Naskah Pedoman OP Bab 1-4
Naskah Pedoman OP Bab 1-4
UMUM
NOMOR : /PRT/M/2014
TANGGAL : 2014
TENTANG : PEDOMAN UMUM OP SUMBER DAYA AIR
BAB I PENDAHULUAN
Unsur-unsur sumber daya air yang terdapat di dalam suatu DTA, menurut
pandangan sistem mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain. Dinamika
perubahan keadaan unsur tertentu akan berpengaruh terhadap keadaan unsur-
unsur yang lain. Perubahan kondisi tanah dan topografi akan mempengaruhi pola
dan besarnya aliran air di permukaan ataupun di bawah permukaan tanah,
pertumbuhan vegetasi, serta perilaku manusia. Perubahan iklim juga berpengaruh
terhadap keadaan air,vegetasi dan perilaku manusia.
Pendayagunaan air berkaitan erat dengan kegiatan pertanian, perkotaan, rumah
tangga, industri. Energi kinetik yang terkandung di dalam air dapat dialih-rupakan
menjadi energi mekanik untuk penggerak turbin, penggerak pompa, penggerak
batuan dan butir tanah ataupun penggerak benda lainnya. Begitu pula keadaan
sumber daya hayati yang terdapat pada suatu sumber air berkaitan dengan
sumber nutfah dalam usaha manusia menyediakan bibit tanaman ataupun pakan
ternak, bahan baku obat-obatan, cagar alam, sumber energi, bahan bangunan atau
bahan industri, atau sebagai pengasri dan pelindung lingkungan hidup.
Suatu tindakan yang dilakukan terhadap unsur tertentu di dalam suatu DTA yang
diniatkan untuk tujuan yang bersifat positif, jika tidak dilandasi pertimbangan
yang komprehensif, dapat berpotensi menimbulkan kerugian atau gangguan
terhadap suatu unsur tertentu di dalam DTA yang bersangkutan. Begitu pula
kegiatan tertentu di suatu DTA yang dilakukan oleh instansi/lembaga tertentu
sesuai dengan interesnya tanpa mempertimbangkan dampak terhadap komponen
lain, acapkali menimbulkan gangguan atau ancaman terhadap kepentingan yang
lain.
Rencana pembangunan suatu prasarana pendayagunaan SDA yang tidak dilandasi
kajian sistemik, dapat berpotensi menimbulkan gangguan atau kerusakan
ekosistem teristerial dan akuatik yang sudah mapan, bahkan dapat pula menjadi
sumber resiko kerugian bagi kelangsungan hidup dalam jangka panjang.
Pembukaan kawasan rawa misalnya, yang diniatkan untuk meningkatkan
ketersediaan lahan pertanian dalam rangka peningkatan stock pangan nasional,
acapkali menghadapi tantangan keras dari sekelompok pemerhati masalah
lingkungan karena dinilai dapat menimbulkan resiko peningkatan emisi karbon
serta ancaman terhadap kelestarian ekosistem rawa. Pertentangan kepentingan
semacam ini banyak dijumpai dalam berbagai kasus pengelolaan SDA di tempat-
tempat yang lain.
1
Untuk mencegah ekses negatif seperti itu, UU No.7 Tahun 2004 tentang SDA
memberikan arahan bahwa untuk mewujudkan kemanfaatan SDA yang
berkelanjutan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat, pengelolaan SDA harus
dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup.
Oleh karena itu, proses perencanaan dan pelaksanaannya perlu melibatkan para
pihak yang berkepentingan. Arahan pengelolaan SDA semacam ini pada
hakekatnya sejalan dengan konsepsi Integrated Water Resources Management
(IWRM) yang dianut oleh masyarakat global. Sebuah organisasi bernama Global
Water Partnership, pada tahun 2000 mendefinisikan bahwa IWRM adalah
suatu proses yang bermaksud mengintegrasikan pengelolaan air, lahan, dan
sumber daya terkait lainnya secara terkoordinasi dalam rangka
memaksimalkan resultan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara adil tanpa
mengorbankan keberlanjutan ekosistem yang vital.
Munculnya paham pengelolaan SDA yang menyeluruh dan terpadu ini
merupakan respons terhadap perilaku pengelolaan SDA yang semula
terfragmentasi (terkotak-kotak) yang terdiri atas bidang-bidang kegiatan yang
dilakukan di berbagai instansi atau lembaga tanpa terkoordinasi. Perilaku
pengelolaan SDA yang terfragmentasi terbukti mengarah pada penggunaan
sumber daya yang tidak efisien, program yang saling tumpang tindih antarinstansi
dan antarwilayah, tidak saling sejalan, bahkan terkadang saling berbenturan yang
pada akhirnya malah memperburuk kondisi SDA dan lingkungan hidup.
Menjadi suatu keniscayaan bahwa pengelolaan SDA yang menyeluruh dan
terpadu harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan baik sektor maupun
administratif melalui koordinasi. Koordinasi antarpemangku kepentingan itu
dimaksudkan untuk menghasilkan kesepakatan visi dan mewujudkan keterpaduan
program dan tindakan pengelolaan dengan tujuan untuk mengurangi kelangkaan
air, serta meningkatkan kemampuan antisipasi dan adaptasi terhadap kondisi yang
diakibatkan baik oleh air rendah maupun air tinggi. Misalnya, melalui:
pengefektifan pengendalian aliran air pada permukaan tanah (run-off) dan
pengelolaan pencemaran air untuk mengurangi resiko kerugian yang
timbul akibat air yang tercemar,
pengenalan dan penerapan perilaku adaptif berupa pencegahan gangguan
terhadap kelancaran aliran air, guna mengurangi resiko banjir,
perubahan praktek pembangunan pertanian dan perkotaan yang berbasis
pada penggunaan air yang lebih efisien, dan
pengurangan kebocoran air untuk mencegah timbulnya resiko kelangkaan
air.
Pengelolaan SDA yang bersifat menyeluruh dan terpadu dibangun menurut pola
pikir sistemik yang berbasis pada suatu ruang wilayah tertentu, yaitu ruang yang
merupakan penampung dan penyimpan air hujan, serta mengalirkan air secara
alami ke suatu jaringan pengaliran hingga ke laut. Pendayagunaan dan
2
pengendalian SDA yang terdapat di dalam ruang tersebut harus direncanakan,
dilaksanakan, dan dioperasikan secara komprehensif, dengan tujuan lebih
mementingkan pengoptimum-an kombinasi berbagai keluaran daripada
pemaksimum-an salah satu keluaran saja.
Kesatuan ruang wilayah pengelolaan SDA terpadu, mula-mula ditentukan
menurut batas aliran air alami yang nampak secara kasat mata, yaitu air pada
permukaan tanah. Batas ini kemudian dikenal dengan sebutan Daerah Aliran
Sungai (DAS), yaitu suatu ruang daratan yang secara alami berfungsi sebagai
penadah, penampung dan penyimpan air hujan, serta pengatus air tersebut ke
suatu danau, sungai dan rawa hingga bermuara di laut.
Potensi alami SDA yang terdapat di dalam suatu DAS, didayagunakan dan
dikendalikan untuk memenuhi berbagai hajat, tujuan atau kepentingan
pertumbuhan/pengembangan wilayah. Sesuai dengan perjalanan waktu, ternyata
ada DAS yang tidak mampu lagi menopang dinamika perkembangan wilayah dan
tuntutan kebutuhan masyarakat yang tinggal di dalam DAS yang bersangkutan.
Atas pertimbangan ini, negara melalui pemerintah berupaya melakukan antisipasi
terhadap kelangkaan air yang terdapat di suatu DAS tertentu dengan cara
mengupayakan pasokan air substitusi dari DAS tetangga yang dinilai surplus air.
Upaya ini selain bertujuan untuk memenuhi hak dasar penduduk atas air di
daerah yang mengalami kelangkaan air, juga bertujuan untuk membuka
kesempatan yang sama bagi setiap daerah agar mampu tumbuh berkembang
secara adil dan berkelanjutan.
Atas dasar pertimbangan ini, UU No.7/2004 menetapkan bahwa pengelolaan
SDA terpadu dirancang berdasarkan ruang wilayah yang dapat terdiri atas satu
DAS, gabungan beberapa DAS yang saling berdekatan, ataupun pulau-pulau kecil
(pulau yang luasnya kurang atau sama dengan 2.000 km2). Kesatuan ruang
pengelolaan ini selanjutnya disebut sebagai Wilayah Sungai (WS).
Konsepsi mengenai WS ini ternyata juga telah diterapkan di negara-negara yang
terhimpun sebagai Europian Union (EU) atau Uni Eropa sebagaimana tertuang di
dalam naskah “The EU Water Framework Directive” yang ditetapkan pada
tahun 2000. Kesatuan ruang wilayah pengelolaan SDA di Uni Eropa diberi
sebutan River Basin Districts, yang didefinsikan sebagai: “the areas of land and
sea identified as the main management unit. These regions can include one or
more neighbouring river basins together with their associated groundwater
bodies and coastal waters”.
Ditinjau dari segi wilayah administratif pemerintahan, suatu WS dapat terletak
di dalam satu wilayah kabupaten/kota, lintas kab/kota di dalam satu provinsi, dan
ada pula yang lintas provinsi bahkan lintas negara. Berdasarkan posisi/letak
tersebut, pasal 14 huruf e, pasal 15 huruf e, dan pasal 16 huruf e UU No.7 Tahun
2004 mengatur bahwa pengelolaan SDA yang terletak pada:
WS lintas negara, lintas provinsi, dan WS Strategis Nasional menjadi
wewenang dan tanggung jawab Pemerintah (pusat),
3
WS lintas kabupaten/kota menjadi wewenang dan tanggungjawab
pemerintah provinsi, dan
Pengelolaan SDA yang terletak pada WS dalam satu kabupaten/kota
menjadi wewenang dan tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota yang
bersangkutan.
Lingkup wewenang dan tanggung jawab pengelolaan SDA ini termasuk juga
wewenang dan tanggung jawab Operasi dan Pemeliharaan (OP) SDA.
WS ini dipergunakan pula sebagai batas ruang wilayah (boundary system) dalam
penyusunan pola pengelolaan SDA dan rencana pengelolaan SDA. Pola
pengelolaan SDA memuat berbagai skema dan strategi pengelolaan SDA yang
bertujuan untuk mengoptimalkan potensi berbagai unsur yang mempengaruhi
keadaan dan karakter SDA melalui beberapa rencana strategis konservasi dan
pendayagunaan SDA, serta pengendalian daya rusak air.
4
kegiatan yang terdapat di dalam siklus itu dalam rangka menjaga kelestarian dan
kemanfaatan SDA bagi masyarakat dan kehidupan pada umumnya.
Informasi yang diperoleh dari hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan OP
SDA tidak hanya berguna sebagai masukan untuk memperbaiki kinerja OP itu
sendiri, tetapi berfungsi pula sebagai masukan dalam penyusunan, dan
penyempurnaan atau perbaikan naskah Pola ataupun Rencana Pengelolaan SDA
di suatu WS. Informasi yang diperoleh dari hasil pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan OP SDA bermanfaat pula sebagai umpan balik untuk perbaikan
atau penyempurnaan metoda dan tatacara pelaksanaan pengelolaan SDA baik
yang bersangkutan dengan rencana pelaksanaan maupun pada tahap pelaksanaan
pembangunan prasarana SDA.
Selain itu, OP SDA juga bukan sekedar merupakan akumulasi atau hasil
penjumlahan kegiatan OP di semua bidang yang berkaitan dengan pengelolaan
SDA (misalnya OP sungai, OP danau, OP waduk, OP rawa, pemeliharaan alur
pelayaran, pengelolaan lahan di DTA, dll), tetapi berfungsi pula sebagai
pengintegrasi semua bidang kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan SDA.
Ditinjau dari segi aktor pelaksananya, kegiatan OP SDA pun tidak hanya
menyangkut urusan Kementerian PU saja, melainkan juga menjadi kompetensi
dari kementerian yang lain, termasuk aktivitas yang dilakukan oleh berbagai
kelompok masyarakat dan dunia usaha. Gambaran mengenai kedudukan OP SDA
di dalam siklus pengelolaan SDA dapat dilihat pada gambar berikut.
5
1) Sumber daya air (SDA) adalah air, sumber air, dan daya air yang
terkandung di dalamnya.
2) Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah,
air hujan, dan air laut yang berada di darat.
3) Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang
terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.
4) Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air
yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan
penghidupan manusia serta lingkungannya.
5) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan
ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.
6) Cekungan air tanah (CAT) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung
7) Wilayah Sungai (WS) adalah kesatuan wilayah pengelolaan SDA dalam
satu atau lebih DAS, dan/atau pulau-pulau kecil.
8) Pulau kecil adalah pulau yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000
km2.
9) Penggunaan air konsumtif adalah kegiatan mengambil atau menggunakan
air dari suatu sumber air dan sebagian atau seluruh volume air yang diambil
tidak lagi teralirkan kembali ke sumber air yang bersangkutan.
10) Penggunaan air non konsumtif adalah kegiatan menggunakan air di tempat
pada suatu sumber air, misalnya untuk keperluan navigasi, persyaratan aliran
instream, kelangsungan hidup ikan, rekreasi, dan pembangkit listrik tenaga
air.
11) Aliran untuk lingkungan ialah aliran yang menggambarkan kuantitas,
waktu, dan kualitas air yang diperlukan untuk mempertahankan kemanfaatan
ekosistem perairan sumber air.
12) Dataran banjir adalah dataran di sepanjang kiri dan/atau kanan sungai yang
tergenang air pada saat banjir.
13) Bantaran sungai adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul
sebelah dalam yang terletak di kiri dan/atau kanan palung sungai.
14) Pengalokasian air adalah proses pejatahan air untuk berbagai jenis
penggunaan menurut kuantitas, tempat dan waktu penggunaan yang besarnya
disesuaikan dengan ketersediaan total volume air yang terdapat pada suatu
sumber air
15) Penyediaan air adalah tindakan menentukan dan/atau memenuhi
kebutuhan air untuk berbagai jenis penggunaan yang terukur menurut
6
kuantitas, waktu, dan kualitas air sesuai dengan jatah yang ditetapkan dalam
rencana alokasi air.
16) Kebutuhan air adalah volume air yang dibutuhkan oleh para pengguna air
sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.
17) Pengguna air adalah seseorang atau kelompok, lembaga, instansi atau
badan hukum tertentu yang menggunakan air dari suatu sumber air.
18) Pencemaran air adalah memasukkan atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia
sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
19) Pemeliharaan preventif adalah tindakan pencegahan yang dilakukan
secara terus menerus atau periodik yang bertujuan agar suatu properti dapat
berfungsi secara optimal sesuai dengan tingkat kinerja layanan yang
direncanakan.
20) Pemeliharaan korektif adalah tindakan perbaikan/rehabilitasi terhadap
properti yang mengalami kerusakan berat, ataupun tindakan pembetulan
atas kekurang-sempurnaan fungsi yang terdapat pada suatu properti tanpa
merubah tujuan dan tingkat kinerja properti yang bersangkutan.
21) Pemeliharaan darurat adalah tindakan bersifat mendesak yang harus
dilakukan secepat mungkin terhadap suatu properti atau suatu
bagian/komponen properti yang mengalami perubahan atau kerusakan
mendadak, dengan spesifikasi pekerjaan yang benar-benar darurat guna
mencegah terjadinya eskalasi atau kerusakan sehingga berpotensi menjadi
ancaman yang lebih besar terhadap lingkungan.
22) Aset renewal adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana
yang mengalami kerusakan berat sehingga berfungsi kembali sesuai dengan
tingkat kinerja semula.
23) Pengurangan risiko bencana adalah kerangka konseptual dan rangkaian
kegiatan untuk mengurangi potensi kerugian yang timbul akibat bencana di
suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu.
7
BAB II PENGGUNAAN DAN KEGUNAAN PEDOMAN OP SDA
8
diselaraskan guna mencegah perbenturan atau menimbulkan keraguan bagi
para pengguna pedoman termasuk masyarakat.
9
BAB III TUJUAN DAN LINGKUP KEGIATAN OP SDA
Operasi dan pemeliharaan merupakan dua kegiatan yang saling berkaitan. Tanpa
dilakukan pemeliharaan yang memadai, suatu obyek ataupun prasarana akan
cepat mengalami degradasi fisik dan fungsi sehingga kelancaran dan efektivitas
operasi dapat terganggu, dan mengakibatkan terhentinya fungsi operasi atau
layanan. Karena itu di dalam kegiatan OP SDA, ada beberapa aktivitas atau
kegiatan yang terkadang sulit dibedakan apakah kegiatan tersebut termasuk dalam
kategori operasi ataukah pemeliharaan.
Beberapa kegiatan yang bersifat abu-abu tersebut, misalnya: pemantauan dan
evaluasi mengenai kondisi tanggul, pengawasan terhadap kegiatan penambangan
bahan mineral di sungai, pemantauan dan evaluasi keamanan bendungan, dan
pemantauan kualitas air sungai. Kegiatan-kegiatan tersebut menghasilkan
informasi atau laporan mengenai keadaan tanggul, alur sungai, kondisi struktur
bendungan, dan mutu/kualitas air sungai. Data dan informasi yang dihasilkan
dari kegiatan pemantauan dan evaluasi tidak akan dapat membuat kondisi
prasarana menjadi lebih baik, tetapi data dan informasi tersebut berfungsi
mengarahkan pada pilihan tindakan fisik pemeliharaan yang paling tepat.
Dalam struktur program dan penganggaran yang kita kenal hingga saat ini,
kegiatan operasi dan kegiatan pemeliharaan pada umumnya tidak terpisahkan,
melainkan merupakan satu kesatuan yang utuh. Pemilahan kegiatan operasi dan
kegiatan pemeliharaan barangkali baru dianggap perlu manakala pelaksanaan OP
SDA diorganisaikan kedalam sub unit operasi dan sub unit pemeliharaan.
Dalam kasus seperti ini, barangkali pemilahan kegiatan yang bersifat abu-abu
tersebut sebaiknya diselesaikan berdasarkan kesepakatan internal organisasi OP
yang bersangkutan.
10
Lingkup kegiatan operasi SDA sebagaimana tertulis di dalam Pasal 64 ayat 1 UU
No.7 Tahun 2004 dipersepsi oleh kebanyakan orang dengan pengertian sempit
yaitu hanya sekedar berhubungan dengan pengoperasian peralatan atau prasarana
SDA saja. Ketentuan dalam pasal tersebut hendaknya dikaitkan pula dengan pasal
Pasal 1 angka 23 dan penjelasan Pasal 64 ayat 2.
Didalam Pasal 1 angka 23 dinyatakan bahwa operasi SDA adalah kegiatan
pengaturan, pengalokasian, dan penyediaan air dan sumber air yang
bertujuan untuk mengoptimalkan kemanfaatan prasarana SDA. Sedangkan
penjelasan Pasal 64 ayat 2 menyatakan bahwa kegiatan pengaturan itu misalnya:
mengatur pembagian air, mengatur jadwal pemberian air, teknik pemanfaatan air,
dan pengaturan pemanfaatan sumber air. Sebagaimana telah diketahui umum
bahwa mengatur pemanfaatan sumber air belum tentu ada keterlibatan prasarana.
Dengan mencermati makna pasal pasal tersebut secara utuh, maka operasi SDA
harus dipahami menurut lingkup pengertian yang lebih luas, yaitu mencakup tiga
fungsi, yaitu (i) pengaturan, (ii) pengalokasian, serta (iii) penyediaan air dan
sumber air. Ketiga fungsi operasi SDA tersebut bekerja pada empat obyek
operasi, yaitu:
1) Bangunan atau prasarana SDA, yang mencakup kegiatan pengoperasian:
a) Bangunan pengatur, pengendali ataupun pengarah aliran air pada sumber
air, misalnya bendung, bendungan, bangunan pengatur dan pengendali
aliran air (termasuk pompa air)
b) Prasarana pemantauan kondisi hidrologi, hidrometeorologi, dan
hidrogeologi (H-3), serta kualitas air
2) Air yang terdapat pada sumber air, misalnya air yang ada di sepanjang
aliran sungai, yang mencakup kegiatan:
a) Pengalokasian dan penyediaan air sesuai dengan jadwal, waktu dan
volume yang ditetapkan
b) Pengendalian penggunaan air sesuai dengan rencana penyediaan air yang
ditetapkan.
c) Pengelolaan kualitas air
d) Pengendalian aliran air tinggi (banjir)
3) Ruang pada jaringan sumber air, misalnya sungai, dan danau/telaga/situ,
yaitu berupa kegiatan:
a) Pemantauan terhadap kondisi fisik sumber air
b) Pengaturan penggunaan ruang pada sumber air sesuai dengan ketentuan
penggunaan yang ditetapkan.
4) Lahan di dalam wilayah sungai, yaitu berupa kegiatan pengendalian
penggunaan lahan di:
a) daerah tangkapan air (kawasan hutan, dan kawasan non-hutan misalnya:
pertanian, perkebunan, permukiman, perindustrian dll),
b) lahan basah dan dataran banjir sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
dalam rencana tata ruang wilayah.
11
Pemeliharaan SDA bertujuan untuk menjamin kelestarian fungsi SDA dan
prasarana SDA bagi masyarakat dan kehidupan pada umumnya. Pada hakekatnya
Pemeliharaan SDA bersifat merawat dan melindungi sumber air dan prasarana
SDA. Bentuk tindakannya dapat berupa pencegahan kerusakan atau
kemerosotan fungsi sumber air dan prasarana SDA, serta perbaikan kerusakan
sumber air dan prasarana SDA.
Tindakan pemeliharaan SDA mencakup tiga kelompok obyek, yaitu:
1) Jaringan Sumber Air yang meliputi: pemeliharaan kondisi, dan kapasitas
sungai, danau, waduk, dan rawa, termasuk daerah sempadannya, agar tetap
terawat dan berfungsi dengan baik.
2) Prasarana SDA, yang meliputi kegiatan perawatan bangunan perlindungan,
pengembangan, dan penggunaan SDA, serta bangunan pengendali daya rusak
air.
3) Fasilitas pendukung OP, yang meliputi kegiatan pemeliharaan:
- Bangunan/pos pemantau kondisi hidrologi, hidrogeologi, dan
hidrometeorologi (H-3), dan kualitas air, bangunan kantor, laboratorium,
gudang, bengkel, dan bangunan jaga.
- Peralatan kerja (peralatan angkut, dan perkakas kerja)
- Peralatan komunikasi (radio dan telekomunikasi berikut perangkatnya).
- Peralatan pantau dan pengolah data dan informasi mengenai kuantitas dan
kualitas air, dan peralatan komunikasi.
Sesuai dengan penjelasan tersebut diatas, sasaran obyek dan lingkup kegiatan OP
SDA dapat diungkapkan sebagaimana tersebut di dalam gambar dibawah ini.
12
Dari uraian seperti tersebut diatas, kegiatan OP SDA dapat dipilah dalam kegiatan
operasi dan kegiatan pemeliharaan sebagaimana tercantum di dalam tabel
dibawah ini.
Tabel 1. Pemilahan Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan SDA
13
BAB IV PENYIAPAN RENCANA STRATEGIS OP SDA
Untuk mencapai kinerja pelaksanaan OP yang optimal, setiap unit organisasi pelaksana
OP SDA perlu menyiapkan beberapa hal sebagai berikut:
14
Rencana kegiatan tahunan OP pada setiap bidang kegiatan harus disiapkan
sesuai dengan target program OP SDA sampai lima tahun ke depan. Dalam
menentukan lingkup kegiatan tahunan OP hendaknya tidak melupakan adanya
tambahan prasarana baru yang telah ditetapkan sebagai prasarana yang siap
beroperasi, serta prasarana SDA yang telah dinyatakan untuk diakuisisi atau dihapus
dari daftar aset/prasarana SDA. Prasarana baru yang dihasilkan dari suatu kegiatan
pembangunan atau karena hibah dari pihak tertentu pada hakekatnya tidak dapat
begitu saja diserah terimakan tanggung jawab pengelolaannya dari pihak pembangun
atau pemberi hibah kepada pihak penerima/pengelola aset yang bersangkutan. Setiap
prasarana yang baru selesai dibangun, pengguna anggaran wajib melakukan
pengecekan mengenai kesiapan dan kelayakan aset tersebut untuk dimanfaatkan,
dioperasikan dan dipelihara.
Sebelum suatu prasarana dinyatakan siap beroperasi, terlebih dahulu harus dilakukan
evaluasi berdasarkan prosedur yang telah ditentukan, serta memenuhi beberapa
ketentuan/persyaratan teknis dan administratif tertentu. Kesiapan operasi suatu
prasarana yang akan dinyatakan sebagai aset baru, harus dilakukan pengecekan oleh
sebuah tim yang dibentuk secara khusus. Keanggotaan tim itu sekurang-kurangnya
terdiri atas beberapa personil pelaksana OP dan personil yang terlibat dalam masa
pelaksanaan pembangunan atau pengadaan aset yang bersangkutan.
Untuk itu, baik pihak pembangun atau pemberi hibah maupun calon penerima
tanggung jawab pengelolaan aset sarana dan prasarana SDA itu, wajib memahami
dan memperhatikan ketentuan yang saat ini telah diatur di dalam beberapa peraturan
perundang-undangan sebagai berikut:
Undang Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara;
PP No. 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara, berikut lampirannya;
Peraturan Menteri Keuangan No. PMK 120/PMK.06/2007 Tentang
Penatausahaan Barang Milik Negara;
Peraturan Menteri PU No.10/PRT/M/2013 Tentang Perubahan Atas PerMen
PU No.02/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Penetapan dan
Pengalihan Status Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian PU;
Keputusan Menteri Keuangan No. 271/KMK.06/2011 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Tindak Lanjut Penertiban Barang Milik Negara Pada
Kementerian Negara/Lembaga.
15
Rencana Kegiatan Tahunan OP pada setiap bidang pengelolaan SDA, sekurang-
kurangnya memuat informasi mengenai:
Daftar kegiatan rutin OP harian, periodik mingguan, bulanan, triwulanan,
tengah tahunan, dan tahunan;
Daftar kegiatan pemeliharaan korektif termasuk rehabilitatif.
Deskripsi tujuan yang akan dicapai pada setiap kegiatan
Kebutuhan bahan dan peralatan yang disiapkan untuk penanggulangan
bencana atau pemeliharaan darurat.
Lingkup tanggung jawab setiap unit di dalam organisasi pelaksana OP,
Jadwal pelaksanaan kegiatan;
Metoda pelaksanaan atau cara penyelesaian kegiatan;
Sarana pendukung yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan OP; dan
Rencana inspeksi
16
Membangun kesepakatan kerjasama antarlembaga dalam menghadapi
situasi krisis air serta meningkatkan kecepatan penanganan keadaan kritis pada
saat terjadi banjir atau bencana lain yang berkaitan dengan air.;
Selain itu, di lingkungan internal unit organisasi pelaksana OP senantiasa
mengupayakan peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan anggaran
OP, antara lain dengan cara menerapkan beberapa prinsip kerja sebagai berikut:
Melakukan pemilahan kegiatan/pekerjaan mana yang lebih baik
dilaksanakan sendiri, dan kegiatan apa yang dapat diserahkan kepada pihak
lain baik melalui pola kerjasama dengan instansi lain maupun melalui kontrak
kerja dengan para penyedia jasa konsultansi dan konstruksi.
Mengaplikasikan dasar-dasar manajemen pengambilan keputusan yang
berbasis pada kelengkapan data dan informasi pada WS yang terhimpun
dari hasil pemantauan sendiri maupun dari instansi/lembaga lain.
Memupuk tumbuhnya ide/gagasan inovatif untuk pemecahan suatu masalah
OP dengan cara menjaring masukan/pendapat dari para pemangku kepentingan
dan mitra kerja..
Menempatkan konsistensi dan kontinuitas sebagai budaya dalam
perencanaan anggaran yang perlu dialokasikan untuk setiap kategori
kegiatan OP, berdasarkan urutan prioritas sebagai berikut:
1) Kegiatan operasi dan inspeksi rutin.
2) Penyediaan bahan untuk keperluaan siaga dalam penanggulangan
keadaan darurat ketika terjadi banjir dan tanah longsor.
3) Mobilisasi bahan dan pengoperasian peralatan terutama untuk
penanganan keadaan darurat banjir dan tanah longsor.
4) Kegiatan pemeliharaan darurat.
5) Kegiatan pemeliharaan preventif non-struktur yang bersifat urgen dan
tidak menguras banyak dana.
6) Kegiatan rektifikasi dan pemeliharaan khusus yang tertunda
pelaksanaannya pada tahun sebelumnya.
7) Kegiatan rehabilitasi atau rekonstruksi.
17
Tabel No.4.1 Susunan anggaran OP SDA
18
4.2 Standar Operasi Prosedur Pelaksanaan Kerja Organisasi
Standar prosedur pelaksanaan kerja organisasi adalah serangkaian instruksi tertulis
yang dibakukan yang memuat mengenai semua proses penyelenggaraan aktivitas
organisasi, bagaimana dan kapan aktivitas tersebut harus dilakukan, dimana dan
akan dilakukan oleh siapa. Prosedur pelaksanaan kerja organisasi yang distandarkan
seringkali disebut juga dengan Standar Operasi Prosedur (SOP) organisasi.
SOP organisasi pelaksana OP SDA bermanfaat untuk:
1) Mengurangi potensi kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan oleh
seorang petugas OP dalam melaksanakan pekerjaannya;
2) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
individual aparatur dan organisasi secara keseluruhan;
3) Membantu setiap personil menjadi lebih mandiri dan tidak selalu tergantung
pada instruksi/perintah atasan, sehingga keterlibatan pimpinan dalam proses
pelaksanaan kerja harian dapat dikurangi;
4) Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan setiap jenis tugas;
5) Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan patokan mengenai
cara konkrit untuk memperbaiki kinerja serta membantu mengevaluasi hasil
suatu usaha yang telah dilakukan;
6) Memastikan pelaksanaan tugas OP agar dapat terlaksana secara otomatis
dalam berbagai situasi
7) Menjamin konsistensi pelayanan kepada masyarakat, baik dari sisi mutu,
waktu, dan prosedur;
8) Memperjelas persyaratan kualifikasi berdasarkan kompetensi yang harus
dikuasai oleh petugas dalam menjalankan tugasnya;
9) Memberikan informasi bagi upaya peningkatan kompetensi petugas;
10) Memperjelas batas beban tugas yang menjadi tanggung jawab setiap personil
dalam sebuah unit kerja OP;
11) Instrumen dalam menilai seorang personil dari kemungkinan tuntutan atau
tuduhan melakukan penyimpangan;
12) Mencegah terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas;
13) Mempermudah penelusuran terhadap simpul-simpul kesalahan prosedural
dalam pelaksanaan pelayanan;
14) Menyediakan informasi untuk masukan dalam penyusunan standar pelayanan,
dan penilaian kinerja pelayanan.
19
3) Selaras; prosedur-prosedur yang distandarkan harus selaras dengan prosedur-
prosedur standar lain yang terkait
4) Terukur; output dari prosedur-prosedur yang distandarkan mengandung
standar kualitas atau baku mutu tertentu yang mudah diukur pencapaian
hasilnya;
5) Dinamis; prosedur-prosedur yang distandarkan harus dengan cepat dapat
disesuaikan dengan dinamika kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan yang
berkembang;
6) Kepuasan para pada pihak yang dilayani;
7) Patuh hukum; prosedur-prosedur yang distandarkan harus memenuhi atau
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
8) Kepastian hukum, prosedur-prosedur yang distandarkan harus ditetapkan
oleh pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang ditaati, dilaksanakan dan
sekaligus berfungsi sebagai instrumen untuk melindungi personil atau
pelaksana dari kemungkinan tuntutan hukum.
Penyusunan SOP memerlukan partisipasi penuh dari semua unsur yang ada di
dalam organisasi OP. Tuntutan partisipasi penuh dari seluruh unsur institusi ini
dilandasi alasan bahwa pegawailah yang paling tahu mengenai kondisi yang ada di
tempat kerjanya masing-masing dan yang akan langsung terkena dampak dari
perubahan kondisi tersebut. Penyusunan naskah SOP hendaknya merujuk kepada
Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi
Pemerintahan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 35 Tahun 2012.
20
Hingga saat ini telah cukup banyak tersedia pedoman tatalaksana
OP di berbagai unsur/bidang kegiatan pengelolaan SDA dan sudah
ditetapkan baik dalam bentuk Peraturan maupun Surat Edaran
sebagaimana tersebut di dalam tabel 4.2. Pedoman yang sudah
ada itu menjadi rujukan dalam tatalaksana OP di tiap-tiap bidang
kegiatan pengelolaan SDA. Dalam hal ditemukan ketidak-selarasan
antarpedoman yang ada harus dilakukan koreksi dan penyesuaian.
Tabel No.4.2. Daftar Pedoman Tatalaksana OP yang telah tersedia pada tiap
tiap bidang kegiatan pengelolaan SDA
No Judul Pedoman Tatalaksana Penetapan
Pengecekan secara acak terhadap pelaksanaan kerja setiap petugas perlu dilakukan
untuk memastikan bahwa semua personil sudah melaksanakan pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Evaluasi
kinerja OP secara menyeluruh harus dilakukan sekurang-kurangnya setiap tahun
sekali. Laporan hasil evaluasi kinerja ini hendaknya dimanfaatkan sebagai bahan
masukan dalam merancang program penguatan organisasi, dan apabila diperlukan
dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan untuk menata kembali struktur
organisasi unit pelaksana OP SDA.
1) Daftar dan lokasi penggunaan air di seluruh jaringan sumber air, termasuk
jumlahnya;
2) Kondisi SDA baik dari segi lokasi, kuantitas dan kualitasnya;
3) Unsur-unsur lingkungan yang berpengaruh dan terpengaruh kondisi SDA;
4) Prasarana SDA baik dari segi lokasi, jenis dan jumlahnya.;
23
5) Peralatan dan perangkat OP termasuk peralatan pantau, baik dari segi lokasi,
jenis dan jumlahnya; dan
6) Personil pelaksana OP, baik dari segi tempat tugas, kualifikasi dan jumlahnya
Data dan informasi tersebut diatas diperlukan sebagai masukan yang sangat penting
dalam proses pengambilan keputusan baik untuk penyusunan program dan rencana,
maupun pelaksanaan OP SDA termasuk untuk keperluan pelayanan informasi
kepada masyarakat. Tingkat keakuratan, kebenaran, dan ketepatan waktu
penyampaian data dan informasi merupakan takaran kinerja penyediaan data dan
informasi baik pada tingkat manajerial maupun operasional.
Pada dasarnya suatu aset adalah merupakan barang milik negara/daerah yang
digunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Undang-Undang No.1
Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara menetapkan bahwa menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD adalah pengguna barang bagi kementerian
negara/lembaga/SKPD yang dipimpinnya. Sebagai konsekuensi dari prinsip tersebut
di atas, maka tanah dan/atau bangunan milik negara/daerah yang tidak dimanfaatkan
untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang
bersangkutan wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota untuk kepentingan penyelenggaraan tugas
pemerintahan negara/daerah.
Sekalipun sudah ada pedoman tatalaksana pengelolaan aset, tetapi perencanaan suatu
tindakan terhadap aset SDA hendaknya dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan
melibatkan seorang ahli di bidang pengelolaan SDA. Tindakan akuisisi terhadap
suatu aset SDA dapat berdampak terhadap aset SDA yang lain, bahkan dapat pula
berpotensi menimbulkan gangguan terhadap kinerja pelayanan pengelolaan air di
24
luar tempat aset yang akan diakuisisi. Oleh karena itu, rencana tindakan akuisisi
terhadap suatu aset SDA harus dikaji terlebih dahulu dampaknya secara
komprehensif terhadap lingkungan yang lain sebelum tindakan akuisisi tersebut
diputuskan. Aset yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan akuisisi misalnya
alur sungai lama akibat pembangunan sudetan atau shortcut, waduk atau situ yang
sudah melampaui umur efektifnya dan telah terisi penuh sedimen.
25