Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi adalah hilangnya seluruh modalitas dari sensasi yang meliputi


sensasi sakit/nyeri, rabaan, suhu, posisi/proprioseptif, sedangkan analgesia yaitu
hilangnya sensasi sakit/nyeri, tetapi modalitas yang lain masih tetap ada.1
Pada dasarnya tujuan anestesi adalah sama, yaitu menghilangkan rasa sakit
dan membuat nyaman pasien selama operasi berlangsung dan setelahnya. Anestesi
merupakan tahapan yang paling penting dalam tindakan pembedahan, karena
tindakan pembedahan belum dapat dilakukan bila anestesi belum diberikan.
Anestesi memiliki resiko yang jauh lebih besar dari prosedur tindakan
pembedahan karena nyawa pasien yang dianestesi dapat terancam. Untuk
pemilihan anestesi yang ideal dibutuhkan dalam menghasilkan sifat analgesi,
sedasi, relaksasi, Unconsciousness (hilang kesadaran), keamanan dan kenyamanan
untuk sistem vital, ekonomis, dan mudah dalam aplikasi baik di lapangan ataupun
di ruang operasi. Namun, sampai saat ini anestesi yang memenuhi kriteria yang
ideal belum ada.1
Anestesi umumnya digolongkan berdasarkan cara penggunaan obatnya dan
berdasarkan luas pengaruh obat. Berdasarkan cara penggunaan obat anestesi
dibagi menjadi empat meliputi anestesi inhalasi yaitu obat anestesi berupa gas/uap
diaplikasikan melalui respirasi dengan kombinasi oksigen, anestesi injeksi yaitu
obat anestesi (diberikan dengan cara injeksi/suntikan, bisa melalui intravena,
intramuskuler atau subkutan), oral atau rektal yaitu obat yang diberikan melalui
saluran pencernaan (gastrointestinal) dan anestesi topikal yaitu anestesi yang
diberikan melalui kutaneus atau membran mukosa untuk tujuan anestesi lokal.1
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara
sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi
terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah general anestesi denggan
teknik intravena anestesi dan general anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face
mask (sungkup muka) dan dengan teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal
tube atau gabungan keduanya inhalasi dan intravena.1

Anestesiologi | 1
Combustio atau luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang disebabkan
oleh panas, kimia/radioaktif. Combustio atau Luka bakar disebabkan oleh
perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan
melalui konduksi/radiasi elektromagnetik.2,3
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar
dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas, (misal: suhu
benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, api, air panas, minyak
panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran. 3
Alasan ketertarikan pemilihan kasus ini karena pasien ini menderita luka
bakar yang cukup serius pada beberapa tempat ditubuh dan membutuhkan
penanganan yang sesuai karena merupakan kasus kegawatdaruratan yang dapat
mengancam jika tidak tertangani.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. LUKA BAKAR
a. DEFINISI
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh
(flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat

Anestesiologi | 2
sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari
(sunburn).2,3
b. EPIDEMIOLOGI
Menurut Hudak Gallo (1996) Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan
agen penyebab antara lain :
1. Termal : Basah (air panas, minyak panas), kering (uap, metal, api)
2. Listrik : Voltage tinggi, petir
3. Kimia : Asam kuat, basa kuat.
4. Radiasi : termasuk X-Ray
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar
dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas, (misal: suhu
benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, api, air panas, minyak panas),
listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran.3
c. PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau
radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 44 0C tanpa
kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap
derajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang
kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini
mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal
ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit.2,3,4
Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir
menyeluruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi
hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak
mampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal
dengan syok.2,3,4
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh
kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem
yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah
kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga
mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila

Anestesiologi | 3
hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipopolemik dan
hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan.
Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan
gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang organ organ penting
seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang
dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem. Proses kegagalan organ multi
sistem ini terangkum dalam bagan berikut: 2

Gambar 1. Bagan Patofisiologi Luka Bakar.2

Anestesiologi | 4
d. ETIOLOGI
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah :
1. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn):
Gas, cairan, bahan padat Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh
air panas (scald) ,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan
akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya(logam panas, dan
lain-lain).3,5

2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)


Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan dalam bidang industri militer ataupun bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga. 3,5
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling
rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima,
sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada
jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown.2,3,5
4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif.
Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan
terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari
yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.2,3,5

e. KLASIFIKASI LUKA BAKAR


Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman
 Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering
hiperemik, berupa eritema, dijumpai pula nyeri karena ujung–ujung syaraf
sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5 -10
hari.6

Anestesiologi | 5
Gambar 2. Luka Bakar derajat 1

 Luka bakar derajat II


Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan lapisan dermis,
berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula, pembentukan
scar, dan nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna
merah atau pucat. Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal.6

Gaambar 3. Luka Bakar Derajat II

I. Derajat II Dangkal (Superficial)

Anestesiologi | 6
 Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
 Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka bakar
pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan mungkin terdiagnosa
sebagai derajat II superficial setelah 12-24 jam.
 Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan basah
 Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
 Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan
kurang dari 3 minggu
II. Derajat II dalam (Deep)
 Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
 Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar keringat,kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh
 Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa
 Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak berwarna
merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena variasi suplay
darah dermis (daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah
yang sedikit atau tidak ada sama sekali, daerah yg berwarna merah muda
mengindikasikan masih ada beberapa aliran darah ).
 Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu.
 Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih dalam,
tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan
pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi
koagulasi protein pada epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa
nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung –ujung syaraf sensorik mengalami
kerusakan atau kematian. Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses
epitelisasi spontan dari dasar luka.6

Anestesiologi | 7
Gambar 4. Luka Bakar Derajat III

 Luka bakar derajat IV


Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis, organ-
organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat
mengalami kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu
dan pucat, terletak lebih rendah dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi
protein pada epidemis dan dermis yang dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan
hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan
kematian. penyembuhannya terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi
spontan dan rasa luka.6

Menurut Luas Luka Bakar


Wallace membagi tubuh atas bagian – nagian 9 % atau kelipatan dari 9
terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.6,7
 Kepala dan leher = 9 %
 Lengan = 18 %
 Badan Depan = 18 %
 Badan Belakang = 18 %
 Tungkai = 36 %
 Genitalia/perineum = 1 %

Anestesiologi | 8
 Total = 100 %

Gambar 5. Skema Pembagian Luka Bakar

Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak


tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak –anak
dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada
umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.6,7

KRITERIA BERAT RINGANNYA


(American Burn Association)
1. Luka Bakar Ringan.
- Luka bakar derajat II <15 %
- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 2 %
2. Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
- Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 10 %
3. Luka bakar berat

Anestesiologi | 9
- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.
- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

f. PENATALAKSANAAN.
Pada penanganan penderita dengan trauma luka bakar, seperti pada
penderita trauma – trauma lainnya harus ditangani secara teliti dan sistematik.
Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan tempat pasien
dirawat melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara lain
mencakup penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan pertama di unit
gawat darurat, penanganan diruangan intensif dan bangsal. Tindakan yang
dilakukan antara lain terapi cairan, penanganan luka, fisioterapi dan psikiatri.
Pasien dengan luka bakar memerlukan obat-obatan topikal karena eschar tidak
dapat ditembus dengan pemberian obat antibiotik sistemik. Pemberian obat obatan
topikal anti mikrobial bertujuan tidak untuk mensterilkan luka akan tetapi untuk
menekan pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi, dengan
pemberian obat-obatan topikal secara tepat dan efektif dapat mengurangi
terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang seringkali masih terjadi
penyebab kematian pasien.7,8,9
I. Evaluasi Pertama (Triage)
A. Airway, sirkulasi, ventilasi
Prioritas pertama penderita luka bakar yang harus dipertahankan meliputi
airway, ventilasi dan perfusi sistemik. Kalau diperlukan segera lakukan
intubasi endotrakeal, pemasangan infuse untuk mempertahankan volume
sirkulasi.
B. Pemeriksaan fisik keseluruhan.
Pada pemeriksaan penderita diwajibkan memakai sarung tangan yang
steril, bebaskan penderita dari baju yang terbakar, penderita luka bakar
dapat pula mengalami trauma lain, misalnya bersamaan dengan trauma

Anestesiologi | 10
abdomen dengan adanya internal bleeding atau mengalami patah tulang
punggung / spine.
C. Anamnesis
Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita
terjebak dalam ruang tertutup sehingga kecurigaan adanya trauma inhalasi
yang dapat menimbulkan obstruksi jalan napas. Kapan kejadiannya terjadi,
serta ditanyakan penyakit – penyakit yang pernah di alami sebelumnya.
D. Pemeriksaan luka bakar
Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar sedang
atau ringan.

II. Penanganan Sirkulasi


Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang
akan diikuti dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari
intravaskuler ke jaringan interfisial mengakibatkan terjadinya hipovolemic intra
vaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik
tergangu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan
perfusi / sel / jaringan / organ. 7,8,9
Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang
hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial
menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami
deficit, timbul ketidakmampuan menyelenggaraan proses transportasi oksigen ke
jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus
diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah
parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka
kematian. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok dengan
metode resusutasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada)
dengan penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukkna perbaikkan
prognosis, derajat kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat),
hipotermi dipersingkat dan koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya
diketahui memiliki nilai prognostic terhadap angka mortalitas. 7,9

Anestesiologi | 11
Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa
formula berikut :
- Evans Formula
- Brooke Formula
- Parkland Formula
- Modifikasi Formula
- Monafo Formula
III. Resusitasi Cairan
BAXTER formula
Hari Pertama :
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam
Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua
Dewasa : ½ hari I
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
Menurut Evans - Cairan yang dibutuhkan :
1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc
2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc
3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc
Hari I = 8 jam X ½
=16 jam X ½
Hari II = ½ hari I
Hari ke III = kari ke II
IV. Penanganan Pernapasan

Anestesiologi | 12
Trauma inhalasi merupakan foktor yang secara nyata memiliki kolerasi
dengan angka kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjasi dalam waktu
singkat 8 sampai 24 jam pertama pasca operasi. 9
Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar mengenai
daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat
gas, asap atau uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan
gangguan berupa hambatan jalan napas karena edema laring. 9
Trauma panas langsung adalah terhirup sesuatu yang sangat panas, produk
produk yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar seperti bahan jelaga dan
bahan khusus yang menyebabkan kerusakan dari mukosa lansung pada
percabangan trakheobronkhial. 9
Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan
materi yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik
seperti hydrogen sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida, akreolin dan partikel
– partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan
bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih
hebat akibat adanya tracheal bronchitis dan edem. 9
Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya hipoksia
jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup kuat terhadap
pengikatan hemoglobin dengan kemampuan 210 – 240 kali lebih kuat disbanding
kemampuan O2. Jadi CO akan memisahkan O2 dari Hb sehingga mengakibatkan
hipoksia jaringan. 9
Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar
mengalami hal sebagai berikut.
1. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.
2. Sputum tercampur arang.
3. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
4. Penurunan kesadaran termasuk confusion.
5.Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas
bernafas atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau
tenggorokan, menandakan adanya iritasi mukosa.

Anestesiologi | 13
6. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau
ronhi.
7. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.
V. Perawatan luka
Perawatan luka dimulai dari pembersihan luka dari kotoran, pakaian yang
masih menempel, sisa bahan kimia pembakar dan lain-lain yang dapat menjadi
agen penyebab infeksi, pembersihan dilakukan dengan standar steril hingga
daerah bekas luka dapat beradaptasi dengan lingkungan luar. 9,10
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan
dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran
dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa
sakit yang minimal. Setelah luka dibersihkan dan di debridement, luka ditutup.
Penutupan luka ini memiliki beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka
akan melindungi luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya koloni
bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah
evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal
mungkin agar pasien merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit
Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar.
1. Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya
barier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan
pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit.
Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa
sakit dan pembengkakan
2. Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan luka setiap harinya,
pertamatama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan
perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat
ditutup dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft
(pig skin) atau Allograft (homograft, cadaver skin) ) atau bahan sintetis (opsite,
biobrane, transcyte, integra)
3. Luka derajat II ( dalam ) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal
dan cangkok kulit (early exicision and grafting )

Anestesiologi | 14
g. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang diperlukan


adalah: :
1. Hitung darah lengkap :
Peningkatan Hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan
dengan perpindahan cairan. Menurutnya Hematokrit dan sel darah merah
terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap pembuluh
darah.3
2. Leukosit akan meningkat sebagai respon inflamasi
3. Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cidera inhalasi
4. Elektrolit Serum.
Kalium meningkat sehubungan dengan cidera jaringan, hipokalemia
terjadi bila diuresis.
5. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan
6. Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan
7. EKG : Tanda iskemik miokardial dapat terjadi pada luka bakar
8. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.

B. ANESTESI UMUM (GENERAL ANESTESI)


General anestesi merupakan tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). General anestesi
menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk ke jaringan otak dengan tekanan
setempat yang tinggi. Selama masa induksi pemberian obat bius harus cukup
untuk beredar di dalam darah dan tinggal di dalam jaringan tubuh. Beberapa
teknik general anestesi inhalasi adalah Endotrakea Tube (ETT) dan Laringeal
Mask Airway (LMA).11

C. LARINGEAL MASK AIRWAY (LMA)


a) Pengertian
LMA adalah suatu alat bantu jalan napas yang ditempatkan di hipofaring
berupa balon yang jika dikembangkan akan membuat daerah sekitar laring

Anestesiologi | 15
tersekat sehingga memudahkan ventilasi spontan maupun ventilasi tekanan positif
tanpa penetrasi ke laring atau esophagus. 11

Tabel 1. Ukuran LMA-Clasic

LMA memberikan strategi baru dalam pelaksanaan jalan napas kerena cara
pemasangan yang mudah, memerlukan sedikit latihan dan dapat dilakukan oleh
seseorang dengan pengalaman anesthesia bervariasi. LMA menyediakan akses
yang berbeda ke berbagai fungsi dari saluran pernafasan dan saluran pencernaan.
Bentuk anatomi pipa jalan napas berbentuk bulat panjang melengkung dan kaku,
pada pipa saluran pernapasan dengan diameter 15 mm yang pangkalnya terdapat
konektor yang berfungsi sebagai sambungan ke sirkuit mesin anestesi dan pada
ujungnya berposisi di laring proximal. Pada saluran pipa satunya berujung pada
pangkal saluran pencernaan berfungsi sebagai saluran ke saluran pencernaan
berposisi di depan sphinter esophagus. Terlihat pada saat dimasukkan dengan
rekomendasi teknik insersi (The Laryngeal Mask Company Limited, 2007).11,12
b) Indikasi LMA
1. Digunakan untuk prosedur anestesi jika tindakan intubasi mengalami
kegagalan.
2. Penatalaksanaan kesulitan jalan nafas yang tidak dapat diperkirakan.
3. Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadarkan
diri.
4. Pada operasi kecil atau sedang di daerah permukaan tubuh, berlangsung
singkat dan posisinya terlentang.

Anestesiologi | 16
c) Kontraindikasi LMA
1. Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung.
2. Pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik dalam jangka waktu
yang lama.
3. Pada operasi daerah mulut.
4. Pada pasien yang mengalami penurunan fungsi sistem pernafasan, karena cuff
pada LMA yang bertekanan rendah akan mengalami kebocoran pada tekanan
inspirasi yang tinggi dan akan terjadi pengembangan lambung.

d) Pemasangan LMA
1. LMA mempunyai manset yang dikempiskan benar sebelum dimasukkan, dan
pompa setelah penempatannya benar.
2. Bagian belakang masker dilumasi secara menyeluruh.
3. Tingkat anestesi atau tidak sadar harus sama dengan tingkatan untuk
memasukkan LMA.
4. Kepala dan leher berada dalam posisi seperti pada intubasi trakea dan asisten
membuka mulut pasien selebar mungkin.
5. Ujung masker ditekankan pada palatum durum dengan ujung terbuka, masker
mengarah ke lidah tanpa boleh menyentuhnya.
6. Masker didorong sejauh mungkin. Masker ini terlalu lebar untuk ujungnya
berada di atas sfingter esofagus. Bagian samping masker berada di atas fossae
pyriformis dan tepi atasnya berada di dasar lidah.
e) Komplikasi LMA
komplikasi pemasangan Laringeal Mask Airway (LMA):
1. Komplikasi Mekanikal (kinerja LMA sebagai alat) :
1) Gagal insersi (0,3 – 4%)
2) Ineffective seal (<5%)
3) Malposisi (20 – 35%)
2. Komplikasi Traumatik (kerusakan jaringan sekitar) :
1) Tenggorokan lecet/nyeri tenggorokan (0 – 70%)
2) Disfagia (4 – 24%)
3) Disartria (4 – 47%)
3. Komplikasi Patofisiologi (efek penggunaan LMA pada tubuh) :
1) Batuk (<2%)
2) Muntah (0,02 – 5%)
3) Regurgitasi yang terdeteksi (0-80%)
4) Regurgitasi klinik (0,1%)

Anestesiologi | 17
Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan Laringeal mask
airway (LMA) meliputi;
a. Sakit tenggorokan
b. Aspirasi
c. Lidah mati rasa atau sianosis. memastikan bahwa lidah tidak terjebak di
antara gigi dan LMA
d. Laringospasme. termasuk anestesi umum seperti yang Anda lakukan untuk
setiap lainnya anestesi umum. jika pasien tidak pingsan atau diberikan
anestesi ringan, laringospasme dapat terjadi.5
Pemasangan Laringeal Mask Airway (LMA) telah menjadi salah satu teknik
anestesi yang sangat popular digunakan untuk memfasilitasi jalanya operasi.
Pemasangan LMA dapat dilakukan dengan perantara agen induksi untuk
mencapai kondisi ideal pemasangan LMA. Teknik induksi yang optimal dengan
atau tanpa pelumpuh otot untuk pemasangan LMA diharapkan dapat menjamin
kondisi insersi yang baik dengan tetap menjaga kesetabilan kardiovaskuler dan
meminimalisir efek samping. Pengetahuan mengenai LMA, farmakologi dari obat
agen induksi dan koinduksi sangatlah penting.12
Salah satu cara pengelolaan jalan nafas adalah dengan menggunakan
Laryngeal Mask Airway (LMA). Prototipe LMA pertama kali diperkenalkan oleh
Archie Brain, seorang dosen anestesi tahun 1981 di Rumah Sakit William Harvey,
Ashford, London. LMA mulai dijumpai dipasaran pada tahun 1988. Komunitas
anestesi Inggris secara cepat merealisasikan potesi keuntungan dari penggunaan
LMA. Dalam waktu tiga tahun sejak dipasarkan LMA telah digunakan setidaknya
untuk dua juta pasien dan tersedia dihampir semua rumah sakit di Inggris.12
Prototipe LMA mula-mula yang ditemukan dr. Brain terbuat dari karet cuff
hitam dari sungkup nasal goldman dan plastik tube trakhea sebagai batang badan
LMA. Dalam perkembangannya, bahan latex dan polivinilklorida (PVC) diuji
sebagai bahan LMA sebelum akhirnya beralih menggunakan silikon. Penggunaan
bahan PVC ditolak karena terlalu kaku, walaupun sebenarnya memiliki dua
keunggulan dibandingkan dengan silikon, yaitu harganya yang lebih murah dan
lebih sulit dilalui oleh gas N2O sehingga tidak terjadi banyak perubahan tekanan
cuff selama periode anestesia. Dalam penemuannya, dr. Brain menemui beberapa

Anestesiologi | 18
masalah, antara lain kesulitan pemasangan LMA, permasalahan dalam
menciptakan jalan nafas yang efektif, proteksi terhadap aspirasi, dan terlipatnya
epiglotis yang dapat menyebakan obstruksi jalan nafas. Untuk mengatasi
permasalahan yang terakhir ini, dr. Brain menciptakan desain sungkup laring
dengan kisi-kisi paralel. LMA dibuat dari karet lunak silicon khusus untuk
kepentingan medis,yang terdiri dari masker yang berbentuk sendok yang elips
yang juga berfungsi sebagai balon yang dapat dikembangkan dan dibuat bengkok
dengan sudut 30° dan dapat diseterilkan dan juga dapat dipakai berulang kali.12
f) Jenis Jenis Laryngeal Mask Airway
Sampai sekarang ada bermacam – macam jenis telah diproduksi dengan
keunggulan dan kekurangan pada masing – masing LMA. Macam-macam LMA
yang tersedia dan sering digunakan adalah sebagai berikut:
1. LMA KLASIK
2. LMA proseal
3. LMA fleksibel
4. LMA fast trach
5. LMA supreme
6. LMA C-trach

1) LMA Classic
Suatu metode pemasangan LMA klasik dengan teknik standar
direkomendasikan oleh Dr. Archie Brain yaitu dengan cara setelah deflasi cuff
secara penuh maka LMA dimasukan dengan bantuan indek jari dengan menekan
masker ke arah cranioposterior melewati palatofaringeal dilanjutkan kearah
kaudal sampai dirasakan adanya tahanan, dimana ujung masker memasuki upper
eshopageal spinter berbahan semirigid sehingga memungkinkan insersi yang
atraumatik dan berbahan semitransparan, sehingga dapat untuk mengetahui
adanya material regurgitan, terdapat garis hitam disepanjang punggung pipa nafas
untuk membantu orientasinya. Pipa jalan nafas ini berujung pada lumen suatu
sungkup yang dapat dikembangkanl, yang disebut mask aperture bars (MAB)
untuk mencegah terlipatnya epiglotis sehingga menutupi jalan nafas. Kelemahan
utama dari teknik pemasangan LMA classic standar adalah jari-jari operator akan

Anestesiologi | 19
terhalang oleh gigi pasien dan pembukaan mulut pasien yang kurang
maksimal.11,12

Gambar 6. LMA Classic

2) LMA Proseal
LMA Proseal adalah LMA yang paling serba guna yaitu double cuff selang
drainase makanan dan pernafasan terpisah. Bentuk ini di buat bersamaan dengan
selang jalan nafas fleksibel, memungkinkan waktu ventilasi yang lama dengan
kerusakan minimal dinding posterior faring.LMA ini merupakan LMA yang
paling kompleks. LMA ini dibuat oleh dr. Brain pada akhir 1990an dan dipasarkan
mulai tahun 2000. Tujuan awal LMA ini adalah untuk membuat LMA dengan
karasteristik ventilasi yang lebih baik dan memberikan perlindungan terhadap
insuflasi dan regurgitasi lambung. Pada LMA ini terdapat cuff yang dimodifikasi
dan tube untuk drain. LMA ini memiliki dua sungkup, satu untuk saluran nafas,
dan satu untuk saluran pencernaan. LMA ini dibuat untuk mencegah aspirasi dan
regurgitasi yang tidak terduga. Terdapat beberapa perbedaan desain dengan LMA
classic, yaitu pada LMA proseal terdapat dua buah cuff. Untuk cuff proksimal
berukuran lebih besar, sementara cuff distal lebih kecil, menempel pada sisi
dorsal mangkuk. Desain mangkuk pada LMA proseal lebih cekung, tidak
memiliki batang paralel diujung tube, dan bagian yang dapat dikembangkan lebih
luas hingga sisi dorsalnya. Bila dikembangkan, sungkup akan terdorong ke
anterior sehingga glotis akan terbungkus dalam mangkuk. Indikasi pemakaian

Anestesiologi | 20
LMA proseal hampir sama dengan LMA klasik, tetapi LMA proseal lebih menjadi
pilihan bila diperlukan yang lebih baik, proteksi jalan nafas yang lebih baik atau
bila diperlukan akses ke saluran cerna. LMA proseal menjadi alternatif yang lebih
baik pada operasi elektif yang menggunakan LMA klasik dengan ventilasi kendali
dan pada resusitasi kardiopulmonal. Pemasangan LMA proseal dikontraindikasi
pada pasien dengan risiko aspirasi sebelum induksi anestesi.11,12

Gambar 7. LMA Proseal

3) LMA Fleksibel.
Pada tahun 1990, dilaporkan terjadinya kinking pada tube LMA, sehingga
dr. Brain mendesain LMA fleksible dan diluncurkan tahun 1992 untuk mencegah
terjadinya oklusi tube, meningkatkan akses pembedahan, dan mencegah
bergesernya LMA selama pembedahan kepala, leher, dan orofaring. LMA jenis ini
terbuat dari silikon dan karet dan dapat digunakan berulang kali. LMA fleksibel
merupakan LMA classicyang dipasangkan pada tube yangfleksible, berukuran
lebih panjang dan berdiameter lebih kecil, dengan perlindungan wire, dengan
adanya wire mencegah kinking. Ukuran tube yang lebih panjang memungkinkan
LMA ini dipasangkan pada sirkuit nafas dengan jarak yang lebih jauh dari medan
operasi. Diameter yang lebih kecil memungkinkan menambah luas ruang medan
operasi didalam mulut. LMA jenis ini lebih dipilih untuk tindakan operasi intra
oral, khususnya adenotonsilektomi. 11,12

Anestesiologi | 21
Gambar 8. LMA flexible

4) LMA fastrach
LMA fastrach merupakan jenis LMA yang diciptakan untuk memfasilitasi
intubasi, sehingga tidak diperlukan manipulasi kepala leher yang besar.
LMAfastrach terdiri dari tiga komponen yaitu LMA itu sendiri, tube trakhea, dan
batang stabilisator. LMAfastrach kaku, berbentuk melekuk mengikuti anatomi
jalan nafas. Pada tube LMA fastrach cukup besar untuk ukuran tube trakhea
hingga nomor 8,0 dan tidak terlalu panjang sehingga dapat untuk memastikan
bahwa ETT masuk melalui pita suara. 12
Alat ini memiliki handle yang kaku untuk memfasilitasi intubasi,
ekstubasi, dan untuk memposisikan lubang LMA sehingga menghadap rimaglotis.
LMA fastrack digunakan untuk resusitasi jantung paru dan sebagai antisipasi
kesulitan jalan nafas yang tidak terduga dan untuk memfasilitasi intubasi buta
tanpa menggerakan kepala atau leher.12
Pemasangan LMAfastrach dengan maneuver Chandi terdiri dari dua
langkah yaitu memposisikan sungkup LMA di laring untuk mendapatkan seal
yang baik diikuti dengan sedikit mengangkat handel menjauhi dinding posterior
laring. Intubasi dengan LMAfastrach direkomendasikan untuk menggunakan tube
khusus yang terbuat dari silikon, lunak, lurus, diperkuat dengan wire, dan
memiliki cuff. Untuk melepaskan LMA fasrach setelah pemasangan ETT,

Anestesiologi | 22
operator harus terlebih dulu melepas konektor, kemudian mengeluarkan LMA
sambil mempertahankan ETT.untuk mempertahankan LMA, digunakan batang
stabilisator. 12

Gambar 9. LMA Fastrack

5) LMA Suprame
suatu LMA yang dipakai untuk kemudahan insersi dan menguatkan tekanan
yang lebih tinggi dibandingkan LMA jenis lainya dan dapat memberikan akses
untuk insersi selang nasogastrik. LMA suprime ini merupakan solusi terbaik untuk
permaslahan yang mungkin terjadi ketika pengelolaan jalan nafas pasien sangat
sulit.12

Anestesiologi | 23
Gambar 10. LMA Suprime

6) LMA C Trach.
LMA C Trach dibuat untuk meningkatkan keberhasilan intubasi pada jalan
nafas yang sulit, LMA ini tetap dapat memberikan ventilasi selama dilakukan
percobaan intubasi dan saat ETT memasuki trakhea dapat dimonitor.LMA c-trach
merupakan modifikasi teknik intubasi bind-on-blind seperti pada LMA fastrach
dengan mengintegrasikan fiberoptik. Dengan alat ini laring dapat tervisualisasi
secara langsung.12

Gambar 11. LMA C Trach

Anestesiologi | 24
g) Teknik insersi LMA.
Macam-macam teknik insersi LMA:
1. Teknik klasik atau standard (Brains original teknik)
2. Inverted/reverse/rotation approach.
3. Lateral apporoach a inflated atau deflated cuff.

Teknik insersi LMA yang dikembangkan oleh dr.Brain telah menunjukkan


posisi terbaik yang dapat dicapai ini pada berbagai variasi pasien dan prosedur
pembedahan. Teknik insersi dari dr.Brian telah terbukti secara konsisten lebih
baik.Banyak teknik insersi lainnya yang menyebabkan penempatan LMA yang
teralalu tinggi dari jalan nafas atas dan pengembangan balon terlalu besar untuk
mencegah kebocoran gas anestesi disekeliling LMA. Konsep insersi LMA mirip
dengan mekanisme menelan, Setelah makanan dikunyah, maka lidah menekan
bolus makanan terhadap langit-langit rongga mulut bersamaan dengan otot-otot
pharyngeal mendorong makanan kedalam hipopharyng. Insersi LMA, dengan
cara yang mirip balon LMA yang belum terkembang dilekatkan menyusuri langit-
langit dengan jari telunjuk menekan LMA menyusuri sepanjang palatum durum
keras dan palatum mole terus sampai ke hipopharyngx. Teknik ini sesuai untuk
penderita dewasa ataupun anak-anak dan sesuai untuk semua model LMA.

 Keberhasilan insersi LMA tergantung dari hal-hal detail sebagai berikut :


1. Pilih ukuran yang sesuai dengan pasien dan teliti apakah ada kebocoran
pada balon LMA.
2. Pinggir depan dari balon LMA harus bebas dari kerutan dan menghadap
keluar berlawanan arah dengan lubang LMA.
3. Lubrikasi hanya pada sisi belakang dari balon LMA.
4. Pastikan anestesi telah adekuat sebelum mencoba untuk insersi sehingga
tercapai relaksasi yang cukup sebelum dilakukan pemasangan LMA.
5. Posisikan kepala pasien dengan posisi sniffing.
6. Gunakan jari telunjuk untuk menuntun balon LMA sepanjang palatum
durum terus turun sampai ke hipofaring sampai terasa tahanan yang
meningkat. Garis atas hitam longitudinal seharusnya selalu menghadap
kecephalad (menghadap ke bibir pasien).

Anestesiologi | 25
7. Kembangkan balon dengan jumlah udara yang sesuai.
8. Mencegah obstruksi jalan nafas setelah insersi biasanya disebabkan oleh
epiglottis yang terlipat kebawah atau laringospame sementara. 12

Gambar 12. Teknik insersi LMA cara classic

 Kriteria rileksasi yang dalam pemasangan LMA menurut skema


modifikasi Lund dan Stovener (1970)adalah :
1. Excellent : tidak ada gagging atau batuk, tidak ada gerakan pasien atau
spasme laring.
2. Good : gagging ringan atau sedang, batuk, atau ada gerakan pasien tanpa
adanya spasme laring.
3. Poor: gagging sedang sampai berat, batuk, atau ada gerakan pasien tanpa
adanya spasme laring.
4. Unacceptable : gagging berat, batuk atau atau ada gerakan pasien atau
spasme laring.

Anestesiologi | 26
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Tn. M
Umur : 34 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 74 kg
Agama : Islam
Pekerjaan : Teknisi lapangan Telk**
Alamat : Jl. Merpati
No. Rekam Medik : 482956
Tanggal Operasi : 15 Juli 2019

B. EVALUASI PRA-ANESTESI(14/07/2019)
1. ANAMNESIS (Auto Anamnesa)
Keluhan Utama : Tersengat listrik
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk rumah sakit sore hari tanggal 14 juli 2019 diantar oleh warga
segera setelah tersengat listrik saat sedang melakukan pekerjaan membetulkan
kabel jaringan wifi, tersengat listrik terjadi saat pasien berada pada puncak tangga
dan salah satu tangan pasien menyentuh kabel listrik, pasien tiba di UGD Rs.
Anutapura dengan luka bakar yang terdapat pada bahu kanan sebesar ± 14 cm
bentuk hampir bulat tidak beraturan, luka bakar pada perut bagian samping kiri
hingga kearah belakang badan pasien dengan ukuran ± 22 cm dan luka bakar pada
kedua telapak kaki hingga jari-jari kaki, Luka tidak nyeri, luka berwarna putih
dengan sedikit bintik bintik perdarahan dan tampak memerah pada pinggiran luka,
keluhan lainnya kepala pusing dan badan tampak lemas, mual dan muntah tidak
ada.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat penyakit hipertensi(-)
 Riwayat penyakit asma (-)
 Riwayat alergi obat dan makanan(-)

Anestesiologi 27
 Riwayat diabetes melitus (-)
 Riwayat trauma atau kecelakaan (-)
Riwayat penyakit keluarga :
- Riwayat penyakit darah tinggi : Ada (Ayah)
- Riwayat penyakit DM : tidak ada
- Riwayat penyakit alergi : tidak ada
- Riwayat penyakit asma : tidak ada

Allergies :
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi makanan dan obat-obatan.

Past Medical History :


Tidak ada riwayat anestesi sebelumnya.

2. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalisata
Kesadaran : Kompos mentis
Berat badan : 74 kg
Pernafasan : 18 x/menit
Nadi : 94 x/menit
Suhu : 36,40C
Tekanan darah : 130/80 mmHg
1. Pemeriksaan preoperative
➢ Kulit
Pucat (-), turgor kulit kembali cepat (<2 detik).
➢ Kepala
Bentuk : Normocephal
Mata : Edema palpebral (-/-), Conjungtiva: anemis (-/-)
Sclera : Ikterik (-/-)
Telinga : Otorrhea (-/-)
Hidung : Rhinorrhea (-), nafas cuping hidung (-)

Anestesiologi 28
Mulut : Bibir kering (+), sianosis (-)
Gusi : Perdarahan (-)
Pharynx : Hiperemis (-), Malampati 1
Kelenjar : Pembesaran kelenjar getah bening (-);kelenjar tiroid (-)

1. Thorax
- Inspeksi : Bentuk normal, Pergerakan dinding dada simetris.
- Palpasi : Vokal fremitus ki=kn, massa(-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua lap.paru
- Auskultasi : Bronchovesiculer (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing
(-/-)
2. Jantung
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-) ,
gallop (-)
3. Abdomen
1. Inspeksi : Permukaan kesan datar, tampak luka bakar pada regio
lumbar sinistra yang meluas hingga ke regio vertebra setinggi lumbal 3
dengan ukuran ± 22 cm, luka tampak warna putih dengan bintik bintik
perdarahan dan sekitar luka warna merah dan luka tampak lebih rendah
dari kulit sekitar.
2. Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
3. Perkusi : Thimpani (+).
1. Palpasi : Nyeri tekan (-) seluruh region abdomen.
1. Anggota gerak
- Atas : Akral hangat(+/+), edema (-/-), terdapat luka bakar
pada bahu dextra dengan ukuran ± 14 cm, luka tampak warna
putih dengan bintik bintik perdarahan dan sekitar luka warna
merah dan luka tampak lebih rendah dari kulit sekitar.
- Bawah : Luka bakar pada kedua telapak kaki hingga digiti
I-V pedis dextra sinistra, luka tampak warna putih dengan bintik

Anestesiologi 29
bintik perdarahan dan sekitar luka warna merah dan luka tampak
lebih rendah dari kulit sekitar.
4. Punggung : Tidak ada deformitas
5. Otot-otot : Eutrofi, tonus otot baik
6. Refleks : Fisiologis (+/+), Patologis (-/-)

B1 (BREATH) DAN EVALUASI JALAN NAPAS :


Airway bebas, gurgling/snoring/crowing: (-/-/-), potrusi mandibular (-),
buka mulut 5 cm, jarak mentohyoid 4 cm, jarak hyothyoid 4 cm, leher
pendek (-), gerak leher bebas, frekuensi pernapasan 18 kali/menit, suara
pernapasan: bronkovesikular (+/+), suara pernapasan tambahan ronchi
(-/-), wheezing (-/-), Mallampati 1 , massa (-), gigi ompong (-), gigi
palsu (-).
 B2 (Blood)
Akral hangat,TD : 130/80 mmHg, HR : 94x/menit irama reguler, CRT <
2 detik. masalah pada sistem cardiovaskuler (-).
 B3 (Brain)
Kesadaran somnolen GCS 15 (E4V6M5), Pupil: isokor Ø 2 mm/ 2 mm,
Refleks Cahaya +/+
 B4 (Bladder)
BAK (+), warna kuning jernih, Masalah pada sistem renal/endokrin (-)
 B5 (Bowel)
Keluhan mual (-), muntah (-). Abdomen: Inspeksi tampak datar,
Auskultasi peristaltik (+), kesan baik, Palpasi nyeri tekan (-), tidak teraba
massa, Perkusi timpani (+) pada seluruh lapang abdomen.
 B6 Back & Bone
Nyeri (-), krepitasi (-) morbilitas (-), ekstremitas deformitas (-)

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Lab. Darah Lengkap

Anestesiologi 30
Tabel 2. Hasil Laboratorium Darah Lengkap

Hasil Rujukan Satuan


Hemoglobin 13,3 L: 13-17, P: 11-15 g/dl
Leukosit 21,1 4.000-10.000 /mm3
Eritrosit 5,6 L: 4.5-6.5 P: 3.9-5.6 Juta/ul
Hematokrit 38,0 L: 40-54 P: 35-47 %
Trombosit 456 150.000-500.000 /mm3
Waktu
8,00 4-12 m.det
pembekuan
Waktu perdarahan 3,00 1-4 m.det

Tabel 3. Hasil Laboratorium Kimia Darah

Hasil Rujukan Satuan


T
GDS 146 80 – 199 mg/dl
a b
el 4. Hasil Laboratorium Seroimmunologi

Hasil Rujukan
HbsAg Non-reaktif Non-reaktif
Anti HIV Non reaktif Non reaktif
2. Elektrokardiograf

Tidak di lakukan

4. DIAGNOSIS KERJA :

Elektrical Burn grade 3 dengan luas luka 10%.

5. KESAN ANESTESI : ASA PS Kelas 3

6. PENATALAKSANAAN :
Terapi Dari Bedah
- IVFD RL 18 tpm/menit
- Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam
- Debridement Luka Bakar
Terapi Dari Anestesi
- Rencana jenis anestesi : G.A
- Rencana teknik anestesi : L.M.A
- Anjuran : Puasakan pasien 8 jam sebelum masuk ruang operasi

7. PERSIAPAN PRE OPERATIF

Anestesiologi 31
Di Ruangan
- Surat persetujuan operasi (+)
- Surat persetujuan tindakan anestesi (+),
- RL 500 cc 18 tpm

Di Kamar Operasi
a. Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan
b. Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya dan cadangan volatile
agent
c. Alat-alat resusitasi (STATICS)
d. Obat-obat anestesia yang diperlukan.
e. Obat-obat resusitasi, misalnya; adrenalin, atropine, aminofilin,
natrium bikarbonat dan lain-lainnya.
f. Menyiapkan pasien di meja operasi, memasang alat pantau tanda vital,
tiang infus, pulse oxymetri
g. Evaluasi ulang status present pasien:
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 86 ×/menit
Respirasi : 20 ×/menit
Temperatur : 36,5 ºC

8. LAPORAN ANESTESI DURANTE OPERATIF


 Tanggal Operasi : 16 Juli 2019
 Anestesiologi : dr.Ajutor Donny T, Sp.An
 Jenis anestesi : General anastesi Tehnik L.M.A
 Teknik anestesi : L.M.A
 Lama anestesi : 10.40 - 11.27 (47 menit)
 Lama operasi : 10.45 – 11.15 (30 menit)
 Ahli Bedah : dr. Muh. Ikhlas, Sp.B
 Posisi anestesi : Supine
 Infus : tangan kiri

Anestesiologi 32
 Obat-obatan yang diberikan :
- Obat premedikasi: ondancentron 4 mg, Ranitidin 50 mg.
- Obat induksi : Fentanil 10 mcg, midazolam 2 mg, Propofol 100 mg
- Maintanance : O2, Sevoflurane 3 vol %
- Relaksasi otot : -

 Obat durante operatif :


- As. Traneksamat 500 mg
 Obat post operasi:
- Ketorolac 30 mg
Tabel 5. Pemantauan Tanda-Tanda Vital selama Operasi
Pukul Tekanan Nadi Saturasi Terapi
(WITA) Darah (kali/menit) Oksigen
(mmHg) (SpO2)
10.40 140/80 88 99 % Propofol 100 mg
Fentanyl 10 µg
Midazolam 2 mg
10.45 137/80 82 99 %
10.50 130/70 82 99 %
10.55 130/78 78 99 %
11.00 120/70 78 99 % Ondancentron 4 mg
11.05 120/70 70 99 % Ranitidine 50 mg
11.10 125/70 68 99 % Ketorolac 30 mg
11.15 120/70 78 99 %
11.20 120/60 84 99 %
11.25 125/70 86 99 %
11.30 120/60 68 99 % As. traneksamat 500
mg
11.35 120/70 74 99 %
11.40 120/60 86 99 %
11.15 130/70 92 99 %
11.20 125/70 88 99 %
11.25 130/70 88 99 %

Terapi cairan :
Pre operatif :

Anestesiologi 33
 Kebutuhan cairan dasar laki-laki 40 ml/KgBB/24 jam
 Kebutuhan maintenance = 40ml x 74kb = 2960 ml/ 24 jam, 123ml / jam
 Kebutuhan puasa = kebutuhan maintenance x lama puasa = 123ml x 8 jam
puasa = 984 ml
Intra operatif
 Kebutuhan cairan sekuestresi (operasi kecil) =2 ml/kgbb/jam = 2 x 74 =148
ml
Jumlah cairan yang masuk selama operasi
= kebutuhan puasa + cairan maintenance + kebutuhan sekuestrasi
= 984 ml + 123 ml + 148 ml = 1255 ml
Jenis cairan yang digunakan = Ringer Laktat

BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik telah ditegakkan
diagnosis Electrical Burn grade III dengan luas luka 10%, luka bakar yang
diderita pasien bersumber dari sumber arus listrik yang tidak sengaja tersentuh
saat melaksanakan pekerjaan, sengatan listrik menimbulkan luka bakar pada
bagian, tampak luka bakar pada regio lumbar sinistra yang meluas hingga ke regio
vertebra setinggi lumbal 3 dengan ukuran ± 22 cm (-/-), luka bakar pada bahu
dextra dengan ukuran ± 14 cm serta luka bakar pada kedua telapak kaki hingga
digiti I-V pedis dextra sinistra.
Elektrical burn atau sengatan listrik adalah merupakan salah satu etiologi
dari luka bakar, etiologi lain seperti api, cairan panas, bahan kimia, petir, radiasi,
dan udara atau uap panas.

Anestesiologi 34
Luka bakar yang diderita pasien sesuai dengan literatur tergolong grade III
sebab luka bakar pada pasien memberikan gambaran seperti tampak daerah luka
yang berwarna putih dengan pinggiran berwarna merah dan relief kulit yang
tampak lebih rendah dari sekitarnya yang tampa disertai bulla dan tidak ada
keluhan nyeri karena ujung ujung saraf tidak tersensutasi atau rusak, serta luas
daerah luka 10% dari luas total tubuh pasien yang dihitung berdasarkan perkiraan
lebar telapak tangan pasien, seperti yang ditulis dalam teori luas telapak tangan
dapat mewakili 1 % dari laus tubuh yang bersangkutan.
Penanganan yang dilakukan saat diruang perawatan berupa terapi cairan
berupa cairal kristaloid Ringer Laktat dengan laju 18 tpm, pemberian antibiotik
ceftriaxone dengan dosis 1 gr/ 12 jam, serta pemberian analgetik dan H2 agonis
untuk melindungi mucosa lambung dari pemberiuan antibiotik dan analgetik
injeksi dan rencana tindakan debridement.
Tindakan debridement dapat menggunakan anastesi umum maupun
regional, jenis anetesi yang dipilih pada pasien ini adalah General anestesi dengan
teknik LMA karena pertimbangan lokasi luka bakar yang berada di beberapa
tempat dibagian tubuh atas hingga bawah dan tidak dapat dilakukan teknik spinal
block sebab terdapat luka pada daerah penusukan serta pertimbangan terakhir
yaitu waktu yang diperlukan untuk debridement yang tidak lama.
Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan pemeriksaan pre-op yang
meliputi anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk
menentukan status fisik ASA dan risiko operasi. Pada pasien ini termasuk ASA 3,
score mallapati 1.
Preoperasi menjelaskan kepada pasien anastesi yang akan di lakukan dan
menjelaskan kepada keluarga resiko resiko dari teknik anastesi, dan mengedukasi
pasien tentang persiapan sebelum operasi yang harus dilakukan dari pasien sendiri
yaitu mulai dari puasa 8 jam sebelum operasi dimulai, akan dipasangkan kateter
pada saluran kemih dan pemasangan infus.
Anestesi dimulai dengan pemberian midazolam 2 mg kemudian fentanil
10 mcg dan propofol 100 mg, dimana tindakan ini merupakan proses intubasi
sebelum melakukan pemasangan LMA.

Anestesiologi 35
Selanjutnya menggunakan sevofluran 3 vol % secara inhalasi. Sevofluran
(ultane) merupakan halogenisasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang
jalan nafas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.
Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia.
Sevofluran pada dosis anestetik atau subanestetik menurunkan laju metabolism
otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan
intracranial. Peninggian aliran darah otak dan tekanan intracranial ini dapat
dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga sevofluran banyak
digunakan untuk bedah otak.
Untuk premedikasi pada pasien ini diberikan ondancentron 4 mg yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya mual dan muntah. Ondansentron bekerja
sebagai antagonis selektif dan bersifat kompetitif pada reseptor 5HT3, dengan
cara menghambat aktivasi aferen-aferen vagal sehingga menekan terjadinya
refleks muntah, Ranitidin 50 mg mengurangi PH asam lambung.
Intubasi dengan laringoskop blade lengkung yang disesuaikan dengan
anatomis leher pasien dengan metode chin-lift dan jaw-trust yang berfungsi untuk
meluruskan jalan nafas antara mulut dengan trakea. Setelah jalan nafas dalam
keadaan lurus barulah dimasukkan laryngeal Mask airway. Pada pasien ini
berjalan dengan baik, hal ini menunjang dari pemeriksan fisik yang dilakukan
sebelum operasi dimulai yang menandakan tidak ada penyulit saat intubasi.
Setelah LMa terfiksasi dilaksanakan pembedahan yang diikuti dengan
rumatan atau yang biasa dikenal dengan maintenance menggunakan O2 +
Sevofluran ditambah dengan pemberian cairan parenteral yakni kristaloid untuk
mensubstitusi cairan, baik darah maupun cairan tubuh lainnya, yang keluar selama
pembedahan.

Anestesiologi 36
DAFTAR PUSTAKA

1. Pramono A. Buku Kuliah Anestesi. Jakarta: Egc; 2014.


2. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2. EGC. Jakarta. p 66-88
3. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam :
Surabaya Plastic Surgery. http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com
4. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier.
Philadelphia. p 118-129
5. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.
McGraw- Hill Companies. New York. p 245-259
6. Jerome FX Naradzay. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal.
7. Dobson, Mb. 2012. Penuntuk Praktik Anestesi. Penerbit Buku Kedokteran
Egc, Jakarta.
8. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus.

Anestesiologi 37
9. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com.
10. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s
Principles of Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
11. Latief, S. A., Suryadi, K. A., Dachlan M. R. 2009. Petunjuk Praktis
Anestesiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif FKUI.
12. Gwinnutt, CL. 2014. Catatan Kuliah Anestesi Klinis Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
13. FKUI, 2012. Farmakologi Dan Terapi, Edisi 5, Departemen Farmakologi Dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Anestesiologi 38

Anda mungkin juga menyukai