KEPERAWATAN ENDOKRIN II
Fasilitator:
Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya, serta kepada fasilitator mata kuliah Endokrin II yang telah
membimbing kami yaitu Bapak Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca.Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Terima kasih semoga
bermanfaat.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada faktanya, ulkus kaki diabetik menjadi salah satu komplikasi utama yang paling
sering dijumpai dan paling serius terjadi pada penderita diabetes, 10-25% dari pasien
diabetes terancam mengalami ulkus diabetik dalam hidupnya. Keparahan tingkat lanjut
dengan tidak teratasinya ulkus diabetik ialah amputasi pada kaki yang tentunya menjadi
hal menakutkan bagi para penderita. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health
Organisation, WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari
8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Pusat Data dan
Informasi PERSI, 2012). Sehingga tidak menutup kemungkinan juga terjadi peningkatan
pada penderita komplikasi ulkus diabetik.
Perawat masa kini dituntut untuk dapat menguasai dan mengaplikasikan metode
pendekatan pemecahan masalah (problem solving approach) dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien. Maka beberapa penatalaksanaan pada ulkus kaki yang dapat
dilakukan secara komprehensif melalui berbagai upaya ialah dari mulai mengatasi
penyakit (commorbidity), menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading),
menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen,
revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dari Foot ulcer?
2. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan Foot ulcer?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
5 Gangren seluruh kaki Tindakan bedah minor,
bila gagal dlanjutkan
dengan bedah mayor
(ampasi diatas/bawah
lutut)
Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki diabetik ini,
sesuai dengan indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti:
4
fever, leucocytosis, shift to the left
metabolic instability, hypotension,
azotemia (infeksi dengan manifestasi
sistemik: demam, dsb)
Impaired sensation 1 Absent
(gangguan sensasi)
2 Present (Waspadji, 2006).
2.3 Etiologi
Ulkus kaki diabetik terjadi sebagai akibat dari berbagai faktor, seperti kadar
glukosa darah yang tinggi dan tidak terkontrol, perubahan mekanis dalam kelainan
formasi tulang kaki, tekanan pada area kaki, neuropati perifer, dan penyakit arteri
perifer aterosklerotik, yang semuanya terjadi dengan frekuensi dan intensitas yang
tinggi pada penderita diabetes. Gangguan neuropati dan vaskular merupakan faktor
utama yang berkonstribusi terhadap kejadian luka, luka yang terjadi pada pasien
diabetes berkaitan dengan adanya pengaruh saraf yang terdapat pada kaki yang
dikenal dengan nuropati perifer, selain itu pada pasien diabetes juga mengalami
gangguan sirkulasi, gangguan sirkulasi ini berhubungan dengan peripheral vascular
diseases. Efek dari sirkulasi inilah yang mengakibatkan kerusakan pada saraf-saraf
kaki. Diabetik neuropati berdampak pada sistem saraf autonomi yang mengontrol
otot-otot halus, kelenjar dan organ viseral. Dengan adanya gangguan pada saraf
autonomi berpengaruh pada perubahan tonus otot yang menyebabkan gangguan
sirkulasi darah sehingga kebutuhan nutrisi dan metabolisme di area tersebut tidak
tercukupi dan tidak dapat 17 mencapai daerah tepi atau perifer. Efek ini
mengakibatkan gangguan pada kulit yang menjadi kering dan mudah rusak sehingga
mudah untuk terjadi luka dan infeksi. Dampak lain dari neuropati perifer adalah
hilangnya sensasi terhadap nyeri, tekanan dan perubahan temperatur (Chuan, et al.,
2015; Frykberg, et al., 2006; Rowe, 2015; Syabariyah, 2015).
5
2.4 Patofisiologi
Secara garis besar penyebab terjadinya komplikasi foot ulcer dipicu oleh
beberapa hal yaitu neuropati perifer, gangguan pembuluh darah, tekanan pada kaki
dan resistensi terhadapinfeksi. Salah satu hal tersebut secara tunggal maupun
gabungan berpotensi mengakibatkan foot ulcer (Mathangi, 2013). Foot ulcer
memiliki dua faktor utama yaitu neuropati perifer dan gangguan pembuluh darah
(Mendes, 2012).
1. Neuropati Perifer
Neuropati perifer merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada pasien
diabetes dan berisiko terjadinya foot ulcer. Pasien dengan neuropati perifer harus
mendapatkan pengetahuan tentang perawatan kaki untuk menangani risiko foot
ulcer (Perkeni, 2011). Neuropati sensorik hilangnya rasa atau sensasi pada kaki
sehingga tidak dapat merasakan dan merupakan faktor utama terjadinya foot
ulcer, neuropati motorik adanya tekanan tinggi pada kaki yang dapat
menimbulkan kelainan bentuk kaki dan yang terakhir neuropati autonom yang
berakibat terjadinya pecah-pecah pada telapak kaki, kaki kering sehingga mudah
terjadi infeksi (Mendes, 2012).
2. Gangguan Pembuluh Darah
Gangguan pembuluh darah dapat menghambat kesembuhan dari foot ulcer.
Gangguan pembuluh darah jarang menyebabkan foot ulcersecara langsung,
namun bila infeksi sudah semakin parah dapat menghambat kesembuhan ulcer,
hal itu disebabkan terhambatnya penghantaran antibiotik menuju lokasi infeksi
(Frykberg dkk, 2006).
3. Infeksi
Luka terbuka yang sudah terkontaminasi bakteri merupakan jalan masuk infeksi
yang lebih parah (Rebolledo dkk, 2011). Kejadian infeksi sangat umum bagi
pasien diabetes bahkan lebih berat angka kejadiannya dibandingkan dengan
pasien non-diabetik. Peningkatan gula darah juga menghambat kerja leukosit
sehingga penyembuhan ulkus menjadi lebih lama. Luka dapat berkembang
menjadi ulcer, gangrene maupun osteomyelitisapabila luka tidak ditangani
dengan tepat dan cepat kejadian amputasi dapat terjadi (Frykberg dkk ,2006)
6
2.5 WOC
7
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan pada penelitian, dilaporkan sebanyak 70% dari pasien yang
terkena kaki diabetik adalah laki-laki. Penyebab perbedaan prevalensi kaki
diabetik diantara pria dan wanita dalam penelitian lainnya mengenai kaki diabetik
dengan ulkus neuropati dan neuroiskemik antara lain dapat disebabkan oleh
beberapa alasan yaitu: faktor hormonal (adanya hormon estrogen pada wanita
yang dapat mencegah komplikasi vaskuler yang berkurang seiring 40
bertambahnya usia), perbedaan kebiasaan hidup seperti kebiasaan merokok dan
konsumsi alkohol pada laki-laki.
3. Lama Menderita Diabetes Melitus
Kaki diabetik terutama terjadi pada penderita diabetes melitus yang telah
menderita 10 tahun atau lebih dengan kadar glukosa darah tidak terkendali yang
menyebabkan munculnya komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler
sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi
vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan
adanya robekan/luka pada kaki penderita diabetik yang sering tidak dirasakan.
4. Kontrol Glikemik
Kontrol glikemik atau pengendalian glukosa darah pada penderita diabetes
melitus dilihat dari dua hal yaitu glukosa darah sesaat dan glukosa darah jangka
panjang. Kadar GDP >100 mg/dl atau GD2JPP >144 mg/dl (hiperglikemi) akan
mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik makrovaskuler maupun
mikrovaskuler yang salah satunya kaki diabetik yang berlanjut menjadi ulkus
diabetika/ ulkus kaki.
5. Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang
utama adalah kenaikan kadar kolesterol total dan trigliserida serta penurunan
kadar kolesterol HDL. Pada penderita diabetes melitus sering dijumpai
peningkatan kadar kolesterol plasma dan trigliserida, sedangkan konsentrasi HDL
cenderung rendah. Kadar kolesterol total ≥200mg/dl, trigliserida ≥150mg/dl dan
HDL≤45mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi sebagian besar jaringan
dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan yang merangsang reaksi
peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Terjadinya aterosklerosis menyebabkan
penyempitan lumen pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi
jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan
hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan
poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya
terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung
kaki atau tungkai.
6. Obesitas
Obesitas adalah penumpukan lemak di badan secara abnormal atau berlebh.
Seseorang dapat dikatakan obesitas apabila memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT)
>23 untuk wanita dan >25 untuk laki-laki. Hal ini akan membuat resistensi
8
insulin yang menyebabkan aterosklerosis, sehingga terjadi gangguan sirkulasi
darah pada kaki yang dapat menyebabkan terjadinya kaki diabetik.
7. Hipertensi
Hipertensi (TD >130/80mmHg) pada penderita diabetes melitus karena
adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah
sehingga terjadi defisiensi vaskuler, selain itu hipertensi dengan tekanan
>130/80mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel pembuluh
darah. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati
melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi
sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan
terjadinya ulkus.
8. Kebiasaan Merokok
Penderita diabetes melitus yang merokok lebih beresiko 3 kali terkena ulkus
kaki daripada yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang
terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel
kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi
kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah
dan mempermudah timbulnya aterosklerosis.
9. Riwayat Ulserasi Pada Kaki
Riwayat ulserasi yang ditandai dengan luka terbuka pada permukaan kulit,
nekrosis jaringan karena gangguan peredaran darah ke organ perifer ditandai
dengan menurunnya pulsasi arteri dorsalis pedis dan neuropati ditandai dengan
menurunnya sensasi rasa pada penderita diabetes melitus tipe 2. Hilangnya
sensasi pada kaki akan menyebabkan tekanan yang berulang, injuri dan fraktur,
kelainan struktur kaki, misalnya hammer toes, callus, kelainan metatarsal, atau
kaki charcot; tekanan yang terus menerus dan pada akhirnya terjadi kerusakan
jaringan lunak. Tidak terasanya panas dan dingin, tekanan sepatu yang salah,
kerusakan akibat benda tumpul atau tajam dapat menyebabkan pengelepuhan dan
ulserasi.
10. Riwayat Trauma Pada Kaki
Pada penderita diabetes melitus, adanya neuropati diabetika sensorik akan
menyebabkan penderita diabetes melitus kurang atau tidak merasakan adanya
trauma, baik trauma mekanik, kemikal maupun termis. Keadaan ini memudahkan
49 terjadinya lesi atau ulserasi yang kemudian karena infeksi terjadilah selulitis
ataupun gangren. Pada penderita diabetes melitus yang mengalami neuropati
permukaan plantar kaki mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh
akibat tekanan beban tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan.
9
nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku
menebal dan kulit kering (Misnadiarly, 2006 ; Subekti, 2006).
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada ulkus kaki dilakukan secara komprehensif melalui upaya;
mengatasi penyakit (commorbidity), menghilangkan/mengurangi tekanan beban
(offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi,
debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau
emergensi.
10
1. Debridemen
Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing dan
jaringan nekrotik pada luka. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi
dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing
(kompres). Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen
mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, dan debridement bedah. Debridemen
mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser,
dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik.
Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen
secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu
residu protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin.
Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan
fibrinolisin.
Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka.
Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara
alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan
hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit
tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta
memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering
digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat
menghancurkan jaringan nekrotik. Debridemen bedah merupakan jenis
debridemen yang paling cepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah adalah
untuk. mengevakuasi bakteri kontaminasi, mengangkat jaringan nekrotik ,
menghilangkan jaringan kalus, mengurangi risiko infeksi lokal.
3. Perawatan Luka
Perawatan luka lebih menekankan agar menjaga luka dalam keadaan lembab
(moist wound healing). Tindakan dressing merupakan salah satu komponen
penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah
bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat
11
meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe
ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan
biaya. Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka,
seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti mikroba,
dan sebagainya.
Selain dressing yang dilakukan pada kaki agar keadaannya tetap lembab,
berikut merupakan upaya perawatan kaki yang bisa dilakukan mandiri tanpa
tindakan medis maupun farmakologi, diantaranya:
a. Massase dan alih baring (reposisi) setiap 2-4 jam menunjukkan hasil yang
efektif untuk mencegah luka tekan (Setiani, 2014). Massase dilakukan
bertujuan merangsang sirkulasi (Wilkinson & Ahern, 2011). Alih baring
dilakukan untuk pencegahan luka tekan berkepanjangan yang menjadi
penyebab utama ulkus karena terjadi iskemia jaringan lunak (Diah, 2014).
Selain itu, alih baring dilakukan tanpa adanya gaya robekan atau gaya
gesekan yang dapat merusak kulit karena aktivitas dapat meningkatkan
sirkulasi (Barbara, Audrey, & Snyder, 2010). Pada umumnya, ulkus
timbul pada daerah terkena tekanan lama atau trauma (Mubarak,
Chayatin, Susanto, 2015) sehingga dilakukan massase dan alih baring.
Mobilisasi yang dilakukan setiap 2-3 jam sekali dapat menurunkan risiko
luka tekan (Setyawati, 2015) sehingga dilakukan massase dan alih baring.
b. elevasi ekstremitas bawah. Elevasi ektremitas bawah merupakan salah
satu tindakan manajemen perawatan ulkus diabetik. Elevasi ekstrimitas
bawah bertujuan melancarkan aliran darah sehingga dapat menuju ke
perifer pada daerah ulkus diabetik dan agar tidak terjadi penumpukkan di
daerah distal ulkus. Perfusi jaringan perifer yang maksimal akan
mempercepat penyembuhan ulkus. Hasil penelitian menunjukkan elevasi
ektremitas bawah lebih efektif terhadap proses penyembuhan ulkus
diabetik dibandingkan dengan yang tidak melakukan elevasi ekstrimitas
bawah (Sulistyowati, 2015). Elevasi ekstremitas bawah dapat dilakukan
saat pasien beraktivitas atau setelah turun dari tempat tidur. Keadan kaki
tidak dijadikan tumpuan sehingga dengan adanya efek gravitasi
menyebabkan aliran darah akan menuju perifer pada kaki yang
mengalami ulkus diabetik. Berdasarkan penelitian, pasien beraktivitas <15
menit karena jika lebih >15 menit dapat meningkatkan risiko edema
(Wulandari, Yetti, & Hayati, 2012).
c. Tindakan senam kaki diabetik juga mendukung terhadap normalnya
glukosa dalam darah. Senam kaki diabetik adalah latihan dengan gerakan-
gerakan kedua kaki secara bergantian atau bersama untuk memperkuat
atau melenturkan otot-otot di daerah kaki seperti tungkai bawah atau
pergelangan dan jari-jari kaki. Aktivitas jasmani ini dapat meningkatkan
aliran darah sehingga curah jantung meningkat. Selain itu, risiko yang
timbul setelah latihan jasmani seperti tanda-tanda vital meningkat,
12
aritmia, dekompensasi jantung serta hipotensi ortostatik yang
mempengaruhi kardiovaskular.
4. Pengendalian infeksi
Pemberian antibiotika didasarkan pada hasil kultur kuman. Pada kaki diabetika
ringan/sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif.
Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih
bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram
negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat
broadspectrum, diberikan secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb
threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti:
ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam,
Cefotaxime atau ceftazidime+clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin.
Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih.
5. Revaskularisasi
Tindakan debridemen, mengurangi beban, perawatan luka, tidak akan
memberikan hasil optimal apabila sumbatan di pembuluh darah tidak
dihilangkan. Tindakan endovaskular (Angioplasti Transluminal Perkutaneus
(ATP) dan atherectomy) atau tindakan bedah vaskular dipilih berdasarkan
jumlah dan panjang arteri femoralis yang tersumbat. Bila oklusi terjadi di arteri
femoralis satu sisi dengan panjang atherosklerosis <15cm tanpa melibatkan
arteri poplitea, maka tindakan yang dipilih adalah ATP. Namun lesi oklusi
bersifat multipel dan mengenai arteri poplitea/arteri tibialis maka tindakan yang
dilakukan adalah bedah vaskular (by pass).
6. Tindakan Bedah
Jenis tindakan bedah pada kaki diabetika tergantung dari berat ringannya ulkus
diabetes melitus. Tindakan bedah dapat berupa insisi dan drainage, debridemen,
amputasi, bedah revaskularisasi, bedah plastik atau bedah profilaktik. Intervensi
bedah pada kaki diabetika dapat digolongkan menjadi empat kelas I (elektif),
kelas II (profilaktif), kelas III (kuratif) dan kelas IV (emergency). Tindakan
elektif ditujukan untuk menghilangkan 58 nyeri akibat deformitas, seperti pada
kelainan spur tulang, hammer toes atau bunions. Tindakan bedah profilaktif
diindikasikan untuk mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien
yang mengalami neuropati. Tindakan bedah kuratif diindikasikan bila ulkus
tidak sembuh dengan perawatan konservatif. Tindakan bedah emergensi paling
sering dilakukan, yang diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan
proses infeksi. Tindakan bedah emergensi dapat berupa amputasi atau
debridemen jaringan nekrotik. Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai
adanya gas gangren, jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi,
mengangkat bagian kaki yang mengalami ulkus berulang.
13
2.10 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk
mengetahui status klinis pasien, yaitu: pemeriksaan glukosa darah baik glukosa
darah puasa atau sewaktu, glycohemoglobin (HbA1c), Complete Blood Count
(CBC), urinalisis, dan lain- lain.
2. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Penunjang: X-ray, EMG
(Electromyographi) dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah
kaki diabetik menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya.
3. Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan untuk deteksi kaki diabetik adalah
dengan menilai Ankle Brachial Index (ABI) yaitu pemeriksaan sistolik brachial
tangan kiri dan kanan kemudian nilai sistolik yang paling tinggi dibandingkan
dengan nilai sistolik yang paling tinggi di tungkai. Nilai normalnya adalah O,9-
1,3. Nilai dibawah 0,9 itu diindikasikan bawah pasien penderita diabetes melitus
memiliki penyakit kaki diabetik dengan melihat gangguan aliran darah pada
kaki. Alat pemeriksaan yang digunakan ultrasonic doppler. Doppler dapat
dikombinasikan dengan manset pneumatic standar untuk mengukur tekanan
darah ekstremitas bawah.
2.11 Pencegahan
1. Periksa kaki Anda secara teratur setiap hari, terutama pada telapak kaki dan
ruang antar jari. Minta kerabat Anda untuk membantu bila Anda memiliki
masalah penglihatan sehingga tidak dapat memeriksa kaki sendiri. Perhatikan
apakah ada kulit yang robek, memar, ruam, melepuh, atau kapalan. Segera
konsultasikan dengan dokter bila Anda menemukan masalah di kaki yang
tidak sembuh dalam beberapa hari.
2. Cuci kaki Anda setiap hari dengan sabun yang lembut. Rendamlah kaki
dengan suhu 37 ° sampai 38 ° C selama tiga sampai lima menit, lalu basuhlah
dengan sabun yang lembut. Penderita diabetes dengan neuropati seringkali
kurang sensitif terhadap suhu. Gunakan termometer untuk memastikan suhu
air tidak terlalu tinggi.
3. Potonglah kuku-kuku di jari kaki Anda dengan hati-hati. Mintalah bantuan
kerabat jika Anda tidak mampu untuk memotong kuku Anda sendiri.
4. Olesi kaki dengan krim pelembab agar tidak retak, terutama pada ruang di
antara jari kaki.
5. Gunakan alas kaki. Jangan berjalan tanpa alas kaki. Gunakan sandal atau
sepatu yang tidak terlalu longgar atau sempit, dengan bantalan yang baik. Bila
kaki Anda telah mengalami deformitas, gunakan sepatu yang telah disesuaikan
dengan kaki Anda. Dokter dapat merekomendasikan sepatu yang dirancang
khusus (sepatu ortopedi) sesuai dengan bentuk kaki Anda.
6. Pilih kaus kaki dengan kandungan katun yang tinggi sehingga menyerap
keringat dan tidak mudah mengiritasi.
14
7. Jadwalkan kunjungan ke dokter. Pasien diabetes perlu diperiksa dokter
setidaknya setahun sekali. Dokter akan memeriksa kaki Anda untuk melihat
tanda-tanda awal gangguan saraf atau sirkulasi darah dan masalah kaki lainnya
15
5. Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang
terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau
tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya. Misalkan pada
faktor nutrisi apakah yang dapat memepercepat dan memperlambat proses
penyembuhan luka.
6. Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien
terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
7. Peneliti / Pembaharu
Peran sebagai peneliti dapat dilakukan dengan mengadakan penelitian, dan
perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan
keperawatan terkait dengan perawatan dan penyembuhan luka.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
18
informasi terkait - Pertahankan asepsis
kontrol infeksi (IV/ untuk pasien
192425) beresiko.
- Klien dapat - Berikan perawatan
mengidentifikasi kulit yang tepat untuk
faktor resiko infeksi area yang mengalami
(IV/192426) edema.
- Klien mengetahui - Ajarkan pasien dan
perilaku yang keluarga pasien
berhubungan dengan mengenai tanda dan
resiko infeksi gejala infeksi dan
(IV/192403) kapan harus
- Klien dapat melaporkannya
mengidentifikasi kepada pemberi
tanda dan gejala layanan kesehatan.
infeksi (IV/192405) - Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
bagaimana cara
menghindari infeksi.
Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan Monitor Ekstremitas
jaringan perifer b.d Diabetes keperawatan 3 x 24 jam Bawah
Mellitus ketidakefektifan perfusi - Inspeksi warna, suhu,
Domain: 4. Aktivitas/istirahat jaringan perifer klien dapat hidrasi, pertumbuhan
Kelas : 4. Respon teratasi dengan kriteria hasil : rambut, tekstur,
kardiovaskuler / pulmonal Perfusi jaringan : perifer pecah-pecah atau luka
Kode : 00204 - Dapat mempertahankan pada kulit
pengisian kapiler jari kaki - Tentukan waktu
yang normal (<2 detik) pengisian kapiler
(II/040716) - Monitor penggunaan
- Dapat mempertahankan kaos kaki dan sepatu
suhu kulit ujung kaki Perawatan Sirkulasi :
yang normal (040710/II) Insufisiensi Vena
- Tidak ada mati rasa - Evaluasi edema dan nadi
(II/040741) perifer
Status Sirkulasi - Jika diperlukan lakukan
- Tidak ada paresthesia perawatan luka
(II/040158/) (Debridement)
- Lindungi ekstremitas dari
trauma
Manajemen Sensasi Perifer
- Monitor adanya
parathesia dengan tepat
19
(misalnya mati rasa,
tingling, hiperthesia,
hipothesia dan tingkat
nyeri)
- Cek sepatu terkait adanya
kerutan atau benda asing
- Lindungi tubuh terhadap
perubahan suhu yang
ekstrem
Defisiensi pengetahuan b.d Setelah dilakukan tindakan Kontrol Infeksi (6540)
kurang informasi keperawatan selama 2 x 24 - Pastikan teknik
Domain: 5. Persepsi/kognisi jam defisit pengetahuan klien perawatan luka yang
Kelas: 4. Kognisi dapat teratasi dengan kriteria tepat.
Kode: 00126 hasil: - Ajarkan pasien dan
Pengetahuan : Manajemen keluarga mengenai
penyakit kronik ( 1847 ) : tanda dan gejala
- Klien mengetahui infeksi dan kapan
penggunaan yang harus melaporkan
benar dari obat yang kepada penyedia
diresepkan perawatan kesehatan.
(V/184711) Manajemen Nutrisi ( 1100 )
- Klien memiliki - Anjurkan pasien
pengetahuan mengenal modifikasi
mengenai diet yang diet yang diperlukan (
dianjurkan misalnya, NPO,
(V/184722) cairan bening, cairan
- Klien mengetahui penuh, lembut atau
kapan untuk diet sesuai dengan
mendapatkan bantuan toleransi )
dari seorang - Anjurkan pasien
profesional kesehatan terkait dengan
( V/184729) kebutuhn diet untuk
Perilaku patuh ( bersifat kondisi sakit ( yaitu
pasif ) ( 1601 ) : untuk pasien dengan
- Klien dapat penyakit ginjal
melakukan rejimen dilakukan pembatasan
pengobatan seperti natrium )
yang diresepkan Modifkasi Perilaku (4360)
(V/160103) - Kuatkan keputusan
- Klien dapat pasien yang
melaporkan konstruktif yang
perubahan gejala memberikan
20
pada profesional perhatian terhadap
kesehatan (V/160111) kebutuhan kesehatan.
- Klien dapat - Dukung pasien untuk
melakukan aktifitas berpartisipasi dalam
sehari hari seperti monitor dan
yang ditentukan perncatatan perilaku.
(V/160108) - Berikan penguatan
positif pada jadwal
yang ditentukan
(terus menerus atau
berselang) untuk
perilaku-perilaku
yang diinginkan.
21
BAB 3
1. Pengkajian
1) Identitas
Nama : Ny. T
Umur : 50 tahun
Alamat : Jalan XXXX kota Surabaya
MRS : 20 Oktober 2017
2) Keluhan utama
Klien mengeluhkan luka pada bagian jari telunjuk kaki kiri yang
mengeluarkan nanah.
3) Riwayat kesehatan sekarang
22
Klien merasakan Tonus otot lemah, konjungtiva anemis, mukosa kering,
gigi graham bolong dan terdapat karies pada bagian gigi, makan hanya
habis ½ porsi dari 510 kalori makan siang.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Klien pernah mempunyai riwayat penyakit Diabetes Mellitus, mengalami
penurunan penglihatan, mengalami luka pada bagian jari telunjuk kaki kiri
5) Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada yang menderita sakit diabetes melitus, jantung, ataupun
hipertensi.
6) Pemeriksaan fisik
a. Sistem integumen
Awalnya terdapat lentingan kemudian pecah dan mengeluarkan
nanah
b. Sitem pernafasan
Pernapasan klien didapatkan normal.
c. Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler klien normal.
d. Sistem muskuloskeletal
Badan lemas, Tonus otot lemah
e. Sistem gastrointestinal
Merasa mual, mengalami penurunan berat badan dari 55 kg
menjadi 43 kg.
f. Sistem urinari
Poliuri, retensi urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih
g. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia/ kesemutan.
8) PemeriksaanPenunjang
a. Pemeriksaan darah meliputi: Hb= 11,3 g/dl, GDS = 233 mg/dl, GDP=
140mg/dl, GD2PP = 181 mg/dl, HbA1c = 9,1%, Albumin= 2,6 g/dl Ht:
36%, Trombosit= 575.000/ul, Eritrosit= 575.000, Leukosit= 16.800 /ul
Urin
b. Kultur pus
Terdapat bakteri gram positif cocous ditemukan yaitu staphylococus
epidermidis
2. Analisa Data
Masalah
No. Data Etiologi Keperawatan
23
kiri 3 minggu sebelum ↓ kulit
masuk rumah sakit, luka
Kurang pengetahuan terkait
awalnya berbentuk lenting
kemudian pecah sendiri dan cara perawatan
mengeluarkan nanah.
↓
DO : Luka semakin membesar
- Klien riwayat diabetes
melitus 2 tahun yang lalu ↓
- Ulkus pedis Sinistra plantar Tumbuh jaringan nekrotik
kedalaman otot, ukuran
10x4 cm, dan pus (+). ↓
Gangren pedis sinistra
dorsal digiti II, kedalaman Gangren
otot, ukuran 4x 2 cm, pus
(+), hiperemesis (+), ↓
hematome (+), bengkak (+), Gangguan integritas kulit
dan perabaan hangat.
- Hasil lab: Hb= 11,3 g/dl,
Ht: 36%, Trombosit=
575.000/ul, Eritrosit=
575.000
2. DS : Diabetes Mellitus Defisit nutrisi
- Klien merasakan mual dan ↓
muntah
Jumlah sel βpankreas
- Klien merasa lemas dan
nafsu makan menurun menurun
- Klien mengatakan ↓
mengalami penurunan berat Defisiensi Insulin
badan dari 55 kg menjadi
↓
43 kg dalam waktu 6 bulan
Glukagon ↑
DO : ↓
- BB 43 kg, TB: 153 cm
IMT: 18,3, kurus Gluconeogenesis
- Lab: HB 11,3 g/dl, GDS = Ketogenesis
233 mg/dl, GDP= ↓
140mg/dl, GD2PP = 181 Ketonemia
mg/dl, HbA1c = 9,1%,
Albumin= 2,6 g/dl ↓
- Tonus otot lemah, ↓pH
konjungtiva anemis,
↓
mukosa kering
- Gigi graham bolong dan Mual dan muntah
terdapat karies pada bagian ↓
gigi
- Makan hanya habis ½ porsi Defisit nutrisi
dari 510 kalori makan siang
24
- Mual (+), muntah (+)
3. DS: Ulkus Kaki (Foot ulcer) Ketidakpatuhan
- Klien mengatakan berobat ↓
rutin ke klinik dekat rumah Diberikan suatu tindakan
dan diberikan obat terapeutik (pengobatan)
metformin 2x sehari, namun
↓
1 bulan sebelum masuk
rumah sakit sibuk dengan Program terapi komplek/lama
acara keluarga sehingga ↓
sering lupa minum obat.
Hambatan finansial dalam
- Klien 3 minggu sebelum
masuk rumah sakit berhenti membeli obat, perilaku tidak
minum obat karena mematuhi anjuran dokter
diberikan obat herbal oleh
↓
tetangganya yang harga
obat tersebut lebih murah Adanya komplikasi terkait
dan dianjurkan jalan dikrikil perkembangan Kesehatan
yang panas dan tiba-tiba ↓
timbul lepuhan.
- Klien makan semaunya dan Ketidakpatuhan
seadanya, Klien sebelum
terkena DM senang minum
manis dan makanan
gorengan.
- Klien jarang berolahraga
dan menggunakan alas kaki
terutama didalam rumah.
DO:
- Terjadi komplikasi diabetes
melitus berupa ulkus pedis
Sinistra plantar kedalaman
otot, ukuran 10x4 cm, dan
pus (+).
- Gangren pedis sinistra
dorsal digiti II, kedalaman
otot, ukuran 4x 2 cm, pus
(+), hiperemesis (+),
hematome (+), bengkak (+),
dan perabaan hangat.
25
3. Diagnosa Keperawatan
4. Intervensi Keperawatan
27
perkembangan atau usia - Kolaborasi gizi
(misalnya.,
meningkatan kalsium,
protein, cairan, dan
kalori untuk wanita
menyusui; peningkatan
asupan serat untuk
mencegah konstipasi
pada orang dewasa
yang lebih tua)
Manajemen Hiperglikemi
1. Monitor kadar glukosa
darah, sesuai indikasi
Kolaborasi :
1. Monitor hasil
laboratorium : Hb,
GDS, albumin, dan
protein
2. Berikan insulin sesuai
dengan program terapi
3. Berikan obat
hipoglikemi oral sesuai
dengan program terapi
4. Konsul dengan ahli gizi
terkait diet
Ketidakpatuha Setelah dilakukan Pendidikan Kesehatan S : Klien mengatakan akan
tindakan mematuhi jadwal minum
n b.d Program 1. Tentukan pengetahuan
keperawatan 3x24 jam obat dan mengatur pola
terapi klien memperhatikan kesehatan makannya
anjuran petugas
komplek/lama 2. Tekankan manfaat
kesehatan dengan kriteria O:
hasil : kesehatan positif ysng - Klien kooperatif saat
Perilaku patuh langsung atau jangka diskusi
- Mempertimbangkan pendek yang bisa - Klien aktif selama
resiko/keuntungan diskusi
diterimaoleh prilaku
dari perilaku sehat
- Menepati janji dengan gaya hidup positif A : Masalah teratasi
profesional kesehatan daripada manfaat jangka
- Melakukan skrining panjang atau efek P : Memotivasi klien agar
diri ketika diarahkan negatif dari tetap selalu mematuhi
Perilaku patuh: ketidakpatuhan menejemen pengobatan
Pengobatan yang baik pola makan dan gaya
Disarankan Peningkatan Sistem hidup
- Mengkonsumsi semua Dukungan
obat sesuai interval
yang ditentukan 1. Libatkan keluarga,
- Minum obat sesuai
28
dosis orang terdekat, dan
teman-teman dalam
perawatan dan
perencanaan
29
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Peningkatan tekanan intrakranial merupakan peningkatan CSS lebih dari 15
mmHg. Tekanan intrakranial dapat meningkat apabila terjadi peningkatan jaringan,
CSS atau darah kranial. Peningkatan tekanan intrakranial yang signifikan disebut juga
hipertensi intrakranial. Peningatan tekanan intrakranial dapat disebabkan karena
hidrosefalus, tumor otak, infeksi dan inflamasi karena menyebabkan intersisisal dan
edema dan juga perdarahan otak. Klien yang mengalami PTIK akan timbul
manifestasi klinis seperti nyeri kepala, muntah, papil edema, dan gejala-gejala
neurologis lainnya.
Peningkatan tekanan intra kranial ini harus segera diatasi, karena jika tidak
akan berdampak pada kerja sistem tubuh yang lain. Tindakan yang dilakukan yaitu
dengan pemberian obat-obatan diuretik osmotik, diuretik loop, tindakan pembedahan,
dan terapi lainnya.
4.2 Saran
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
menambah ilmu pengetahuan tentang peningkatan tekanan intra kranial.
30
DAFTAR PUSTAKA
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-diabetes.pdf
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/8525/7.BAB%20II.pdf?sequence=6
&isAllowed=y
Brem H, Sheehan p, Boulton AJ. Protocol for Treatment of Diabetic Foot ulcers. Am J Surg.
2004;187(5A):15-105
Sibbald RG, Amstrong DG, Orsted HL. Pain in Diabetic Foot Ulcers. Ostomy Wound
Moorhead, Sue. dkk. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC), fifth edition.
Singapore: ELSEVIER.
Bulechek, G.M. dkk. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC), sixth edition.
Singapore: ELSEVIER.
PPNI DPP SDKI Tim Pokja. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonsia. Jakarta: DPP
PPNI
http://eprints.undip.ac.id/48368/3/BAB_II.PDF
http://majalahkesehatan.com/7-langkah-mencegah-ulkus-kaki-diabetik/
http://kalbemed.com/Portals/6/07_248CMEPengelolaan%20Gangren%20Kaki%20Diabetik.p
df
Waspadji, Sarwono. 2006. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis,
dan Strategi Pengelolaan. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1886-1888
http://www.rs-premierbintaro.com/page/info-sehat/wound-care-cegah-luka-sejak-dini/
www.woundsinternational.com/media/issues/136/files/content_100.pdf
31