Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Lembaga keuangan syariah telah berkembang dengan pesat di seluruh
dunia tetapi di Afrika industri tesebut masih dalam masa pertumbuhan.
Pemerintah Afrika Selatan bahkan telah melihat potensi keuangan melalui
menyediakan produk yang sesuai dengan syariah untuk prospek keuangan yang
lebih inklusif bagi warganya. Perluasan produk untuk menarik konsumen Muslim
oleh negara-negara Afrika ini sejalan dengan pembelian global yang menargetkan
kelas menengah Muslim yang makmur.

Perputaran bisnis di sektor menengah muslim Afrika ini diperkirakan bisa


mencapai U$ 5 triliun pada tahun 2020, sebagaimana dilaporkan oleh Pew
Research. Ini jelas dapat semakin mendorong dunia industri untuk memperluas
produk dan layanan ekonomi halal di Afrika. Laporan Malaysia International
Islamic Financial Centre (MIFC) menyebutkan, kepentingan negara-negara Afrika
di sektor keuangan Islam meluas sepanjang tahun 2013. Sejak saat itu, negara-
negara seperti Nigeria, Senegal, Pantai Gading (Côte d'Ivoir), dan Togo telah
menerbitkan obligas Islam (sukuk) dan layanan keuangan lainnya bagi konsumen
Muslim. Ada lebih dari 50 lembaga keuangan yang menawarkan keuangan
berbasis syariah di Afrika.

Kebangkitan keuangan yang inklusif di Afrika Selatan dapat dilihat dari


kebijakan pemerintah dalam memenuhi permintaan sekitar 250 juta Muslim
Afrika, dan usahanya dalam menemukan solusi alternatif untuk konsumen Afrika
yang tidak memiliki rekening bank. Aset keuangan Islam diperkirakan bernilai U$
3,2 triliun pada tahun 2020. Saat ini bank-bank Afrika seperti Bank Nasional
Mesir, Bank Fin di Nigeria, FNB dan bank Absa di Afrika Selatan telah

1
2

menyiapkan 'jendela' Islam yang menawarkan prouk yang sesuai syariah. Kenya
berencana untuk menjadi pusat keuangan Islam di benua itu. Negara ini
memimpin dengan jumlah lembaga-lembaga keuangan yang melayani basis klien
Muslim mereka. Kenya saat ini memiliki tiga bank syariah yaitu bank First
Community, bank Teluk Afrika dan baru-baru ini bank Islam Dubai yang dimiliki
oleh Uni Emirat Arab.

Negara-negara yang telah mengikuti kebijakan dalam memperluas


legislasi untuk penyediaan produk yang sesuai dengan Syariah adalah Gambia,
Maroko yang juga telah mendirikan lembaga keuangan Islam. Dalam hal ini
sektor keuangan Afrika tidak lagi hanya menawarkan produk yang dirancang
untuk konsumen Muslim mereka, namun juga melihat lembaga keuangan dan para
investor yang membuka lembaga-lembaga yang patuh syariah. Tidak hanya
melayani konsumen Muslim global, tetapi juga memperluas penawaran keuangan
untuk konsumen non-muslim. Sektor swasta juga bergerak ke ruang yang
memperluas lanskap keuangan syariah di Afrika. Investor Uganda Haruna
Sebaggala contohnya, yang berencana untuk mendirikan Lembaga Islam yang
disebut Midsoc. Sementara bank Sterling PIC di Nigeria berencana untuk
mendapatkan lisensi perbankan yang akan memungkinkan lembaga itu
mengembangkan bank tanpa bunga yang mandiri di negara tersebut.

Lembaga keuangan syariah telah berkembang dengan pesat di seluruh


dunia tetapi di Afrika industri tesebut masih dalam masa pertumbuhan. Meski
begitu Afrika menyajikan kesempatan besar bagi pasar perbankan syariah. Kepala
Perbankan Syariah Global, Perbankan Konsumer Standard Chartered Saadiq,
Wasim Saifi mengatakan hal tersebut dapat dilihat dari konferensi syariah yang
dihadirinya belum lama ini "Setelah perkembangan lambat selama bertahun-
tahun, para delegasi merasakan bahwa perbankan syariah sedang menuju
terobosan di sub-Sahara Afrika," ujar Saifi, seperti dikutip //CPI Financial// baru-
baru ini.
3

Pasar perbankan Afrika berkembang berdasarkan pilihan konsumen. Aset


perbankan syariah global saat ini mencapai lebih dari 1,3 triliun dolar AS pada
akhir 2012. Pada akhir dekade memungkinkan perbankan syariah tumbuh hingga
10 persen yang disumbang dari aset perbankan syariah lima atau enam negara
Afrika termasuk Kenya dan Nigeria. Dengan adanya izin pertama yang diberikan
di Kenya lima tahun lalu, akan membuat lompatan Afrika ke perbankan syariah
menjadi jauh lebih cepat dari pada pasar seperti Pakistan dan Indonesia, di mana
jasa keuangan syariah telah tersedia lebih lama.

Permintaan riil dari konsumen dalam negeri Afrika terhadap bank yang
sesuai dengan prinsip syariah, sama dengan umat Islam di sebagian besar Asia
dan Timur Tengah. Pemerintah dan regulator Afrika tidak lagi melihat perbankan
syariah sebagai industri kecil, tetapi juga secara aktif berusaha mendorong
perkembangannya. Kesadaran likuiditas keuangan syariah juga tumbuh signifikan
khususnya di Timur Tengah sebagai sumber pendanaan untuk investasi
infrastruktur dalam bentuk sukuk.

Perbankan Islam telah berkembang sejak tahun 1963 di Mesir (Ariff,


1988). Perbankan syariah memiliki aset US $ 1,8 miliar secara global pada akhir
2013 dan syariah produk perbankan ditawarkan di lebih dari 70 negara (Nazim
dan Bellens, 2013). Populasi minoritas Muslim di Afrika Selatan
memperkenalkan perbankan Islam melalui Al Baraka Bank yang membuka
perkembangan perbankan pada tahun 1989 dengan HBZ Bank dan berikut pada
tahun 1995. Perbankan syariah menjanjikan di Afrika Selatan ketika dua dari
Empat bank konvensional, Pertama National Bank FNB dan ABSA, yang
memperkenalkan perbankan syariah pada tahun 2004 dan 2006, (Nazim dan
Bellens, 2013).

Perbankan syariah adalah manifestasi dari model ekonomi Islam


kontemporer (Al-Arabi, 1966; Khan, 1986) dan konsep tatanan keuangan
alternatif, keduanya termasuk aspek moral dan sosial yang hilang dari ekonomi
Barat atau sekuler (Ariff, 1988). Perbankan Islam dibedakan oleh filosofi bebas
4

bunga. Dalam Al-Quraan secara eksplisit melarang pengisian atau pengambilan


riba (bunga), terlepas dari alasannya pinjaman atau investasi. Islam mengijinkan
pengaturan pembagian laba dan rugi sebagai alternatif berbasis bunga transaksi.
Pembagian laba dan rugi menggambarkan modal sebagai faktor produksi,
sedangkan laba hanya diperoleh karena berlalunya waktu (bunga) tidak
diperbolehkan.

Selama dekade terakhir abad kedua puluh dan dekade pertama abad kedua
puluh satu, dunia menyaksikan perubahan dan perkembangan yang signifikan
ketika globalisasi menjadi fakta yang membawa deregulasi besar, dan gelombang
konsolidasi besar. Ini penting bagi perkembangan dan perubahan tercermin pada
sistem keuangan yang memainkan peran penting dalam pengumpulan dana dan
pembiayaan investasi baik secara langsung melalui modal pasar, atau dan secara
tidak langsung melalui bank. Namun, sebagian besar lembaga keuangan yang
melakukan operasi perbankan menentukan harga pinjaman dan simpanan mereka
menentukan tingkat bunga yang dapat disesuaikan sebelumnya tidak seperti bank
syariah yang bergantung pada pembagian risiko konsep dimana tidak ada biaya
dana yang telah ditentukan atau laba tetap untuk deposan atau investor.Dengan
demikian, bank syariah dapat dianggap sebagai satu-satunya pengganti bank
komersial / konvensional.

Persaingan antara bank konvensional dan bank syariah menjelaskan


meningkatnya minat terhadap perbankan syariah di seluruh dunia. Bank syariah
dan konvensional memiliki lebih banyak intuisi tentang masa depan dan risiko
yang dihadapi keduanya sistem perbankan. Bukti integrasi dan konvergensi
keuangan dianggap sangat penting dalam menilai hasil kebijakan deregulasi yang
bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi sektor perantara keuangan
(Casu dan Girardone, 2010). Integrasi keuangan dan ekonomi di Afrika
diharapkan memberikan keuntungan dalam pertumbuhan dengan mengunggulkan
persaingan dan efisiensi di sektor perbankan. Keuntungan ini berasal dari
penurunan harga dalam jasa keuangan, yang mengarah pada keuntungan langsung
5

bagi konsumen dan tidak langsung manfaat melalui pengurangan tingkat pinjaman
yang mendukung investasi (Weill, 2009).

Dewan Pengawas Syariah atau penasihat syariah dari semua lembaga


perbankan Islam, memberikan legitimasi untuk transaksi dengan proses
persetujuan formal ketika sesuai dengan Syariah (Mansoor Khan dan Ishaq Bhatti,
2008). Anggota di Dewan Pengawas Syariah berbeda dengan lembaga perbankan
syariah memastikan konsistensi sampai tingkat tertentu (Bassens et al., 2010).
Perbankan syariah di Afrika Selatan masih dalam masa pertumbuhan dalam hal
penetrasi pasar dan lamanya operasi. Hanya dua dari Empat Bank konvensional
konvensional di Afrika Selatan (ABSA) dan (FNB) menawarkan produk
perbankan syariah, dan dua pelaku pasar lainnya kecil anak perusahaan bank
internasional. Bank syariah di Afrika Selatan hanya menawarkan qard dan
Transaksi Mudarabah berbasis pembagian laba rugi untuk deposito dan
menawarkan pengurangan berbasis pembagian laba rugi. Musharaka, serta opsi
ijarah dan murabahah yang tidak berbasis pembagian laba rugi, untuk
pembiayaan.

Salah satu perkembangan ekonomi terpenting selama seperempat abad


terakhir menjadi konvergensi segmen pasar keuangan yang sebelumnya terpisah
di negara maju negara (Asongu, 2013). Konvergensi yang bertepatan dengan
pertumbuhan globalisasi pasar keuangan di Eropa, Amerika Serikat dan Asia.
Perdebatan saat ini tentang integrasi keuangan di Afrika, menyelidiki perantara
keuangan konvergensi karena itu relevan untuk benua Negara-negara Afrika Sub-
Sahara, didominasi Kristen, dan berorientasi Muslim.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah Lembaga Keuangan Syariah di Afrika Selatan ?
2. Apakah Lembaga Keuangan Syariah Terintegrasi Sesuai Dengan
Syariah?
6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Afrika Selatan


Lembaga keuangan syariah telah berkembang dengan pesat di seluruh
dunia tetapi di Afrika industri tesebut masih dalam masa pertumbuhan.
Pemerintah Afrika Selatan bahkan telah melihat potensi keuangan melalui
menyediakan produk yang sesuai dengan syariah untuk prospek keuangan yang
lebih inklusif bagi warganya. Perluasan produk untuk menarik konsumen Muslim
oleh negara-negara Afrika ini sejalan dengan pembelian global yang menargetkan
kelas menengah Muslim yang makmur.

Menurut Outlook Ekonomi Afrika 2014 dari Bank Pembangunan Afrika,


Pertumbuhan ekonomi benua tersebut didorong oleh fundamental ekonominya
yang menguat. Pada 2013, pertumbuhan ekonomi tumbuh rata-rata 4.8%.
Pertumbuhan ini banyak didukung oleh harga komoditas yang meningkat di
tengah membaiknya ekonomi global. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan
benua ini pada 2012 yang cukup tinggi, sebesar 6,6%, pertumbuhan 2013 malah
merefleksikan fundamental yang solid mengingat, pertumbuha di 2012 yang
tinggi banyak didorong oleh tingginya produksi minyak bumi Libya. Jika faktor
Libya dikesampingkan, pertumbuhan ekonomi Africa akan berkisar di 4.2%. Oleh
karena itu, Bank Pembangunan Afrika memroyeksi, pertumbuhan ekonomi benua
hitam pada 2014 akan menyentuh angka moderat, 5.3%. Pertumbuhan yang
banyak didukung oleh permintaan domestik baik di sektor konsumsi maupun di
sektor investasi, baik yang dilakukan oleh pemerintahnya atau swasta.

Jika dilihat tren perdagangan antara benua Afrika dan GCC, bertumbuh
cukup cepat pada periode 2000-2010. Menurut Gulf Research Centre, Nilai ekspor
7

GCC ke Afrika naik rata-rata 14.7% per tahun. Impor oleh Afrika dari GCC naik
rata-rata 27.5% per tahun. Berdasarkan statistik dari UNCTAD’s Special Report
on Global Investment Trends Monitor (Maret 2013), nilai perdagangan dua
wilayah hampir mencapai USD 35 Miliar. Investor dari GCC juga telah
menanamkan dananya ke sektor bisnis di Afrika. Hal yang sama juga terjadi
antara Afrika dan Malaysia. Menurut UNCTAD, Foreign Direct Investment (FDI)
Malaysia ke Afika bernilai USD3,5 Miliar pada 2011. Menempatkan Malaysia
sebagai negara ketiga terbesar yang berinvestasi di Afrika setelag Perancis dan
Amerika Serikat (AS). Saat ini, investasi Malaysia di Afrika menyentuh sektor-
sektor seperti telekomunikasi, keuangan dan perbankan, infrastruktur dan properti,
manufaktur, pembangkit listrik, dan lain-lain.

Menurut World Bank: Factsheet – Infrastructure in Sub Saharan Africa,


minimnya infrastuktur di Afrika telah menurunkan produktivitas industri hingga
hampir mencapai 40%. Konsorsium Infrastruktur Afrika mengestimasi,
pemerintahan-pemerintahan Afrika merogoh kocek setidaknya USD45 Miliar per
tahun untuk pembangunan infrastruktur. Sementara, total biaya yang diperlukan
untuk membangun infrastruktur di Afrika mencapai sekitar USD93 Miliar per
tahun. Berarti ada celah kekurangan sekitar USD48 miliar per tahun. Di antara
banyak sektornya, defisit infrastruktur Afrika terbesar ada di sektor
ketenagalistrikan, yaitu pembangkit listrik yang menyumbang hampir 40% dari
total biaya infrastruktur dibutuhkan di benua ini. Sebagai contoh, 48 negara
Afrika Sub-Sahara dengan populasi sekitar45 juta orang membutuhkan tenaga
listrik yang hampir sebanyak Spanyol.

Perputaran bisnis di sektor menengah muslim Afrika ini diperkirakan bisa


mencapai U$ 5 triliun pada tahun 2020, sebagaimana dilaporkan oleh Pew
Research. Ini jelas dapat semakin mendorong dunia industri untuk memperluas
produk dan layanan ekonomi halal di Afrika. Laporan Malaysia International
Islamic Financial Centre (MIFC) menyebutkan, kepentingan negara-negara Afrika
di sektor keuangan Islam meluas sepanjang tahun 2013. Sejak saat itu, negara-
negara seperti Nigeria, Senegal, Pantai Gading (Côte d'Ivoir), dan Togo telah
8

menerbitkan obligas Islam (sukuk) dan layanan keuangan lainnya bagi konsumen
Muslim. Ada lebih dari 50 lembaga keuangan yang menawarkan keuangan
berbasis syariah di Afrika.

Kebangkitan keuangan yang inklusif di Afrika Selatan dapat dilihat dari


kebijakan pemerintah dalam memenuhi permintaan sekitar 250 juta Muslim
Afrika, dan usahanya dalam menemukan solusi alternatif untuk konsumen Afrika
yang tidak memiliki rekening bank. Aset keuangan Islam diperkirakan bernilai U$
3,2 triliun pada tahun 2020. Saat ini bank-bank Afrika seperti Bank Nasional
Mesir, Bank Fin di Nigeria, FNB dan bank Absa di Afrika Selatan telah
menyiapkan 'jendela' Islam yang menawarkan prouk yang sesuai syariah. Kenya
berencana untuk menjadi pusat keuangan Islam di benua itu. Negara ini
memimpin dengan jumlah lembaga-lembaga keuangan yang melayani basis klien
Muslim mereka. Kenya saat ini memiliki tiga bank syariah yaitu bank First
Community, bank Teluk Afrika dan baru-baru ini bank Islam Dubai yang dimiliki
oleh Uni Emirat Arab.

Negara-negara yang telah mengikuti kebijakan dalam memperluas


legislasi untuk penyediaan produk yang sesuai dengan Syariah adalah Gambia,
Maroko yang juga telah mendirikan lembaga keuangan Islam. Dalam hal ini
sektor keuangan Afrika tidak lagi hanya menawarkan produk yang dirancang
untuk konsumen Muslim mereka, namun juga melihat lembaga keuangan dan para
investor yang membuka lembaga-lembaga yang patuh syariah. Tidak hanya
melayani konsumen Muslim global, tetapi juga memperluas penawaran keuangan
untuk konsumen non-muslim. Sektor swasta juga bergerak ke ruang yang
memperluas lanskap keuangan syariah di Afrika. Investor Uganda Haruna
Sebaggala contohnya, yang berencana untuk mendirikan Lembaga Islam yang
disebut Midsoc. Sementara bank Sterling PIC di Nigeria berencana untuk
mendapatkan lisensi perbankan yang akan memungkinkan lembaga itu
mengembangkan bank tanpa bunga yang mandiri di negara tersebut.
9

Produk keuangan Islam di Afrika masih dalam tahap awal distribusi dan
ketersediaan untuk membuka peluang bagi organisasi dari UAE berinvestasi di
benua tersebut, para investor Muslim Afrika mengatakan, telah memilih
menginvestasikan uang mereka dalam proyek-proyek di luar negeri seperti real
estate Dubai, sebagai langkah awal adaptasi terhadap sistem keuangan Islam.
Pengadopsian lembaga keuangan yang menyediakan opsi investasi seperti sukuk,
memberikan lebih banyak pilihan investasi untuk Muslim Afrika. Negara-negara
seperti Kenya telah melokalisasi penawaran keuangan mereka yang sesuai
syariah.

Pemerintah Kenya juga telah merestrukturisasi peraturan perbankan yang


memungkinkan sektor sukuk negara pertama dalam anggaran 2017/18. Dengan
begitu, nantinya negara dapat menerbitkan obligasi keuangan syariah dengan
mengubah karakter pada mata uangnya. Adapun Afrika Selatan saat ini sedang
mengerjakan sukuk berbasis mata uang lokal yang akan menjadi patokan bagi
perusahaan setempat untuk berinvestasi di pasar. Pasar keuangan Kenya juga
ingin mengembangkan opsi investasi 'jendela Islam'. Perserikatan pensiun
(pension trust) bentukan negaranya (the Local Authorities Provident Fund)
LAPFUND menerima lisensi dari otoritas keuntungan pensiun untuk
menyediakan skema yang sesuai dengan Syariah yang diberi nama LAPFUND
AMAL pada tahun 2018. Ada banyak peluang dalam pengembangan penawaran
keuangan digital berbasis syariah, terutama di kawasan Afrika karena negara-
negara berusaha memasuki ruang wisata Muslim.

2.2 Prinsip Lembaga Keuangan Syariah


Beberapa prinsip operasional dalam LKS adalah :
1. Keadilan, yaitu prinsip berbagi keuntungan atas dasar penjualan yang
sebenarnya berdasarkan konstribusi dan resiko masing-masing pihak.
2. Kemitraan, yaitu prinsip kesetaraan diantara para pihak yang terlibat dalam
kerjasama. Posisi nasabah investor (penyimpanan dana), dan penggunaan
10

dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang
saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan.
3. Transpasi, dalam hal ini sebuah LKS diharuskan memberikan laporan
keuangan secara terbuka dan berkesinambungan kepada nasabah investor atau
pihak-pihak yang terlibat agar dapat mengetahui kondisi dana yang
sebenarnya.
4. Universal, yaitu prinsip di mana LKS diharuskan memberikan suku, agama,
ras, dan golongan dalam masyarakat dalam memberikan layanannya sesuai
dengan prinsip islam sebagai rahmatan lil alamin.

Dalam operasionalnya LKS juga harus memperhatikan kepada hal-hal berikut:


 Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai
pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
 Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat
hasil usaha institusi yang meminjam dana.
 Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki
nilai intrinsik.
 Unsur gharar (ketidak pastian,spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua
belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh
dari sebuah transaksi.
 Investasi hanya boleh diberikan kepada usaha-usaha yang tidak
diharamkan dalam Islam sehingga usaha minuman keras, misalnya, tidak
boleh didanai oleh perbankan syariah

2.3 Tujuan Lembaga Keuangan Syariah


Tujuannya berdirinya lembaga keuangan syariah adalah:
 Mengembangkan lembaga keuangan syariah (bank dan non bank syariah)
yang sehat berdasarkan efiensi dan keadilan,serta mampu meningkatkan
partisipasi masyarakat banyak sehingga menggalakkan usaha-usaha
11

ekonomi rakyat antara lain memperluas jaringan lembaga-lembaga


keuangan syariah ke daerah-daerah terpencil.
 Meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat bangsa
Indonesia, sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial ekonomi.
Dengan demikian akan melestarikan pembangunan nasional yang antara
lain melalui:
 Meningkatkan kualitas dan kuantitas usaha.
 Meningkatkan kesempatan kerja.
 Meningkatkan penghasilan masyarakat banyak.
 Meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan,
terutama dalam bidang ekonomi keuangan yang selama ini diketahui
masih banyak masyarakat yang enggan berhubungan dengan bank ataupun
lembaga keuangan.

2.4 Dasar Hukum Lembaga Keuangan Syariah Menurut Ketentuan Hukum


Islam
Setiap lembaga keuangan syari’ah, mempunyai falsafah dasar mencari
keridhaan Allah untuk memperoleh kebajikan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu,
setiap kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntunan
agama harus dihindari. Di dalam al-Qur’an tidak menyebutkan lembaga keuangan
secara eksplisit. Namun penekanan tentang konsep organisasi sebagaimana organisasi
keuangan telah terdapat dalam al-Qur’an.
Konsep dasar kerjasama muamalah dengan berbagai cabang-cabang
kegiatannya mendapat perhatian yang cukup banyak dalam al-Qur’an. Dalam Sistem
politik misalnya dijumpai istilah qoum untuk menunjukkan adanya kelompok sosial
yang berinteraksi satu dengan yang lain. Konsep tentang Sistem organisasi tersebut,
juga dijumpai dalam organisasi modern. Pedoman lembaga keuangan syari’ah dalam
beroperasi adalah al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 275 tentang Sistem menjauhkan
diri dari unsur riba dan menerapkan Sistem bagi hasil dan perdagangan.

‫الربوا يأ ْ ُكلُون الَّذِين‬


ِ ‫طهُ الَّذِي يقُُ و ُم كما ِإلَّ و ُمون ي ُق ل‬
ُ َّ‫ال َّشيْطانُ يتُخب‬
12

‫الربوا مِ ثْ ُل ْالب ْي ُع ِإنَّما قالُواْ ِبأنهَُُّ ْم ذلِك ْالم ِس مِ ن‬


ِ ‫وح َّرم ْالبيْع للاُ وأح َّل‬
( ‫الربوا‬...(‫البقراة‬:
ِ ۲۷۵
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ….” (QS. Al-Baqarah: 275).39
Dalam berjual beli ada hal-hal yang menghendaki halalnya, sedang dalam riba
terdapat mafsadat yang menghendaki haramnya. Pada riba berarti memberi uang
ataupun barang dan mengambil kembali pada waktu yang ditentukan dengan berlipat
ganda. Maka tambahan dari pokok yang diambil dari yang berhutang, tidak ada
imbalannnya, baik berupa benda maupun berupa usaha. Tidak pula diambil dengan
dasar keridhaan si pembayar. Dan makin bertambah lama waktunya makin banyak
pula pembayaran nanti. Karena itu, mengambil tambahan yang tidak diridhai itu
adalah riba.
Syaikh Muhammad Rasyid Ridha dalam tafsir al-Manar mengungkapkan,
Tidak termasuk riba, jika seseorang yang memberikan kepada orang lain harta (uang)
untuk diinvestasikan sambil menetapkan baginya dari hasil usaha tersebut kadar.
Karena transaksi ini menguntungkan bagi pengelola dan bagi pemilik harta,
sedangkan riba yang diharamkan merugikan salah satu pihak tanpa satu dosa (sebab)
kecuali keterpaksaannya, serta menguntungkan pihak lain tanpa usaha kecuali
penganiayaan dan kelobaan. Dengan demikian, tidak mungkin ketetapan hukumnya
menjadi sama dalam pandangan keadilan Tuhan dan tidak pula kemudian dalam
pandangan seorang yang berakal atau berlaku adil

2.5 Sejarah Bank Syariah


Ide untuk menggunakan bank dengan sistem bagi hasil telah muncul sejak
lama dan ditandai dengan munculnya para pemikir islam yang menulis mengenai
bank syariah, mereka diantaranya Anwar Quraeshi (1946), Naiem Siddiqi (1948),
dan Mahmud Ahmad (1952) dan ditulis kembali secara terperinci oleh Mawdudi
(1961), selain itu tulisan-tulisan Muhammad Hamidullah pada tahun 1944-1962
13

bisa dikatakan sebagai pendahulu mengenai perbankan syariah. Perkembangan


bank syariah modern tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940, yang
pada waktu itu adalah usaha pengelolaan dana jamaah haji secara
nonkonvensional. Pada tahun 1940 di Mesir didirikan Mit Ghamr Lokal Saving
Bank oleh Ahmad El-Najar yang dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi. Dalam
jangka waktu empat tahun Mit Ghamr berkembang dengan membuka sembilan
cabang dengan nasabah mencapai satu juta orang. Gagasan lain muncul dari
konferensi negara-negara Islam se-dunia di Kuala Lumpur pada tanggal 21-27
April 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta.

2.6 Bank Syariah


Kepercayaan utama Islam adalah bahwa alam semesta dan semua yang ada
di dalamnya dikendalikan oleh yang benar Tuhan, Allah yang Mahakuasa. Dia
menciptakan manusia dan menempatkan manusia di bumi untuk memenuhi tujuan
tertentu dengan mematuhi perintah-Nya. Perintah Allah (SWT) tidak hanya
berfokus pada agama ritual tetapi mencakup setiap aspek kehidupan. Perintah-
perintah ini tidak begitu sempit sehingga tidak meninggalkan ruang karena
kecerdasan manusia juga tidak begitu luas sehingga bersifat ambigu dan terbuka
untuk persepsi atau keinginan. Karena itu, Islam telah memberi manusia
seperangkat prinsip untuk mengatur aktivitas mereka.

Kemampuan luas kecerdasan manusia dibatasi oleh subjektivitas dan


emosi manusia yang kemudian membatasi kemampuan manusia untuk mencapai
kebenaran. Prinsip-prinsip yang diberikan oleh Allah (SWT) melalui Rasul-Nya
Muhammad (SAW) melawan keterbatasan itu, dan, jika taat, menciptakan
masyarakat yang adil dan adil (Usmani dan Taqi, 1999).

Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang mempunyai fungsi


utamanya adalah menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa
pengiriman uang, pada awalnya istilah bank memang tidak di dikenal di dunia
islam, yang lebih dikenal adalah jihbiz yang mempunyai arti penagih pajak yang
14

pada waktu itu jihbiz dikenal dengan penagih dan penghitung pajak pada benda
yang kena pajak yaitu barang dan tanah.

Pada zaman Bani Abbasiyyah, jihbiz lebih dikenal dengan profesi


penukaran uang yang pada waktu itu diperkenalkan mata uang yang dikenal
dengan fulus yang terbuat dari tembaga, dengan adanya fulus para gubernur
pemerintahan cenderung mencetak fulusnya masing-masing sehingga akan
berbeda-beda nilai dari fulus tersebut, kemudian ada sistem penukaran uang.
Selain melakukan penukaran uang jihbiz juga menerima titipan dana,
meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang.

2.7 Produk Lembaga Keuangan Syariah


Secara garis besar produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga
yaitu Produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana, dan produk jasa yang
diberikan bank kepada nasabahnya.

 Penyaluran Dana

 Prinsip Jual Beli (Ba’i)

Jual beli dilaksanakan karena adanya pemindahan kepemilikan barang.


Keuntungan bank disebutkan di depan dan termasuk harga dari harga yang
dijual. Terdapat tiga jenis jual beli dalam pembiayaan modal kerja dan
investasi dalam bank syariah, yaitu:

 Ba’i Al Murabahah: Jual beli dengan harga asalditambah keuntugan yang


disepakati antara pihak bank dengan nasabah, dalam hal ini bank
menyebutkan harga barang kepada nasabah yang kemudian bank memberikan
laba dalam jumlah tertentu sesuai dengan kesepakatan.

 Ba’i Assalam: Dalam jual beli ini nasabah sebagai pembeli dan pemesan
memberikan uangnya di tempat akad sesuai dengan harga barang yang
dipesan dan sifat barang telah disebutkan sebelumnya. Uang yang tadi
15

diserahkan menjadi tanggungan bank sebagai penerima pesanan dan


pembayaran dilakukan dengan segera.

 Ba’i Al Istishna: Merupakan bagian dari Ba’i Asslam namun ba’i al ishtishna
biasa digunakan dalam bidang manufaktur. Seluruh ketentuan Ba’i Al
Ishtishna mengikuti Ba’i Assalam namun pembayaran dapat dilakukan
beberapa kali pembayaran.

 Prinsip Sewa (Ijarah)

Ijarah adalah kesepakatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui
sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa. Dalam
hal ini bank meyewakan peralatan kepada nasabah dengan biaya yang telah
ditetapkan secara pasti sebelumnya.

 Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Dalam prinsip bagi hasil terdapat dua macam produk, yaitu:

 Musyarakah: Adalah salah satu produk bank syariah yang mana terdapat dua
pihak atau lebih yang bekerjasama untuk meningkatkan aset yang dimiliki
bersama dimana seluruh pihak memadukan sumber daya yang mereka miliki
baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Dalam hal ini seluruh
pihak yang bekerjasama memberikan kontribusi yang dimiliki baik itu dana,
barang, skill, ataupun aset-aset lainnya. Yang menjadi ketentuan dalam
musyarakah adalah pemilik modal berhak dalam menetukan kebijakan usaha
yang dijalankan pelaksana proyek.

 Mudharabah: Mudharabah adalah kerjasama dua orang atau lebih dimana


pemilik modal memberikan memepercayakan sejumlah modal kepada
pengelola dengan perjanjian pembagian keuntungan. Perbedaan yang
mendasar antara musyarakah dengan mudharabah adalah kontribusi atas
16

manajemen dan keuangan pada musyarakah diberikan dan dimiliki dua orang
atau lebih, sedangkan pada mudharabah modal hanya dimiliki satu pihak saja.

 Penghimpun Dana

Produk penghimpunan dana pada bank syariah meliputi giro, tabungan, dan
deposito. Prinsip yang diterapkan dalam bank syariah adalah:

 Prinsip Wadiah

Penerapan prinsip wadiah yang dilakukan adalah wadiah yad dhamanah yang
diterapkan pada rekaning produk giro. Berbeda dengan wadiah amanah, dimana
pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga
ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Sedangkan pada wadiah amanah
harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi.

 Prisip Mudharabah

Dalam prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai


pemilik modal sedangkan bank bertindak sebagai pengelola. Dana yang
tersimpan kemudian oleh bank digunakan untuk melakukan pembiayaan,
dalam hal ini apabila bank menggunakannya untuk pembiayaan mudharabah,
maka bank bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin terjadi.

Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan, maka prinsip


mudharabah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

 Mudharabah mutlaqah: prinsipnya dapat berupa tabungan dan deposito,


sehingga ada dua jenis yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
Tidak ada pemabatasan bagi bank untuk menggunakan dana yang telah
terhimpun.

 Mudharabah muqayyadah on balance sheet: jenis ini adalah simpanan khusus


dan pemilik dapat menetapkan syarat-syarat khusus yang harus dipatuhi oleh
17

bank, sebagai contoh disyaratkan untuk bisnis tertentu, atau untuk akad
tertentu.

 Mudharabah muqayyadah off balance sheet:Yaitu penyaluran dana langsung


kepada pelaksana usaha dan bank sebagai perantara pemilik dana dengan
pelaksana usaha. Pelaksana usaha juga dapat mengajukan syarat-syarat
tertentu yang harus dipatuhi bank untuk menentukan jenis usaha dan
pelaksana usahanya.

 Jasa Perbankan

Selain dapat melakukan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, bank


juga dapat memberikan jasa kepada nasabah dengan mendapatan imbalan
berupa sewa atau keuntungan, jasa tersebut antara lain:

 Sharf (Jual Beli Valuta Asing)

Adalah jual beli mata uang yang tidak sejenis namun harus dilakukan pada
waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan untuk jasa jual beli
tersebut.

 Ijarah (Sewa)

Kegiatan ijarah ini adalah menyewakan simpanan (safe deposit box) dan jasa
tata-laksana administrasi dokumen (custodian), dalam hal ini bank
mendapatkan imbalan sewa dari jasa tersebut.

2.8 Peranan Lembaga Keuangan Syariah


Sebagai lembaga intermediasi, lembaga keuangan syariah memiliki peran
yang sangat strategis, antar lain:
Ø Pengalihan aset (aset transmutation). Bank syariah dan lembaga keuangan
syariah bukan bank akan memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan
dana dalam jangka tertentu yang telah disepakati. Pengalihan aset dapat juga
18

terjadi jika bank syariah dan lembaga keuangan syariah bukan bank menerbitkan
sekuritas sekunder yang diterbitkan oleh unit defisit.
Ø Likuiditas, berhubungan dengan kemampuan memperoleh uang tunai pada saat
dibutuhkan.
Ø Relokasi, pendapatan banyak individu menyisihkan dan merealokasikan
pendapatannya untuk persiapan menghadapi waktu yang akan datang.
Ø Transaksi, lembaga keuangan syariah memberikan berbagai kemudahan
kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa.
Ø Efesiensi, lembaga keuangan syariah dapat menurunkan biaya transaksi dengan
jangkauan pelayanannya juga memperlancar serta mempertemukan pihak-pihak
yang saling membutuhkan.

2.9 Instrumen Lembaga Syariah di Afrika Selatan


1. Perbankan Syariah
Perbankan syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah. Menurut jenisnya bank syariah dibedakan menjadi
Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS). Saat ini keberadaan Bank Syariah diatur dalam UU. No.
21 tahun 2008 tentang Bank Syariah.

Bank Syariah melakukan bentuk kegiatan usaha yang hampir sama dengan
bank konvensional, yaitu melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dan
penyaluran dana masyarakat. Bank syariah juga menyediakan jasa keuangan
lainnya. Perbedaannya adalah bahwa semua kegiatan tersbut dilakukan oleh bank
syariah dengan berdasarkan pada prinsip syariah. Implikasinya bank syariah
memiliki berbagai variasi akad sebagaimana yang lazim dalam fiqh muamalat.

2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR)


Menurut undang-undang (UU) Perbankan No. 7 tahun 1992, BPR adalah
lembaga keuangan yang menerima simpanan uang hanya dalam bentuk deposito
berjangka tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dalam bentuk itu
dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Pada UU Perbankan No. 10 tahun
19

1998, disebutkan bahwa BPR adlah lemabaga keuangan bank yang melaksanakan
kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.

Pengaturan pelaksanaan BPR yang menggunakan prinsip syariah tertuang


pada surat Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/tentang Bank Perkreditan
Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah tanggal 12 Mei 1999. Dalam hal ini pada
teknisnya BPR syariah beroperasi layaknya BPR konvensional namun
menggunakan prinsip syariah.

3. Pegadaian Syariah
Akad Perjanjian Transaksi Gadai

Qadr al-Hasan

Akad ini digunakan nasabah untuk tujuan komsumtif. Oleh karena itu
nasabah akan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadaian
kepada pegadai.

Mudharabah

Akad ini diberikan bagi nasabah yang ingin memperbesar modal usahanya
atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif.

Ba’i Muqayyadah

Akad ini diberikan bagi nasabah untuk keperluan yang bersifat produktif.

Ijarah

Obyek dari akad ini adalah pertukaran manfaat tertentu, bentuknya adalah
murtahin menyewakan tempat penyimpanan barang.
20

Mekanisme Operasional Pegadaian Syariah

Teknis pelaksanaan kegiatan pegadaian syariah adalah, sebagai berikut :

Jenis barang yang digadaikan

 Perhiasan

 Alat-alat rumah tangga, dapur, makan-minum, kebun, dan sejenisnya

 Kendaraan

iv.ii Biaya biaya

 Biaya administrasi pinjaman

 Jasa simpanan

iv.iii Sistem cicilan atau perpanjangan

iv.iv Ketentuan pelunasan pinjaman dan pengambilan barang gadai

Proses pelelangan barang gadai

Pelelangan baru dapat dilakukan jika nasabah tak dapat mengembalikan


pinjamannya. Teknisnya harus ada pemberitahuan 5 hari sebelum tanggal
penjualan.

Jasa dan Produk Pegadaian Syariah

 Pemberian pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai

 Penaksiran nilai barang

 Penitipan barang (ijarah)

 Gold counter

4. Asuransi Syariah
21

Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, “insurance”. Dalam bahasa arab
istilah asuransi biasa diungkapkan dengan kata at-tamin yang secara bahasa
berarti tuma’ ninatun nafsi wa zawalul khauf, tenangnya jiwa dan hilangnya rasa
takut.

Asuransi ialah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung, dengan menerima
premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tak pasti atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seeseorang yang
dipertanggungkan.

Sedangkan pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI adalah


usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak
melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan
syariah.

Pendapat Ulama Tentang Asuransi

Pada ulasan asuransi, pada awalnya para ulama berbeda pendapat dalam
menentukan keabsahan praktek hukum asuransi, disanalah menjadi controversial,
dan terhadap masalah ini dapat dipilah menjadi dua kelompok, adanya ulama yang
mengharamkan asuransi, dan ada juga yang memperbolehkan asuransi.berikut
alasan / argumentasinya :

Alasan ulama yang mengharamkan praktek asuransi, adalah :

 Asuransi mengandung unsur perjudian yang sangat dilarang di islam

 Asuransi mengandung unsur ketidakpastian


22

 Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam

 Asuransi termasuk jual-beli atau tukar-menukar mata uang tidak secara tunai

 Asuaransi obyek bisnisnya digantungkan pada hidup matinya seseorang, yang


berarti mendahului takdir Allah SWT

 Asuransi mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan

Argumentasi ulama dalam memperbolehkan asuransi, adalah :

 Tidak terdapat nash Al-Qur’an atau Hadist yang melarang asuransi

 Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak

 Asuransi menguntungkan kedua belah pihak

 Asuransi mengandung unsur kepentingan umum, sebab premi-premi yang


dapat diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan

 Asuransi termasuk akad mudharobah antara pemegang polis dengan


perusahaan asuransi

 Asuransi termasuk syirikah at-ta’awuniyah, usaha bersama yang didasarkan


pada prinsip tolong-menolong

Akad Pada Asuransi Syariah

Akad pada operasional asuransi syariah dapat didasarkan pada akad


tabarru’, yaitu akad yang didasarkan atas pemberian dan pertolongan dari satu
pihak kepada pihak yang lain.

Dengan akad tabbaru’ berarti peserta asuransi telah melakukan


persetujuan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi untuk menyerahkan
pembayaran sejumlah dana (premi) ke perusahaan agar dikelolah dan
dimanfaatkan untuk membantu peserta lain yang kebetulan mengalami
kerugian. Akad tabarru’ ini mempunyai tujuan utama yaitu terwujudnya
23

kondisi saling tolong-menolong antara peserta asuransi untuk saling


menanggung (tafakul) bersama

Akad lain yang dapat diterapkan dalam bisnis asuransi adalah akad
mudharabah , yaitu satu bentuk akad yang didasarkan pada prinsip profit dan
loss sharing atas untung dan rugi, dimana dana yang terkumpul dalam total
rekening tabungan dapat di investasikan oleh perusahaan asuransi yang risiko
investasi ditanggung bersama antara perusahaan dan nasabah.

i. Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional

No. Materi Asuransi Syariah Asuransi


Pembeda Konvensional

1 Akad Tolong-menolong Jual-beli


dan investasi (tabaduli)

2 Kepemilika Dana yang Dana yang


n dana terkumpul dari terkumpul dari
nasabah (premi) nasabah (premi)
merupakan milik menjadi milik
peserta, perusahaan perusahaan.
hanya sebagai Perusahaan bebas
pemegang amanah untuk
untuk mengolahnya menentukan
investasinya

3 Investasi Investasi dana Investasi dana


dana berdasar syariah berdasarkan
dengan sistem bagi bunga (riba)
24

hasil (mudharabah)

4 Pembayaran Dari rekening Dari rekening


klaim tabarru’ (dana dana perusahaan
sosial) seluruh
peserta

5 Keuntungan Dibagi antara Seluruhnya


perusahaan dengan menjadi milik
peserta, sesuai perusahaan
prinsip bagi hasil

6 Dewan Ada dewan Tidak ada


pengawas pengawas syariah
syariah mengawasi
manajemen,
produk, dan
investasi

5. Baitul Maal Wattamwil (BMT)


Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah
lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh
kembangkan derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin,
ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat
dengan berlandaskan pada system ekonomi yang salam.

Asas dan Prinsip Dasar


Prinsip dasar BMT, adalah:
1. Ahsan (mutu hasil terbaik), thayyiban (terindah), ahsanu ’amala(memuaskan
semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salaam: keselamatan, kedamaian,
dan kesejahteraan.
25

2. Barokah, artinya berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan,


transparan(keterbukaan), dan bertangggung jawab sepenuhnya kepada
masyarakat.
3. Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah)
4. Demokratis, partisipatif, dan inklusif.
5. Keadilan social dan kesetaraan jender, non-diskriminatif
6. Ramah lingkungan
7. Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya local, serta keanekaragaman
budaya.
8. Keberlanjutan, memberdayakan masyarat dengan meningkatkan kemampuan
diri dan lembaga masyarakat lokal.

Sifat, Peran, dan Fungsi


BMT bersifat terbuka, independen, tidak partisan, berorientasi pada
pengembangan tabungan dan pembiayaan untuk mendukung bisnis ekonomi
yang produktif bagi anggota dan kesejahteraan social masyarakat sekitar,
terutama usaha mikro dan fakir miskin.
Peran BMT di masyarakat sebagai berikut :
1. Motor penggerak ekonomi dan social masyarakat banyak
2. Ujung tombak pelaksanaan system ekonomi syariah
3. Penghubung antara kaum aghnia (kaya) dan kaum dhu’afa (miskin)
4. Sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang barakah,
ahsanu ‘amaia dan salaam melalui spiritual communication dengan dzikir
qalbiyah ilahiah.

Fungsi BMT di masayarakat


1. Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus, dan pengelola menjadi lebih
professional, salaam, dan amanah sehingga semakin utuh dan tangguh dalam
berjuang dan berusaha menghadapi tantangan global.
26

2. Mengorganisir dan memobilisasi dana sehingga dana yang dimiliki oleh


masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal di dalam dan luar organisasi
untuk kepentingan rakyat banyak.
3. Mengembangkan kesempatan kerja.
4. Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-produk
anggota
5. Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi dan
sosial rakyat banyak.
Pendirian BMT

BMT dapat didirikan oleh :

1. Sekurang-kurangnya 20 orang.
2. Satu pendiri dengan lainnya sebaiknya tidak memiliki hubungan keluarga
vertical dan horizontal satu kali.
3. Sekurang-kurangnya 70% anggota pendiri bertempat tinggal di sekitar daerah
kerja BMT.
4. Pendiri dapat bertambah dalam tahun-tahun kemudian jika disepakati oleh
rapat para pendiri.

Cara kerja BMT adalah sebagai berikut :

1. Pendamping atau beberapa pemrakarsa yang mengetahui tentang BMT,


menyampaikan dan menjelaskan idea tau gagasan ini kepada rekan-rekannya
sebagai upaya untuk menarik beberapa orang sebagai pemrakarsa awal hingga
mencapai lebih dari 20 orang.
2. Dua puluh orang atau lebih tersebut kemudian menyepakati pendirian BMT
di desa, kecamatan, pasar, atau masjid dan bersepakat mengumpulkan modal
awal pendirian BMT.
3. Modal awal kemudian ditentukan sesuai dengan kesepakata bersama (tidak
harus sama jumlahnya antara pemrakarsa, hingga mencapai jumlah yang telah
ditentukan untuk pendirian sebuah BMT).
4. Pemrakarsa membuat rapat untuk memilih pengurus BMT.
27

5. Pengurus BMT kemudian merapatkan dan merekrut pengelola/ manajemen


BMT dari lingkungan tersebut yang memiliki sifat sidiq, amanah, fathanah
dan benar-benar menguasai visi, misi, tujuan dan usaha-usaha BMT, serta
memiliki keinginan keras dan dengan sepenuh hati untuk mengembangkan
BMT.
6. Penggurus BMT menghubungi PINBUK setempat untuk memberikan
pelatihan kepada calon pengelola/manajemen BMT tersebut(umumnya 2
minggu pelatihan dan magang).
7. Pengelola yang telah diberi pelatihan kemudian membuka kantor dan
menjalankan BMT, dengan giat menggalakan simpanan masyarakat dan
memberikan pembiayaan pada usaha mikro dan kecil di sekitarnya.
8. Pembiayaan pada usaha mikro dilakukan dengan menerapkan system bagi
hasil yang disampaikan sesuai dengan akad yang telah disepakati.
9. Hasil dari bagi hasil ini kemudian digunakan oleh para pengelola untuk
membayar honor para pengelola dan membayar kegiatan operasional BMT.
10. Hasil dari bagi hasil juga digunakan untuk membayar bagi hasil kepada
penyimpanan data, diupayakan agar nilai bagi hasil yang diperoleh para
penyimpan dana bias lebih besar dari bunga bank konvensional.

6. Pasar Modal Syariah


Istilah sekuritas (securities) seringkali disebut juga dengan efek, yakni
sebuah nama kolektif untuk macam-macam surat berharga, misalnya saham,
obilgasi, surat hipotik, dan jenis surat lain yang membuktikan hak milik atas
sesuatu barang. Dengan istilah yang hampir sama, sekuritas juga dapat dipahami
sebagai promissory notes/commercial bank notes yang menjadi bukti bahwa satu
pihak mempunyai tagihanpada pihak lain. Adapun,yang dimaksud dengan
sekuritas syariah atau efek syariah adalah efek sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang akad, pengelolaan
perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah.
28

Diantara bank-bank islam yang ada, terdapat dua pendapat yang berbeda
dalam menyikapi surat berharga. Pertama, mayoritas bank islam menolak
perdagangan surat berharga. Kedua, bank islam di Malaysia, dalam beberapa
kondisi termasuk juga bank islam di Indonesia, menerima transaksi surat
berharga.
Alasan penyangkalan mereka yang enolak surat berharga adalah karena di
dalamnya terkandung bai ad-dyn (jual beli utang). Sementara itu islam secara
tegas telah engharamkan jual beli utang. Reaksi yang berbeda dikemukakan oleh
pendapat kedua, yakni mereka yang mengabsahkan transaksi surat berharga.
Umumnya mereka menyandarkan pada prinsip bahwa surat berharga tersebut
haruslah di endors(dijamin) oleh pihak penerbit, kemudian surat berharga tersebut
haruslah timbul dari aktivatas yang tidak bertentangan dengan syariah. Jadi,
selama kedua hal ini tidak dilanggar, tarnsaksi surat berharga menjadi sah
karenanya.
Terlepas bagaimanapun reaksi yang diungkapkan oleh umat. Yang pasti,
islam sangat menganjurkan umatnya untuk melakukan aktifitas ekonomi
(mu’amalah) dengan cara yang benar dan baik, serta melarang penimbunan
barang, atau membiakan harta menjadi tidak produktif, sehingga aktifitas ekonomi
yang dilakukan depat meningkatkan ekonomi umat. Tujuan utamanya adalah
untuk memproleh keuntungan (falah), baik materi maupun non materi, dunia dan
akhirat. Sementara itu, segala bentuk aktivitas ekonomi yang dilakukan haruslah
berdasarkan suka sama suka, berkeadilan, dan tidak saling merugikan.
Karena itu sehubungan dengan pembahasan sekuritas syariah ini, ada tiga
kategori sekuritas. Pertama, segala jenis sekuritas yang menawarkan
predetermined fixed income tidak diperbolehkan dalam islam, karena termasuk
kategori riba. Dengan demikian, interest bearing security baik long term maupun
short term. Akan masuk daftar instrument investasi yang tidak sah. Saham
preferen (preference stock), debenture, treasury securities and consul, dan
commercial papers masuk dalam kategori ini.
29

Kategori kedua, sekuritas- sekuritas yang berbeda dalam grey area


(questionable) karena dicurigai sarat dengan gharar, meliputi produk-produk
derivates, seperti forward, future dan juga options.
Kategori ketiga, yakni sekuritas yang diperbolehkan, baik secara penuh
maupun dengan catatan-catatan meliputi, saham, dan islmic bonds, profit loss
sharing based, government securities, penggunaan institusi pasar sekunder dan
mekanismenya semisal margin trading. Karena sering seklai catatan-catatannya
begitu dominan.

7. Reksa Dana Syariah


Reksa dana diartikan sebagai wadah yang dipergunkanan untuk
menghimpun dana dari masyarakat investor untuk selanjutnya diinvestasikan
dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Reksa dana merupakan investasi
campuran yang menggabungkan saham dan obligasi dalam satu produk.

Sedangkan Reksa Dana Syariah merupakan sarana investasi campuran


yang menggabungkan saham dan obligasi syariah dalam satu produk yang
dikelola oleh manajer investasi. Manajer investasi menawarkan Reksa Dana
Syariah kepada para investor yang berminat, sementara dana yang diperoleh dari
investor tersebut dikelola oleh manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham
atau obligasi syariah yang dinilai menguntungkan.

Keuntungan Investasi Melalui Reksa Dana

1. Diversifikasi investasi

Diversifikasi yang terwujud dalam bentuk portofolio akan menurunkan


tingkat resiko. Reksa Dana melakukan diversifikasi dalam berbagai instrumen
efek, sehingga dapat menyebarkan resiko atau memperkecil resiko. Investor
walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat melakukan diversifikasi
investasi dalam efek sehingga dapat memperkecil risiko. Hal ini berbeda dengan
pemodal individual yang misalnya hanya dapat membeli satu atau dua jenis efek
saja.
30

2. Kemudahan Investasi

Reksa Dana mempermudah investor untuk melakukan investasi di pasar


modal. Kemudahan investasi tercermin dari kemudahan pelayanan administrasi
dalam pembelian maupun penjualan kembali unit penyertaan. Kemudahan juga
diperoleh investor dalam melakukan reinvestasi pendapatan yang diperolehnya
sehingga unit penyertaannya dapat terus bertambah.

3. Efisiensi Biaya dan Waktu

Karena reksa dana merupakan kumpulan dana dari banyak investor, maka
biaya investasinya akan lebih murah bila dibandingkan jika investor melakukan
transaksi secara individual di bursa. Pengelolaan yang dilakukan oleh manajer
investasi secara profesional, tidak perlu bagi bagi investor untuk memantau
sendiri kinerja investasinya tersebut.

4. Likuiditas

Pemodal dapat mencairkan kembali saham / unit penyertaan setiap saat


sesuai ketetapan yang dibuat masing-masing reksa dana, sehingga memudahkan
investor untuk mengelola hasilnya. Reksa dana wajib membeli kembali unit
penyertaannya, sehingga sifatnya menjadi likuid.

5. Transparansi Informasi

Reksa dana diwajibkan memberikan informasi atas perkembangan


portofolio dan biayanya, secara berkala dan kontinyu, sehingga pemegang unit
penyertaan dapat memantau keuntungan, biaya dan resikonya.

Perbedaan Reksa dana Syariah dan Konvensional

Ada beberapa hal yang membedakan antara reksa dana konvensional dan
reksa dana syariah. Dan tentunya ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan
dalam investasi syariah ini.

a. Kelembagaan
31

Dalam syariah islam belum dikenal lembaga badan hukum seperti


sekarang. Tapi lembaga badan hukum ini sebenarnya mencerminkan
kepemilkikan saham dari perusahaan yang secara syariah diakui. Namun
demikian, dalam hal reksa dana syariah, keputusan tertinggi dalam hal keabsahan
produk adalah Dewan Pengawas syariah yang beranggotakan beberapa alim ulama
dan ahli ekonomi syariah yang direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia. Dengan begitu proses didalam akan terus
diikuti perkembangannya agar tidak keluar dari jalur syariah yang menjadi prinsip
investasinya.

b. Hubungan Investor dan Perusahaan

Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan


sistem mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha
antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan secara mudharabah
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila
rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat
kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian tersebut karena kecurangan atau
kelalaian pengelola maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian
tersebut. Dalam hal ini transaksi jual beli, saham-saham dalam reksa dana syariah
dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam reksa dana syariah merupakan yang
harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam syariah. Tidak adanya
unsur penipuan (gharar) dalam transaksi saham karena nilai saham jelas. Harga
saham terbentuk dengan adanya hukum supply and demand. Semua saham yang
dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan
harga harus dilakukan dengan jelas.

c. Kegiatan Investasi Reksa Dana

Dalam melakukan kegiatan investasi reksa dana syariah dapat melakukan


apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan syariah, diantara investasi tidak
halal yang tidak boleh dilakukan adalah investasi dalam bidang perjudian,
32

pelacuran, pornografi, makanan dan minuman yang diharamkan, lembaga


keuangan ribawi dan lain-lain yang ditentukan oleh Dewan Pengawas Syariah.
Dalam kaitannya dengan saham-saham yang diperjual belikan dibursa saham, BEJ
sudah mengeluarkan daftar perusahaan yang tercantum dalam bursa yang sesuai
dengan syariah Islam atau saham-saham yang tercatat di Jakarta Islamic Index
(JII). Dimana saham-saham yang tercantum didalam indeks ini sudah ditentukan
oleh Dewan Syariah.

Dalam melakukan transaksi reksa dana syariah tidak diperbolehkan


melakukan tindakan spekulasi, yang didalamnya mengandung gharar seperti
penawaran palsu dan tindakan spekulasi lainnya.

8. Lembaga Zakat
Zakat dalam arti fikih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan
Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Dalam sebuah hadist tentang
penempatan Muaz di Yaman, Rasulullah berkata “Terangkan kepada mereka
bahwa Allah mewajibkan sedekah yang dikenakan pada kekayaan orang-orang
kaya”. Dalam beberapa ayat zakat diterangkan sebagai sedekah.

Pada tahun ke-9 Hijriyah mulai ada kewajiban tentang zakat, sedangkan
shodaqoh dan fitrah pada tahun ke-2 Hijriyah. Akan tetapi ada ulama yang
berpendapat bahwa kewajiban tentang zakat ada sebelum tahun ke-9 Hijriyah.
Pada awalnya zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan ketentuan khusus
tentang zakat, pada tahun ke-9 Hijriyah kemudian disusun peraturan dan standar
tentang zakat karena pada waktu itu islam telah kuat. Pada masa itu pengelola
zakat tidak mendapatkan gaji resmi tapi mendapatkan bayaran dari dana tersebut.

Zakat pada masa itu merupakan salah satu pendapatan negara, berbeda
dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti pajak. Zakat merupakan kewajiban
dan salah satu rukun islam, pengeluaran untuk zakat ada pada Al Quran surat At
taubah ayat 60.

Pada zaman Rasulullah zakat dikenakan pada benda-benda berikut:


33

a. Benda logam yang terbuat dari emas dan perak seperti koin, perkakas,
ornamen, atau dalam bentuk lainnya.

b. Binatang ternak seperti unta, sapi, domba, dan kambing.

c. Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.

d. Hasil pertanian termasuk buah-buahan.

e. Luqta, harta benda yang ditinggalkan musuh.

f. Barang temuan.

Perbedaan zakat dengan pajak

Berikut adalah tabel perbedaan zakat dengan pajak:

ZAKAT PAJAK

a. Merupakan kewajiban agamadan a. Merupakan kebijakan ekonomi


merupakan salah satu bentuk yaang diterapkan untuk
ibadah. memperoleh pendapatan
pemerintah.
b. Diwajibkan kepada seluruh umat
islam saja di suatu negara. b. Dikenakan kepada seluruh
masyarakat tanpa
c. Kewajiban agama bagi umat islam
mempertimbangkan agama
yang harus dibayar dalam keadaan
maupun ras.
seperti apapun.
c. Dapat ditangguhkan oleh
d. Sumber dana besar zakat ditentukan
pemerintah yang berkuasa.
berdasarkan kitab suci Al Quran dan
Sunnah dan tidak boleh diubah oleh d. Besarnya pajak dapat diubah
seseorang maupun pemerintah. dari waktu ke waktu
berdasarkan keperluan
e. Butir-butir pengeluaran dan orang-
34

orang yang berhak menerima harta pemerintah suatu negara.


zakat juga dinyatakan oleh Al
e. Pemebelanjaan pajak biasanya
Quran dan Sunnah zakat diperoleh
dapat diubah atau dimodifikasi
dari orang berharta dan diterima
menurut kebutuhan
kepada golongan yang ditentukan
pemerintah.
Al Quran dan Al Hadist.

f. Pajak biasa memberikan


f. Zakat dikenakan bukan terhadap
manfaat kepada orang kaya
uang saja tetapi juga terhadap
sekaligus orang miskin.
baranag-barang komersil, hasil
pertanian, barang tambang, dan g. Pajak dikenakan terhadap
ornamen. uang.

9. Koperasi Syariah
Koperasi sebagai sebuah istilah yang telah diserap ke dalam bahasa
Indonesia dari kata ‘Cooperation’ (Inggris). Secara semantic koperasi berarti
kerja sama. Kata koperasi mempunyai padanan makna dengan kata syirkah
dalam bahasa Arab.1 Syirkah ini merupakan wadah kemitraan, kerjasama,
kekeluargaan, kebersamaan usaha yang sehat baik dan halal yang sangat
terpuji dalam islam.

Menurut Row Ewell Paul koperasi merupakan wadah perkumpulan


(asosiasi) sekelompok orang untuk tujuan kerja sama dalam bidang bisnis
yang saling menguntungkan diantara anggota perkumpulan.

Bung Hatta dalam buku Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun


mengkategorikan delapan nilai sebagai spirit koperasi yaitu:

1. Kebenaran untuk menggerakan kepercayaan (trust)

2. Keadilan dalam usaha bersama


35

3. Kebaikan dan kejujuran mencapai perbaikan

4. Tanggung jawab dalam individualitas dan solidaritas

5. Paham yang sehat, cerdas dan tegas

6. Kemauan menolong diri sendiri

7. Menggerakan keswasembadaan dan otoaktif

8. Kesetiaan dalam kekeluargaan.

Dalam implementasinya tujuh nilai yang menjiwai koperasi versi Hatta,


dituangkan dalam tujuh prinsip operasional koperasi secara internal dan
eksternal,yaitu:

1. Keanggotaan sukarela dan terbuka

2. Pengendalian oleh anggota secara demokratis

3. Partisipasi ekonomis anggota

4. Otonomi dan kebebasan

5. Pendidikan, pelatihan dan informasi

6. Kerjasama antarkoperasi

7. Kepedulian terhadap komunitas.

Standar Akuntansi Syariah

1. Islamic Development Bank (IDB)

Lembaga keuangan dengan basis syariah ini berawal dari sebuah deklarasi
dalam Konferensi Menteri Keuangan Negara Muslim di Jedah pada bulan
Zulkaidah 1393 H (Desember 1973). Kemudian hal tersebut ditindaklanjuti pada
sidang Gubernur Bank Sentral pada bulan Rajab 1395 H (Juli 1975) dan lembaga
itu sendiri resmi lahir pada 15 Syawal 1395 H (20 Oktober 1975). Lembaga ini
pada dasarnya bertujuan untuk menjadi suatu lembaga yang membantu
pengembangan ekonomi dan sosial negara-negara muslim dan melakukan
36

kerjasama dengan menggunakan prinsip syariah.

Lembaga ini berkantor pusat di Jedah, negara Kerjaan Saudi Arabia. Dua
kantor regional didirikan di Rabat, Maroko, dan di Kuala Lumpur, Malaysia.
Dalam kegiatan sehari-hari, IDB dipimpin oleh seoarng Direktur Eksekutif. Salah
satu orang yang pernah menduduki jabatan tersebut adalah Karnean
Perwataatmadja yang berasal dari Indonesia.

Fungsi dari lembaga ini antara lain memberikan bantuan modal dan kredit
hibah untuk proyek-proyek produktif dan memberikan assisten finansial bagi
perusahaan-perusahaan di negara muslim anggota IDB untuk
pengembangan ekonomi dan sosial negara tersebut. Lembaga ini juga
mengalokasikan dana khusus untuk dana asistensi bagi
pengembangan ekonomi dan sosial bagi komunitas Islam di negara yang bukan
anggota IDB.

Saat ini anggota IDB berjumlah 54 negara. Negara-negara anggota


menyisihkan sejumlah dana untuk IDB yang nantinya dana tersebut akan
digunakan untuk program-program pengembangan ekonomi dan sosial di negara
muslim tersebut. Pada anggota juga otomatis akan menjadi anggota Organisasi
Konferenasi Islam (OKI) dan dalam kondisi tertentu akan menjadi anggota Dewan
Gubernur IDB.

Hingga akhir tahun 1412 H (Juni 1992), dana IDB sebesar 2 Miliar Islamic
Dinars. Namun, sejak Muharram 1413 H, atas kesepakatan Dewan Gubernur IDB,
dana atau modal IDB itu diperbesar menjadi 6 Miliar Islamic Dinars, yang terdiri
dari 600 ribu saham dengan nilai pari per lembar saham 10 ribu Islamic Dinars.
Nilai Islamic Dinars sama dengan SDR (Special Drawing Right) yang digunakan
IMF.

2. Islamic Financial Services Board (IFSB)

Di sela-sela sidang tahunan IMF di Washington DC, Amerika Serikat, 21 April


2002, telah disepakati akan dibentuk satu institusi keuangan islam internasional.
Sebagai tindak lanjut dari rencana tersebut, pada tanggal 4 November 2002,
37

delapan Gubernur Bank Sentral dari delapan negara Islam, ditambah dengan
Presiden IDB, telah menandatangani pendirian Islamic Financial Services Board
(IFSB) di Kuala Lumpur, Malaysia. Lembaga itu langsung dipimpin oleh seorang
bankir senior yang berasal dari Sudan, Prof. Rifaat Ahmed Abdel Kari, Ph.D.

Lembaga multilateral yang akan memayungi lembaga keuangan syariah di


dunia itu, didirikan oleh Bank Sentral dan otoritas moneter dari Indonesia,
Bahrain, Iran, Kuwait, Malaysia, Pakistan, Saudi Arabia, Sudan, dan Islamic
Development Bank (IDB). Kelahiran IFSB bukan gagasan liar yang muncul
secara spontan dalam sidang tahunan IMF tersebut. Tapi, gagasan ini sudah
dirintis sejak lama dan embrionya tumbuh pada Consultative Meeting for Islamic
Financial Products, di Praha, Ceko, 23 September 2000. Dari situlah komitmen
negara-negara pendiri semakin kuat hingga dibentuk Technical Committee untuk
mewujudkan lembaga tersebut. Setelah melalui sejumlah pertemuan penting,
akhirnya terwujud juga pada tahun 2002.

Bagi dunia perbankan dan lembaga keuangan syariah dunia, kehadiran IFSB
ini memiliki arti sangat penting. Karena kini terdapat sekitar 200 lembaga
perbankan Islam yang sedang tumbuh di 48 negara, termasuk Amerika Serikat,
Eropa, dan Asia Barat. Bank-bank tersebut mengelola aset sekitar $ 170 miliar.

IFSB akan menyusun standar dan prinsip pokok pengawasan, pengaturan, dan
penerapan syariah Islam oleh lembaga keuangan syariah di seluruh Indonesia.
IFSB juga akan menjadi penguhubung sekaligus menjalin kerjasama dengan
lembaga penetapan standar di bidang moneter dan stabilitas ekonomi. Di antara
hal yang akan dilakukan, yang cukup penting adalah penyusunan standar
operasional yang selaras dengan Basel Accord II. Basel Accord II sendiri masih
dalam tahap persiapan akhir bagi pengimplementasian pada akhir tahun 2006,
yang dikendalikan secara eksklusif oleh Bank for International Settlements (BIS)
di Basel, Swiss. Intinya, fungsi IFSB seperti Bank for International Settlement
(BIS).

Bagi Indonesia, keberadaan IFSB sangat strategis. Ini untuk menstandarisasi


perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah di negeri ini sehingga standar
38

operasi dan produknya sama secara internasional. Selain itu, melalui lembaga
tersebut akan dapat dijalin kerja sama antar lembaga keuangan syariah di dunia.

3. International Isntitute of Islamic Thought (IIIT)

International Institute of Islamic Thought (IIIT) adalah sebuah lembaga


nonprofit, lembaga pendidikan dan budaya, yang fokus terhadap gagasan-gagasan
ke-Islaman secara umum. Lembaga ini berdiri di Amerika Serikat pada 1981 atau
1401 H. Lembaga yang memiliki berbagai cabang di dunia ini, berkantor pusat di
Herndon, Virginia.

Lembaga ini memiliki visi mengembangkan umat melalui pendidikan, budaya,


dan mengintegrasikan, pengetahuan Islam dengan kemanusiaan dan
etika Islam dengan moral pengetahuan. Seiring dengan pengembangan ekonomi
syariah, IIIT juga turut berperan mengembangkan konsep, mensosialisasikan, dan
menstandarisasikan ekonomi syariah.

Salah satu program standarisasi ekonomi syariah adalah, The Registered


Fellow in Islamic Finance (RFIF) yang merupakan sertifikasi keahlian keuangan
syariah yang berskala internasional. Untuk menstandarisasi keahlian ini di
Indonesia bekerja sama dengan Karim Business Consulting.

4. Accounting and Auditing Organitation for Islamic Finance (AAOIFI)


Lembaga ini merupakan lembaga yang menstandarisasi sistem akunting dan
audit keuangan lembaga-lembaga ekonomi syariah, khususnya lembaga keuangan
di dunia. Lembaga ini berkantor pusat di London, Inggris, dan diakui oleh negara-
negara yang memiliki lembaga keuangan syariah sebagai benchmark akuntansi
dan audit keuangan syariah.

Lembaga ini didirikan oleh Bank Dunia bekerja sama dengan Bahrain
Monetery Agency. AAOIFI memiliki misi untuk menciptakan sistem keuangan
syariah yang transparan, berkesinambungan, dan bersih. Sejumlah standar
akuntansi dan audit yang diterbitkan AAOIFI menjadi dasar bagi lembaga-
39

lembaga keuangan syariah di Indonesia. Standar Akuntansi Perbankan Syariah


yang baru-baru ini disahkan Dewan Syariah Nasional merupakan peraturan
akuntansi perbankan yang merujuk pada standar AAOIFI.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Lembaga keuangan syariah telah berkembang dengan pesat di seluruh


dunia tetapi di Afrika industri tesebut masih dalam masa pertumbuhan.
Pemerintah Afrika Selatan bahkan telah melihat potensi keuangan melalui
menyediakan produk yang sesuai dengan syariah untuk prospek keuangan yang
lebih inklusif bagi warganya. Perluasan produk untuk menarik konsumen Muslim
oleh negara-negara Afrika ini sejalan dengan pembelian global yang menargetkan
kelas menengah Muslim yang makmur.

Perputaran bisnis di sektor menengah muslim Afrika ini diperkirakan bisa


mencapai U$ 5 triliun pada tahun 2020, sebagaimana dilaporkan oleh Pew
Research. Ini jelas dapat semakin mendorong dunia industri untuk memperluas
40

produk dan layanan ekonomi halal di Afrika. Laporan Malaysia International


Islamic Financial Centre (MIFC) menyebutkan, kepentingan negara-negara Afrika
di sektor keuangan Islam meluas sepanjang tahun 2013. Sejak saat itu, negara-
negara seperti Nigeria, Senegal, Pantai Gading (Côte d'Ivoir), dan Togo telah
menerbitkan obligas Islam (sukuk) dan layanan keuangan lainnya bagi konsumen
Muslim. Ada lebih dari 50 lembaga keuangan yang menawarkan keuangan
berbasis syariah di Afrika.

Pasar perbankan Afrika berkembang berdasarkan pilihan konsumen. Aset


perbankan syariah global saat ini mencapai lebih dari 1,3 triliun dolar AS pada
akhir 2012. Pada akhir dekade memungkinkan perbankan syariah tumbuh hingga
10 persen yang disumbang dari aset perbankan syariah lima atau enam negara
Afrika termasuk Kenya dan Nigeria. Dengan adanya izin pertama yang diberikan
di Kenya lima tahun lalu, akan membuat lompatan Afrika ke perbankan syariah
menjadi jauh lebih cepat dari pada pasar seperti Pakistan dan Indonesia, di mana
jasa keuangan syariah telah tersedia lebih lama.

Permintaan riil dari konsumen dalam negeri Afrika terhadap bank yang
sesuai dengan prinsip syariah, sama dengan umat Islam di sebagian besar Asia
dan Timur Tengah. Pemerintah dan regulator Afrika tidak lagi melihat perbankan
syariah sebagai industri kecil, tetapi juga secara aktif berusaha mendorong
perkembangannya. Kesadaran likuiditas keuangan syariah juga tumbuh signifikan
khususnya di Timur Tengah sebagai sumber pendanaan untuk investasi
infrastruktur dalam bentuk sukuk.

Kebangkitan keuangan yang inklusif di Afrika Selatan dapat dilihat dari


kebijakan pemerintah dalam memenuhi permintaan sekitar 250 juta Muslim
Afrika, dan usahanya dalam menemukan solusi alternatif untuk konsumen Afrika
yang tidak memiliki rekening bank. Aset keuangan Islam diperkirakan bernilai U$
3,2 triliun pada tahun 2020. Saat ini bank-bank Afrika Selatan seperti Bank
Nasional Mesir, Bank Fin di Nigeria, FNB dan bank Absa di Afrika Selatan telah
menyiapkan 'jendela' Islam yang menawarkan prouk yang sesuai syariah.
41

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N. (2010), “Islamic canon law encounters south African financing and
banking institutions: prospects and possibilities for Islamic economic
empowerment and black economic empowerment in a democratic South
Africa”, Law, Democracy & Development, Vol. 12 No. 1, doi:
10.4314/ldd.v12i1.52886.
Ariff, M. (1988), “Islamic banking”, Asian-Pacific Economic Literature, Vol. 2
No. 2, pp. 48-64, doi: 10.1111/j.1467-8411.1988.tb00200.x.
Bassens, D., Derudder, B. and Witlox, F. (2010), “Searching for the Mecca of
finance: Islamic financial services and the world city network”, Area, Vol.
42 No. 1, pp. 35-46, doi: 10.1111/ j.1475-4762.2009.00894.x.
Beck, T., Demirgüç-Kunt, A. and Merrouche, O. (2013), “Islamic vs.
Conventional banking: business model, efficiency and stability”, Journal
42

of Banking & Finance, Vol. 37 No. 2, pp. 433-447, doi:


10.1016/j.jbankfin.2012.09.016.
Cannella, G.S. and Lincoln, Y.S. (2004), “Epilogue: claiming a critical public
social science – reconceptualizing and redeploying research”, Qualitative
Inquiry, Vol. 10 No. 2, pp. 298-309, doi:10.1177/1077800404263418.
Chong, B.S. and Liu, M.-H. (2009), “Islamic banking: interest-free or interest-
based?”, Pacific-Basin Finance Journal, Vol. 17 No. 1, pp. 125-144,
doi:10.1016/j.pacfin.2007.12.003.
Creswell, J.W. (2013), Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches, Sage Publications, CA.
Creswell, J.W., Clark, V.P.L. and Clark, C. (2010), Designing and Conducting
Mixed Methods Research, 2nd ed., Sage Publications, Thousand Oaks,
CA.
Holland, J. (2005), “A grounded theory of corporate disclosure”, Accounting and
Business Research, Vol. 35 No. 3, pp. 249-267, doi:
10.1080/00014788.2005.9729990.
Kahf, M. (1999), “Islamic banks at the threshold of the third millennium”,
Thunderbird International
Business Review, Vol. 41 Nos 4/5, pp. 445-460, doi: 10.1002/tie.4270410409.
Kamla, R. (2009), “Critical insights into contemporary Islamic accounting”,
Critical Perspectives on Accounting, Vol. 20 No. 8, pp. 921-932, doi:
10.1016/j.cpa.2009.01.002.
Karim, R.A.A. (2001), “International accounting harmonization, banking
regulation, and Islamic banks”, The International Journal of Accounting,
Vol. 36 No. 2, pp. 169-193, doi: 10.1016/ s0020-7063(01)00093-0.
Khan, F. (2010), “How ‘Islamic’ is Islamic banking?”, Journal of Economic
Behavior & Organization, Vol. 76 No. 3, pp. 805-820, doi:
10.1016/j.jebo.2010.09.015.
Khan, M.S. (1986), “Islamic interest-free banking: a theoretical analysis (le
systeme bancaire islamique: analyse theorique d’un systeme qui ne fait pas
appel a l’interet) (la prohibicion islamica de los intereses bancarios:
43

Analisis teorico)”, Staff Papers – International Monetary Fund, Vol. 33


No. 1, p. 1, doi: 10.2307/3866920.
Laldin, M.A. and Furqani, H. (2012), “Maqās_id Al-Sharīʻah and the foundational
requirements in developing Islamic banking and finance”, ISRA
International Journal of Islamic Finance, Vol. 4 No. 1, pp. 183-189, doi:
10.12816/0002743.
Leedy, P.D. and Ormrod, J.E. (2014), Practical Research: Planning and Design,
10th ed., Addison Wesley, Boston, MA.
Llewelyn, S. (2003), “What counts as ‘theory’ in qualitative management and
accounting research? Introducing five levels of theorizing”, Accounting,
Auditing & Accountability Journal, Vol. 16 No. 4, pp. 662-708, doi:
10.1108/09513570310492344.
Mansoor Khan, M. and Ishaq Bhatti, M. (2008), “Development in Islamic
banking: a financial risk-allocation approach”, The Journal of Risk
Finance, Vol. 9 No. 1, pp. 40-51, doi: 10.1108/ 15265940810842401.
Maroun, W. (2012), “Interpretive and critical research: methodological
blasphemy!”, African Journal of Business Management, Vol. 6 No. 1, doi:
10.5897/ajbm11.1031.
Nazim, A.M. and Bellens, J. (2013), “World Islamic banking competitiveness
report 2013-2014”, 19th Annual World Islamic Banking Conference, The
Transition Begins Ernst & Young.
O’Dwyer, B., Owen, D. and Unerman, J. (2011), “Seeking legitimacy for new
assurance forms: the case of assurance on sustainability reporting”,
Accounting, Organizations and Society, Vol. 36 No. 1, pp. 31-52, doi:
10.1016/j.aos.2011.01.002.
Patton, M.Q. (2015), Qualitative Research & Evaluation Methods: Integrating
Theory and Practice, 3rd ed., Sage Publications, Thousand Oaks, CA.
Rethel, L. (2011), “Whose legitimacy? Islamic finance and the global financial
order”, Review of International Political Economy, Vol. 18 No. 1, pp. 75-
98, doi: 10.1080/09692290902983999.
44

Rowley, J. (2012), “Conducting research interviews”, Management Research


Review, Vol. 35 Nos 3/4, pp. 260-271, doi: 10.1108/01409171211210154.
Salleh, M.F.M. (2012), “Islamic bank is not Islamic? The implementation of
Islamic banking and finance in Malaysia”, World Congress on Islamic
Systems 2012. Usmani, M.M.T. and Taqi, U.M.M. (1999), An Introduction
to Islamic Finance, Idara Isha’at-e-Diniyat (P), New Delhi.
Vahed, G. and Vawda, S. (2008), “The viability of Islamic banking and finance in
a capitalist economy: a south African case study”, Journal of Muslim
Minority Affairs, Vol. 28 No. 3, pp. 453-472, doi:
10.1080/13602000802548185.
Wajdi Dusuki, A. and Irwani Abdullah, N. (2007), “Why do Malaysian customers
patronise Islamic banks?”, International Journal of Bank Marketing, Vol.
25 No. 3, pp. 142-160, doi: 10.1108/02652320710739850.
Zaher, T.S. and Kabir Hassan, M. (2001), “A comparative literature survey of
Islamic finance and banking”, Financial Markets, Institutions and
Instruments, Vol. 10 No. 4, pp. 155-199, doi: 10.1111/1468-0416.00044.

Anda mungkin juga menyukai