Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KH. As’ad Syamsul Arifin adalah PELAKU sejarah berdirinya NU, beliaulah yang menjadi
media penghubung dari KH.R. Kholil (Bangkalan) yang memberika ISYARAT agar KH.
Hasyim Asyari mendirikan Jam’iyah Ulama yang akhirnya bernama NAHDLOTUL
'ULAMA. Pidato ini awalnya berbahasa Madura dan berikut adalah translit selengkapnya.
“Assalamu’alaikum wr. wb ..
Yang akan saya sampaikan pada Anda tidak bersifat nasehat atau pengarahan, tapi saya mau
bercerita kepada Anda semua. Anda suka mendengarkan cerita? (Hadirin menjawab: Ya).
Kalau suka, saya mau bercerita. Begini saudara-saudara, tentunya yang hadir ini kebanyakan
warga NU, ya? Ya?
(Hadirin menjawab: Ya).
Tentunya muballigh-muballigh yang lain menceritakan isinya kitab. Kalau saya tidak,
Sekarang saya ingin bercerita tentang kenapa ada NU di Indonesia, apa sebabnya? Tolong
didengarkan ya, TERUTAMA para pengurus, Pengurus Cabang, MWC, Ranting, kenapa ada
NU di Indonesia.
Begini ,, umat Islam di Indonesia ini mulai kira-kira 700 tahun ( yang lalu) dari sekarang,
kurang lebih, para auliya', pelopor- pelopor Rasulullaah Saw. ini yang masuk ke Indonesia
membawa syariat Islam menurut aliran salah satu empat madzhab, yang empat.
Jadi, ulama, para auliya', para pelopor Rasulullaah Saw. masuk ke Indonesia pertama kali
yang dibawa adalah Islam. Menurut orang sekarang Islam Ahlussunah wal Jama’ah, syariat
Islam DARI Rasulullaah Saw. yang beraliran salah satu empat madzhab KHUSUSNYA
madzhab Syafi'i. Ini yang TERBESAR yang ada di Indonesia.
Madzhab-madzhab yang lain juga ada. Ini TERMASUK Islam Ahlussunah wal Jama’ah.
Termasuk yang dibawa Walisongo, yang dibawa Sunan Ampel, termasuk Raden
Asmoro ayahanda Sunan Ampel, termasuk Sunan Kalijogo, termasuk Sunan Gunung Jati.
SEMUA ini adalah ulama-ulama pelopor yang masuk ke Indonesia, yang membawa syariat
Islam Ahlussunah wal Jama’ah.
Kira-kira tahun 1920, waktu saya ada di Bangkalan (Madura), di pondok Kyai Kholil. Kira-
kira tahun 1920, Kyai Muntaha Jengkebuan menantu Kyai Kholil, MENGUNDANG tamu
para ulama dari seluruh Indonesia. Secara bersamaan tidak dengan berjanji datang bersama,
sejumlah sekitar 66 ulama dari seluruh Indonesia.
Masing-masing ulama melaporkan: “Bagaimana Kyai Muntaha ,,, (kami mohon) tolong
sampaikan kepada Kyai Kholil, saya (kami) tidak berani menyampaikannya. ini semua sudah
berniat untuk sowan kepada Hadhrotusy Syaikh. Ini tidak ada yang berani kalau bukan Anda
(kyai Muntaha) yang menyampaikannya.”
Salah satu ulama menjawab : “ BEGINI , sekarang ini mulai ada kelompok-kelompok yang
sangat tidak senang dengan ulama Salaf, tidak senang dengan kitab-kitab ulama Salaf. Yang
diikuti hanya al-Quran dan Hadits saja. Yang lain tidak perlu diikuti. Bagaimana pendapat
pelopor-pelopor Walisongo karena ini yang sudah berjalan di Indonesia. Sebab rupanya
kelompok ini melalui (mendompleng) kekuasaan pemerintah Jajahan, Hindia Belanda.
Tolong disampaikan pada Kyai Kholil.”
Sebelum para tamu (termasuk kyai Muntaha) sampai ke kediaman Kyai Kholil dan masih
berada di Jengkebuan, Kyai Kholil menyuruh Kyai Nasib:
“Nasib, ke sini! Bilang kepada Muntaha, DI AL-QUR'AN SUDAH ADA, SUDAH CUKUP:
JADI kalau sudah dikehendaki oleh Allaah Ta'ala, maka KEHENDAK-NYA yang akan
terjadi, tidak akan gagal. Bilang ya kepada Muntaha.”
Jadi para tamu BELUM SOWAN sudah dijawab oleh Kyai (Kholil). Ini karomah saudara,
belum datang sudah dijawab keperluannya. Jadi para ulama tidak menyampaikan apa-apa,
Cuma bersalaman.
Tahun 1921-1922 ada musyawarah di Kawatan (Surabaya) di rumah Kyai Mas Alwi. Ulama-
ulama berkumpul sebanyak 46, bukan 66. Tapi hanya seluruh Jawa, bermusyawarah termasuk
Abah saya (KH. Syamsul Arifin), termasuk Kyai Sidogiri, termasuk Kyai Hasan
almarhum, (dari) Genggong, membahas masalah ini.
Dari Barat Kyai Asnawi (dari) Kudus, Ulama-ulama Jombang semua, Kyai Thohir. para Kyai
berkata: “Tidak ada jadinya, tidak ada kesimpulan (dari musyawarah itu).”
Sampai tahun 1923, kata Kyai satu (salah satu Kyai): “Mendirikan Jamiyah (organisasi)”,
kata yang lain: “Syarikat Islam ini saja diperkuat.”
Kata yang lain: “Organisasi yang sudah ada
saja.”
Tabarruk-tabarruk sudah tidak boleh. Orang minta berkah ke (lewat) Ampel sudah tidak
boleh. Minta syafaat ke nenek moyang sudah tidak boleh. Ini sudah tidak dikehendaki. Sudah
ditolak semua oleh kelompok-kelompok tadi.
Seperti apa bawaan (YANG TERJADI SAAT) ini.
Kemudian ada satu ulama yang matur (menghadap) sama Kyai (Kholil) :
“Kyai, saya menemukan satu sejarah tulisan Sunan Ampel".
Beliau menulis seperti ini. Kalau tidak salah, (soalnya) ini kertas tebal. Saya masih kanak-
kanak. Belum dewasa hanya mendengarkan saja :
“Waktu saya (Sunan Ampel / Raden Rahmatullah) mengaji ke paman saya di Madinah, saya
pernah pernah bermimpi bertemu Rosulullaah, seraya berkata kepada saya (Sunan Aampel /
Raden Rahmat): “Islam Ahlussunah wal Jama’ah ini BAWA HIJRAH ke Indonesia. Karena
di tempat kelahirannya ini sudah tidak mampu melaksanakan Syariat Islam Ahlussunah wal
Jama’ah. Bawa ke Indonesia.”
Jadi DI ARAB sudah tidak mampu melaksanakan syari'at Islam Ahlussunah wal Jama’ah.
Pada zaman Maulana Ahmad, belum ada istilah Wahabi, belum ada istilah apa-apa. Ulama-
ulama Indonesia ditugasi melakukan wasiat ini.
Kesimpulannya, mari Istikhoroh.
Jadi ulama berempat (46) ini melakukannya. Ada yang ke Sunan Ampel. Ada yang ke Sunan
Giri. Dan ke sunan-sunan yang lain. Paling tidak 40 hari. Ada 4 orang yang ditugasi ke
Madinah.
AKHIRNYA, tahun 1923 semua berkumpul, sama-sama melaporkan. Hasil laporan ini tidak
tahu siapa yang memegang. Apa Kyai Wahab, apa Kyai Bisri. Insya Allaah ada laporan
lengkapnya. Dulu saya pernah minta sama
Gus Abdurrahman dan Gus Yusuf supaya dicari.
Sesudah tidak menemukan kesimpulan, tahun 1924, Kyai (Kholil) memanggil saya. Ya saya
ini. Saya tidak bercerita (tentang) orang lain. Saya sendiri.
Kemudian esok harinya pelat saya ini hilang. Ini salah satu kekeramatan Kyai yang diberikan
kepada saya.
Kedua, saya dipanggil lagi:
(Kyai Kholil) : “Mana yang cedal itu? ,, Sudah sembuh cedalnya?”
(kyai as'ad) : “Sudah Kyai.”
(Kyai Kholil) : “Ke sini. Besok kamu pergi ke Hasyim Asy’ari Jombang. Tahu rumahnya?”
(Kyai as'ad) : “Tahu.”
(Kyai Kholil) : “Kok tahu? Pernah mondok di sana?”
(Kyai as'ad) : “Tidak, Pernah sowan.”
(Kyai Kholil) : “Tongkat ini antarkan, berikan pada Hasyim. Ini tongkat kasihkan.”
(Kyai as'ad) : “Ya, Kyai.”
(Kyai Kholil) : “Kamu punya uang?”
(Kyai As'ad) : “Tidak punya, Kyai.”
(Kyai Kholil) : “Ini.”
Saya diberikan uang 1 Ringgit, uang perak yang bulat. Saya letakkan di kantong. Tidak saya
pakai. Sampai sekarang masih ada. Tidak beranak, tapi berbuah (berkah).
Beranaknya tidak ada. Kalau buahnya banyak. Saya simpan. Ini berkah, Ini buahnya ( Kyai
as'ad sambil menunjukkan sesuatu).
Saya dikasih lagi 1 Ringgit bulat. Saya simpan lagi. Saya sudah punya 5 Rupiah. Uang ini
tidak saya apa-apakan. Masih ada sampai sekarang.
﴾١٨﴿ ﻗَﺎﻝَ ﻫِﻲَ ﻋَﺼَﺎﻱَ ﺃَﺗَﻮَﻛَّﺄُ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻭَﺃَﻫُﺶُّ ﺑِﻬَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻏَﻨَﻤِﻲ ﻭَﻟِﻲَ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻣَﺂﺭِﺏُ ﺃُﺧْﺮَﻯ
Karena saya ini namanya masih muda. Masih gagah. Sekarang saja sudah keriput.
Gagah pakai tongkat dilihat terus sama orang-orang.
Kata orang Arab Ampel: “Orang ini gila. Muda pegang tongkat.”
Ada yang lain bilang: “Ini wali.”
Wah macam-macam perkataan orang. Ada yang bilang gila, ada yang bilang wali. Saya tidak
mau tahu, saya hanya disuruh Kyai. Wali atau tidak, gila atau tidak terserah kamu (mereka).
Saya terus berjalan. Saya terus diolok-olok, gila. Karena masih muda pakai tongkat. Jadi
perkataan orang tidak bisa diikuti. Rusak semua, yang menghina terlalu parah.
Yang memuji juga keterlaluan. "Wali itu", kok tahu? Jadi ini UJIAN. Saya DIUJI oleh Kyai.
Ini orang yang sadar. Kyai ini pintar. Sadar, hadziq (cerdas). “Bagaimana ceritanya?”
Tongkat ini tidak langsung diambil (oleh Kyai Hasyim). Tapi ditanya dulu mengapa saya
diberi (disuruh mengatarkan) tongkat. (Kemudian) Saya menyampaikan ayat:
﴾١٨﴿ ﻗَﺎﻝَ ﻫِﻲَ ﻋَﺼَﺎﻱَ ﺃَﺗَﻮَﻛَّﺄُ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻭَﺃَﻫُﺶُّ ﺑِﻬَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻏَﻨَﻤِﻲ ﻭَﻟِﻲَ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻣَﺂﺭِﺏُ ﺃُﺧْﺮَﻯ
Kemudian diberi uang 1 Ringgit dan rokok. Saya kumpulkan. Semuanya menjadi 3 Ringgit
dengan yang dulu. Tidak ada yang saya pakai. Saya ingin tahu buahnya.
Diberi lagi oleh Kyai. Dikasih lagi 1 Ringgit ... Saya simpan lagi.
KEMUDIAN tasbih itu dipegang ujungnya (oleh Kyai Kholil, dan beliau membaca) :
“Ya Jabbar, Ya Jabbar, Ya Jabbar. Ya Qahhar, Ya Qahhar, Ya Qahhar."
Jadi , Ya Jabbar 1 kali putaran tasbih. Ya Qahhar 1 kali putaran tasbih. Saya disuruh dzikir.
Sebagaimana kepada Rosulullaah, ini kepada guru. Saya tidak berani. Saya berpuasa. Saya
tidak makan, tidak minum tidak merokok. Tidak terpakai uang saya. Ada yang narik:
“Karcis! karcis!”. Saya tidak ditanya. Saya pikir ini karena tasbih dan tongkat. Saya pura-
pura tidur karena tidak punya karcis.
Jadi selama perjalanan 2 kali saya tidak pernah membeli karcis. Mungkin karena tidak
melihat saya. Ini sudah jelas keramatnya Kyai.
Jadi Auliya' itu punya karomah. Saya semakin yakin dengan karomah. Saya semakin yakin.
INI DAWUHNYA.
PADA tahun 1925, Kyai Kholil wafat tanggal 29 Romadlon. Banyak orang berserakan
(berdatangan untuk ta'ziah).
AKHIRNYA pada tahun 1926 bulan Rajab diresmikan Jam’iyatul Ulama. Ini sudah dibuat,
organisasi sudah disusun. TERMASUK yang menyusun adalah Kyai Dahlan dari Nganjuk,
yang membuat anggaran dasar. Kemudian para ulama sidang
lagi untuk mengutus kepada Gubernur Jenderal.
* Nb. File rekaman diperoleh dari Gus Adib Mursyid, MAg. pada Jum’at 23 Maret 2012 di
atas Kapal Lawit (Pelni).