Pembimbing :
dr. Oki Fitriani, Sp.A
Disusun oleh :
RADEN MAURIZKA CHAIRUNNISA
1102015185
R. Maurizka C.
Penyusun
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Umur : 9 tahun 4 bulan 10 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Serang, 01 Maret 2010
Alamat : Kp. Perumasan Kalanganyar
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 12-8-2019
Ruang Rawat : ICU dan Flamboyan 2
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Paman pasien pada tanggal 14 Juli
2019
Keluhan Utama:
Kejang
Keluhan Tambahan:
Muntah, Nyeri kepala, Wajah Bengkak
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang
tanggal 12/07/2019 bersama orangtuanya dengan keluhan kejang berulang
sejak 9 jam SMRS. Kejang pertama pukul 12.00, sekitar 2-5 menit, kejang
kedua pukul 20.00 < 5 menit, kejang ketiga pukul 21.00 selama 5 menit.
Diantara kejang pasien sadar. Setelah kejang pasien tidak sadar. Kejang
kelojotan seluruh tubuh.
Pada hari kamis tanggal 10/09/2019 (2 Hari SMRS) wajah dan
kelopak mata bengkak, lalu berobat ke puskesmas dikatakan keracunan
makanan dan di beri obat alergi dan obat demam. Pada hari kamis
11/07/2019 (1 hari SMRS) pasien muntah-muntah, sebanyak 4x. Muntah
saat pagi hari 1x dan saat malam hari 3x, muntah berisi cairan berwarna
putih bening. Pasien juga mengeluhkan adanya sakit leher. Demam (+) sejak
2 hari SMRS. Demam hanya pada siang hari dan sudah tidak lagi demam
ketika di beri obat. Batuk (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak mempunyai riwayat kejang sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang sakit sama seperti pasien
Riwayat Pengobatan
di beri obat alergi dan obat demam saat di puskesmas
Riwayat Imunisasi
Pasien melakukan imunisasi lengkap sesuai usianya.
Riwayat Kelahiran
Anak pertama, lahir secara spontan di tolong oleh dukun. Usia
kehamilan : aterm
Riwayat Nutrisi
Pasien diberikan ASI sampai usia 2 tahun
Riwayat T. kembang :
BBL :-
TB : - cm
Pamannya tidak dapat menyebutkan tahap perkembangan pasien
STATUS GENERALIS
Kepala : Normocephal (Lingkar kepala : 49 cm)
Wajah : Simetris
Mata : Pupil bulat isokor, Edema (-),
Konjungtiva anemis (+), ikterik (-)
Telinga : Bentuk normal, sekret (-), serumen (-), tidak ada nyeri tekan
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi, sekret yang keluar (-)
Mulut : Bentuk normal, mukosa mulut kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), retraksi (-)
Thorax
Inspeksi : pergerakan simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Massa (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara pernapasan vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba pada sela iga ke 5 garis midclavicula
sinistra
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, Simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), turgor kulit baik, tidak ada massa
Hepar : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani seluruh lapang perut
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), edema (-), CRT < 2 detik
Status Neurologis : Kaku kuduk (-) Brudzinski I dan II (-) Laseque (-)
Kernig (-) Babinski (-) Babinski grup (-)
Makroskopis
Sedimen
V. DIAGNOSIS KERJA
Susp. Kejang demam dd Ensefalitis
SNA
VII. PENATALAKSANAAN
IGD:
IVFD RL 15 tpm
O2 1-2 lpm
ICU:
O2 0,5 l
D 5% 500cc/ 24 jam
Paracetamol 3x250 mg
Cefotaxime 3x700 mg
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
IX. FOLLOW UP
Tanggal Follow up
12-07- S/ Kejang (-) Demam (-)
2019 O/
Hari ke 1` KU : TSS KS : Compos Mentis
TD : HR : 90 x/menit
110/70mmHg
T : 36,9 ºC RR : 20 x/menit
Kepala : normocephale
Mata : CA: -/- , SI: -/-
THT : PCH (-), POC (-)
Thorax : simetris, retraksi -
Cor : S1S2 reguler , Gallop - , Murmur –
Pulmo : Ves +/+, Rh -/- ,Wh -/-
Abdomen : BU +, Supel, NT (-),
Ekstermitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-)
A/ Obs. Konvulsi ec susp kejang demam dd encephalitis
SNA
P/ O2 0,5 l
D 5% 500cc/ 24 jam
RL 1000 cc/ 24 jam ( MC 8x125)
Inj. Diazepam 7,5 mg bila kejang
Inj. Sibital 2x40 mg
Inj. Furosemide 1x20 mg
Furosemide pulv 1x20 PO
Paracetamol Syr 3x II cth
Paracetamol 3x250 mg
Cefotaxime 3x700 mg
Nifedipin 2 mg sublingual (TD > 150/100 mmHg)
Follow Up
13/07/2019 S/ Demam (-) Kejang (-) Mual (-) Muntah (-)
O/
Hari ke 2 KU : Sedang KS : Compos Mentis
TD : 110/70 HR : 68 x/menit
mmHg
T : 36,6 ºC RR : 20 x/menit
Kepala : normocephale
Mata : CA: -/- , SI: -/-
THT : PCH-/- ,POC -
Thorax : simetris, retraksi -
Cor : S1S2 reguler , Gallop - , Murmur –
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : BU +, Supel, NT -
Ekstermitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-)
A/ SNA
Kejang ec. Hipoksi Encephalopathy
P/ Tirah baring
D 5% 250cc/ 24 jam
O2 off
Inj Diazepam 7,5 mg bila kejang
Inj. Cefotaxime 3x700 mg
Inj. Furosemide 1x20 mg
Furosemide pulv 1x20 PO
Paracetamol Syr 3x II cth
Paracetamol 3x250 mg
Tanggal Follow Up
15/07/2019 S/ Kejang (-) demam (-) mual muntah (-) BAK baik, Belum
BAB sejak 3 hari yang lalu
Hari ke 3 O/ KU : Sedang, composmentis
KU : Sedang KS : Compos
Mentis
TD : 100/60 HR : 75 x/menit
mmHg
T : 36,5 ºC RR : 20 x/menit
Kepala : normocephale
Mata : CA: -/- , SI: -/-
THT : PCH -/-, POC-
Thorax : simetris, retraksi -
Cor : S1S2 reguler , Gallop - , Murmur –
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : BU +, Supel, NT -
Ekstermitas : Akral hangat , CRT < 2 detik, edema (-)
A/ SNA
Kejang ec Hipoksi Encephalopathy
P/ Thermoregulasi
IVFD D5% 250cc/24 jam
Cefotaxime 3x750 mg IV
Diazepam 7,5 mg IV bila kejang
Furosemide pulv 1x 20 mg
Paracetamol 3x II Cth
Diet bubur
Susu 2 x125 cc
Tanggal Follow up
16/7/2019 S/ Kejang (-) demam (-) mual muntah (-) BAB (+) BAK baik
O/
KU : Sedang KS : Compos
Mentis
TD : 110/60 HR : 78 x/menit
mmHg
T : 36,5 ºC RR : 20 x/menit
Kepala : normocephale
Mata : CA: -/- , SI: -/-
THT : PCH -/-, POC-
Thorax : simetris, retraksi -
Cor : S1S2 reguler , Gallop - , Murmur –
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : BU +, Supel, NT -
Ekstermitas : Akral hangat , CRT < 2 detik, edema (-)
A/ SNA
Ensefalopati Hipoksi ec. SNA DD/ Hipertensi Essensial
P/ Cefotaxim 3 x 750 mg IV
Diazepam 7,5 mg IV bila kejang
Furosemid pulv 1x20 mg
Paracetamol 3x 1 cth
Diet Bubur 3x
Susu 2 x125
Tanggal Follow Up
17/07/19 S/ Kejang (-) Demam (-) Mual Muntah (-) BAB BAK baik, makan
minum baik
O/
KU : Sedang KS : Compos
Mentis
TD : 100/60 HR : 65 x/menit
mmHg
T : 36,5 ºC RR : 20 x/menit
Kepala : normocephale
Mata : CA: -/- , SI: -/-
THT : PCH -/-, POC-
Thorax : simetris, retraksi -
Cor : S1S2 reguler , Gallop - , Murmur –
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : BU +, Supel, NT -
Ekstermitas : Akral hangat , CRT < 2 detik, edema (-)
A/ SNA
Ensefalopati Hipoksi ec. SNA DD/ Hipertensi Essensial
P/ Cefotaxim 3 x 750 mg IV
Diazepam 7,5 mg IV bila kejang
Furosemid pulv 1x20 mg
Paracetamol 3x 1 cth
Diet Bubur 3x
Susu 2 x125
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
2.1.2. Epidemiologi
lain :
- Glomerulonefritis fokal
Patofisiologi
Patogenesis
Pada pemeriksaan hapusan tenggorok (throat swab) atau kulit (skin swab )
tidak selalu ditemukan GABHS. Hal ini mungkin karena penderita telah mendapat
antibiotik sebelum masuk rumah sakit. Juga lamanya periode laten menyebabkan
sukarnya ditemukan kuman streptokokus. Seperti telah disebutkan sebelumnya,
maka organisme tersering yang berhubungan dengan dengan GNAPS ialah Group
A β-hemolytic streptococci . Penyebaran penyakit ini dapat melalui infeksi saluran
napas atas (tonsillitis/faringitis) atau kulit (piodermi), baik secara sporadik atau
epidemiologik. Meskipun demikian tidak semua GABHS menyebabkan penyakit
ini, hanya 15% mengakibatkan GNAPS.
Hal tersebut karena hanya serotipe tertentu dari GABHS yang bersifat
nefritogenik, yaitu yang dindingnya mengandung protein M atau T (terbanyak
protein tipe M).
karena dijumpainya infiltrasi sel-sel limfosit dan makrofog pada jaringan hasil
biopsi ginjal. Infiltrasi sel-sel imunokompeten difasilitasi
Edema
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan
menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah
periorbital (edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan
hebat, maka edema timbul di daerah perut (asites) dan genitalia eksterna (edema
skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik
Hematuria
Hipertensi
Oliguria
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5–10% kasus GNAPS dengan produksi
urin <350 mL/m2LPB/hr. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal ↓ atau timbul GgGA
(acute kidney injury/AKI). Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya
timbul dalam mgg pertama dan menghilang bersamaan dengan timbul diuresis pada
akhir mgg pertama. Oliguria dapat pula menjadi anuria yang menunjukkan
kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek
Gejala Kardiovaskular
2.1.6 Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut.
Volume urin sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air
cucian daging. Hematuria makroskopis maupun mikroskopis dijumpai pada hampir
semua pasien. Eritrosit khas terdapat pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya
perdarahan glomerulus. Proteinuria biasanya sebanding dengan derajat hematuria
dan ekskresi protein umumnya tidak melebihi 2gr/m2 luas permukaan tubuh
perhari. Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria masif seperti gambaran nefrotik.
Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan garam,
menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya LFG akibat
tertutupnya permukaan glomerulus dengan deposit kompleks imun. Sebagian besar
anak yang dirawat dengan GNA menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan
konsentrasi serum kreatinin.
Penelitian Albar dkk., di Ujung Pandang pada tahun 1980-1990 pada 176
kasus mendapatkan gambaran radiologis berupa kardiomegali 84,1%, bendungan
sirkulasi paru 68,2 % dan edem paru 48,9% . Gambaran tersebut lebih sering terjadi
pada pasien dengan manifestasi klinis disertai edem yang berat. Foto abdomen
menunjukkan kekaburan yang diduga sebagai asites.
2.1.6 Diagnosis Banding
1. Penyakit ginjal :
a. Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
Kelainan ini penting dibedakan dari GNAPS karena prognosisnya sangat
berbeda. Perlu dipikirkan adanya penyakit ini bila pada anamnesis terdapat penyakit ginjal
sebelumnya dan periode laten yang terlalu singkat, biasanya 1-3 hari. Selain itu adanya
gangguan pertumbuhan, anemia dan ureum yang jelas meninggi waktu timbulnya gejala-
gejala nefritis dapat membantu diagnosis.
2. Penyakit-penyakit sistemik.
Beberapa penyakit yang perlu didiagnosis banding adalah purpura Henoch-
Schöenlein, eritematosus dan endokarditis bakterial subakut. Ketiga penyakit ini
dapat menunjukkan gejala-gejala sindrom nefritik akut, seperti hematuria,
proteinuria dan kelainan sedimen yang lain, tetapi pada apusan tenggorok negatif
dan titer ASO normal. Pada HSP dapat dijumpai purpura, nyeri abdomen dan
artralgia, sedangkan pada GNAPS tidak ada gejala demikian. Pada SLE terdapat
kelainan kulit dan sel LE positif pada pemeriksaan darah, yang tidak ada pada
GNAPS, sedangkan pada SBE tidak terdapat edema, hipertensi atau oliguria. Biopsi
ginjal dapat mempertegas perbedaan dengan GNAPS yang kelainan histologiknya
bersifat difus, sedangkan ketiga penyakit tersebut umumnya bersifat fokal.
2.1.7 Tatalaksana
1. Istirahat
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya
timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut,
tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti
sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu
dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan-bulan dengan alasan proteinuria dan
hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif, penderita dipulangkan
sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi. Bila masih
dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan lanjut pada
waktu berobat jalan.
2. Diet
Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat
diberikan makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam
dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu
sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik,
terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus
seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible
water loss (20-25 ml/kgBB/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan
suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari)
3. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering
dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan
tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain
memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat
menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena telah
mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang
terlalu lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan
untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/KgBB dibagi dalam 3 dosis
selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi
eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari
Simptomatik
a. Bendungan sirkulasi
Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan,
dengan kata lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau
tanda-tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak
berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal.
b. Hipertensi
Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan
dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa
kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa
tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid
atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan
oral cukup baik dapat juga diberi nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5
mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada
hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi)
dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau
diazoxide 5 mg/ kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat
digabung dengan furosemid (1 – 3 mg/kgbb)
c. Gangguan ginjal akut
Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian
kalori yang cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi
natrium bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau
Kayexalate untuk mengikat kalium
2.1.8 Komplikasi
gagal ginjal akut, dan meliputi kelebihan beban volume, kongesti sirkuIasi,
hipertensi, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis, kejang-kejang,
dan uremia
2.1.9 Prognosis
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam 1–2 mgg bila tidak ada penyulit,
sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun sangat
jarang, GNAPS dapat kambuh kembali.
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang
berlangsung 1–2 mgg, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala laboratorik
terutama hematuria mikroskopis dan proteinuria dalam waktu 1–12 bl. Pada anak
85–95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50–75%
GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinis maupun secara histologik atau
laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15–30% kasus masuk ke dalam proses
kronis, sedangkan pada anak 5–10% kasus menjadi glomerulonefritis kronis.
Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian dapat terjadi terutama dalam fase akut
akibat GgGA (AKI), edema paru akut,atau ensefalopati hipertensi.
2.1.10 Pencegahan
Terapi antibiotik sistemik pada awal infeksi streptokokus tenggorokan dan
kulit tidak akan menghilangkan risiko glomerulonefritis. Anggota keluarga
penderita dengan glomerulonefritis akut harus dibiak untuk streptokokus beta-
hemolitikus grup A dan diobati jika biakan positip.
BAB III
ANALISA KASUS
1. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan kejang berulang sejak 9 jam SMRS. Kejang
pertama pukul 12.00, sekitar 2-5 menit, kejang kedua pukul 20.00 < 5
menit, kejang ketiga pukul 21.00 selama 5 menit. Diantara kejang pasien
sadar. Setelah kejang pasien tidak sadar. Kejang kelojotan seluruh tubuh.
Wajah dan kelopak mata bengkak sejak 2 hari SMRS
Pasien juga mengalami muntah-muntah sejak 1 hari SMRS, sebanyak 4x.
Muntah saat pagi hari 1x dan saat malam hari 3x, muntah berisi cairan
berwarna putih bening.
Pasien juga mengeluhkan adanya sakit leher.
Demam (+) sejak 2 hari SMRS. Demam turun saat diberi obat.
Batuk (-)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pada mata tidak ada edema,
Terdapat conjungtiva anemis, Ekstremitas tidak ada edema
3. Pemeriksaan Lab
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang dengan melakukan tes yang mendukung untuk menegakkan
diagnosis.
Pemeriksaan darah pada tanggal 11/07/2019 pukul 22.33
Hematologi
Sedimen
PENATALAKSANAAN
D 5% 500cc/ 24 jam
Cefotaxim 3 x 750 mg IV
Paracetamol 3x 1 cth
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dapat dilihat adanya edema pada wajah maupun pada
ekstremitas dan conjungtiva yang anemis karena adanya hematuria.