Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA


KISTA OVARIUM

Oleh:
Denisse Christian Lampus
0801116315

Masa KKM 17 Juni 2019 – 25 Agustus 2019

Pembimbing
dr. Rudy Lengkong, Sp.OG (K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2019

1
2
3
BAB I

PENDAHULUAN

Kista ovarium merupakan salah satu masalah ginekologi yang umum dijumpai

pada wanita di segala usia dari usia produktif hingga usia post menopause.1 Kista

ovarium adalah kantong yang berisi cairan atau semi-cairan yang berkembang di

ovarium. 2

Sebagian besar kista ovarium terbentuk karena perubahan kadar hormon yang

terjadi selama siklus haid, produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium.3

Kista ovarium dibedakan berdasarkan dua kategori yaitu kista ovarium fisiologis

dan kista ovarium patologis. Kista ovarium fisiologis merupakan jenis kista ovarium

yang paling banyak ditemukan dan disebut juga dengan kista fungsional yang berasal

dari sel telur dan korpus luteum, terjadi bersamaan dengan siklus menstruasi normal.

Kista fungsional terdiri dari kista folikular dan kista luteal. Keduanya tidak

mengganggu, tidak menimbulkan gejala dan dapat menghilang sendiri dalam waktu 6-

8 minggu. Sedangkan kista patologis atau terkadang menggunakan istilah tumor

ovarium, dibagi menjadi jinak, ganas atau ditengahnya (borderline). Kista patologis

4
jinak lebih sering ditemukan pada wanita usia muda sedangkan kista patologis yang

ganas lebih sering diderita oleh wanita usia tua. Kista ovarium patologis bisa terjadi

relatif cepat, dan asimtomatik. Kista yang bersifat neoplastik terdiri dari kistoma ovarii

serosum (12-50%), kistadenoma ovarii musinosum (5-7%), dan kista dermoid

(10%).1,3,4

Kista ovarium dapat dialami oleh wanita di semua usia namun kejadiannya lebih

sering ditemukan pada wanita usia produktif. Berdasarkan pemeriksaan transvaginal

sonogram kista ovarium juga ditemukan pada hampir semua wanita premenopause dan

lebih dari 18% wanita post menopause. Sebagian besar kista yang diemukan adalah

jenis kista fungsional atau jinak. 2

Berdasarkan penelitian World Health Organization tahun 2015, angka kejadian

kista ovarium tertinggi ditemukan di Negara maju dengan rata-rata 10/100.000 kasus.

Insidensi di Amerika Serikat realtif lebih tinggi dibandingkan Asia dan Afrika

(7,7/100.000 kasus).5 Di Asia Tenggara dimana Indonesia termasuk di dalamnya,

insiden kista ovarium mencapai 6,6%.6

Angka kejadian kista ovarium di Indonesia pada tahun 2015 sebanyak 23.400

orang dan 13.900 orang meninggal. Angka kematian yang tinggi disebabkan karena

penyakit ini awalnya bersifat asimtomatik dan baru menimbulkan keluhan apabila

sudah ada kecenderungan kearah keganasan atau ketika sudah ditemukan metastasis.

Sekitar 60-70% pasien datang memeriksakan diri ketika sudah berada pada stadium

lanjut.7,8

Perjalanan penyakit yang silent killer atau secara diam diam menyebabkan

banyak wanita yang tidak menyadari bahwa dirinya sudah terserang kista ovarim dan

5
hanya mengetahui ketika kista sudah membesar dan dapat teraba dari luar. Sebagian

besar kista tidak menimbulkan gejala yang nyata, namun sebagian lagi menimbulkan

masalah seperti rasa sakit dan pendarahan. Bahkan kista ovarium yang malignant tidak

menimbulkan gejala pada stadium awal, sehingga sering ditemukan dalam stadium

yang lanjut.9

Operasi pengangkatan biasanya akan dilakukan untuk mencegah kista ovarium

tumbuh lebih besar. Tindakan operasi pada kista ovarium neoplastik yang tidak ganas

ialah pengangkatan kista dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang

mengandung kista. Tapi, jika kistanya besar atau ada komplikasi, perlu dilakukan

pengangkatan ovarium, biasanya disertai dengan pengangkatan tuba (salpingo-

ooforektomi). Pada saat operasi kedua ovarium harus diperiksa untuk mengetahui

apakah ditemukan pada satu atau pada dua ovarium.9,10

Berikut ini akan dilaporkan kasus kista ovarium pada seorang wanita usia 19

tahun yang dirawat di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou

Manado.

6
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

- Nama : Ny. KD

- Usia : 19 tahun

- Pekerjaan : Pelajar

- Agama : Islam

- Pendidikan : SMP

- Alamat : Tonsawang Jaga II, Kec. Tombatu, Minahasa Selatan

- MRS tanggal : 25 Juni 2019

B. ANAMNESIS

Keluhan utama: Perut bagian bawah membesar dan nyeri

Anamnesis:

- Perut bagian bawah membesar, disadari sejak 1 tahun yang lalu

7
- Nyeri perut bagian bawah berulang sejak 3 bulan lalu

- Perdarahan dari jalan lahir (-)

- Keputihan (-)

- Nafsu makan baik

- BAB tidak ada keluhan

- BAK tidak ada keluhan

- Belum menikah

- Riwayat Haid:

Menarche : 14 tahun

Siklus Haid : Tidak teratur, 1 bulan bisa 2x

Lama Haid : 3 - 5 hari

Dismenore : (+)

- Riwayat Pengobatan :-

- Riwayat KB :-

- Riwayat Penyakit Dahulu : HPT, DM, Jantung, Paru, Hati, Ginjal

disangkal

- Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Pasien

Keadaan umum : Cukup

Kesadaran : Compos Mentis

8
Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 78 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu badan : 36.4 ⁰C

Kepala : Normocephali

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : sekret (-/-)

Gigi dan mulut : karies (-), beslag (-)

Tenggorokan : T1/T1, hiperemis (-)

Telinga : serumen (-/-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Thoraks : simetris, retraksi (-)

Jantung : BJ I-II reguler normal, bising (-), gallop (-)

Paru : Sp. Vesikuler, Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Genitalia dan anus : normal

Ekstremitas : akral hangat, CRT ≤ 2”

Berat badan : 49 kg

Tinggi badan : 157 cm

2. Status Lokalis (Abdomen)

Inspeksi : Cembung bagian infra umbilikus

Palpasi : Teraba massa ukuran 10 x 8 cm, di bawah umbilikus, keras,

mobile, nyeri tekan (-)

9
Perkusi : Tymphani

Auskultasi : bising usus (+) normal

3. Status Ginekologi

Pemeriksaan gyn tidak dilakukan karena pasien belum menikah.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. USG (25/06/2019) → IGD

Gambaran hipoechoic ukuran 23.30 x 10.77cm berasal dari adnexa, septa (+),

papil (-)

Kesan : kista ovarium multilokuler

2. Laboratorium (25/06/2019) → Poliklinik Ginekologi

Hematologi

Leukosit : 8.200 /uL

Eritrosit : 4,27 10^6/uL

Hemoglobin : 11,8 g/dL

Hematokrit : 36,2 %

Trombosit : 293.000/uL

MCH : 27,6 pg

MCHC : 32,6 g/dL

MCV : 84,8 fL

Kimia Klinik

10
SGOT : 18 U/L

SGPT : 10 U/L

Ureum darah : 21 mg/dL

Creatinin darah : 0,7 mg/dL

GDS : 91 mg/dL

Chlorida darah : 102,1 mEq/L

Kalium darah : 4,26 mEq/L

Natrium darah : 139 mEq/L

Hemostasis

PT pasien/kontrol : 12,8 detik / 14,7 detik

INR pasien/kontrol : 0,92 detik / 1,07 detik

APPT pasien/kontrol : 34,4 detik / 35,4 detik

Tumor Marker

Ca 125 : 45 U/mL

3. MRI (28/06/2019)

Tampak massa kistik besar, batas tegas, tepi regular, dinding tipis,

multicolated, tanpa signal vold, tanpa komponen solid, ukuran 17,9 cm x 9,4

cm x 24 cm pada rongga pelvis, kesan berasal dari organ reproduksi yang

meluas ke rongga abdomen hingga ke region epigastrium serta mendesak

organ-organ sekitarnya.

Kesan: Sugestif cystadenoma ovary dengan perluasan hingga ke rongga

abdomen yang mendesak organ sekitarnya.

11
4. EKG

Kesan: EKG dalam batas normal, sinus rhytm 75 x/menit

E. RESUME MASUK

Penderita P0A0 19 tahun, MRS tanggal 25 Juni 2019 melalui Poliklinik

Ginekologi. Pasien menyadari bagian bawah perutnya membesar sejak 1

tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh adanya nyeri pada perut bagian bawah

sejak kurang lebih 3 bulan SMRS. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal

pemeriksaan abdomen di dapatkan; inspeksi: cembung bagian infra umbilikus,

palpasi: teraba massa ukuran 10 x 8 cm, di bawah umbilikus, keras, mobile,

nyeri tekan (-).

Pemeriksaan ginekologi tidak dilakukan karena pasien belum menikah.

Pada pemeriksaan USG didapatkan kesan kista ovarium multilokuker. Pasien

masuk rumah sakit untuk persiapan operasi kistektomi yang dijadwalkan

tanggal 25 Juni 2019. Hasil pemeriksaan laboratorium: leukosit: 13.500 /uL;

hemoglobin: 12,5 g/dL; trombosit: 370.000/uL. Pada pemeriksaan USG,

kesan kista ovarium multilokuler. Pada pemeriksaan MRI, kesan sugestif

cystadenoma ovary dengan perluasan hingga ke rongga abdomen yang

mendesak organ sekitarnya.

12
F. DIAGNOSA KERJA

P1A0 19 tahun dengan kista ovarium multilokuler

G. SIKAP

1. Konseling informed concent

2. Rencana kistektomi 25/06/2019

3. Sedia darah (crossmatch)

4. Persetujuan operasi

5. Observasi tanda-tanda vital

H. FOLLOWUP PRE-OPERASI

Tanggal 27/06/2019 28/06/2019 29/01/2019

S Perut Perut Perut

membesar membesar membesar

O KU: cukup, KU: cukup, KU: cukup,

Kes: CM Kes: CM Kes: CM

T: 120/80 T: 120/70 T: 120/70

mmHg mmHg mmHg

N: 86 x/m N: 84 x/m N: 76 x/m

R: 20 x/m R: 20 x/m R: 20 x/m

S: 36.30C S: 36.00C S: 36.40C

13
A P0A0 19 P0A0 19 P0A0 19

tahun tahun tahun

dengan dengan dengan

kista kista kista

ovarium ovarium ovarium

multilokuler multilokuler multilokuler

P R/ R/ R/

Kistektomi Kistektomi Kistektomi

tanggal tanggal hari ini

25/06/2019 25/06/2019

I. LAPORAN OPERASI

Telah dilakukan operasi tanggal 1 Juli 2019

- KU Pre-op : T: 120/70 mmHg, N: 80x/m, R: 20x/m,

S: 36,7⁰C

- Diagnosis Pre-op : P0A0 19 tahun dengan kista ovarium

multilokuker

- Rencana operasi : Kistektomi

- Rencana Lama Operasi : 1-2 jam

14
- Jam operasi dimulai : 12.15 WITA

- Jam selesai operasi : 13.35 WITA

- DPJP Operator : dr. Bismarck Joel Laihad, SpOG(K)

- Tindakan Pembedahan : Salpingo-ovorektomi Dextra (SOD)

- Perdarahan : 100 cc

- Diuresis : 200 cc

- KU Post-op : T: 110/70 mmHg, N: 78x/m, R: 20x/m,

S: 36,90C

- Diagnosis Post-op : P0A0 19 tahun post Salphingo-

ovorectomy dextra a.i. kista ovarium dextra

Uraian Pembedahan:

Pasien dibaringkan terlentang di atas meja operasi, dilakukan general anestesi.

Dilakukan antiasepsis pada abdomen dan sekitarnya. Abdomen ditutup

dengan doek steril kecuali lapang pandang operasi. Dilakukan insisi linea

mediana inferior. Insisi diperdalam lapis demi lapis hingga fascia. Fascia

diinsisi kecil dijepit dengan 2 klem, diperlebar ke atas dan kebawah secara

tumpul. Otot disisihkan secara tumpul ke lateral. Tampak peritomeum.

Peritoneum dijepit 2 pinset, digunting kecil dan diperlebar ke kiri dan ke

kanan setelah dipastikan tidak ada jaringan usus dibawahnya.. Tampak massa

kistik 22 x 10 cm permukaan licin, eksplorasi lanjut, masa berasal dari

ovarium dextra. Uterus normal, tuba dan ovarium kiri normal, diputuskan

15
dilakukan salpingo-ovorektomi dextra. Pangkal tuba mesosalphing,

ligamentum ovarii propium, ligamentum infundibulo pelvicum sinistra dijepit

dengan klem, digunting, dan dijahit, kontrol perdarahan (-). Dinding abdomen

ditutup lapis demi lapis. Peritoneum dijahit dengan plain catgut, fascia dijahit

jelujur dengan safil 1, lemak dijahit simpul dengan plain catgut, kulit dijahit

subkutikuler dengan chromic catgut. Luka operasi ditutup dengan kassa

sterile. Operasi selesai.

16
Gambar 1. Kista setelah diangkat

J. FOLLOWUP POST-OPERASI

Tanggal 02/07/2019 03/07/2019 04/07/2019

S Nyeri pada luka Nyeri pada luka Nyeri luka operasi

post op post op berkurang

O KU: cukup, Kes: KU: cukup, Kes: KU: cukup, Kes:

CM CM CM

T: 100/70 mmHg T: 120/80 mmHg T: 120/80 mmHg

N: 78 x/m N: 80 x/m N: 84 x/m

R: 20 x/m R: 18 x/m R: 20 x/m

S: 36.30C S: 36.60C S: 36.40C

Abdomen: luka Abdomen: luka Abdomen: luka

operasi terawatt,pus operasi terawatt,pus operasi

(-),Perdarhan (-) (-),Perdarhan (-) terawatt,pus

(-),Perdarhan (-)

A P0A0 19 tahun post P0A0 19 tahun post P0A0 19 tahun

SOD a.i SOD a.i post SOD a.i

17
kistadenoma kistadenoma kistadenoma

ovarium H-1 ovarium H-2 ovarium H-3

P IVFD RL : D5% = Rawat Luka Rawat Jalan

2:2→ 28gtt/m Aff Infus, aff Rawat Luka

Drips Metronidazol kateter Terapi oral :

2 x 500 gr Terapi oral : Metronidazole 3 x

Inj. Ceftriaxone 2 Cefadroxil 500 mg

gr 3x500mg Cefadroxil 2 x 500

Cek Lab 6 jam post Paracetamol mg

OP 3x500mg Asam traneksamat

Paracetamol 3 x Metronidazole 3x 2 x 500 mg

500 gr 500mg Sulfas Ferosus 2 x

Obsevasi KU dan Observasi KU dan 200 mg

TTV TTV Paracetamol 3 x

500 mg

Pemeriksaan Laboratorium Post Operasi

Leukosit : 18.000 /uL

Eritrosit : 4,28 10^6/uL

Hemoglobin : 12,2 g/dL

18
Hematokrit : 37,4 %

Trombosit : 287.000 /uL

MCH : 28,6 pg

MCHC : 32,7 g/dL

MCV : 87,3 fL

Edukasi pulang : Segera kembali bila demam, jahitan terbuka, luka basah

bernanah, dan pendarahan. Edukasi merawat luka dan personal hygine. Kontrol

kembali tanggal 20 Mei 2019 di Poliklinik.

Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi: Kistadenoma Ovarium

19
BAB III

PEMBAHASAN

Laporan kasus ini membahas diagnosis dan penatalaksanaan kista ovarium.

Diagnosis kista ovarium ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang, kemudian akan dibahas mengenai penanganan, serta

prognosis dari kista ovarium.

A. Diagnosis

Berdasarkan teori, sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau

hanya sedikit nyeri yang tidak mengganggu secara signifikan. Tetapi ada juga kista

yang berkembang menjadi besar dan menimbulkan nyeri yang tajam. Cara untuk

memastikan penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala saja karena tidak ada gejala

khas yang membedakan dengan keadaan lain seperti endometriosis, radang panggul,

kehamilan ektopik dan kanker ovarium. Meski demikian, penting untuk

memperhatikan setiap gejala atau perubahan pada tubuh untuk mengetahui gejala yang

serius.11

Gejala-gejala berikut yang dapat muncul pada kista ovarium seperti, perut terasa

penuh, berat, kembung, tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil),

haid tidak teratur, nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar

kepanggul bawah dan paha, nyeri saat bersenggama, mual serta perasaan ingin

muntah.12 Pada kasus pasien mengeluhkan adanya perasaan perut terasa membesar

sejak 1 tahun terakhir. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut bagian bawah sejak 1 bulan

20
terakhir. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa salah satu gejala

pada kista ovarium adalah sering nyeri bagian bawah perut dan panggul.13 Banyak

tumor ovarium tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama tumor ovarium yang

kecil. Adanya tumor bisa menyebabkan pembenjolan pada perut, rasa sakit atau tidak

nyaman pada perut bagian bawah. Rasa sakit tersebut akan bertambah jika kista

tersebut terpuntir atau terjadi ruptur.12

Pada pemeriksaan fisik abdomen ditemukan masa ukuran 10x8 cm, di bawah

umbilicus, keras, mobile, dan tidak ada nyeri tekan. Sesuai kepustakaan, kista yang

besar dapat teraba dalam palpasi abdomen.3,14

Pemeriksaan penting lain yang harus dilakukan pada pasien dengan kecurigaan

kista ovarium adalah dengan pemeriksaan ginekologi berupa inspekulo dan vaginal

touche. Pemeriksaan ginekologi dilakukan untuk menegakan diagnosis dan

menyingkirkan diagnosis banding. Namun pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan

ginekologi karena pasien belum menikah.

Diagnosis kista ovarium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik. Namun

biasanya sangat sulit untuk menemukan kista melalui pemeriksaan fisik saja. Maka

perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis kista ovarium.

Pemeriksaan yang umum digunakan adalah:

1. Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan letak dan batas tumor kistik atau

solid, cairan dalam rongga perut yang bebas dan tidak. USG adalah alat diagnostik

imaging yang utama untuk kista ovarium. Kista simpleks bentuknya unilokular,

dindingnya tipis, satu cavitas yang didalamnya tidak terdapat internal echo. Biasanya

21
jenis kista seperti ini tidak ganas, dan merupakan kista fungsioal, kista luteal atau

mungkin juga kistadenoma serosa atau kista inklusi. 15

Kista kompleks multilokular, dindingnya menebal terdapat papil ke dalam

lumen. Kista seperti ini biasanya maligna atau mungkin juga kista neoplasma benigna.

USG sulit membedakan kista ovarium dengan hidrosalfing, paraovarian dan kista tuba.

USG transvaginal dapat memberikan pemeriksaan morfologi yang jelas dari struktur

pelvis. Pemeriksaana ini tidak memerlukan kandung kemih yang penuh. USG

transabdominal lebih baik dari endovaginal untuk mengevaluasi massa yang besar dan

organ intrabdomen lain, seperti ginjal, hati dan ascites. Pemeriksaan ini memerlukan

kandung kemih yang penuh.15

Pada kasus ini hasil pemeriksaan USG ditemukan gambaran hipoechoic ukuran

23.30 x 10.77 cm, septa (+), papil (-) dengan kesan kista ovarium multilokuler.

2. CT- Scan Abdomen

Pemeriksaan CT-Scan lebih sensitif daripada pemeriksaan USG, namun kurang

spesifik. Selain itu informasi yang didapatkan untuk menunjang kista ovarium dengan

CT-Scan juga sangat sedikit dan biasanya tidak dapat menentukan terapi. Pemeriksaan

CT-Scan sangat baik digunakan pada kista ovarium yang sudah ruptur karena dapat

menggambarkan perdarahan atau hemoperitoneum. Disamping itu dapat membedakan

penyebab perdarahan akut intra-abdominal dengan ruptur kista. Pemeriksaan ini juga

digunakan untuk menunjang diagnosis keganasan dari penyakit ovarium. 15

3. Laboratorium

Tidak ada tes laboratorium diagnostik spesifik untuk kista ovarium. Tumor

22
marker spesifik pada keganasan ovarium adalah CA 125. Cancer antigen 125 (CA 125)

adalah protein yang dihasilkan oleh membran sel ovarium normal dan karsinoma

ovarium. Level serum kurang dari 35 U/ml adalah kadar CA 125 ditemukan meningkat

pada 85% pasien dengan karsinoma epitel ovarium. Terkadang CA 125 ditemukan

meningkat pada kasus jinak dan pada 6% pasien sehat. 9 pada pasien ini dilakukan

pemeriksaan CA 125 dan ditemukan bahwa kadar CA 125 yaitu 45 U/ml.

Pemeriksaan Beta-HCG, pemeriksaan ini digunakan untuk screening awal

apakah wanita tersebut hamil atau tidak. Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan

kemungkinan adanya kehamilan ektopik.

Pemeriksaan darah lengkap, untuk sebuah penyakit keganasan, dapat

diperkirakan melalui LED. Parameter lain seperti leukosit, HB, HT juga dapat

membantu pemeriksa menilai keadaan pasien.14

4. Laparoskopi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui asal tumor dari ovarium atau

tidak, dan menentukan sifat- sifat tumor. Dilakukan dengan cara perut diisi dengan gas

dan sedikit insisi yang dibuat untuk memasukan laparoskop. Melalui laparoskopi dapat

diidentifikasi dan diambil sedikit contoh kista untuk pemeriksaan PA. 14 Pada pasien

ini juga tidak dilakukan laparaskopi.

5. Pemeriksaan Patologi Anatomi

23
Merupakan pemeriksaan untuk memastikan tingkat keganasan dari tumor

ovarium. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan patologi anatomi terhadap jaringan

ovarium yang diambil dan ditemukan adanya gambaran kistadenoma ovarium.

B. Faktor Risiko Kista Ovarium

Selain manifestasi klinis, pada kasus juga ditemukan beberapa faktor risiko

yang berhubungan dengan terjadinya kista ovarium. Faktor risiko berkembangnya kista

ovarium berupa faktor usia, menarche dini, riwayat kista sebelumnya, riwayat keluarga

dengan kista ovarium. Faktor usia memiliki peran yang sangat signifikan dalam

menentukan seberapa serius kista yang diderita seorang wanita. 11

Pada kasus ini pasien berusia 19 tahun. Hal ini berhubungan dengan faktor

risiko usia dimana perempuan dengan usia di bawah 40 tahun memiliki risiko terkena

kista jinak yang dapat hilang dengan sendirinya setelah beberapa bulan. Sedangkan

perempuan yang telah mengalami menopause, dengan usia diatas 40 tahun, memiliki

risiko terkena kista yang dapat berkembang menjadi kanker ovarium. 14

Angka kejadian kista sering terjadi pada wanita berusia produktif. Namun tetap

ada juga 18% wanita post menopause yang terkena kista ovarium. Hal ini dapat terjadi

karena kerja dari korpus luteum tidak berhenti bahkan setelah menopause. Bahkan

dapat dikatakan bahwa kasus kista ovarium yang terjadi pada kelompok wanita post

menopause perlu mendapat perhatian lebih karena kista fungsional sudah tidak dapat

terjadi, dan ada kemungkinan untuk mengarah ke malignansi.

Selain itu menurut kepustakaan, orang yang menggunakan kontrasepsi

hormonal risiko terjadinya keganasan ovarium bisa lebih kecil. Karena kanker ovarium

24
terjadi apabila ovarium aktif mengalami pertumbuhan folikel. Tetapi dengan

menggunakan kontrasepsi hormonal, proses pertumbuhan folikel pada ovarium dapat

ditekan, sehingga risiko terjadi keganasan pada ovarium menurun.14

Diagnosis kista ovarium dapat ditegakkan apabila ditemukan tanda dan gejala

kista ovarium pada anamnesa, hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

ditemukan hal-hal yang telah disebutkan.

C. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kista ovarium terdiri dari tindakan operatif dan konservatif.

Tindakan konservatif adalah observasi dan manajemen gejala, jika kista tidak

menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama 1-2 bulan, karena kista

fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid.

Apabila terdapat nyeri, maka dapat diberikan obat-obatan simptomatik seperti

penghilang nyeri NSAID.3,15

Pemastian suatu kista itu bersifat jinak atau ganas dapat dilakukan jika telah

dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi setelah dilakukan pengangkatan kista

melalui operasi.12

Penatalaksanaan kista pada kasus ini adalah tindakan operatif. Indikasi tindakan

bedah yaitu kista yang tidak menghilang dalam beberapa kali siklus menstruasi atau

kista yang memiliki ukuran yang besar, kista yang ditemukan pada wanita yang

menopause, atau kista yang menimbulkan rasa nyeri luar biasa dan sampai timbul

perdarahan. Pada pasien ini tindakan operatif juga dipertimbangkan atas dasar

25
keberadaan kista ini sudah mengganggu pasien yakni adanya rasa tidak nyaman pada

perut dan nyeri hilang timbul.

Untuk persiapan pra operatif, dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu periksa

darah lengkap, fungsi hemostasis, fungsi ginjal, fungsi hati, gula darah, EKG dan foto

toraks. Maksud pemeriksaan ini untuk mengetahui penyakit penyerta dan untuk

mengantisipasi adanya penyulit disaat tindakan anestesi saat operasi dan pasca operasi.

Pada kasus ini dilakukan Salpingoovorektomi dextra, setelah

Salpingoovorektomi Dekstra berhasil dilakukan, jaringan diperiksa secara patologi

anatomi.

Penanganan penderita setelah operasi berupa pemberian antibiotik, analgesik dan

anti perdarahan untuk mencegah timbulnya komplikasi pasca operasi. Selain itu pasien

juga diberikan suplementasi Sulfas Ferosus karena HB penderita sedikti menurun, yaitu

11,2g/dL. Penderita kemudian dipindahkan ke ruangan setelah keadaan umum

penderita cukup pulih. Setelah dirawat selama 3 hari pasca operasi tidak ditemukan

adanya komplikasi dan luka operasi baik maka penderita sudah dapat rawat jalan dan

dianjurkan untuk kontrol kembali ke poliklinik ginekologi RSUP Prof. R.D. Kandou

Manado.

D. Komplikasi Kista Ovarium

Kista ovarium yang tidak ditangani dapat membahayakan penderita dan yang

ditakutkan pada kista ovarium selain derajat keganasan yaitu dapat terjadi ruptur (kista

pecah) yang bisa menyebabkan perdarahan intra-abdomen dan bisa menyebabkan

syok. Selain itu kista yang ada juga dapat terjadi torsi kista dimana pembuluh darah

26
menjadi tersumbat, menimbulkan rasa nyeri tajam dan menyebabkan terjadinya infark

jaringan.9 Pada pasien ini tidak ditemukan adanya tanda-tanda torsi maupun ruptur kista

ovarium.

E. Prognosis

Prognosis dari kista jinak sangat baik. Kista jinak dapat tumbuh di jaringan sisa

ovarium atau di ovarium kontralateral. Apabila sudah dilakukan operasi, angka

kejadian kista berulang cukup kecil yaitu 13%.12

Kematian disebabkan karena karsinoma ovari ganas berhubungan dengan

stadium saat terdiagnosis pertama kali dan pasien dengan keganasan ini sering

ditemukan sudah dalam stadium akhir. 3 Angka harapan hidup dalam 5 tahun rata-rata

41.6%. Tumor sel granuloma memiliki angka bertahan hidup 82% sedangkan

karsinoma sel skuamosa yang berasal dari kista dermoid memiliki prognosis yang

buruk.15

Prognosis pre-operasi pada kasus ini adalah dubia dimana waktu pemeriksaan

ditemukan adanya masa ukuran 10x8 cm, keras, mobile, dan tidak ada nyeri tekan. Dari

hasil pemeriksaan USG ditemukan gambaran hipoechoic ukuran 23.30 x 10.77 cm,

septa (+), papil (-) dengan kesan kista ovarium multilokuler.. Operasi yang dilakukan

adalah salpingoovorektomi dextra. Dengan demikian prognosis post op adalah dubia

ad bonam melihat dari keadaan umum dan tanda – tanda vital post operasi baik.

BAB IV

PENUTUP

27
A. Kesimpulan

Telah dilaporkan kasus perempuan P0A0 19 tahun dengan kista ovarium datang

ke poliklinik ginekologi untuk rencana operasi Kistektomi. Selama masa pre-operasi

tidak ada gangguan hemostasis demikian juga selama masa post-operasi. Tindakan ini

dipilih berdasarkan gejala, ukuran dan lokasi tumor, umur penderita, serta terapi yang

tersedia. Diputuskan untuk dilakukan tindakan salpingoovorektomi dextra. Dari hasil

pemeriksaan patologi anatomi didapatkan kistadenoma ovarium. Pasien kemudian

dirawat di ruangan pemulihan dengan observasi tanda-tanda vital dan dilanjutkan

dengan perawatan di bangsal selama 3 hari pasca operasi.

B. Saran

Pasien ini dianjurkan untuk kontrol teratur agar luka operasi terawat dan tidak

terjadi infeksi atau komplikasi lainnya. Pasien juga dianjurkan untuk tidak melakukan

aktivitas fisik berat terlebih dahulu. Pasien dianjurkan untuk tetap kontrol teratur atau

rawat jalan di Poli Ginekologi RSUP Prof. Kandou setelah pulang dari rumah sakit.

Bila luka operasi terbuka atau berdarah, terjadi nyeri perut yang hebat dan perdarahan

dari jalan lahir maka pasien disarankan untuk datang ke IGD rumah sakit terdekat.

DAFTAR PUSTAKA

28
1. Abduljabbar HS, Bukhari YA, Hachim EGAL, Ashour GS, Amer AA, Shaikoon MM,
et al. Review of 244 cases of ovarian cysts. Saudi Med J. 2015;36:834-838.
2. Grabosch SM. Ovarian Cysts. Medscape. Published on jan 2017. Cited on 21 Januari
2019. Available from : https://emedicine.medscape.com/article/255865-overview

3. Adriaansz G, Tumor Jinak Organ Genitalia. Dalam Anwar M, Baziad A, Prabowo RP.
Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Cetakan Pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirodihardjo : Jakarta. 2011.

4. Joedosapoetro MS. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital. Ilmu Kandungan Edisi Kedua.
Jakarta: PT Bina Pustaka. 2009:38-41
5. World Health Organization. Ovarian cysts. 2015. Cited on : 21 Januari 2019.

Available from :
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/170250/9789240694439_eng.pdf.jses
sionid=89289F5D99C8737FE6CFBB2A9A5CD?sequence=1

6. Manuaba, IAC., I Bagus, dan IB Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
KB untuk Pendidikan Bidan. Edisi kedua. Jakarta: EGC
7. Kemenkes. Profil Kesehatan. Kementrian kesehatan republik Indonesia. Jakarta.2015.
Cited on : 22 Januari 2019. Available from :
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2015.pdf

8. Adriani P. Hubungan paritas dan usia ibu dengan kista ovarium di RSUD dr. R.
Goetong Tarunadibrata Purbalingga. JPK. 2018;9:57-66.
9. Prawirohardjo Sarwono. Tumor Jinak Organ Genital. Ilmu Kandungan. Edisi ke-3,
cetakan kedua. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2014; 284-5.
10. Achadiat CM. Prosedur tetap obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC. 2004:94-5
11. Schorge et al. William’s Gynecology [Digital E-Book] Gynecologic Oncology Section.
Ovarian Tumors and Cancer. McGraw-Hills. 2008.
12. Moore, JG. Essensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates. 2011.

13. Qaseem A, Humphrey LL, Harris R, Starkey M, Denberg TD. Screening pelvic
examination in adult women: a clinical practice guideline from the American College
of Physicians. Ann Intern Med. 2014. 161(1):67-72.
14. Vandermeer FQ, Wong-You-Cheong JJ. Imaging of acute pelvic pain. Clin
ObstetGynecol. 2009. 52(1):2-20.

29
15. Bottomley C, Bourne T. Diagnosis and management of ovarian cyst accidents. Best
Pract Res Clin Obstet Gynaecol. 2009. 23(5):711-24.

30
31
32
33

Anda mungkin juga menyukai