Anda di halaman 1dari 14

Tenaga Pengolahan Makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit

Uraian Kegiatan Tugas:

1. Persiapan bahan makanan


a. Mengambil bahan makanan yang dibutuhkan dari gudang
b. Menimbang bahan makanan dan menyesuaikan sesuai dengan kebutuhan
c. Memotong bahan makanan (buah, sayur, daging, ikan) sesuai dengan kebutuhan
d. Mencuci bahan makanan
2. Pengolahan bahan makanan
3. Pencucian peralatan memasak
a. Pemisahan kotoran/ sisa makan dari peralatan makan
b. Perendaman
c. Pencucian dengan sabun
d. Pembilasan dengan air bersih dan mengalir
e. Perendaman dengan kaporit
f. Pengeringan

Job Safety Analysis

No Tahapan Kerja Potensi Bahaya Tindakan Pengendalian


1. Persiapan bahan makanan
a. Mengambil bahan a. Bahaya Fisik: - Pengendalian Bahaya Fisik
makanan yang - Lantai licin a. Lantai licin:
dibutuhkan dari gudang - Luka akibat pisau - Dari segi kontruksi: pemilihan lantai harus kedap air, mudah dibersihkan,
b. Menimbang bahan b. Faktor Ergonomis: dan tidak licin. Bahan tegel, porselen atau keramik.
makanan dan - Posisi kerja tidak - Untuk permukaan dinding yang terkena percikan air misalkan pada
menyesuaikan dengan ergonomis dinding pencucian bahan makanan, maka setinggi 2 meter dari lantai/
kebutuhan - Kelelahan tempat pencuci bahan makanan dilapisi bahan kedap air yang
c. Memotong bahan - Kesalahan posisi permukaanya halus, tidak menahan debu, dan berwarna terang
makanan (buah, sayur, tubuh saat - Lantai harus dibersihkan secara teratur, jika terdapat percikan air segera
daging, ikan) sesuai mengangkat beban di bersihkan/ di lap dengan menggunakan kain mudah serap. Lantai
dengan kebutuhan) harus dijaga agar tetap dalam kondisi kering.
d. Mencuci bahan (Permenkes No 715)
makanan b. Luka akibat pisau:
- Dengan menggunakan alat pelindung diri (APD). Untuk tenaga pengolah
makanan wajib menggunakan APD sbb:
sarung tangan plastik sekali pakai, celemek/apron, penutup rambut,
sepatu dapur, dan masker (Permenkes 715)

- Menggunakan pisau yang benar dan desain pisau membuat pekerja


nyaman.
(OSHA, 2013)
- Meletakkan benda benda tajam sesuai dengan tempatnya.
- Pengendalian Faktor ergonomis
- Posisi kerja yang tidak ergonomis
- Posisi kerja harus benar
Bahu dan lengan harus rileks, kepala dan leher harus rileks, posisi
punggung tegak tidak boleh membungkuk, dan menempatkan kaki
pada pijakan kaki.
- Untuk pekerjaan yang membutuhkan waktu lama bisa menggunakan
kursi, dengan posisi kursi sbb
- Meja kerja yang digunakan dai dapur pengolahan harus memiliki tinggi
80-90 cm Desain kerja untuk pengolahan makanan disesuaikan dengan
jenis pekerjaan yang dilakukan.
(OSHA, 2013)
- Kelelahan
- Ahli gizi harus membuatan shift kerja tenaga pengolahan makanan
- Ahli gizi harus membuat job description untuk masing-masing
pekerjaan
- Perhitungan beban kerja agar disesuaikan dengan uraian tugas yang
dikerjakan.
(Pallacio, 2011)
- Kesalahan posisi posisi tubuh saat mengangkat beban
- Menggunakan teknik mengangkat beban yang benar, sbb:
. mempertimbangkan berat beban apakah sesuai dengan
kemampuan.
. menempatkan kaki dekat dengan objek dan jarak antar kaki 8-12
inchi untuk menjaga keseimbangan.
. tekuk lutut dan memnetukan pegangan beban yang akan diangkat
. angkat beban ke atas dan jaga beban agar tetap dengan tubuh
selama membawa beban
. menurunkan beban dengan menekuk lutut dan lepaskan beban
dengan pelan.

- Membawa beban dengan bantuan alat pengangkut barang seperti


trolly
(Pucket, 2004; OHDA, 2013).
2. Pengolahan bahan c. Bahaya Fisik: - Pengendalian Bahasa Fisik
makanan - Luka bakar akibat a. Percikan zat panas (minyak, air panas)
percikan zat panas - Dengan menggunakan alat pelindung diri (APD). Untuk tenaga pengolah
(minyak, air panas) makanan wajib menggunakan APD sbb:
- Kebisingan sarung tangan plastik sekali pakai, celemek/apron, penutup rambut,
- Kebakaran sepatu dapur, dan masker (Permenkes 715)
- Lantai licin - Melakukan pekerjaan sesuai dengan SOP (standar Operasional Prosedur)
- Ventilasi kurang b. Kebisingan
sehingga ruangan - Batas kebisingan adalah 8 jam pada tingkat suara 85 dB (KepMen Tenaga
panas Kerja No 51/Men/1999). Standar baku tingkat kebisingan yang diizinkan
- Cahaya tidak terang di rumah sakit adalah 55 dB (Kep Men Lingkungan Hidup No. 48 th 1996).
d. Faktor Ergonomis: Indeks maksimum kebisingan untuk waktu pemampran 8 jam/ hari di
- Posisi kierja tidak ruang dapur rumas sakit 78 dBA (KepMenKes No
ergonomis 1204/MenKes/SK/X/2004.
- Kelelahan - Apabila kebisingan di dapur melebihi standar baku, maka dapat dilakukan
- Beban kerja tinggi hal-hal sbb:
- Menambah sekat dengan bahan yang dapat menyerap bising pada ruang
produksi. Pemasangan dapat dilakukan pada dinding suatu ruangan yang
bising.
- Melakukan perbaikan dan perawatan dengan menggantu bagian yang
bersuara.
- Mengurangi kecepatan pada alat yang menimbulkan suara bising
- Pemakaian alat pelindung diri untuk mengurangi kebisingan seperti ear
plugs atau ear muffs jika diperlukan.
(Babba, 2007).
c. Kebakaran
- Melakukan identifikasi bahaya sumber kebakaran di dapur gizi seperti
kompor gas, LPG, rokok, konslet listrik, dan bahan kimia penyebab
kebakaran.
- Melakukan pengecekan rutin terhadap sumber bahaya seperti
penyimpanan LPG tidak dekat dengan sumber api, pengecekan kompor
gas dan regulaor LPG, dan larangan untuk merokok di area rumah sakit.
- Adanya sistem deteksi dan alarm kebakaran
- Adanya APAR (alat Pemadam Api Ringan) beserta instruksi yang
diletakkan di beberapa lokasi disesuaikan dengan kelas kebakaran.
- Melakukan pengecekan rutin terhadap kondisi APAR (tanggal kadaluarsa,
berisi/ tidaknya tabung, dan kondisi APAR)
- APAR tidak boleh tidak boleh dipasang dalam ruangan atau tempat
dengan suhu <44oC atau turun sampai minus 44oC.
- APAR ditempatkan pada posiis yang mudah dilihat dengan jelas, mudah
dicapai, dan diambil, serta dilengkapi dengan pemberian tanda
pemsangan.
- Pembentukan Panitia Keselamatan Kerja, Kebakaran, dan kewaspadaan
Bencana (PK3RS).
- Adanya pembinaan dan pelatihan terkait cara penggunaan APAR dan
jalur evakuasi apabila terjadi kebakaran.
- Pemasangan petunuk arak ke eksit untuk jalur evakuasi.
(PerMenakertrans No. PER 04/MEN/1980; Kep MenKes No
1204/MenKes/SK/X/2004; Puckett, 2004; DepKes RI, 2007; Arrazy et al,
2014).
d. Lantai licin
SDA
e. Ventilasi kurang sehingga ruangan panas
- Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi
dnegan ventilasi yang dapat menjaga keadaan nyaman.
- Ventilasi harus cukup (±20% dari luas lantai)
- Suhu ruangan cukup nyaman dan tidak terlalu panas. Penghawaan
buatan dengan memasang alat blower, AC atau exhauster fan atau kipas
angin biasa.
- Pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan penangkap asap
(hood), alat pembuangan asap, dan cerobong asap yang membantu
pengeluaran asap dapur sehingga tidak mengotori ruangan.
- Ventilais ruangan dilengkapi dnegan alat pengatur suhu ruangan yang
dapat menjaga kenyamanan ruangan.
- Di ruang pengolahan disediakan alat pencatat suhu dan kelembapan
udara (termometer). Standar suhu di dapur 22-30 oC, kelembapan 35-
60% dan tekanan seimbang.
- Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2m2 untuk setiap
orang bekerja agar pekerja nyaman.
(Permenkes 715)
f. Cahaya tidak terang
- DI setiap ruangan tempat pengolahan makanan dan tempat ,mencuci
tangan insensitas pencahayaan sedikitnya 10 fc (100 lux) pada titik 90 cm
dari lantai.
- Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya
sedemikian sehingga sejauh mungkin menghindari bayangan .
- Cahaya alam melalui jendela/ genteng kaca yang meneruskan sinar
cukup untuk menerangi ruang kerja. Kuat penerangan cahaya buatan
dengan lampu yang dipasang pararel sedikitnya 40-60 watt dan jumlah
berdarkan luas ruangan.
- Intensitas pencahayaan diupayakan tida kurang dari 200 lux
(Permenkes 715 dan KepMenKes 1204)

- Pengendalian Faktor Ergonomis


SDA

3. Pencucian peralatan
memasak
a. Pemisahan kotoran/ a. Bahaya Fisik: a. Bahaya Fisik
sisa makanan dari - Kebisingan b. Kebisingan
peralatan makan - Lantai licin SDA
b. Perendaman untuk b. Faktor Ergonomis: c. Lantai licin
menghilangkan kotoran - Posisi kierja tidak SDA
c. Pencucian dengan ergonomis d. Faktor ergonomis
sabun - Kelelahan e. Posisi kerja tidak ergonomis
d. Pembilasan dengan air c. Faktor Kimia SDA
bersih dan mengalir - Sabun pencuci piring
e. Perendaman dengan - Bahan kimia kaporit f. Kelelahan
kaporit d. Faktor biologi SDA
f. Pengeringan - Adanya bakteri/
virus dari sisa g. Faktor Kimia
masakan - Dengan menggunakan alat pelindung diri (APD). Untuk pembersihan alat
masak menggunakan Alat Pelindung Diri seperti celemek kedap air,
sepatu boots, penutup kepala, masker, dan sarung tangan dari latex
khusus untuk mencuci

- Melakukan pekerjaan sesuai dengan SOP pencucian alat


- Penggunaan bahan kimia kaporit dengan batasan 50 ppm.
(Dwiastuti et al, 2015)

h. Faktor biologi
- Tersedianya tempat sampah yang cukup, memiliki tutup, anti lalat,
kecoa, tikus, dan dilapisi kantong plastik yang sellau diangkat setiap kali
penuh.
- Saluran pembuangan limbar dapur dilengkapi dnegan penangkap lemak
(grease trap).
- Penerapan personal hygine seerti cuci tangan menggunakan sabun
sesering mungkin, menjaga kebersihan badan, dan mengganti seragam
setiap hari
- Tersedianya tempat cuci tangan yang terpisah dari tempat cuci peralatan
yang dilengkapi dengan sabun dan alat pengering dan diletakkanpada
tempat yang mudah dijangkau.
- Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan jumlah karyawan dengan
perbandingan 1-10 orang : 1 buah tempat cuci tangan.
- Pembersihan lantai lantai dilakukan secara rutin sebelum dan setelah
proses pengolahan makanan selesai
(PerMenKes No 1096/MENKES/PER/VI/2011)

Daftar Pustaka:

Occupational Safety and Health Administration. 2013. Prevention of Musculokeletal Injuries in Poultry Processing. U.S. Departement of Labor

Arrazy, Syafran; Elvi Sunarsih; dan Anita Rahmiwati. 2014. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Kebakaran di Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten
Musi Rawas Tahun 2013. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat 2014;5(2):103-111.

Departemen kesehatan RI. 2007. Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C. Jakarta: Sekertasriat Jenderal Pusat Sarana, Prasarana, dan
Peralatan Kesehatan DEPKES RI.

Ukru, Selfia Levina; Seni H.J. Tongkukut; Ferdi. 2016. Kebisingan di Rumah Sakit Siloam Manado sebagai Fungsi Jumlah Kendaraan yang Melewati Jl. Sam
Ratulangi Manado. Jurnal MIPA Unsrat Online 2016;5(2):95-98.

Babba, Jennie. 2007. Hubungan antara Intenistas Kebisingan di Lingkungan Kerja dengan Peningkatan Tekanan Darah. Tesis. Semarang: Magister Kesehatan
Lingkungan Universitas Diponegoro

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER.04/MEN/1980 tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygine Sanitasi Jasa Boga

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Puckett, Ruby P. 2004. Food Svice Manual for Health Care Institution Third Edition. American Hospital Association: AHA Press

Palacio, June Payne and Monica Theis. 2009. Introduction to Foodservice. Ohio: Pearson Prentice Hall.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higine Sanitasi Jasaboga.

Dwiatuti, Yohana Riswa; Suroto; Bina Kurniawan. 2016. Evaluasi Manajemen Alat Pelindung Ditri (APD) di Instalasi Laundry RS X. Jurnal Kesehatan
Masyarakat 2015;3(3):651-663.

Anda mungkin juga menyukai