Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN HOSPITAL EXPOSURE

Hernia Scotalis
RUMAH SAKIT DAAN MOGOT

Disusun Oleh:
Syaimee Annisa Azzahra
00000024949

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
2019

BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Pasien


Nama : An. T
Jenis Kelamin : Laki laki
Tanggal Lahir : 27-4-2010 (9 th)
Alamat : Kampung uwung hilir RT 003/009 Cibodas,
Tangerang.
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 19-08-2019
No. Rekam Medis : 0457xx

1.2. Anamnesis Pasien


Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Selasa,
20 Agustus 2019 pada pukul 09.30 WIB di Ruang Sakti 3 Rumah Sakit Daan
Mogot, Tangerang.
1.2.1. Keluhan Utama
Benjolan pada kantung buah zakar sebelah kanan sejak satu tahun
yang lalu
1.2.2. Keluhan Tambahan
Tidak ada.

1.3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien An. T datang ke rumah sakit bersama ibunya dengan keluhan
terdapat benjolan di buah zakar sebelah kanan. Benjolan tersebut mulai ada
sejak 1 tahun yang lalu. Menurut pengakuan ibu pasien, ± 1 tahun lalu awalnya
benjolan tersebut terdapat di lipatan paha sebelah kanan kurang lebih sebesar
kelereng, namun lama kelamaan benjolan tersebut turun sampai buah zakar
sebelah kanan pasien dan terdapat benjolan yang membesar yang progressif
hingga sebesar bola tenis.

Benjolan tersebut hilang timbul dan ukuran benjolan berubah ubah, jika
pasien sedang batuk atau mengedan ibu pasien mengeluhkan bahwa benjolan
tersebut akan keluar dan membesar dari ukuran sebelumnya, dan hilang pada
saat pasien berbaring atau dimasukkan dengan cara di dorong. Menurut ibu
pasien, benjolan yang pasien derita tidak menimbulkan rasa nyeri atau
mengganggu, hanya ada rasa sedikit tidak nyaman pada benjolan tersebut. Ibu
pasien mengatakan tidak terdapat demam, benjolan di tempat lain, rasa nyeri,
panas, dan kemerahan pada benjolan yang pasien alami.
Ibu pasien mengatakan anaknya tidak mengalami gangguan buang air kecil
dan buang air besar. Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan atau gusi
berdarah juga disangkal. Pasien tidak mengalami kejang maupun penurunan
kesadaran. Pasien juga terlihat lebih pucat dari biasanya. Ibu pasien juga
mengatakan bahwa riwayat makan pasien normal yaitu 3 kali sehari.

1.4. Riwayat Penyakit Dahulu


Ibu pasien mengatakan bahwa pasien belum pernah mengalami keluhan
serupa sebelumnya. Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit karena penyakit
tertentu sebelumnya pasien juga tidak pernah mengalami trauma ataupun
fraktur. Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan atau obat-obatan
tertentu.

1.5. Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang memiliki
keluhan yang sama dan keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat darah
tinggi, asma, alergi, dan keganasan.

1.6. Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan


Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan satu adik perempuan berusia 5 bulan.
Status ekonomi pasien yaitu menengah. Di lingkungan sekitar pasien tidak ada
yang mengalami gejala seperti. Ibu pasien mengatakan bahwa kondisi
lingkungan di sekitar rumah bersih.

1.7. Riwayat Kehamilan, Kelahiran, dan Imunisasi


Pasien adalah anak pertama dari dua bersaudara, lahir cukup bulan dengan
berat lahir 3400 gram, panjang lahir pasien 50 cm, dan lingkar kepala lahir
pasien 35,5 cm. Selama kehamilan, Ibu pasien menyangkal ada gangguan yang
berarti selama kehamilan dan rutin memeriksakan kehamilannya. Ibu tidak
pernah sakit berarti, tidak mengalami kenaikan
tekanan darah maupun kadar
gula darah yang tinggi. Riwayat imunisasi dasar pasien lengkap. Serta ibu
pasien mgeatakan saat ibu dari pasien melahirkan melalui persalinan normal.

1.8. Riwayat Nutrisi dan Tumbuh Kembang


Pasien mendapatkan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan dan mulai
mendapatkan makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan. Ibu pasien rutin
membawa pasien ke posyandu untuk ditimbang dan diukur berat badan, tinggi
badan, dan lingkar kepala. Untuk riwayat perkembangan, ibu pasien
mengatakan bahwa tidak ada keterlambatan dalam berjalan.

1.9. Pemeriksaan Fisik


Status Generalisata
• Keadaan umum : Sakit ringan
• Kesadaran : Compos mentis
• GCS : 15 (E4M6V5)
• Keadaan gizi : Cukup
• Berat badan : 26 kg
• Tinggi badan : 130 cm
• Tanda-tanda vital
- Tekanan Darah : 100/80
- Laju Pernapasan: 24x/menit
- Laju Nadi : 91x/menit (reguler, simetris, adekuat)
- Suhu : 36.50 C

• Kepala
- Normosefali
- Rambut hitam distribusi merata dan tidak rontok, allopecia (-)
• Mata
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- Edema kelopak mata (-/-)
• THT
- Tenggorokan : Tonsil (T1/T1), hiperemis (-), kandidiasis oral (-)
- Hidung : Sekret (+),deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-)
- Telinga : Simetris, bentuk dan ukuran normal, pendengaran
normal, sekret (-)

• Mulut
- Mukosa bibir kering (-)
- Sianosis sentralis (-)
- Hiperemis faring (-)
- Uvula intak di tengah
- Perdarahan gusi (-)
• Leher dan Kelenjar Getah Bening
- Pembesaran KGB (-)
- Pembesaran tiroid (-)
- Deviasi trakea (-)
• Jantung
- Inspeksi : Luka (-), bekas jahitan (-), iktus kordis (-)
- Palpasi : Iktus cordis teraba, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Bunyi S1S2 regular, murmur (-), gallop (-)

• Paru
- Inspeksi : Pengembangan dada kanan dan kiri simetris,
bekas operasi (-), retraksi (-)
- Palpasi : Ekspansi kedua lapang dada simetris, vokal
fremitus normal dan simestris di kedua lapang paru
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang dada, batas paru hepar
normal
- Auskultasi : Vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
• Abdomen
- Inspeksi : Permukaan datar, massa (-), striae (-), ruam (-),
bekas operasi (-), caput medusa (-), spider naevi (-)
- Auskultasi : Bising usus 12x/menit, metallic sound (-), bruit (-)
- Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen, shifting
dullness (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), ballottement (-/-)

• Ekstremitas
- Atas : Simetris, kedua tangan hangat, palmar eritema (-),
ikterik (-), clubbing finger (-), sianosis perifer (-),
edema (-), nyeri (-), deformitas (-), CRT < 2 detik
- Bawah : Simetris, kedua kaki hangat, edema (-), nyeri (-),
deformitas (-), CRT < 2 detik ,
• Kulit Keseluruhan
- Sianosis (-)
- Jaundice (-)
- Edema (-)
- Elastisitas dan turgor normal

Status Lokalis (Regio Inguinalis dan Genitalia Eksterna)


• Inspeksi
- Scrotum dextra : Terdapat massa di scrotum dextra, bewarna seperti
kulit disekitarnya, tidak tegang, dan tidak terdapat tanda tanda radang
- Scrotum sinistra : Tidak terdapat massa di scrotum sinistra, kulit
normal, tidak ada tanda tanda inflamasi.
• Palpasi
- Skrotum dextra : Teraba massa dengan ukuran ± 8x6 cm di daerah
scrotum dextra, permukaan rata, tidak terdapat nyeri tekan, massa
teraba kenyal, benjolan dapat digerakkan, dan bisa dimasukkan.
- Skrotum sinistra: Tidak terdapat massa di scrotum sinistra.
• Auskultasi
- Terdengar bunyi peristaltic usus di skrotum dextra.
1.10. Pemeriksaan Penunjang
• Tes Hematologi
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

HEMATOLOGY

L : 13-16
• Hemoglobin 14.6 g/dL
P : 12-24

• Leukosit 5.8 Ribu/uL 4,0-10,0

L : 39-48
• Hematokrit 42,7 %
P : 36-42

• Trombosit 380 Ribu/uL 150-450

P: 0-15
Laju Endap Darah (LED) 21 mm/jam
L: 0-10

KOAGULASI

Masa Perdarahan 2’30” 1-3 Menit

Masa Pembekuan 5’30” 1-6 Menit



1.11. Penanganan Awal


• IVFD Ringer Lactate 1000cc/24 jam
• Ceftriaxone IV
• Ranitidine IV 2x25mg
• Ceterolax IV ½ Ampule Drip

1.12. Tindakan Operasi


• Herniotomi

1.13. Resume
An. T, laki laki usia 9 tahun dengan berat badan 26 kg datang ke
Rumah Sakit Daan Mogot Tangerang pada tanggal 19 Agustus 2019 dengan
keluhan terdapat benjolan pada buah zakar sebelah kanan yang teraba
dengan konsistensi lunak sebesar bola tennis sejak 1 tahun lalu awalnya
benjolan tersebut terdapat di lipatan paha sebelah kanan kurang lebih
sebesar kelereng, namun lama kelamaan benjolan tersebut turun sampai
buah zakar sebelah kanan pasien, dan terdapat benjolan yang membesar
yang sifatnya progressif hingga sebesar bola tennis. Benjolan tersebut
hilang timbul. jika pasien sedang batuk atau mengedan ibu pasien
mengatakan bahwa benjolan tersebut akan keluar dan membesar dari ukuran
sebelumnya, dan benjolan tersebut akan hilang pada saat pasien diperiksa
dengan posisi berbaring atau dengan cara mendorong massa tersebut. Pada
pemeriksaan fisik ukuran dari massa yang ditemukan pada scrotum dextra
adalah ± 8x6 cm

1.14. Diagnosis
• Diagnosis kerja : Hernia Scrotalis
• Diagnosis banding : Hernia Inkaserata, Hernia Strangulata

1.15. Prognosis
• Ad vitam : Bonam
• Ad functionam : Bonam
• Ad sanactionam : Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Hernia adalah penonjolan sebagian dari organ maupun jaringan melewarti
pembukaan abnormal pada dinding sekitarnya. Hernia paling sering terjadi pada
dinding abdomen, tepatnya pada daerah yang fasianya tidak dilindungi oleh otot.
Bagian tersebut terutama pada region inguinal, femoral, umbilical, linea alba, dan
bagian bawah linea semilunaris. Hernia juga merupakan protrusi atau penonjolan
isi suatu rongga melalui defek atau bagian yang lemah dari dinding rongga yang
bersangkutan.

Menurut sifatnya hernia dibagi menjadi 4, yaitu :


A. Hernia reponibel
Bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan
masuk lagi ketika jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri
atau gejala obstruksi usus.
B. Hernia irreponibel/hernia akreta
Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Biasanya
disebabkan karena perlengketan isi kantong pada peritoneum kantong hernia.
Tidak ada keluhan nyeri ataupun tanda sumbatan usus.
C. Hernia inkaserata
Hernia inkarserata timbul karena usus yang masuk ke dalam kantung hernia
terjepit oleh cincin hernia sehingga timbul gejala obstruksi dan strangulasi usus.
D. Hernia strangulate
Bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, isi kantong terperangkap dan terjadi
gangguan parase usus serta gangguan vaskularisasi sehingga dapat terjadi
nekrosis.

Jika yang mengalami strangulasi hanya sebagian dinding usus disebut hernia
Richter. Biasanya pasase usus masih ada, mungkin terganggu karena usus terlipat
sehingga disertai obstruksi usus. Apabila sebagian dinding kantong hernia
terbentuk dari organ yang merupakan isi hernia seperti caecum, kolon sigmoid atau
kandung kemih, disebut hernia geser (sliding hernia). Hernia geser dapat terjadi
karena isis kantong berasal dari organ yang letaknya retroperitoneal. Alat
bersangkutan tidak masuk ke kantung hernia, melainkan tergeser dari
retroperitoneal. Hernia diberi nama menurut letaknya, misalnya diafragma,
inguinal, umbilical, femoral, scrotalis. Yang sering terjadi adalah hernia inguinalis.

Jenis hernia :

1. Menurut lokasinya :


- Hernia inguinalis adalah hernia yang terjadi di lipatan paha. Jenis ini
merupakan yang tersering dan dikenal dengan istilah turun berok atau
burut.

- Hernia umbilikus adalah di pusat.

- Hernia femoralis adalah di paha.
- Hernia Scrotalis

2. Menurut isinya :

- Hernia usus halus


- Hernia omentum

3. Menurut penyebabnya :


- Hernia kongenital atau bawaan



- Hernia traumatic

- Hernia insisional adalah akibat pembedahan sebelumnya.

4. Menurut terlihat dan tidaknya :


- Hernia externs, misalnya hernia inguinalis, hernia scrotalis, dan


sebagainya.

- Hernia interns misalnya hernia diafragmatica, hernia foramen winslowi,
hernia obturaforia.

2. Epidemiologi
Berdasarkan epidemiologi, hernia terdapat 6 kali lebih banyak pada pria
dibandingkan dengan wanita. Pada pria, 97 % dari hernia terjadi di daerah
inguinalis, 2 % sebagai hernia femoralis dan 1% sebagai hernia umbilicalis. Pada
wanita variasinya berbeda, yaitu 50 % terjadi pada daerah inguinalis, 34 % pada
canalis femoralis dan 16 % pada umbilicus. Tempat umum hernia adalah lipat paha,
umbilikus, skrotum (pada laki laki) linea alba, garis semilunaris dari Spiegel,
diafragma, dan insisi bedah. Tempat herniasi lain yang sebanding tetapi sangat
jarang adalah perineum, segitiga lumbal superior dari Grynfelt, segitiga lumbal
inferior dari Petit, dan foramen obturator serta skiatika dari pelvis. Namun pada
anak, insident hernia inguinalis berkisar antara 10-20 per 1000 kelahiran hidup.
Pada bayi prematur angka kejadian naik menjadi 300 per 1000 kelahiran hidup.
Pada anak, hernia inguinalis lebih sering terjadi pada anak laki laki dibandingkan
dengan perempuan (10:1). Pada anak laki laki hernia lebih sering terjadi disebelah
kanan dibandingkan kiri atau bilateral. Hal ini diperkirakan karena testis kanan
turun belakangan. Bayi lebih rentan mengalami hernia strangulate karena cincin
inguinal yang sempit.

3. Patofisiologi
Patofisiologi dari hernia inguinalis sendiri dikarenakan awalnya terdapat suatu
paparan dapat berupa batuk kronis, menangis terlalu kuat, sering jatuh, sering
loncat, mengejan terlalu keras. Sehingga karena salah satu dari paparan tersebut
dapat menyebabkan tekanan intra abdomen meningkat dan menyebabkan fasia
abdomen terkoyak, sehingga terjadilah hernia inguinalis Kanal yang sudah tertutup
dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya
sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut.

4. Etiologi dan Faktor Risiko

a. Kongenital

Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8
kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis
tersebut akan menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi
penonjolan peritoneum yang disebut dengan processus vaginalis peritonei.
Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini sudah mengalami
obliterasi sehingga isi perut tidak dapat melalui kanal tersebut. Namun
dalam beberapa hal, sering kali kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri
turun lebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila
kanalis kiri terbuka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadan
normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila
prosesus terbuka terus ( karena tidak mengalami obliterasi ), akan timbul
hernia inguinalis lateralis kongenital.

b. Didapat

Anulus inguinalis internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui


oleh kantong dan isi hernia. 
Peninggian tekanan intraabdomen kronik yang
dapat mendorong isi hernia melewati melewati annulus internus yang cukup
lebar, seperti batuk kronik, pekerjaan mengangkat benda berat, hipertrofi
prostat, konstipasi, dan asites. Peninggian tekanan intra abdomen, menangis
terlalu kuat, sering jatuh, sering loncat, mengejan terlalu keras juga dapat
membuka kembali kanalis inguinalis.Kelemahan otot dinding perut karena
usia. Sehingga insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur,
mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra
abdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya.Pada orang yang
sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis,
yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m.oblikus
internus abdominis yang menutup annulus inguinalis internus ketika
berkontraksi, dan adanya fascia transversa yang kuat yang menutupi
trigonum Hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan pada
mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia. Dalam keadaan

relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi annulus internus turut
kendur. Pada keadaan ini tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis
inguinalis berjalan lebih vertical. Sebaliknya bila otot dinding perut
berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan annulus
inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus kedalam
kanalis unguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat
kerusakan n.iliofemoralis dan n. ilioinguinalis setelah apendektomi.

5. Manifestasi Klinis

Diagnosis hernia ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik. Gejala


dan tanda klinik hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Sebagian
besar hernia adalah asimtomatik, dan kebanyakan ditemukan pada pemeriksaan
fisik rutin dengan palpasi benjolan pada annulus inguinalis superfisialis. Pada
hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah benjolan di lipatan paha yang
muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan, dan menghilang
setelah berbaring. Dengan berlalunya waktu, sejumlah hernia turun ke dalam
skrotum sehingga skrotum membesar. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada
biasanya di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena
regangan pada mesenterium pada waktu satu segmen usus halus masuk ke
dalam kantong hernia. Omentum yang terperangkap di dalam kantung hernia
dapat menyebabkan gejala nyeri abdomen yang kronis. Nyeri hebat yang
disertai mual atau muntah baru timbul kalau sudah terjadi inkarserasi karena
ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.

6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Diagnosis juga dapat dinilai berdasarkan skoring dari NYHUS
classification untuk menentukkan level dari hernia.

7. Anamnesis
Adanya penonjolan di daerah inguinal/skrorum yang intermitten. Biasanya terlihat
lebih jelas pada saat menangis atau mengedan. Seringkali penonjolan dapat hilang
saat istirahat atau dapat dimasukkan secara manual.

8. Pemeriksaan fisik
• Tonjolan pada skrotum/kanal inguinal/labia yang membesar apabila pasien
mengedan
• Korda pada sisi yang terkena terasa lebih tebal dibandingkan sisi yang tidak
terkena
• Pada anak laki laki lakukan pemeriksaan skrotum meliputi inspeksi pada
kulit bagian anterior maupun posterior, dan kontur dari skrotum itu sendiri.
Swelling mengindikasikan adanya hernia inguinalis, hidrokel, atau edema
skrotalis.

• Hernia strangulata : tonjolan tidak dapat dimasukkan. Apabila sudah


beberapa jam, anak akan rewel, tidak mau makan, merasa nyeri, mengalami
distensi abdomen, muntah, serta sulit buang angina atau mengeluarkan
kotoran. Tonjolan yang membengkak, kemerahan, serta terdapat perubahan
warna pada kulit yang melapisiya.
• Dapat dilakukan pemeriksaan transiluminasi untuk membedakan hernia
dengan hidrokel. Pemeriksaan transiluminasi dilakukan di ruangan gelap.
Kemudian, tempelkan senter pada area skrotum yang di curigai mengalami
hernia. Hidrokel memberikan hasil positif ( tembus cahaya) dengan
dilakukannya pemeriksaan ini. beda lainnya yaitu : batas atas hidrokel (+)
hernia batas atas (-)

Diagnosis hernia ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik.


Gejala dan tanda klinik hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Sebagian
besar hernia adalah asimtomatik, dan kebanyakan ditemukan pada pemeriksaan
fisik rutin dengan palpasi benjolan pada annulus inguinalis superfisialis. Pada
hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah benjolan di lipatan paha yang muncul
pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan, dan menghilang setelah
berbaring. Dengan berlalunya waktu, sejumlah hernia turun ke dalam skrotum
sehingga skrotum membesar.

Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya di daerah epigastrium


atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada mesenterium pada
waktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Omentum yang
terperangkap di dalam kantung hernia dapat menyebabkan gejala nyeri abdomen
yang kronis. Nyeri hebat yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau sudah
terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.

Tanda klinik pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada
inspeksi saat pasien mengedan dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul
sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial
bawah. Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus
spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi
gesekan dua permukaaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera,
tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ maka
tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus, omentum (seperti karet), atau
ovarium. Dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui anulus eksternus
sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak.

Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam
anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau hernia menyentuh ujung jari,
berarti hernia inguinalis lateralis, dan kalau samping jari yang menyentuh
menandakan hernia inguinalis medialis. Isi hernia pada bayi wanita yang teraba
seperti sebuah massa yang padat yang biasanya berisi ovarium. Pemeriksaan
transiluminasi dapat digunakan untuk membedakan hidrokel dengan hernia. Bising
usus pada auskultasi skrotum akan semakin mengarah pada hernia.

Terdapat tiga teknik pemeriksaan sederhana yaitu finger test, Ziemen test,
dan Thumb test. Cara pemeriksaannya adalah :

9. Pemeriksaan penunjang
Untuk mendiagnosis hernia biasanya cukup dilakukan dengan dilakukannya
pemeriksaan fisis. Ultrasonografi dan laparoskopi diagnostic dapat dilakukan
untuk pasien dengan kecurigaan hernia inguinalis yang tidak dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan fisik. Namun, pemeriksaan ultrasonografi memiliki
kelemahan karena bersifat operator dependent. Selain itu diagnostik, laparoskopi
dapat digunakan untuk tujuan teurapeutik langsung setelah diagnosis ditegakkan.
Namun dalam sumber lain dapat dilakukan menggunakan CT scan dari abdomen
dan pelvis dapat dilakukan untuk mendiagnosis bentuk hernia lain ataupun massa
di daerah kelamin yg atipikal.

10. Tata Laksana


Pasien dengan hernia inguinalis harus menjalani prosedur operasi sebagai
tatalaksana definitif. Oleh karena itu, pasien hernia anak ditujuk ke spesialis bedah
anak. Guna melakukan operasi adalah untuk memperbaiki keadaan hernia
inguinalis pada anak disebut juga dengan herniotomi karena dilakukan penutupan
(ligase) prosesus vagunalis peritoneum se-proximal mungkin.

Tipe atau jenis dari hernia menentukkan waktu dan jenis dari operasi:

1. Hernia ingunalis reponibel


Operasi sebaiknya dilakukan secepatnya setelah diagnosis ditegakkan untuk
mencegah kemungkinan terjadinya hernia strangulate. Faktor lain yang
dipertimbangkan adalah kesiapan pasien, orang tua, ekonomi, dan lain lain.
Penundaan operasi elektif hernia dilakukan pada kasus prematur, bayi berat
lahir sangat rendah (<1500 gram), dan adanya kondisi seperti penyakit jantung
kongenital, infeksi, penyakit paru, atau metabolic. Semakin lama ditunda,
kemungkinan untuk mengalami hernia strangulate semakin besar.

2. Hernia ingunal strangulata


Keadaan ini merupakan emergensi sehingga diperlukan operasi segera.
Hernia inguinalis strangulate adalah keadaan dimana usus terjepit sehingga
menghambat suplai darah. pada operasi hernia strangulate dilakukan
laparotomy dengan kemungkinan reseksi usus. Sebelumnya, dapat dicoba
terapi konservatif, yakni pasien dipuasakan, dilakukan pemasangan selang
nasogastric, infus, serta diberikan obat sedative sampai pasien tertidur.
Apabila tertidur, tekanan intraperitoneal diharapkan akan kembali normal da
nisi kantong hernia akan kembali ke rongga peritoneum. Apabila dalam waktu
enak jam hernia tidak tereduksi atau tanda iritasi peritoneum terlihat,
herniotomi wajib dikerjakan.
Terapi konservatif tidak dikerjakan apabila tanda tanda nekrosis usus
ditemukan. Tanda tanda tersebut adalah meningkatnya suhu tubuh (tanpa
dehidrasi), edema serta kemerahan pada pemeriksaan lokal, dan nyeri tekan di
daerah pembengkakan.

3. Hernia umbilikalis
Observasi dikerjakan sampai usia pasien kurang lebih dua tahun. Biasanya
bila defek kurang dari 1cm diharapkan defek dapat menutup spontan sebelum

usia 2 tahun. Bila setelah usia 2 tahun defek belum menutup, diperlukan
tindakan operasi.

11. Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel. Ini dapat terjadi
kalau hernia terlalu besar atau terdiri dari omentum, organ ekstraperitoneal (hernia
geser) atau hernia akreta. Disini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa benjolan.
Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia
strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Sumbatan
dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia Richter. Bila cincin hernia sempit,
kurang elastis atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan hernia obturatoria,
lebih sering terjadi jepitan parsial.

Jarang terjadi inkarserasi retrograd, yaitu dua segmen usus terperangkap


didalam kantong hernia dan satu segmen lainnya berada dalam rongga peritoneum
seperti hurup W. Jepitan hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi
hernia. Pada permulaaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau
struktur didalam hernia dan transudasi kedalam kantong hernia. Timbulnya udem
menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya
peredaran darah jaringa terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia
berisi transudat berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari usus,
dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau
peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.

Gambaran klinik hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai dengan


gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan
asam basa. Bila sudah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi maka dapat
terjadi gangguan toksik akibat gangren, dan gambaran klinis menjadi kompleks dan
sangat serius. Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia, nyeri akan
menetap karena rangsangan peritoneum. Pada pemeriksaan lokal yang ditemukan

benjolan yang tidak dapat dimasukkan lagi, disertai nyeri tekan dan tergantung
keadaaan isi hernia dapat dijumpai tanda peritonitis atau abses lokal. Hernia
strangulata dapat menyebabkan perforasi, peritonitis, sepsis hingga kematian,
sehingga merupakan keadaan gawat darurat dan perlu mendapat pertolongan
segera. Komplikasi operasi hernia antara lain infertilitas akibat cedera pada vas
deferens, atrofi testis akibat cedera pada pembuluh darah testis saat operasi,
kriptorchidis sekunder akibat pembentukan jaringan parut berlebihan paska operasi,
dan rekurensi hernia.

BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Diagnosis Hernia scrotalis berdasarkan kasus yang didapat, dapat dibuat


berdasarkan teori teori yang dijelaskan diatas seperti keluhan terdapatnya suatu
benjolan pada skrotum kanan pasien sejak ± 1 tahun lalu awalnya benjolan terdapat
pada lipatan paha sebelah kanan kurang lebih sebesar kelereng, bahwa hal tersebut
menandakan bahwa isi hernia yaitu usus sudah menembus kanalis inguinalis
sehingga menyebabkan terdapat penonjolan pada paha pasien. Setelah dibiarkan
benjolan tersebut berprogresifitas sehingga benjolan tersebut turun ke sampai
skrotum kanan pasien dan benjolan pada skrotum pasien membesar, ukurannya
sebesar bola tennis. Menandakkan bahwa dikarenakan onset waktu yang lama
menjadikkan isi hernia yaitu usus menembus kanalis inguinalis lebih dalam lagi
sehingga menimbulkan manifestasi terdapatnya benjolan pada skrotum kanan
pasien.
Dari anamnesis juga diketahui bahwa ibu pasien mengeluhkan bahwa
benjolan pada skrotum pasien hilang timbul dan ukuran benjolan berubah ubah dan
jika pasien sedang batuk atau mengedan, maka benjolan akan keluar dan benjolan
tersebut akan menghilang pada saat pasien berbaring atau dimasukkan dengan cara
di dorong. Hal tersebut dapat membantu dalam menentukkan diagnosis sifat hernia
pada pasien. Pada pasien ini memungkinkan bahwa pasien mengalami hernia
dengan sifat reponibel dikarekan isi pada hernia pasien dapat keluar masuk dan isi
hernia keluar jika pasien berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbarik atau
didorong masuk. Hal tersebut dapat dibedakan dengan hernia irreponibel
dikarenakan isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga.
Biasanya disebabkan karena perlengketan isi kantong pada peritoneum kantong
hernia. Tidak ada keluhan nyeri ataupun tanda sumbatan usus.
Serta berdasarkan gejala yang pasien keluhkan, diagnosis hernia inkaserata
dan diagnosis hernia strangulate dapat disingkirkan. Karena pada hernia inkaserata
dan hernia strangulate pasien akan mengeluhkan rasa nyeri. Ibu pasien juga
mengatakan tidak terdapat mual, muntah, perut kembung pada pasien, sehingga kita

bisa menyingkirkan kemungkinan dari hernia inkaserata. Karena pada hernia


inkaserata terdapat gangguan passase pada pasien.Pada pemeriksaan fisik didapati
pada status lokalis (Regio Inguinalis dan Genitalia Eksterna) terdapat massa di
skrotum dekstra yang konsistensinya lunak, teraba kenyal, tidak radang, massa
sebesar bola tennis dengan ukuran ± 8x6 cm di daerah skrotum dekstra, permukaan
rata, tidak adak ada nyeri tekan. Dari pertanyaan anamnesis dari ibu An. T dapat
dijelaskan bahwa hal ini dapat terjadi dikarenakan, isi hernia yaitu usus memiliki
konsistensi yang lunak sehingga memudahkan usus dapat masuk keluar pada
kanalis inguinalis yang terbuka. Serta pada pemeriksaan yang dilakukan massa
dapat dimasukkan dan digerakkan menandakkan hal ini mendukung diagnosis
kearah hernia reponibel dikarenakan massa dapat dimasukkan kembali ke rongga
peritoneum.
Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis hernia skrotalis juga
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan penunjang yaitu CT scan dan pemeriksaan
lab. Berdasarkan kepustakaan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan USG dan CT scan. Sementara pemeriksaan lab dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat inflamasi atau tidak pada pasien. Pasien ini tidak
mengalami komplikasi. Ini dilihat dari hasil pemeriksaan fisik yang meliputi
keadaan umum, tanda vital dan pemeriksaan fisik lainnya yang masihdalam batas
normal. Tatalaksana yang dilakukan pada kasus ini adalah tindakan operatif yaitu
dokter melakukan herniotomi.

REFRENSI
1) Widjaja, H, Anatomi abdomen, Jakarta, EGC, 2007, Hal : 21-25.

2) Schwartz, Shires, Spencer, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6, EGC,


Jakarta,Hal : 509 – 517

3) R. Bendavid, J. Abrahamson, Mauruce E. A, dkk. Abominal Wall


Hernias (Principles and Management). Edisi I. Penerbit Sringer-Varlag. New
York. 2001.
4) Michael M. Hendry & Jeremy N.T. Thompson. Clinical Surgery. Edisi II
2005.
5) Rasjad C. Hernia. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong WD, editor. Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2010; hal.
619-2

Anda mungkin juga menyukai