Anda di halaman 1dari 25

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN

UMUM
NOMOR : /PRT/M/2014
TANGGAL : 2014
TENTANG : PEDOMAN UMUM OP SUMBER DAYA AIR

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konsepsi pengelolaan SDA menyeluruh dan terpadu

Unsur-unsur sumber daya air yang terdapat di dalam suatu DTA, menurut
pandangan sistem mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain. Dinamika
perubahan keadaan unsur tertentu akan berpengaruh terhadap keadaan unsur-
unsur yang lain. Perubahan kondisi tanah dan topografi akan mempengaruhi pola
dan besarnya aliran air di permukaan ataupun di bawah permukaan tanah,
pertumbuhan vegetasi, serta perilaku manusia. Perubahan iklim juga berpengaruh
terhadap keadaan air,vegetasi dan perilaku manusia.
Pendayagunaan air berkaitan erat dengan kegiatan pertanian, perkotaan, rumah
tangga, industri. Energi kinetik yang terkandung di dalam air dapat dialih-rupakan
menjadi energi mekanik untuk penggerak turbin, penggerak pompa, penggerak
batuan dan butir tanah ataupun penggerak benda lainnya. Begitu pula keadaan
sumber daya hayati yang terdapat pada suatu sumber air berkaitan dengan
sumber nutfah dalam usaha manusia menyediakan bibit tanaman ataupun pakan
ternak, bahan baku obat-obatan, cagar alam, sumber energi, bahan bangunan atau
bahan industri, atau sebagai pengasri dan pelindung lingkungan hidup.
Suatu tindakan yang dilakukan terhadap unsur tertentu di dalam suatu DTA yang
diniatkan untuk tujuan yang bersifat positif, jika tidak dilandasi pertimbangan
yang komprehensif, dapat berpotensi menimbulkan kerugian atau gangguan
terhadap suatu unsur tertentu di dalam DTA yang bersangkutan. Begitu pula
kegiatan tertentu di suatu DTA yang dilakukan oleh instansi/lembaga tertentu
sesuai dengan interesnya tanpa mempertimbangkan dampak terhadap komponen
lain, acapkali menimbulkan gangguan atau ancaman terhadap kepentingan yang
lain.
Rencana pembangunan suatu prasarana pendayagunaan SDA yang tidak dilandasi
kajian sistemik, dapat berpotensi menimbulkan gangguan atau kerusakan
ekosistem teristerial dan akuatik yang sudah mapan, bahkan dapat pula menjadi
sumber resiko kerugian bagi kelangsungan hidup dalam jangka panjang.
Pembukaan kawasan rawa misalnya, yang diniatkan untuk meningkatkan
ketersediaan lahan pertanian dalam rangka peningkatan stock pangan nasional,
acapkali menghadapi tantangan keras dari sekelompok pemerhati masalah
lingkungan karena dinilai dapat menimbulkan resiko peningkatan emisi karbon
serta ancaman terhadap kelestarian ekosistem rawa. Pertentangan kepentingan
semacam ini banyak dijumpai dalam berbagai kasus pengelolaan SDA di tempat-
tempat yang lain.

1
Untuk mencegah ekses negatif seperti itu, UU No.7 Tahun 2004 tentang SDA
memberikan arahan bahwa untuk mewujudkan kemanfaatan SDA yang
berkelanjutan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat, pengelolaan SDA harus
dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup.
Oleh karena itu, proses perencanaan dan pelaksanaannya perlu melibatkan para
pihak yang berkepentingan. Arahan pengelolaan SDA semacam ini pada
hakekatnya sejalan dengan konsepsi Integrated Water Resources Management
(IWRM) yang dianut oleh masyarakat global. Sebuah organisasi bernama Global
Water Partnership, pada tahun 2000 mendefinisikan bahwa IWRM adalah
suatu proses yang bermaksud mengintegrasikan pengelolaan air, lahan, dan
sumber daya terkait lainnya secara terkoordinasi dalam rangka
memaksimalkan resultan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara adil tanpa
mengorbankan keberlanjutan ekosistem yang vital.
Munculnya paham pengelolaan SDA yang menyeluruh dan terpadu ini
merupakan respons terhadap perilaku pengelolaan SDA yang semula
terfragmentasi (terkotak-kotak) yang terdiri atas bidang-bidang kegiatan yang
dilakukan di berbagai instansi atau lembaga tanpa terkoordinasi. Perilaku
pengelolaan SDA yang terfragmentasi terbukti mengarah pada penggunaan
sumber daya yang tidak efisien, program yang saling tumpang tindih antarinstansi
dan antarwilayah, tidak saling sejalan, bahkan terkadang saling berbenturan yang
pada akhirnya malah memperburuk kondisi SDA dan lingkungan hidup.
Menjadi suatu keniscayaan bahwa pengelolaan SDA yang menyeluruh dan
terpadu harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan baik sektor maupun
administratif melalui koordinasi. Koordinasi antarpemangku kepentingan itu
dimaksudkan untuk menghasilkan kesepakatan visi dan mewujudkan keterpaduan
program dan tindakan pengelolaan dengan tujuan untuk mengurangi kelangkaan
air, serta meningkatkan kemampuan antisipasi dan adaptasi terhadap kondisi yang
diakibatkan baik oleh air rendah maupun air tinggi. Misalnya, melalui:
 pengefektifan pengendalian aliran air pada permukaan tanah (run-off) dan
pengelolaan pencemaran air untuk mengurangi resiko kerugian yang
timbul akibat air yang tercemar,
 pengenalan dan penerapan perilaku adaptif berupa pencegahan gangguan
terhadap kelancaran aliran air, guna mengurangi resiko banjir,
 perubahan praktek pembangunan pertanian dan perkotaan yang berbasis
pada penggunaan air yang lebih efisien, dan
 pengurangan kebocoran air untuk mencegah timbulnya resiko kelangkaan
air.

Pengelolaan SDA yang bersifat menyeluruh dan terpadu dibangun menurut pola
pikir sistemik yang berbasis pada suatu ruang wilayah tertentu, yaitu ruang yang
merupakan penampung dan penyimpan air hujan, serta mengalirkan air secara
alami ke suatu jaringan pengaliran hingga ke laut. Pendayagunaan dan
2
pengendalian SDA yang terdapat di dalam ruang tersebut harus direncanakan,
dilaksanakan, dan dioperasikan secara komprehensif, dengan tujuan lebih
mementingkan pengoptimum-an kombinasi berbagai keluaran daripada
pemaksimum-an salah satu keluaran saja.
Kesatuan ruang wilayah pengelolaan SDA terpadu, mula-mula ditentukan
menurut batas aliran air alami yang nampak secara kasat mata, yaitu air pada
permukaan tanah. Batas ini kemudian dikenal dengan sebutan Daerah Aliran
Sungai (DAS), yaitu suatu ruang daratan yang secara alami berfungsi sebagai
penadah, penampung dan penyimpan air hujan, serta pengatus air tersebut ke
suatu danau, sungai dan rawa hingga bermuara di laut.
Potensi alami SDA yang terdapat di dalam suatu DAS, didayagunakan dan
dikendalikan untuk memenuhi berbagai hajat, tujuan atau kepentingan
pertumbuhan/pengembangan wilayah. Sesuai dengan perjalanan waktu, ternyata
ada DAS yang tidak mampu lagi menopang dinamika perkembangan wilayah dan
tuntutan kebutuhan masyarakat yang tinggal di dalam DAS yang bersangkutan.
Atas pertimbangan ini, negara melalui pemerintah berupaya melakukan antisipasi
terhadap kelangkaan air yang terdapat di suatu DAS tertentu dengan cara
mengupayakan pasokan air substitusi dari DAS tetangga yang dinilai surplus air.
Upaya ini selain bertujuan untuk memenuhi hak dasar penduduk atas air di
daerah yang mengalami kelangkaan air, juga bertujuan untuk membuka
kesempatan yang sama bagi setiap daerah agar mampu tumbuh berkembang
secara adil dan berkelanjutan.
Atas dasar pertimbangan ini, UU No.7/2004 menetapkan bahwa pengelolaan
SDA terpadu dirancang berdasarkan ruang wilayah yang dapat terdiri atas satu
DAS, gabungan beberapa DAS yang saling berdekatan, ataupun pulau-pulau kecil
(pulau yang luasnya kurang atau sama dengan 2.000 km2). Kesatuan ruang
pengelolaan ini selanjutnya disebut sebagai Wilayah Sungai (WS).
Konsepsi mengenai WS ini ternyata juga telah diterapkan di negara-negara yang
terhimpun sebagai Europian Union (EU) atau Uni Eropa sebagaimana tertuang di
dalam naskah “The EU Water Framework Directive” yang ditetapkan pada
tahun 2000. Kesatuan ruang wilayah pengelolaan SDA di Uni Eropa diberi
sebutan River Basin Districts, yang didefinsikan sebagai: “the areas of land and
sea identified as the main management unit. These regions can include one or
more neighbouring river basins together with their associated groundwater
bodies and coastal waters”.
Ditinjau dari segi wilayah administratif pemerintahan, suatu WS dapat terletak
di dalam satu wilayah kabupaten/kota, lintas kab/kota di dalam satu provinsi, dan
ada pula yang lintas provinsi bahkan lintas negara. Berdasarkan posisi/letak
tersebut, pasal 14 huruf e, pasal 15 huruf e, dan pasal 16 huruf e UU No.7 Tahun
2004 mengatur bahwa pengelolaan SDA yang terletak pada:
 WS lintas negara, lintas provinsi, dan WS Strategis Nasional menjadi
wewenang dan tanggung jawab Pemerintah (pusat),
3
 WS lintas kabupaten/kota menjadi wewenang dan tanggungjawab
pemerintah provinsi, dan
 Pengelolaan SDA yang terletak pada WS dalam satu kabupaten/kota
menjadi wewenang dan tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota yang
bersangkutan.

Lingkup wewenang dan tanggung jawab pengelolaan SDA ini termasuk juga
wewenang dan tanggung jawab Operasi dan Pemeliharaan (OP) SDA.
WS ini dipergunakan pula sebagai batas ruang wilayah (boundary system) dalam
penyusunan pola pengelolaan SDA dan rencana pengelolaan SDA. Pola
pengelolaan SDA memuat berbagai skema dan strategi pengelolaan SDA yang
bertujuan untuk mengoptimalkan potensi berbagai unsur yang mempengaruhi
keadaan dan karakter SDA melalui beberapa rencana strategis konservasi dan
pendayagunaan SDA, serta pengendalian daya rusak air.

1.2 Kedudukan OP SDA di dalam Pengelolaan SDA

Sejarah menunjukkan bahwa sejak dahulu kala, manusia sudah melakukan


pendayagunaan sungai dan sumber sumber air lainnya untuk memenuhi berbagai
kebutuhan. Intervensi manusia terhadap SDA dilakukan melalui bermacam
cara/rekayasa, mulai dari tingkatan teknologi yang paling sederhana sampai
dengan teknologi yang sangat maju. Teknologi pendayagunaan SDA yang paling
sederhana, misalnya dilakukan dengan cara mandi dan cuci secara langsung di
sungai. Pendayagunaan SDA yang bersifat tidak langsung misalnya dilakukan
dengan cara membangun atau menyediakan serta mengoperasikan bendung atau
bendungan dan saluran air untuk membawa air dari suatu sungai ke lahan
pertanian tertentu.
Jadi, pendayagunaan SDA sesungguhnya sudah terjadi baik ketika belum tersedia
prasarana maupun sesudah tersedia prasarana. Penyesuaian diri dengan
lingkungan berair dengan cara membuat rumah panggung, dan pendayagunaan
sumber air sebagai tempat mencari ikan, serta pengembangan teknologi budi daya
lahan basah lainnya merupakan salah satu bentuk kearifan lokal dalam
pengelolaan banjir dan pendayagunaan air. Dengan kata lain, operasi terhadap
SDA, sesungguhnya sudah ada baik sesudah terbangun prasarana, maupun
sebelum tersedia prasarana, begitu pula pemeliharaan sumber air. Karena itu
OP SDA pada hakekatnya tidak tepat dianggap sebagai tahapan akhir dari
proses pengelolaan, melainkan merupakan cikal bakal dari pengelolaan
SDA. Karena kegiatan OP dapat muncul lebih awal sebelum ada bangunan
prasarana,pada hakekatnya istilah SIDLACOM (Survey, Investigation, Design,
Land Aqusition, Construction, dan Operation & Maintenance atau SIDLACOM)
itu adalah merupakan simpul simpul kegiatan dalam siklus pengelolaan SDA
yang bersifat sistemik. Sehingga OP SDA adalah merupakan salah satu simpul

4
kegiatan yang terdapat di dalam siklus itu dalam rangka menjaga kelestarian dan
kemanfaatan SDA bagi masyarakat dan kehidupan pada umumnya.
Informasi yang diperoleh dari hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan OP
SDA tidak hanya berguna sebagai masukan untuk memperbaiki kinerja OP itu
sendiri, tetapi berfungsi pula sebagai masukan dalam penyusunan, dan
penyempurnaan atau perbaikan naskah Pola ataupun Rencana Pengelolaan SDA
di suatu WS. Informasi yang diperoleh dari hasil pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan OP SDA bermanfaat pula sebagai umpan balik untuk perbaikan
atau penyempurnaan metoda dan tatacara pelaksanaan pengelolaan SDA baik
yang bersangkutan dengan rencana pelaksanaan maupun pada tahap pelaksanaan
pembangunan prasarana SDA.
Selain itu, OP SDA juga bukan sekedar merupakan akumulasi atau hasil
penjumlahan kegiatan OP di semua bidang yang berkaitan dengan pengelolaan
SDA (misalnya OP sungai, OP danau, OP waduk, OP rawa, pemeliharaan alur
pelayaran, pengelolaan lahan di DTA, dll), tetapi berfungsi pula sebagai
pengintegrasi semua bidang kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan SDA.
Ditinjau dari segi aktor pelaksananya, kegiatan OP SDA pun tidak hanya
menyangkut urusan Kementerian PU saja, melainkan juga menjadi kompetensi
dari kementerian yang lain, termasuk aktivitas yang dilakukan oleh berbagai
kelompok masyarakat dan dunia usaha. Gambaran mengenai kedudukan OP SDA
di dalam siklus pengelolaan SDA dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar No.1. Kedudukan OP SDA dalam Pengelolaan SDA


1.3 Pengertian istilah

5
1) Sumber daya air (SDA) adalah air, sumber air, dan daya air yang
terkandung di dalamnya.
2) Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah,
air hujan, dan air laut yang berada di darat.
3) Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang
terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.
4) Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air
yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan
penghidupan manusia serta lingkungannya.
5) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan
ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.
6) Cekungan air tanah (CAT) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung
7) Wilayah Sungai (WS) adalah kesatuan wilayah pengelolaan SDA dalam
satu atau lebih DAS, dan/atau pulau-pulau kecil.
8) Pulau kecil adalah pulau yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000
km2.
9) Penggunaan air konsumtif adalah kegiatan mengambil atau menggunakan
air dari suatu sumber air dan sebagian atau seluruh volume air yang diambil
tidak lagi teralirkan kembali ke sumber air yang bersangkutan.
10) Penggunaan air non konsumtif adalah kegiatan menggunakan air di tempat
pada suatu sumber air, misalnya untuk keperluan navigasi, persyaratan aliran
instream, kelangsungan hidup ikan, rekreasi, dan pembangkit listrik tenaga
air.
11) Aliran untuk lingkungan ialah aliran yang menggambarkan kuantitas,
waktu, dan kualitas air yang diperlukan untuk mempertahankan kemanfaatan
ekosistem perairan sumber air.
12) Dataran banjir adalah dataran di sepanjang kiri dan/atau kanan sungai yang
tergenang air pada saat banjir.
13) Bantaran sungai adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul
sebelah dalam yang terletak di kiri dan/atau kanan palung sungai.
14) Pengalokasian air adalah proses pejatahan air untuk berbagai jenis
penggunaan menurut kuantitas, tempat dan waktu penggunaan yang besarnya
disesuaikan dengan ketersediaan total volume air yang terdapat pada suatu
sumber air
15) Penyediaan air adalah tindakan menentukan dan/atau memenuhi
kebutuhan air untuk berbagai jenis penggunaan yang terukur menurut

6
kuantitas, waktu, dan kualitas air sesuai dengan jatah yang ditetapkan dalam
rencana alokasi air.
16) Kebutuhan air adalah volume air yang dibutuhkan oleh para pengguna air
sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.
17) Pengguna air adalah seseorang atau kelompok, lembaga, instansi atau
badan hukum tertentu yang menggunakan air dari suatu sumber air.
18) Pencemaran air adalah memasukkan atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia
sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
19) Pemeliharaan preventif adalah tindakan pencegahan yang dilakukan
secara terus menerus atau periodik yang bertujuan agar suatu properti dapat
berfungsi secara optimal sesuai dengan tingkat kinerja layanan yang
direncanakan.
20) Pemeliharaan korektif adalah tindakan perbaikan/rehabilitasi terhadap
properti yang mengalami kerusakan berat, ataupun tindakan pembetulan
atas kekurang-sempurnaan fungsi yang terdapat pada suatu properti tanpa
merubah tujuan dan tingkat kinerja properti yang bersangkutan.
21) Pemeliharaan darurat adalah tindakan bersifat mendesak yang harus
dilakukan secepat mungkin terhadap suatu properti atau suatu
bagian/komponen properti yang mengalami perubahan atau kerusakan
mendadak, dengan spesifikasi pekerjaan yang benar-benar darurat guna
mencegah terjadinya eskalasi atau kerusakan sehingga berpotensi menjadi
ancaman yang lebih besar terhadap lingkungan.
22) Aset renewal adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana
yang mengalami kerusakan berat sehingga berfungsi kembali sesuai dengan
tingkat kinerja semula.
23) Pengurangan risiko bencana adalah kerangka konseptual dan rangkaian
kegiatan untuk mengurangi potensi kerugian yang timbul akibat bencana di
suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu.

7
BAB II PENGGUNAAN DAN KEGUNAAN PEDOMAN OP SDA

2.1. Penggunaan Pedoman


Substansi yang terdapat di dalam pedoman ini merupakan arahan umum yang
bertujuan mengintegrasikan pelaksanaan berbagai jenis/bidang urusan OP
SDA yang tanggung jawab pelaksanaannya tersebar di beberapa
kementerian/lembaga.
Penggunaan pedoman ini tidak terpisahkan dari standar yang telah ditetapkan
dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) ataupun norma dan pedoman tata
laksana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pengelolaan SDA.

2.2. Kegunaan dan tujuan pedoman.


Pedoman ini menjadi rujukan dalam:

a. penyusunan pedoman tatalaksana, rencana dan pelaksanaan O&P pada tiap


tiap bidang kegiatan pengelolaan SDA di lingkungan Kementerian PU,
serta unit pelaksana teknis (UPT) SDA pada setiap WS yang menjadi
wewenang dan tanggung jawab Kementerian PU;
b. pelaksanaan pembinaan teknis pelaksanaan OP pada tiap tiap bidang
kegiatan pengelolaan SDA yang menjadi wewenang dan tanggung
jawab daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh satuan kerja perangkat
daerah (SKPD) ataupun unit pelaksana teknis dinas (UPTD) baik di tingkat
provinsi maupun kabupaten/kota; dan
c. penyusunan pedoman tatalaksana, dan pelaksanaan kegiatan tertentu yang
berkaitan dengan bidang pengelolaan SDA yang menjadi wewenang dan
tanggung jawab tiap tiap kementerian atau lembaga pemerintah non
kementerian yang terkait agar saling terintegrasi.
Sehubungan dengan kegunaan pedoman sebagaimana tercantum pada huruf a,
ketentuan yang termuat di dalam pedoman ini merupakan arahan integratif
terutama mengenai fungsi-fungsi OP yang relevan dengan kewenangan dan
tanggung jawab Kementerian PU.
Kegunaan sebagaimana tersebut pada huruf b, ketentuan dalam pedoman ini
berfungsi sebagai acuan bagi aparat kementerian PU dalam melaksanakan fungsi
pembinaan teknis OP kepada satuan kerja perangkat daerah baik provinsi,
kabupaten, maupun kota.
Sedangkan kegunaan sebagaimana tercantum pada huruf c; ketentuan dalam
pedoman ini berfungsi sebagai panduan yang memuat informasi mengenai
adanya pedoman tatalaksana urusan tertentu yang telah diatur oleh instansi
lain yang perlu diperhatikan dan dirujuk, ataupun yang masih perlu

8
diselaraskan guna mencegah perbenturan atau menimbulkan keraguan bagi
para pengguna pedoman termasuk masyarakat.

Secara keseluruhan substansi pedoman ini bertujuan untuk:


a. memadukan pelaksanaan OP antar bidang kegiatan yang berkaitan
dengan fungsi-fungsi pengelolaan SDA;
b. mencegah terjadinya eksternalitas negatif dari suatu bidang
kegiatan OP, baik terhadap lingkungan hidup maupun terhadap bidang
kegiatan lain yang berkaitan dengan pengelolaan SDA; dan
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan OP antarbidang
kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan SDA

9
BAB III TUJUAN DAN LINGKUP KEGIATAN OP SDA

3.1. Tujuan OP SDA

OP SDA merupakan kegiatan pengaturan, pengoperasian, pemeliharaan SDA,


serta pemantauan dan evaluasi yang bertujuan untuk menjamin tercapainya
kelestarian fungsi dan kemanfaatan SDA bagi masyarakat dan kehidupan pada
umumnya.
Operasi SDA mencakup tiga fungsi, yaitu: (i) pengaturan, (ii) pengalokasian,
serta (iii) penyediaan air dan sumber air, yang bertujuan untuk
mengoptimalkan kemanfaatan SDA dan prasarana SDA. Sedangkan
pemeliharaan SDA meliputi fungsi perawatan dan perlindungan SDA dan
prasarana SDA serta daerah tangkapan air, yang bertujuan untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan dan ketercapaian tujuan operasi SDA.

3.2. Lingkup kegiatan OP SDA

Operasi dan pemeliharaan merupakan dua kegiatan yang saling berkaitan. Tanpa
dilakukan pemeliharaan yang memadai, suatu obyek ataupun prasarana akan
cepat mengalami degradasi fisik dan fungsi sehingga kelancaran dan efektivitas
operasi dapat terganggu, dan mengakibatkan terhentinya fungsi operasi atau
layanan. Karena itu di dalam kegiatan OP SDA, ada beberapa aktivitas atau
kegiatan yang terkadang sulit dibedakan apakah kegiatan tersebut termasuk dalam
kategori operasi ataukah pemeliharaan.
Beberapa kegiatan yang bersifat abu-abu tersebut, misalnya: pemantauan dan
evaluasi mengenai kondisi tanggul, pengawasan terhadap kegiatan penambangan
bahan mineral di sungai, pemantauan dan evaluasi keamanan bendungan, dan
pemantauan kualitas air sungai. Kegiatan-kegiatan tersebut menghasilkan
informasi atau laporan mengenai keadaan tanggul, alur sungai, kondisi struktur
bendungan, dan mutu/kualitas air sungai. Data dan informasi yang dihasilkan
dari kegiatan pemantauan dan evaluasi tidak akan dapat membuat kondisi
prasarana menjadi lebih baik, tetapi data dan informasi tersebut berfungsi
mengarahkan pada pilihan tindakan fisik pemeliharaan yang paling tepat.
Dalam struktur program dan penganggaran yang kita kenal hingga saat ini,
kegiatan operasi dan kegiatan pemeliharaan pada umumnya tidak terpisahkan,
melainkan merupakan satu kesatuan yang utuh. Pemilahan kegiatan operasi dan
kegiatan pemeliharaan barangkali baru dianggap perlu manakala pelaksanaan OP
SDA diorganisaikan kedalam sub unit operasi dan sub unit pemeliharaan.
Dalam kasus seperti ini, barangkali pemilahan kegiatan yang bersifat abu-abu
tersebut sebaiknya diselesaikan berdasarkan kesepakatan internal organisasi OP
yang bersangkutan.

10
Lingkup kegiatan operasi SDA sebagaimana tertulis di dalam Pasal 64 ayat 1 UU
No.7 Tahun 2004 dipersepsi oleh kebanyakan orang dengan pengertian sempit
yaitu hanya sekedar berhubungan dengan pengoperasian peralatan atau prasarana
SDA saja. Ketentuan dalam pasal tersebut hendaknya dikaitkan pula dengan pasal
Pasal 1 angka 23 dan penjelasan Pasal 64 ayat 2.
Didalam Pasal 1 angka 23 dinyatakan bahwa operasi SDA adalah kegiatan
pengaturan, pengalokasian, dan penyediaan air dan sumber air yang
bertujuan untuk mengoptimalkan kemanfaatan prasarana SDA. Sedangkan
penjelasan Pasal 64 ayat 2 menyatakan bahwa kegiatan pengaturan itu misalnya:
mengatur pembagian air, mengatur jadwal pemberian air, teknik pemanfaatan air,
dan pengaturan pemanfaatan sumber air. Sebagaimana telah diketahui umum
bahwa mengatur pemanfaatan sumber air belum tentu ada keterlibatan prasarana.
Dengan mencermati makna pasal pasal tersebut secara utuh, maka operasi SDA
harus dipahami menurut lingkup pengertian yang lebih luas, yaitu mencakup tiga
fungsi, yaitu (i) pengaturan, (ii) pengalokasian, serta (iii) penyediaan air dan
sumber air. Ketiga fungsi operasi SDA tersebut bekerja pada empat obyek
operasi, yaitu:
1) Bangunan atau prasarana SDA, yang mencakup kegiatan pengoperasian:
a) Bangunan pengatur, pengendali ataupun pengarah aliran air pada sumber
air, misalnya bendung, bendungan, bangunan pengatur dan pengendali
aliran air (termasuk pompa air)
b) Prasarana pemantauan kondisi hidrologi, hidrometeorologi, dan
hidrogeologi (H-3), serta kualitas air
2) Air yang terdapat pada sumber air, misalnya air yang ada di sepanjang
aliran sungai, yang mencakup kegiatan:
a) Pengalokasian dan penyediaan air sesuai dengan jadwal, waktu dan
volume yang ditetapkan
b) Pengendalian penggunaan air sesuai dengan rencana penyediaan air yang
ditetapkan.
c) Pengelolaan kualitas air
d) Pengendalian aliran air tinggi (banjir)
3) Ruang pada jaringan sumber air, misalnya sungai, dan danau/telaga/situ,
yaitu berupa kegiatan:
a) Pemantauan terhadap kondisi fisik sumber air
b) Pengaturan penggunaan ruang pada sumber air sesuai dengan ketentuan
penggunaan yang ditetapkan.
4) Lahan di dalam wilayah sungai, yaitu berupa kegiatan pengendalian
penggunaan lahan di:
a) daerah tangkapan air (kawasan hutan, dan kawasan non-hutan misalnya:
pertanian, perkebunan, permukiman, perindustrian dll),
b) lahan basah dan dataran banjir sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
dalam rencana tata ruang wilayah.

11
Pemeliharaan SDA bertujuan untuk menjamin kelestarian fungsi SDA dan
prasarana SDA bagi masyarakat dan kehidupan pada umumnya. Pada hakekatnya
Pemeliharaan SDA bersifat merawat dan melindungi sumber air dan prasarana
SDA. Bentuk tindakannya dapat berupa pencegahan kerusakan atau
kemerosotan fungsi sumber air dan prasarana SDA, serta perbaikan kerusakan
sumber air dan prasarana SDA.
Tindakan pemeliharaan SDA mencakup tiga kelompok obyek, yaitu:
1) Jaringan Sumber Air yang meliputi: pemeliharaan kondisi, dan kapasitas
sungai, danau, waduk, dan rawa, termasuk daerah sempadannya, agar tetap
terawat dan berfungsi dengan baik.
2) Prasarana SDA, yang meliputi kegiatan perawatan bangunan perlindungan,
pengembangan, dan penggunaan SDA, serta bangunan pengendali daya rusak
air.
3) Fasilitas pendukung OP, yang meliputi kegiatan pemeliharaan:
- Bangunan/pos pemantau kondisi hidrologi, hidrogeologi, dan
hidrometeorologi (H-3), dan kualitas air, bangunan kantor, laboratorium,
gudang, bengkel, dan bangunan jaga.
- Peralatan kerja (peralatan angkut, dan perkakas kerja)
- Peralatan komunikasi (radio dan telekomunikasi berikut perangkatnya).
- Peralatan pantau dan pengolah data dan informasi mengenai kuantitas dan
kualitas air, dan peralatan komunikasi.
Sesuai dengan penjelasan tersebut diatas, sasaran obyek dan lingkup kegiatan OP
SDA dapat diungkapkan sebagaimana tersebut di dalam gambar dibawah ini.

Gambar 2. Sasaran Obyek dan Lingkup Kegiatan OP SDA

12
Dari uraian seperti tersebut diatas, kegiatan OP SDA dapat dipilah dalam kegiatan
operasi dan kegiatan pemeliharaan sebagaimana tercantum di dalam tabel
dibawah ini.
Tabel 1. Pemilahan Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan SDA

Operasi SDA Pemeliharaan SDA

1. Pengalokasian dan penyediaan air 1. Pemeliharaan jaringan sumber air:


2. Pengendalian penggunaan air  Sungai
 Danau/telaga/situ
3. Pengelolaan kualitas air  Rawa dan/atau lahan basah
4. Pengendalian air tinggi  Cekungan air tanah
5. Pemantauan kondisi sumber air 2. Pemeliharaan sarana dan prasarana
6. Pengendalian pemanfaatan pengelolaan SDA (bangunan
sumber air konservasi dan pengembangan SDA
serta bangunan pengendali daya
7. Pengendalian penggunaan lahan rusak air)
di daerah tangkapan air (kawasan
hutan dan kawasan non-hutan) 3. Pemeliharaan fasilitas dan peralatan
pendukung pelaksanaan OP SDA:
8. Pengendalian penggunaan dataran  Peralatan kerja OP
banjir dan lahan basah  Bangunan penunjang OP
9. Prakiraan dan peringatan dini  Peralatan komunikasi
bahaya banjir  Peralatan pantau & Pengolah
10. Pengoperasian prasarana SDA data hidrometeorologi, hidrologi,
hidrogeologi (H-3), dan
 Peralatan pantau kualitas air

13
BAB IV PENYIAPAN RENCANA STRATEGIS OP SDA

Untuk mencapai kinerja pelaksanaan OP yang optimal, setiap unit organisasi pelaksana
OP SDA perlu menyiapkan beberapa hal sebagai berikut:

1) Program OP jangka menengah dan rencana kegiatan tahunan OP.


2) Standar prosedur pelaksanaan kerja organisasi OP
3) Pedoman tatalaksana kegiatan OP
4) Sistem penguatan organisasi dan pembinaan personil.
5) Peralatan atau perangkat pendukung pelaksanaan kegiatan OP SDA.
6) Sistem layanan data dan informasi, baik temporal maupun spasial.
7) Sistem pengelolaan aset dan keuangan.

4.1. Program OP Jangka Menengah dan Rencana Kegiatan Tahunan OP


Program OP jangka menengah (lima tahunan) harus dirancang sesuai dengan lingkup
tanggung jawab setiap instansi dengan target yang disesuaikan dengan setiap bidang
kegiatan pengelolaan SDA yang bersangkutan (misalnya: sungai, danau, waduk, dan
rawa, cekungan air tanah, serta kawasan hutan dan lahan).
Program OP jangka menengah disusun dengan basis waktu lima tahunan. Program
ini menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Kegiatan Tahunan OP. Program OP
jangka menengah sekurang-kurangnya memuat informasi tentang target capaian yang
hendak dicapai pada setiap tahun, misalnya:

 Jangkauan OP yang ditargetkan pada setiap bidang, menjelaskan


mengenai daftar kegiatan, lokus kegiatan, volume kegiatan (misalnya, ada
berapa: sungai, danau, mata air, waduk dan bendungan, serta prasarana lainnya
yang harus dipelihara dan dioperasikan), serta jadwal pelaksanaan, target
keluaran (output) dan target kinerja (outcome) pelaksanaan kegiatan;
 Jenis kegiatan tertentu yang ditargetkan akan selesai pada waktu tertentu
(misalnya: pengaturan sempadan sungai/danau/waduk/mata air, pengaturan
terhadap kegiatan penambangan mineral di sungai, pengelolaan kualitas air);
 Jenis informasi yang ditargetkan akan selesai pada waktu tertentu
(misalnya peta rawan banjir, daftar penggunaan air, peta dan informasi tentang
kondisi prasarana, dll);
 Personil OP yang akan ditingkatkan kapasitasnya (topik pelatihan, jumlah
personil yang akan dilatih);
 Peran masyarakat yang ditargetkan memperoleh pemberdayaan untuk
meningkatkan pengetahuan, kepedulian dan peran mereka dalam pelaksanaan
OP (jenis kegiatan pemberdayaan, kelompok masyarakat yang akan dilatih dan
didampingi, cakupan wilayahnya); dan
 Prakiraan kebutuhan dana dan anggaran pelaksanaan program per tahun.

14
Rencana kegiatan tahunan OP pada setiap bidang kegiatan harus disiapkan
sesuai dengan target program OP SDA sampai lima tahun ke depan. Dalam
menentukan lingkup kegiatan tahunan OP hendaknya tidak melupakan adanya
tambahan prasarana baru yang telah ditetapkan sebagai prasarana yang siap
beroperasi, serta prasarana SDA yang telah dinyatakan untuk diakuisisi atau dihapus
dari daftar aset/prasarana SDA. Prasarana baru yang dihasilkan dari suatu kegiatan
pembangunan atau karena hibah dari pihak tertentu pada hakekatnya tidak dapat
begitu saja diserah terimakan tanggung jawab pengelolaannya dari pihak pembangun
atau pemberi hibah kepada pihak penerima/pengelola aset yang bersangkutan. Setiap
prasarana yang baru selesai dibangun, pengguna anggaran wajib melakukan
pengecekan mengenai kesiapan dan kelayakan aset tersebut untuk dimanfaatkan,
dioperasikan dan dipelihara.
Sebelum suatu prasarana dinyatakan siap beroperasi, terlebih dahulu harus dilakukan
evaluasi berdasarkan prosedur yang telah ditentukan, serta memenuhi beberapa
ketentuan/persyaratan teknis dan administratif tertentu. Kesiapan operasi suatu
prasarana yang akan dinyatakan sebagai aset baru, harus dilakukan pengecekan oleh
sebuah tim yang dibentuk secara khusus. Keanggotaan tim itu sekurang-kurangnya
terdiri atas beberapa personil pelaksana OP dan personil yang terlibat dalam masa
pelaksanaan pembangunan atau pengadaan aset yang bersangkutan.
Untuk itu, baik pihak pembangun atau pemberi hibah maupun calon penerima
tanggung jawab pengelolaan aset sarana dan prasarana SDA itu, wajib memahami
dan memperhatikan ketentuan yang saat ini telah diatur di dalam beberapa peraturan
perundang-undangan sebagai berikut:
 Undang Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara;
 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara;
 PP No. 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah;
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara, berikut lampirannya;
 Peraturan Menteri Keuangan No. PMK 120/PMK.06/2007 Tentang
Penatausahaan Barang Milik Negara;
 Peraturan Menteri PU No.10/PRT/M/2013 Tentang Perubahan Atas PerMen
PU No.02/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Penetapan dan
Pengalihan Status Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian PU;
 Keputusan Menteri Keuangan No. 271/KMK.06/2011 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Tindak Lanjut Penertiban Barang Milik Negara Pada
Kementerian Negara/Lembaga.

15
Rencana Kegiatan Tahunan OP pada setiap bidang pengelolaan SDA, sekurang-
kurangnya memuat informasi mengenai:
 Daftar kegiatan rutin OP harian, periodik mingguan, bulanan, triwulanan,
tengah tahunan, dan tahunan;
 Daftar kegiatan pemeliharaan korektif termasuk rehabilitatif.
 Deskripsi tujuan yang akan dicapai pada setiap kegiatan
 Kebutuhan bahan dan peralatan yang disiapkan untuk penanggulangan
bencana atau pemeliharaan darurat.
 Lingkup tanggung jawab setiap unit di dalam organisasi pelaksana OP,
 Jadwal pelaksanaan kegiatan;
 Metoda pelaksanaan atau cara penyelesaian kegiatan;
 Sarana pendukung yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan OP; dan
 Rencana inspeksi

Dalam penyusunan rencana kegiatan tahunan hampir selalu berhadapan dengan


kenyataan bahwa suatu usulan rencana kegiatan OP tahunan belum tentu semuanya
terdukung sumber daya yang ideal baik mengenai sumber daya manusia, peralatan,
data dan informasi, dan terutama keuangan. Sehubungan dengan situasi seperti itu,
maka suatu usulan rencana kegiatan tahunan anggaran harus dapat dipertajam
kembali berdasarkan skala prioritas.
Keterbatasan pagu anggaran ini perlu disikapi dengan cara mengeksplorasi informasi
mengenai ketersediaan sumber daya yang terdapat di instansi lain sehingga target OP
tetap dapat mencapai hasil/manfaat yang optimal. Harus diingat bahwa pencapaian
kinerja OP SDA bukan hanya merupakan tanggung jawab aktor tunggal, tetapi
merupakan hasil kerja antarinstansi atau lembaga.
Agar tercapai hasil/manfaat yang optimal, pengintegrasian ketersediaan sumber
daya antarinstansi yang terkait merupakan suatu keniscayaan bahwa perencanaan
anggaran tahunan OP SDA harus ditempuh melalui koordinasi antarinstansi. Hal hal
yang perlu dikoordinasikan mencakup beberapa pilihan strategi sebagai berikut:
 Membuat kesepakatan mengenai target kegiatan OP yang berdampak
strategis dan berpengaruh besar bagi perlindungan keselamatan jiwa manusia,
pemenuhan standar kebutuhan dasar akan air, perlindungan kawasan produktif,
serta menjaga kelancaran jalur transportasi vital bagi perekonomian nasional
dan regional;
 Meningkatkan intensitas komunikasi dan efektivitas koordinasi untuk
mengatasi masalah lingkungan yang penyelesaiannya menyangkut
kewenangan lintas instansi atau lintas wilayah administratif, guna mencapai
keterpaduan tindakan serta mencegah terjadinya tumpang tindih kewenangan
dan penyediaan anggaran.
 Melakukan pertukaran data dengan lembaga dan organisasi lain yang
relevan, guna menambah keakuratan dalam proses pengambilan keputusan.

16
 Membangun kesepakatan kerjasama antarlembaga dalam menghadapi
situasi krisis air serta meningkatkan kecepatan penanganan keadaan kritis pada
saat terjadi banjir atau bencana lain yang berkaitan dengan air.;
Selain itu, di lingkungan internal unit organisasi pelaksana OP senantiasa
mengupayakan peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan anggaran
OP, antara lain dengan cara menerapkan beberapa prinsip kerja sebagai berikut:
 Melakukan pemilahan kegiatan/pekerjaan mana yang lebih baik
dilaksanakan sendiri, dan kegiatan apa yang dapat diserahkan kepada pihak
lain baik melalui pola kerjasama dengan instansi lain maupun melalui kontrak
kerja dengan para penyedia jasa konsultansi dan konstruksi.
 Mengaplikasikan dasar-dasar manajemen pengambilan keputusan yang
berbasis pada kelengkapan data dan informasi pada WS yang terhimpun
dari hasil pemantauan sendiri maupun dari instansi/lembaga lain.
 Memupuk tumbuhnya ide/gagasan inovatif untuk pemecahan suatu masalah
OP dengan cara menjaring masukan/pendapat dari para pemangku kepentingan
dan mitra kerja..
 Menempatkan konsistensi dan kontinuitas sebagai budaya dalam
perencanaan anggaran yang perlu dialokasikan untuk setiap kategori
kegiatan OP, berdasarkan urutan prioritas sebagai berikut:
1) Kegiatan operasi dan inspeksi rutin.
2) Penyediaan bahan untuk keperluaan siaga dalam penanggulangan
keadaan darurat ketika terjadi banjir dan tanah longsor.
3) Mobilisasi bahan dan pengoperasian peralatan terutama untuk
penanganan keadaan darurat banjir dan tanah longsor.
4) Kegiatan pemeliharaan darurat.
5) Kegiatan pemeliharaan preventif non-struktur yang bersifat urgen dan
tidak menguras banyak dana.
6) Kegiatan rektifikasi dan pemeliharaan khusus yang tertunda
pelaksanaannya pada tahun sebelumnya.
7) Kegiatan rehabilitasi atau rekonstruksi.

Garis besar susunan anggaran belanja OP dapat dikaterogikan ke dalam sepuluh


komponen belanja sebagaimana tersebut di dalam tabel berikut.

17
Tabel No.4.1 Susunan anggaran OP SDA

No Komponen belanja Atribut belanja

1 Pengoperasian  Pengoperasian bangunan pengendali aliran air


prasarana SDA  Pengoperasian peralatan pantau H3
 Prakiraan dan peringatan dini bahaya banjir
2 Pengalokasian dan  Pengalokasian dan penyediaan air
penyediaan air  Pengendalian dan pengawasan penggunaan air
 Pengelolaan kualitas air
 Pengendalian air tinggi
3 Pengaturan pemanfaatan  Pemantauan kondisi sumber air
ruang pada jaringan  Pengendalian dan pengawasan terhadap kegiatan
sumber air pemanfaatan sumber air
4 Pengaturan penggunaan  Pengendalian penggunaan lahan di DTA
lahan di DTA
5 Pemeliharan preventif  Inspeksi dan pemantauan keamanan prasarana SDA
 Pemeliharaan rutin jaringan sumber air
 Pemeliharaan rutin prasarana SDA
 Pemeliharaan rutin DTA
 Pemeliharaan rutin lahan basah
 Pemeliharaan periodik prasarana SDA
6 Pemeliharaan korektif  Perbaikan/rektifikasi prasarana SDA
 Perbaikan darurat prasarana SDA
 Penyiapan stock bahan dan peralatan tanggap darurat
7 Pemeliharaan  Rehabilitasi prasarana SDA
rehabilitatif  Pembangunan kembali/asset renewal prasarana SDA
 Restorasi jaringan sumber air
 Pembuatan petak percontohan rehabilitasi lahan dan
konservasi SDA
 Rehabilitasi lahan di DTA
8 Pemeliharaan Fasilitas  Pemeliharaan rutin bangunan pemantau H3
Pendukung  Pemeliharaan peralatan dan sarana kerja
 Pemeliharaan rutin bangunan kantor, gudang,
bengkel, pos jaga dan rambu-rambu keamanan
 Pemeliharaan peralatan komunikasi
9 Penguatan organisasi  Evaluasi dan peningkatan kinerja organisasi
dan personil  Pelaksanaan konsultasi dan koordinasi
 Manajemen aset
 Manajemen personalia
 Pelatihan personil
10 Pelayanan informasi,  Pengembangan sistem informasi SDA
edukasi dan peningkatan  Penyusunan rancangan produk publikasi dan modul
motivasi masyarakat  Pelaksanaan publikasi, sosialisasi, promosi
 Pelatihan dan pendampingan masyarakat
 Pelayanan informasi dan pengaduan/laporan
masyarakat

18
4.2 Standar Operasi Prosedur Pelaksanaan Kerja Organisasi
Standar prosedur pelaksanaan kerja organisasi adalah serangkaian instruksi tertulis
yang dibakukan yang memuat mengenai semua proses penyelenggaraan aktivitas
organisasi, bagaimana dan kapan aktivitas tersebut harus dilakukan, dimana dan
akan dilakukan oleh siapa. Prosedur pelaksanaan kerja organisasi yang distandarkan
seringkali disebut juga dengan Standar Operasi Prosedur (SOP) organisasi.
SOP organisasi pelaksana OP SDA bermanfaat untuk:
1) Mengurangi potensi kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan oleh
seorang petugas OP dalam melaksanakan pekerjaannya;
2) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
individual aparatur dan organisasi secara keseluruhan;
3) Membantu setiap personil menjadi lebih mandiri dan tidak selalu tergantung
pada instruksi/perintah atasan, sehingga keterlibatan pimpinan dalam proses
pelaksanaan kerja harian dapat dikurangi;
4) Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan setiap jenis tugas;
5) Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan patokan mengenai
cara konkrit untuk memperbaiki kinerja serta membantu mengevaluasi hasil
suatu usaha yang telah dilakukan;
6) Memastikan pelaksanaan tugas OP agar dapat terlaksana secara otomatis
dalam berbagai situasi
7) Menjamin konsistensi pelayanan kepada masyarakat, baik dari sisi mutu,
waktu, dan prosedur;
8) Memperjelas persyaratan kualifikasi berdasarkan kompetensi yang harus
dikuasai oleh petugas dalam menjalankan tugasnya;
9) Memberikan informasi bagi upaya peningkatan kompetensi petugas;
10) Memperjelas batas beban tugas yang menjadi tanggung jawab setiap personil
dalam sebuah unit kerja OP;
11) Instrumen dalam menilai seorang personil dari kemungkinan tuntutan atau
tuduhan melakukan penyimpangan;
12) Mencegah terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas;
13) Mempermudah penelusuran terhadap simpul-simpul kesalahan prosedural
dalam pelaksanaan pelayanan;
14) Menyediakan informasi untuk masukan dalam penyusunan standar pelayanan,
dan penilaian kinerja pelayanan.

Prinsip Penyusunan SOP:


1) Terurai dengan jelas dan mudah dimengerti; prosedur-prosedur yang
distandarkan harus mudah dimengerti semua personil bahkan bagi seseorang
yang sama sekali baru dalam pelaksanaan tugasnya;
2) Efisien dan efektif; prosedur-prosedur pelaksanaan tugas yang distandarkan
harus merupakan prosedur yang paling efisien dan efektif;

19
3) Selaras; prosedur-prosedur yang distandarkan harus selaras dengan prosedur-
prosedur standar lain yang terkait
4) Terukur; output dari prosedur-prosedur yang distandarkan mengandung
standar kualitas atau baku mutu tertentu yang mudah diukur pencapaian
hasilnya;
5) Dinamis; prosedur-prosedur yang distandarkan harus dengan cepat dapat
disesuaikan dengan dinamika kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan yang
berkembang;
6) Kepuasan para pada pihak yang dilayani;
7) Patuh hukum; prosedur-prosedur yang distandarkan harus memenuhi atau
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
8) Kepastian hukum, prosedur-prosedur yang distandarkan harus ditetapkan
oleh pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang ditaati, dilaksanakan dan
sekaligus berfungsi sebagai instrumen untuk melindungi personil atau
pelaksana dari kemungkinan tuntutan hukum.

Penyusunan SOP memerlukan partisipasi penuh dari semua unsur yang ada di
dalam organisasi OP. Tuntutan partisipasi penuh dari seluruh unsur institusi ini
dilandasi alasan bahwa pegawailah yang paling tahu mengenai kondisi yang ada di
tempat kerjanya masing-masing dan yang akan langsung terkena dampak dari
perubahan kondisi tersebut. Penyusunan naskah SOP hendaknya merujuk kepada
Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi
Pemerintahan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 35 Tahun 2012.

Prinsip Pelaksanaan SOP:


1) Konsistensi; SOP dilaksanakan secara konsisten dari waktu ke waktu oleh
siapa pun yang ada di dalam organisasi pelaksana OP;
2) Komitmen; SOP dilaksanakan dengan dukungan sepenuh hati dari seluruh
jajaran organisasi pelaksana OP, dari tingkatan yang paling rendah sampai
yang tertinggi;
3) Perbaikan berkelanjutan; SOP senantiasa terbuka untuk penyempurnaan ke
arah prosedur yang benar-benar paling efisien dan efektif;
4) Keterikatan; para pelaksana dalam menjalankan tugasnya senantiasa terikat
dengan SOP yang telah ditetapkan;
5) Totalitas; seluruh personil senantiasa siap melaksanakan peran-peran tertentu
dalam setiap prosedur yang telah distandarkan. Apabila ada personil yang tidak
melaksanakan perannya dengan baik, pada akhirnya akan berdampak pada
kinerja penyelenggaraan OP secara keseluruhan;
6) Terdokumentasi; seluruh prosedur yang telah distandarkan harus
didokumentasikan dengan tertib, sehingga dapat selalu menjadi rujukan atau
referensi bagi setiap pihak-pihak yang memerlukan.

4.3 Pedoman Tatalaksana OP

20
Hingga saat ini telah cukup banyak tersedia pedoman tatalaksana
OP di berbagai unsur/bidang kegiatan pengelolaan SDA dan sudah
ditetapkan baik dalam bentuk Peraturan maupun Surat Edaran
sebagaimana tersebut di dalam tabel 4.2. Pedoman yang sudah
ada itu menjadi rujukan dalam tatalaksana OP di tiap-tiap bidang
kegiatan pengelolaan SDA. Dalam hal ditemukan ketidak-selarasan
antarpedoman yang ada harus dilakukan koreksi dan penyesuaian.

Tabel No.4.2. Daftar Pedoman Tatalaksana OP yang telah tersedia pada tiap
tiap bidang kegiatan pengelolaan SDA
No Judul Pedoman Tatalaksana Penetapan

1 Pedoman Penggunaan SDA Permen PU No.06/PRT/2011


2 Petunjuk Teknis Penyusunan Neraca Air dan SE Dirjen Sumber Daya Air
Penyelenggaraan Alokasi Air No.04/SE/D/2012
3 Pedoman Operasi dan Pemeliharaan SE Dirjen Sumber Daya Air
Prasarana Sungai Serta Pemeliharaan Sungai No.01/SE/D/2013
4 Pedoman OP Jaringan Reklamasi Rawa Permen PU No.05/PRT/2010
Pasang Surut
5 Pedoman Penilaian Jaringan Reklamasi SE Menteri PU No.02/2011
Rawa
6 Pedoman OP Jaringan Irigasi Tambak Permen PU No.16/2011
7 Pedoman OP Bangunan Pengaman Pantai SE Menteri PU No.01/2011
8 Pemberlakuan Pedoman Penilaian SE Menteri PU
Kerusakan Pantai Dan Prioritas No.08/SE/M/2010
Penanganannya
9 Penanganan Darurat Akibat Bencana SE Dirjen. Sumber Daya Air
No.05/SE/D/2011
10 Pedoman Umum Penyelenggaraan Peraturan Kepala BNPB
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca No.17/2010
Bencana
11 Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan KepMen Kehutanan
DAS No.52/KptsII/2001
12 Pedoman Monitoring dan Evaluasi DAS Per. Dirjen RLPS No.P04/2009
13 Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan PerMen. Perhubungan
Danau No.58/2007
14 Pedoman Pengkajian Teknis untuk Per.Men LH No.1/2007
Penetapan Kelas Air
15 Tata Laksana Pengendalian Per.Men LH No.1/2010
Pencemaran Air
16 Pedoman Umum Pemanfaatan Kawasan Ranc Per.Men Kelautan
Konservasi Perairan untuk Budidaya Perikanan
Perikanan
17 Pedoman Umum Pemanfaatan Kawasan Ranc. Per.Men Kelautan dan
Konservasi Perairan Untuk Pariwisata Alam Perikanan
18 Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Per.Men. Dalam Negeri
Perkotaan No.1/2007
21
4.4 Sistem Penguatan Organisasi dan Pembinaan Personil.
Pimpinan organisasi pelaksana OP harus senantiasa berorientasi pada layanan yang
lebih baik dengan mengutamakan prinsip efektivitas hasil kerja dan efisiensi dalam
penggunaan sumber daya. Staf harus dimotivasi untuk selalu menghasilkan layanan
yang lebih baik dan peka terhadap harapan dan keluhan masyarakat, serta responsif
terhadap situasi atau kondisi prasarana yang cenderung mengalami kekritisan.
Personil yang berprestasi baik dan produktif, perlu diberikan insentif. Bentuk insentif
tidak selalu berupa uang, tetapi bisa diberikan dalam bentuk yang lain, misalnya
melalui pengumuman di lingkungan internal tentang karyawan terbaik pada setiap
bulan (person of the month), memberi kesempatan kepada mereka yang berprestasi
untuk mengikuti pelatihan dalam rangka peningkatan karir, ataupun beberapa bentuk
insentif lain yang dibenarkan menurut peraturan perundang-undangan.
Esensi tujuan pemberian insentif ini adalah untuk meningkatkan gairah, motivasi, dan
integritas personil terhadap misi organisasi. Hasil penilaian kinerja petugas hendaknya
dipergunakan sebagai bahan pertimbangan utama untuk merancang promosi jabatan
bagi setiap petugas yang berprestasi.
Walaupun seseorang petugas OP sudah pernah mengikuti suatu pelatihan dalam
jabatannya, namun pelatihan ulang bagi mereka tetap perlu dirancang secara periodik
dengan maksud untuk penyegaran kembali dan sekaligus menjadi narasumber dalam
penyempurnaan modul pelatihan yang telah dirancang sebelumnya. Kesempatan ini
dapat pula dimanfaatkan sebagai ajang unjuk pengalaman antar sesama petugas OP.
Modul pelatihan perlu dirancang menurut kebutuhan tugas dan tanggung jawab pada
setiap lini jabatan. Kebutuhan pelatihan harus senantiasa menjadi kebijakan
manajemen personalia. Evaluasi dan penilaian kinerja untuk setiap personil perlu
dilakukan secara periodik sekurang-kurangnya setiap tahun sekali.
Saat ini telah tersedia modul pelatihan yang disiapkan untuk petugas OP, diantaranya
adalah modul pelatihan yang telah disusun oleh Puslitbang SDA. Sambil
dipergunakan sebagai bahan pelatihan, modul dimaksud harus senantiasa diakukan
penyempurnaan sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan dinamika permasalahan
OP SDA. Beberapa modul pelatihan yang telah tersedia, adalah:

1) Pengelolaan Peralatan, Data dan Informasi Hidrologi


2) Pengelolaan Alokasi Air di WS
3) Pengelolaan Terpadu Banjir
4) Pengelolaan Ruang Sungai
5) Pengelolaan Kualitas Air
6) Pengelolaan Rawa
7) Pengelolaan Pantai
8) Partisipasi Masyarakat
22
9) Pemeliharaan pintu air, pompa dan peralatan hidromekanikal lainnya

Pengecekan secara acak terhadap pelaksanaan kerja setiap petugas perlu dilakukan
untuk memastikan bahwa semua personil sudah melaksanakan pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Evaluasi
kinerja OP secara menyeluruh harus dilakukan sekurang-kurangnya setiap tahun
sekali. Laporan hasil evaluasi kinerja ini hendaknya dimanfaatkan sebagai bahan
masukan dalam merancang program penguatan organisasi, dan apabila diperlukan
dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan untuk menata kembali struktur
organisasi unit pelaksana OP SDA.

4.5 Peralatan atau Perangkat Pendukung Pelaksanaan OP


Peralatan kerja berikut suku cadangnya harus senantiasa tersedia setiap kali
diperlukan. Pemilihan tempat penyimpanan peralatan atau perangkat pendukung
harus mempertimbangkan asas efisiensi dan kecepatan untuk menjangkau tempat
penggunaannya. Dalam hal dianggap perlu, pengelola OP dapat melakukan kajian
komparatif untuk menilai beberapa opsi pengelolaan seluruh peralatan OP
berdasarkan kelayakan teknis dan ekonomis.
Sistem pencatatan yang sistematis dan tertib mencakup semua peralatan atau
perangkat pendukung, dan data mengenai sediaan (stock) suku cadang dan bahan
pemeliharaan harus dibuat dan ditetapkan. Setiap peralatan atau perangkat
pendukung OP harus memiliki buku atau kartu catatan (log book atau log card).
Setiap jenis peralatan atau bangunan, biasanya telah dilengkapi dengan buku manual
pengoperasian maupun pemeliharaannya. Manual tersebut biasanya telah disediakan
oleh pabrik pembuat peralatan ataupun oleh perencana suatu bangunan. Prosedur
perawatan peralatan dan bangunan yang direkomendasikan oleh pabrik ataupun
perencana harus menjadi dasar dalam merancang rencana kebutuhan sumber daya
dalam pelaksanaan OP bagi peralatan dan bangunan yang bersangkutan. Pengawasan
dan inspeksi terhadap pelaksanaan rencana OP harus dilakukan secara konsisten oleh
staf yang bertanggung jawab melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan OP.

4.6 Sistem Layanan Data dan Informasi Temporal dan Spasial


Ketersediaan data dan informasi sangat diperlukan dalam OP SDA. Disamping itu,
pengumpulan data dan informasi juga merupakan salah satu aktivitas OP SDA. Data
dan informasi yang perlu dihimpun meliputi:

1) Daftar dan lokasi penggunaan air di seluruh jaringan sumber air, termasuk
jumlahnya;
2) Kondisi SDA baik dari segi lokasi, kuantitas dan kualitasnya;
3) Unsur-unsur lingkungan yang berpengaruh dan terpengaruh kondisi SDA;
4) Prasarana SDA baik dari segi lokasi, jenis dan jumlahnya.;
23
5) Peralatan dan perangkat OP termasuk peralatan pantau, baik dari segi lokasi,
jenis dan jumlahnya; dan
6) Personil pelaksana OP, baik dari segi tempat tugas, kualifikasi dan jumlahnya

Data dan informasi tersebut diatas diperlukan sebagai masukan yang sangat penting
dalam proses pengambilan keputusan baik untuk penyusunan program dan rencana,
maupun pelaksanaan OP SDA termasuk untuk keperluan pelayanan informasi
kepada masyarakat. Tingkat keakuratan, kebenaran, dan ketepatan waktu
penyampaian data dan informasi merupakan takaran kinerja penyediaan data dan
informasi baik pada tingkat manajerial maupun operasional.

4.7 Sistem Pengelolaan Aset dan Keuangan


Pengelolaan aset adalah cara-cara mengatur, merencanakan, dan memonitor aset,
yang dimaksudkan untuk menghasilkan keputusan mengenai tindakan akuisisi,
pemeliharaan, penggantian, dan pembuangan semua jenis prasarana, dengan tujuan
untuk mengoptimalkan pelayanan aset yang bersangkutan dengan tetap berpegang
pada asas kelangsungan fungsi layanan, dan efisiensi dalam penggunaan dana
pengelolaan prasarana dan kelestarian ekosistem SDA.
Rencana pengelolaan aset, sekurang-kurangnya harus dapat menjawab tiga
pertanyaan sebagai berikut:
(i) apakah aset masih layak untuk dirawat/dipelihara,
(ii) mengapa suatu aset harus di-akuisisi, diganti baru/direstorasi, atau
dibuang/dihapus, dan
(iii) berapa nilai kinerja yang akan dapat dicapai jika dilakukan tindakan.

Pada dasarnya suatu aset adalah merupakan barang milik negara/daerah yang
digunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Undang-Undang No.1
Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara menetapkan bahwa menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD adalah pengguna barang bagi kementerian
negara/lembaga/SKPD yang dipimpinnya. Sebagai konsekuensi dari prinsip tersebut
di atas, maka tanah dan/atau bangunan milik negara/daerah yang tidak dimanfaatkan
untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang
bersangkutan wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota untuk kepentingan penyelenggaraan tugas
pemerintahan negara/daerah.
Sekalipun sudah ada pedoman tatalaksana pengelolaan aset, tetapi perencanaan suatu
tindakan terhadap aset SDA hendaknya dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan
melibatkan seorang ahli di bidang pengelolaan SDA. Tindakan akuisisi terhadap
suatu aset SDA dapat berdampak terhadap aset SDA yang lain, bahkan dapat pula
berpotensi menimbulkan gangguan terhadap kinerja pelayanan pengelolaan air di

24
luar tempat aset yang akan diakuisisi. Oleh karena itu, rencana tindakan akuisisi
terhadap suatu aset SDA harus dikaji terlebih dahulu dampaknya secara
komprehensif terhadap lingkungan yang lain sebelum tindakan akuisisi tersebut
diputuskan. Aset yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan akuisisi misalnya
alur sungai lama akibat pembangunan sudetan atau shortcut, waduk atau situ yang
sudah melampaui umur efektifnya dan telah terisi penuh sedimen.

25

Anda mungkin juga menyukai