Pelaksanaan
Tujuan tradisi ini adalah anak-anak
Banjar jika sudah besar nanti mengikuti
ketauladanan Nabi Muhammad SAW dan
berbakti kepada kedua orang tua.[3]
Tradisi ini bisanya dilakukan di masjid.[1]
Peralatan dan bahan-bahan yang
diperlukan dalam Baayun Mulud adalah
ayunan yang dibuat dari kain sarung
wanita atau (tapih bahalai) yang pada
ujungnya diikat dengan tali/pengait.[3]
Kain ayunan terdiri dari tiga lapis.[3]
Lapisan paling atas adalah kain
sarigading atau sasirangan (kain tenun
khas Banjar).[3] Ayunan dihias dengan
janur pohon nipah atau pohon enau dan
pohon kelapa, buah pisang, kue cucu, kue
cincin, ketupat denga segala bentuk, dan
hisan lainnya.[3] Baayun mulud memiliki
syarat upacara yang disebut piduduk.[3]
Piduduk terdiri dari 3,5 liter beras, 1 gula
merah, garam untuk anak laki-laki dan
sedikit garam ditambah minyak goreng
untuk anak perempuan.[3]
Sejarah
Sebelum kedatangan Islam, masyarakat
Kalimantan Selatan menganut
kepercayaan nenek moyang.[1] Baayun
Mulud adalah perpaduan budaya antara
budaya Islam dengan kepercayaan nenek
moyang[1] Tradisi mengayun ini sudah
ada sebelum Islam masuk di Kalimantan
Selatan..[3] Tradisi ini bermula di
Kabupaten Tapin (khususnya di Desa
Banua Halat, Kecamatan Tapin Utara).[2]
Namun kemudian berkembang dan
dilaksanakan di seluruh daerah
Kalimantan Selatan.[2] Tradisi ini
dianggap sebagai konversi antara agama
orang Dayak yang mendiami Banua Halat
dan daerah sekitarnya, yang semula
menganut kepercayaan Kaharingan dan
kemudian memeluk agama Islam.[2]
Referensi
1. ^ a b c d e "Baayun, Tradisi
Masyarakat Banjar" . 26 Mei
2014.21.00.
2. ^ a b c d e f "Baayun Mulud:Tradisi
Khas Banjar Merayakan Maulid
Nabi" . republika.co.id. Diakses
tanggal 26 Mei 2014.21.15.