Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

Sindrom Nefritik Akut

Pembimbing :
dr. Oki Fitriani, Sp.A

Disusun oleh :
RADEN MAURIZKA CHAIRUNNISA
1102015185

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Umum dr. Drajat Prawiranegara Serang

Periode Juni-Agustus 2019


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam
kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir
zaman. Karena atas rahmat dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan presentasi
kasus yang berjudul “Sindrom Nefritik Akut”. Penulisan laporan kasus ini
dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam memenuhi tugas dalam menempuh
kepanitraan klinik di bagian departemen ilmu kesehatan anak di RSUD dr. Drajat
Prawiranegara Serang.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini tidak terlepas
dari bantuan dan dorongan banyak pihak. Maka dari itu, saya mengucapkan rasa
terima kasih kepada dr. Shelvi Herawati, Sp.A selaku pembimbing dalam
penyusunan laporan kasus dan sebagai salah satu pembimbing selama menjalani
kepaniteraan ini.
Penulis menyadari penulisan presentasi kasus ini masih jauh dari sempurna
mengingat keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan penulisan
laporan kasus ini. Akhir kata penulis berharap penulisan presentasi kasus ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Wassalamuʼalaikum Wr. Wb.

Serang, Juli 2019

R. Maurizka C.
Penyusun
LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. DRADJAT PRAWIRANEGARA


SERANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Umur : 9 tahun 4 bulan 10 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Serang, 01 Maret 2010
Alamat : Kp. Perumasan Kalanganyar
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 12-8-2019
Ruang Rawat : ICU dan Flamboyan 2

IDENTITAS ORANG TUA

Data Orang Tua Ibu Ayah

Nama Ny. N Tn. A


Pendidikan SLTA SLTA
Agama Islam Islam

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Paman pasien pada tanggal 14 Juli
2019
Keluhan Utama:
Kejang
Keluhan Tambahan:
Muntah, Nyeri kepala, Wajah Bengkak
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang
tanggal 12/07/2019 bersama orangtuanya dengan keluhan kejang berulang
sejak 9 jam SMRS. Kejang pertama pukul 12.00, sekitar 2-5 menit, kejang
kedua pukul 20.00 < 5 menit, kejang ketiga pukul 21.00 selama 5 menit.
Diantara kejang pasien sadar. Setelah kejang pasien tidak sadar. Kejang
kelojotan seluruh tubuh.
Pada hari kamis tanggal 10/09/2019 (2 Hari SMRS) wajah dan
kelopak mata bengkak, lalu berobat ke puskesmas dikatakan keracunan
makanan dan di beri obat alergi dan obat demam. Pada hari kamis
11/07/2019 (1 hari SMRS) pasien muntah-muntah, sebanyak 4x. Muntah
saat pagi hari 1x dan saat malam hari 3x, muntah berisi cairan berwarna
putih bening. Pasien juga mengeluhkan adanya sakit leher. Demam (+) sejak
2 hari SMRS. Demam hanya pada siang hari dan sudah tidak lagi demam
ketika di beri obat. Batuk (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak mempunyai riwayat kejang sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang sakit sama seperti pasien
Riwayat Pengobatan
di beri obat alergi dan obat demam saat di puskesmas
Riwayat Imunisasi
Pasien melakukan imunisasi lengkap sesuai usianya.

Riwayat Kelahiran
Anak pertama, lahir secara spontan di tolong oleh dukun. Usia
kehamilan : aterm
Riwayat Nutrisi
Pasien diberikan ASI sampai usia 2 tahun
Riwayat T. kembang :
BBL :-
TB : - cm
Pamannya tidak dapat menyebutkan tahap perkembangan pasien

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital : Nadi : 112 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,5 (axilla)
Tekanan Darah : 100/60
Berat Badan : 21 kg
Tinggi Badan : 107 cm
Lingkar Kepala : 49 cm
Status Gizi : menurut BMI : 18,34 (Status gizi baik)

STATUS GENERALIS
Kepala : Normocephal (Lingkar kepala : 49 cm)
Wajah : Simetris
Mata : Pupil bulat isokor, Edema (-),
Konjungtiva anemis (+), ikterik (-)
Telinga : Bentuk normal, sekret (-), serumen (-), tidak ada nyeri tekan
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi, sekret yang keluar (-)
Mulut : Bentuk normal, mukosa mulut kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), retraksi (-)
Thorax
Inspeksi : pergerakan simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Massa (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara pernapasan vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba pada sela iga ke 5 garis midclavicula
sinistra
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, Simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), turgor kulit baik, tidak ada massa
Hepar : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani seluruh lapang perut
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), edema (-), CRT < 2 detik
Status Neurologis : Kaku kuduk (-) Brudzinski I dan II (-) Laseque (-)
Kernig (-) Babinski (-) Babinski grup (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan darah pada tanggal 11/07/2019 pukul 22.33
Hematologi

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 10,4 g/dl 10,80-15,60

Hematokrit 31,90 % 33,00 - 45,00

Leukosit 20.600,00 /ul 4.500-13.500

Trombosit 531.000 /ul 200.000-400.00


GDS 127 Mg/dL Normal: <100
Pre DM: 100-195
DM >=200

Pemeriksaan darah pada tanggal 11/07/2019 pukul 22.33


Kimia Darah
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
Natrium 131,30 mmol/L 135,00-148,00
Kalium 3,11 mmol/L 3,30 – 5,30
Klorida 99,00 mmol/L 96,00 – 111,00

Hasil pemeriksaan urin pada tanggal 12/07/2019 pukul 13.20

Makroskopis

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan

Warna Kuning Kuning

Kekeruhan Agak keruh Jernih

Berat jenis 1,010 1,015 – 1,035

pH 6,00 4,50 - 8,00

Albumin Negative negatif

Glukosa Negative negatif

Keton -/negatif negatif

Bilirubin Negative negatif

Darah Samar Positif(++) negatif

Nitrit Negative negatif


Urobilinogen Normal Normal

Sedimen

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan

Leukosit 0-1 /LPB 1,00 – 4,00

Eritrosit 5-10 /LPB 0-1

Epitel Positif Sel +

Silinder Negative /LPK negatif

Kristal Negative negatif

Bakteri Positif negatif

Jamur Candida negatif

Hasil pemeriksaan pada tanggal 12/7/2019 pukul 13.26

Test Hasil Satuan Nilai Rujukan


TP 7.3 6.4-8.3
ALBG 3.5 4-5.5
GLOBULIN 3.8 3.2-37
UREUM 23 mg/dL 6-46
CREATININ 0.6 mg/dL 0.57-1.25
UA 6.8 mg/dL 2.6-7.2
Cholesterol 147 mg/dL Yang diinginkan: < 200
Sedikit tinggi : 200-
239
Tinggi : >= 240
Trigliserida 115 mg/dL Optimal : < 150
Sedikit tinggi : 150-
199
Tinggi : 200-
499
Sangat Tinggi : >= 500
LDL indirect 74 mg/dL 0-129
UHDL 50 mg/dL Rendah : < 40
Sedang : 40-59
Tinggi : >=60

V. DIAGNOSIS KERJA
Susp. Kejang demam dd Ensefalitis

SNA

VI. DIAGNOSIS BANDING


Sindrom Nefrotik

VII. PENATALAKSANAAN
IGD:

IVFD RL 15 tpm

O2 1-2 lpm

Inj. Paracetamol 3x250 mg

Inj. Cefotaxime 3x700 mg

Inj. Diazepam 7,5 mg bila kejang

ICU:

O2 0,5 l

D 5% 500cc/ 24 jam

RL 1000 cc/ 24 jam ( MC 8x125)


Inj. Diazepam 7,5 mg bila kejang

Inj. Sibital 2x40 mg

Inj. Furosemide 1x20 mg

Furosemide pulv 1x20 PO

Paracetamol Syr 3x II cth

Paracetamol 3x250 mg

Cefotaxime 3x700 mg

Nifedipin 2 mg sublingual (TD > 150/100 mmHg)

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

IX. FOLLOW UP

Tanggal Follow up
12-07- S/ Kejang (-) Demam (-)
2019 O/
Hari ke 1` KU : TSS KS : Compos Mentis

TD : HR : 90 x/menit
110/70mmHg

T : 36,9 ºC RR : 20 x/menit

Kepala : normocephale
Mata : CA: -/- , SI: -/-
THT : PCH (-), POC (-)
Thorax : simetris, retraksi -
Cor : S1S2 reguler , Gallop - , Murmur –
Pulmo : Ves +/+, Rh -/- ,Wh -/-
Abdomen : BU +, Supel, NT (-),
Ekstermitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-)
A/ Obs. Konvulsi ec susp kejang demam dd encephalitis
SNA
P/ O2 0,5 l
D 5% 500cc/ 24 jam
RL 1000 cc/ 24 jam ( MC 8x125)
Inj. Diazepam 7,5 mg bila kejang
Inj. Sibital 2x40 mg
Inj. Furosemide 1x20 mg
Furosemide pulv 1x20 PO
Paracetamol Syr 3x II cth
Paracetamol 3x250 mg
Cefotaxime 3x700 mg
Nifedipin 2 mg sublingual (TD > 150/100 mmHg)

Follow Up
13/07/2019 S/ Demam (-) Kejang (-) Mual (-) Muntah (-)
O/
Hari ke 2 KU : Sedang KS : Compos Mentis

TD : 110/70 HR : 68 x/menit
mmHg

T : 36,6 ºC RR : 20 x/menit

Kepala : normocephale
Mata : CA: -/- , SI: -/-
THT : PCH-/- ,POC -
Thorax : simetris, retraksi -
Cor : S1S2 reguler , Gallop - , Murmur –
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : BU +, Supel, NT -
Ekstermitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-)
A/ SNA
Kejang ec. Hipoksi Encephalopathy
P/ Tirah baring
D 5% 250cc/ 24 jam
O2 off
Inj Diazepam 7,5 mg bila kejang
Inj. Cefotaxime 3x700 mg
Inj. Furosemide 1x20 mg
Furosemide pulv 1x20 PO
Paracetamol Syr 3x II cth
Paracetamol 3x250 mg
Tanggal Follow Up
15/07/2019 S/ Kejang (-) demam (-) mual muntah (-) BAK baik, Belum
BAB sejak 3 hari yang lalu
Hari ke 3 O/ KU : Sedang, composmentis
KU : Sedang KS : Compos
Mentis

TD : 100/60 HR : 75 x/menit
mmHg

T : 36,5 ºC RR : 20 x/menit

Kepala : normocephale
Mata : CA: -/- , SI: -/-
THT : PCH -/-, POC-
Thorax : simetris, retraksi -
Cor : S1S2 reguler , Gallop - , Murmur –
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : BU +, Supel, NT -
Ekstermitas : Akral hangat , CRT < 2 detik, edema (-)
A/ SNA
Kejang ec Hipoksi Encephalopathy
P/ Thermoregulasi
IVFD D5% 250cc/24 jam
Cefotaxime 3x750 mg IV
Diazepam 7,5 mg IV bila kejang
Furosemide pulv 1x 20 mg
Paracetamol 3x II Cth
Diet bubur
Susu 2 x125 cc
Tanggal Follow up

16/7/2019 S/ Kejang (-) demam (-) mual muntah (-) BAB (+) BAK baik
O/
KU : Sedang KS : Compos
Mentis

TD : 110/60 HR : 78 x/menit
mmHg

T : 36,5 ºC RR : 20 x/menit

Kepala : normocephale
Mata : CA: -/- , SI: -/-
THT : PCH -/-, POC-
Thorax : simetris, retraksi -
Cor : S1S2 reguler , Gallop - , Murmur –
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : BU +, Supel, NT -
Ekstermitas : Akral hangat , CRT < 2 detik, edema (-)
A/ SNA
Ensefalopati Hipoksi ec. SNA DD/ Hipertensi Essensial
P/ Cefotaxim 3 x 750 mg IV
Diazepam 7,5 mg IV bila kejang
Furosemid pulv 1x20 mg
Paracetamol 3x 1 cth
Diet Bubur 3x
Susu 2 x125
Tanggal Follow Up

17/07/19 S/ Kejang (-) Demam (-) Mual Muntah (-) BAB BAK baik, makan
minum baik
O/
KU : Sedang KS : Compos
Mentis

TD : 100/60 HR : 65 x/menit
mmHg

T : 36,5 ºC RR : 20 x/menit

Kepala : normocephale
Mata : CA: -/- , SI: -/-
THT : PCH -/-, POC-
Thorax : simetris, retraksi -
Cor : S1S2 reguler , Gallop - , Murmur –
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : BU +, Supel, NT -
Ekstermitas : Akral hangat , CRT < 2 detik, edema (-)
A/ SNA
Ensefalopati Hipoksi ec. SNA DD/ Hipertensi Essensial
P/ Cefotaxim 3 x 750 mg IV
Diazepam 7,5 mg IV bila kejang
Furosemid pulv 1x20 mg
Paracetamol 3x 1 cth
Diet Bubur 3x
Susu 2 x125
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sindroma Nefritik

2.1.1 Definisi

Sindrom nefritik adalah suatu kumpulan gejala klinik berupa proteinuria,


hematuria, azotemia, red blood cast, oliguria & hipertensi (PHAROH) yang terjadi
secara akut. Glomerulonefritis akut (GNA ): suatu istilah yang lebih bersifat umum
dan lebih menggambarkan suatu proses histopatologi berupa proliferasi & inflamasi
sel glomeruli akibat proses imunologik.

Dalam kepustakaan istilah GNA dan SNA sering digunakan secara


bergantian. GNA merupakan istilah yang lebih bersifat histiologik, sedangkan SNA
lebih bersifat klinik.

2.1.2. Epidemiologi

Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara


epidemik atau sporadik, paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda,
antara 5-8 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1. Di
Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988 melaporkan 170
orang pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan, terbanyak di Surabaya
(26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%).
Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak menyerang anak
usia 6-8 tahun (40,6%).

Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik


lebih banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden
GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakit
infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS di negara sedang
berkembang insiden GNAPS lebih banyak ditemukan pada golongan sosial
ekonomi rendah, masing-masing 68,9% & 66,9 %.
2.1.3 Klasifikasi

Dalam kepustakaan disebutkan bahwa selain GNAPS, banyak penyakit


yang juga memberikan gejala nefritik seperti hematuria, edema, proteinuria sampai
azotemia, sehingga digolongkan ke dalam SNA.

Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA antara

lain :

• Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut

• Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria:

- Glomerulonefritis fokal

- Nefritis herediter (sindrom Alport)

- Nefropati IgA-IgG (Maladie de Berger)

- Benign recurrent hematuria

• Glomerulonefritis progresif cepat

• Penyakit – penyakit sistemik

- Purpura Henoch-Schöenlein (HSP)

- Lupus erythematosus sistemik (SLE)

- Endokarditis bakterial subakut (SBE)

2.1.4 Patofisiologi dan Patogenesis

Patofisiologi

Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan


filtrasi glomeruli berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal
tersebut akan menyebabkan filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah 1%. Keadaan
ini akan menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis berkurang yang akan
mengakibatkan tubulus distalis meningkatkan proses reabsorbsinya, termasuk Na,
sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air.

Penelitian-penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air


didukung oleh keadaan berikut ini:

1. Faktor-faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses


radang di glomerulus.
2. Overexpression dari epithelial sodium channel.

3. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin


intrarenal. Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na
dan air, sehingga dapat menyebabkan edema dan hipertensi. Efek proteinuria yang
terjadi pada GNAPS tidak sampai menyebabkan edema lebih berat, karena hormon-
hormon yang mengatur ekpansi cairan ekstraselular seperti renin angiotensin,
aldosteron dan anti diuretik hormon (ADH) tidak meningkat. Edema yang berat
dapat terjadi pada GNAPS bila ketia hormon tersebut meningkat

Patogenesis

Seperti beberapa penyakit ginjal lainnya, GNAPS termasuk penyakit


kompleks imun.Beberapa bukti yang menunjukkan bahwa GNAPS termasuk
penyakit imunologik adalah:

- Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dan gejala klinik .

- Kadar imunoglobulin G (IgG) menurun dalam darah.

- Kadar komplemen C3 menurun dalam darah.

- Adanya endapan IgG dan C3 pada glomerulus.

- Titer antistreptolisin O (ASO) meninggi dalam darah.

Pada pemeriksaan hapusan tenggorok (throat swab) atau kulit (skin swab )
tidak selalu ditemukan GABHS. Hal ini mungkin karena penderita telah mendapat
antibiotik sebelum masuk rumah sakit. Juga lamanya periode laten menyebabkan
sukarnya ditemukan kuman streptokokus. Seperti telah disebutkan sebelumnya,
maka organisme tersering yang berhubungan dengan dengan GNAPS ialah Group
A β-hemolytic streptococci . Penyebaran penyakit ini dapat melalui infeksi saluran
napas atas (tonsillitis/faringitis) atau kulit (piodermi), baik secara sporadik atau
epidemiologik. Meskipun demikian tidak semua GABHS menyebabkan penyakit
ini, hanya 15% mengakibatkan GNAPS.

Hal tersebut karena hanya serotipe tertentu dari GABHS yang bersifat
nefritogenik, yaitu yang dindingnya mengandung protein M atau T (terbanyak
protein tipe M).

Penelitian akhir-akhir ini memperlihatkan 2 bentuk antigen yang berperan


pada GNAPS yaitu :

1. Nephritis associated plasmin receptor (NAPℓr) NAPℓr dapa

diisolasi dari streptokokus grup A yang terikat dengan

plasmin. Antigen nefritogenik ini dapat ditemukan pada jaringan hasil


biopsi ginjal pada fase dini penderita GNAPS. Ikatan dengan plasmin ini
dapat meningkatkan proses inflamasi yang pada gilirannya
dapat merusak membran basalis glomerulus.

2. Streptococcal pyrogenic exotoxin B (SPEB). SPEB merupakan antigen


nefritogenik yang dijumpai bersama-sama dengan IgG Komplemen (C3) sebagai
elektron dense deposit subepithelial yang dikenal sebagai HUMPS

Proses Imunologik yang terjadi dapat melalui :

1. Soluble Antigen-Antibody Complex


Kompleks imun terjadi dalam sirkulasi NAPℓr sebagai antigen
Dan antibody anti NAPℓr larut dalam darah dan mengendap pada
glomerulus.
2. Insitu Formation : Kompleks imun terjadi di glomerulus (insitu
formation), karena antigen nefritogenik tersebut bersifat sebagai planted
antigen. Teori insitu formation lebih berarti secara klinik oleh karena
makin banyak HUMPS yang terjadi makin lebih sering terjadi
proteinuria masif dengan prognosis buruk
Imunitas Selular : Imunitas selular juga turut berperan pada GNAPS,

karena dijumpainya infiltrasi sel-sel limfosit dan makrofog pada jaringan hasil
biopsi ginjal. Infiltrasi sel-sel imunokompeten difasilitasi

2.1.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi Klinis Glomerulonefritis akut pascastreptokokus (GNAPS)
lebih sering terjadi pada anak usia 6–15 th dan jarang pada umur di bawah 2 th.
GNAPS didahului oleh infeksi streptokokus ß hemolitikus grup A melalui infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi kulit melalui periode laten 1–2 mgg
atau 3 mgg. GNAPS Simtomatik Periode laten Pada GNAPS yang khas harus ada
periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinis.
Periode ini berkisar 1–3 mgg; periode 1–2 mgg umumnya terjadi pada GNAPS
yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 mgg didahului oleh infeksi
kulit/piodermi

Edema

Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan
menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah
periorbital (edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan
hebat, maka edema timbul di daerah perut (asites) dan genitalia eksterna (edema
skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik

Hematuria

Hematuria makroskopis terdapat pada 30–70% kasus GNAPS, sedangkan


hematuria mikroskopis dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian
multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria makroskopis 46–100%,
sedangkan hematuria mikroskopis84–100% Urin tampak coklat kemerah-merahan
atau seperti teh pekat, air cucian daging atau kola. Hematuria makroskopis biasanya
timbul dalam mgg pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula
berlangsung sampai beberapa mgg. Hematuria mikroskopis dapat berlangsung
lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bl

Hipertensi

Umumnya terjadi dalam mgg pertama dan menghilang bersamaan dengan


menghilangnya gejala klinis yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi
ringan (tekanan diastol 80– 90 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab
dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal
kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu
hipertensi yang disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah,
kesadaran ↓, dan kejang-kejang. Penelitian multisenter di Indonesia menemukan
ensefalopati hipertensi 4–50%.

Oliguria

Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5–10% kasus GNAPS dengan produksi
urin <350 mL/m2LPB/hr. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal ↓ atau timbul GgGA
(acute kidney injury/AKI). Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya
timbul dalam mgg pertama dan menghilang bersamaan dengan timbul diuresis pada
akhir mgg pertama. Oliguria dapat pula menjadi anuria yang menunjukkan
kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek

Gejala Kardiovaskular

Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang


terjadi pada 20–70% kasus GNAPS Gejala-gejalaLain Selain gejala utama,
dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi, dan anoreksia. Gejala pucat
mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat hematuria
makroskopis yang berlangsung lama.

2.1.6 Diagnosis

Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada


umumnya kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: Gejala-gejala klinik :
1. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full
blown case dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria
yang merupakan gejala-gejala khas GNAPS.
2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan
laboratorium berupa ASTO (meningkat) & C3 (menurun) dan
pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit, hematuria &
proteinuria.
3. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß
hemolitikus grup A. Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan
atas kelainan sedimen urin (hematuria mikroskopik), proteinuria dan
adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS

Pada GNAPS asimptomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan


sedimen urin (hematuria mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan
penderita GNAPS

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut.
Volume urin sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air
cucian daging. Hematuria makroskopis maupun mikroskopis dijumpai pada hampir
semua pasien. Eritrosit khas terdapat pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya
perdarahan glomerulus. Proteinuria biasanya sebanding dengan derajat hematuria
dan ekskresi protein umumnya tidak melebihi 2gr/m2 luas permukaan tubuh
perhari. Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria masif seperti gambaran nefrotik.
Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan garam,
menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya LFG akibat
tertutupnya permukaan glomerulus dengan deposit kompleks imun. Sebagian besar
anak yang dirawat dengan GNA menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan
konsentrasi serum kreatinin.

Anemia sebanding dengan derajat ekspansi volume cairan esktraselular dan


membaik bila edem menghilang. Beberapa peneliti melaporkan adanya
pemendekan masa hidup eritrosit. Kadar albumin dan protein serum sedikit
menurun karena proses dilusi dan berbanding terbalik dengan jumlah deposit imun
kompleks pada mesangial glomerulus.

Bukti yang mendahului adanya infeksi streptokokus pada anak dengan


GNA harus diperhatikan termasuk riwayatnya. Pemeriksaan bakteriologis apus
tenggorok atau kulit penting untuk isolasi dan identifikasi streptokokus. Bila biakan
tidak mendukung, dilakukan uji serologi respon imun terhadap antigen
streptokokus. Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi
1014 hari setelah infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-
80% pasien yang tidak mendapat antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi streptokokus
pada kulit jarang meningkat dan hanya terjadi pada 50% kasus. Titer antibodi lain
seperti antihialuronidase (Ahase) dan anti deoksiribonuklease B (DNase B)
umumnya meningkat. Pengukuran titer antibodi yang terbaik pada keadaan ini
adalah terhadap antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus.
Pemeriksaan gabungan titer ASTO, Ahase dan ADNase B dapat mendeteksi infeksi
streptokokus sebelumnya pada hampir 100% kasus.

Penurunan komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus dalam 2 minggu pertama,


sedang kadar properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3 sangat nyata,
dengan kadar sekitar 20-40 mg/dl (normal 80-170 mg/dl). Kadar IgG sering
meningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada hampir 93% pasien. Pada awal penyakit
kebanyakan pasien mempunyai krioglobulin dalam sirkulasi yang mengandung IgG
atau IgG bersama-sama IgM atau C3. Hampir sepertiga pasien menunjukkan
pembendungan paru.

Penelitian Albar dkk., di Ujung Pandang pada tahun 1980-1990 pada 176
kasus mendapatkan gambaran radiologis berupa kardiomegali 84,1%, bendungan
sirkulasi paru 68,2 % dan edem paru 48,9% . Gambaran tersebut lebih sering terjadi
pada pasien dengan manifestasi klinis disertai edem yang berat. Foto abdomen
menunjukkan kekaburan yang diduga sebagai asites.
2.1.6 Diagnosis Banding
1. Penyakit ginjal :
a. Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
Kelainan ini penting dibedakan dari GNAPS karena prognosisnya sangat
berbeda. Perlu dipikirkan adanya penyakit ini bila pada anamnesis terdapat penyakit ginjal
sebelumnya dan periode laten yang terlalu singkat, biasanya 1-3 hari. Selain itu adanya
gangguan pertumbuhan, anemia dan ureum yang jelas meninggi waktu timbulnya gejala-
gejala nefritis dapat membantu diagnosis.

b. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria


Penyakit-penyakit ini dapat berupa glomerulonefritis fokal, nefritis
herediter (sindrom Alport), IgA-IgG nefropati (Maladie de Berger) dan benign
recurrent haematuria. Umumnya penyakit ini tidak disertai edema atau hipertensi.
Hematuria mikroskopik yang terjadi biasanya berulang dan timbul bersamaan
dengan infeksi saluran napas tanpa periode laten ataupun kalau ada berlangsung
sangat singkat.

c. Rapidly progressive glomerulonefritis (RPGN)


RPGN lebih sering terdapat pada orang dewasa dibandingkan pada anak.
Kelainan ini sering sulit dibedakan dengan GNAPS terutama pada fase akut dengan
oligouria atau anuria. Titer ASO, AH ase, AD Nase B meninggi pada GNAPS,
sedangkan pada RPGN biasanya normal. Komplemen C3 yang menurun pada
GNAPS, jarang terjadi pada RPGN. Prognosis GNAPS umumnya baik, sedangkan
prognosis RPGN jelek dan penderita biasanya meninggal karena gagal ginjal.

2. Penyakit-penyakit sistemik.
Beberapa penyakit yang perlu didiagnosis banding adalah purpura Henoch-
Schöenlein, eritematosus dan endokarditis bakterial subakut. Ketiga penyakit ini
dapat menunjukkan gejala-gejala sindrom nefritik akut, seperti hematuria,
proteinuria dan kelainan sedimen yang lain, tetapi pada apusan tenggorok negatif
dan titer ASO normal. Pada HSP dapat dijumpai purpura, nyeri abdomen dan
artralgia, sedangkan pada GNAPS tidak ada gejala demikian. Pada SLE terdapat
kelainan kulit dan sel LE positif pada pemeriksaan darah, yang tidak ada pada
GNAPS, sedangkan pada SBE tidak terdapat edema, hipertensi atau oliguria. Biopsi
ginjal dapat mempertegas perbedaan dengan GNAPS yang kelainan histologiknya
bersifat difus, sedangkan ketiga penyakit tersebut umumnya bersifat fokal.

3. Penyakit-penyakit infeksi : GNA bisa pula terjadi sesudah infeksi


bakteri atau virus tertentu selain oleh Group A β-hemolytic streptococci. Beberapa
kepustakaan melaporkan gejala GNA yang timbul sesudah infeksi

2.1.7 Tatalaksana
1. Istirahat
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya
timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut,
tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti
sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu
dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan-bulan dengan alasan proteinuria dan
hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif, penderita dipulangkan
sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi. Bila masih
dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan lanjut pada
waktu berobat jalan.

2. Diet
Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat
diberikan makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam
dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu
sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik,
terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus
seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible
water loss (20-25 ml/kgBB/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan
suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari)
3. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering
dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan
tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain
memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat
menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena telah
mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang
terlalu lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan
untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/KgBB dibagi dalam 3 dosis
selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi
eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari

Simptomatik

a. Bendungan sirkulasi
Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan,
dengan kata lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau
tanda-tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak
berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal.

b. Hipertensi
Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan
dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa
kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa
tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid
atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan
oral cukup baik dapat juga diberi nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5
mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada
hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi)
dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau
diazoxide 5 mg/ kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat
digabung dengan furosemid (1 – 3 mg/kgbb)
c. Gangguan ginjal akut
Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian
kalori yang cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi
natrium bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau
Kayexalate untuk mengikat kalium

2.1.8 Komplikasi
gagal ginjal akut, dan meliputi kelebihan beban volume, kongesti sirkuIasi,
hipertensi, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis, kejang-kejang,
dan uremia

2.1.9 Prognosis
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam 1–2 mgg bila tidak ada penyulit,
sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun sangat
jarang, GNAPS dapat kambuh kembali.

Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang
berlangsung 1–2 mgg, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala laboratorik
terutama hematuria mikroskopis dan proteinuria dalam waktu 1–12 bl. Pada anak
85–95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50–75%
GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinis maupun secara histologik atau
laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15–30% kasus masuk ke dalam proses
kronis, sedangkan pada anak 5–10% kasus menjadi glomerulonefritis kronis.
Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian dapat terjadi terutama dalam fase akut
akibat GgGA (AKI), edema paru akut,atau ensefalopati hipertensi.

2.1.10 Pencegahan
Terapi antibiotik sistemik pada awal infeksi streptokokus tenggorokan dan
kulit tidak akan menghilangkan risiko glomerulonefritis. Anggota keluarga
penderita dengan glomerulonefritis akut harus dibiak untuk streptokokus beta-
hemolitikus grup A dan diobati jika biakan positip.
BAB III

ANALISA KASUS

1. Anamnesis

 Pasien datang dengan keluhan kejang berulang sejak 9 jam SMRS. Kejang
pertama pukul 12.00, sekitar 2-5 menit, kejang kedua pukul 20.00 < 5
menit, kejang ketiga pukul 21.00 selama 5 menit. Diantara kejang pasien
sadar. Setelah kejang pasien tidak sadar. Kejang kelojotan seluruh tubuh.
 Wajah dan kelopak mata bengkak sejak 2 hari SMRS
 Pasien juga mengalami muntah-muntah sejak 1 hari SMRS, sebanyak 4x.
Muntah saat pagi hari 1x dan saat malam hari 3x, muntah berisi cairan
berwarna putih bening.
 Pasien juga mengeluhkan adanya sakit leher.
 Demam (+) sejak 2 hari SMRS. Demam turun saat diberi obat.
 Batuk (-)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pada mata tidak ada edema,
Terdapat conjungtiva anemis, Ekstremitas tidak ada edema
3. Pemeriksaan Lab
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang dengan melakukan tes yang mendukung untuk menegakkan
diagnosis.
Pemeriksaan darah pada tanggal 11/07/2019 pukul 22.33
Hematologi

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 10,4 g/dl 10,80-15,60

Hematokrit 31,90 % 33,00 - 45,00

Leukosit 20.600,00 /ul 4.500-13.500


Trombosit 531.000 /ul 200.000-400.00

GDS 127 Mg/dL Normal: <100


Pre DM: 100-195
DM >=200

Pemeriksaan darah pada tanggal 11/07/2019 pukul 22.33


Kimia Darah
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
Natrium 131,30 mmol/L 135,00-148,00
Kalium 3,11 mmol/L 3,30 – 5,30
Klorida 99,00 mmol/L 96,00 – 111,00

Hasil pemeriksaan urin pada tanggal 12/07/2019 pukul 13.20


Makroskopis

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan

Warna Kuning Kuning

Kekeruhan Agak keruh Jernih

Berat jenis 1,010 1,015 – 1,035

pH 6,00 4,50 - 8,00

Albumin negatif negatif

Glukosa negatif negatif

Keton -/negatif negatif

Bilirubin negatif negatif

Darah Samar Positif(++) negatif

Nitrit Negative negatif


Urobilinogen Normal Normal

Sedimen

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan

Leukosit 0-1 /LPB 1,00 – 4,00

Eritrosit 5-10 /LPB 0-1

Epitel Positif sel +

Silinder negatif /LPK negatif

Kristal negatif negatif

Bakteri Positif negatif

Jamur Candida negatif

Hasil pemeriksaan pada tanggal 12/7/2019 pukul 13.26


Test Hasil Satuan Nilai Rujukan
TP 7.3 6.4-8.3
ALBG 3.5 4-5.5
GLOBULIN 3.8 3.2-3.7
UREUM 23 mg/dL 6-46
CREATININ 0.6 mg/dL 0.57-1.25
UA 6.8 mg/dL 2.6-7.2
Cholesterol 147 mg/dL Yang diinginkan: < 200
Sedikit tinggi : 200-
239
Tinggi : >= 240
Trigliserida 115 mg/dL Optimal : < 150
Sedikit tinggi : 150-
199
Tinggi : 200-
499
Sangat Tinggi : >= 500
LDL indirect 74 mg/dL 0-129
UHDL 50 mg/dL Rendah : < 40
Sedang : 40-59
Tinggi : >=60

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat


ditegakkan diagnosis Sindroma Nefritik Akut

PENATALAKSANAAN

D 5% 500cc/ 24 jam

RL 1000 cc/ 24 jam ( MC 8x125)

Cefotaxim 3 x 750 mg IV

Diazepam 7,5 mg IV bila kejang

Furosemid pulv 1x20 mg

Paracetamol 3x 1 cth
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Sindrom nefritik adalah suatu kumpulan gejala klinik berupa proteinuria,


hematuria, azotemia, red blood cast, oliguria & hipertensi (PHAROH) yang terjadi
secara akut. Glomerulonefritis akut (GNA ): suatu istilah yang lebih bersifat umum
dan lebih menggambarkan suatu proses histopatologi berupa proliferasi & inflamasi
sel glomeruli akibat proses imunologik.

Manifestasi Klinis Glomerulonefritis akut pascastreptokokus (GNAPS)


lebih sering terjadi pada anak usia 6–15 th dan jarang pada umur di bawah 2 th.
GNAPS didahului oleh infeksi streptokokus ß hemolitikus grup A melalui infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi kulit melalui periode laten 1–2 mgg
atau 3 mgg. Pada pasien tidak ada riwayat batuk pilek sebelumnya. Dalam
menegakkan diagnosis perlu di lihat melalui anamnesis, yaitu adanya gejala-gejala
tertentu seperti edema, hematuria, hipertensi, dan oligouria.

Pemeriksaan fisik dapat dilihat adanya edema pada wajah maupun pada
ekstremitas dan conjungtiva yang anemis karena adanya hematuria.

Selain itu diperlukan juga pemeriksaan lab untuk menunjang diagnosis


seperti pemeriksaan urin hematuria makroskopis maupun mikroskopis dijumpai
pada hampir semua pasien. Eritrosit khas terdapat pada 60-85% kasus,
menunjukkan adanya perdarahan glomerulus.

Penanganan Sindroma nefritik akut dapat diberikan tatalaksana non


medikamentosa seperti diet dan istirahat. Serta medikamentosa diberikan
antibiotik, antihipertensi, serta apabila terdapat gejala lain di berikan secara
simptomatik, misalnya pada pasien ini terdapat kejang. Maka diberikan obat
antikejang berupa diazepam.
DAFTAR PUSTAKA

1. Garna Herry, et al. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Pedoman


Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi kelima. Bandung:
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS, 2014. 656-659
2. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Jakarta: UUK
Nefrologi IDAI, 2012.
3. Lumbanbatu, Sondang Maniur. 2003. Sari Pediatri. Volume 5 No 2 bulan
september 2003. Hal 58-63. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM
: Jakarta
4. Marcdante, dkk., 2013. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam.
Elsevier - Local. Jakarta
5. Noer MS. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2002. h. 345-53.
6. Perlman LV, Herdman RC, Kleinman H, Vernier RL. Post streptococal
glomerulonephritis, a ten year followup of an epidemic. JAMA 1965; 194:175-
82.
7. Potter EV, Lipschultz SA, Abidh S, King TP, Earle DP. Twelve to seventeen-
year follow up of patients with poststreptococal acute glomerulonephritis in
trinidad. N Engl J Med 1982; 307:725-8.
8. Sekarwana HN. Rekomendasi mutahir tatalaksana glomerulonefritis akut
pasca streptokokus. Dalam: Aditiawati, Bahrun D, Herman E, Prambudi R,
penyunting. Buku naskah lengkap simposium nefrologi VIII dan simposium
kardiologi V. Ikatan Dokter Anak Indonesia Palembang, 2001. h. 141-62.

Anda mungkin juga menyukai