum dan
Pembangunan FHUI, 17 Juli 2006.

“Pledge in General and Pledge of Shares in Particular


including the Enforcement under Netherlands Law”
4. H. H. Snijders
pada Seminar Eksekusi Saham, Jakarta, 31 Maret
2010.

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham 71

Isi1-ok.indd 71 12/13/2010 11:19:39 PM


cover_gadai_saham_v4_arsip_blk.pdf 1 12/15/10 4:59 PM

Penjelasan Hukum tentang


GADAI SAHAM
Ketidakpastian hukum merupakan masalah besar dan sistemik yang
mencakup keseluruhan unsur masyarakat. Di samping itu, ketidakpastian
hukum juga merupakan hambatan untuk mewujudkan perkembangan politik,
sosial, dan ekonomi yang stabil serta adil. Ketidakpastian ini umumnya
C
bersumber dari hukum tertulis yang tidak jelas dan kontradiktif satu sama
lain. Selain itu, juga karena ketidakpastian dalam penerapan hukum oleh
M

CM institusi pemerintah ataupun pengadilan.


MY

CY
Terdapat inkonsistensi putusan pengadilan terkait lembaga hukum Eksekusi Gadai Saham. Selain itu, perkembangan
CMY
kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan kegiatan usaha persekutuan perdata melahirkan banyak “kekosongan hukum”
K terkait diskursus hukum perdata tentang eksekusi gadai saham. Misalnya, apakah eksekusi gadai saham bisa dilakukan di
bawah tangan atau harus melalui penetapan pengadilan? Bagaimana bila terdapat parate eksekusi untuk saham
tersebut? Bagaimana pula jika dalam parate eksekusi pihak debitur tidak mau bekerja sama atau kooperatif?

Buku ini merupakan salah satu upaya untuk menjawab isu ketidakpastian hukum tersebut. Tujuan utama dari buku ini
adalah mewujudkan gambaran yang jelas tentang beberapa konsep penting hukum Indonesia modern. Metode yang
digunakan adalah analisis terhadap tiga sumber hukum, yaitu peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan
literatur yang otoritatif.

National Legal Reform Program (NLRP)


Gedung Setiabudi 2 Lantai 2 Suite 207D
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62
Jakarta 12920 - INDONESIA
Phone : +62 21 52906813
Fax : +62 21 52906824

34608100145

Anda mungkin juga menyukai