Disusun Oleh :
1. Febi Primani
2. Fitri Yulia K
3. Kiki Fitriyani
4. Muhammad Hanif M
5. Satria Aulia R
BAB I
Konsep Dasar Medis
A. Definisi
Abses adalah penimbunan nanah yang terjadi akibat infeksi bakteri. Abses dapat
terjadi di mana saja pada bagian tubuh kita. Abses dapat terlihat karena berada di bagian
luar tubuh (pada lapisan kulit) atau terjadi pada organ dalam tubuh, yang tidak
terlihat.Abses merupakan kumpula nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi di
sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi oleh bakteri, karena adanya benda
asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi yang
melibatkan organisme progenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan
nekrokti, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim
autolitik (Morison, 2008).
Abses merupakan suatu infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri atau parasit karena
adanya benda asing dan mengandung nanah yang merupakan campuran dari jaringan
nefrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati (Siregar, 2007).
B. Etiologi
Menurut Siregar (2007), suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses ketika bakteri
masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. sebagian sel mati
jaringan yang sehat itu mati, dan hancur meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan
sel-sel yang terinfeksi. Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa
cara: bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang
tidak steril dan bakteri dapat menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain.
Kondisi ini memicu sel-sel darah putih yang berfungsi melawan infeksi masuk ke dalam
rongga tersebut, memerangi bakteri, dan kemudian mati. Sel darah putih yang mati itulah
yang membentuk cairan nanah, yang mengisi rongga tersebut. Peluang terbentuknya
suatu abses akan meningkat jika terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat
terjadinya infeksi daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang terdapat
gangguan sistem kekebalan.
C. Patofisiologis
Kuman yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan
cara mengeluarkan toksin. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik (sintesis),
kimiawi yang secara spesifik mengawali proses peradangan atau melepaskan endotoksin
yang ada hubunganya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila ada
perubahan kondisi respon imunologi mengakibatkan perubahan reaksi imun yang
merusak jaringan. Agent fisik dan bahan kimia oksidan dan korosif menyebabkan
kerusakan jaringan,kematian jaringan menstimulus untuk terjadi infeksi. Infeksi
merupakan salah penyebab dari peradangan, kemerahan merupakan tanda awal yang
terlihat akibat dilatasi arteriol akan meningkatkan aliran darah ke mikro sirkulasi kalor
terjadi bersamaan dengan kemerahan bersifat lokal. Peningkatan suhu dapat terjadi
secara sistemik. Akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofaq mempengaruhi
termoregulasi pada suhu lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi
hipertermi. Peradangan terjadi perubahan diameter pembuluh darah mengalir keseluruh
kapiler, kemudian aliran darah kembali pelan. Sel-sel darah mendekati dinding
pembuluh darah didaerah zona plasmatik. Leukosit menempel pada epitel sehingga
langkah awal terjadi emigrasi kedalam ruang ekstravaskuler lambatnya aliran darah yang
mengikuti Fase hyperemia meningkatkan permiabilitas vaskuler mengakibatkan keluarya
plasma kedalam jaringan, sedang sel darah tertinggal dalam pembuluh darah akibat
tekanan hidrostatik meningkat dan tekanan osmotik menurun sehingga terjadi akumulasi
cairan didalam rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat yaitu
edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam rongga
abses menyebabkan rasa nyeri. Mediator kimiawi, termasuk bradikinin, prostaglandin,
dan serotonin merusak ujung saraf sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap
reseptor mekanosensitif dan termosensitif yang menimbulkan nyeri. Adanya edema akan
mengganggu gerak jaringan sehingga mengalami penurunan fungsi tubuh yang
menyebabkan terganggunya mobilitas litas.
Inflamasi terus terjadi selama, masih ada pengrusakan jaringan bila penyebab
kerusakan bisa diatasi, maka debris akan difagosit dan dibuang oleh tubuh sampai
terjadi resolusi dan kesembuhan. Reaksi sel fagosit yang berlebihan menyebabkan debris
terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses di sel jaringan lain membentuk
flegmon. Trauma yang hebat menimbulkan reaksi tubuh yang berlebihan berupa
fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk
mengganti jaringan yang rusak (fase organisasi), bila fase destruksi jaringan berhenti
akan terjadi fase penyembuhan melalui jaringan granulasi fibrosa. Tapi bila destruksi
jaringan berlangsung terus akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila
rangsang yang merusak hilang. Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan
pus kekuningan sehingga terjadi kerusakan Integritas kulit. Sedangkan abses yang
diinsisi dapat mengakibatkan resiko penyebaran infeksi.
D. Manifestasi Klinis
Tidak dapat dirasakan gejala saat kuman menyerang suatu bagian tubuh tertentu. Tetapi
setelah abses terbentuk, biasanya kita merasa tidak nyaman, terjadi pembengkakan,
demam dan jika abses terjadi di organ luar tubuh, akan terlihat kumpulan nanah.
Sedangkan jika abses terjadi di bagian dalam tubuh, maka yang dapat dirasakan adalah
organ tubuh yang membesar (akibat pembengkakan). abses merupakan salah satu
manifestasi peradangan, maka manifestasi lain yang mengikuti abses dapat merupakan
tanda dan gejala dari proses inflamasi, yakni: kemerahan (rubor), panas (calor),
pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor), dan hilangnya fungsi.
Menurut Smatzer (2013), gejala dari abses tergantung lokasi dan pengaruhnya terhadap
fungsi atau organ syaraf yaitu bisa berupa:
a. Nyeri tekan
b. Akral teraba hangat
c. Pembengkakan
d. Kemerahan
e. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat bawah kulit biasanya tampak sebagai benjolan.
Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan pecah
maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses
didalam tubuh sebelumnya menimbulkan gejala seringkali terlrbih tumbuh lebih besar.
Paling sering abses akan menimbulkan nyeri trkan dengan massa yang berwarna merah,
hangat pada permukaan abses.
E. Pathways
Faktor predisposisi Bakteri multiplikasi Tubuh bereaksi untk
merusak jaringan yaitu perlindungan trhdp
benda asing yg menyebabkaan penyebaran infeksi
luka & agen fisik
abses terlokasi Trjd proses peradangan
dr matinya jrngan nekrotik
bakteri & sel drh putih
Ansietas
Peradangan
kurang informasi
Kerusak
an
Demam
integrita
s Panas
Defisiensi
Resiko pengetahu
pendar an
ahan Hiperte
mi
BAB II
Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
Hal-hal yang perlu di kaji antara lain adalah:
- Abses kulit atau di bawah kulit sangat mudah di kenali, sedangkan abses dalam
3. Fokus Intervensi
a. Pre operasi
pada wajah 2 5
-Melaporkan 2 5
2 5
adanya nyeri
-Frekuensi nyeri
-Merintih dan
meringis
Ket:
1. Kuat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
2. Cemas b.d kurang Setelah dilakukan keperawatan Anooety reduction
-Gunakan pendekatan
pengetahuan selama...x24 jam diharap cemas
yang menenangkan
mengenai mproses dapat teratasi: -Berikan informasi
Asodety control
penyakit faktual
Indikator I ER -Identifikasi tingkat
R kecemasan
-Menyingkirkan 2 5
tanda kecemasan 2 5
-Merencanakan
situasi penuh
-Menggunakan
Ket:
1. Slalu menunjukan
2. Sering menunjukan
3. Kadang-kadang
menunjukan
4. Jarang menunjukan
5. Tidak pernah menunjukan
b. Post Operasi
Indikator IR ERdistraksi
-Kolaborasi
-Ekspresi nyeri 2 5
pemberian
pada wajah 2 5
analgetik
-Melaporkan 2 5
2 5
adanya nyeri
-Frekuensi nyeri
-Merintih dan
meringis
Ket:
1. Kuat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
2. Hipertermia b.d proses Setelah dilakukan -Monitor TTV
-Monitor warna
penyakit keperawatan selama...x24
dan suhu tubuh
jam diharapka suhu klien -Tingkatkan
mencegah
terjadinya
menggigil
-Suhu sesuai yang 2 5
diharapkan
2 5
-Denyut nadi
2 5
sesuai
2 5
-Pernafasan
normal
-Hidrasi adekuat
Ket:
1. Kuat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Indikator IR ER
-Frekuensi 2 5
perdarahan 2 5
-Melaporkan
adanya nyeri
Ket:
1. Kuat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
4. Kerusakan integritas Setelah dilakukan Pressure
jaringan 2 5
-Hidrasi sesuai
2 5
yang di harapkan
2 5
-Perfusi jaringan
-Bebas lesi
Ket:
1. Kuat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
kepada pasien
-Mendiskripsikan 2 5 tentang kondisi
-Mengetahui faktor
resiko
Ket:
1. Penuh
2. Berat
3. Sedang
4. Sedikit
5. Tidak ada
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol.3. Jakarta : EGC
Nanda Internasional. (2012). Nursing Diagnoses Definition and Clasification 2012. Wiley-
Blacwell.United Kingdom
Prise & Wilkinson. (2008). Patofisiologis Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4.
Jakarta.EGC
Soeparman & Waspadji. (2012). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta. EGC